Anda di halaman 1dari 11

NAMA : MIKAIL FAJAR BAAGIA

NIM : 201102030017
TUGAS : UAS ULUMUL QUR’AN

MUBAYYAN-MUJMAL, MANTHUQ-MAFHUM
 MUBAYYAN
Al-Mubayyan adalah mengeluarkan suatu ungkapan dari keraguan menjadi
jelas.Maksudnya , jika ada suatu ungkapan yang masih mujmal (samar), maka dengan
mubayyan ungkapan itu menjadi jelas. Jadi, mubayyan adalah penjelas dari mujmal.
Adapun fungsinya yaitu, antara lain :
- Menjelaskan isi al-Qur’an, antara lain dengan merinci ayat-ayat global.
- Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis atas sesuatu kewajban yang disebutkan
pokok-pokoknya di dalam al-Qur’an.
- Menetapkan hukum yang belum disinggung dalam al-Qur’an.

 MUJMAL
Suatu lafal atau ungkapan yang belum jelas dan tidak dapat dipahami maksudnya dan
untuk mengetahuinya diperlukan penjelasan dari lainnya. Atau kandungan maknanya masih
global dan memerlukan perincian atau penjelasan dari pembuat mujmal atau syara’ itu
sendiri.
Penyebab kemujmalan yaitu,
- mengandung makna lebih dari satu
- Arti kata secara bahasa yang sudah dikenal yang dikehendaki syari’ (sholat,zakat,haji)
- Lafal yang maknanya asing ketika digunakan

 HUKUM MENGAMALKAN AL MUJMAL DAN AL MUBAYYAN


Hukum mengamalkan lafal yang mujmal, para ulama ushul fiqh menyatakan bahwa
selama tidak ada dalil lain, baik al-qur’an sendiri maupun hadis yang menjelaskan terhadap
kesamarannya lafal yang mujmal, maka lafal mujmal selamanya tetap tidak bisa dijadikan
hujjah. Sebaliknya, terhadap lafal yang mubayyan, para ulama ushul fiqh menyatakan wajib
hukumnya berhujjah dengannya atau wajib mengamalkan hukumnya.

 MANTHUQ
Secara bahasa manthuq berasal dari kata nathaqa yang bermakna berucap. Manthuq
adalah makna yang dikandung oleh kata yang terucapkan. Al-Qatthan (2002: 358)
menjelaskan manthuq adalah suatu makna yang ditunjukkan oleh lafadh menurut ucapannya,
yakni petunjuk makna berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan. Petunjuk (dilalah)
lafadh kepada makna adakalanya kepada bunyi (mantuq, arti tersurat) perkataan yang
diucapkan itu, baik secara tegas maupun mengandung kemungkinan makna lain dengan
taqdir mapun tanpa taqdir.

 PARA ULAMA’ USHUL FIQIH MEMBAGI MANTHUQ KEPADA TIGA


MACAM; NASH, ZHAHIR DAN MUAWWAL.
 1.  Nash, tidak memungkinkan ada unsur di takwil atau ada pengalihan makna. Sedangkan
nash sendiri terbagi menjadi dua:
 - Sharih (jelas), apabila ada suatu lafadz yang menunjukkan dengan jelas dan tegas
maknanya, baik yang maknanya itu sesuai dengan sepenuhnya teks (nash) ataupun yang
hanya terkandung maknanya oleh nash. Maka yang seperti ini biasanya dinamakan ibarat al-
nash.
-   Ghairu Sharih (tidak jelas), adalah mantuq yang artinya tidak dari arti atau makna yang
diletakkan untuknya, akan tetapi arti tersebut ialah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan
darinya. Misalnya: sepuluh ialah arti angka di atasnya Sembilan dan dibawahnya sebelas.
Akan tetapi, bisa saja angka sepuluh tersebut adalah bilangan genap. Itulah yang dinamakan
mantuq ghairu sharih.
2.  Zhahir, ialah suatu lafadz yang menunjukkan suatu arti yang dapat segera dipahami
ketika sudah diucapkan, akan tetapi memungkinkan disertai arti lain yang lemah (marjuh).
Oleh karena itu, dzahir itu sama saja dengan nash didalam hal penunjukkannya terhadap
makna yang berdasarkan pada ucapan. Akan tetapi, dalam konteks lain ini berbeda
dengannya karena nash menunjukkan hanya satu makna saja secara tegas dan tidak
memungkinkan akan menerima arti lain. Sedangkan dzahir, selain menunjukkan satu arti
ketika sudah diucapkan, ia juga akan memungkinkan arti lain yang walaupun lemah.
 3. Muawwal, ialah suatu lafadz yang diartikan dengan arti marjuh atau lemah karena ada
sesuatu dalil yang menghalangi maksud arti rajah atau kuat. Terdapat perbedaan
antara muawwal dan dzahir; dzahir diartikan dengan arti yang rajah karena tidak ada dalil
yang memalingkan kepada marjuh, begitu sebaliknya dengan muawwal diartikan dengan
arti marjuh karena terdapat dalil yang memalingkan dari yang rajah.

