Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MANTHUQ DAN MAFHUM


Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah: Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu: Dr. Fauzan Adim, M.A.

Disusun Oleh:
1. Ahmad Noor Miftachudin (2130110116)
2. Nafis Azifatul Lailaa (2130110109)
3. Qoyyimatur Rosyiqo (2130110101)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa kita sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan
salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan
keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ulumul Qur’an fakultas ushuluddin IAIN
Kudus Progam Studi Ilmu Qur’an dan Tafsir, dengan ini kami mengangkat judul “Manthuq dan
Mafhum”.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.

Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua, karena kesempurnaan hanya milik
Allah SWT semata.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Kudus, Oktober 2021


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci dan sumber ajaran Islam yang pertama dan
utama. Apabila diteliti dengan seksama, maka akan ditemukan bahwa Al-Qur’an
mengandung keunikan-keunikan makna yang tiada akan pernah habis untuk dikaji
dan memberi isyarat makna yang tak terbatas. Kedudukan Al-Qur’an
sebagairujukan utama umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan mereka dan
terbukanya untuk interpretasi baru, merupakan motivasi tersendiri terhadap
lahirnya usaha-usaha untuk menafsirkan dan menggali kandungan maknanya.
Ketika berbicara mengenai ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an,
sebenarnya dari semua ayat yang ada tersebut tidak semuanya memberikan arti
atau pemahamanyang jelas. Jika ditelusuri,ternyata banyak sekali ayat yang masih
butuh penjelasanyang lebih mendalam mengenai hukum yang tersimpan dalam
ayat tersebut. Ini menunjukkan bahwa ternyata ayat-ayat Al-Qur’an itu tidak
hanya memberikan pemahaman secara langsung dan jelas, tetapi juga terdapat
ayat yang maknanya tersirat didalam ayat tersebut.
Petunjuk (dalalah) lafalz kepada makna adakalanya berdasarkan pada bunyi
(manthuq, arti tersurat) perkataan yang diucapkan itu, baik secara tegas maupun
mengandung kemungkinan makna lain, dengan takdir maupun tanpa takdir. Dan
adakalanya pula berdasarkan pada pemahaman (mafhum, arti tersirat)-nya baik
hukum sesuai dengan hukum manthuq ataupun bertentangan. Inilah yang
dinamakan dengan manthuq dan mafhum.
Oleh karena itu, agar dapat memahami dan mengetahui hukum atau makna
yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, dalam makalah ini akan dipaparkan
sedikit penjelasan guna menambah pemahaman pembaca. Sebagian aspek tersebut
yaitu mengenai manthuq dan mafhum, meliputi pembagian serta contohnya.
Semoga dapat dipahami dengan mudah lagi bermanfaat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan manthuq?
2. Berapa jenis pembagian manthuq?
3. Apa yang dimaksud dengan mafhum?
4. Berapa jenis pembagian mafhum?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk memahami maksud dari lafalz manthuq
2. Untuk mengetahui dan memahami pembagian manthuq
3. Untuk memahami maksud dari lafaldz mafhum
4. Untuk mengetahui dan memahami pembagian mafhum
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Manthuq
Manthuq ditinjau dari segi bahasa (etimologi) berasal dari kata ‫نطق ينطق نطقا‬
yang berarti berbicara, berkata.1
Sedangkan menurut istilah (terminologi)
1. Abdul Hamid dalam kitab Mabadi Awaliyah
‫المنطوق هو ما دل عليه اللفظ في محل النطق‬
Manthuq ialah mengambil pengertian dari lafaldz yang diucapkan (yang
dituliskan).2
2. As-Syuti dalam kitab al-Itqan fi ulum al-quran
‫مادل عليه اللفظ في محل الطق‬
Yaitu makna tersurat yang dipahami seseorang dari sebuah ucapan.3

