Anda di halaman 1dari 13

PROSES PENCIPTAAN GUNUNG DALAM KAJIAN TAFSIR SAINS

AL-QUR’AN

Adinda Aisyah (12209040)


E-mail: Adinda.Aisyah.Zahara@gmail.com

Fahira (12209041)
E-mail: Fahirahbekar@gmail.com

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR IAIN PONTIANAK

Abstrak
Gunung adalah salah satu ciptaan Allah yang memiliki peran penting di muka bumi.
Dalam Al-Qur'an, gunung disebut dengan tiga kata, yaitu al-jibal, ar-rawasi, dan al-
a'alam. Ayat-ayat dalam Al-Qur'an telah menyinggung tentang keberadaan gunung dan
perannya dalam kehidupan. Dari perspektif sains, gunung memiliki fungsi sebagai
penjaga stabilitas bumi. Gunung memiliki "akar" yang tertanam dalam tanah dan dapat
menimbulkan aktivitas tertentu yang terjadi atas kehendak Allah. Dalam literatur-
literatur Islam, disebutkan berbagai tipologi dan ragam manfaat atas keberadaan
gunung. Gunung tidak hanya berperan dalam menjaga stabilitas bumi, tetapi juga
memiliki manfaat lain yang beragam. Artikel ini akan membahas fenomena gunung
dalam beberapa bab. Penciptaan dan desain alam ini tidaklah tanpa perhitungan atau
terbentuk hanya kebetulan saja. Semuanya diciptakan dengan perhitungan yang matang
dan memiliki fungsi serta manfaat yang spesifik.
Kata Kunci: Gunung dalam Al-Qur'an, Penciptaan Gunung, Sains dan Al-Qur'an

A. PENDAHULUAN
Allah menyampaikan pesan dalam Al-Qur`an dengan berbagai cara dan bentuk
dalalah baik yang jelas ataupun dengan cara yang samar (mubham). Di antara bentuk
keduanya terdapat bentuk muhkam dan mutasyabih. Itu semua merupakan kerunia Allah
subhanahu wa ta`ala kepada ummat manusia agar dapat memahami dengan elastis,
syamil, dan komprehensif. Di antara gaya penyampaian al-qur`an terkadang
menggunakan lafadz dan uslub yang berbeda-beda tetapi maknanya tetap satu, yaitu
sebagian lafadz serupa dengan sebagian yang lain tetapi maknanya serasi dan cocok,
tidak ada yang bersifat umum dan samar (mutasyabih) dan dapat memberikan peluang

1|Muhkam dan Mutasyabih


bagi para mujtahid dan cendekiawan untuk dapat mengembalikannya kepada yang tegas
maksudnya dan disebut muhkam, mengembalikan yang samar kepada yang jelas
maknanya, mengembalikan masalah cabang kepada masalah pokok, yang bersifat
parsial kepada yang kulli
Dalam kajian al-Qur’an dan tafsir, muhkam dan mutasyabih merupakan salah satu
instrumen penting yang mengandung kontroversi dikalangan para ahli tafsir. Dalam
sejarahnya, kajian mengenai ayat muhkam dan mutasyabih sudah menjadi bahan
pembicaraan dikalangan mufassirin dari zaman dahulu hingga saat ini. Setiap generasi
melakukan kajian yang mengakibatkan munculnya ilmu-ilmu baru yang belum tergali
pada masa sebelumnya. Ketika ingin menjelaskan pengertian mutasyabih,
pembahasannya tidak sempurna sebelum menjelaskan hal yang bersangkutan dengannya
yaitu muhkam. Muhkam dan mutasyabih adalah dua istilah yang saling bergandengan
dan tidak bisa dipisahkan antara keduanya.
Kajian muhkam dan mutasyabih itu setidak-tidaknya menimbulkan dua persoalan:
Pertama, perbedaan pandangan tentang kategori ayat muhkam dan ayat mutasyabih.
Karena perbedaan ini, maka ada ayat-ayat yang bagi suatu kelompok umat Islam
bersifat muhkamat, namun bagi kelompok lain bersifat mutasyabihat. Kedua, perbedaan
pandangan tentang boleh atau tidaknya melakukan ta’wil terhadap ayat-ayat yang
mutasyabihat. Sebagian ahli tafsir membolehkannya, sehingga dalam memahami ayat-
ayat mutasyabihat itu, harus dilakukan interpretasi dibalik ungkapan-ungkapan lahiriah.
Sebagian lagi yang tidak membolehkannya, berpendapat dalam memahami ayat-ayat itu
kita harus berhenti pada makna-makna teks

