Anda di halaman 1dari 4

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : Al-Qur’an dan Metode Memahaminya


B. Kegiatan Belajar : 1
C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


A. Al-Qur’an
Al-Quran adalah firman Allah yang bersifat mukjizat yang
diturunkan kepada nabi dan rasul terakhir melalui perantara
malaikat Jibril, ditulis dalam berbagai mushaf, ditransimisikan
kepada kita secara mutawattir, bernilai ibadah bagi pembacanya
dan diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-
Nas.
Fungsi Al-Qur’an sebagai hudan li al-muttaqin (petunjuk bagi
orang-orang yang bertakwa), Al-Quran memuat berbagai regulasi
untuk mengatur kehidupan manusia.
1. Ayat-ayat muhkamat
Secara bahasa berarti mencegah. Al-Hukmu artinya
memisahkan antara dua hal.
Secara terminologi muhkam adalah ayat yang mudah diketahui
maksudnya, mengandung satu makna dan dapat diketahui
secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain. Ayat-ayat
muhkamat adalah ayat-ayat yang mengandung makna yang
kokoh, jelas dan fasih.
2. Ayat-ayat mutasyabihat
Mutasyabih yang merupakan bentuk tunggal dari mutasyabihat
Peta Konsep (Beberapa
berasal dari kata syabaha yang berarti serupa.
1 istilah dan definisi) di modul
Ayat-ayat mutayabihat adalah ayat-ayat yang maknanya tidak
bidang studi
atau belum jelas dan untuk memastikannya tidak ditemukan
dalil yang kuat. Dari itu, para ulama menyebut ayat-ayat
mutasyabihat secara ringkas dengan ungkapan hanya Allah
yang mengetahui maknanya.

Al-Zamakhsyari menggariskan kriteria ayat-ayat yang tergolong


muhkamat adalah ayat-ayat yang berhubungan erat dengan
hakikat (realitas); sedangkan mutasyabihat adalah ayat-ayat yang
membutuhkan penelitan (tahqiqat).
Sekalipun terdapat ayat yang telah terang maknanya dan di saat
yang bersamaan masih terdapat yang samar maksudnya, tetapi
bisa dipastikan bahwa kebenaran Alquran bersifat absolut atau
mutlak. Kemutlakan ini akan berubah menjadi relatif ketika sudah
menjadi pemahaman manusia.

B. Tafsir
Menurut bahasa kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsir
yang berarti menjelaskan. Pengertian tafsir menurut bahasa juga
bermakna al-idhah (menjelaskan), al-bayan (menerangkan) dan al-
kasyf (menyingkapkan). Sedangkan secara terminologi terdapat
beberapa pendapat.
1. Ali al-Shabuni: Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang
Alquran dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai
dengan kemampuan manusia.
2. Al-Kilabi: Tafsir adalah menjelaskan Al-Quran, menerangkan
maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan
nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya.
3. Syekh al-Jazairi: Tafsir adalah menjelaskan lafaz yang sukar
dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafaz
sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan
jalan mengemukakan salah satu dilalah lafaz tersebut.
Seluk beluk yang dimaksud adalah terkait dengan ‘Ulum al-Quran,
yang meliputi:
1. Asbab al-nuzul (Latarbelakang turunnya ayat)
2. Makkiyyah (ayat-ayat yang turun di Makkah atau turun
sebelum hijrah)
3. Madaniyyah (ayat-ayat yang turun di Madinah atau turun
setelah hijrah)
Manfaat penguasaan atas makiyyah dan madaniyyah dalam
memahami ayat Alquran, yakni:
a. Dapat membantu mempermudah dalam menjelaskan ayat
Al-Quran, karena terkait dengan situasi dan kondisi
masyarakat saat itu ketika ayat-ayat Al-Quran diturunkan.
b. Melalui gaya bahasa yang berbeda pada ayat makiyyah
dan madaniyyah akan membatu dalam memahami ayat
Al-Quran, sekaligus memberikan indikasi perbedaan
karakteristik masyarakat.
c. Dengan memahami makiyyah dan madaniyyah akan lebih
mudah mengkaitkan dengan aspek sejarah hidup Nabi
Muhammad Saw. sebagai salah satu referensi penafsiran.
4. Ilmu qiraat
Qiraat sebenarnya tidak hanya berkutat dalam perbedaan
bacaan Al-Quran dari segi dialek saja. Namun terdapat juga
perbedaan-perbedaan qira’at yang mempengaruhi terhadap
perbedaan makna lafaz, sehingga menjadi penting
memahaminya bagi seorang mufassir.
Manfaat memahami perbedaan qira’at yang mempengaruhi
terhadap makna adalah:
Dapat mengetahui adanya dua hukum yang berbeda.
Contohnya kata َ‫ط ُﮭ ْرن‬ ْ َ‫ ﯾ‬berarti wanita haid boleh didekati
apabila berhenti haidnya. Sedangkan bacaan menunjukkan
ْ َ‫ ﯾ‬makna bahwa wanita haid baru boleh didekati setelah
َ‫ط ُﮭ ْرن‬
mereka mandi. Dari dua qira’at ini dapat dipahami bahwa
wanita haid boleh didekati setelah berhenti haidnya dan telah
mandi.
5. nasikh wa mansukh, dan seterusnya.