 MAFHUM

Mafhum secara bahasa bisa berarti, di faham, dan tersirat.Mafhum menurut istilah
ushul fiqih adalah “Sesuatu yang ditunjuk oleh lafaz di luar teks ucapan itu”. Maksudnya
ialah suatu hukum yang di ambil tidak dari bunyi suatu dalil, akan tetapi dari makna yang
tersimpan didalamnya.

 MACAM-MACAM MAFHUM
 Mafhum Muwafaqah, adalah suatu petunjuk kalimat yang menunjukkan bahwa
hukum yang tertulis pada kalimat itu berlaku pada masalah yang tidak tertulis.
Disebut mafhum muwafaqah karena hukum yang tidak tertulis sesuai dengan
hukum yang tertulis.
 Mafhum mukhalafah, adalah pengertian yang dipahami berbeda dengan
ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakan). Oleh
karena itu, hal yang dipahami selalu kebalikannya daripada bunyi lafal yang
diucapkan.

KEMU’JIZATAN AL-QUR’AN

Kata mukjizat terderivasi dari kata a’jaza-yu jizu-i’jaz yang memiliki arti membuat
seseorang atau sesuatu menjadi lemah dan tidak berdaya apapun.
Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan mukjizat berarti peristiwa ajaib
yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia.
Landasan pengertian kemujizatan yang disandarkan kepada al- Qur’an merupakan sebuah
proses cara memahami kalam Tuhan yang melibatkan pada interpretasi masing-masing
cendekiawan muslim klasik mengenai kalam Tuhan

Perbedaan yang bisa kita amati antara mukjizat dan kemukjizatan Al-Qur’an berupa:

1. Mukjizat merupakan kejadian ajaib yang ditunjukkan oleh orang yang mengaku sebagai
Nabi, sedangkan kemukjizatan Al-Qur’an mampu dipaparkan oleh siapapun yang bisa
meneliti makna yang tersurat dan tersirat dari Al-Qur’an

2. Mukjizat lebih cenderung terdapat tantangan di dalamnya bagi siapapun yang tidak
percaya atau ragu terhadap kenabian seorang yang mengaku sebagai Nabi, sedangkan
kemukjizatan Al-Qur’an dengan sendirinya mampu menunjukkan keotentikannya
dibandingkan dengan kitab umat agama lain dan seolah-olah menantang kepada orang-orang
yang meragukan keotentikannya untuk mendalami dan meneliti isi dan kandungan yang
terdapat dalam Al-Qur’an

3. Dalam mukjizat tantangan yang dihadapi tidak mampu membendung atau menghadapi
mukjizat Nabi sesuai dengan zamannya, sedangkan kemukjizatan Al-Qur’an lebih cenderung
menunjukkan keterbatasan bagi yang tidak percaya atau meragukannya dalam menjawab
problematika umat secara umum, baik yang sedang terjadi maupun yang akan datang.

