Anda di halaman 1dari 11

Lafadz Manthuq, Mafhum, Mujmal, Mubayyan, Muradif, dan Musytarak

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas:

Mata kuliah: Ushul Fiqh

Dosen Pengampu : Dr. Kurnia Muhajarah, M.S.I.

Disusun oleh:

Mahabbatul Maula (1801026052)

Hanifah Syafariyanti (181026059)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ushul fiqh adalah salah satu ilmu alat yang sangat penting dan amat dibutuhkan
dalam konteks memahami al-quran. Khususnya dalam bidang penetapan hukum-hukum
syariah. Ini karena sekian banyak peristiwa bermunculan setiap saat yang berbeda dengan
peristiwa atau rincian peristiwa yang lalu. Padahal teks ayat al-Quran dan hadits tidak
sebanyak peristiwa tersebut. Dari sini lahir kebutuhan kepada rumus-rumus yang bersifat
umum yang dapat digunakan untuk memahami teks sekaligus tampil untuk tujuan
tersebut adalah ilmu Ushul Fiqh. Karena itu salah satu persolan pokok yang dibahas ilmu
ini adalah persoalan lafaz, khusunya dalam kaitannya dengan makna lafaz itu, baik
berdiri sendiri sebagai satu kosakata, maupun setelah terangkai dalam satu susunan
kalimat. Dibawah ini akan diperkenalkan sebagian dari istilah-istilah yang dirumuskan
oleh pakar-pakar ushul fiqh.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Mantuq dan mafhum ?
2. Apa pengertian Mujmal dan Mubayyan?
3. Apa pengertian Muradif dan Mustasyrak?

1
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang : Lentera Hati), 2015, Hal. 155
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manthuq dan Mafhum


‫ ما دل عليه للفظ فى محل ا لنطق‬: 9‫فا لمنطوق‬
Manthuq ialah mengambil pengertian dari lafaz yang diucapkan (yang dituliskan).
‫ ما دل عليه اللفظ ال في محل النطق‬: 9‫والمفهوم‬
Mafhum ialah mengambil pengertian dari lafaz yang tidak diucapkan (yang tidak
dituliskan)2
1. Pengertian Manthuq dan Pembagiannya
Manthuq berasal dari bahasa Arab sebagai konjugasi dari kata nataqaha yang
berarti berkata atau berbicara, manthuq berarti sesuatu yang dikatakan atau
dibicarakan.3
Manthuq ( ‫ ) المنطوق‬artinya yang diucapkan, yang tersurat atau teks, dan lain-lain.
Mantuq dalam istilah ilmu ushul fiqih adalah : “Sesuatu yang ditunjuk oleh lafaz
sesuai dengan teks ucapan itu.”4
Menurut Drs. H. Syafi’I Karim, Mantuq ialah sesuatu yang ditunjuki lafal dan
ucapan lafal itu sendiri. Jadi Mantuq, ialah pengertian yang ditunjukkan oleh lafal di
tempat pembicaraan.5
Dilihat dari segi jenisnya, mantuq dapat dibagi dalam dua macam:

a. An-Nash ( ‫ )النس‬atau Sarih ( ‫ )صريح‬artinya Jelas atau Tegas.


Maksudnya adalah, lafaz yang tidak memungkinkan untuk di takwil.
Sebagai contoh, firman Allah hal kafarat sumpah bagi orang tidak mampu,
berbunyi :
‫يجد فصيام ثلاثة ايام‬ ‫فمن لم‬
…Maka hendaklah berpuasa tiga hari…(QS. Al-Maaidah : 89).