Dari definisi ini diketahui bahwa apabila suatu makna yang


ditunjukkan oleh suatu lafaz menurut ucapan (makna tersurat), yakni
menunjukkan makna yang berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan
disebut pemahaman secara manthuq. Misalnya, hukum yang dipahami
langsung dari teks firman Allah pada QS. Al-Isra’ ayat 23 yang berbunyi :
‫َفَال َتُقْل َلُهَم ا ُأٍّف َو َال َتْنَهْر ُهَم ا‬
Artinya : “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka”.
Dengan menggunakan pemahaman secara mantuq ayat ini menunjukkan
haramnya mengucapkan kata “ah” dan membentak kedua orang tua.
Larangan atau haramnya hal tersebut langsung tertulis dan ditunjukkan
dalam ayat ini.
1
Ahmad Warson Munawir, Al Munawwir, Penerbit Pustaka Progressif, Yogyakarta, 1984, 1432
2
Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah, Maktabah as-Sa’adiyah, Jakarta, 20
3
Jalaluddin as-Suyuti, Al-Itqan fi u’lum al-quran,Resalah Publisher, Beirut-Lebanon, 485
B. Macam-macam Mantuq
Dalam kitab “Zubdah al-Itqan fi Ulum al-Qur’an” karya Prof. Dr. Muhammad bin
Alwi Al-Maliki membagi mantuq atas dua bagian, yaitu lafaz yang tidak memiliki
kemungkinan lebih dari satu arti yaitu nash, dan lafaz yang memiliki kemungkinan lebih dari
satu arti yaitu zahir danmu’awal
1. Lafaz yang tidak memiliki kemungkinan lebih dari satu arti
lafaz yang tidak memiliki kemungkinan lebih dari satu arti atau nash, ialah lafaz
yang bentuknya sendiri telah dapat menunjukkan makna yang dimaksud secara
tegas (sarih), tidak mengandung kemungkinan makna lain.4
Misalnya firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 196:
‫َفِصَياُم َثَالَثِة َأَّياٍم ِفى اْلَح ِّج َو َس ْبَعٍة ِإَذ ا َر َج ْع ُتْم ِتْلَك َع َش َر ٌة َك اِم َلٌة‬
Artinya : “Maka (wajib) berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi)
apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna”.
Penyipatan “sepuluh” dengan “sempurna” telah mematahkan kemungkinan
“sepuluh” ini diartikan lain secara majaz (metafora). Inilah yang dimaksud
dengan nash.
2. Lafaz yang kemungkinan memiliki lebih dari satu arti
a. Zahir
Zahir merupakan lafaz yang diberi pemahaman dengan arti yang lebih
diunggulkan. Zahir ialah lafaz yang menunjukkan sesuatu makna yang segera
dipahami ketika diucapkan tetapi disertai kemungkinan makna lain yang
lemah (marjuh).5

Misalnya firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 173:


… ‫… َفَمِن اْض ُطَّر َغْيَر َباٍغ َو َال َعاٍد‬
Artinya : “… tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedangkan ia tidak menginginkan dan melewati batas …”
Lafaz “bagh” digunakan untuk makna ”al-Jahil” (bodoh,tidak tahu) dan ”az-
Zalim” (melampaui batas, zalim), tetapi kemungkinan arti yang kedua lebih
jelas dan lebih umum digunakan.
4
Rosihon, Loc.Cit,
5
Mudzakir. AS, Op.Cit., h. 359
b. Mu’awwal
Mu’awwal merupakan Lafaz yang diberi pemahaman dengan arti
yang tidak diunggulkan (marjuh) karena terdapat indikasi ketidak-mungkinan
diberi pemahaman dengan arti yang diunggulkan (rajih). Mu’awwalialah
lafaz yang diartikan dengan makna marjuh karena ada petunjuk tertentu yang
menghalangi dimaksudkannya makna yang rajih. 6 Mu’awwal berbeda
dengan zahir, zahir diartikan dengan makna yang rajih sebab tidak ada dalil
yang memalingkan kepada yang marjuh. Misalnya firman Allah dalam Al-
Qur’an :
… ‫… َو ُهَو َم َع ُك ْم َأْيَنَم ا ُكْنُتْم‬
Artinya : “… Dia (Allah) akan selalu bersama kalian di mana pun berada …”
Tidak mungkin memberikan kata “bersama” pada ayat itu dengan “dekat”
dalam pengertian tempat yang merupakan arti rajih. Karenanya, kata itu harus
diberi pemahaman dengan arti lain yang marjuh. Yakni kekuasaan dan ilmu-
Nya atau penjagaan dan pemeliharaan yang diberikan-Nya.

C. Pengertian Mafhum
Pengertian Mafhum ditinjau dari segi bahasa berasal dari kata ‫ فهم‬yang
berarti ‫( عرفه و ادركه وعلمه‬memberi pemahaman, paham dan dipahami)
Mafhum secara istilah berarti
‫داللة اللفظ على حكم شئ لم يذكر في الكالم‬
Yaitu petunjuk lafaldz terhadap hukum suatu hal yang tidak disebutkan didalam
redaksi tersebut.

