Anda di halaman 1dari 8

REVIEW KITAB

‫اصول التشر يع االسلمى‬

Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah : Qawaid Ushuliyyah
Dosen Pengampu : Agus Sunaryo, S.H.I,M.S.I.

Disusun Oleh :
M. Syahrial Fahruramdan (224110302022)
Nadia Meidani (224110302024)
Hasanudin Ahmad (1917302029)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKETO
2023
1
REVIEW KITAB
‫اصول التشر يع االسلمى‬

Judul Kitab :‫اصول التشر يع االسلمى‬


Pengarang atau Penulis : Ali Hasbullah
Penerbit : Darul Ma`arif

Kota Penerbit : Mesir


Tahun Terbit : 1976 M atau 1396 H
Jumlah Halaman 442
Biodata Penulis :-

Halaman 291 sampai 296


Isi dari Kitab :

1
Haqiqah dan Majaz

A. Haqiqah

Sebuah lafadz tidak digambarkan sebagai haqiqah atau majaz sampai kata tersebut digunakan.
Artinya suatu lafadz bisa diketahui setelah lafadz itu digunakan. Haqiqah adalah suatu lafadz yang
diberikan dalam istilah untuk maksud tertentu.

Dari segi ketetapannya sebagai haqiqah, didalam kitab dibagi menjadi beberapa bentuk:

1. Haqiqah lughawiyyah

Lafadz yang digunakan pada maknanya menurut pengertian bahasa. Seperti


penggunaan kata manusia untuk semua hewan yang berakal.

2. Haqiqah Syar'iyyah

Lafadz yang digunakan untuk makna yang ditentukan untuk itu oleh syara'. Seperti
penggunaan lafadz "shalat" Untuk perbuatan tertentu yang terdiri dari perbuatan dan ucapan
yang dimulai dengan "takbir" Dan diakhiri dengan "salam".

3. Haqiqah 'Urfiyah

Kebiasaan dengan cara khusus: seperti menggunakan nasob, jar, dan ma'ani dalam
maknanya yang diketahui para ahli tata bahasa/ biasa digunakan oleh suatu kelompok. Ataupun
Seperti penggunaan kata "dhabbah" Dalam bahasa arab untuk hewan ternak berkaki empat.

B. Majaz

Majaz adalah lafadz yang digunakan dengan cara yang berbeda dari apa yang diberikan,
dan digunakan bukan untuk apa yang ditentukan dalam bentuk yang sebenarnya, dan untuk
pembentukan kedua karena adanya keterkaitan. Penggunaan majaz dibagi kedalam beberapa
bentuk:

1. Majaz dalam penggunaan bahasa: seperti penggunaan manusia pada seorang pembicara.

2. Majaz dalam penggunaan Syar'i: Seperti menggunakan kata " Shalat" dalam do'a (Ibadah).

3. Majaz dalam penggunaan kebiasaan: Seperti penggunaan kata "dhabbah" Digunakan untuk
.mengatakan “orang bodoh”

Arti sebenarnya dari suatu pengungkapan diketahui dengan mendengarnya dari orang-
orang yang biasa menggunakan bahasa tersebut. Lafadz dapat bersifat majaz jika tidak mungkin
2
disampaikan menurut haqiqahnya, maka pemaknaan lafadz pada makna majaz merupakan
dalam kondisi yang darurat. Hal tersebut akan sangat dihargai jika menggunakan pemaknaan
dalam lafadz majaz, setidaknya hal itu akan benar dalam hal pengucapannya, dan lafadz
tersebut tidak akan memiliki arti yang umum.

C. Contoh Haqiqah dan Majaz

Yang ada di dalam Al- Qur'an Haqiqah dan majaz sama kedudukannya dalam
menentukan hukum. Dengan demikian, makna yang diberikan pada suatu lafadz akan terbukti
kebenarannya Baik secara umum maupun khusus, baik Perintah atau larangan ataupun suatu
lafadz tersebut dapat terbukti secara majaz karena terbukti makna kata itu dipinjam.

1. Surat Al- Hajj ayat 77

Potongan ayat sebagai berikut:

ْ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا‬


ْ ‫ار َكعُوا َوا‬
‫س ُج ُد‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu.