B. PEMBAHASAN
Muhkam dan mutasyabih merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab.
Menurut ahli tafsir, muhkam secara etimologi berasal dari kata al-itqan dan juga dari

kata al-ihkam. Berasal dari kata al-itqan seperti lafal yang berarti

mengokohkan sesuatu1, atau seperti lafal yang berarti mengokohkan


perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, atau urusan yang lurus
dari yang sesat2. Muhkam juga dapat berasal dari kata al-ihkam seperti lafal
1
Muhammad Bakar Isma’il, Dirasat fi ‘Ulum al-Qur’an
2
Manna’ al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an,

2|Muhkam dan Mutasyabih


berarti saya menahan binatang itu. al-Hukm berarti memutuskan dua
perkara, maka kata hakim adalah orang yang mencegah kezaliman dan memisahkan
antara dua pihak yang bersengketa. Pengertian tersebut juga dapat dihubungkan dengan
makna menetapkan ketentuan-ketentuan, yang dengannya seseorang tercegah dari
berbuat sesuatu di luar ketentuan tersebut, dan ketentuan itu harus sesuatu yang jelas
dan tegas3. Jika kita melihat hubungannya dengan ayat-ayat al-Qur'an, dapat
disimpulkan bahwa semua ayat dalam al-Qur'an disusun dengan rapi dan kuat. Tidak
ada celah untuk mengkritiknya dari segi apapun, baik dalam pemilihan kata,
penempatan dalam kalimat, maupun susunan kalimatnya yang teratur. Firman Allah
dalam ayat pertama dari surat Hud dan Yunus mengacu pada pemahaman ini secara
linguistic :
Al-Qur'an secara keseluruhan dapat dikatakan muhkam, yang berarti semua ayat
dalam al-Qur'an kokoh, fasih, indah, dan jelas. Al-Qur'an dapat membedakan antara
yang benar dan yang salah, serta antara yang jujur dan yang dusta. Konsep ini dikenal
sebagai al-hikam al-'am atau muhkam dalam arti umum4.
Adapun mutasyabih secara etimologi berasal dari kata at-tama’sil5. Mutasyabih
juga berasal dari kata tasyabuh, yang bisa bermakna sesuatu dari dua hal menyerupai
yang lain. Bila diderivasikan, syubhah ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal
tidak dapat dibedakan dengan yang lain karena ada kemiripan. Menurut az-Zarqani,
mutasyabih juga bisa berarti samar, yang juga mengandung konotasi yang biasanya
membawa pada ketidakpastian dan ragu (iltibas)6. Timbulnya keraguan tersebut tidak
lain dikarenakan miripnya dua benda yang diamati tersebut, sehingga tidak dapat, atau

sulit sekali menentukan perbedaannya. Sebagai misal, firman Allah: Ayat


ini berarti sebagian buah-buah di surga itu serupa dengan sebagian yang lain dalam hal
warna, tidak dalam hal rasa dan hakikat7.
Mutasyabih juga dikenal sebagai mutamatsil, yang berarti sama dalam hal
ekspresi dan keindahan. Oleh karena itu, tasyabuh al-kalam merujuk pada keseragaman
dan konsistensi dalam ekspresi, di mana satu bagian memvalidasi bagian lainnya.