 Aspek-aspek Kemukjizatan Al-Qur’an :


1. Aspek yang terkait langsung dengan sendiri
Bisa diamati dan dielaborasi melalui segi kefasihannya, balaghah, penjelasan dan
kandungan maknanya
2. Aspek dengan pengalihan pandangan yang dilakukan seseorang dari hal-hal yang
bertentangan dengan Al-Qur’an.
Dengan melalui pengamatan secara seksama dan pembuktian yang erkait dengan
perkembangan kehidupan manusia melalui peradaban dan perkembangan masa.

Bukti-Bukti Kemukjizatan Al-Qur’an

1. Al-Qur’an merupakan bagian ilmu kitab yang telah mencapai kesuksesan dan
mengubah peradaban Arab jahiliyah menjadi pemuka agama yang berdasarkan politik.

2. Penjelasan tahap-tahap penciptaan manusia pada ayat dan hadith diutarakan 14 abad
yang lalu dan para ilmuan baru bisa menemukan dan mengetahui kepastian tentang
embriologi 30 tahun yang lalu

3. Di dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang menjelaskan kemukjizatannya dalam


ruang lingkup ilmu pengetahuan dan teknologi.

 Tantangan Kemukjizatan Al-Qur’an Terhadap Zaman


1. Tantangan secara universal atau keseluruhan.

Tantangan ini berupa tantangan untuk mendatangkan seperti Al-Qur’an dari segi
penjelasannya baik yang berupa hukum maupun bahasa, seperti gaya bahasa, ungkapannya
dan kefasihannya. Allah Swt

b. Tantangan dengan sebagian dari surat Al-Qur’an.

Tantangan tersebut terlepas dari unsur pribadi yang ada pada diri Muhammad sebagai
pengemban risalah. Meskipun dalam mukjizat tersebut terdapat dua hal, yaitu berkaitan
dengan ajaran agama dan yang tidak berkaitan dengan ajaran agama tapi tidak terintervensi
oleh dirinya.

PERUMPAMAAN DALAM AL-QUR’AN

Perumpamaan atau Amtsal adalah bentuk jamak dari kata mitsal. Bentuk tersebut
diungkapkan sebanyak sembilan belas kali dalam berbagai ayat dan surah. Sedangkan dalam
bentuk lain diungkapkan sebanyak 146 kali dalam berbagai ayat dan surah. Secara etimolog
kata matsal, mitsal dan matsil berati sama dengan syabah, syibah dan syabih. Kata matsal
juga digunakan untuk menunjukkan atau menfenisikan keadaan, sifat dan kisah yang
mengagumkan. Berdasarkan beberapa definisi dan pendapat, dapat ditarik suatu pengertian
bahwa amtsal al Qur’an adalah membuat perumpamaan-perumpamaan mengenai keadaan
sesuatu dengan sesuatu yang lainya baik dengan menggunakan kalimat metaforis (isti’arah),
dengan cara anthrofomorphism (tasybih) atau dengan cara lainya. Dengan demikian, jika
diperhatikan secara seksama, bahwasannya perumpamaan-perumpamaan di dalam al Qur’an
menggunakan bentuk yang beragam, yang kira-kira denganya dapat diperoleh pelajaran dan
nasihat serta dapat ditangkap dan difahami oleh akal sehat.Baik yang berkaitan dengan
masalah metafisika, seperti gambaran keindahan syurga, sikap orang-orang kafir dalam
menghadapi petunjuk dan lain-lain.

 Macam-macam Amtsal Menurut Manna’ al-Qathtan dan Muhammad Bakar Ismail :


1. Amsal musharrahat atau dzahir adalah amtsal yang mengandung tasybih secara
tersurat
2. Amsal kaminah adalah amsal yang secara lafadz tidak ada matsal di dalamnya, tetapi
secara tersirat mengandung tasybih
3. Amsal mursalat ada yang memasukkannya pada amsal kaminah, dan ada yang
memisahkannya dengan mengatakan bahwa amsal mursalah adalah amsal yang
terlepas dari tasybih, penyerupaan.

