(dala>lah adalah sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk atau
alasan). 3
Sedangkan secara terminologi berarti cara penunjukan
suatu lafaz atas maknanya (
) .
220.
4
Lihat, Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid II, (Cet. IV; Jakarta :
Kencana, 2008) h. 126-128.
1. Iba>rat al-Nash
Ulama ushul al-fiqh mendefinisikan Iba>rat al-Nash secara
beragam. Namun beberapa defenisi yang dikemukan oleh para
ulama, pada dasarnya iba>rat al-nash merupakan upaya
memahami makna dari lafadz. Oleh karena itu, iba>rat al-nash
disebut juga dengan istilah dala>lah al-nash.6 Defenisi-defenisi
tentang iba>rat al-nash yang dikemukakan oleh para ulama,
antara lain sebagai berikut :
a. Menurut Abu Zahrah bahwa iba>rat al-nash atau Dala>lat
al-ibarat :
.
7
Iba>rat al-nash itu lafaz dan artinya adalah petunjuk lafaz atas
makna yang dimaksudkan; baik yang dimaksudkan itu makna
asli atau bukan asli.8
c. Menurut Abd al-Wahhab Khallaf bahwa iba>rat al-nash
6
Lihat, Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2 (Cet. I; Jakarata : Logos Wacana Ilmu,
1999), h. 130.
35.
Muhammad Abu> Zahrah : Ushu>l al-Fiqh (Cairo : Dar al-Fikr al-Araby, 1957), h. 139.
Khairul Uman, Ushul al-Fiqh II (Cet. II; Bandung : Pustaka Setia, 2001), h.
adalah :
.
Dala>lat iba>rat (ungkapan) ialah petunjuk dari bentuk
makna yang cepat dapat dipahami dari padanya, serta
dimaksudkan oleh susunan lafaznya. Baik susunan lafaz itu
dimaksudkan untuk makna asli atau karena makna yang
mengikutinya (bukan makna asli).9
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pada dasarnya
iba>rat al-nash mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Mengandung lafaz yang tersusun dari dua makna maksud
hukum; maksud hukum asli (hukum yang mula-mula dipakai)
dan maksud hukum bukan asli (tabaiy = ikutan).
2. Mengandung makna yang segera dapat dipahami dari susunan
lafaznya.
3. Diantara lafaznya mengandung lafaz al-zhahir, lafaz al-nash,
lafaz al-muhkam atau lafaz ghayr al-muhkam.
Dalam konteks tersebut, dipahami pula bahwa yang
dimaksud dengan iba>rat al-nash adalah sighatnya yang terdiri
dari berbagai satuan kata (mufradat) dan kalimat. Sedangkan
yang dimaksud dengan makna yang dipahami dari iba>rat nash
adalah makna yang dapat dipahami dari sighat itu sendiri, dalam
hal ini adalah susunan kalimatnya.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, contoh lafadz ibarat
9
Lihat, Abd. Wahaf Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, alih bahasa oleh Moh.
Zuhri (Cet. I; Semarang : Toha Putra, 1994), h. 212.
al-nash dapat dilihat dalam firman Allah QS. al-Nisa (4) ayat 3,
yang berbunyi :
...
Terjemahnya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilama kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja.10
Dengan memperhatikan iba>rat al-nash (apa yang tersurat
dalam nash) tersebut, dapat diperoleh 3 pengertian, yakni :
1. Diperbolehkan mengawini wanita-wanita yang disenangi
2. Membatasi jumlah isteri sampai empat orang saja dan
3. Wajib hanya mengawini seorang wanita saja jika dikhawatirkan
berbuat khianat lantaran mengawini banyak wanita. 11
Semua pengertian tersebut ditunjuk oleh lafaz nash secara
jelas dan seluruh pengertian itu dimaksudkan oleh syiaqul kalam.
Akan tetapi, pengertian yang pertama bukan merupakan maksud
yang ashli, sedang pengertian yang kedua dan ketiga merupakan
maksud yang ashli. Sebab ayat tersebut dikemukakan kepada
orang-orang yang khawatir berkhianat terhadap hak milik wanitawanita yatim, sehingga harus dialihkan dari beristeri yang tiada
terbatas kepada terbatas yakni dua, tiga atau empat orang saja.
Inilah maksud yang ashli dari siyaqul kalam, kemudian maksud
10
Prof. Dr. Mukhtar Yahya dan Prof. Drs. Fatchur Rahman, Dasar-Dasar
Pembinaan Hukum Fiqh Islami (Cet.IV; Bandung : PT. Al-Maarif, 1997), h.296.
12
.
14
.
Isya>rat al-nash adalah petunjui nash atau makna yang tidak
dimaksudkan oleh lafaznya menurut makna aslinya.15
c.
.
Isya>rat al-nash adalah petunjuk lafaz atas hukum yang tidak
dimaksudkan baik oleh makna asli maupun makna tabiiy (bukan
asli). Akan tetapi hukum itu tetap ada bagi makna yang tersusun
(dalam) susunan lafaz untuk keperluannya, dan tidak dapat
diketahui atas makna hukum itu suatu kebenaran dan
keshahihan susunan lafaz menurut syara. 16
d. Menurut Abu Zahrah :
.
17
14
Lihat, Wahbah al-Zuhaeli, al-Wasith fi Ushul al-Fiqh (Dimasyqy : alMathbaah al-Ilmiah, 1969), 324.
15
Lihat, Ibid.