C. Takwil
Takwil menurut bahasa berasal dari kata awwala-yuauwilu-ta’wil
yang memiliki makna al-ruju’ atau al-’aud yang berarti kembali.
secara terminologi al-Jurjani dalam kitab al Ta’rifatnya memberikan
definisi takwil sebagai berikut:
Mengalihkan lafaz dari maknanya yang tampak kepada makna
tersembunyi yang dikandung olehnya selama makna yang
dimaksud tersebut dipandang sesuai dengan Alquran dan al-
sunnah (Al-Jurjani, 2004: 46).
Takwil berbeda dengan tafsir sekalipun keduanya menjelaskan
maksud dari sebuah pernyataan dalam Al-Quran. Tafsir pada
praktiknya menjelaskan makna zahir sementara takwil
mengungkap makna batin.
Contoh pada penggalan Surat Ar-Rum: 19 yang artinya
mengeluarkan kehidupan dari yang mati dipahami dalam makna
mengeluarkan seekor ayam yang menetas dari telur. Makna
tersebut adalah tafsir. Jika dipahami dengan takwil, maka bisa
bermakna mengeluarkan seorang Mukmin dari kekafiran atau
mengeluarkan yang pandai dari kebodohan.
Terkait perbedaan cakupan antara tafsir dan takwil, Al-Raghib al-
Ashfahani dalam kitab Mufradat Alfadzi al-Qur’an mengemukakan
bahwa tafsir lebih umum dari pada takwil.
Tafsir lebih banyak digunakan dalam kata dan kosa katanya.
Sedang takwil banyak digunakan dalam makna dan susunan
kalimatnya. Takwil lebih banyak digunakan dalam Alquran, sedang
tafsir tidak saja digunakan dalam Alquran tetapi juga dalam kitab-
kitab lainnya.

D. Terjemah
Secara etimologi, terjemah diambil dari bahasa Arab dari kata
tarjamah yang artinya mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke
bahasa lain.
Secara terminologi, terjemah didefinisikan dengan mengungkapkan
makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan
memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan tersebut.
Al-Shabuni mendefinisikan terjemah Alquran adalah memindahkan
bahasa Alquran ke bahasa lain yang bukan bahasa Arab kemudian
mencetak terjemah ini ke beberapa naskah agar dapat dibaca
orang yang tidak mengerti bahasa Arab, sehingga dapat
memahami pesan dasar dari kitab Allah SWT.
Penerjemahan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Terjemah harfiyyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu
bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain
sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua
sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
2. Terjemah tafsiriyah atau terjemah ma’nawiyyah, yaitu
menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa
terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau
memperhatikan susunan kalimatnya.
Kesalahpahaman terhadap pembacaan Al-Quran terjemah secara
umum dapat disebabkan beberapa hal, di antaranya:
1. Tidak semua kata dalam suatu bahasa dapat diterjemahkan
secara tepat atau utuh ke dalam bahasa lain, termasuk Al-
Quran. Ini dikarenakan setiap bahasa memiliki batas-batas
makna masing-masing.
2. Keterbatasan seorang penerjemah dalam melakukan pilihan
kata yang tepat dan dalam penguasaan struktur bahasa yang
digunakan.
3. Latarbelakang budaya yang berbeda pada setiap bangsa akan
membentuk karakteristik bahasa yang berbeda.
Selanjutnya, terkait perbedaan cakupan antara tafsir dan takwil,
AlRaghib al-Ashfahani dalam kitab Mufradat Alfadzi al-Qur’an
mengemukakan bahwa tafsir lebih umum daripada takwil (Al-
Ashfahani, 2009: 636). Tafsir lebih banyak digunakan dalam kata dan
Daftar materi bidang studi
kosakatanya. Sedang takwil banyak digunakan dalam makna dan
2 yang sulit dipahami pada
susunan kalimatnya. Takwil lebih banyak digunakan dalam Al-Qur’an,
modul
sedang tafsir tidak saja digunakan dalam AlQur’an tetapi juga dalam
kitab-kitab lainnya (Shihab, 1995: 91).

Halaman 17
Mufasir menafsirkan al-Quran seharusnya bukan disesuaikan dengan
kehendak mufasir, tetapi harus sesuai dengan kehendak Dzat yang
memfirmankan al-Quran. Mufasir harusnya dalam menafsirkan al-
Quran menggunakan prinsif kehati-hatian. Jadi kepribadian mufasir
Daftar materi yang sering
menjadi sangat dibutuhkan karena sikap subjektivitas dari si mufasir
3 mengalami miskonsepsi
berpengaruh besar terhadap penafsiran. Kemudian Kuatnya pengaruh
dalam pembelajaran
aliran yang mendominasi pemikiran mufasir sehingga ia senantiasa
berusaha mengerahkan seluruh kemampuan dan daya pikirnya dalam
menafsirkan ayat al-Quran supaya cocok dengan paham yang
dianutnya.

Anda mungkin juga menyukai