 Urgensi Amtsal dalam al-Qur’an,


 Menonjolkan sesuatu yang bersifat rasional yang hanya dapat dijangkau oleh nalar
(akal) dalam format yang konkrit yang dapat dirasakan oleh indera manusia, yang pada
akhirnya akal akan dapat dengan mudah menerimanya. Sebab penaertian yang bersifat
abstrak tidak akan bisa tertanam atau setidak-tidaknya agak sulit diterima oleh benak
hati nurani manusia, kecuali bila dituangkan dalam bentuk yang bersifat indrawi yang
dekat dengan daya pemahaman.
 Dengan amtsal dapat disingkap hakekat-hakekat dan mengemukakan sesuatu yang
tidak nampak seakan-akan sesuatu tampak jelas.
 Dapat menyimpulkan makna yang menarik dan indah di dalam suatu ungkapan yang
padat.
 Dapat mendorong orang yang kepadanya amtsal itu diturunkan untuk berbuat atau
melakukan sesuatu yang sesuai dengan isi matsal atau amtsal itu sendiri, jika hal itu
merupakan sesuatu yang disenangi jiwa.
 Dapat menjauhkan sesuatu larangan untuk tidak dilakukan, jika matsal itu berupa
sesuatu hal yang tidak diinginkan atau dibenci oleh jiwa, dsb.

 Sumpah dalam Al-Qur’an


- Kata Qasam adalah bentuk mufrad dari kata Aqsam. Qasam secara etimologi
(bahasa) berarti sumpah. Secara terminologi atau istilah, Ibnu Qayyim
mendefinisikan qasam dengan “suatu kalimat yang memberikan penegasan atau
taukid terhadap berita atau tuntunan yang disampaikan”.
- Secara umum dapat dikatakan bahwa sumpah atau qasam adalah segala sesuatu
yang dikemukakan untuk menguatkan berita dengan menggunakan unsur-unsur
sumpah. Jadi yang dimaksud dengan sumpah Allah adalah sesuatu yang digunakan
Allah untuk menguatkan berita dari Allah melalui al-Qur’an dengan menggunakan
unsur-unsur sumpah.

 Sebab Adanya Sumpah dalam al-Qur’an

Sabab Qasam artinya sebab sumpah, yaitu latar belakang terjadinya sumpah.


Allah bersumpah dengan sesuatu, dikarenakan sebagian manusia mengingkarinya atau
mereka menganggap remeh. Anggapan demikian lahir dari ketidaktahuan mereka tentang
faedahnya, atau lupa dan buta dari hikmah Allah Swt. Atau mungkin juga, pendapat
seseorang terbalik dengan yang sebenarnya, lalu ia berakidah tidak sesuai dengan yang
ditetapkan Allah. Kenyataan yang demikian menjadi sebab bagi Allah untuk bersumpah.

 Macam-macam Sumpah dalam al-Qur’an


- Zhahir (adalah qasam yang di dalamnya disebutkan fi’il qasam dan
muqsambihnya, atau qasam yang tidak disebutkan fi’il qasamnya, tapi
diganti dengan huruf ba’, wau, ta’)
- Mudhmar (Yaitu sumpah yang di dalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan
tidak pula muqsam bih, ti ia ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk pada
jawab qasam)

 Unsur yang harus dipenuhi jika dikehendaki suatu ucapan menjadi sebuah sumpah,
yaitu:
- Muqsim (Artinya sama, yaitu yang bersumpah. Dalam al-Qur’an yang
bersumpah tidak hanya Allah, tapi juga manusia dan setan. Meskipun
demikian, sumpah-sumpah yang diucapkan selain Allah dalam al-Qur’an
adalah firman Allah)
- Muqsam ‘alaih (Disebut juga dengan jawab qasam. Tujuan qasam adalah
untuk menguatkan dan mewujudkan muqsam ‘alaih, yaitu pernyataan
karenanya sumpah diucapkan. Jawab qasam tersebut haruslah berupa hal-hal
yang layak utuk dimunculkan suatu qasam terhadapnya)
- Muqsam Bih (Muqsam bih atau mahluf bih maksudnya adalah lafadz yang
digunakan setelah adat qasam yang dijadikan sandaran dalam bersumpah
 Ada tiga macam pola penggunaan kalimat berita dalam al-Qur’an, Yaitu :
1. Ibtida’(berita tanpa penguat), yaitu untuk orang yang netral dan wajar-wajar
saja dalam menerima suatu berita, tidak ragu-ragu dan tidak mengingkarinya.
2. Thalabi, yaitu untuk orang-orang yang ragu terhadap kebenaran suatu berita,
sehingga berita yang disampaikan kepadanya perlu diberikan sedikit penguat
yang disebut dengan kalimat thalabiatau taukid untuk meyakinkan dan
menghilangkan keraguannya.
3. Inkari, yaitu untuk orang-orang yang bersifat ingkar dan selalu menyangkal
suatu berita, untuk kondisi seperti ini beritanya harus disertai dengan kalam
inkari(diperkuat sesuai dengan kadar keingkarannya). Oleh karena itu Allah
menggunakan kalimat sumpah dalam al-Qur’an, untuk menghilangkan
keraguan, menegakkan hujjah dan menguatkan berita  terhadap orang-orang
yang seperti ini.