2
Abdul Hamid Hakim, Kitab Kaidah Fiqh Dan Ushul Fikih Mabadi Awaliyah, Terj. Sukanan & Khairudin,
hal.20
3
A. Sanusi & Sohari, Ushul Fiqh, (Jakarta : PT Rajagrafindo, 2015), hal. 205
4
A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih(satu dan dua), (Jakarta: Kencana, 2010), hal.99
5
A. Syafi’I Karim, Fiqih/Ushul Fiqih, (Bandung : pustia Studio, 1997), hal.177
Ayat tersebut tidak memungkinkan pemalingan artinya kepada arti
yang lain, karena jelas menunjukkan wajib puasa tiga hari.
b. Az Zahir ( ‫ )الظاهر‬artinya yang tampak atau yang nyata.
Maksudnya adalah, lafaz yang memungkinkan untuk di takwil. Yang
demikian ini sering juga disebut dengan nama ghairu sarih ( ‫ )غيرصريح‬artinya,
tidak jelas maksudnya. Sebagai contoh firman Allah :
‫والسماء بنىناها بايد وانالموسعون‬
Dan langit itu kamu bangun dengan tangan (kami) sesungguhnya Kami benar-
benar berkuasa. (QS. Azd-Dzariyat: 47).
Arti “tangan” ( ‫ )ايد‬di ayat tersebut itu ditakwilkan artinya dengan
“kekuasaan” atau “kekuatan”, karena tidak mungkin Allah bertangan seperti
manusia.6

2. Pengertian Mafhum dan Pembagiannya


Mafhum secara bahasa ialah “sesuatu yang dipahami dari suatu teks”, dan
menurut istilah adalah “pengertian tersirat dari suatu lafal (mafhum muwafaqah) atau
pengertian kebalikan dari perngertian lafal yang diucapkan (mafhum mukhalafah)”.7
Al-Mafhum ( ‫ ) المفهوم‬artinya adalah, yang diucapkan, yang difaham, dan yang
tersirat. Dalam istilah ushul fiqih mafhum adalah : “Sesuatu yang ditunjuk oleh lafaz
di luar teks ucapan itu.”8
Mafhum, sesuatu yang ditunjuk oleh lafal, tetapi bukan dari ucapan lafal itu
sendiri. Mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh lafal tidak di tempat
pembicaraan, tetapi dari pemahaman terdapat ucapan tersebut.
Seperti firman Allah :
‫فال تقل لهما اف وال تنهرهما‬
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada seluruh perkataan
‘ah’ dan janganlah kamu membentak”. (QS. Al Isra’: 23).
Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum, pengertian mantuq
yaitu ucapan lafal itu sendiri (yang nyata = uffin) jangan kamu katakan perkataan

6
A. Basiq Djalil, S.H., M.A., Ilmu Ushul Fiqih(satu dan dua), (Jakarta: Kencana ,2010), hal.99-101
7
Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta : Kencana, 2008), hal. 214
8
A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih(satu dan dua), (Jakarta: Kencana, 2010), hal.99
yang keji kepada dua orang ibu bapakmu. Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan
yaitu memukul dan menyiksanya (juga dilarang), karena lafal-lafal yang
mengandung kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan
mantuq dan tidak nyata disebut mafhum.9
Jadi yang dinamakan lafaz adalah cetusan dari makna-makna. Terkadang maksud
dari suatu lafaz sesuai dengan yang terucap atau yang tersurat secara jelas, yang
demikian dinamakan “Mantuq”. Dan terkadang yang dimaksudkan oleh suatu lafaz,
bukanlah yang terucap atau yang tersurat, tetapi yang dimaksudkannya adalah yang
tersirat, yang demikian dinamakan “Mafhum”.10
Mafhum terdiri menjadi dua bagian :
1. Mafhum Muwafaqoh :
‫وهو ماكان المسكوت عنه موافقا للمنطوق به‬
Yaitu pemahaman yang diambil sesuai dengan yang di ucapkan (ditulis).
Misalnya : tentang larangan memukul kedua orang tua, yang dapat dipahami
dari surat al-Isra : 23
0000 ‫فال تقل لهما اف وال تنهرهما وقل لهما قوال كريما‬