3
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir
4
Yunahar Ilyas, hal. 190
5
Muhammad Bakar Isma’il, Dirasat
6
Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqani, Manahil ‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an.
7
Manna’ al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an,

3|Muhkam dan Mutasyabih


Dengan pemahama seperti ini, Allah menggambarkan al-Qur'an bahwa semua ayatnya
adalah mutasyabihah, seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya berikut.
-
Dalam ayat yang disebutkan sebelumnya, dijelaskan bahwa al-Qur'an secara
keseluruhan adalah mutasyabih. Ini berarti bahwa setiap ayat dalam al-Qur'an memiliki
kesamaan dan keindahan yang saling mirip. Selain itu, isi dari setiap ayat juga saling
membenarkan satu sama lain. Dalam hal ini, at-tasyabuh al-'am atau kesamaan dalam
arti umum dapat diartikan sebagai keseragaman dan konsistensi dalam al-Qur'an.
Namun, ada beberapa ayat yang bisa menimbulkan pemahaman yang berbeda.
Sebagai contoh, ayat pertama mengindikasikan bahwa seluruh al-Qur'an adalah
muhkam, yang berarti jelas dan tidak ada pertentangan antara ayat-ayatnya. Namun,
ayat kedua menyatakan bahwa seluruh al-Qur'an adalah mutasyabih, yang menjelaskan
kesamaan ayat-ayat al-Qur'an dalam kebenaran, kebaikan, dan keajaibannya.
Menurut M. Hasbi Ash Shiddieqy, al-Qur'an secara keseluruhan dapat dianggap
muhkam, karena memiliki kejelasan yang baik. Namun, jika kita melihat dari segi
lafadz dan keindahan nadhamnya, al-Qur'an sungguh sempurna. Selain itu, ia juga
menyatakan bahwa seluruh al-Qur'an adalah mutasyabih, karena ayat-ayatnya saling
serupa atau sebanding baik dalam hal balaghah (keindahan bahasa) maupun i'jaz
(keajaiban).8
Al-Husni (1999:145) memberikan penjelasan yang detail tentang pengertian
muhkam dan mutasyabih serta perbedaannya, sebagai berikut:
1. Muhkam adalah ayat yang memiliki makna yang jelas dan tegas, baik melalui takwil
(metafora) maupun tidak. Sementara itu, mutasyabih adalah ayat yang hanya diketahui
maknanya oleh Allah, seperti saat terjadinya hari kiamat, munculnya dajjal, dan huruf-
huruf muqaththa'ah. Definisi ini berasal dari kelompok ahlussunnah.
2. Muhkam adalah ayat yang maknanya mudah dipahami dan jelas, sedangkan ayat-ayat
mutasyabih sebaliknya.
3. Muhkam adalah ayat yang tidak mungkin diartikan dengan makna lain, sedangkan
ayat mutasyabih memiliki potensi munculnya berbagai makna. Pendapat ini
dikemukakan oleh Ibnu 'Abbas.

8
Muhammad Anwar Firdaus, Membincang Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih, Jurnal Ulul Albab
Volume 16, hal. 82