Adapun urgensi dari qasam yaitu, Qasam dalam al-Qur’an bermuatan rahasia untuk
menguatkan pesan-pesan al-Qur’an yang sampai kepada manusia terutama untuk orang yang
masih ragu-ragu, menolak bahkan mengingkari kebenaran ajaran-ajaran al-Qur’an.

Kisah dalam al-Qur’an yaitu, Kata kisah berasal dari bahasa


Arab qishshat jamaknya qishash yang menurut Muhammad Ismail Ibrahim, berarti hikayat
(dalam bentuk) prosa yang panjang. Sedangkan menurut Manna al-Qaththan mendefinisikan
kisah sebagai menelusuri jejak. Adapun dari segi terminologi atau istilah, kata Kisah berarti
berita-berita mengenai permasalahan dalam masa-masa yang saling berturut-turut
sedangkan qashash adalah akar kata (mashdar) dari qashsha yaqushshu, secara lughowi
konotasinya tak jauh berbeda dari yang disebutkan di atas, yang dipahami sebagai “Cerita
yang ditelusuri

 Tujuan dan Manfaat Kisah dalam al-Qur’an


1. Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi.
2. Menguatkan hati nabi Muhammad dan memperkuat keyakinan kaum mukminin.
3. Mengabadikan jejak para nabi terdahulu.
4. Membuktikan kebenaran informasi yang berasal dari nabi Muhammad.
5. Menarik minat pembaca.
6. Menjelaskan tentang kerasulan kepada ummat.
7. Meringankan beban jiwa nabi Muhammad dan para pengikutnya.
8. Menumbuhkan kepercayaan diri dan ketentraman.
9. Membuktikan kerasulan Muhammad SAW dan mu’jizatnya.
TERJEMAH TAFSIR DAN TAKWIL

A. Pengertian Terjemah
Pengertian terjemah secara bahasa adalah suatu teks dalam suatu bahasa “teks
sumber” dan hasil teks yang merupakan padanan, dalam bahasa lain, yang
mengkomunikasikan pesan serupa.Sedang pengertian terjemah secara istilah adalah
mengungkapkan perkataan atau kalimat dengan menggunakan bahasa lain atau
memindahkan suatu perkataan ke dalam bahasa lain, dengan tidak merubah semua
kandungan makna dan maksud awal. Jadi, makna terjemah adalah menjelaskan makna
suatu perkataan ke dalam bahasa yang lainnya, dengan tidak merubah semua
kandungan makna dan maksud awal.