Dengan kata lain, mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafaz tidak
dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman yang terdapat pada ucapan tersebut.
Macam-macam Mafhum

6
Mudzakir. AS, Op.Cit., h. 360
1) Mafhum Muwafaqah

‫ان كان الحكم المفهوم موافقا للمنطوق‬


Yaitu ketika hukum yang dikandung oleh mafhum sama dengan hukum yang
dikandung oleh manthuq.
a. Fatwa al-Khitab
‫ان كان حكم المفهوم اولى حكم المنطوق‬
Fatwa al-Khitab yaitu ketika pemahaman yang diberikan kepada
lafaz mafhum lebih kuat daripada yang dimiliki oleh lafaz mantuq, yaitu
apabila hukum yang dipahami dari lafal lebih utama dari hukum yang
ditangkap langsung dari lafal itu.
Misalnya memukul, menghardik, dan meludahi orang tua yang
dipahami dari firman Allah SWT dalam surah al-Isra’(17) ayat 23 di atas,
berbeda kualitasnya dengan sekedar mengatakan “ah” atau “cis” kepada
orang tua. Dari segi akibat, memukul, menghardik dan meludahi orang tua,
lebih berat dibanding hanya sekedar mengatakan “ah” atau “cis”. Oleh sebab
itu hukum makna yang dipahami di luar lafal itu bisa lebih utama (lebih
tinggi kualitasnya) dari hukum yang dipahami dari lafal itu sendiri.
b. Lahnu al-Khitab
‫ان كان حكم المفهوم مساويا من حكم المنطوق‬
Lahnu al-Khitab yaitu ketika pemahaman yang diberikan kepada
lafaz mafhum itu sama tingkatannya dengan yang dimiliki oleh lafazmantuq.
Misalnya firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 10 :
‫… ِإَّن اَّلِذ ْيَن َيْأُك ُلْو َن َأْم َو اَل اْلَيَتاَم ى ُظْلًم ا‬
Artinya : “sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara
zalim …”

Mafhum-nya, memakan harta anak yatim sama saja dengan hukum


melenyapkannya, membuang atau membakarnya. Karena pada hakikatnya,
makna-makna ini mengacu pada satu hal yaitu menghabiskan harta anak
yatim secara lalim.7
2) Mafhum Mukhalafah
Mafhum Mukhalafah adalah pengertian yang dipahami berbeda dengan ucapan, baik
dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakan). Oleh karena itu, hal yang
dipahami selalu kebalikannya daripada bunyi lafal yang diucapkan.
Mafhum Mukhalafah dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya :
a. Mafhum as-Shifah
Mafhum as-Shifah (pemahaman dengan sifat) adalah petunjuk yang dibatasi
oleh sifat, menghubungkan hukum sesuatu kepada salah satu sifatnya.
Contohnya dalam QS. Al-Hujurat ayat 6:
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا ِإْن َج اَء ُك ْم َفاِس ٌق ِبَنَب ٍإ َفَتَبَّيُن وا َأْن ُتِص يُبوا َقْو ًم ا ِبَجَهاَل ٍة َفُتْص ِبُحوا َع َلى َم ا َفَع ْلُتْم‬
‫َناِدِم يَن‬
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang-orang fasiq
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Dapat dipahami dari ungkapan kata ‘fasiq’ ialah orang yang tidak wajib
ditelliti beritanya. Ini berarti bahwa berita yang disampaikan oleh
seseorang yang adil wajib diterima.
b. Mafhum Ghayah
Mafhum ghayah (pemahaman dengan batas akhir) adalah lafal
yang menunjukkan hukum sampai pada ghayah (batasan, hinggaan), hingga
lafal ghayah ini ada kalanya dengan “illa” dan dengan “hatta’. Seperti dalam
firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 6:
‫ِاَذ ا ُقْنُتْم ِالَى الَّص َلوِة فَاْغ ِس ُلْو ا ُوُجْو َهُك ْم وَاْيِدَيُك ْم ِألَى اْلَم َر اِفِق‬....
“bila kamu hendak nmengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai kepada siku”.
Mafhum mukhalafahnya adalah membasuh tangan sampai kepada siku.
c. Mafhum Laqab