17
Terjemahnya : dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara yang maruf.18
Makna iba>rat nash yang tersurat dari ayat tersebut adalah
bahwa memberikan nafkah dan pakaian kepada ibu yang
menyusui adalah wajib bagi seorang ayah. Karena demikianlah
makna yang bapat diambil dengan segera dari lafaz tersebut dan
memang dimaksudkan oleh siyaqul kalam. Adapun makna
isya>rat nashnya (yang tersirat) antara lain :
18
10
1.
19
Prof. Dr. Mukhtar Yahya dan Prof. Drs. Fatchur Rahman, op.cit, h.297-298.
11
21
Dala>lah lafaz atas hukum yang dibicarakan untuk
sesuatu yang tidak disebutkan karena dapat dipahami ada
kaitannya berdasarkan pemahaman dari segi bahasa. 22
c. Definisi yang agak berbeda dikemukakan oleh al-Sarkhisi :
Apa yang ditetapkan dengan makna menurut aturan
bahasa dan bukan melalui cara istinbat dengan
menggunakan daya nalar. 23
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
dala>lat al-nash adalah penunjukan oleh lafaz yang tersurat
terhadap apa yang tersirat di balik lafaz itu. Hukum yang terdapat
20
Ibid, 298.
21
22
23
Ibid.
12
dalam suatu lafaz secara tersurat, berlaku pula pada apa yang
tersirat di balik lafaz itu, karena di antara keduanya terdapat
hubungan. Untuk sampai pada pemahaman yang tersirat itu cukup
dengan hanya menggunakan analisa kebahasaan, tidak
memerlukan ijtihad yang mendalam dengan mengerahkan
kemampuan daya nalar.
Dala>lat al-nash atau dala>lat al-dala>lah biasa juga
disebut dengan istilah mafhum muwafaqah. Dan sebagian ulama
menamakannya dengan qiyas jali>. Penunjukkan secara dala>lah
nash terjadi bila suatu nash menurut ibaratnya menunjukkan
sutau hukum terhadap suatu kejadian. Hukum yang terdapat
dalam nash, bisa pula dalam kejadian lain adalah karena ada
alasan hukum dalam kejadian lain tersebut.
Dala>lat al-nash atau dala>lat al-dala>lah terbagi dua :
1. Hukum yang akan diberlakukan kepada kejadian yang tidak
disebutkan dalam nash, keadaannya lebih kuat dibandingkan
dengan kejadian yang ada dalam nash. Dala>lat al-nash dalam
bentuk ini disebut mafhum aulawi. Di antara ulama ada yang
menyebutnya qiyas jaliy. Umpamanya firman Allah dalam surat
al-Isra (17) ayat 23 :
...
...
Terjemhnya : maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka.. . 24
24
13
...
Terjemhnya : Sesungguhnya orang-orang yang memakan
harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
memakan api sepenuh perutnya...25
Ibarat nash dari ayat ini menunjukkan tidak boleh memakan
harta anak yatim secara tidak patut. Hukum tidak boleh ini
berlaku pula pada perbuatan yang sama dengan memakan harta
anak yatim, seperti membakarnya. Alasan larangan dalam
ayat ini, yaitu menghabiskan harta anak yatim, terdapat pula
25
14
Penunjukan lafaz kepada sesuatu yang tidak disebutkan,
yang kebenarannya tergantung kepada yang tidak tersebut
itu. 27
b. Secara sederhana Abu Zahra memberi definisi :
28
Penunjukan lafaz kepada setiap sesuatu yang tidak selaras
maknanya tanpa memunculkannya.
27
Ibid, h. 136.
28
15
Lafaz yang menunjukkan kepada sesuatu yang tidak
disebutkan, yang makna kebenaran dan keshahihannya
tergantung kepada yang tidak disebutkan itu . 29
Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa
dala>lat al-iqtidha atau iqtidha al-nash adalah penunjukan lafaz
kepada seseuatu yang tidak disebut oleh nash. Akan tetapi,
pengertian nash itu baru dapat dibenarkan jika yang tidak disebut
itu dinyatakan dalam perkiraan yang tepat. Dengan kata lain nash
tersebut tidak akan memberi pengertian, jika sekiranya tidak
membubuhkan suatu lafaz atau pengertian yang sesuai.
Keharusan untuk menyatakan lafaz atau pengertian yang
sesuai itu paling tidak mengandung tiga macam kegunaan yaitu :
1. Agar pengertian nash itu benar adanya. Misalnya sabda
Rasulullah saw. :
16
sehingga
( dosa) atau sebelum lafaz
tersusunlah rangkaian kalimat :
Diangkat dari ummatku dosa karena salah, lupa dan
sesuatu yang dipaksakan orang kepadanya.
2. Agar pengertian nash itu benar menurut logika. Misalnya firman
Allah swt. dalm Surah Yusuf (12) ayat 82 :
17
IV. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapatlah ditarik beberapa kesimpulan
sebagi berikut :
1. Penunjukan lafal atas hukum yang terkandung pada nash
menurut Ulama Hanafiyah ada 4 (empat) yakni iba>rat alnash, isya>rat al-nash, dala>lat al-nash dan dala>lat aliqtidha>.
2. Iba>rat al-nash adalah sighatnya yang terdiri dari berbagai
satuan kata (mufradat) dan kalimat. Sedangkan yang dimaksud
31
Lihat Prof. Dr. Mukhtar Yahya dan Prof. Drs. Fatchur Rahman,
op.cit, h.302-304.
18
19
20
, , : )
( ,
Oleh :
ABDURAHIM RIDUANG
NIM : 80100208267
Dosen / Pemandu :
21
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN (UIN)
MAKASSAR
2010