4|Muhkam dan Mutasyabih


4. Muhkam adalah ayat yang dapat dipahami oleh akal, seperti bilangan raka'at dalam
shalat dan kekhususan bulan Ramadhan untuk puasa wajib, sementara ayat-ayat
mutasyabih sebaliknya. Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Mawardi9.
5. Muhkam adalah ayat yang pemahaman maknanya dapat berdiri sendiri, sedangkan
ayat-ayat mutasyabih membutuhkan ayat lain untuk dipahami.
6. Muhkam adalah ayat yang maknanya dapat diketahui secara langsung tanpa perlu
penafsiran terlebih dahulu, sedangkan ayat mutasyabih memerlukan penafsiran untuk
memahaminya.
7. Muhkam adalah ayat yang tidak memiliki pengulangan kata-kata, sedangkan ayat
mutasyabih memiliki pengulangan kata-kata.
8. Muhkam adalah ayat yang berbicara tentang hukum fardhu, ancaman, dan janji,
sedangkan ayat mutasyabih berbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan.
9. Muhkam adalah ayat yang menghapus (nasikh), berbicara tentang halal, haram,
ketentuan (hudud), kefarduan, serta yang harus diimani dan diamalkan. Ayat
mutasyabih, di sisi lain, berbicara tentang perumpamaan (amsal), sumpah (aqsam), dan
yang harus diimani tetapi tidak harus diamalkan. Pendapat ini disampaikan oleh Ibnu
Abi Hatim berdasarkan riwayat dari Ali bin Abi Thalib dari Ibnu Abbas.
10. Muhkam adalah ayat-ayat yang tidak dihapus, sedangkan mutasyabih adalah ayat-
ayat yang dihapus. Pendapat ini disampaikan oleh Abdullah bin Hamid berdasarkan
riwayat dari Adh-Dhahak bin al-Muzahim (w.105 H.).
11. Muhkam adalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat
mutasyabih adalah ayat yang harus diimani tetapi tidak harus diamalkan. Pendapat ini
disampaikan oleh Ibnu Abi Hatim yang menyatakan bahwa Ikrimah (w.105 H.) dan
Qatadah bin Du'amah (w.117 M.) berpendapat demikian.
12. Ibnu Abi Hatim mengutip riwayat dari Muqatil bin Hayyan yang menyatakan bahwa
ayat-ayat mutasyabih adalah seperti "alif lam mim" dan "alif lam mim ra".
Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ulama, dapat disimpulkan
bahwa muhkam adalah ayat-ayat yang memiliki makna yang jelas, tidak samar.
Termasuk dalam kategori muhkam adalah nash (kata yang menunjukkan sesuatu dengan
jelas dan tegas) dan zhahir (makna lahir). Sementara itu, mutasyabih adalah ayat-ayat

9
Nova Yanti, Memahami Makna Muhkamat dan Mutasyabihat Dalam Al-Qur‟an, AL-ISHLAH Jurnal
Pendidikan Vol8, No 2, 2016, hal.250

5|Muhkam dan Mutasyabih


yang maknanya masih belum jelas. Termasuk dalam kategori ini adalah mujmal
(global), mu'awwal (perlu ditafsirkan), musykil (sulit dipahami), dan ambigius10.

A. SEBAB-SEBAB TERJADINYA TASYABUH DALAM AL-QUR’AN


Imam Ar-Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan
bahwa sebab adanya tasyabuh (kesamaran) dalam Al-qur’an itu pada garis besarnya ada
3 hal, sebagai berikut:
1. Kesamaran dari aspek lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, sebagai berikut:
a) Kesamaran dari aspek lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib
(asing), atau yang musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.
b) Kesamaran lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas.
2. Kesamaran dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat-
sifat hari kiamat, sorga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu tidak
terjangkau oleh pikiran manusia.
3. Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek,
sebagai berikut:
a. Aspek kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus.
Contohnya, ayat 5 surah At-Taubah:
‫َفِإَذ ا ٱنَس َلَخ ٱَأْلْش ُهُر ٱْلُحُر ُم َفٱْقُتُلو۟ا ٱْلُم ْش ِر ِكيَن َح ْيُث َو َج دُّتُم وُهْم َو ُخ ُذ وُهْم َو ٱْح ُصُروُهْم َو ٱْقُعُدو۟ا َلُهْم‬
‫ُك َّل َم ْر َص ٍد ۚ َفِإن َتاُبو۟ا َو َأَقاُم و۟ا ٱلَّص َلٰو َة َو َء اَتُو ۟ا ٱلَّز َكٰو َة َفَخ ُّلو۟ا َس ِبيَلُهْم ۚ ِإَّن ٱَهَّلل َغ ُفوٌر َّر ِح يٌم‬
Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di manapun kalian temukan mereka
itu”.
Di sini batas kuantitasnya yang harus dibunuh masih samar.
a} Aspek cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban
agama atau kesunahannya. Contohnya, ayat 14 surah Thoha:
‫ِإَّنِنٓى َأَنا ٱُهَّلل ٓاَل ِإَٰل َه ِإٓاَّل َأَن۠ا َفٱْع ُبْد ِنى َو َأِقِم ٱلَّص َلٰو َة ِلِذ ْك ِرٓى‬
Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (Allah)”.

Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara salat agar dapat
mengingatkan kepada Allah SWT.

10
Syamsu Nahar, Keberadaan Ayat Mukam dan Mutasyabih dalam Al-Qur'an, Nizhamiyah, Vol. VI,
No.2, Juli –Desember 2016

6|Muhkam dan Mutasyabih


b) Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan.
Contohnya, dalam ayat 102 surat Ali Imran:

‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنو۟ا ٱَّتُقو۟ا ٱَهَّلل َح َّق ُتَقاِتِهۦ َو اَل َتُم وُتَّن ِإاَّل َو َأنُتم ُّم ْس ِلُم وَن‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-
benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
Keadaan beragama Islam”.

Dalam ayat ini terjadi kesamaran, sampai kapan batas taqwa yang benar-benar itu.
c) Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah, dalam
ayat 189 surah Al-Baqarah:
‫َيْس َٔـُلوَنَك َع ِن ٱَأْلِهَّلِة ۖ ُقْل ِهَى َم َٰو ِقيُت ِللَّناِس َو ٱْلَح ِّج ۗ َو َلْيَس ٱْلِبُّر ِبَأن َتْأُتو۟ا ٱْلُبُيوَت ِم ن ُظُهوِر َها‬
‫َو َٰل ِكَّن ٱْلِبَّر َمِن ٱَّتَقٰى ۗ َو ْأُتو۟ا ٱْلُبُيوَت ِم ْن َأْبَٰو ِبَها ۚ َو ٱَّتُقو۟ا ٱَهَّلل َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحوَن‬

Atinya: “ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah, juga samar”.


Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah, juga samar.
Aspek syarat-syarat melaksanakan sesuatu kewajiban juga samar, seperti
bagaimana syarat sahnya salat, puasa, haji, nikah, dan sebagainya.11

MACAM MACAM MUHKAM DAN MUTASYABIH


"Muhkam" dalam konteks keagamaan Islam merujuk kepada ayat-ayat Al-Quran
yang memiliki makna jelas dan tidak ambigu. Namun, dalam klasifikasi muhkam ini,
ada beberapa pembagian yang perlu dipahami12:
1. Muhkam Li Dzatihi (Muhkam Sendiri)
Ayat yang maknanya sudah jelas tanpa memerlukan penafsiran, bisa dipahami secara
langsung. Contohnya: perintah shalat lima waktu, larangan berbohong, dan kewajiban
berbakti kepada orang tua.
Maknanya tidak mengandung ganda atau multitafsir.
2. Muhkam Li Ghairihi (Muhkam Karena Faktor Luar)
Ayat yang maknanya awalnya tidak jelas, tetapi menjadi jelas karena adanya penjelasan
dari ayat lain, hadits, atau ijma' ulama. Contohnya: ayat tentang pembagian warisan