“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan


‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.”
2. Mafhum Mukhalafah :
‫وهو ماكان المسكوت عنه مخا لفا للمنطوق به‬
Yaitu pemahaman yang diambil berlawanan dengan yang diucapkan
(ditulis).
Misalnya tentang tidak wajib zakatnya hewan-hewan yang dipelihara,
diambil dari mafhum mukhalafah dari hadits Nabi SAW :
)‫فى سائمة زكاة (رواه الشافعي‬
“Untuk kambing yang dilepas bebas itu wajib zakat”

9
Syafi’I Karim, Fiqih/Ushul Fiqih, (Bandung : pustia Studio, 1997), hal.177
10
A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih(satu dan dua), (Jakarta: Kencana, 2010), hal.99
B. Mujmal dan Mubayyan
1. Pengertian Mujmal dan Pembagiannya
Mujmal menurut bahasa adalah kabur atau tidak jelas, samar-
samar. Maksudnya suatu perkara atau lafazd yang tidak jelas atau
hal-hal yang memerlukan penjelasan. Mujmal menurut istilah fiqh
adalah ; “lafadz atau manthuq yang memerlukan bayan”.11
Mujmal ialah sesuatu yang membutuhkan penjelasan seperti
lafadz ‫ قروء‬pada surat al-Baqarah : 228
‫والمطلقات يتربصن بانفسهن ثالثة قروء‬
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)

tiga kali quru’.”

Maka sesungguhnya yang disebut ‫ قروء‬itu mencakup antara haid


dan suci. Sedangkan yang disebut BAYAN adalah mengeluarkan
sesuatu dari perkara yang sulit digahami ke perkara yang lebih
jelas. 12

Macam-macam Mujmal :
a. Lafaz mufrad yakni lafaz-lafaz yang terdiri dari satu kalimat.
Lafaz-lafaz mufrad juga dilihat dari segi jenis ada tiga macam
yakni : isim, fi’il, dan huruf.
b. Lafaz-lafaz murakab artinya lafaz-lafaz yang terdiri dari
beberapa kalimat. Sebagai contoh firman Allah yang
berbunyi :
‫اال ان يعفون او يعفوا‬
“atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah….(QS. Al-
baqarah : 237).13

2. Pengertian Mubayyan dan Pembagiannya

11
Ibid, hal. 109
12
Abdul Hamid Hakim, Kitab Kaidah Fiqh Dan Ushul Fikih Mabadi Awaliyah, Terj. Sukanan &
Khairudin, hal. 18
13
Ibid, hal. 110-111
Arti mubayyan menurut bahasa adalah yang menjelaskan.
Maksudnya adalah suatu lafaz yang mengandung penjelasan.
Mubayyan menurut istilah ushul fiqh adalah : “mengeluarkan
sesuatu dari bentuk yang musykil (kabur) kepada bentuk yang
terang”.14
Jadi ringkasnya, bayan adalah penjelasan atau yang
menjelaskan, sedang mujmal adalah yang dijelaskan.
Adapun bayan terbagi menjadi beberapa bagian yaitu :15
a. Bayan dengan ucapan
Seperti pada masalah puasa untuk orang yang berhaji
Tamattu’ yang tertera dalam surat al-Baqarah : 196
‫فصيام ثالثة ايام في الحج و سبعة اد رجعتم تلك عشرة كاملة‬
“ maka wajib berpuaa tiga hari dalam masa haji dan
tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna…”
b. Bayan dengan pekerjaan
Seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam
memberikan contoh praktik sholat dan lainnya.
c. Bayan dengan tulisan
Seperti penjelasan tentang kadar zakat dan diyat anggota
tubuh, itu telah ditulis Nabi dalam sebuah kitab masyhur, hal
ini dapat dilihat dari sebuah hadits ;
‫فانه صل الله عليه وسلم بينهما بكتبه المشهورة‬
“Maka sesungguhnya Nabi SAW telah menjelaskan tentang
kadar zakat dan diyat anggota tubuh dengan kitabnya yang
masyhur.”
d. bayan dengan isyarat, seperti ucapan Rasullah :
‫الشهرهكدا وهكدا و هكدا‬

