TENTANG
(ASBABUL WURUD DAN NASIKH WA MANSUKH HADIST )
Ditulis oleh:
RAFEL SATRIA
21010049
Dosen Pengampu:
AGUSWAN RASYID, Lc, MA, Ph.D
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian asbabul wurud dan naskh wa mansukh?
2. Apa Urgensi asbabul wurud serta hikmah nasikh wa mansukh?
3. Apa macam-macam dan pembagian Asbabul wurud?
4. Apa macam-macam dan pembagian nasikh wa mansukh?
1
Munzier Suparta. Ilmu Hadits Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2008
2
Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin. Asbabul Wurud Study Kritis Hadits Nabi.Yogyakarta:
PT. Pustaka Pelajar.2001
3
Muhammad Ahmad dan M.Mudzakir. Ulumul Hadis.Bandung: CV Pustaka Setia.2000
berarti “Naqlu al syay’I” (memindahkan dan menyalin sesuatu), berarti “Tabdil”
(penggantian), berarti “Tahwil” (pengalihan)4
Sedangkan Naskh secara istilah : mengangkat (mengahapus) hukum syara’
dengan dalil/khithab syara’ yang lain”. Definisi di atas apabila dijelaskan lagi dapat kita
tarik beberapa kesimpulan yakni :
a. Dipastikan Naskh apabila ada 2 (dua) hal yaitu Naskh dan Mansukh
b. Naskh harus turun belakangan dari Mansukh
c. Menilai suatu ayat sebagai penaskh dan yang dinaskhkan apabilan ayat-ayat
kontradiktif itu tidak dapat dikompromikan dan diamalkan secara bersama 5 sedangkan
syarat kontradiksi adanya persamaan subjek, objek, waktu dan lain-lain.6
d. Al-Nasikh pada hakikatnya adalah Allah, kadang-kadang dimaksud juga
dengan ayat yang menasikh Mansukh. Sedangkan Mansukh hukum yang diangkat atau
dihapus7
Dari definisi di atas dijelaskan bahwa komponen Naskh terdiri dari; adanya
pernyataan yang menunjukan terjadi pembatalan hukum yang telah ada, harus ada naskh
harus ada Mansukh dan harus ada yang dibebani hukum atasnya. Dalam naskh
diperlukan syarat yaitu hukum yang Mansukh adalah hukum syara’, dalil pengahpusan
hukum tersebut adalah kitab syar’i yang datang kemudian dari kitab yang dimansukh,
dan kitab yang dihapus atau diangkat hukumnya tidak terikat atau dibatasi dengan waktu
tertentu8
4
Imam Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulumi al-Qur’an (Beirut : Dar al
Fikri, tth.), jilid II, hlm. 175.
5
Al-Zarqani, Manahil al-irfan fi Ulum al-Qur’an , hlm. 177
6
Quraish Shihab, membumikan Al-Qur’an (Bandung : Mizan, 1994), hlm. 143.
7
Al-Zarqani, Manahil al-irfan fi Ulum al-Qur’an , hlm. 179
8
Manna Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 224
9
Fatchur Rahman. Ikhtishar Mushthalahul Hadis.Bandung : Al Ma’arif.1974
Berikut ini adalah beberapa fungsi diantara banyak fungsi dari asbab al-wurud
yang ada contoh hadisnya, yaitu:
1. Menentukan adanya takhshish hadits yang bersifat umum. Contoh dari fungsi
asbab al-wurud sebagai takhsis terhadap sesuatu yang masih bersifat umum dan juga
menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum, misalnya hadits:
صالَ ِة ا ْلقَاِئ ِم
َ ْف ِمن ْ ِّصالَةُ ا ْلقَا ِع ِد َعلَى الن
ِ ص َ
Artinya: Sholat orang yang sambil duduk setengah pahalanya dari orangyang
yang sholatnya berdiri. (HR. Ahmad).
Asbab al-wurud dari hadits di atas adalah ketika penduduk Mandinah sedang
terjangkit suatu wabah penyakit. Kebanyakan para sahabat melakukan shalat sunnah
sambil duduk. Ketika itu Rasulullah datang menjenguk dan mengetahui bahwa para
sahabat suka melakukan shalat sunnah sambil duduk walaupun dalam keadaan sehat.
Kemudian Rasulullah bersabda sebagaimana hadits di atas. Mendengarkan sabda
Rasulullah para sahabat yang tidak sakit kemudian shalat sunnah dalam berdiri. Dari
asbab al-wurud tersebut maka dapat dipahami bahwa kata “shalat” (yang masih bersifat
umum pada hadis tersebut) adalah shalat sunnah (khusus).