11
Abdul Djalal, 1998. “Ulumul Qur’an
12
M.Yusuf, Kadar." Studi Al-Qur'an".

7|Muhkam dan Mutasyabih


yang membutuhkan hadits untuk dipahami secara detail. Maknanya tidak langsung jelas
dan memerlukan dukungan sumber tafsir lain. Selain pembagian di atas, beberapa pakar
juga menyebutkan klasifikasi muhkam berdasarkan aspek lainnya, seperti:
a) Muhkam Qath'i: Ayat yang maknanya sangat jelas dan tidak mungkin
ditafsirkan dengan cara yang berbeda.
b) Muhkam Zanni: Ayat yang maknanya cukup jelas, tetapi masih memungkinkan
adanya perbedaan tafsir dalam beberapa aspek.
c) Muhkam Tasyri'i: Ayat yang terkait dengan hukum Islam, seperti kewajiban,
larangan, dan kebolehan.
d) Muhkam Wad'i: Ayat yang berisi informasi tentang kejadian historis, alam
semesta, dan hal-hal lain yang bersifat objektif.
Penting untuk diingat bahwa memahami makna ayat Al-Quran dengan benar
sangatlah penting. Jika ada ayat yang maknanya tidak jelas, dianjurkan untuk
berkonsultasi dengan ahli tafsir atau ulama yang kompeten untuk mendapatkan
penjelasan yang akurat. Istilah "mutasyabih" dalam ilmu tafsir Al-Qur'an merujuk
kepada ayat-ayat yang memiliki makna yang tidak jelas atau samar-samar. Ada
beberapa macam mutasyabih, yaitu13:
1. Mutasyabih al-Haqiqi:
Ini adalah jenis mutasyabih yang makna sebenarnya tidak mungkin diketahui oleh
manusia kecuali Allah SWT. Contohnya adalah hal-hal ghaib seperti hari kiamat,
hakikat sifat-sifat Allah, dan pengetahuan tentang alam gaib lainnya.
2. Mutasyabih al-Lafzi:
Jenis ini terjadi karena ketidakjelasan lafal atau redaksi ayat. Makna yang dimaksud
bisa jadi multitafsir atau memiliki arti yang kabur. Contohnya adalah ayat-ayat yang
menggunakan kata-kata musytarak (memiliki arti ganda) atau mujmal (global, tidak
spesifik).
3. Mutasyabih al-Ikhtilaf:
Mutasyabih ini muncul karena perbedaan pendapat ulama dalam menafsirkan ayat.
Ada beberapa tafsiran yang mungkin, dan tidak ada yang bisa dipastikan sebagai
yang benar secara mutlak. Contohnya adalah ayat-ayat tentang ketentuan warisan
atau batas-batas wilayah.
4. Mutasyabih al-Wajhi:
Jenis ini terjadi karena ayat tersebut mengandung makna yang tidak terduga atau
tidak sesuai dengan kebiasaan. Contohnya adalah ayat yang menggunakan
perumpamaan yang tidak lazim atau metafora yang sulit dipahami.
5. Mutasyabih al-Qawaid:
13
Abdurrahman. Penafsiran Ahmad Hassan tentang Ayat-ayat Mutasyabihat dalam Tafsir Al- Furqan.
Tesis,

8|Muhkam dan Mutasyabih


Mutasyabih ini berkaitan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab yang tidak umum atau
tidak standar. Pemahaman ayat membutuhkan pengetahuan tentang bahasa Arab
yang mendalam.
Sikap terhadap Mutasyabih:
Ulama berpesan untuk beriman kepada ayat-ayat mutasyabih secara global tanpa
berusaha menafsirkannya dengan takwil yang bathil (menyimpang) atau mengikuti
hawa nafsu. Fokuslah pada ayat-ayat yang jelas (muhkam) dan gunakan mutasyabih
sebagai pendukung pemahaman ayat muhkam. Jangan terjebak pada perdebatan tafsir
yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Mintalah bimbingan kepada ulama yang kompeten
jika ada kesulitan memahami ayat-ayat mutasyabih Dalam kaitannya dengan ayat Al-
Quran, pembagian macam-macam muhkam dan mutasyabih bisa dilihat dari beberapa
perspektif Muhkam:
Muhkam Li Dzatihi (Muhkam Sendiri)
Makna jelas dan langsung dimengerti tanpa penafsiran. Contoh: perintah shalat lima
waktu, larangan berzina. Tidak mengandung multitafsir.
Muhkam Li Ghairihi (Muhkam Karena Faktor Luar)
Makna awalnya tidak jelas, tapi menjadi jelas dengan penjelasan ayat lain, hadits,
atau ijma' ulama. Contoh: ayat warisan butuh hadits untuk detailnya. Makna butuh
dukungan sumber tafsir lain.
Mutasyabih14:
Mutasyabih al-Lafzhi (Mutasyabih Lafazat)
Makna tidak jelas karena lafaznya samar dan multitafsir. Contoh: "Wajah Allah",
karena sifat "wajah" tidak sama persis antara Allah dan makhluk. Diperlukan penafsiran
dengan bantuan ayat lain, hadits, atau ijma' ulama.
Mutasyabih al-Ma'nawi (Mutasyabih Makna)
Makna tidak jelas karena berkaitan dengan hal-hal ghaib, seperti hari kiamat dan
sifat-sifat tertentu Allah. Tidak bisa dipahami secara tuntas oleh manusia, hanya Allah
yang Maha Memahami. Selain itu, ada pembagian lain berdasarkan tingkat
keterpahaman:
a) Mutlaq: Mutlak tidak bisa dipahami oleh manusia, seperti ilmu jam kiamat.
b) Muqayyad: Ada penjelasan lain dalam Al-Quran atau sunnah, seperti "wajah
Allah" dijelaskan sifat Allah berbeda dengan makhluk.
Pembagian lainnya berdasarkan objek kajian:
a) Mutasyabih Tasyri'i: Berkaitan dengan hukum Islam, tapi penjelasan detailnya
butuh bantuan sumber lain.