Ibid, hal. 109


14

Abdul Hamid Hakim, Kitab Kaidah Fiqh Dan Ushul Fikih Mabadi Awaliyah, Terj. Sukanan &
15

Khairudin, hal. 18
“Bulan itu segini, segini, dan segini” (yaitu 30 hari, kemudian
Nabi SAW isyarah dengan jarinya 3 kali dan menahan
jempolnya pada isyarah ketiga, itu berarti terkadang hitungan
bulan itu ada yang 29).

C. Muradhif dan Musytarak


1. Muradhif dan Musytarak
Muradif menurut bahasa artinya adalah : membonceng / ikut serta. Muradif yang
dimaksudlan oleh ahli ushul fiqih adalah : “beberapa lafaz terpakai untuk satu
makna.”
Contoh:‫“ لليث = االسد‬singa”
Musytarak artinya menurut bahasa adalah, berserikat, berkumpul. Musytarak
dalam ushul fiqih adalah : “lafaz yang dibentuk untuk dua arti atau lebih yang
berbeda-beda.”16
Muradif ialah lafalnya banyak sedang artinya sama (synonym). Seperti lafal asad
dan allaits (artinya singa), hintah dan qamhu (artinya gandum).
Musytarak, ialah suatu lafal yang mempunyai dua arti yang sebenarnya dan arti-
arti tersebut berbeda-beda. Seperti lafal jaun yang artinya putih atau hitam. Apabila arti
yang sebenarnya hanya satu dan yang lain ati majaz, maka tidak dikatakan musytarak.17
2. Hukum Lafal
a. Hukum Muradif
Hukum muradif yang dimaksudkan disini adalah tentang timbulnya
persoalan yang dikarenakan adanya lafaz-lafaz muradif, dalam hal demikian, para
ulama mempersoalkan hukumnya, seperti misalnya apakah boleh satu lafal diganti
dengan lafal lain yang maknanya sama. Seperti lafaz ‫ االسد‬diganti dengan lafaz
‫لليث‬.

16
Ibid, hal.116-117
17
A. Syafi’I Karim, Fiqih/Ushul Fiqih, (Bandung : pustia Studio), 1997, hal.195
Para ulama umunya berpendirian bahwa bacaan Al-Qur’an yang bersifat
ta’abudi, tidak boleh diganti dengan lafaz murafif-nya karena Al-Qur’an dan
seluruh lafaznya adalah mengandung mukjizat, sedang muradif satu lafaz dalam
Al-Qur’an bukanlah teks Al-Qur’an yang dengan sendirinya tidak mengandung
mu’jizat.
Sehubungan dengan masalah muradif ada juga para ulama yang berselisih
pendapat dalam hal-hal tertentu, seperti dalam masalah zikir. Dalam masalah zikir
itu pun bagi golongan yang membenarkan muradif, memberikan dua syarat yang
harus dipenuhi, yakni :
1) Boleh dipakai lafaz muradif, bila penggantian lafaz muradif tersebut tidak
mendapat halangan dari Agama, baik secara jelas atau samar-samar.
2) Boleh dipakai lafaz muradif, bila penggantian lafaz boleh dipakai lafaz
muradif-nya itu berasal dari satu bahasa, yakni sama-sama bahasa Arab
misalnya. 18
b. Hukum Musytarak
Yang dimaksudkan dengan hukum musytarak. Disini adalah tentang boleh
tidaknya menggunakan lafaz musytarak. Tentang hal ini para ulama berselisih,
pendapat satu pihak membolehkan, sedang di pihak lain sebaliknya.

