BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dalalah
Secara bahasa kata “ ”دال لـةadalah bentuk mashdar (kata dasar) dari
kata “ يـــدل- ”دلyang berarti menunjukan dan kata dilâlah sendiri berarti
petunjuk atau penunjukkan. Adapun menurut istilah sebagaimana
disebutkan oleh Quthub Mustafa Sanu bahwa yang dimaksud dengan
dilâlah adalah :
.كـون الشـئ بـحـالـة يـلـزم مـن الـعـلم بـه الـعـلم بشـئ أخـر
)٢٧٥ َواَ َح َّـل اهللُ الْـبَ ْـي َـع َو َح َّـر َم ال ِّـربَـا … (البـقـرة
Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba’.
Dilalah atau penunjukkan yang dapat dipahami dari ayat ini adalah
bahwa jual beli itu hukumnya halal dan riba’ itu hukumnya haram, karena
makna atau pengertian inilah yang segera dan mudah ditangkap oleh akal
seseorang.Pembahasan tentang dilâlah ini sangat penting dalam ilmu ushul
fiqh, karena termasuk dalam salah satu sistem berpikir. Menurut Amir
Syarifuddin, bahwa untuk mengetahui sesuatu tidak mesti melihat atau
4
مـايـسـتـد ل الـنـظرالصحيح فـيـه عـلى حكم شـرعي عـملي عـلى س ـبـيـل ا لـقـطع أوالـظن
Segala sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk dengan menggunakan
pemikiran yang benar untuk menetapkan (menemukan) hukum syara’ yang
bersifat amali, baik sifatnya qoth’i maupun dhanni.2
1
Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh. 2001. Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu . h. 126
2
Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh , (Kairo : Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah,
1984), h. 20
5
C. Isyarah Nash
هـى الـد ال لـة اللـفــظ عـلى حـكم لـم يـقـصد أصا لـة وال تـبـعـا ولكـنـه الزم للـمـعـىن الذى
.سـيـق الـكال م ال فـاد تـه
Isyarat dan al-nash ialah penunjukkan lafal atas suatu ketentuan hukum
yang tidak disebutkan langsung oleh lafal nash tetapi merupakan
kelaziman bagi arti yang diucapkan diungkapkan untuk itu.3
3
Zaky al-Din Sya’ban, Ushul al-Fiqh al-Islami, (Mesir : Dar al-Ta’lif Lit-tiba’ah, 1965),
h. 367-368
6
Secara ibarat Nash pengertian yang dapat ditangkap dari ayat ini
adalah bahwa Ayah (suami) wajib mengayomi isteri-isteri mereka berupa
pemberian nafkah dan pakaian, bahkan tempat tinggal secara layak dan
patut (ma’ruf). Menurut Amir Syarifuddin4, bahwa ungkapan “”المولودلـه
yang diartikan dengan ayah adalah sebagai pengganti kata “ ”االبdalam
ayat di atas. Akan tetapi mengapa Allah menggunakan kata “”المولــود له
dalam ayat ini.Dalam pandangan para Mujtahid tentu ada maksud yang
tidak dapat dipahami oleh orang biasa. Ungkapan “ ”المولود لهadalah terdiri
dua unsur kata, yaitu “”المولــودyang arti dasarnya adalah “anak yang
dilahirkan, dan kata “ ”لهyang berarti “untuknya” dan kata “ ”لهitu sendiri
dimaksud-kan di sini adalah ayah. Sehingga “ungkapan” “ ”المولــود لهarti
asalnya “anak untuk ayah”. Oleh karena itu, ungkapan lafal “”المولــود له
mengandung arti lain. Selain dari arti yang disebutkan, yaitu anak adalah
milik ayah dan oleh karenanya anak-anak yang lahir dinasabkan kepada
ayahnya bukan kepada ibunya. Pengertian yang disebut terakhir ini
merupakan “Isyarat” yang dapat ditangkap dibalik susunan lafal nash.