14
Hazri, Irfan. Interpretasi Ayat- Ayat Mutasyabihat tentang Posisi Allah.

9|Muhkam dan Mutasyabih


b) Mutasyabih Wad'i: Berkaitan dengan hal-hal yang bersifat objektif seperti
kejadian historis, alam, tapi butuh penelitian dan kajian mendalam untuk
dipahami.
Sikap terhadap Mutasyabih:
a) Iman kepada makna yang dikehendaki Allah, tapi tidak wajib memahaminya
secara detail.
b) Tidak boleh ditafsirkan seenaknya sendiri dan diartikan dengan makna di luar
kaidah bahasa Arab.
c) Dianjurkan untuk berkonsultasi dengan ahli tafsir untuk mendapatkan
pemahaman yang benar.
d) Memahami muhkam dan mutasyabih penting untuk menjaga akidah dan
menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan Al-Quran.

HIKMAH MUHKAM DAN MUTASYABIH


Hikmah muhkam dan mutasyabih, dua istilah dalam ilmu tafsir Quran, memiliki
manfaat dan pembelajaran yang kaya bagi umat muslim. Meskipun berbeda
karakteristik, keduanya saling melengkapi dan menawarkan hikmah (kebijaksanaan)
tersendiri. Mari kita bahas15:
Hikmah Muhkam:
a) Kejelasan dan Kepastian: Ayat-ayat muhkam, yang jelas maknanya,
memberikan landasan kokoh bagi pemahaman agama. Kita bisa menggali
aturan, nilai, dan perintah dengan mudah, memperkuat keyakinan dan
memudahkan implementasi ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
b) Pemahaman dan Pengamalan: Dengan pesan yang tersurat dan gamblang,
muhkam mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan
mengamalkan Al-Quran. Ini membangun kesadaran moral dan mendorong
praktik ibadah yang benar.
c) Menepis Keraguan dan Interpretasi Salah: Muhkam menjadi acuan untuk
menghindari penafsiran yang liar dan menyesatkan. Kejelasannya menguatkan
batasan kebenaran dan menghindarkan manipulasi makna atas firman Allah.
Hikmah Mutasyabih:
a) Merangsang Pemikiran dan Refleksi: Ayat-ayat mutasyabih, yang tersirat dan
memiliki makna multi interpretasi, menantang kita untuk berpikir kritis dan
reflektif. Mencari makna terdalam dan hubungan dengan ayat lain menstimulasi
intelektualitas dan keingintahuan terhadap Al-Quran.m
b) Meneguhkan Ketauhidan dan Kekuasaan Allah: Ketidaklengkapan makna
mutasyabih mengingatkan kita akan keterbatasan pemahaman manusia dan
15
Anwar Rosihon." Ulum Al- Qur'an".