7
Syaikh Abi Yahya Zakariyya Al-Ansori as- Syafi’i, Ghoyatul Wushul, (Singapura: Al-Haramain) h.42
Mahfum laqaab (pemahaman dengan julukan) adalah
menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fiil. Seperti firman Allah
SWT:
‫ُحِّر َم ْت َع َلْيُك ْم ُأَّمَهاُتُك ْم‬
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu.” Mafhum mukhalafahnya
adalah selain para ibu.
d. Mafhum Hasr
Mafhum hasr adalah pembatasan. Seperti dalam firman Allah
swt.:
‫ِإَّياَك َنْعُبُد وِإَّياَك َنْسَتِع ْيُن‬
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan.”
Mafhum mukhalafahnya adalah bahwa selain Allah tidak disembah dan tidak
dimintai pertolongan. Oleh karrena itu, ayat tersebut menunjukkan bahwa
hanya Dia-lah yang berhak disembah dan dimintai pertolongan.
e. Mafhum Syarat
Mafhum syarat adalah petunjuk lafadz yang memberi fadah adanya
hukum yang dihubungkan dengan syarat supaya dapat berlaku hukum yang
sebaliknya. Seperti dalam surat al-Thalaq ayat 6:
... ‫َو ِإْن ُك َّن ُأوَالِت َحْمٍل َفَأْنِفُقْو ا َع َلْيِهَّن‬...
“...Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka
berikanlah kepada mererka nafkahnya.”
Mafhum mukhalafahnya adalah istri-istri tertalak itu tidak sedang hamil,
tidak wajib diberi nafkah.8

BAB III
8
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003) h. 222
PENUTUP

Kesimpulan

1. Manthuq adalah petunjuk makna yang bersifat tekstual, yaitu petunjuk yang telah jelas
pada seluruh atau sebagian artinya berdasarkan tuturan lafadz itu sendiri. Mantuq terbagi
atas dua bagian, yaitu :
a. Lafaz yang tidak memiliki kemungkinan lebih dari satu arti (nash).
b. Lafaz yang memiliki kemungkinan lebih dari satu arti. Terbagi menjadi dua bagian,
yaitu Zahir dan Mu’awwal.
2. Mafhum adalah pemahaman terhadap makna yang tidak terdapat dalam suatu lafadz.
Mafhum juga terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Mafhum Muwafaqah.
b. Mafhum Mukholafah
3. Mafhum muwafaqah adalah suatu petunjuk kalimat yang menunjukkan bahwa hukum
yang tertulis pada kalimat itu berlaku pada masalah yang tidak tertulis, karena ada
persamaan dalam maknanya.Mafhum muwafaqahterbagi atas dua bagian, yaitu :
a. Fatwa al-Khitab
b. Lahnu al-Khitab
4. Mafhum Mukhalafah merupakan pemahaman yang diberikan kepada lafazmafhum itu
tidak selaras dengan yang dimiliki oleh lafaz mantuq, dengan kata lain makna yang
berbeda hukumnya dengan mantuq.Mafhum Mukhalafahterbagi menjadi beberapa bagian
yaitu:
a. Mafhum as-Shifah
b. Mafhum ghayah
c. Mafhum laqaa,
d. Mafhum hasr
e. Mafhum syarat

SARAN
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa dapat lebih mengenal
pengertian atau paham mengenai manthuq dan mafhum. Kami menyadari didalam
makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan, hal ini karena kurangnya sumber
bacaan dan keterbatasan pemakalah. Oleh karena itu kami sebagai pemakalah
berharapkan kritik dan saran yang berguna bisa menjadikan perbaikan makalah
mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawir, Al Munawwir, Yogyakarta: Pustaka Progressif.


Hamid, Hakim Abdul,Mabadi Awaliyah, Jakarta: Maktabah as-Sa’adiyah.
As-Syuti jalaluddin, Al-Itqan fi u’lum al-quran,Lebanon: Resalah Publisher.
Wahab, Khalaf Abdul. 2003. Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Amani. Mudzakir. AS.

Rosihon. 1999. Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia.

Rahmat, Syafe’i. 2010. Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: CV Pustaka Setia.


As-Syafi’i Abi Yahya Zakariyya Al-Ansori, Ghoyatul Wushul, Singapura: Al-Haramain.
Al-Qathanan, Syaikh Manna’ 2012. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.

Anda mungkin juga menyukai