Adapun contoh yang lain yaitu firman Allah SWT. Yang
menjelaskan orang-orang yang mendapatkan bagian dari harta yang
diperoleh orang islam dari orang non muslim tanpa peperangan, seperti
harta perdamaian dan pajak yang berbunyi:
(juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman
dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan
keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. mereka Itulah
orang-orang yang benar. (Q.S. Al Hasyr : 8)
Dari ungkapan nash ini dapat dipahami hak bagian harta fai’ bagi
orang-orang fakir yang hijrah. Dan dari isyarah nash bahwa harta orang-
orang yang hijrah itu hilang kepemilikannya, yakni harta yang mereka
4
Op.Cit., Amir Syarifuddin., h. 13
8
Mesir, tetapi kriminal atas suaminya. Maka ini sejalan dengan penetapan
hak bagi suami untuk menggugurkan hukuman istri. Karena jika kriminal
terhadap masyarakat seperti mencuri, maka tidak berhak bagi siapa pun
untuk menggugurkan hukumannya.
Contoh dari undang-undang perdata yang dihapus, yaitu pasal 155:
“ Wajib bagi anak dan pasangan mereka selama masih ada ikatan suami
istri untuk memberi nafkah kepada orang tua serta pasangannya”.
Dari pasal di atas trsebut dapat dipahami bahwa hukum buatan yang
berkenaan dengan nafkah. Secara isyarat dipahami pula kekhususan
pengadilan negeri untuk memutuskan perkara dengan materi tersebut.
Karena dari materi tersebut menurut aturannya wajib diterapkan oleh
pengadilan. Kekhususan ini adalah makna yang pasti karena terdapat pada
materi-materi undang-undang dan bukan maksud dari susunan katanya, ia
bisa dipahami dengan caara isyarat.
Banyak nash undang-undang buatan yang ungkapannya
menunjukkan hukum juga memberi isyarat kepada hukum. Inilah yang
oleh para ahli hukum dikatakan: “Nash itu jelas menunjukkan begini, dan
dari nash itu diambil hukum dengan isyarat begini”.
Dalam pengambilan dalil harus dibantu dengan cara isyarat dan
meringkasnya sesuai dengan makna nash yang tidak dapat dilepaskan.
Karena makna inilah yang ditunjuk oleh nash. Sebab sesuatu yang
menunjukkan pada yang menetapakannya. Sedangkan memahami nash
dengan makna jauh yang tidak sejalan dengan maknanya yang diduga
secara isyarat adalah berlebih-lebihan dalam memahami nash, dan itu
bukan yang dimaksud dengan petunjuk nash.
Artinya: Tidak ada dosa atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu
sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan
maharnya. (Al-Baqarah: 236)
Arti yang lazim dari nash itu adalah sahnya mengadakan aqad
perkawinan tanpa menentukan maharnya terlebih dahulu. Karena talak itu
tidak akan terjadi sebelum adanya akad nikah yang shahih. Maka makna
yang lazim inilah yang menjadi dalalah isyarat.
BAB III
KESIMPULAN
11
Dilâlah itu ialah penunjukan suatu lafal nash kepada pengertian yang dapat
dipahami, sehingga dengan pengertian tersebut kita dapat mengambil kesimpulan
hukum dari suatu dalil nash.
Adapun yang dimaksud dengan dalalah isyarat atau yang sering disebut
dengan isyarat nash adalah penunjukan suatu lafaz kepada makna yang tidak
langsung dapat dipahami, akan tetapi makna itu tidak dapat dipisahkan dari makna
yang dimaksudkan, baaik menurut rasio maupun menurut adat kebiasaan dan baik
makna itu jelas maupun samar-samar. Dengan kata lain dapat dikatan bahwa
dalalah isyarat itu adalah dalalah lafa kepada makna iltizami (makna yang tidak
dapat dipisahkan) yang tidak dimaksudkan menurut siyaqul kalam.
DAFTAR PUSTAKA
12
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci
Al-Qur’an Depag RI, 2006.
Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh. 2001. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.
Abdul Wahab Khalaf. ‘Ilm Ushul al-Fiqh. 1984. Kairo: Maktabah al-Da’wah al-
Islamiyah.
Wahbah Zuhaili. Ushul al-Fiqh al-Islami. 1986. Beirut Libanon: Dar al-Fikr.