10 | M u h k a m d a n M u t a s y a b i h
keagungan ilmu Allah. Kita belajar untuk berserah diri dan menerima bahwa ada
hal-hal yang hanya Allah ketahui.
c) Pentingnya Ilmu dan Konsultasi: Mutasyabih mendorong pencarian ilmu yang
benar melalui tafsir ulama, diskusi, dan referensi terpercaya. Ini memperdalam
pemahaman dan menghindari penafsiran yang keliru.
Hikmah Gabungan:
a) Keseimbangan Iman dan Akal: Muhkam dan mutasyabih hadir bersamaan
menciptakan keseimbangan iman dan akal. Kejelasan muhkam menumbuhkan
keyakinan, sementara kedalaman mutasyabih memacu daya pikir dan refleksi.
b) Motivasi untuk Mengkaji dan Mengamalkan: Keduanya mendorong umat untuk
terus mengkaji, memahami, dan mengamalkan Al-Quran secara menyeluruh,
tidak hanya pada aspek yang mudah digarap.
c) Menghindar dari Fanatisme dan Ketakutan: Hilangkan fanatisme tafsir tunggal
dan takutan terhadap misteri. Pahami bahwa Al-Quran memiliki hikmah
tersendiri dalam setiap penampakannya, baik yang jelas maupun tersirat.
Jadi, dari hikmah muhkam dan mutasyabih, kita bisa memperdalam pemahaman
Islam, memperkuat keyakinan dan amalan, serta mengembangkan intelektualitas dan
keikhlasan. Keduanya merupakan bagian integral dari Al-Quran yang saling melengkapi
dan menawarkan hikmah bagi orang yang mau merenungkan dan mengamalkannya.

11 | M u h k a m d a n M u t a s y a b i h
DAFTAR PUSTAKA

M.Yusuf, Kadar. 2014." Studi Al-Qur'an". Jakarta: Amzah

Abdul Djalal, 1998. “Ulumul Qur’an , Dunia Ilmu” Surabaya.

Anwar Rosihon.2013." Ulum Al- Qur'an". Bandung: CV Pustaka Setia

Mannā‘ al-Qathān, Mabāhits fī ‘Ulūm al-Qu’rān (al-Riyādh: al-Haramayn, t.t.)

Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, (Yogyakarta: ITQAN Publishing, 2017)

Hazri, Irfan. 2020. Interpretasi Ayat- Ayat Mutasyabihat tentang Posisi Allah. UIN
Jakarta

Muhammad Bakar Isma’il (1991), Dirasat fi ‘Ulum al-Qur’an, cet. ke-1, (Kairo: Dar al-
Manar,)

Baidan, Nashruddin, (2005). Wawasan Baru Ilmu Tafsir, cet. ke-1, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

Amin, M. Maghfur. 2010. Ushul al- Tafsir: Metodologi Penafsiran Al- Qur'an. Jakarta:
UIN Jakarta.

Muhammad Chirzin (1998), Al-Qurʼan dan Ulumul Qurʼan (Yogyakarta: Dana Bhakti
Prima Yasa,)

Abdurrahman. 2009. Penafsiran Ahmad Hassan tentang Ayat-ayat Mutasyabihat dalam


Tafsir Al- Furqan. Tesis, Bandung.

Nova Yanti, Memahami Makna Muhkamat dan Mutasyabihat Dalam Al-Qur‟an, AL-
ISHLAH Jurnal Pendidikan. 2016.

Muhammad Anwar Firdaus, Membincang Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih, Jurnal


Ulul Albab. Medan 2016.

Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqani (2003), Manahil ‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an, cet.
ke-1, (Beirut: Dar al-‘Ilmiyyah,)

Syamsu Nahar, Keberadaan Ayat Muhkam dan Mutasyabih Dalam Al-Qur‟an, Jurnal

1|Muhkam dan Mutasyabih


Nizhamiyah, Vol. VI, No. 2, 2016

2|Muhkam dan Mutasyabih

Anda mungkin juga menyukai