Anda di halaman 1dari 3

Tugas Resume Mata Kuliah Ulumul Quran

Nama : Dede Koswara

NIM : 2381130305

Kelas : A8

MUHKAM DAN MUTASYABIH

A. Definisi Muhkam dan Mutasyabih

Etimologis :

Muhkam dari kata hakama dengan makna mana'a yaitu melarang dengan tujuan kebaikan.

Muhkam secara etimologis adalah perkataan yang kokoh, rapih, jelas, dan benar.

Menurut Manna' al-Qaththan, seluruh ayat al-Qur'an merupakan muhkam, dalam


arti seluruh ayat-ayat al-Qur'an itu kokoh, fasih, indah dan jelas, membedakan
antara hak dan batil dan antara yang benar dan dusta. Inilah yang dimaksud dengan
al-ihkam al-'am atau muhkam dalam arti umum.

Mutasyabih berasal dari kata syabaha-asy yibhu-asy syabahu - asy syabihu, yang berarti
keserupaan atau kemiripan, misalnya dari segi warna, rasa, keadilan dan kezaliman.
Apabila antara dua hal tidak dapat dibedakan karena terdapat kemiripan (tasyabub)
antara keduanya maka disebut ag syubbab.

Terminologis, Menurutaz-Zarqani dan as- Suyuthi yang mengungkapkan bahwa Muhkam


merupakan ayat yang dapat diketahui maksudnya baik secara tekstual maupun
melalui ta'wil, sedang mutasyabih ialah ayat yang hanya diketahui Allah maksudnya
seperti terjadinya hari kiamat, munculnya Dajjal, dan huruf-huruf mugatha'ab di
permulaan surat. Kemudian, ayat-ayat muhkam dapat berdiri sendiri, sedang ayat-
ayat mutasyabih tidak dapat diketahui maknanya kecuali dengan bantuan ayat yang
lain. Ayat-ayat muhkam di dalamnya berisi tentang halal dan haram, sedang
mutasyabih berisi selain hal tersebut yang sebagiannya membenarkan sebagian yang
lain. Di samping itu, dalam memahami ayat-ayat muhkam mengandung satu ta'wil,
sedang mutasyabih mengandung beberapa ta'wil.

Menurut Shubhi al-Shalih, muhkam adalah ayat-ayat yang bermakna jelas,


sedangkan mutasyabih ialah ayat- ayat yang bermakna tidak jelas dan untuk
memastikan maksudnya tidak ditemukan dalil yang jelas.

al-Qaradawi: yang dimaksud dengan muhkam adalah ayat yang jelas dengan
sendirinya, menunjukkan pada maknanya dengan terang, dan tidak memperlihatkan
kesamaran baik dari segi lafal ataupun dari segi makna. Sedangkan yang dimaksud
dengan mutasyabih adalah lafal yang sukar dalam penafsirannya karena adanya
keserupaan dengan yang lain, baik dari segi lafal ataupun makna.

Menurut Nashr Abu Zaid yang dimaksud dengan muhkam adalah ayat yang jelas dan
nyata maknanya serta tidak memerlukan ta'wil, sementara ayat mutasyabih adalah
ayat yang ambigu dan membutuhkan ta'wil.
Terminologis Muhkam adalah ayat-ayat yang dapat dipahami makna dan maksudnya secara tegas.
Sedangkan mutasyabih ayat yang pemahamannya membutuhkan penjelasan ayat-
ayat yang lain atau membutuhkan penakwilan di dalamnya.

B. Pendapat Ulama tentang Muhkam dan Mutasyabih

Apakah al- Qur'an seluruhnya muhkam, atau semuanya mutasyabih atau mengandung muhkam
dan mutasyabih secara bersamaan? Pertanyaan ini kemudian memunculkan tiga pendapat.

Pertama, al-Qur'an mengandung muhkam dan mutasyabih.

Kedua, seluruh ayat al-Qur'an bersifat muhkam.

Ketiga, seluruh ayat al-Qur'an bersifat mutasyabih.

Menurut Abdul Djalal, ketiga pendapat di atas semuanya benar dari segi istidlal, hanya saja
orientasi dari masing-masing pendapat tersebut berbeda.

Pendapat pertama, berorientasikan pada masalah kebaikan, kerapian susunan ayat-ayatnya,


ataupun kejanggalan kata maupun maknanya, sehingga al-Qur'an itu seperti suatu bangunaan
yang kokoh dan tak tergoyahkan. Hal ini disebabkan fokus pandangan mereka pada arti yang
diorientasikan kepada segi kebaikan, kerapihan, dan kebenaran kata dan makna, serta tidak
adanya kekurangan dan kerancuan.