Menurut jumhur ulama adalah :

‫في َم ْعنَ ْي ِه يَجُوْ ُز‬


ِ ‫ك‬ِ ‫اِ ْستِ ْع َما ُل ْال ُم ْشتَ َر‬.
“menggunakan lafaz musytarak dalam dua makna atau beberapa makna adalah
boleh.”
Mereka ini beralasan dengan firman Allah yang berbunyi :
‫ا لم تر ان هللا يسجد له من فى السماوات ومن فى االرض و الشمس و القمر والنجوم‬
‫والجبال والشجر والدواب وكثير من الناس‬
“ Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah
bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang,
gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan
sebagian besar daripada manusia? .” (QS. Al-Hajj : 18)

18
A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih(satu dan dua), (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 116
Lafaz sujud adalah musytarak, karena bisa berarti meletakkan dahi di tanah
dan bisa berarti tunduk. Dan dalam ayat tersebut ditujukan pada manusia dan
makhluk yang tidak berakal seperti bumi, langit, bulan dan lain-lain.
Disamping itu, memang ada juga Ulama yang beranggapan bahwa
menggunakan lafaz musytarak dalam dua makna atau lebih adalah tidak boleh (‫ال‬
‫)يَجُوْ ز‬. 19

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Manthuq ialah mengambil pengertian dari lafaz yang diucapkan (yang dituliskan).
Mantuq terbagi atas dua bagian yaitu
 An-Nas
 Az-zhahir.
2. Mafhum ialah mengambil pengertian dari lafaz yang tidak diucapkan (yang tidak
dituliskan). Mafhum juga dibagi dua :
 Mafhum muwafaqah
 Mafhum mukhalfah
3. Mujmal menurut bahasa adalah kabur atau tidak jelas, samar-samar. Maksudnya
suatu perkara atau lafazd yang tidak jelas atau hal-hal yang memerlukan
penjelasan. Mujmal menurut istilah fiqh adalah ; “lafadz atau manthuq yang
memerlukan bayan”. Pembagian mujmal ada 2 :
 Lafaz mufrad
 Lafaz murakab
4. Arti mubayyan menurut bahasa adalah yang menjelaskan.
Maksudnya adalah suatu lafaz yang mengandung penjelasan.
Mubayyan menurut istilah ushul fiqh adalah : “mengeluarkan
sesuatu dari bentuk yang musykil (kabur) kepada bentuk yang
terang”. Bayan terbagi menjadi beberapa bagian :
 Bayan dengan ucapan
 Bayan dengan pekerjaan
 Bayan dengan tulisan
 Bayan dengan isyarat

19
Ibid, hal. 118-119
5. Muradif menurut bahasa artinya adalah : membonceng / ikut serta. Muradif yang
dimaksudlan oleh ahli ushul fiqih adalah : “beberapa lafaz terpakai untuk satu
makna.”
6. Musytarak artinya menurut bahasa adalah, berserikat, berkumpul. Musytarak
dalam ushul fiqih adalah : “lafaz yang dibentuk untuk dua arti atau lebih yang
berbeda-beda

DAFTAR PUSTAKA

Ash Shiddieqy, Teungku. 2001. Pengantar Hukum Islam. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra

Djalil, Basiq. 2010. Ilmu Ushul Fiqih (satu dan dua). Jakarta: Kencana

Effendi, Satria dkk. 2008 .Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana

Hakim, Abdul Hamid, Kitab Kaidah Fiqh dan Ushul Fikih Mabadi Awaliyah, Terj. Sukanan &
Khairudin

Karim, Syafi’i. 1997. Fiqih/Ushul Fiqih. Bandung : pustia Studio

Sanusi, Ahmad & Sohari. 2015. Ushul Fiqh. Jakarta : PT Rajagrafindo

Shihab, M. Quraish. 2015. Kaidah Tafsir, Tangerang : Lentera Hati

Anda mungkin juga menyukai