Dan dari penjelasan tersebut dapat dipahami pula bahwa boleh melakukan shalat
sunnah dalam keadaan duduk namun hanya akan mendapatkan pahala setengah apabila
dalam keadaan sehat. Tetapi apabila dalam keadaan sakit dan melakukan shalat dalam
keadaan duduk maka akan mendapatkan pahala penuh. Hal ini merupakan penjelasan
dari sebab-sebab ditetapkannya suatu hukum shalat sunnah sambil sambil duduk.10
Dengan demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan shalat
sambil berdiri -mungkin karena sakit, baik shalat fardhu atau shalat sunnat, lalu ia
memilih shalat dengan duduk, maka ia tidak termasuk orang yang disebut-sebut dalam
hadis tersebut. Maka pahala orang itu tetap penuh bukan separoh,sebab ia termasuk
golongan orang yang memang boleh melakukan rukhshah atau keringanan syari’at.
2. Menentukan ada atau tidaknya nasikh-mansukh dalam suatu hadits.
Contoh asbab al-wurud yang berfungsi untuk menentukan adanya suatu nasikh
mansukh sebagaimana hadits berikut:
Hadist Pertama:
10
Mudasir. Ilmu Hadis. Bandung :Pustaka Setia.2010
َأ ْفطَ َر ا ْل َحا ِج ُم َوا ْل َم ْح ُج ْو ُم
Artinya: “Batal puasa bagi orang yang membekam dan yang dibekam”
Hadits kedua:
ْ الَيُ ْف ِط ُر َمنْ قَا َء َأ ْو َم ِن
ْ احتَلً َم َوالَ َم ِن
احت ََج َم
Artinya: Rasulullah bersabda: Tidak batal puasa orang yang muntah, orang yang
bermimpi kemudian keluar sperma dan orang yang berbekam.
Kedua hadits tersebut tampak saling bertentangan, yang pertama menyatakan
bahwa orang yang membekam dan dibekam sama-sama batal puasanya. Sedangkan
hadits kedua menyatakan sebaliknya. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hazm, hadits
pertama sudah di-nasikh (dihapus) dengan hadits kedua. Karena hadits pertama lebih
awal datangnya dari hadits kedua.11
Adapun Hikmah adanya Nasakh dalam Al-Qur’an secara umum ialah sebagai
berikut:
1). Untuk menunjukkan bahwa syari’at agama islam adalah syari’at yang paling
sempurna. Karena itu, syari’at agama islam ini menasakh semua syariat dari agama
agama sebelum islam. Sebab, syari’at Islam ini telah mencakup semua kebutuhan
seluruh umat manusia dari segala periodenya, mulai dari Nabi Adam a.s. yang
kebutuhan-kebutuhannya masih sederhana hingga Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad
yang kebutuhan-kebutuhannya sudah banyak dan kompleks.
2). Selalu menjaga kemaslahatan hamba agar kebutuhan mereka senantiasa
terpeliharadalam semua keadaan dan di sepanjang zaman.
3). Untuk menjaga agar perkembangan hukum Islam selalu relevan dengan
semua situasidan kondisi umat yang mengamalkan, mulai dari yang sederhana sampai ke
tingkatyang sempurna.
4). Untuk menguji orang mukallaf, apakah dengan adanya perubahan dan
penggantian- penggantian dari nasakh itu mereka tetap taat, setia mengamalkan hukum-
hukum Allah, atau dengan begitu lalu mereka ingkar dan membangkang?
5). Untuk menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang selalu setia
mengamalkanhukum-hukum perubahan, walaupun dari yang mudah sampai yang sulit.
11
Ibid
Sebab,semakin sulit menjalankan suatu peraturan Tuhan, akan semakin besar
manfaat,faedah dan pahalanya.
6). Untuk memberi dispensasi dan keringanan bagi umat Islam, sebab dalam
beberapa nasakh banyak yang memperingan beban dan memudahkan pengamalan guna
menikmati kebijaksanaan dan kemurahan Allah ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang12
12
Abdul Djalal. Ulumul Qur’an,… hal. 148
13
Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalahul Hadits.Bandung: Al Ma’arif.1974.
14
Q.S Al-An’am: 82
memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam firman tersebut
adalah asy-syirku yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-
Luqman: 13
اِنَّ الش ِّْر َك لَظُ ْل ٌم َع ِظ ْي ٌم
“sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.”
2). Sebab yang berupa Hadis
Artinya pada waktu itu terdapat suatu Hadis, namun sebagian sahabat merasa
kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul Hadis lain yang memberikan
penjelasan terhadap Hadis tersebut. Contoh adalah Hadis yang berbunyi:
“sesungguhnya Allah ta’ala memiliki para malaikat di bumi, yang dapat
berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR.
Hakim)15
Dalam memahami Hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan,maka
mereka bertanya: Ya rasul !, bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Rasulullah
menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Anas
bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah.
Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata:
“Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti
masuk surga) tiga kali. Kemudian Rasulullah bertemu lagi dengan rombongan yang
membawa jenazah lain.
Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”.
Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka). Ketika
mendengar komentar Rasulullah yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya
rasul!, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap
jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut:
“wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar.
Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah
ta’ala memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikatakan
menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. al-Hakim danalBaihaqi).16
15
M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung : Pustaka Setia. 2013
16
Endang Soetari. Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung: Mimbar Pustaka.2005
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang
menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-
orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat
3). Sebab yang berupa perkaitanYang berkaitan dengan para pendengar
dikalangan sahabat sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat
Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath makkah (pembukaan kota makkah)
beliau pernah datang kepada Rasulullah
Seraya berkata: “Saya Bernazar Akan Shalat Dibaitul Maqdis”.Mendengar
pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi berssabda: “Shalat Di Sini,yakni masjidil haram
itu lebih utama”. Rasulullah lalu bersabda: “Demi Dzat yang Jiwaku Berada dalam
kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (MasjidAl-Haram Makkah), maka sudah
mencukupi bagimu untuk memnuhi nazarmu”
Kemudian Rasulullah, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid Ini, Yaitu Masjid Al -
Haram Itu Lebih Lebih Utama Dari Pada 100.000 Kali Shalat Di Selain Masjid Al-
Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya)17
Contoh-contoh Hadis yang Memiliki Asbabul wurud Sebagaimana telah kita
pahami bahwa sebagian hadis Nabi dikemukakan oleh Nabi tanpa didahului oleh sebab
tertentu dan sebagian lagi didahului oleh sebab tertentu. Bentuk sebab tertentu yang
menjadi latar belakang terjadinya hadis itu dapat berupa peristiwa secara khusus dan
dapat pula berupa suasana atau keadaan yang bersifat umum.
Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin. Asbabul Wurud Study Kritis Hadits Nabi.Yogyakarta:
17
BAB III
PENUTUP
B. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tentang kajian Asbabul Wurud dan Naskh wa
Mansukh, maka dapat disimpulakan bahwa :
18
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 228.
19
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 237.
20
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 229.
21
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 299.
1) Asbabul warud al-hadis merupakan konteks historisitas yang melatarbelakangi
munculnya suatu hadis. Ia dapat berupa peristiwa ataupertanyaan yang terjadi pada saat
hadis itu di sampaikan Rasulullah. Dengan lain ungkapan, asbabul wurud adalah faktor-
faktor yang melatarbelakangi munculnya suatu hadis.
2) Urgensi mengetahui asbabul Wurud antara lain : Untuk menolong memahami dan
menafsirkan al Hadis, Untuk mengetahui hikmah-hikmah ketetapan syariat (hukum),
Untuk menentukan adanyatakhsish terhadap suatu hadis yang ‘am
3) Cara mengetahui asbab dari suatu hadis adalah: Asbab sudah tercantum
dalamrangkaian hadis tersebut,asbab dari suatuhadis tersebut terdapat dalam hadis yang
lain,asbab dari suatu hadis ituadalah informasi atau ahwal dari para sahabat yang
mengetahui munculnya hadis tersebut.
4) Naskh adalah mengangkat (menghapus) hukum syara’ dengan dalil atau khitab syara’
yang lain. Dalam Naskh diperlukan syarat, yaitu hukum yang Mansukh adalah syara’
dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’i yang datang lebih kemudian dari
khitab yang di Mansukh, dam khitab yang dihapus dan diangakat hukumnya tidak terikat
atau dibatasi dengan waktu tertentu. Dalam hal ini naskh dalam alqur’an dapat dibagi
tiga bagian, nash Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Naskh Al-Qur’an dengan sunnah dan
naskh alqur’an dengan sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad .2000.Ulumul Hadis. Bandung : Pustaka Setia.
Ash-shiddieqy, M. Hasbi. 2013. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits .Semarang: Pustaka
Rizki Putra.
Ismail , Syuhudi.1994. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma'ani al
Hadits Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal .Jakarta: PT. Bulan
Bintang.
Mudasir.2010.Ilmu Hadis.Bandung: CV.Pustaka Setia
Munawwar, Said Agil Husin dan Abdul Mustaqim. 2001. Asbabul wurud Studi kritis
Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Rahman, Fatchur. 1974.Ikhtishar Mushthalahul Hadis. Bandung : Al Ma’arif. Sahrani,
Sohari.2010.Ulumul Hadits.Bogor : Ghalia Indonesia
Soetari, Endang.2005. Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung: Mimbar
Pustaka.
Solahudin, Agus & agus suyadi.2013.Ulumul Hadis. Bandung: CV. PustakaSetia
Suparta, Munzier. 2008.Ilmu Hadis. Jakarta: Raja Grafindo.Wijaya ,
Suwarta, dkk.2006. Asbabul Wurud Jakarta: Kalam Mulia