Dalam potongan ayat diatas, secara hakikat maksud potongan ayat diatas Dia memerintahkan
untuk rukuk dan sujud, dan kedua lafadz itu bersifat khusus, dan Orang-orang yang dituju dalam
potongan ayat diatas ditunjukan hanya kepada orang-orang yang beriman.

2. Surat Al- Isra ayat 33

Potongan ayat sebagai berikut:

ِ ‫َّللاُ إِ ََّل بِا ْلح‬


‫َق‬ َ ‫َو ََل ت َ ْقتُلُوا النَّ ْف‬
َّ ‫س الَّتِي ح ََّر َم‬

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.

Dalam surat itu melarang pembunuhan dan lafadz itu menunjukkan bersifat khusus, dan
larangan itu ditunjukan kepada semua orang, dan lafadz itu bersifat umum.

3
3. Surat An- Nisa ayat 43

... ِ‫أ َ ْو جَا َء أ َ َح ٌد مِ ْن ُك ْم مِ نَ ا ْلغَائِط‬...

Artinya: ...Atau datang dari tempat buang air...

Makna majaznya adalah peristiwa yang lebih kecil yaitu makna dari "tempat buang air"
Potongan ayat diatas yaitu (Toilet) tempat berhadas kecil maupun besar. Pada potongan ayat
sebelumnya menjelaskan tentang pengharaman khamr, dan pada potongan ayat diatas
menjelaskan peristiwa yang lebih ringan dari potongan ayat sebelumnya. Dan pada potongan
ayat diatas allah memberikan keringanan dalam beribadah kepada orang musafir, orang sakit
dan orang yang dalam keadaan hadas kecil.

4. Surat Yusuf ayat 36

Potongan ayat sebagai berikut:

...‫ْص ُر َخ ْم ًرا‬
ِ ‫اِن ِْْٓي ا َ ٰرىن ِْْٓي اَع‬...

Artinya: “Sesungguhnya aku bermimpi memeras anggur,”

Arti majaznya adalah orang itu sedang bermimpi memeras buah anggur bukan membuat minum
khamr.

D. Pandangan Para Ulama Terhadap Haqiqah dan Majaz

Menurut kalangan Hanafi majaz tidak hanya diperuntukkan dalam keadaan tertentu saja
(darurat) tetapi ia merupakan salah satu cara untuk dapat memahamkan suatu makna atau arti
tertentu pada lafadz seperti halnya haqiqat bahkan terkadang majas lebih mudah dipahami
daripada hakikat.

Ulama ushul fiqh sependapat, bahwa lafaz dapat dipergunakan pada makna majazi
dimana makna hakiki termasuk didalamnya. Misalnya, kata "‫ األم‬atau ‫ أمهاتكم‬dalam surat an-
Nisa ayat 23 yang diartikan dengan makna “ibu" juga dapat digunakan terhadap nenek dalam
bentuk majaz, kata ‫ بنت‬atau ‫ بناتكم‬yang diartikan dengan anak perempuan, juga dapat
digunakan terhadap anak perempuan kandung dan cucu perempuan dalam bentuk majaznya
begitu juga kata dabbah yang diartikan dengan segala sesuatu yang melata di bumi, dapat
digunakan terhadap binatang yang berkaki empat.

4
Hal ini dimungkinkan karena ada makna umum yang meliputi kedua makna itu.
Perbedaan pendapat muncul berkenaan dengan penggunaan lafaz pada kedua maknanya yang
hakiki dan majazi sekaligus dalam satu pernyataan, dan pengkaitan keduanya dengan hukum
yang terdapat di dalamnya, tanpa ada makna umum yang mempersatukan dan merangkumnya.
Al-Syafi’i, dan kebanyakan ashabnya serta sebagian dari mutakallimin berpendapat bahwa hal
itu boleh saja terjadi, karena tidak ada yang menghalanginya. Di samping itu, bisa saja terjadi
pengecualian salah satu maknanya setelah lafaz itu digunakan pada kedua makna itu.

Misalnya firman Allah Swt:

‫أو َلمستم النساء‬

Artinya: “… atau kamu telah menyentuh perempuan” (QS. An-Nisa’: 43).