Terjemahan Al-Qur`an ada dua macam, yaitu :

- Terjemah ḥarfiyah atau terjemah lafẓiyah adalah terjemah yang kata-


perkatanya sangat terikat dengan kosakata dan struktur bahasa yang ada
dalam bahasa pertama atau bahasa asal, sehingga seakan-akan hanya
menggantikan makna kata-kata itu pada urutan dan tempatnya masing-
masing secara sama.
- B.Terjemah Tafsīriyah atau ma’nawiyah adalah menerangkan atau
menjelaskan makna perkataan atau kalimat yang terkandung dalam bahasa
pertama ke dalam bahasa lain tanpa memperhatikan susunan dan jalan
bahasa aslinya dan juga tanpa memperhatikan makna yang dimaksudnya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerjemah adalah ,

1. Harus benar-benar mengetahui dan menghayati kedudukan dan aspek-


aspek dari kedua bahasa yaitu bahasa asal dan bahasa terjemah
2. Penerjemah harus mengetahui pola kalimat dan ciri khas kedua bahasa
3. Bahasa terjemah harus memenuhi semua makna dan maksud yang ada
pada bahasa asal
4.Bahasa asal tidak boleh melekat pada bahasa terjemah lagi. Maksudnya,
terjemahan harus benar-benar memindah makna bahasa asal ke dalam bahasa
terjemah.
B. TAFSIR
Tafsir menurur Ibn Manzhur ialah membuka dan menjelaskan maksud yang
sukar dari suatu lafadz. Sebagian ulama pun banyak yang mengartikan tafsir
sependapat dengan Ibn Manzhur yaitu menjelaskan dan menerangkan.Menurut kamus
bahasa Indonesia, kata tafsir diartikan dengan “Keterangan atau penjelasan tentang
ayat-ayat Al-Quran”. Termasuk di dalamnya terjemah al-Qur’an.
Jadi, dengan demikian Tafsir Al-Qur’an ialah penjelasan atau keterangan untuk
memperjelas maksud yang sukar memahaminya dari ayat-ayat al-Qur’an. Dalam
perkembangan awal, penafsiran tebagi menjadi dua macam, yaitu penafsiran Bil
Ma’tsur dan Bil Ro’yi.
C. TAQWIL
Takwil secara bahasa adalah kembali atau mengembalikan menyiasati dan
memalingkan. Sedangkan secara istilah yaitu mengembalikan sesuatu pada maksud
yang sebenarnya, yakni menjelaskan apa yang dimaksud dari sesuatu.
 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN
A. PERSAMAAN
- Ketiganya menerangkan makna ayat-ayat al-Qur’an.
- Ketiganya sebagai sarana untuk mempermudah dan memahami dalam hal ini
untuk memaknai al-Qur’an.
B. PERBEDAAN

- Tafsir menjelaskan makna ayat yang kadang-kadang dengan panjang lebar,


lengkap dengan penjelasan hokum-hukum dan hikmah yang dapat diambil dari
ayat itu dan seringkali disertai dengan kesimpulan kandungan ayat-ayat tersebut.

- Ta’wil mengalihkan lafadz-lafadz ayat al-Qur’an dari arti yang lahir dan rajih
kepada arti lain yang samar dan marjuh.Perbedaan antara tafsir dan ta’wil adalah
bahwa tafsir itu menerangkan maksud yang ada pada lafazh, sedang ta’wil itu
menerangkan maksud yang ada pada maknanya.