Pendapat kedua memfokuskaan kepada segi relevansi, homogenitas, dan keserasian susunan al-
Qur'an baik dalam aturan hukum, hal keindahan sastra seni balaghah yang mencapai klimaks
kemukjizatan, ataupun hal kerapihan susunan kata dan keterkaitan inti isi makna seluruh ayat
atau sebagiannya. Hal itulah yang menyebabkan rangkaian kata atau kalimat itu bagaikan
untaian suatu kesatuan yang utuh dan menakjubkan, sehingga tidak bisa ditemukan mana ujung
dan pangkalnya karena sudah menyatu. Sentral pandangan kedua ini diorientasikan pada arti
kalimat ayat (suatu kitab yang serupa/sama mutu ayat-ayatnya lagi berulang-ulang).

Pendapat ketiga memang secara tegas mengorientasikan pada segi realitas dan eksistensi kitab
suci ini, baik dalam segi isi aturan ataupun dalam segi susunan ayat atau surat yang jelas, tegas,
dan lugas, selain ada yang samar, lentur, dan fleksibel serta elastis.

C. Aspek-Aspek Tasyabuh dalam al-Qur'an


1. Tasyabuh yang terdapat pada lafal ayat, diantara sebabnya:
• penggunaan kosakata (mafradal) yang dalam beberapa ayat Al-Qur'an tidak umum
digunakan oleh orang Arab dan terdengar asing di telinga mereka
• penggunaan kata bersifat musytarak (memiliki makna yang bercabang)
• susunan kalimat (tarkib al- kalimat), baik kalimatnya ringkas, luas, atau karena susunan
kalimatnya.
• susunan kalimatnya yang tidak urut

2. Tasyabuh yang terdapat pada makna ayat. Diantara sebabnya:


• terdapat kesamaran pada makna ayat, misalnya makna sifat-sifat Allah, keadaan hari
kiamat, hal-hal ghaib, surga, neraka dan lain sebagainya.

3. Tasyabuh yang terdapat pada lafal dan makna ayat.

D. Hikmah adanya ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih dalam al- Qur'an

Keberadaan ayat-ayat muhkam dalam al-Qur'an memiliki beberapa hikmah dan manfaat, di
antaranya adalah:

1. Dengan adanya ayat-ayat muhkam dalam al-Qur'an dapat memberikan rahmat bagi orang
yang tidak mengerti bahasa Arab.
2. Manusia dapat memahami isi kandungan yang terdapat pada ayat muhkam dengan mudah.
3. Memberikan manusia motivasi dan dorongan untuk memahami, menghayati, dan
mengamalkan ayat- ayat al-Qur'an. Ungkapan ayat yang dapat dipahami dan mudah
dimengerti dapat mendorong mereka untuk selalu beraktualisasi diri dengan isi kandungan
al-Qur'an.
4. Pemaknaan yang terkandung di dalam ayat-ayat muhkam sangat jelas baik dari segi makna
dan lafal, sehingga manusia tidak membutuhkan penakwilan terhadap ayat tersebut.

Keberadaan ayat-ayat mutasyabih dalam al-Qur'an memiliki beberapa hikmah dan manfaat,
sebagaiman yang diungkapkan az-Zarqani, yaitu:

1. Sebagai rahmat yang diberikan Allah SWT kepada umat manusia yang tidak sanggup mengetahui
segala sesuatu secara keseluruhan. Jika semuanya diungkap hakikatnya oleh Allah SWT, manusia
tidak akan sanggup memikulnya.
2. Sebagai ujian keimanan umat manusia terhadap hal-hal ghaib, yang sebgaian orang
menganggapnya sebagai sesuatu yang irasional.
3. Menghilangkan kesombongan yang ada pada manusia, sehingga ketika mereka menyadari
kelemahannya, maka mereka akan tunduk dan patuh kepada Allah SWT.
4. Memberi peluang terjadinya perbedaan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur'an. Dengan
adanya pemahaman yang beragam, maka terbuka ruang untuk dialog.
5. Menunjukkan mukjizat Al-Qur'an. Misalnya dari segi bahasa, jika ayat- ayat mutasyabih itu
dibahas lebih mendalam, maka akan terungkap keindahan, ketelitian dan kehalusan bahasa Al-
Qur'an. Berbagai macam aspek ilmu balaghah akan terungkap seperti al-Ijaz, al-ithnab, al-
musawah, at-taqdim wa alta'khir, adz-dzikr wa al-hadzf, dsb.
6. Memudahkan manusia untuk menghafal dan menjaga Al-Qur'an, karena ungkapan Al-Qur'an
yang ringkas dan padat dapat memuat berbagai macam segi dan aspek. Dan juga kehalusan dan
keindahan ungkapan- ungkapan Al-Qur'an meninggalkan kesan mendalam bagi para
pembacanya.

Anda mungkin juga menyukai