Kata lamasa dapat saja diartikan dengan menyentuh dengan tangan dan hubungan seks, karena
tidak ada penghalang untuk mengartikan keduanya, dan bisa saja dikecualikan salah satunya,
misalnya: “kecuali sentuhan dengan tangan.” Akan tetapi apabila kedua makna hakiki dan
majazi saling bertentangan dan bertolak belakang, maka pengartian lafaz dengan kedua arti
tersebut tidak boleh, misalnya, perintah diartikan dengan wajib dan boleh.

Berbeda dengan mazhab di atas, ulama mazhab Hanafi, sebagian ashab alSyafi’i dan
jumhur mutakallimin menolak kemungkinan di atas. Sebab hal itu (majaz) tidak pernah ada
dalam bahasa. (Tidak pernah terjadi), misalnya, kata ‫ اإلنسان‬diartikan manusia dan binatang
buas. Demikian pula, lafadz ‫ الحمار‬dipergunakan untuk binatang tertentu dan orang yang berotak
dungu. Disamping itu, penggunaan lafaz pada arti yang hakiki menunjukkan tidak adanya
qarinah yang memalingkannya dari makna hakiki itu kepada makna majazinya. Dengan
demikian, kata lamasa dalam ayat tersebut bermakna persenggamaan sebagai makna
majazinya, bukan persentuhan kulit sebagai makna hakikinya. Makna tersebut didukung
dengan penggunaan bentuk mufa’alah. Adanya bentuk ini merupakan petunjuk bahwa makna
hakiki itu bukan yang dikehendaki.

Salah satu ketentuan dari majaz ialah harus adanya qorinah (indikasi yang digunakan
oleh mutakallim sebagai dalil untuk menunjukkan kehendak yang ingin disampaikan, melalui
lafadz yang digunakan pada selain makna aslinya) seperti contoh lafadz ‫ خمر‬yang secara bahasa
berartikan menutupi akal ini tidak serta merta sesuatu yang menutupi akal pikiran seseorang
hanyalah khomr (minuman keras).

5
E. Sorikh dan Kinayah

Haqiqot dan Majazi ada kalanya sorikh dan ada kalanya kinayah

1. Sorikh adalah sesuatu yang tujuannya tidak tertutup atau jelas, karena banyak
penggunaannya didalamnya, ada kalanya haqiqot seperti orang yang berakad, saya menjual,
saya membeli, saya menikahi, ada kalanya majazi seperti contoh ucapan saya telah makan
pohon ini, maksud kalimat tersebut kan tidak mungkin orang memakan pohonya yg
dimaksud adalah buahnya.

2. Kinayah adalah sesuatu yg tujuannya tertutupi atau tersirat ada kalanya haqiqot, contoh dari
haqiqot adalah seperti ketika kamu sedang bercerita dengan seseorang tapi agar yang lain
tidak mengerti siapa orang yg diceritakan tersebut, misal ada kumpulan 5 orang saya
bercerita dengan si A, agar orang lain tidak tau siapa yang sedang diomongin maka saya
bicara dengan lawan bicara saya si A "aku habis bertemu dengan temanmu" nah kan orang
yg lain tidak mengerti, intinya kandahan ora sebut merek.

F. Hukum Sorikh dan Kinayah

Sorikh dihukumi dengan hukumnya makna Sorikh itu tanpa melihat pada harapan orang
mengucapkan, jadi yang dilihat itu perkataannya bukan kemauan orang yang berkata, baik
itu haqiqot ataupun majazi karena yang dianggap adalah perkataannya, karena sudah jelas,

Kinayah itu kedudukannya adalah lebih pendek atau dibawah dari derajat Sorikh karena
kinayah itu tersirat, maksudnya adalah karena kinayah itu sindiran maka tidak wajib
melakukan kalimat Kinayah itu kecuali dengan niat atau dalil petunjuk. Oleh karena itu
maka tidak diwajibkan had dengan lafadz yang Sorikh, baik itu orang yang wajib di had
berikrar atau menuduh zina.

6
7

Anda mungkin juga menyukai