PEMBAGIAN TAFSIR DAN METODENYA


A. Kata tafsir atau al-tafsir, yang dalam kitab suci al-Qur’an disebut hanya sekali, adalah
berwazan (timbangan) kata taf’il, yaitu dari fassarayufassiru-tafsiran. Ia musytaq
(terambil) dari kata al-fasr. Kata yang disebut terakhir berarti “membuka”. Secara
etimologis, tafsir berarti memperlihatkan dan membuka (al-idzhar wa al-kasyf) atau
menerangkan dan menjelaskan (al-idlah wa al-tabyin).Tafsir menurut istilah, tafsir
didefinisikan para ulama dengan rumusan yang berbeda, namun dengan arah dan tujuan
yang sama. Misalnya, al-Zarkasyi menyatakan bahwa dalam pengertian syara’, tafsir
adalah ilmu untuk mengetahui pemahaman kitabullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW., dengan menjelaskan makna-makna dan mengeluarkan hukum-
hukum serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.
Ada Ulama’ yang membagi tafsir itu menjadi 4, yaitu : 1.Tafsir untuk orang Arab, 2. Tafsir
yang hanya diketahui oleh semua orang, 3. Tafsir yang hanya diketahui oleh para Ulama’, 4.
Tafsir yang hanya diketahui oleh Allah SWT.
Ketika dihadapkan dengan perkembangan Islam yang lebih luas,maka mode tafsir
yang ke dua ini menjadi celah, pintu masuk ketika Al-Qur’an itu dipahami oleh selain orang
arab.
Tafsir menurut modelnya setidaknya ada 3, yaitu Tafsir Maudhu’i, Bil Ma’syur, dan Bil
Ro’yi. Tafsir Maudhu’i (Sifatnya tematik, artinya satu tema yang kemudian dijelaskan dari
berbagai ayat yang saling berkaitan dengan tema tersebut. Misalnya, persoalan poligami),
Tafsir Bil Ma’syur (Yang berdasarkan riwayat-riwayat dari para Ulama’, kemudian
pendapat-pendapat kemudian dijadikan penjelasan menafsirkan ayat per aya itu), Tafsir Bil
Bil Ro’yi (Tafsir yang murni dengan akal, istihad, rasional). Memahami ayat Al-Qur’an
tanpa menggunakan akal itu jelas-jelas tidak bisa. Karena, tafsir yang bagus itu tafsir yang
masuk akal, yang gampang diterima oleh akal. Yang terakhir tafsir sufi (Biasanya dikaitkan
dengan tasawuf,Riyadhah,dsb). Kemudian perkembangan tafsifr itu, dai masa kemasa,
kemudian berkembang terus. Pada konteks sekarang, pada wilayah tafsir yang kontemporer.
kalau sekarang, jika bicara tafsir itu ada Ring. Ring pertama itu Al-Qur’an, yang kedua
Hadist. Jika tafsir bagaimana memadukan pemahaman antara Al-Qur’an yang dipadu dengan
hadist Nabi dan kemudian sosial kemasyarakatan.

B. METODE TAFSIR
1. Metode Tafsir Tahlili (Analitis)
Suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an
dari seluruh aspeknya.
2. Metode Tafsir Ijmali (Global)
Metode yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas, tetapi mencakup dan
enak di baca.
3. Metode Tafsir Muqarin (Komperatif/Perbandingan)
Metode yang membandingkan teks Al-qur’an yang memiliki persamaan dan
kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan membandingkan ayat dengan
hadist yang lahirnya terlihat bertentangan.
4. Metode Maudhu’i (Tematik)
Metode yang membahas ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang
telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun kemudian dikaji secara
mendalam dan tuntas dari berbagai aspek.

AHLI TAFSIR, SYARAT, ATURAN DAN TINGKATANNYA


 Ahli tafsir, yaitu orang yang ahli dalam menerangkan maksud ayat-ayat Al-aqur’an.
 Syarat-syarat dan aturaan ahli tafsir, yaitu :
1. Sehat aqidah
2. Terbebas dari hawa nafsu
3. Menafsirkan al qur'an dengan al qur'an
4. Menafsirkan al qur'an dengan As sunnah
5. Merujuk kepada perkataan sahabat nabi SAW
6. Merujuk kepada perkataan tabi'in
7. Menguasai bahasa arab ilmu dan cabang cabangnya
8. Menguasai ilmu yang berkaitan dengan ilmu tafsir
9. Pemahaman yang mendalam

 Tingkatan ahli tafsir berdasarkan periode


1.) Periode Sahabat
Ahli tafsir dari kalangan sahabat antara lain yaitu: Ali bin Abi thallib r.a. Ibnu
Abbas. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
2.) Periode Tabi’in
Ahli tafsir era tabi’in di madinah adalah Zaid bin Aslam yang kemudian di
riwayatkan oleh putranya Abdurrahman bin Zaid dan Malik bin Anas.
3.) Periode Tabi’it Tabi’in
Pada periode ini terdapat beberafa ahli tafsir yang mrngumpulkan pendapat para
sahabat dan tabi’in tentang tafsir.
4.) Periode Mutaakhkhirin
Para ahli tafsir pada tingkatan ini menjelaskan tafsirannya dengan ungkapan
yang panjang, gaya bahasa yang indah.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai