Anda di halaman 1dari 92

FASHOHAH DAN BALAGHOH

A. FASHOHAH
Fashohah menurut bahasa adalah : kalimat yang
menunjukkan arti jelas.
Dikatakan : "Seorang anak telah fasih dalam perkataannya"
jika memang ucapannya sudah jelas.
Fashohah dalam istilah, itu menjadi sifat pada kalimah, kalam,
dan mutakallim.
a.Fashohatul Kalimah .
adalah : Terhidarnya suatu kalimah dari Tanafur Huruf,
Mukholafatul Qiyas, dan Ghorobah.
- Tanafur huruf adalah: Suatu sifat pada kalimah yang
menyebabkan beratnya kalimah pada lidah dan sulit
mengucapkannya.
Contoh :
ُّ‫ظش‬ َ ‫ ال‬: tempat yang kasar.
‫ ال ِه ْع ِخ ُّْع‬: tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
ُّ َ‫ النق‬: air tawar yang jernih
ِ‫اح‬
‫ال ُم ْستَس ِْز ُِّر‬ : benang yang tepintal

Penjelasan :
Tanafur terbagi mejadi 2 yaitu :
1. Tanafur yang sangat berat terbatas. Contoh :
ُّ‫ظش‬ َ ‫ ال‬: tempat yang kasar.
‫ ال ِه ْع ِخ ُّْع‬: tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
Lafadz ُّ‫ال ِه ْع ِخ ْع‬ini dikatakan tanafur karena kesemuanya huruf
berasal dari satu makhroj yaitu huruf halaq.

2. Tanafur yang berat tak terbatas. Contoh :


ُّ َ‫ النق‬: air tawar yang jernih
ِ‫اح‬
Pada Ucapan Penyair :
ْ
ُّ‫ُّممنُّيلعَقُّالما َءُّقالُّليُُُُُّّّّّدعُّالخمرُّوا ْش َربْ ُّمنُّنُقاخُّ ُمبَ َّر ِد‬ َ‫وأَحْ َمق‬
Dan itu lebih bodoh lagi dari pada orang yang minum air lalu
mengatakan padaku : “tinggalkan arak, dan minumlah dari air
tawar yang jernih yang dingin.

Contoh lain :
ُّ‫ال ُم ْست َ ْش ِز ِر‬
: benang yang tepintal
Lafadz ini dikatakan tanafur karena Huruf Syin (bersifat Hams
dan Rokhwah) menengahi antara huruf ta' (bersifat Hams dan
Syadidah) dan huruf za' (bersifat Jahr).

Untuk membedakan antara kedua tanafur tersebut yaitu


dengan menggunakan perasaan yang sehat (Dzauq Salim)
yang diperoleh dengan mengkaji kalam Para ahli Balaghoh dan
mendalami metode-metodenya baik dari sisi kedekatan antara
makhroj hurufnya atau dari jauhnya.

- Mukholafah Qiyas adalah : kalimah yang tidak sesuai dengan


prosedur kaidah ilmu shorof.
Contoh : lafadz‫بُوق‬dijama’kan menjadi ُّ‫بُوقَات‬seperti dalam
Syairnya Abu toyyib Ahmad bin Husain Al-Ju’fiy al-Kandy Al-
Kufy Al-Mutanabby yang sedang memuji pemimpin tentara
Daulat Ibnu hamdan Raja Aleppo Syiria :
ُ ‫اُّو‬
ُّ‫طب ُْو ُل‬ َ ‫اسُّب ُْوقَاتُّلَ َه‬
ِ َّ‫ُُّّفَ ِف ْيُّالن‬-ٍُُّّ‫س ْيفًاُّ ِلدَ ْولَة‬
َ ُّ‫اس‬ ُ ‫فإ ِ ْنُّيَ ُك ْنُّبَ ْع‬
ِ َّ‫ضُُّّالن‬
"Jika sebagian manusia itu seperti tentara dalam
pemerintahan ( ibnu Hamdan Raja Aleppo; Syiria ), maka
dalam manusia akan terdapat terompet dan gendang untuk
pemerintahan itu".
Karena menurut Qiyas dalam jama’ qillahnya adalahُّ‫أَب َْواق‬
Dan juga seperti lafadz ُّ‫ َم ْودَدَة‬dalam ucapannya :
ُّ‫ُّم ْنُّ َم ْودَدَ ٍة‬
ِ ‫صد ُْو ِر ِه ْم‬ َ ‫ُُّّ َما ِل‬-ُُّ‫يُّلَ ِلئَاَمُّزَ هَــدَُّه‬
ُ ُّ‫يُّ ِف ْي‬ َّ ‫ِإ َّنُّ َب ِنـــ‬
"Sesungguhnya Anak-anakku memang orang yang hina yang
tidak perhatian, tiada dihatinya ada rasa cinta padaku "

Menurut Qiyas ilmu shorof adalah dengan mengidghomkan


lafadz ٍُّ‫ َم ْودَدَة‬menjadi ‫ َم َود َّة‬karena ada dua huruf sama, serta
huruf yang kedua berharokat.

- Ghorobah adalah: adanya kalimah itu tidak jelas artinya.


Contoh :
َُّ‫ت َ َكأ ْ َكأ‬bermakna seperti lafadz ‫إجتمع‬yaitu berkumpul.
‫ إ ْف َر ْنقَ َُّع‬bermakna seperti lafadz‫إنصرف‬yaitu bubar.
‫ط َخ َُّّم‬ َ ‫ ْإل‬bermakna seperti lafadz َّ‫إشت ُّد‬yaitu berat dan besar
Keterangan :
Ghorobah terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Kata yang bisa diketahui maknanya dengan seringnya meneliti
pada kitab bahasa Ajam karena tidak biasa digunakan pada
bahasa murni arab.Contoh:
َُّ‫ت َ َكأ ْ َكأ‬bermakna seperti lafadz ‫إجتمع‬yaitu berkumpul.
‫ إ ْف َر ْنقَ َُّع‬bermakna seperti lafadz‫إنصرف‬yaitu bubar.
‫ط َخ َُّّم‬َ ‫ ْإل‬bermakna seperti lafadz َّ‫إشت ُّد‬yaitu berat dan besar
b. Kata yang tidak diketahui maknanya pada kitab bahasa karena
tidak digunakan bagi orang Arab, dan tidak berlakunya bahasa
pembanding maka membutuhkan usaha keras untuk
mengartikannya yang menyebabkan sulitnya memahami dan
masih ada kesamaran.
Contoh :
ُّ ‫س ّرج‬ َ ‫ ُم‬bermakna pedang suraij daerah Qin dan ada yang
mengatakan bermakna : Lampu.
B.Fashohatul Kalam.
adalah : Terhidarnya beberapa kalimah dari tanafur
pada kumpulan kalimah (kalam), Dho'fu Ta'lif, Ta'kid, serta
fashohahnya beberapa kalimah itu.

1. Tanafur pada Kalam adalah : Suatu sifat dalam Kalam yang


menyebabkan beratnya kalam pada lisan dan sulit
mengucapkannya.
Contoh dalam ucapan Penyair :
ُ ‫ُّمثلُ َكُّ َي ْش َر‬
ُّ‫ع‬ ِ ِ‫ش ْرع‬ َ ُِّ‫ُّر ْفع‬
َّ ‫ع ْر ِشُّال‬ َ ‫ِف ْي‬
“pada keluhuran Arasynya Syara’, Orang sepertimu bisa
mengambil”

Contoh lain:
ُّ‫بُّقَب ُْر‬ َ ‫ْسُّقُ ْر‬
ٍ ‫بُّقَب ِْرُّ َح ْر‬ َ ‫ُُّّ َولَي‬-ُّ‫انُّقَ ْف ٍر‬ ٍ ‫ُُّّ َو َقب ُْرُّ َح ْر‬
ٍ ‫بُّ ِب َم َك‬
" kuburan musuh harus ditempat yang sunyi, dan tiada
kuburan lain dekat kuburan itu"

Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:


ُُّ‫ُّوإذَاُّ َمالُ ْمتُهُُّلُ ْمتُه‬
َ ‫الو َرىُُُّّّ َم ُِّع ْي‬ َ ‫ُُّأمدَ ْحه َُُّو‬ ْ َ‫ُُّّ َك ِريْمُّ َمت‬
ْ ‫ىُّأمدَ ْحه‬
ُّ ‫ِي‬
ُّْ ‫َو ْحد‬
"Dia (Abu Ghoits Musa Bin Ibrahim Ar-Rofi'i) adalah orang
yang mulia, jika aku memujinya maka aku memujinya beserta
orang-orang yang bersamaku. Jika aku menghinanya, maka
aku menginanya sendirian"

Penjelasan :
Tanafur ini juga terbagi mejadi 2 yaitu :
1. Tanafur Syadid / A'la; yang sangat berat
pengucapannya

Contoh dalam ucapan Penyair :


ُ ‫ُّمثلُ َكُّيَ ْش َر‬
ُّ‫ع‬ ِ ِ‫ش ْرع‬ َ ُِّ‫ُّر ْفع‬
َّ ‫ع ْر ِشُّال‬ َ ‫فِ ْي‬
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit
mengucapkannya disebabkan adanya pengulangan 3 huruf
yaitu ro', a'in, dan syin".
Contoh lain:
ُّ‫بُّقَب ُْر‬ َ ‫ْسُّقُ ْر‬
ٍ ‫بُّقَب ِْرُّ َح ْر‬ َ ‫ُُّّ َولَي‬-ُّ‫انُّقَ ْف ٍر‬ ٍ ‫ُُّّ َو َقب ُْرُّ َح ْر‬
ٍ ‫بُّ ِب َم َك‬
Pada syair tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit
mengucapkannya disebabkan adanya beberapa huruf yang
sama serta diulang-ulang.

2. Tanafur Khofif/ Adna; yang tidak berat pengucapannya,

Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:


ُُّ‫ُّوإذَاُّ َمالُ ْمتُهُُّلُ ْمتُه‬
َ ‫الو َرىُُُّّّ َم ِع ْي‬ َ ‫ُُّأمدَ ْحه َُُّو‬ ْ َ‫ُُّّ َك ِريْمُّ َمت‬
ْ ‫ىُّأمدَ ْحه‬
ُّ ‫ِي‬
ُّْ ‫َو ْحد‬
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit
mengucapkannya disebabkan adanya pengulangan 2 huruf
yaitu ‫ هاء‬dan ‫"حاء‬.

2. Dho'fu Ta'lif adalah : adanya kalam itu tidak sesuai dengan


prosedur kaidah ilmu Nahwu yang masyhur.
Seperti membuat Dhomir sebelum menuturkan Marji'nya
dalam lafadz dan ma'nanya, dalam ucapan Penyair :
ُ ‫رُُُّّّو ُحس ِْنُّفَ ْع ٍلُّ َك َماُّي ُْجزَ ىُّ ِسُِّن َّم‬
ُّ‫ار‬ َ َ‫َجزَ ىُّبَنُ ْوهُُّأَبَاُّال ِغ ْيالَ ِنُّ َع ْنُّ ِكب‬
"Anak-anaknya telah membalas kebaikan Abu Ghilan diusia
tua seperti yang dilakukan oleh Sinimmaru (Arsitektur Negara
rum)"

Penjelasan :
Kecacatan pada syair tersebut itu dari sisi Dhomirnya lafadz
ُِّ َ‫ أَبَا ُّال ِغ ْيال‬yang merupakan
ُ‫بَنُ ْوه‬yang kembali pada lafadz ‫ن‬
lafadz yang diakhirkan secara Lafadz dan tingkatan.

3. Ta'qid adalah : adanya kalam itu tidak jelas (masih samar)


pada makna yang dikehendaki.
Dan kesamaran itu adakalanya dari aspek lafadz yang
disebabkan mendahulukan (taqdim), mengakhirkan (ta'khir)
atau memisah (Fashol). hal ini disebut Ta'kid Lafdhy.

Seperti Ucapan Al-Mutanabby :


ُّ‫بُّاألَغ ِ َّرُّدَالَ ِئ ُل‬ َ ‫علَىُّال َح‬
ِ ‫س‬ َ ُّ‫ُُّّو ُه ْمُّالَُّيَجْ فَ ُخ ْونَ ُّ ِب َهاُّ ِب ِه ْمُُُّّّ ِشيَم‬
َ ‫َت‬ ْ ‫َجفَخ‬
"Suatu Kebiasaan (watak) yang menunjukkan atas keturunan
yang baik merupakan Kebanggaan, dan mereka itu tidak
bangga dengan itu".
Pentakdirannya adalah :
َ ‫بُّاألَغ ِ َّر‬
ُُُّّّ‫ُّو ُه ْمُّالَُّيَجْ فَ ُخ ْونَ ُّبِ َها‬ َ ‫علَىُّال َح‬
ِ ‫س‬ َ ُُّ‫َتُّبِ ِه ْمُّ ِشيَمُّدَالَئِل‬
ْ ‫َجفَخ‬

Penjelasan :
Pada syair tersebut, dikatakan Ta'kid lafdhy karena :
1. Memisah antara fi'il dan lafad yang berta'alluq padanya
(muta'alliq) )ُّ‫َتُّ ِب ِهم‬ ْ ‫ ( َجفَخ‬dengan lafadz lain yaitu : ‫وهُ ْمُّالَُّيَ ْجفَ ُخ ْونَُّ ِب َها‬.
َ
2. Mengakhirkan lafadzُّ‫دَالَئِ ُل‬dari lafadz yang berta'alluq padanya :
ُّّ ِ ‫بُّاألَغ‬
‫َر‬ ِ ‫س‬َ ‫ َعلَىُّال َح‬.
3. Memisah antara Na'at dan man'utnya :‫ل‬ ُُّ ِ‫ ِش َيم ُّدَالَئ‬dengan
lafadz :
ُّّ ِ ‫بُّاألَغ‬
‫َر‬ ِ ‫س‬َ ‫َعلَىُّال َح‬
Dan adakalanya dari aspek makna disebabkan adanya
penggunaan majaz dan Kinayah yang Murodnya tidak bisa
dipahami. hal ini disebut Ta'kid Ma'nawy.
ْ ِ‫نَش ََرُّال َم ِلكُ ُّأ َ ْل ِسنَتهُُّف‬
Seperti Ucapanmu :‫يُّال َم ِد ْينَ ُِّة‬
Dengan menghendaki arti dari:ُّ ُ‫سنَته‬ ِ ‫أ َ ْل‬sebagai "Mata-mata".
dan yang benar adalah menggunakan lafadz : ُ ‫عي ُْون ُّه‬ ُ
dan Seperti juga Ucapan dari Penyair ( Abbas bin Ahnaf ) :
َ‫عُّ ِلتَ ْج ُم ُّد‬
َ ‫َايُّالد ُم ْو‬
َ ‫ع ْين‬
َ ُّ‫ب‬ َ ‫ع ْن ُك ْمُّ ِلتَ ْق ُرب ُْو‬
ُ ‫اُُّّوت َ ْس ُك‬ َ ُّ‫َّار‬
ُِّ ‫بُّبُ ْعدَُّالد‬ ْ َ ‫سأ‬
ُ ُ ‫طل‬ َ
"Aku mencari tempat tinggal jauh dari kalian, agar kalian
kelak menjadi dekat denganku, dan kedua mataku
mencucurkan air mata karena bahagia".
Penyair membuat kinayah (kata konotasi) pada lafad ‫الجمود‬
dengan arti bahagia, padahal lafadz tersebut biasa digunakan
untuk sebuah kinayah (kata konotasi) untuk arti: "sulit
meneteskan air mata pada saat menangis (susah)". Yaitu
waktu susah ketika berpisah dengan kekasih, dan inilah yang
seketika dipaham dari lafad ‫ الجمود‬, bukan kebahagiaan
seperti yang dikehendaki oleh Penyair,
Untuk mengartikan sesuai yang dikehendaki Penyair itu
membutuhkan perantara yang banyak yaitu : lafad ‫الجمود‬
diartikan dengan : keringnya mata dari air mata, lalu diganti
dengan arti : tidak ada air mata ketika menangis, lalu
diartikan : tidak adanya air mata secara muthlaq, lalu
diartikan : tidak adanya kesusahan, lalu baru diartikan
dengan : kebahagiaan. Oleh sebab itu dikatakan sebagai Ta’kid.

C. Fashohatul Mutakallim.
Adalah: Suatu sifat yang melekat pada seseorang (bakat) yang
bisa menyampaikan suatu maksud dengan perkataan yang
fashih pada semua tujuan yang ada (seperti memuji atau
menghina).

B. BALAGHOH
Balaghoh menurut bahasa : Sampai , Tuntas.
Menurut Istilah itu menjadi sifat pada kalam dan Mutakallim.

Balaghotul Kalam
adalah : Kesesuaian suatu kalam pada Muqtadhol Hal
(tuntutan keadaan) serta fashohahnya kalam itu.
Hal disebut juga Maqom adalah : Perkara yang mendorong
Mutakkalim untuk mendatangkan perkataan pada bentuk
tertentu.
Al-Muqtadho disebut juga I'tibar Munasib adalah : suatu
bentuk tertentu yang didatangkan suatu ibarat untuk
menyampaikannya.
Seperti :
Pujian adalah Suatu keadaan yang mendorong untuk
mendatangkan ibarat dengan bentuk Ithnab (memanjangkan
kalimat).
Cerdasnya Mukhotob adalah suatu keadaan yang mendorong
untuk mendatangkan ibarat dengan bentuk Ijaz (menyingkat
kalimat).
Pujian dan Cerdasnya Mukhotob disebut Hal, sedangkan
Ithnab dan Ijaz disebut Muqtadho.
sedangkan mendatangkan kalam dalam bentuk Ithnab dan Ijaz
dinamakan menyesuaikan pada Al-Muqtadho (tuntutan).

Balaghotul Mutakallim adalah : Suatu sifat yang melekat


(bakat) pada sesorang yang bisa menyampaikan suatu maksud
dengan Kalam yang Baligh pada semua tujuan apapun.
Tanafur itu bisa diketahui dengan Dzauq Shohih (Kemampuan
batin/perasaan yang sehat).
sedangkan Mukholafatul Qiyas dengan Ilmu Shorof, dan
Dho'fu Ta'lif dan Ta'qid Lafdhy dengan Ilmu nahwu, sedang
Ghorobah dengan seringnya mempelajari kalam Arab, Ta'kid
Ma'nawi dengan Ilmu Bayan, dan Hal dan Muqtadhol hal
dengan Ilmu ma'any.

maka bagi seorang pelajar balaghoh harus mengetahui ilmu


bahasa, shorof, nahwu, Ma'any dan bayan serta memiliki
Dzauq yang salim dan memperbanyak mempelajari kalam
Arab.

ILMU MA'ANI

Ilmu Ma'ani adalah : Suatu Ilmu untuk mengetahui keadaan


lafadz Arab yang bisa menyesuaikan dengan tuntutan keadaan.
Maka bentuk kalam akan menjadi berbeda-beda karena
adanya perbedaan kondisi.
Seperti Firman Allah SWT :
"‫شدًا‬
َ ‫ُّر‬ َ ‫ضُّأ َ ْمُّأ َ َرادَُّ ِب ِه ْم‬
َ ‫ُّرب ُه ْم‬ ُّْ ‫يُّأَش ٌَّرُّأ ُ ِر ْيدَُّبِ َم‬
ِ ‫نُّ ِف ْيُّاأل َ ْر‬ ْ ‫"وأ َ َّنََ اُّالَُّنَد ِْر‬
َ
"Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya
penjagaan itu) apakahkeburukan yang dikehendaki bagi orang
yang dibumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan
bagi mereka" (QS. Al-Jin :10)

Lafadz sebelum ُّ ‫أ ْم‬merupakan bentuk kalam yang berbeda


dengan bentuk kalam sesudahnya, karena Kalam yang
pertama itu berupa fi'il mabni majhul, sedangkan yang kedua
berupa Fi'il mabni ma'lum.
Kondisi yang menuntut seperti itu adalah menisbatkan semua
kebaikan kepada Allah SWT pada kalam yang kedua, dan
mecegah meninsbatkan keburukan kepada Allah pada kalam
yang pertama.
Pembahasan pada Ilmu Ma'ani teringkas dalam 6 bab yaitu :

BAB I
KHOBAR DAN INSYA'

Setiap kalam itu adakalanya berupa kalam Khobar dan


adakalanya berupa kalam Insya'.
Kalam Khobar adalah : Kalam yang sah (secara logika) untuk
dikatakan pada Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang yang
benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
ُّ‫سافَ َرُّزَ يْد‬
َ = Zaid telah bepergian.
ُّ‫يُّ ُم ِقيْم‬
ٌّ ‫ع ِل‬
َ ُّ= Ali itu orang yang bermukim
Si Pengucap tersebut bisa dikatakan Orang yang benar
perkataannya, jika memang perkataannya sesuai dengan
faktanya, dan bisa dikatakan Orang yang Dusta, jika memang
perkataannya tidak sesuai dengan faktanya.

Kalam Insya' adalah : Kalam yang tidak sah secara logika untuk
dikatakan pada Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang yang
benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
ُُّ‫سا ِف ْرُّ َيازَ ْيد‬
َ = Pergilah hai Zaid !
َ ‫ُّأَقِ ْمُّيَا‬
ُّ‫ع ِلي‬ = Tinggallah hai Ali !
Si Pengucap tersebut tidak bisa dikatakan sebagai Orang Jujur
atau Orang yang Dusta karena ia hanya memerintahkan pada
zaid atau ali.
Yang dimaksud dari Kebenaran Khobar adalah : Kesesuaian
Khobar pada Faktanya. Sedangkan Kedustaan khobar adalah :
tidak sesuainya Khobar pada Faktanya.
Pada Jumlahُّ‫ي ُّ ُم ِقيْم‬
ٌّ ‫ع ِل‬
َ , itu jika nisbat kalam yang dipahami
(tetapnya Sifat Muqim bagi Ali) dari jumlah itu sesuai dengan
kenyataannya maka dikatakan Khobar yang Benar, jika tidak
benar maka dikatakan Khobar yang dusta.

Pada masing-masing Jumlah itu memiliki dua rukun yaitu :


Mahkum Alaih, disebut juga sebagai Musnad Ilaih seperti Fa'il,
Na'ibul Fail, Mubtada' yang memiliki khobar.
Mahkum Bih, disebut juga sebagai Musnad seperti Fi'il, dan
Mubtada' yang cukup dengan fa'il yang dirofa'kan.

Kalam Khobar
Khobar itu adakalanya berupa Jumlah Fi'liyyah dan adakalanya
berupa Jumlah Ismiyyah.
Jumlah Fi'liyyah adalah : Jumlah yang difungsikan untuk
memberikan faidah suatu kejadian pada zaman tertentu serta
ringkas (tidak butuk Qorinah seperti : Sekarang, Kemarin, atau
besok).
dan terkadang berfaidah Istimror tajaddudy (Berlansung terus
menerus secara bertahap) disebabkan adanya indikasi
(qorinah) dengan syarat jika berupa Fi'il Mudhori' seperti
ucapan Thorif bin Tamim Al-Anbary yang menyifati dirinya
sendiri dengan seorang pemberani.
َ ‫أ َ َو ُكلَّ َم‬
َّ ‫اُّو َردَ ْتُّ ُع َكا ُظُّقَبِ ْيلَةُُُُّّّّبَعَث ُ ْواُّإِلَ َّيُّ َع ِر ْيفَ ُه ُّْمُّيَُّت َ َو‬
ُّ‫س ُم‬
"Apakah (orang Arab telah mendatangi pasar Ukadz),
bilamana suatu Qobilah dari mereka sampai dipasar Ukadz,
Maka mereka mengirimkan pemimpin mereka padaku untuk
meneliti satu persatu (apakah aku ikut bersama mereka atau
tidak?) ".
Jumlah Ismiyah adalah : Jumlah yang difungsikan hanya murni
menetapkan hukum musnad pada musnad ilaih. seperti :
ُّ‫ض ْيئَة‬ ِ ‫سُّ ُم‬ُ ‫ش ْم‬َّ ‫ = ال‬Matahari itu menerangi.
dan terkadang berfaidah Istimror (terus menerus) sebab
adanya indikasi (qorinah), jika khobarnya tidak berupa kalimah
fi'il. contoh :
ُّ‫ = ال ِع ْل ُمُّنَافِع‬Ilmu itu bermanfaat.
Secara asal, Khobar itu disampaikan dengan bertujuan :
1. Memberi faidah kepada Mukhotob tentang hukum yang
terkandung dalam jumlah itu. seperti dalam perkataan kita :
ُّ‫ض َرُّاأل َ ِمي ُْر‬َ ‫ = َح‬Pemimpin itu telah hadir.
karena kita bertujuan menyampaikan kepada Mukhotob
bahwa tetapnya kehadiran pemimpin itu telah terwujud dan
nyata sesuai faktanya.
2. Memberikan faidah bahwa Mutakallim itu mengetahui khobar
itu. contoh :
ُّ ِ ‫تُّأ َ ْم‬
‫س‬ َ ‫ض ْر‬ َ ‫تُّ َح‬َ ‫ = أ َ ْن‬engkau telah hadir kemarin.
Karena kehadirannya itu telah diketahui oleh Mutakallim
sendiri sebelum diberitahu.

Hukum yang dituju pada khobar disebut : Faidah Khobar.


Mutakallim yang mengetahui tentang khobar disebut Lazim
Faidah.

Macam-macam Khobar.
Sekiranya tujuan Mukhbir (orang yang menyampaikan berita)
itu memberi faidah pada Mukhotob, maka sebaiknya kalam itu
diringkas menurut kadar kebutuhan karena dikhawatirkan
adanya Al-Laghwu (Ucapan yang sia-sia).
Jika Mukhotob merupakan Kholi Dzihny (orang yang hatinya
sepi dari membenarkan atau mendustakan khobar/ belum
tahu sama sekali tentang khobar) dari hukum, maka khobar
disampaikan tanpa menggunakan taukid (kata
penguat).contoh :
ُّ‫ = أ َ ُخ ْو َكُّقَادِم‬Saudaramu (lk) datang.
Jika Mukhotob merupakan orang yang ragu-ragu serta
berusaha untuk mengetahui khobar, maka sebaiknya
menguatkan khobar. seperti :
َ ‫ = ِإ َّنُّأَخ‬Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
ُّ‫َاكُّقَادِم‬
Jika Mukhotob merupakan orang yang mengingkari khobar
(berkeyakinan sebaliknya), maka harus mendatangkan khobar
dengan satu penguat atau dua penguat atau lebih dengan
melihat tingkatan ingkarnya. seperti :
َ ‫ = إِ َّنُّأَخ‬Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
ُّ‫َاكُّقَادِم‬
َ ‫ = ِإ َّنُّأَخ‬Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar
ُّ‫َاكُّلَقَادِم‬
datang.
َ ‫ُّ ِإ َّنُّأَخ‬،‫هللا‬
ُّ‫َاكُّلَقَادِم‬ ِ ‫َو‬
Demi Allah, Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar
datang.

Dengan menisbatkan pada sepinya khobar dari taukid dan


adanya taukid pada khobar, maka Khobar terbagi menjadi tiga
macam seperti yang telah kamu ketahui.
Bentuk yang pertama (sepinya khobar dari taukid) disebut :
Ibtida'i.
Bentuk ke 2 (mendatangkan khobar dengan satu taukid)
disebut : Tholaby.
Bentuk ke 3 (kewajiban mendatangkan khobar dengan satu
taukid atau lebih) disebut : Inkary.
Lafadz Taukid (penguat) dengan menggunakan lafadz :

1. ُّ‫ُّأ َ َّن‬،‫ِإ َّن‬ = Sesungguhnya


2. ‫الَ ْمُّإ ْبتِدَا ُّْء‬ = Sungguh
3. Huruf Tanbih (Peringatan) seperti : ‫ُُّّأ َ َما‬،َ‫(أَال‬ingatlah).
4. Huruf Qosam (sumpah).
5. Huruf Zaidah (tambahan).seperti ba' zaidah.
6. Pengulangan lafadz (takrir).
7. ‫ =قَ ُّْد‬Sungguh, benar-benar.
8. ‫أ َ َّما‬ yang menjadi Syarat.

Dan termasuk juga :


a. Menggunakan Jumlah ismiyah, karena itu lebih kuat dari pada
jumlah Fi’liyyah.
b. Mendahulukan Fa’il maknawi contoh : ‫ر‬ َُّ ‫ض‬
َ ‫األميرُّح‬
ُ
c. َّ َ َ َّ
Lafadz ‫إن َما‬contoh : ُّ‫إن َماُّخا ِلدُّقائِم‬
d. Dhomir Fashol Contoh : ‫ه َوُّالقَائِ ُُّم‬ ُ ُّ‫زَ يْد‬
Kalam Insya'
Kalam Insya' itu adakalanya Tholaby atau Ghoiru Tholaby.
Insya' tholaby adalah : Kalam yang menuntut pada sesuatu
yang dituju yang belum didapatkan saat penuntutan.
Insya' Ghoiru Tholaby adalah : Kalam yang tidak menuntut
pada sesuatu yang dituju yang belum didapatkan saat
penuntutan.
Insya' Tholaby, terdapat 5 macam : Amar(perintah), Nahy
(larangan), Istifham (bertanya), Tamanni (berharap), Nida'
(kata seru).

Amar (Perintah).
yaitu : Menuntut suatu pekerjaan dengan ucapan tertentu
secara Isti'la' (merasa tinggi derajatnya).
amar memiliki 4 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu :
a. Fi'il Amar, Contoh =
ٍُّ‫ابُّ ِبقُ َّوة‬
َ َ ‫ = ُخذُِّال ِكت‬Ambilah Kitab itu (Taurot) dengan sungguh-
sungguh.(Surat Maryam : 12)
b. Fi'il Mudhori yang bersamaan dengan Lam amar, Contoh :
‫ِليُ ْن ِف ْقُّذُو‬
Hendaklah orang yang mampu itu menafkahkan menurut
kemampuannya . (Surat Ath-Tholaq : 7)
c. Isim Fi'il Amar, Contoh :
ُّْ َ‫علَىُّالفَال‬
‫ح‬ َ ُّ‫ي‬ َّ ‫ = َح‬marilah menuju kebahagiaan.
d. Isim Masdar yang menjadi pengganti dari Fi'il Amar, contoh :
ُِّ ‫س ْعيًاُّفِ ْيُّال َخي‬
‫ْر‬ َ = Sungguh berusahalah dalam melakukan
kebaikan

Dan terkadang Sighot Amar itu keluar dari arti aslinya menjadi
arti yang lain yang bisa dipahami dengan alur pembicaraan
(Siyaqul kalam) dan Indikasi keadaan. seperti :
a. Do'a, (yaitu : menuntut suatu pekerjaan dengan cara
merendah atau sopan, baik orang yang menuntut itu rendah
atau tinggi ataupun sama derajatnya) contoh :
َُّ َ ‫أ َ ْو ِز ْع ِن ْيُّأ َ ْنُّأ َ ْش ُك َرُّ ِن ْع َمت‬
‫ك‬ = mohon Berikan Ilham padaku
untuk mensyukuri nikmat-Mu (Surat An-Naml : 19) .
b. Iltimas (yaitu : menuntut suatu pekerjaan secara halus tanpa
adanya Isti’la’ atau merendahkan diri baik orang yang
memerintah itu lebih tinggi derajatnya, atau lebih rendah atau
sama). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
َُّ َ ‫ْط ِن ْيُّال ِكُّت‬
‫اب‬ ِ ‫ = أَع‬berikan padaku kitab itu.
c. Tamanni (yaitu : Perintah suatu perkara yang disenangi tanpa
adanya sifat toma'), contoh :
ُّ‫ُّم ْن َك‬
ِ ‫ص َبا ُح‬
ْ ‫ُّو َماُّاإل‬ ُ ‫ُُّالط ِو ْيلُُّأَالَُّا ْن َج ِل ْيُُُُّّّّ ِب‬
َ ٍ‫صبْح‬ ّ ‫أَالَُّأَي َهاُّاللَّ ْيل‬
ُِّ َ‫ِبأ َ ْمث‬
‫ل‬
Ingatlah, wahai Sang malam yang panjang!, tampakkanlah
dengan waktu shubuh, dan tiadalah kenampakan waktu
shubuh darimu itu lebih utama (disisiku).

d. Tahdid (Mengancam), contoh :


‫ = إِ ْع َملُ ْواُّ َماُّ ِشئت ُّْم‬Kerjakanlah sesuka hati kalian ! (Maka kalian
akan melihat balasannya dihadapan kalian ) . (Surat Fushilat :
40)

e. Ta'jiz (melemahkan), Contoh :


ُ ‫يَاُّلَبَ ْك ٍرُّأ َ ْنش ُِر ْواُّ ِل ْيُّ ُكلَ ْيبَاُُُُّّّّيَالَ َب ْك ٍرُّأَيْنَ ُّاَيْنَ ُّال ِف َر‬
ُّ‫ار‬
Wahai Bakar, hidupkanlah kembali Kulaib, Hai Bakar dimana?
dimana engkau akan lari?

f. Taswiyyah (menyamakan), Seperti Firman Allah :


ُّ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ُّ‫س َواء‬ ْ َ‫صبِ ُر ْواُّأ َ ْوُّالَُّت‬
َ ُّ‫صبِ ُر ْوا‬ ْ ِ‫صلَ ْوهَاُّإ‬
ْ ‫إ‬
Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya),
Bersabarlah kalian ataukah janganlah sabar kalian, sama saja
bagi kalian.
(Surat At-Thur : 16)

Karena terkadang disalah persepsikan bahwa sabar itu


bermanfaat, maka hal itu mendorong untuk menyamakan bagi
mereka antara sabar dan tidak dalam hal sama- sama tiada
bermanfaat.

Nahi (Larangan)
Adalah : tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan secara Isti'la'
(merasa tinggi derajatnya).
Nahi memiliki 1 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu : Fi'il
Mudhori' yang bersamaan dengan La nahi.

Seperti Firman Allah :


.‫صالَ ِح َها‬
ْ ‫ضُّ َب ْعدَُّإ‬
ِ ‫األر‬
ْ ُّ‫ي‬ُّْ ‫َوالَُّت ُ ْف ِسد ُْواُّ ِف‬
“Janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah
memperbaikinya” (Surat Al-A’rof : 56)

Dan terkadang Sighot Nahi itu keluar dari arti aslinya menjadi
arti yang lain yang bisa dipahami dari maqom/Keadaan dan
alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Do'a, (yaitu : tuntutan untuk meninggalkan suatu pekerjaan
dengan cara merendah atau sopan) contoh pada Firman
Allah :
‫يُّاأل َ ْعدَا َُّء‬ ْ ‫ = فَالَُّت ُ ْش ِم‬MohonJanganlah kau membuat
َ ِ‫تُّب‬
gembira para musuh dengan melihatku (Surat Al-A’rof : 150).

b. Iltimas (yaitu : Tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan tanpa


adanya Isti'la' atau merendahkan diri). seperti ucapanmu
terdapap teman sebayamu :
َُّ ‫تىُّأر ِج َعُّإلَي‬
‫ْك‬ ْ ِ ْ‫ = الَتَب َْرح‬Janganlah kau pindah
‫ُّم ْنُّ َم َكا ِن َكُّ َح‬
dari tempatmu, sampai aku kembali padamu.
c. Tamanni, contoh :
ْ َ‫فُّالَُّت‬
ُّ‫طلُ ْع‬ ُ ُُّ‫َياُّلَ ْيل‬
ُ ‫ط ْلُّ َياُّن َْو ُم‬
ُ ُّ‫ُّز ْلُُُُّّّّ َيا‬
ْ ِ‫ص ْب ُحُّق‬
Wahai Malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah,
wahai Waktu subuh berhentilah, janganlah kau nampak.
d. Tahdid (Mengancam), Seperti ucapanmu kepada pelayanmu :
ُّْ ‫ = الَُّت ُ ِط ْعُّأ َ ْم ِر‬Jangan kau patuhi perintahku !, (Maka akan
‫ي‬
kau rasakan akibatnya).
Istifham (Bertanya)
Adalah : Menuntut suatu informasi atau pengetahuan atas
terjadinya sesuatu dengan alat tertentu.
Alat untuk bertanya :
ّ ‫ُّأ‬،‫ُّ َك ْم‬،‫ُّأَنى‬،ُّ َ‫ُّأَيْن‬،‫ْف‬
ُّ‫ي‬ َ ‫ُّ َكي‬،ُّ َ‫ُّأَيَّان‬،‫ُّ َمتى‬،ُّ‫ُّ َم ْن‬،‫ُّ َما‬،‫ُّه َْل‬،‫الهمزة‬
Hamzah (‫)أ‬
Hamzah berfungsi untuk menuntut Tashowwur atau Tasdhiq.
Tashowwur adalah : mengetahui mufrod (sesuatu selain
terjadinya penisbatan atau tidak)
Seperti Ucapanmu :
ُّ‫سافِرُّأ َ ْمُّخَا ِلد‬َ ‫يُّ ُم‬ َ َ ‫ = أ‬Apakah Ali itu Orang yang pergi
ٌّ ‫ع ِل‬
ataukah Kholid ?.
dengan berkeyakinan bahwa bepergian itu dilakukan oleh
salah satu dari keduanya, tetapi engkau menuntut
kejelasannya, maka dari itu dijawab dengan menentukan salah
satunya, semisal dijawab : “Ali”.
Tasdhiq yaitu mengetahui bahwa penisbatan antara dua
perkara itu terjadi sesuai dengan fakta atau tidak.
Contoh :
ُّ‫ي‬ َ ُّ‫سافَ َر‬
ٌّ ‫ع ِل‬ َ َ ‫ = أ‬Apakah Ali telah pergi?.
engkau bertanya tentang terjadinya pekerjaan"bepergian"
atau tidak ? maka dijawab dengan : ya atau tidak.

Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashowwur itu Lafadz yang


bersanding dengan hamzah dan adanya kata pembanding
yang disebutkan setelah Am. Kata Am disini disebut : Am
Muttasil. maka kamu akan mengucapkan ketika bertanya
tentang Musnad ilaih : "
‫فُّ؟‬
ُ ‫س‬ َ ‫تُّفَ َع ْل‬
ُ ‫تُّ َهذَاُّأ َ ْمُّي ُْو‬ َ ‫أَأ َ ْن‬
= Apakah kamu telah mengerjakan ini ataukah Yusuf?.
dan bertanya tentang Musnad :
َ ‫ُّاألم ِرُّأ َ ْم‬
ُّ‫ُّرا ِغبُّفِ ْي ِه‬ ْ ‫ع ِن‬ َ ‫ُّرا ِغبُّأ َ ْن‬
َ ُّ‫ت‬ َ َ‫أ‬
= Apakah Kamu membenci perkara ini ataukah kamu
menyukainya?.
dan bertanya tentang Maf'ul bih :
‫صدُُّأ َ ْمُّخَا ِلدًاُّ؟‬ َ ‫أَُّإِي‬
ِ ‫َّايُّت َ ْق‬
= Apakah aku yang engkau tuju ataukah kholid ?.
dan bertanya tentang Hal :
‫ئتُّأ َ ْمُّ َما ِشيًاُّ؟‬
َ ‫ًاُّج‬ َ َ‫أ‬
ِ ‫ُّرا ِكب‬
=Apakah dengan berkendaraan engkau datang ataukah
dengan berjalan kaki?.
dan bertanya tentang Dhorof :
‫تُّأ َ ْمُّ َي ْو َمُّال ُج ْم َع ِةُّ؟‬
َ ‫أَُّيَ ْو َمُّالخ َِمي ِْسُّقَد ِْم‬
=Apakah pada hari kamis engkau datang ataukah pada hari
jum'at?.
dan begitu seterusnya.

dan terkadang tidak disebutkan kata pembandingnya. contoh :


َ ‫تُّفَعَ ْل‬
ُّ‫تُّ َكذَاُّ؟‬ َ ‫ = أَُّأ َ ْن‬Apakah Kamu telah melakukan ini?.
ُّ‫ُّاألم ِرُّ؟‬
ْ ‫ع ِن‬ َ ُّ‫ت‬ َ ‫ُّرا ِغبُّأ َ ْن‬
َ َ ‫ = أ‬Apakah Kamu benci perkara ini?.
‫صدُُّ؟‬ َ ‫ = أَُّ ِإي‬Apakah aku yang engkau tuju?.
ِ ‫َّايُّت َ ْق‬
‫ئتُّ؟‬َ ‫ًاُّج‬
ِ ‫ُّرا ِكب‬ َ َ ‫ = أ‬Apakah dengan berkendaraan kau datang?.
‫تُّ؟‬َ ‫ =أَُّ َي ْو َمُّالخ َِمي ِْسُّقَد ِْم‬Apakah pada hari kamis engkau
datang?.

Sedangkan Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashdiq adalah


Nisbat (keadaannya dalam aspek terjadinya sesuatu atau
tidak) serta tidak adanya Lafadz pembanding. maka apabila
Am terletak setelah Jumlah yang menunjukkan suatu nisbat,
maka am itu dikira-kirakan sebagai Am Munqoti' (terputus)
dan bermakna seperti Bal (bahkan).

ُّ‫ه َْل‬
berfungsi untuk menuntut Tasdhiq saja.
Contoh :
‫ص ِد ْيقُ َكُّ؟‬َ ُّ‫ = ه َْلُّ َجا َء‬Apakah temanmu telah datang?.
jawabnya adalah ya atau tidak.
maka dari itu tidak perlu menyebutkan Lafadz pembanding.
maka tidak boleh diucapkan :
‫عدُو َكُّ؟‬ َ ُّ‫ص ِد ْيقُ َكُّأ َ ْم‬
َ ُّ‫ = ه َْلُّ َجا َء‬Apakah temanmu telah datang
ataukah musuhmu?.
ُّْ ‫ه‬itu disebut Bashithoh, jika yang ditanyakan mengenai
‫َل‬
wujudnya sesuatu pada dzatnya. contoh :
‫ = ه َْلُّال َع ْنقَا ُءُّ َم ْو ُج ْودَةُّ؟‬Apakah burung Anqo' itu ada?.
dan disebut Murokkabah, jika yang ditanyakan mengenai
wujudnya sesuatu pada sesuatu yang lain. Contoh :
‫ُّوت ُ ْف ِر ُخُّ؟‬
َ ‫ْضُّال َع ْنقَا ُء‬
ُ ‫ =ه َْلُّتَ ِبي‬Apakah burung Anqo'itu bertelur
dan menetas ?

‫َما‬
berfungsi untuk menuntut penjelasan suatu nama.
Contoh :
‫ = َماُّال َع ْس َجد ُُّ؟‬Apa ‘asjad itu?. (Maka dijawab : itu adalah
emas)
‫ = َماُّالل َجي ُْنُّ؟‬Apa Lujain itu?. (Maka dijawab : itu adalah
perak)
atau berfungsi untuk menanyakan tentang hakikat suatu nama
benda. Contoh :
ُ ‫س‬
‫انُّ؟‬ َ ‫َماُّاإل ْن‬
= Apa hakikat Manusia itu? (dengan
menanyakan hakikat perorangan pada manusia, maka
dijawab : bahwa perorangan manusia tidak bisa bertambah
pada hakikatnya kecuali adanya hal-hal yang baru) .

atau berfungsi untuk menanyakan tentang keadaan(sifat)


perkara yang disebutkan beserta ma. seperti ucapanmu
kepada orang yang mendatangimu :
َ ‫َماُّأ َ ْن‬
‫تُّ؟‬ = Apa keperluanmu? (maka dijawab :”Aku
berziaroh atau aku utusan dari Kholid”.
‫َمن‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang orang-orang yang
berakal.
Contoh :
‫ص َرُّ؟‬ ِ ‫َم ْنُّفَت َ َح‬
ْ ‫ُّم‬ = Siapa Orang yang menahklukan
Mesir? (maka dijawab : Amr bin Ash pada zaman
pemerintahan Kholifah Umar bin Khotob).

‫َمتَى‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang waktu yang telah
lewat atau yang akan datang (atau yang terjadi sekarang).
Contoh :
ُّ‫ئت‬
َ ‫تىُّج‬
ِ ‫َم‬ = Kapan Engkau datang ? (maka dijawab :
Waktu sahur)
ُ ‫ = ََ َمتىُّتَذه‬Kapan kamu akan pergi?(maka dijawab :
‫َبُّ؟‬
sekarang atau besok).

َ َّ‫أَي‬
‫ان‬
berfungsi khusus untuk menuntut kejelasan masa yang akan
datang. dan Lafadz ‫ان‬ َ َّ‫أَي‬digunakan pada tujuan Tahwil
(memandang besar suatu perkara).
Seperti Firman Allah :
‫يَسْألُُّأَيَّانَ ُّيَ ْو ُمُّال ِقيَا َم ِةُّ؟‬ = Ia bertanya : kapankah Hari
kiamat itu ?.

‫ف‬
َ ‫كَي‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu keadaan.
Contoh :
َ ‫ْفُّأ َ ْن‬
‫تُّ؟‬ َ ‫ = َكي‬Bagaimana keadaanmu?.
‫أَي َن‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu tempat.
Contoh :
ُ ‫ = أَيْنَ ُّت َ ْذه‬ke mana engkau akan pergi?.
‫َبُّ؟‬

‫أَنى‬
berfungsi seperti Kaifa contoh :
‫ = أنىُّي ُْحيُِّهذهُّهللاُُّبَ ْعدَُّ َم ْو ِت َهاُّ؟‬Bagaimana Allah
menghidupakan negeri ini setelah matinya (Ahli Qoryah) ?.
(Surat Al-Baqoroh : 259).

berfungsi seperti Min Aina contoh (dalam Surat Ali Imron :


37) =
‫ = يَاُّمريمُّأَنىُّلَ ِكُّ َهذَاُّ؟‬Hai Maryam, Dari manakah makanan
ini?.

berfungsi seperti Mata contoh :


‫ُّزيَادَةُُّالنَّ ْي ِل؟‬
ِ ‫ون‬ُ ‫ =أنىُّت َ ُك‬Kapan bertambahnya sungai Nil?.
‫كَم‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu hitungan
yang samar.
Contoh :
‫َك ْمُّلَ ِبثت ْمُّ؟‬ = Berapa lama kalian berdiam diri?. (Surat Al-
kahfi :19)

‫أَي‬
berfungsi untuk menuntut perbedaan salah satu dari dua
perkara yang berkumpul dalam satu perkara yang mencakup
keduanya.
Contoh :
‫أَيُّالفَ ِر ْيقَي ِْنُّ َخيْرُّ َمقَا ًماُّ؟‬ = Manakah Dua kelompok (Kafir
dan Mu’min) yang lebih baik tempat tinggalnya ?. (Surat
Maryam : 73)

Berfungsi juga untuk menanyakan tentang waktu, tempat,


keadaan, hitungan orang yang berakal, dll dengan
memandang pada lafadz yang disandarkan.

Dan terkadang Lafadz-lafadz Istifham itu keluar dari arti


aslinya menjadi arti yang lain, yang bisa dipahami dari alur
pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Taswiyah (menyamakan), contoh :
‫علَ ْي ِه ْمُّأَأ ْنذَ ْرتَ ُه ْمُّأمُّ َل ْمُّت ُ ْنذ ِْرء ُه ُّْم‬
َ ُّ‫س َواء‬
َ = sama saja apakah
kamu memperingatkan mereka atau tidak ? (Surat Al-
Baqoroh :6) .
b. Nafi (Meniadakan). seperti:
ُ ‫س‬
ُّ‫ان‬ َ ‫ُّاإلح‬
ْ ‫ان ُّإال‬
ِ ‫س‬َ ‫ه َْل ُّ َجزَ ا ُء ُّاإلح‬
= Tiadalah Balasan untuk
berbuat kebaikan kecuali dengan berbuat kebaikan (Surat Ar-
Rohman : 60).
c. Ingkar (Mengingkari), contoh :
َ َ‫أ‬
ُ ‫غي َْرُّهللاُِّت َ ْد‬
‫ع ْونَ ُّ؟‬
Apakah pada selain Allah kalian menyembah ? (Surat Al-
An’am :40)
َ ‫ُّأَلَي‬
‫ْسُّهللاُُّبِ َكافٍ ُّ َع ْبدَهُُّ؟‬
Bukankah Allah itu mencukupi Hamba-Nya ? (Surat Az-
Zumar :36)

d. Amar (Perintah), contoh :


‫ = فَ َه ْلُّأَنتمُّ ُم ْنت َ ُه ْونَ ُّ؟‬maka Berhentilah !. (surat Al-Maidah :
91)
‫أَأ َ ْسلَ ْمت ْم؟‬ = maukah masuk islam ? !. (Surat Ali
Imron : 20)

e. Nahi (Larangan), Contoh :


‫أَت َ ْخش َْونه ْمُّفَاهللُُّأ َ َحقُّأ َ ْنُّتَ ْخش َْوهُُّ؟‬
= Apakah kalian takut pada mereka? Padahal Allah itu lebih
berhak kalian takuti. (Surat At-taubah : 13)
f. Tasywiq (Memotifasi), contoh :
‫بُّأ َ ِلي ٍْمُّ؟‬
ٍ ‫عذَا‬ ِ ‫ارةٍُّت ُ ْن ِج ْي ُك ْم‬
َ ُّ‫ُّم ْن‬ َ ُّ‫ه َْلُّأَد ُل ُك ْم‬
َ ‫علَىُّ ِت َج‬
= Apakah Aku tunjukkan pada perdagangan yang
menyelamatkan kalian dari siksa yang pedih ? (Surat Ash-
Shof : 10).
g. Ta'dhim (Mengagungkan), contoh :
ْ ‫َم ْنُّذَاُّالَّذ‬
‫ِيُّ َي ْشفَ ُعُّ ِع ْندَهُُّ ِإالَُّّ ِبإ ِ ْذ ِن ِهُّ؟‬ = Siapakah yang bisa
memberi syafa’at disisi Allah tanpa Idzin-Nya ? (Surat Al-
Baqoroh : 255)
h. Tahkir (Menghina), contoh :
ً ِ‫اُّالذيُّ َمدَ ْحتَهُُّ َكث‬
‫يراُّ؟‬ ْ َ‫أَُّ َهذ‬ = Apakah hanya pada orang ini
engkau sering memujinya ?.

Tamanni (Berharap)
Adalah : Menuntut sesuatu yang disukai yang tidak bisa
diharapkan terwujudnya karena merupakan hal yang mustahil
atau sulit terjadinya.
Contoh ucapan Penyair :
ُ ‫ابُّ َيعُ ْودُُّ َي ْو ًماُُُُّّّّفَا ُ ْخ ِب ُرهُُّ ِب َماُّفَ َع َلُّال َم ِشي‬
ُّ‫ْب‬ َ ‫أَالَُّلَي‬
َّ ‫ْتُّال‬
َ َ‫شب‬
Ingatlah, seandainya pada suatu hari masa muda itu kembali,
maka akan aku ceritakan padanya atas sesuatu yang telah
dilakukan oleh masa tua.
Dan seperti ucapan orang miskin :
ُّ‫َار‬ َ ‫ْتُّ ِل ْيُّأ َ ْل‬
ٍ ‫فُّ ِد ْين‬ َ ‫لَي‬
Seandainya aku mempunyai uang seribu dinar !

Dan jika Perkara tersebut bisa diharapkan terwujudnya, maka


mengandai-andai perkara tersebut disebut : Tarojji.
Contoh :
‫ِثُّ َب ْعدَُّذَ ِل َكُّأَ ْم ًرا‬
ُ ‫لَعَ َّلُّهللاُُّي ُْحد‬
Semoga Allah menjadikan setelahnya perkara lain (yang
menyenangkan).

Tamanni itu memiliki 4 alat :


Yang satu merupakan Kata Ashli yaitu :

1. َ ‫لَي‬
ُّ‫ْت‬
Sedangkan yang tiga adalah Kata tidak Ashli yaitu :

2. ُّ‫ه َْل‬, Contoh :

‫ش َفعَا َءُّفَيَ ْشفَعُ ْواُّلَنَا‬ ِ ‫فَ َه ْلُّلَن‬


ُ ُّ‫َاُّم ْن‬
Adakah bagi kami orang-orang yang menolong, sehingga
menolong kami. (S. Al-A’rof : 52).

3. ُّ‫لَ ْو‬, Contoh :

ِ َ‫فَلَ ْوُّأ َ َّنُّلَنَاُّ َك َّرةًُّفَ َن ُك ْون‬


ُّ‫ُّمنَ ُّال ُمؤْ ِمنِي َْن‬
Seandainya bagi kami bisa kembali ke dunia, maka kami akan
beriman. (Surat Al-Baqoroh : 167).

4. ُّ‫لَ َع َّل‬, Contoh ucapan penyair (Abbas bin Ahnaf) :

ُّ‫ُُّّلَعَ ِلّ ْيُّإِلَىُّ َم ْنُّقَدُّْه ََويْتُ ُّأ َ ِطي ُْر‬-ُُّ‫طاُّ َم ْنُّيُ ِعي ُْرُّ َجنَا َحه‬ َ ‫أَس ِْر‬
َ َ‫بُّالق‬
Wahai Segerombol burung Qotho’, Siapakah yang mau
meminjamkan sayapnya?, Seandainya aku bisa terbang
menuju orang yang aku cintai

Karena menggunakan adat ini dalam Tamanni, maka fi’il


mudhori’ yang jatuh setelahnya itu dinashobkan sebagai
jawabnya.

Nida’ (kata Seru)


Adalah : Menuntut menghadapnya mukhotob, dengan
menggunakan huruf yang mengganti kedudukan arti “aku
memanggil”
Adat yang digunakan ada 8 yaitu :
‫ُّوا‬،‫ا‬
َ َ‫ُّأي‬،ُّ‫ُّآي‬،‫ُّآ‬،
ْ ‫ُّأي‬،‫الهمزة‬
ْ
Hamzah (‫ )أ‬dan ُّ ‫ي‬
ْ ‫أ‬untuk panggilan jarak dekat, sedangkan
yang lainnya untuk panggilan jarak jauh. Dan terkadang
Panggilan jarak jauh diposisikan untuk panggilan jarak dekat,
maka memanggil dengan Hamzah (‫ )أ‬dan ُّ ‫ي‬ ْ ‫أ‬untuk
mengisarohkan bahwa karena sangat menginginkan kehadiran
mukhotob dihati Mutakallim, maka seolah-olah mukhotob
seperti orang yang hadir bersamanya, seperti ucapan Penyair

ُ ُّ‫ُّربْعٍُّقَ ْل ِب ْي‬
ُ ‫س َّك‬
ُُّّ‫ان‬ َ ‫اكُّتَيَقَّنُ ْواُُُُُّّّّّ ِبأَنَّ ُك ْمُّفِ ْي‬ ُ َ‫أ‬
ِ ‫س َّكانَ ُّنَ ْع َمانَ ُّاأل َ َر‬
Wahai Penduduk Na’man Arok (Lembah antara makkah dan
Thoif), percayalah kalian bahwa kalian itu berada pada
tempat hatiku.

BAB II
DZIKR (PENYEBUTAN KATA) DAN HADZFU (PEMBUANGAN
KATA)

Ketika diharapkan memberi faidah kepada Pendengar tentang


hukum yang terkandung pada suatu lafadz, maka Lafadz
manapun yang menunjukkan Arti, maka secara hukum asal
adalah dengan menyebutkan lafadz itu.
dan lafadz manapun yang sudah diketahui dalam kalam,
karena adanya petunjuk dari kalam lain pada lafadz tersebut
maka secara hukum asal adalah membuang lafadz itu.
Apabila bertentangan antara dua hukum asal diatas, maka
tidak diganti dari tuntutan salah satunya pada tuntuan yang
lain kecuali karena faktor penyebab.

Faktor Penyebab Penyebutan Lafadz :


1. Menambah kemantapan (menjadikan pengakuan bagi
mukhotob) dan penjelasan pada pemahaman pendengar,
Contoh :
َُّ ‫ُّوُّأُول ِئ‬
ُّ‫كُّ ُه ُمُّال ُم ْف ِل ُح ْو َن‬ َ ُّ‫أُولَ ِئ َك‬
ِ ‫علَىُّ ُهد‬
َ ‫ًىُّم ْن‬
َ ‫ُّر ِبّ ِه ْم‬
Mereka adalah orang yang mendapat petunjuk dari Tuhan
mereka dan Mereka adalah orang yang bahagia.

Penjelasan :
Pada ayat diatas disebutkan Isim Isyaroh yang kedua karena
adanya tujuan tersebut dengan memberi faidah tentang
keistimewaan mereka sebagai masing-masing dari
keberuntungan diakhirot, dan mendapat petunjuk didunia,
Seandainya tidak disebutkan maka akan menimbulkan
persepsi bahwa keistimewaan mereka itu secara kompleks.

2. Tasjil (memberi catatan hukum/ laporan) pada pendengar


hingga tidak dimungkinkan adanya pengingkaran. seperti
ketika hakim berkata kapada Saksi : "Apakah Zaid ini mengakui
bahwa ia mempunyai kewajiban begini ?" lalu saksi
menjawab :
َ ُّ‫ُّزَ يْدُّهذاُّأقَ َّرُّبأ َ َّن‬،ُّ‫نَ َع ْم‬
.‫ع َل ْي ِهُّ َكذَا‬
Ya, Zaid ini telah mengakui bahwa ia mempunyai kewajiban
begini.

Faktor Penyebab Pembuangan Lafadz :


1. Menyamarkan suatu perkara pada selain mukhootob,
Contoh :
َُّ‫أ َ ْقبَل‬ = Dia telah datang (dengan menghendaki Ali
misalnya).
Kalau seumpama disebutkan : ‫ي‬ َ ُّ ‫أ َ ْقبَ َل‬, maka orang yang
ُّّ ‫ع ِل‬
duduk disekitarnya (selain Mukhotob) akan mencari sehingga
jelas tidak ada tujuan menyamarkan.
2. Sempitnya kesempatan, disebabkan adakalanya karena
merasa susah atau bosan, Contoh :
َ ُّ‫ُّو ُح ْزن‬
ُّ‫ط ِو ْي ُل‬ َ ‫س ْهرُّدَائِم‬ َ ُّ ُ‫ْفُّأ َ ْنتَ ُّقُ ْلت‬
َ ُُُُُُُّّّّّّ‫عُِّل ْيل‬ َ ‫قَالَُّ ِل ْيُّ َكي‬
Dia berkata padaku : "Bagaimana kabarmu ? lalu aku
menjawab : "Sakit, selalu tidak tidur malam, dan susah terus"
membuang Musnad Ilaih yaitu : ‫(أَنَا‬saya), karena merasa susah.

Dan adakalanya karena takut kehilangan kesempatan, seperti


ucapan seorang pemburu ketika melihat Kijang :
ُّ‫ = غَزَ ال‬Kijang ! (ini Kijang).
Membuang Musnad Ilaih yaitu : ‫هذَا‬
َ (ini), karena khawatir
kehilangan buruan).
3. Menjadikan Umum serta meringkas, contoh :
ُّ‫الم‬
ِ ‫س‬ ُُّ ‫َوُّهللاُُّيَ ْد‬
َّ ‫عوُّ ِإلىُّدَ ِارُّال‬
Dan Allah mengajak menuju tempat keselamatan (pada
semua Hamba-Nya).
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ‫جميعُّعباده‬
َ (Semua hamba-Nya),
karena dengan Pembuangan tersebut itu menunjukkan
keumuman.

4. Memposisikan Fi'il Muta'adi sebagai Fi'il Lazim karena tidak


adanya hubungan tujuan dengan Ma'mul,
Contoh :
‫ونُّوُّال ِذيْنَ ُّالَُّيَ ْعلَ ُمونُّايُّالدين‬
َ ‫يُّال ِذيْنَ ُّيَ ْعلَ ُم‬
ْ ‫ه َْلُّيَ ْست َ ِو‬
“apakah sama orang yang mengetahui dan tidak mengetahui
(agama)”
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ُّ ‫( الدين‬Agama), lalu
pembuangan itu memposisikan fiilnya sebagai Fi'il lazim
dengan tujuan murni menetapkan fi’il pada fa’ilnya tanpa
memperhatikan keumuman atau kekhususan.

Dan dikategorikan sebagai pembuangan, dengan


menyandarkan fi'il pada na'ibul fa'il,
maka dikatakan : Fa'il dibuang dengan alasan karena takut
pada Fa'il (pelaku) Contoh :
ُّ‫قُتِلَُّقَتِيْل‬ = Korban itu telah dibunuh.
atau ada kekhawatiran buruk pada Fa'il (pelaku) nya, Contoh :
ُُّ ‫ُّاألمي‬
‫ْر‬ ِ ‫شتِ َم‬ ُ = Pemimpin itu telah dihina.
atau karena sudah mengetahui Fa'il (pelaku) nya Contoh :
‫ض ِع ْيفًا‬َ ُّ‫ان‬ ُ ‫س‬ َ ‫َو ُخلِقَ ُّاإل ْن‬ = Manusia itu dicipatakan dalam
keadaan lemah.
atau karena belum mengetahui Fa'il (pelaku) nya, Contoh :
ُُّ‫س ِرقَ ُّال َمت َاع‬ ُ = harta itu telah dicuri.
Atau untuk menjaga sajak contoh :
ُ‫تُّ ِسي َْرت ُ ُّه‬ ْ َ‫س ِري َْرتُهُُّ ُح ِمد‬ َ ُّ‫من‬
ْ ‫طا َب‬
َ ُّ‫ت‬ ْ = barang siapa yang baik hatinya,
maka akan dipuji perilakunya.
Atau menghormati pelaku, jika pekerjaannya itu hina, contoh :
ُُّ ‫ = ت َ َكلَّ َمُّبِ َماُّالَُّيَ ِلي‬Ia telah berbicara dengan kata yang tidak
‫ْق‬
pantas.
Atau menghina pelaku dengan menjaga lisan dari
menyebutkannya, contoh :
َُّ ‫قَدُّْقِ ْيلَُّ َماُّقِ ْي‬
‫ل‬ = Telah diucapkan sesuatu yang telah
diucapkan.
BAB III
TAQDIM (MENDAHULUKAN LAFADZ) DAN
TA'KHIR (MENGAKHIRKAN LAFADZ)

Seperti telah diketahui, bahwasanya tidaklah mungkin


mengucapkan kalam dengan sekali ucapan, tetapi haruslah
mendahulukan sebagian juz dan mengakhirkan sebagian juz
yang lain.
dan Sebagian juz itu tidaklah dikatakan lebih tepat untuk
didahulukan daripada yang lain, yang disebabkan adanya
kesamaan pada semua lafadz dengan memandang dari sisi
tingkatan I'tibar.
Maka wajib mendahulukan Lafadz karena adanya Faktor
penyebab taqdim. diantaranya adalah :
1. Menimbulkan rasa ingin tahu pendengar pada Lafadz yang
diakhirkan, jika Lafadz yang didahulukan menunjukkan sesuatu
yang langka. Contoh pada :
ُّ‫ي‬
ْ ‫ُّوُّهَا ِد‬ َ ُّ‫اُُُّّّسُّفَدَاعٍُّإلَى‬
َ ‫ضالَ ٍل‬ ُ َّ‫فُّالن‬ َ َ‫اختَل‬ َ ‫ُّأم ُرُّاإللَ ِه‬
ْ ‫ُّو‬ ْ َ‫َبان‬
ُّ ‫ج َما ٍُّد‬ ِ ‫تُّال َب ِريَّةُُّفِ ْي ِهُُُُّّّّ َح َي َوانُّ ُم ْستَحْ دَث‬
َ ُّ‫ُّم ْن‬ ْ ‫ار‬َ ‫ِيُّ َح‬ْ ‫والذ‬
Perkara Tuhan telah jelas, sedangkan manusia itu berbeda
pendapat. Maka ada yang mengajak pada kesesatan dan ada
orang yang mendapat petunjuk.
“Suatu makhluk yang menjadikan Manusia itu bingung
(berbeda pendapat apakah ia dibangkitkan pada hari kiamat
atau tidak?) itu termasuk hewan yang diciptakan dari sperma”

2. Mempercepat kabar bahagia atau kesusahan.


Contoh :
ُُّّ‫صدَ َرُّبِ ِهُّاأل َ ْم ُر‬ َ ُّ‫العَ ْف ُو‬
َ ُّ َ‫ع ْنك‬ = Pengampunan darimu itu
berujung pada perkara yang baik.
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan
itu khobar yang menyenangkan.
ِ َ‫اصُّ َح َك َمُّبِ ِهُّالق‬
ُّ‫اض ْي‬ ُ ‫ص‬َ ‫ال ِق‬ = Hukum Ekskusi itu telah
diputuskan oleh Bapak Hakim.
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan
itu khobar yang menyusahkan.
3. Lafad yang didahulukan merupakan perkara yang
menimbulkan pengingkaran atau rasa heran.
Contoh :
ُّ‫ف‬
ِ ‫َار‬
ِ ‫ُِّالزخ‬ ُ َُّ‫أَبَ ْعد‬
َّ ‫ط ْو ِلُّالتَجْ ِربَ ِةُّت َ ْن َخ ِدعُُّ ِب َه ِذه‬
Apakah setelah lamanya melakukan percobaan, engkau
merasa tertipu dengan perhiasan dunia ini.?
4. Mencetuskan Umumus Salbi (‫ )عمومُّالسلب‬atau Salbil Umum
(‫)سلبُّالعموم‬.
Umumus Salbi, adalah mejadikan secara umum dalam
meniadakan hukum pada masing-masing bagian lafadz yang
menjadi sasaran hukum.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Umum (lafadz yang
menunjukkan makna Umum) dari pada Adat Nafi (lafadz yang
menunjukkan peniadaan).
Seperti Sabda Nabi SAW ketika menjawab pertanyaan Dzul
Yadain " apakah Anda mengqoshor Sholat ataukah Anda lupa,
Hai Rosulullah" lalu Beliau SaW menjawab :
ُّ‫ُكلُّذلكُّلَ ْمُّ َي ُك ْن‬
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) itu tidak ada.
Artinya : Secara keseluruhan baik qoshor maupun Lupa (secara
bersamaan) itu tidak terjadi.

Umumus Salbi itu terjadi dengan tiga syarat :


a. Lafadz yang pertama bersamaan dengan adat umum.
b. Lafadz yang kedua bersamaan dengan adat nafi.
c. Lafadz yang pertama itu jika diakhirkan maka akan
menjadi fail.

Salbil Umum, adalah meniadakan hukum umum (keseluruhan)


dari beberapa bagian yang masih global yang tidak diperinci
dan tidak ditentukan apakah itu keseluruhan atau sebagian,
tetapi tetap mencakup pada dua perkara.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Nafi dari pada Adat
Umum.
Contoh :
‫لَ ْمُّيَ ُك ْنُّ ُكلُّذلك‬
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) tidak terjadi.
Keterangan : bisa dipersepsikan dengan tetapnya sebagian
dan ternafikan sebagian yang lain. atau bisa dipersepsikan
dengan meniadakan kesemua bagian .

5. Menspesifikkan (takhsis), Contoh :


Contoh :
ُُّّ ُ‫َماُّأَنَاُّقُ ْلت‬ = Aku tidak berkata.
ُُُّّ‫إِيَّاكَ ُّنَ ْعبُد‬ = Hanya kepada Engkau (Allah) kami
menyembah.

Untuk Taqdim dan Ta'khir, tidak disebutkan Faktor-faktor


khusus karena jika salah satu dari dua rukun jumlah itu
didahulukan maka yang satunya pasti menjadi akhir. karena
keduanya itu saling melengkapi.

BAB IV
QOSHOR
Qoshor adalah : Mengkhususkan suatu perkara dengan
perkara yang lain dengan menggunakan metode / cara
tertentu.
Qoshor terbagi menjadi 2 bagian : Qoshor Haqiqi dan Qoshor
Idhofy.
Qoshor hakiki
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan
memandang pada fakta dan hakikatnya, tidak memandang
pada keterkaitan dengan sesuatu yang lain. Contoh :
ُّ‫ي‬
ٌّ ‫ع ِل‬ َ ِ‫الَُّ َكات‬
َ ُّ‫بُّفِ ْيُّال َم ِد ْينَةُُِّّإال‬
= tidak ada Seorang Penulisspun di Madinah kecuali Ali.
Jika memang faktanya Di Madinah hanyalah Ali saja yang
menjadi seorang penulis.
Qoshor Idhofy
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan
memandang pada keterkaitan (hubungan) dengan sesuatu
yang lain . Contoh :
ُّ‫يُّإالُّقَائِم‬
ّ ‫ع ِل‬
َ ُّ‫ = َما‬tidalah ali kecuali orang yang berdiri.
artinya Ali itu Orang yang berdiri bukan duduk. Serta tidak ada
tujuan meniadakan semua sifat yang dimiliki Ali selain berdiri,
seperti membaca, menulis dll. tetapi tujuannya hanyalah
meniadakan sifat duduk saja.
Dari masing-masing qoshor Hakiki maupun Idhofi dengan
memandang pada fakta dan hakikatnya maka terbagi menjadi
2 macam yaitu : Qoshor Sifat ala Maushuf dan Qoshor
maushuf ala Sifat.
Qoshor Sifat Ala Maushuf
Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor hakiki
adalah : menghukumi bahwa Sifat itu hanya dimiliki oleh
maushuf dan tidak menjalar pada Semua maushuf yang lain.
Contoh :
ُّ‫ي‬
ّ ‫ع ِل‬
َ ُّ‫سُّإال‬ ِ َ‫الَُّف‬
َ ‫ار‬ = Tidak ada Penunggang kuda kecuali
Ali.
Jika memang secara faktanya Ahli penunggang kuda hanya
dimiliki Ali saja.

Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofy


adalah : menghukumi bahwa Sifat itu hanya dimiliki oleh
maushuf dan tidak menjalar pada maushuf lain ditentukan
baik satu orang atau lebih, walupun kenyataannya dimiliki
oleh maushuf lain yang tidak ditentukan.
Contoh :
Seperti Mukhotob meyakini bahwa Ahli Penunggang kuda di
Tuban adalah Ali, Ahmad, Karim, dan Abdulloh. Lalu
Mutakallim mengatakan :
ُّ‫ي‬
ّ ‫ع ِل‬
َ ُّ‫سُّإال‬ ِ َ‫الَُّف‬
َ ‫ار‬ = Tidak ada Ahli Penunggang
kuda kecuali Ali.
Sifat tersebut dikhususkan hanya kepada Ali, dan menafikan
Ahmad, karim dan Abdulloh. Walaupun dalam kenyataanya
Ahli Penunggang kuda juga dimiliki oleh orang lain Misalnya
Zaid.

Qoshor Maushuf Ala Shifat


Qoshor Maushuf ala Sifatjika dinisbatkan pada Qoshor Hakiqi
adalah : menghukumi bahwa Maushuf itu hanya Memiliki satu
sifat.
Contoh :
ُّ‫ = َماُّزَ يْدُّإالُّ َكاتِب‬Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penulis .
Hal ini Jika dikehendaki bahwa Zaid tidak memiliki Sifat yang
lain selain penulis.
Jika tidak begitu maka hal semacam ini mustahil terjadi karena
mutakalim kesulitan menemukan beberapa sifat, sehingga
memungkinkan ia menetapkan satu sifat, dan meniadakan
sifat lain secara keseluruhan.

Qoshor Maushuf ala Shifat jika dinisbatkan pada Qoshor


Idhofi adalah : menghukumi bahwa Maushuf hanya itu
memiliki sifat itu, dan tidak memiliki sifat lain atau beberapa
sifat yang ditentukan.
Contoh :
ُّ‫س ْول‬
ُ ‫ُّإالُّر‬
َ ‫َو َماُّ ُم َح َّمد‬ =Tiadalah Nabi Muhammad kecuali
Seorang Rosul.

Maushuf dikhususkan pada satu sifat, dan menafikan sifat lain


yang disangka oleh mukhotob
Hal ini Ketika Orang-orang meyakini bahwa Nabi Muhammad
memiliki 2 sifat yaitu : Sebagai Rosul dan Tidak mungkin wafat.
Lalu Diqoshor dengan ucapan Bahwa Beliau adalah hanya
Seorang Rosul. walaupun kenyataannya Sifat Kerosulan juga
dimiliki oleh selainnya seperti Nabi Nuh AS.
Dan sekiranya dengan pemahaman adanya pengqosoran
tersebut itu menunjukkan peniadaan sifat lain (tidak mungkin
wafat), maka berarti Kematian itu berhak bagi Beliau.

Macam-Macam Qoshor Idhofy


dengan memandang Keadaan Mukhotob, maka Qoshor Idhofy
terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Qoshor Ifrod
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang
menyangka bahwa satu Maushuf memiliki beberapa sifat atau
Satu sifat dimiliki oleh beberapa Maushuf.
Contoh Maushuf Ala Sifat : ketika mukhotob menyangka
bahwa Ahmad memiliki keahlian Penulis dan Penyair, lalu
mutakalim mengucapkan :
ُّ‫َماُّزَ يدُّإالُّشَا ِعر‬ = Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penyair.
Contoh Sifat Ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka
bahwa yang bepergian adalah Ahmad , Amin, dan Zaid. Lalu
mutakalim mengucapkan :
‫ي‬ َ ُّّ‫سافِرُّإال‬
ُّّ ‫ع ِل‬ َ ‫َماُّ ُم‬ = Tiada Orang yang bepergian kecuali
Ali.
2. Qoshor Qolab
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang
menyangka kebalikan dari hukum yang ditetapkan.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob menyangka
bahwa Penyair itu adalah Ahmad bukan Zaid,lalu mutakalim
mengucapkan :
ُّ‫َماُّزَ يدُّإالُّشَا ِعر‬ = Tiada Zaid kecuali Seorang Penyair
Contoh Sifat ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka
bahwa Zaid itu Bodoh bukan Orang Alim., lalu mutakalim
mengucapkan :
ُّ‫عا ِلمُُّّإالُّزَ يد‬ َ ُّ‫ = َما‬Tiada Orang Alim kecuali Zaid.
3. Qoshor Ta'yin
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang
menyangka salah satu perkara yang tidak ditentukan dari dua
perkara atau lebih.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob merasa ragu dan
menyangka bahwa Bumi itu memiliki dua sifat yaitu Bergerak
dan diam, tanpa menentukan salah satunya. Lalu Mutakalim
mengucapkan
ُّ‫سا ِكنَة‬ َ َُّ‫ضُّ ُمت َ َح ِ ّر َكةُّال‬
ُ ‫األر‬
ْ = Bumi itu bergerak bukan diam.

Contoh Maushuf ala Sifat : ketika Mukhotob merasa ragu


bahwa Penyair itu adalah Zaid ataukah Kholid, lalu diucapkan :
ُّ‫َماُّشَا ِعرُّإالُّّزَ يد‬ = Tiada Penyair kecuali Zaid.

Dalam Penggunaan Qoshor itu memiliki beberapa metode :


1. Menggunakan adat Nafi dan Istitsna'. Contoh :
ُّ‫إنُّهذاُّإالُّّ َملَكُّ َك ِريْم‬
ْ
= Tiada Orang Ini (Nabi Yusuf) kecuali Malaikat yang mulia.
2. Menggunakan lafadz ُّ‫ إنّما‬. Contoh :
َ ُّ‫ = إِنَّ َماُّالفَا ِه ُم‬HanyalahOrang yang faham itu Ali.
ٌُّّ ‫ع ِل‬
‫ي‬
3. Menggunakan huruf Athof : َُّ‫ُّال‬،ُّ‫ُّبَ ْل‬،ُّ‫لَ ِك ْن‬. Contoh :
ِ ‫أَنَاُّنَاثِرُّالَُّن‬
ُّ‫َاظم‬ = Saya itu Ahli kalam Natsar bukan Ahli
Nadhom.
4. Mendahulukan Lafadz yang asal haknya diakhirkan. Seperti
mendahulukan Maf'ul bih :
ُ ‫ِإيَّاكَ ُّنَ ْعبُ ُّد‬ = Hanya kepada Engkau (Allah) kami
menyembah.

BAB V
WASHOL DAN FASHOL

Washol adalah : Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain.


Sedangkan Fashol adalah Tidak Mengathofkan Jumlah pada
jumlah yang lain.
Pembahasan pada bab ini hanya terbatas pada penggunaan
athof dengan wawu, karena Athof dengan selain wawu itu
tidak terjadi keserupaan.
dari masing-masing Washol dan Fashol itu memiliki beberapa
tempat.

Tempat-Tempat yang harus di Washolkan dengan huruf


Athof Wawu.
Wajib menyambung (Washol) pada dua tempat yaitu :
1. Apabila ada dua jumlah yang sama dalam hall Jumlah Khobar
atau Jumlah Insya' dan diantara keduanya ada sisi persamaan
yang berkumpul artinya kesesuaian yang sempurna dan tidak
ada perkara yang mencegah dari Athof.
Contoh Kalam Khobar :
ُّ‫ارُّلَ ِف ْيُّ َج ِحي ٍْم‬
َ ‫إنُّالفُ َّج‬ َ ‫ارُّلَ ِف ْيُّنَ ِعي ٍْم‬
َّ ُّ‫ُّو‬ َ ‫إِ َّنُّاألب َْر‬
Sesungguhnya orang yang Suka berbuat kebajikan, niscaya
berada di Surga Na'im dan Orang yang suka berbuat kejelekan
niscaya berada di Neraka Jahim.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Khobar


secara lafadz dan makna. dan sisi persamaannya yang
berkumul adalah berlawanannya antara Orang baik dan orang
jelek yang keduanya menjdi Musnad Ilaih dan antara menetapi
Surga Na'im dan Neraka Jahim yang keduanya menjadi
Musnad.

Contoh Kalam Insya' :


ً ِ‫ُّو ْل َي ْب ُك ْواُّ َكث‬
‫يرا‬ ْ ‫فَ ْل َي‬
َ ً‫ض َح ُك ْواُّقَُِّل ْيال‬
Maka sebaiknya Manusia itu sedikit tertawa dan banyak
menangis.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Insya'


secara lafadz dan makna. dan sisi persamaannya yang
berkumul adalah kedua Dhomir jumlah tersebut menjadi
Musnad Ilaih dan antara Sifat menangis dan tertawa.

2. Jika meninggalkan Athof, maka akan menimbulkan persepsi


salah yang bertentangan dengan tujuannya.
Seperti Ucapanmu :
ُّ ُُّ‫شفَاه‬
ُ‫هللا‬ َ َ‫ال‬
َ ‫ُّو‬ = Tidak (Belum Sembuh), dan Semoga
Allah Menyembuhkannya.
sebagai jawaban kepada orang yang bertanya :"Apalkah Ali
Sudah Sembuh dari sakit?"
maka jika tidak diathofkan dengan wawu, maka akan
menimbulkan persepsi dengan mendo'akan jelek kepada Ali,
padahal tujuannya adalah mendoakan kebaikan.
Sehinga kalau tidak diathofkan menjadi :
ُ‫هللا‬ َ َُّ‫ال‬
ُّ ُُّ‫شفَاه‬ = Semoga Allah tidak
Menyembuhkannya.

Tempat-Tempat yang harus dipisah (Fashol).


Wajib memisah (Fashol) pada 5 tempat yaitu :
1. Apabila diantara dua jumlah ada sisi persamaan yang
sempurna artinya Jumlah Kedua menjadi Badal dari jumlah
pertama .
Contoh :
َ ‫أ َ َمدَّ ُك ْمُّبِ َماُّت َ ْع َملُ ْونَ ُّأ َ َمدّ ُك ْمُّبِأ َ ْنعَ ٍام‬
ُّ‫ُّوبَنِي َْن‬
Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang
kalian kerjakan, Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan
Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki. (Surat Asy-
Syuaro’ : 132).

Atau Jumlah kedua menjadi Bayan (Penjelas) pada Jumlah


pertama. Contoh:
ُّ‫ش َج َرةُِّال ُخ ْل ِد‬ َ ُّ َ‫ُّقَالَُّيَاآدَ ُمُّه َْلُّأَدُلك‬،‫ان‬
َ ُّ‫علَى‬ ُ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫سُّ ِإلَ ْي ِهُّال‬
َ ‫فَ َوس َْو‬
Maka Syaitan telah menggodanya (Nabi Adam), Ia
mengatakan :"Hai Adam ! Apakah mau aku tunjukkan
padamu Pohon kekekalan". (Surat Toha : 120)

Atau Jumlah kedua menjadi Taukid (Penguat) pada Jumlah


pertama. Contoh:
ُ ‫فَ َم ِ ّه ِلُّال َكافِ ِريْنَ ُّأ َ ْم ِه ْل ُم ْم‬
‫ُّر َو ْيدًا‬
"maka biarkanlah orang-orang kafir, biarkanlah mereka
sebentar” (Surat Ath-Thoriq : 17).
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah
tersebut ada Kamal ittishol (Kesempurnaan dalam
kesinambungan).

2. Jika diantara dua Jumlah terdapat Perbedaan yang sempurna


dalam ma'na artinya berbeda dalam hal berupa kalam khobar
maupun kalam Insya'.
Seperti Ucapan Penyair :
ُّ‫ُّمنَ ُّال َخ َب ِر‬
ِ ‫ُّوجْ ِه ِهُّشَاهِد‬ َ َُّ‫الَُّتَسْأ َ ِلُّال َم ْرا‬
َ ‫ع ْنُّ َخالَ ِئ ِق ِهُُّّ ِف ْي‬
Jangan kau Tanya Seseorang tentang perilakunya.
Didalam wajahnya terdapat Bukti adanya berita .

Seperti Ucapan Penyair lain :


ُّ‫يُّبِ ِم ْقدَ ِار‬
ْ ‫ئُّيَجْ ِر‬ ْ ‫فُّ ُك ِّل‬
ٍ ‫ُّام ِر‬ ُ ‫َُّرائِدُ ُه ْمُّأ َ ْر‬
ُ ْ‫س ْواُّنُزَ ا ِولُ َهاُُُُُّّّّّفَ َحت‬ َ ‫َوقَال‬
Pemimpin Mereka mengatakan : Bermukimlah (ditempat ini),
maka kami akan mengupayakan urusan perang. Kematian
seseorang itu berjalan sesuai Takdirnya ".

Atau Diantara kedua jumlah tidak ada kesesuaian dalam ma'na.


Contoh:
َ ُّ‫ُّال َح َما ُم‬،ُّ‫يُّ َكاتِب‬
ُّ‫طائِر‬ ٌّ ‫ع ِل‬
َ = "Ali itu seorang Penulis. Burung dara
itu terbang"

Pada contoh tersebut tidak ada kesesuaian makna antara :


menulisnya Ali dan terbangnya burung dara.

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah


tersebut ada Kamal Inqitho' ().

3. Jika diantara Jumlah yang kedua menjadi sebuah jawaban


yang timbul dari jumlah pertama.
Seperti Firman Allah SWT :
َ ‫سُّأل َ َّم‬
ُّ‫ارةُّبِالس ْو ِء‬ َ ‫ُّإنُّالنَّ ْف‬،ُّ
َّ ‫ِي‬ ْ ‫َو َماُّأُبَ ِ ّرئُُّنَ ْفس‬
Dan Aku tidak membebaskan Nafsuku.
Sesungguhnya Nafsu itu banyak memerintah kepada kejelekan
( Surat Yusuf : 53) .

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah


tersebut ada Syibhu Kamal Inqitho' ().

4. Jika ada jumlah yang didahului dua jumlah yang sah untuk
diathofkan pada salah satu dari dua jumlah itu karena adanya
kecocokan, dan tidak sah diathofkan pada jumlah yang
satunya.
Seperti Ucapan Penyair:
َّ ‫س ْل َُّمىُّأَنَّنِ ْيُّأَبْغُِّ ِب َهاُُُُّّّّبَدَالًُّأ ُ َراهَاُّفِ ْيُّال‬
ُّ‫ضالَ ِلُّت َ ِه ْي ُم‬ ُ َ ‫َوت‬
َ ُّ‫ظن‬
Dan Salma menyangka bahwa aku mencari penggantinya.
Saya menyangka bahwa Ia sedang bingung dalam kesesatan.

pada Jumlah ‫أ ُ َراهَا‬sah diathofkan pada jumlah :ُّ‫ظن‬ ُ َ ‫ت‬, tetapi ini
tercegah untuk diathofkan karena khawatir menimbulkan
kesalah pahaman bahwa lafadz ‫ أ ُ َراهَا‬diathofkan pada jumlah
َّ ‫أ ُ َراهَاُّفِ ْي ُّال‬
‫ أَبْغِ ُّبِ َها‬sehingga diartikan Jumlah ketiga ‫ضالَ ِل ُّت َ ِه ْي ُُّم‬
merupakan isi dari Persangkaan Salma .

Kesalahpahaman yang timbul jika diathofkan : Dan Salma


menyangka bahwa : " aku mencari penggantinya dan Saya
menyangkanya bahwa Ia sedang bingung dalam kesesatan".

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah


tersebut ada Syibhu Kamal Inqitho' ().
5. Jika tidak ada tujuan menyamakan dua jumlah dalam satu
hukum karena adanya faktor pencegah.
Seperti Firman Allah :
ُُّ‫ُّهللا‬. َ‫ُّقَالُ ْواُّإِ َّنُّ َمعَ ُك ْمُّإنَّ َماُّنَحْ ُنُّ ُم ْست َ ْه ِزئ ُ ْون‬،ُّ‫اط ْينِ ِه ْم‬ َ ُّ‫َوُّإِذَاُّ َخلَ ْواُّإِلَى‬
ِ َ‫شي‬
ُّ‫يَ ْست َ ْه ِزئُُّبِ ِه ْم‬
Dan ketika Mereka (Orang Munafiq) kembali pada Pemimipin
mereka, mereka mengatakan Sesunggugnya kami orang yang
menertawakan. Allah menertawakan mereka" (Surat Al-
Baqoroh :14-15)

pada Jumlah ‫ست َ ْه ِزئُُّبِ ِه ُّْم‬ ْ َ‫ هللاُُّي‬tidak sah diathofkan pada jumlah :
‫ ِإ َّنُّ َم َع ُك ُّْم‬, karena akan memberikan statement bahwa lafadz ُُّ‫هللا‬
‫ َي ْست َ ْه ِزئُُّ ِب ِه ُّْم‬merupakan isi dari ucapan mereka.
dan juga tidak sah diathofkan pada jumlah ‫ قَالُ ْوا‬karena
memberikan pemahaman bahwa Penghinaan Allah kepada
orang Munafiq hanya terbatas ketika mereka kembali pada
Pemimipin mereka saja.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah
tersebut ada Tawashuth baina Kamalaini ().

BAB VI
IJAZ, ITHNAB, DAN MUSAWAH

Sesuatu yang terbesit dalam hati dari suatu tujuan,


maka memungkinkan untuk diungkapkan dengan tiga cara :
1. Musawah
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan
suatu ungkapan yang sama, artinya ungkapan tersebut
menurut batas kebiasaan manusia pada umumnya, yang
mereka itu tidak sampai pada tingkatan Sastrawan dan tidak
pada tingkatan Orang yang lemah dalam penyampaian.
Contoh :
ْ ‫ض ْونَ ُّفِ ْيُّآيَا ِتنَاُّفَأَع ِْر‬
ُّ‫ضُّ َع ْن ُه ْم‬ َ َ ‫اُّرأ‬
ُ ‫يتُّال ِذيْنَ ُّيَ ُخ ْو‬ َ َ‫َوإذ‬
Dan ketika Engkau melihat Orang yang mendalami (S. Al-
An’am : 68)

2. Ijaz
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan
suatu ungkapan yang kurang, serta ungkapan itu sudah
menepati pada tujuan.
Contoh :
ِ ‫إِنَّ َماُّاأل َ ْع َمالُُّبِال ِنّيَّا‬
ُّ‫ت‬
Sesungguhnya Pekerjaan itu hanya sah dengan adanya niat.
dan :
ُّ‫ُّو َم ْن ِز ِل‬
َ ‫ب‬ ٍ ‫ُّم ْنُّ ِذ ْك َرىُّ َحبِ ْي‬
ِ ‫قِفَاُّنَب ِْك‬
"Sungguh Berhentilah ! kami menangis karena ingat sang
kekasih dan rumahnya"
Apabila tidak mencapai pada Tujuan, maka dikatakan sebagai
Ihlal. seperti ucapan Penyair :
‫اشُّ َكدَّا‬
َ ‫ع‬ ِ ‫ُّظالَُُُُّّّّ ِلُّالن ْو ِك‬
َ ُّ‫ُّم َّم ْن‬ ِ ‫ْشُّ َخيْرُّ ِف ْي‬
ُ ‫َوالعَي‬
"Kehidupan didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari
pada
kehidupan susah "
yang dikehendaki Penyair adalah :
ِ ‫ُّظالَ ِلُّالن ْو ِكُّ َخيْر‬
ُّ‫ُّمنَ ُّال َع ْيثُِّالشاقُّفِ ْي‬ ِ ‫ْشُّالرغدَُّفِ ْي‬ ّ
َ ‫أنُّال َعي‬
ُِّ ‫ضالَ ِلُّالعَ ْق‬
‫ل‬ ِ
"Kehidupan yang Sejahtera didalam naungan kebodohan itu
lebih baik dari pada kehidupan susah dalam naungan akal "

Bait diatas dikatakan tidak mencapai tujuan yang dikehendaki,


karena Kata )‫"(الرغد‬Sejahtera" pada Bagian pertama bait dan
ِ ‫ُّضالَ ِلُّال َع ْق‬
kata )‫ل‬ ِ ‫"(فِ ْي‬dalam naungan Akal" pada bagian
kedua bait tidak bisa diketahui dari kalam.

3. Ithnab.
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan
suatu ungkapan yang panjang, serta adanya faidah.
Contoh :
‫ش ْيبًا‬ ُ ْ‫ُّالرأ‬
َ ُّ‫س‬ َّ ‫ُّوا ْشت َ َع َل‬
َ ‫ُّم ِنّ ْي‬ ْ َ‫َربّ ُِّإِ ِنّيُّ َوهَنَ ُّالع‬
ِ ‫ظ ُم‬
Wahai Tuhanku, sesungguhnya Aku telah Lemah tulangku,
dan telah penuh ubanku.
artinya : Saya sudah tua.
Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat
faidah, serta Ziyadah itu tidak menjadi kebutuhan dalam
tujuan, maka dikatakan sebagai Tathwil.
Seperti ucapan Ady bin Zaid Al-Ubbady mengatakan kepada
Nu'man bin Mundir sambil mengingatkan Musibah yang
terjadi pada Judzaimah Al-Abrosy dan Zaba':
َ ‫ُُُّّّوألفَىُّقَ ْولَ َهاُّ َك ِذب‬
‫ًاُّو َم ْينًا‬ ْ َ‫َوقَدَّد‬
َ ‫تُّاأل ِدي َْمُّ ِل َرا ِه ْي ِش ِه‬
Dan Dia (Zaba') telah memotong kulit pada urat nadinya
(Judzaimah), dan Dia (Judzaimah) mendapatkan Ucapannya
(zaba') itu Dusta dan Bohong
lafadz ُُّّ‫َك ِذبًا‬ dan ‫َ َم ْينًا‬
َ memiliki arti yang sama, maka
menggunakan salahsatunya sudah cukup. dan tambahan kata
tersebut juga tidak dibutuhkan karena tujuannya sudah sah
dengan menggunakan salah satunya . maka adanya
penambahan lafadz tersebut dikatakan sebagai Tathwil
yangtanpa faidah.

Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat


faidah, tetapi Ziyadah itu menjadi ketentuan, maka dikatakan
sebagai Hasywu.
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada
Perdamaian yang terjadi antara Qois dan Dzibyan :
َ ُّ‫ع ْنُّ ِع ْل ِمُّ َماُّفِ ْي‬
ٍُّ‫غد‬ َ ُّ‫ُُُُُّّّّولَ ِكُّنَّ ِن ْي‬
َ ‫األم ِسُّقَ ْبلَه‬
ْ ‫ُّو‬َ ‫َوأ َ ْعلَ ُمُّ ِع ْل َمُّاليَ ْو ِم‬
ُّْ ‫ع ِم‬
‫ي‬ َ
Dan Saya mengetahui seperti pengetahuan hari ini dan
kemarin, sebelum hari ini,
dan Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"

lafadz ُُُّّ‫ قَ ْبلَه‬menunjukkan arti yang sama dengan =‫س‬


ُّ ِ ‫األم‬
ْ
( kemarin), dan tambahan itu nyata sebagai tambahan karena
tidak sah mengathofkannya pada lafadz ‫ اليَ ْو ُِّم‬.

Faktor penyebab adanya Ijaz adalah :


1. Mempermudah hafalan.
2. Mempercepat pemahaman.
3. Terbatasnya tempat.
4. Menyamarkan
5. merasa bosan mengucapkan.
Faktor penyebab Ithnab adalah :
1. Memantapkan tujuan atau makna.
2. Menjelaskan perkara yang dikehendaki.
3. Menguatkan.
4. Menolak salah persepsi.

KLASIFIKASI IJAZ
Ijaz itu adakalanya dengan Ibarot yang ringkas tapi
mengandung arti yang luas, dan ini merupakan Sasaran Ahli
Sastra (Balaghoh) dan dengan inilah tingkatan kemampuan
mereka menjadi terpaut.
Ijaz ini disebut : Ijaz Qoshor.
Contoh :
ُّ‫اصُّح َياة‬
ِ ‫ص‬َ ‫َولَ ُك ْمُّفِ ْيُّال ِق‬
"Dan bagi kalian dalam Qishos ada Kehidupan" (S. Al-
Baqoroh :179).

dan adakalanya membuang satu kalimat atau satu jumlah atau


lebih serta adanya qorinah yang menunjukkan lafadz yang
terbuang.
Ijaz ini disebut : Ijaz Hadzfu.
Contoh membuang satu kalimah la (َُّ‫)ال‬:
ُّ‫صا ِل ْي‬ َ ‫ُّرأْ ِس ْيُّلَدَي ِْك‬
َ ‫ُّوأ َ ْو‬ َ ‫فَقُ ْلتُ ُّيَ ِميْنَ ُّهللاُِّأَب َْر ُحُّقَا ِعد‬
َّ َ‫ًاُُُُّّّّولَ ْوُّق‬
َ ‫طعُ ْو‬
Maka saya mengatakan : "Demi Allah, Saya akan senantiasa
duduk, walaupun mereka memotong-motong kepalaku dan
sendi-sendiku dihadapanmu"

Contoh membuang satu Jumlah :

‫ُّأيُّفتأسُّواصبر‬
ّ ‫ُّم ْنُّقَ ْب ِل َك‬
ِ ‫سل‬ُ ‫ُّر‬
ُ ‫ت‬ ْ ‫َو ِإ ْنُّيُ َك ِذّب ُُّْو َكُّفَقَدُّْ ُك ِذّ َب‬
Dan ketika mereka mendustakanmu, maka sungguh Para
Rosul sebelum kamu juga didustakan (Maka ta'atlah dan
sabarlah)"

Contoh membuang lebih dari satu jumlah.


"‫صدِّي ُق‬
ّ ِ ‫فُّأي َهاُّال‬ ُ ‫ُّي ُْو‬.ُّ‫فَأ َ ْر ِسلُ ْو ِن‬
ُ ‫س‬
Maka Utuslah aku (kepadanya). Yusuf, hai orang yang amat
dipercaya" (S. Yusuf : 45 – 46)
Pada ayat tersebut membuang Jumlah :
َ ُ‫فُّأل ْست َ ْع ِب َرهُُّالرؤْ َياُّفَ َف َعلُ ْواُّفَأتَاه‬
ُُّ‫ُّوقَا َلُّلَه‬ ُ ‫أر ِسلُ ْو ِن ْيُّإلَىُّي ُْو‬
َ ‫س‬ ْ
ُُّ ‫س‬
‫ف‬ ُ ‫ي ُْو‬
Utuslah aku kepada Yusuf, supaya aku meminta ta’bir mimpi
itu. Lalu mereka mengerjakannya, lalu pelayan itu
mendatanginya dan berkata : “Hai Yusuf”
KLASIFIKASI ITHNAB
Ith nab itu bisa terjadi dengan beberapa perkara yaitu :
1. Menyebutkan Lafadz khusus setelah lafadz umum.
Contoh :
َ ‫إجْ ت َ ِهد ُْواُّفِ ْيُّد ُُر ْو ِس ُك ْم‬
ُّ.‫ُّواللغَ ِةُّال َع َر ِبيَّ ِة‬
Bersungguh-sungguhlah pada pelajaran kalian dan bahasa
arab.
Faidahnya : Mengingatkan atas keutamaan lafadz khusus itu,
seolah-olah karena keutamaannya ia seperti jenis yang
berbeda pada lafadz sebelumnya.

2. Menyebutkan lafadz Umum setelah lafadz khusus.


Contoh :
ُّ‫ت‬ َ َ‫اُّو ِل ْل ُم ْو ِمنِيْن‬
ِ ‫ُّوال ُم ْو ِمنَا‬ َ ِ‫ُّو ِل َم ْنُّدَ َخلَُّبَ ْيت‬
َ ً‫يُّ ُم ْو ِمن‬ َ ‫ي‬ َ ‫َربّ ُِّا ْغ ِف ْر ِل ْي‬
َّ َ‫ُّو ِل َوا ِلد‬
Wahai tuhanku, ampunilah aku, kedua orang tuaku, orang
yang masuk rumahku dengan beriman, dan orang-orang
mukmin laki-laki dan perempuan. (S. Nuh : 28)

3. Menjelaskan setelah menyamarkan.


Contoh :
َ ‫ُّأ َ َمدَّ ُك ْمُّ ِب َماُّتَ ْع َملُ ْونَ ُّأ َ َمدّ ُك ْمُّ ِبأ َ ْن َع ٍام‬.‫أ‬
ُّ‫ُّو َب ِني َْن‬
Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang
kalian kerjakan, Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan
Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki. (Surat Asy-
Syuaro’ : 132).

4. Mengulangi lafadz karena adanya tujuan, seperti panjangnya


pemisah.
Contoh Ucapan Penyair :
ُّ‫ىُّمثْ ِلُّ َهذَاُّ ِإنَّهُُّلَ َك ِريْم‬
ِ َ‫عل‬ ْ ‫ُّام َرأًُّدَا َم‬
َ ُّ‫تُّ َم َوا ِث ُق‬
َ ُُُِّّّ‫ع ْه ِده‬ ْ ‫َوُّ ِإ َّن‬
Sesungguhnya seseorang yang jaminan perjanjiannya itu tetap
seperti ini, maka sesungguhnya ia orang yang mulia”
َّ ِ‫إ‬diulang diawal dan diakhir bait,
Pada bait tersebut lafadz ُّ ‫ن‬
supaya kalam tidak kelihatan terputus.
5. I'tirodh (yaitu : Menyisipkan lafadz antara bagian-bagian satu
jumlah atau antara dua jumlah yang masih berkaitan ma’na,
dikarenakan adanya sebuah tujuan).
Contoh Ucapan Penyair (A’uf bin Mahlam Asy-Syaibany yang
mengadukan kelemahannya):
ِ ‫س ْم ِع ْيُّ ِإلَىُّت ُ ْر ُج َم‬
ُّ‫ان‬ ْ ‫ِإ َّنُّالث َّ َمانِيْنَ ُّ َوب ُِلّ ْغتَ َهاُّقَدُُُّّّْأ َ ْح َو َج‬
َ ُّ‫ت‬
Sesungguhnya 80 tahun usiaku, dan engkau telah berusia
segitu pendengaranku membutuhkan orang yang
menjelaskan”.
Lafadz ‫ َوب ُِلّ ْغت َ َها‬dikatakan Jumlah I’tirodhiyyah.
6. Tadzyil (Mengiringi suatu jumlah dengan jumlah yang lain
yang mengandung pada ma’nanya dengan tujuan
menguatkannya.
Tadzyil itu adakalanya berlaku seperti periahasa, karena
berbedanya makna dan tidak membutuhkan pada kalam
sebelumnya.
Contoh Firman Allah :
‫اط َلُّ َكانَ ُّزَ ُه ْوقًا‬ َّ ‫اطل‬
ِ َ‫ُّإنُّالب‬،ُُّ َ ‫قُ ْلُّ َجا َءُّال َحق‬
ِ َ‫ُّوزَ هَقَ ُّالب‬
Katakanlah (Hai Muhammad) telah datang perkara hak
(Islam), dan telah hancur perkara bathil (kekufuran), dan
sesungguhnya kebathilan itu pasti akan binasa (S. An-Nahl :
57).
adakalanya tidak berlaku seperti periahasa, karena
membutuhkan pada kalam sebelumnya.
Contoh Firman Allah :
ُّ‫يُّإالَُّّال َكفُ ْو َر‬ َ ‫ذَ ِل َكُّ َجزَ ْينَا ُه ْمُّ ِب َماُّ َكفَ ُر ْو‬
ِ ‫اُّوه َْلُّنُ َج‬
ْ ‫از‬
Itu (banjir bandang) kami balas mereka atas sesuatu yang
telah mereka kufuri. Dan kami tidak membalas (siksa) kecuali
pada kekufuran.
(Surat As-Saba’ : 17)
7. Ihtiros yaitu : mendatangkan pada kalam yang memberi
persepsi berbeda dari tujuan, dengan kalam lain yang menolak
keslah pahaman itu.
Contoh Ucapan Penyair (Torfah bin Abd) :
ُّ‫ُّو ِد ْي َمةُّتَ ْه ِم ْي‬
َ ِ‫ُّالربِيْع‬
َّ ‫ب‬ َ ُُُّّّ‫ار َكُّ َغي َْرُّ ُم ْف ِس ِدهَا‬
ُ ‫ص ْو‬ َ َ‫سقَىُّ ِدي‬
َ َ‫ف‬
Hujan pada musim semi menyirami rumahmu tanpa
merusakkan dan Hujan terus menerus itu membanjiri.

ِ ‫غي َْرُّ ُم ْف‬


Jika tidak disebutkan lafadz ‫س ِدهَا‬ َ maka secara muthlaq
akan dipahami lebih umum atau mendo’akan kejelekan
dengan robohnya rumah, lalu didatangkanlah lafadz tersebut
untuk menolak pehaman yang salah.

ILMU BAYAN

Definisi
Ilmu Bayan adalah : Ilmu yang membahas tentang Tasybih
(penyerupaan), Majaz, dan kinayah (konotasi).

TASYBIH

Adalah : Menyerupakan suatu perkara dengan perkara


yang lain dalam satu sifat dengan menggunakan alat
penyerupaan, karena adanya suatu tujuan.
Perkara yang pertama (Kata yang diserupakan) disebut
Musyabbah, sedangkan perkara yang kedua (Kata yang
digunakan untuk menyerupakan) disebut Musyabbah bih, Sifat
disebut Wajah Syabah (Sisi Persamaan), dan Alat penyerupaan
itu berupa huruf Kaf dan lain-lain.
Contoh :
ِ ‫" =ال ِعل ُمُّ َك‬Ilmu itu seperti Cahaya dalam
‫النورُّفِ ْيُّال ِهدَا َي ُِّة‬
memberi petunjuk"
‫ = العل ُُّم‬Musyabbah ُِّ
‫النور‬ = Musyabbah Bih,
ُّ‫فِ ْيُّال ِهدَا َي ِة‬
= Wajah Syabah ‫ = كاف‬Adat Tasybih
Dalam Tasybih (Penyerupaan) itu berhubungan dengan tiga
pembahasan yaitu :

1. Rukun tasybih.
2. Pembagian tasybih.
3. Tujuan dari Tasybih.

Pembahasan pertama
RUKUN TASYBIH
Rukun Tasybih ada 4 yaitu :
1. Musyabbah (Lafadz yang diserupakan dengan perkara lain)
2. Musyabbah bih (Lafadz yang digunakan untuk
menyerupakan)
keduanya disebut dua sisi tasybih,
3. Wajah syabah (Sisi Persamaan).
4. Adat Tasybih.

Keterangan :
Wajah Syabah adalah : Sifat tertentu yang digunakan untuk
menyamakan antara Musyabbah dan Musyabbah bih. Seperti
Hidayah (Memberi petunjuk) merupakan sifat yang terdapat
dalam ilmu dan cahaya.
Adat Tasybih adalah : Lafadz yang menunjukkan arti
ُّّ (Seolah-olah),
penyerupaan seperti lafadz ‫( َكاف‬Seperti), ‫كأن‬
dan lafadz lain yang searti dengan keduanya.
Lafadz ‫ كاف‬terletak menyandingi Musyabbah bih, berbeda
ُّّ , yang menyandingi musyabbah. Seperti Ucapan
dengan ‫كأن‬
Penyair :
َ ‫طا َلُّاللَّ ْيلُُّأ َ ْمُّقَدُّْت َ َع َّر‬
‫ضا‬ ُ ‫اُّرا َحةُّت َ ْشب ُُرُّالد َجاُُُُّّّّ ِلت َ ْن‬
َ ُّ‫ظ َر‬ َ ‫َكأ َ َّن‬
َ َ‫ُّالثراي‬
Seolah-olah bintang Tsuroya (Kumpulan bintang pada buruj
Tsur) itu Angin malam yang mengira-ngirakan gelapnya
malam, supaya engkau melihat apakah malam itu masih lama
atau sudah tampak.

Lafadz ‫كأن‬ ُّّ itu berfaidah Tasybih, jika khobarnya berupa Isim
Jamid, Contoh :
َ َ ‫أنُّخَا ِلدًاُّأ‬
ُّ‫سد‬ ّ ‫ = َك‬Kholid itu seperti Harimau.
dan Berfaidah Syak (ragu-ragu) jika khobarnya berupa Lafadz
Musytaq. contoh :
ُّ‫أنكُّفَا ِهم‬ َ ‫َك‬ = Seolah-olah kamu itu faham.
Dan terkadang disebutkan Fi'il yang mempunyai arti Tasybih,
seperti Firman Allah pada surat Ad-Dahr : 19
‫اُّرأ ْيتَ ُه ْمُّ َح ِس ْبت َ ُه ْمُّلُؤْ لُؤً اُّ َم ْنث ُ ْو ًرا‬
َ َ‫َوإذ‬
dan Ketika kamu melihat mereka (Bidadari di syurga), maka
engkau akan mengira mereka Mutiara yang tersebar.

dan Ketika Adat Tasybih dan Wajah Syabah itu dibuang, maka
disebut : Tasybih Baligh, Contoh pada Firman Allah surat An-
Naba’ : 10
ً ‫َو َج َع ْلنَاُّاللّ ْي َلُّ ِل َبا‬
ُّ‫ساُّأيُّكاللباسُّفيُّالستر‬
"Dan Kami (Allah) telah menjadikan malam sebagai selimut
(Seperti selimut dalam menutupi)"
PEMBAHASAN KEDUA
PEMBAGIAN TASYBIH

Dengan memandang pengambilan Wajah Syabah, maka


Tasybih terbagi menjadi dua macam yaitu : Tasybih Tamtsil
dan Ghoiru Tamtsil.
A. Tasybih Tamtsil
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya diambil dari lafadz
yang banyak.
Seperti : menyerupakan Bintang Tsuroya (kumpulan beberapa
bintang pada Buruj Tsur) dengan Sedompol buah Anggur yang
berbunga, dengan wajah syabahnya : sama dalam
keadaannya yang tampak ketika berkumpulnya benda putih
yang bundar, yang kecil ukurannya).

B. Tasybih Ghoiru Tamtsil


Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak diambil dari
lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Sebuah bintang dengan Uang dirham
( dengan wajah syabahnya : sama dalam bentuk bundarnya)

dan Dengan memandang wujud dan tidaknya Wajah Syabah,


tasybih terbagi menjadi dua yaitu : Tasybih Mufassol dan
Mujmal.
A. Tasybih Mufashol
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya disebutkan.
Seperti Ucapan Penyair :
ُّ‫ُُُُُّّّّّوأ َ ْد ُم ِع ْيُّ َكالأل ِل ْي‬
َ َ ُّ‫َوثَ ْغ ُرهُُّ ِف ْي‬
ٍ‫صفَاء‬
" Gigi serinya dan Air mataku bagaikan Mutiara
dalam hal sama jernihnya"
Kata "Gigi seri" dan "Air mata" diserupakan dengan "Mutiara"
dengan sisi persamaan : "Sama-sama jernihnya"

B. Tasybih Mujmal
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak disebutkan.
Seperti :
َّ ‫الم ْلحُِّفِ ْي‬
ُّ‫ُّالطعَ ِام‬ ِ ‫النحوُّ ِف ْيُّال َكالَ ِمُّ َك‬
ُ
"Ilmu Nahwu pada Kalam itu seperti Garam pada makanan"
Kata " Ilmu Nahwu pada Kalam" diserupakan dengan kata
"garam" dengan sisi persamaan : "Sama-sama merupakan
perkara yang pokok untuk menjadikan kesempurnaan".

Dengan memandang Adat Tasybih, maka Tasybih terbagi


menjadi dua yaitu Mua'kkad dan Mursal.
A. Tasybih Mu'akkad
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya dibuang. Seperti :
‫ُه َوُّبَ ْحرُّفِ ْيُّالجو ُِّد‬ = Dia itu Lautan dalam
kedermawanannya.

B. Tasybih Mursal
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya disebutkan. Seperti :
‫ُه َوُّ َكالبَ ْح ِرُّ َك َر ًما‬ = Dia itu bagai Lautan dalam
kedermawanannya.

dan termasuk Tasybih Mu'akkad adalah Tasybih yang


Musyabbah bihnya disandarkan (Didhofahkan) pada
Musyabbah. Contoh :
ُّ‫علَىُّلُ َجي ِْن‬ ِ َ ‫َبُّاأل‬
َ ُُّ‫ص ْيل‬ ُ ‫ُّوقَدُّْ َج َرىُُُُّّّّذَه‬ ُ َ‫الر ْي ُحُّت َ ْبع‬
ُ ُ‫ثُّبِالغ‬
َ ‫ص ْو ِن‬ ّ ِ ‫َو‬
ُِّ‫اء‬
ِ ‫ال َم‬
Angin itu menggerakkan cabang pepohonan, dan tampak
emasnya waktu sore pada peraknya air.
ِ َ ‫َبُّاأل‬
ُُّ ‫ص ْي‬
‫ل‬ ُ ‫ذَه‬ = Waktu sore yang diserupakan dengan emas,
dengan wajah syabah : sama warna kuningnya.
ِ ‫ = لُ َجي ِْنُّال َم‬Air yang diserupakan dengan perak dengan
ُِّ ‫اء‬
wajah syabah : sama dalam jernihnya.

PEMBAHASAN KETIGA
TUJUAN TASYBIH

Tujuan dari Tasybih itu adakalanya :


1. Menjelaskan kemungkinan wujudnya Musyabbah. Seperti
Ucapan Abu Thoyyib Al-Mutanabby :
ُّ‫ضُّدَ ِمُّالغَزَ ا ِل‬
ُ ‫ْكُّ َب ْع‬
َ ‫ُّالمس‬
ِ ‫إن‬ ّ َ‫ُّم ْن ُه ْمُُُُُّّّّّف‬
ِ ‫ت‬ َ ‫ُّوأ ْن‬
َ ‫َام‬ ِ ُ‫فإنُّتَف‬
َ ‫قُّاألن‬ ْ
Ketika kamu mengungguli kemuyaan semua Makhluk,
padahal kamu dari sebagian mereka maka Minyak misik itu
sebagian dari darah Kijang

Ketika Penyair mengklaim bahwa Orang yang dipuji itu


berbeda dari asalnya sebab adanya beberapa keistimewaan
yang menjadikannya sebagai hakikat yang berbeda, lalu
penyair membuat Argumen/hujjah dengan menyerupakannya
dengan Minyak misik yang asalnya darah kijang untuk
menolak adanya pengingkaran atas wujudnya musyabbah
tersebut karena merupakan hal yang langka.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keluar dari jenis
asalnya.

2. Menjelaskan keadaan Musyabbah. Contoh :


ِ ‫تُّلَ ْمُّيَ ْبد‬
ُ ‫ُُّم ْن ُه َّنُّ َك ْو َك‬
ُّ‫ب‬ ْ َ‫طلَع‬ ُ ‫ُّوال ُملُ ْوكُ ُّ َك َوا ِك‬
َ ُّ‫بُُُُُُّّّّّّإذَا‬ َ ‫َكأنكُّش َْمس‬
Seolah-olah Engkau adalah Matahari, Dan Para Raja adalah
bintangnya, Ketika Matahari telah muncul, maka satu
bintangpun tiada terlihat.
Penyair menyerupakan Mukhotob seperti Matahari, karena
menjelaskan keadaan mukhotob yang terlihat. Wajah
syabahnya adalah : Sama-sama keadaanya terlihat.

dan menyerupakan Para raja seperti bintang karena


menjelaskan keadaanya yang tidak terlihat saat berada disisi
Mukhotob.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadannya tidak
terlihat ketika berada disisinya.

3. Menjelaskan Jumlah keadaan Musyabbah. Contoh :


ُ ًُُُُُُّّّّّّ‫ُّوأ َ ْر َبعُ ْونَ ُّ َحلُ ْوبَة‬
ِ ‫س ْودًاُّ َكخَافِيَ ِةُّالغُ َرا‬
ُّ‫بُّاأل ْس َح ِم‬ َ ‫ان‬ِ َ ‫فِ ْي َهاُّاثْ َنت‬
Dalam Rombongan itu ada 42 ekor unta perah yang hitam,
Ia bagaikan Bulu sayap burung gagak yang hitam.

Penyair menyerupakan 42 unta yang hitam seperti Bulu sayap


Burung gagak karena menjelaskan kadar warna hitamnya,
ketika pendengar hanya mengetahui kadar keadaan
musyabbah bih (sayap burung gagak)
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama terdapat warna hitam.

4. Menetapkan Keadaan Musyabbah. Contoh :


ُّ‫َاُُُُُّّّّّمثلُُّالز َجا َج ِةُّ َكس ُْرهَاُّالَُّي ُْج َب ُر‬
ِ ‫ُّوده‬ َ ُ‫إنُّالقُل‬
ُ ‫وبُُّّإذَاُّتَنَافَ َر‬
Sesungguhnya Hati itu jika telah hilang rasa cintanya,
Maka bagai kaca yang saat pecah tiada bisa disambung lagi.

Penyair menyerupakan Hilangnya cinta di hati seperti


pecahnya kaca dengan tujuan mengukuhkan sebab sulitnya
rasa cinta itu kembali seperti semula.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama sulit kembali pada
keadaan semula.
5. Menghiasi Musyabbah. Contoh :
َّ ‫ْـُُُُُّّّّّـنُّ َك ُم ْقلَ ِة‬
ُّ‫ُّالظ ْبيُِّالغ َِري ِْر‬ ِ ‫ُّواض َحةُُّال َج ِبي‬
ِ ‫سودَا ُء‬
َ
Wanita yang hitam yang terlihat dahinya,
bagai biji mata biawak yang indah.

Penyair menyerupakan Hitamnya wanita seperti biji mata


biawak dengan tujuan memujinya, sebab warna biji mata
merupakan keindahan.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama memiliki keindahan.

6. Menghina Musyabbah. Contoh :


ُّ‫َارُّ ُم َحدِّثاَُُّّف َكأنهُُُُُُُُّّّّّّّقِ ْردُّيُقَ ْه ِقهُُّأ َ ْوُّ َع ُج ْوزُّت َ ْل ِط ُم‬
َ ‫وإذاُّأش‬
Ketika Ia berisyarat sambil berbicara, maka ia seperti Kera
yang
tertawa terbahak-bahak atau Nenek-nenek yang menampar
pipinya.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama memiliki perbuatan


jelek.

Dan terkadang tujuan itu kembali pada Musyabbah bih jika


antara musyabbah dan Musyabbah bih di balik, contoh :
ِ ‫ُُُُّّّو ْجهُُّال َخ ِل ْيفَ ِة‬
ُّ‫ُّحيْنَ ُّي ُْمتَدَ ُح‬ ُ ُّ‫أن‬
َ ‫غ َّرتَه‬ ّ ‫ص َبا ُحُّ َك‬
َّ ‫َو َبدَاُّال‬
Dan telah tampak waktu pagi, Seolah-olah Cahayanya
bagaikan wajah Kholifah (Al-Makmun bin Harun Ar-Rosyid)
saat Ia dipuji.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama terangnya.

Asalnya dari Lafadz ُ sebagai


ُ‫غ َّرت َ ُّه‬ Musyabbah bih dan lafadz
ُّ‫ َو ْجهُُّال َخ ِل ْيفَ ِة‬sebagai Musyabbah , karena secara asal Cahaya
Waktu pagi itu lebih terang dari padawajah Kholifah, lalu
dibalik seolah-olah wajah kholifah lebih terang dari pada
cahaya waktu pagi.
Tasybih semacam ini disebut : Tasybih Maqlub.

MAJAZ

Majaz adalah : Lafadz yang digunakan pada selain


makna aslinya, karena adanya keterkaitan makna disertai
Indikator yang mencegah dari pemahaman arti aslinya.
Seperti :
Lafadz ‫ر‬ ُِّ ‫ الد َر‬diartikan sebagai : "Beberapa kalimah Fashihah"
dalam ucapanmu :
‫ = فُالنُّ َيتَ َكلَّ ُمُّ ِبالد َر ُِّر‬Dia sedang berbicara dengan Kata-kata
fasih .
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti
aslinya adalah Beberapa Mutiara, lalu dirubah menjadi arti "
Beberapa kalimah Fashihah" sebab diantara arti keduanya
masih ada kaitan dalam hal keindahan.
dan Perkara yang mencegah dalam mengartikan makna
aslinya adalah Qorinah Lafadziyah : ‫( يَت َ َكلَّ ُُّم‬Berbicara).
dan Lafadz ‫ع‬ ُُّ ‫ أصاب‬diartikan sebagai : "Beberapa ujung jari"
dalam Firman Allah SWT :
َ ‫يَ ْج َعلُ ْونَ ُّأ‬
‫صاب َع ُه ْمُّفِ ْيُّآذا ِن ِه ُّْم‬ = Mereka menjadikan
Ujung jari mereka pada telinga mereka.
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti
aslinya adalah Beberapa Jari tangan, lalu dirubah menjadi arti
" Beberapa Ujung jari tangan" sebab diantara arti keduanya
masih ada kaitan bahwa Ujung jari merupakan bagian dari jari.
Kemudian Kull (keseluruhan jari) digunakan untuk arti Juz
(Sebagian jari).
dan Qorinah yang mencegah dalam mengartikan makna
aslinya adalah tidak memungkinkannya memasukkan
keseluruhan jari pada telinga.

Dalam Majaz, apabila kaitan antara ma'na majazi dan


ma'na asli ada keserupaan, seperti pada contoh pertama,
maka disebut : Majaz isti'aroh. Jika tidak ada keserupaan,
seperti pada contoh kedua maka disebut Majaz mursal.

Majaz Isti'aroh

Adalah : Majaz yang keterkaitan makna Aslinya dengan makna


yang digunakan, itu ada keserupaan.
Seperti Firman Allah SWT :
ُّ‫ُّمنَ ُّالظلُ َماتُِّ ِإلَىُّالن ْو ِر‬
ِ ‫اس‬ ْ ‫ِكتَابُّأ ْنزَ ْلنَاهُُّإلَي َْكُّ ِل‬
َ َّ‫تخ ِر َجُّالن‬
"Ini adalah Kitab yang telah Kami turunkan kepadamu supaya
engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan (Kesesatan)
menuju Cahaya (Hidayah) .( S. Ibrahim : 1)

ُِّ ‫ُّالظلُ َما‬dan


Arti Asli Lafadz ‫ت‬ ُّ‫الن ْو ِر‬adalah Gelap dan Terang.
Arti Majaz Lafadz ُِّ ‫ ُّالظلُ َما‬dan
‫ت‬ ‫الن ْو ُِّر‬adalah
‫(الضالل‬Kesesatan) dan ‫(ال ُهدَى‬petunjuk ).
ُِّ ‫ُّالظلُ َُّما‬dan ‫الن ْو ُِّر‬pada ayat tersebut digunakan pada
Lafadz ‫ت‬
selain arti aslinya (makna Majaz).
dan kaitan antara makna keduanya adalah adanya
keserupaan antara "Arti Kesesatan dan kegelapan" dengan
wajah syabah : "sama-sama tidak mengetahui sesuatu", atau
"Hidayah dan Cahaya" dengan wajah syabah: "sama-sama
mengetahui sesuatu".
dan Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna
ْ ‫ ِكتَابُّأ ْنزَ ْلنَاهُُّإلَي َْكُّ ِل‬.
َُّ َّ‫تخ ِر َجُّالن‬
aslinya adalah Lafadz : ‫اس‬

Ijro' Isti'aroh pada Lafadz ‫الظلمات‬adalah : Lafadz ُّ‫الضاللة‬


diserupakan dengan lafadzُّ ‫الظلمات‬dengan wajah syabah :
sama-sama tidak mendapat petunjuk pada keduanya.
Ijro' Isti'aroh pada Lafadz ‫النور‬adalah : Lafadz ُّ‫الهدَى‬
diserupakan dengan lafadz ‫النور‬dengan wajah syabah : sama-
sama mendapat petunjuk pada keduanya.

Asal dari majaz isti'aroh adalah : Tasybih yang dibuang salah


satu dari Musyabbah atau Musyabbah bih, wajah syabahnya,
dan adat tasybihnya.
Musyabbah disebut : Musta'ar Lah, dan Musyabbah bih
disebut : Musta'ar Minhu.

Pada Contoh diatas, dapat disimpulkan :


Musta'ar lah (Musyabbah) adalah : Lafadz ُّ ‫الضالل‬ danُّ
ُّ‫ الهدى‬.
Musta'ar Minhu (musyabbah bih) adalah : Makna asli Lafadz
ُّ‫ الظالم‬danُُّّ‫ُُّّالنور‬.
sedangkan lafadz ُّ‫ الظلمات‬danُّ‫ُّالنور‬disebut : Musta'ar
(Lafadz yang digunakan untuk Majaz Isti'aroh).
Pembagian Majaz Isti'aroh
Majaz Isti'aroh dengan memandang penyebutan Musyabbah
atau Musyabbah bih, terbagi menjadi dua macam yaitu :
a. Isti'aroh Musorrohah.
Adalah : Majaz yang dijelaskan dengan menyebut lafadz
Musyabbah bih saja. Seperti Ucapan Penyair :
ُّ‫علَى‬ ْ ‫عض‬
َ ُّ‫َّت‬ َ ‫ًاُّو‬
َ ‫ُُُُّّّّو ْرد‬
َ ‫ت‬ ْ َ‫سق‬
َ ‫ُّو‬ ِ ً‫تُّلُؤْ لُؤ‬
َ ‫اُّم ْنُّن َْر ِج ٍس‬ َ ‫فأم‬
ْ ‫ط َر‬
‫بُّ ِبالبَ َر ُّْد‬ِ ‫العُنَّا‬
Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Mutiara dari Bunga
narsis, dan membasahi bunga mawar, dan menggigit buah
anggur dgn Hujan es.

Maksudnya adalah : Dia (Seorang wanita) telah meneteskan


Air mata bak Mutiara dari matanya bak Bunga narsis, dan
menyirami pipinya laksana bunga mawar, dan menggigit
ujung jarinya laksana buah anggur dengan giginya laksana
Hujan es.

Penyair menggunakan majaz isti'aroh pada Kata-kata


tersebut :
Musyabbah Musyabbah Bih Wajah Syabah
Air
‫الدموع‬ Mutiara ‫اللؤلؤ‬ ُّ
sama ‫يُّالصفاء‬
Mata jernihnya
sama ُّ‫يُّأجتماعُّالسواد‬
Bunga terkumpulnya ‫البياض‬
Mata ‫العيون‬ ‫ النرجس‬warna hitam
Narsis
dan putih
Pipi
Bunga
‫ الخدود‬Mawar ‫الورد‬
sama ‫يُّالحمرة‬
merahnya
Ujung Buah
‫ األنامل‬Anggur ‫العناب‬
sama ‫يُّالشكل‬
jari bentuknya
Hujan sama putih ُّ‫يُّبياضُّكلُّمع‬
Gigi ‫األسنان‬ ‫البرد‬
Es bersihnya ‫نصاعة‬
Majaz diatas dengan menyebutkan Musyabbah bihnya, maka
disebut majaz Isti'aroh Musorrohah.

b. Isti'aroh Makniyyah.
Adalah : Majaz yang Musyabbah bihnya dibuang dan
ditunjukkan dengan sesuatu dari perkara Lazimnya (Perkara
yang menetapinya).
Seperti Firman Allah :
‫ُّالر ْح َمة‬ ِ ‫ضُّلَ ُه َماُّ َجنَا َحُّالذ ِّل‬
َّ َ‫ُّمن‬ ْ ‫َو‬
ْ ‫اخ ِف‬
Dan Rendahkan sayap burung pada Kedua orangtuamu
dengan kasih sayang. (Surat Al-Isro’ : 24)

Allah membuat majaz isti'aroh Lafadz ُّ‫( الطائر‬Burung) untuk


ِّ ‫(الذ‬tunduk) kemudian membuang Lafadz ُّ‫الطائر‬
lafadz ُّ ‫ل‬
(Burung) dan menunjukkan lafadz yang dibuang dengan
sesuatu lazimnya yaitu Lafadz : ‫( الجناح‬Sayap).
Ijro'nya adalah :
Kata "‫الذل‬: tunduk" (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan
kata "ُّ ‫الطائر‬: Burung" (Sebagai Musyabah bih), kemudian
menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (Burung) untuk arti
lafadz Musyabbah (‫)الذل‬. lalu kata Burung itu dibuang, dan
Kata "Burung" yang terbuang ditunjukkan dengan sesuatu
yang menetap padanya yaitu Sayap, dengan cara isti’aroh
makniyyah.

Adapun Penetapan lafadz ‫ الجناح‬pada lafadz ‫ل‬ ُِّّ ‫الذ‬. , ini oleh
Ulama' Ahli Balaghoh Salaf dan Al-Khotib dikatakan sebagai
Isti'aroh Tahyiliyyah.

Perbandingan
Contoh lain :
Seperti Ucapan Al-Hajjaj pada salah satu khutbahnya :
ْ ‫ساُّقَ ُّْدُّأ َ ْينَ َع‬
ُّ‫ت‬ ُ ‫إ ِنّ ْيُّأل َ َر‬
ً ‫ىُّرؤُ و‬
Sesungguhnya aku benar-benar melihat buah (arti asli :
kepala)
yang sudah matang.

Ijro'nya adalah :
Kata "‫رؤوسا‬: kepala " (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan
kata "ُّ‫ثمرات‬: buah" (Sebagai Musyabah bih), asalnya :
ْ َ‫ساُّكالثّمراتُِّقَدُّْأ َ ْينَع‬
ُّ‫ت‬ ُ ‫إ ِنّ ْيُّأل َ َر‬
ً ‫ىُّرؤُ و‬
kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (yaitu
buah) untuk arti lafadz Musyabbah (‫سا‬ ُ . lalu kata ُِّ‫الثّمرات‬itu
ً ‫)رؤُ و‬
dibuang, dan ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap
padanya yaitu matang, dengan cara isti’aroh makniyyah.

Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang digunakan


sebagai majaz (Al-Musta’ar) , terbagi menjadi 2 macam yaitu :
1. Isti'aroh Ashliyyah
Adalah Majaz yang lafadz Musta'arnya berupa selain Isim
Mustaq , baik berupa isim a'in (dzat) atau Isim ma'na.
Contoh Isim A'in (Dzat) : Seperti menggunakan Lafadz ‫الظالم‬
untuk arti ‫(الضالل‬kesesatan) dan Lafadz ُّ‫ النور‬untuk arti‫الهدى‬
(petunjuk).

Contoh Isim ma'na :


ُّ‫َهذَاُّقَتل‬ = Ini adalah pukulan keras.
Ijro'nya : Lafadz ُّ‫ قَتل‬diserupakan dengan ُّ‫ش ِديْد‬
َ ُّ‫ض ْرب‬
َ (pukulan
keras) dengan wajah syabah : sama-sama sangat menyakitkan.
Kemudian arti Musyabbah bih (pukulan keras) digunakan
untuk Lafadz ُّ‫قَتل‬, karena lafadz ُّ ‫قَتل‬merupakan isim Jamid
untuk suatu pekerjaan yang menghilangkan nyawa.
2. Isti'aroh Taba'iyyah
Adalah Majaz yang Musta'arnya berupa Kalimah Fi'il, Huruf
dan Isim yang Mustaq.
Contoh kalimah Fi'il, Seperti :
ُّ‫بُّفُالنُّ َك ِتفَ ْيُّغ َِري ِْم ِه‬
َ ‫َر ِك‬ = Fulan menaiki dua Pundak
orang yang dihutangi.
Maksudnya : Fulan sungguh menetapkan tanggungan kepada
orang yang dihutangi.
Dikatakan sebagai isti’aroh taba’iyyah karena Must’arnya
berupa fi’il madhi yaitu : ‫ب‬ َُّ ‫ر ِك‬.
َ
Ijro'nya :
Menurut Madzhab Salaf : Lafadz ‫(اللزوم‬Penetapan)
diserupakan dengan ‫(الركوب‬naik) dengan wajah syabah :
sama-sama menguasai dan memaksa.
Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz
istiaroh dengan arti Musyabbah ‫(اللزوم‬pemaksaan) lalu dari
masdar ‫الركوب‬yang bermakna ‫اللزوم‬dimustaqkan menjadi
kalimah fi’il ‫ب‬
َُّ ‫ َر ِك‬bermakna ‫لزم‬.
Menurut Madzhab Al-Ishom: Lafadz ‫(اللزوم‬Penetapan)
diserupakan dengan ‫(الركوب‬naik) dengan wajah syabah :
sama-sama menguasai dan memaksa.
Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz
istiaroh dengan arti Musyabbah ‫(اللزوم‬pemaksaan) lalu
diberlakukan tasybih dari kedua masdar tersebut yang berarti
peristiwa muthlaq tanpa dibatasi dengan zaman menjadi
kalimah fi’il yang dibatasi dengan zaman lampau, lalu lafadz
َُّ ‫ َر ِك‬digunakan dengan makna ‫لزم‬.
‫ب‬

Contoh Kalimah Huruf pada Firman Allah dalam Surat Al-


Baqoroh : 5 =
ِ ‫علَىُّ ُهد‬
َ ‫ًىُّم ْن‬
ُّ‫ُّر ِبّ ِه ْم‬ َ ُّ‫أولَئك‬
= Mereka (Orang-Orang yang
beriman) itu tetap atas hidayah dari Tuhan mereka.

Maksudnya : Mereka itu menetapi dari mendapatkan hidayah


yang sempurna.
Lafadz ‫على‬berfaidah Isti'la', maka Ijro'nya : Muthlaqnya
Hubungan antara Orang yang mendapat petunjuk dan Sebuah
petunjuk diserupakan dengan Muthlaqnya hubungan antara
Lafadz ‫علَى‬َ yang berfaidah Isti'la' dan lafadz yang diIsti'lai
dengan wajah syabah : sama-sama adanya ketetapan. lalu
diberlakukan penyerupaan dari arti keseluruhan (Kull) untuk
arti sebagian(Juz) karena ‫علَى‬ َ memiliki arti yang banyak.
Kemudian Lafadz‫على‬dari juz Musyabbah bih digunakan untuk
arti juz Musyabbah.

Dan Contoh Kalimah Isim seperti Ucapan Penyair :


َ ‫ش َكايَ ِةُّأ َ ْن‬
ُّ‫ط ُق‬ ّ ِ ‫انُّ َحا ِل ْيُّ ِبال‬
ُ ‫س‬َ ‫ص ًحاُُُُّّّّفَُّ ِل‬ ُ ‫ط ْقتُ ُّ ِب‬
ِ ‫ش ْك ِرُّ ِب ِ ّر َكُّ ُم ْف‬ َ َ‫َولَئِ ْنُّن‬
Jika aku berkata sambil menjelaskan dengan mensyukuri
kebaikanmu, maka Lisan keadaanku lebih mengucapkan
(menunjukkan) dengan keluhan.
Maksudnya :
Ijro'nya : Lafadz‫(الداللة ُّالواضحة‬petunjuk yang jelas)
diserupakan dengan lafadz ‫(النطق‬Ucapan) dengan wajah
syabah : sama-sama menjelaskan tujuan dan diterima dalam
hati. lalu lafadz ‫(النطق‬Ucapan) digunakan untuk arti Lafadz
‫(الداللة ُّالواضحة‬petunjuk yang jelas). Lalu dari masdar
‫النطق‬yang bermakna ‫الداللةُّالواضحة‬itu dimustaqkan menjadi
isim tafdhil yang berupa : ‫ق‬ َ ‫أ َ ْن‬bermakna ‫ل‬
ُُّ ‫ط‬ ُّّ ‫أد‬.
Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang berkaitan
dengandua sisi tasybih, terbagi menjadi 3 macam
1. Isti'aroh Murosyahah.
Adalah : Majaz yang disebutkan Mulaim (lafadz yang
berkaitan) dengan Musyabbah bih.
َ ‫ضالَلَةَُّبِال ُهدَىُّفَ َم‬
ْ ‫اُّربِ َح‬
Contoh : ُّ‫ت‬ َّ ‫أولَئِ َكُّال ِذيْنَ ُّا ْشت َ َر ُواُّال‬
ُّ‫ارت ُ ُه ْم‬
َ ‫تِ َج‬
Dan Mereka adalah orang yang mengganti kesesatan dengan
petunjuk. maka perdagangan mereka tidak akan mendapat
keuntungan (surat Al-baqoroh : 16).

Lafadz ُّ‫ اإلشتراء‬digunakan untuk arti ُّ‫(اإلستبدال‬mengganti)


Ijro'nya : Mengganti perkara hak (hidayah) dengan perkara
Bathil (kesesatan) dan lebih memilih kesesatan, itu
diserupakan dengan Lafadz ‫ اإلشتراء‬yaitu membeli /mengganti
harta dengan harta lain. dengan wajah syabah : meninggalkan
perkara yang dibenci (tidak dibutuhkan) dan mengganti
perkara yang disenangi.
Lalu Lafadz ‫اإلشتراء‬ digunakan untuk arti musyyabah
(Mengganti perkara). Qorinahnya adalah mustahilnnya
diartikan membeli kesesatan dengan petunjuk.
Dan menyebutkan lafadz ُّ‫(الربح‬keuntungan) dan lafadz ُّ‫التجارة‬
(berdagang) yang merupakan lafadz yang menyesuaikan
dengan kata ُّ‫(اإلشتراء‬membeli) disebut sebagai Tarsyih .

2. Isti'aroh Mujarodah.
Adalah : Majaz yang disebutkan lafadz yang berekaitan dengan
Musyabbah.
Contoh : ‫ف‬ َ ‫فَأذَاقَهاُّهللاُُّ ِل َب‬
ُِّ ‫اسُّال ُج ْوعُِّوالخ َْو‬
"maka Allah mencicipkan mereka dengan pakaian kelaparan
dan ketakutan".(S. An-Nahl :112)
Lafadz ُّ ‫اللباس‬digunakan untuk arti sesuatu yang meliputi
manusia ketika lapar dan takut dari bahaya.

Ijro'nya : Kata " sesuatu yang meliputi manusia ketika


lapar dan takutdari bahaya" itu diserupakan dengan kata :
"Pakaian" dengan wajah syabah : sama-sama tercakup dalam
sesuatu. Kata pakaian terdapat pada Orang yang memakai,
sedangkan Lapar dan takut terdapat pada orang yang
merasakannya.
Menyebut Lafadz ُّ ‫اإلذاقة‬ disebut Tajrid pada Istiaroh
Tasyrihiyyah. karena yang dikehendaki adalah : ‫اإلصابة‬
(menimpakan).
Lafadz ُّ‫ اإلذاقة‬merupakan lafadz yang menyesuaikan dengan
Musyabbah yaitu : kelaparan dan pucat.

3. Isti'aroh Muthlaqoh.
Adalah : Majaz yang tidak disebutkan Mula'im (lafadz yang
berkaitan) pada salah satu dari musyabbah atau Musyabbah
bih.
Contoh : ‫هللا‬
ُِّ َُّ‫ع ْهد‬ ُ ُ‫َي ْنق‬
َ ُّ َ‫ض ْون‬
"Mereka (orang-orang kafir) telah membatalkan janji Allah ".
(S. Ar-Ro'du:25)
Ijro'nya : Kata " (ُّ ‫ ) إبطال ُّالعهد‬Membatalkan Janji " itu
diserupakan dengan kata : "(‫ ) فكُّطاقاتُّالحبل‬merusak Ikatan
tali " dengan wajah syabah : sama-sama tidak memberi
manfaat. Lalu kata yang menunjukkan Arti Musyabbah bih
(merusak Ikatan tali) yaitu: (‫ )النقض‬digunakan untuk Arti
Musyabbah yaitu : membatalkan janji.

Catatan : Tidak bisa dikategorikan sebagai Tarsyih dan Tajrid


kecuali setelah sempurnanya Majaz isti'aroh dengan adanya
Qorinah.
MAJAZ MURSAL

Majas Mursal adalah : Majaz yang hubungan ma'nanya tidak


ada keserupaan.
Alaqoh dalam Majaz mursal ada 8 perkara yaitu :
1. Sababiyah (Sebab).
Contoh : ‫ِي‬ ٍ ُ‫تُّيَدُُّف‬
ُّْ ‫النُّ ِع ْند‬ ُّْ ‫ظ َم‬ُ ‫ع‬ َ
"Tangan Si Fulan besar Disisiku ".(Ni'mat yang sebab
mendapatkannya dengan tangan)
Mengucapkan kata Tangan dengan arti Ni'mat dikatakan
sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan penyebab dengan
menghendaki arti akibatnya}‫{إطالقُّالسببُّعلىُّأرادةُّالمسبب‬
2. Musabbabiyyah (akibat)
Contoh : ‫س َما ُءُّنَبَاتًا‬ ْ ‫ط َر‬
َّ ‫تُّال‬ َ ‫أ َ ْم‬
"Langit itu memberi curah hujan" (hujan yang mengakibatkan
timbulnya tanaman)
Mengucapkan kata ‫( نَبَاتًا‬Tanaman) dengan arti Hujan
dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan Akibat
dengan menghendaki arti penyebabnya ُّ‫{إطالقُّالمسبب ُّعلى‬
}‫أرادةُّالسبب‬

3. Juz'iyyah (Sebagian)
Contoh : ‫ُو‬ ْ َ‫عل‬
ُِّّ ‫ىُّأح َوا ِلُّال َعد‬ َّ َ ‫س ْلتُ ُّالعُي ُْونَ ُّ ِلت‬
َ ُّ‫ط ِل َع‬ َ ‫أر‬
ْ
"Saya mengutus Intel, supaya mengawasi gerak-gerik musuh"
Mengucapkan kata ‫ن‬ َُّ ‫( العُي ُْو‬beberapa mata) dengan arti Intel
(mata-mata) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan sebagian dengan menghendaki arti
keseluruhan}‫{إطالقُّالجزءُّعلىُّأرادةُّالك ّل‬
Karena Mata merupakan bagian dari Seseorang.
4. Kulliyah (Keseluruhan)
Contoh : ‫يُّآذا ِن ِه ُّْم‬ َ َ ‫َو َي ْج َعلُ ْونَ ُّأ‬
ْ ‫صا ِب َع ُه ْمُّ ِف‬
"Mereka menjadikan jari-jari mereka (ujung jari) pada
telinganya "
Mengucapkan kata ُّ‫( األصابع‬Jari tangan) dengan arti ُّ‫األنامل‬
(Ujung jari) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan keseluruhan dengan menghendaki artisebgian
}‫{إطالقُّالكلُّعلىُّأرادةُّالجزء‬
Karena Ujung jari merupakan bagian dari Jari.

5. Memandang Asalnya (pada masa sebelumnya).


Contoh : ‫َوآتُواُّال َيتَا َمىُّأموال ُه ْمُّأيُّال َبا ِل ِغيْن‬
"Dan berikanlah kepada Anak- anak yatim (Orang Baligh) atas
beberapa hartanya"
Mengucapkan kata ُّ‫( اليتامى‬Anak-anak yatim) dengan arti
ُّ‫(البالغين‬Orang Baligh) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan Sifat sebelumnya dengan menghendaki arti
Sifat yang sedang terjadi ُّ‫{إطالقُّإطالقُّماُّكانُّعلىُّأرادةُّما‬
}‫يكون‬
6. Memandang sesuatu yang akan terjadi.
ِ ُّ‫إ ِنّ ْيُّأرانِ ْيُّأعصرُّخمراُّأي‬
Contoh : ‫عنبًا‬
"Saya meyakini bahwa saya sedang memeras arak (anggur)."
Mengucapkan kata ُّ ‫( خمر‬arak) dengan arti ‫(عنب‬Anggur)
dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan bentuk
yang akan terjadi dengan menghendaki arti bentuk
sebelumnya
}‫{إطالقُّماُّيكونُّعلىُّأرادةُّماُّكان‬
7. Mahalliyah (tempat)
Contoh : ُ‫هلُ ُّه‬ ُ ‫قَ َّر َرُّال َم ْج ِل‬
ْ ‫سُّذالكُّأيُّأ‬
"Majlis (Ahli Majlis) itu telah menetapkan keputusan"
Mengucapkan kata ُّ‫( المجلس‬Majlis) dengan arti ُّ‫اهلُّالمجلس‬
(Ahli Majlis) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan tempat dengan menghendaki arti Orang yang
menempati
}‫{إطالقُّالمكانُّعلىُّأرادةُّالحا ّلُّفيه‬
8. Perkara yang menempati / Keadaan (Halliyah).
ُ ُّ‫هللا‬
Contoh : ‫ه ْمُّ ِف ْي َهاُّخَا ِلد ُْونُّأيُّجنته‬ َ ‫فَ ِف‬
ِ ُّ‫يُّر ْح َم ِة‬
"Dan dalam Rohmat Allah (Syurga-Nya), mereka kekal
didalamnya"
Mengucapkan kata ِ‫هللا‬
ُّ ُّ‫( َر ْح َم ِة‬Rohmat Allah) dengan arti
‫(جنته‬Surga Allah) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan Perkara yang menempati dengan menghendaki
arti Tempat.
}‫{إطالقُّالحا ّلُّعلىُّأرادةُّالمح ّل‬
MAJAZ MUROKKAB
Majaz Murokkab
adalah Lafadz yang tersusun, yang digunakan bukan pada arti
aslinya, dengan disebabkan adanya hubungan makna dengan
tidak adanya penyerupaan.
Seperti Jumlah Khobariyyah digunakan sebagai jumlah Insya'
dalam ucapan Penyair :
ْ ‫ُّو ُجثْ َما ِن‬
Contoh : ُّ‫ي‬ َ ‫ص ِعد ُُُُُّّّّ َج ِنيْب‬ ُِّ ‫ُّالر ْك‬
ْ ‫بُّال َي َما ِنيْنَ ُّ ُم‬ َّ ‫ه ََوا َياُّ َم َع‬
ُّ‫ِب َم َّكةَُّ ُم ْوث َ ُق‬
"Kekasihku beserta Rombongan Orang yaman itu menjauh.
Dan Ragaku di Makkah itu terikat ".

Tujuan pada bait ini bukanlah menceritakan, tetapi


memperlihatkan kesusahan dan kesengsaraan.
Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kelemahan:
َ َ ‫ْفُّ َع ِنّ ْيُّيَاُّ َم ْنُّيَ ِق ْيلُُّال َعث‬
ُّ‫ار‬ ُ ‫اراُُُُُّّّّّفَاع‬ ْ ‫َربّ ُِّإ ِنّ ْيُّالَُّأ ْستَ ِط ْي ُعُّا‬
ً ‫صتِ َب‬
"Wahai Tuhanku, aku tidak mampu bersabar, maka
ampunilah aku wahai Dzat yang mengampuni kesalahan".

Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kebahagiaan :


َ ِ‫ُكت‬
ِ َّ‫بُّإس ِْم ْيُّبَيْنَ ُّالن‬
ُّ‫اج ِحي َْن‬
"Namaku telah tertulis diantara orang-orang sukses".

Begitu juga Jumlah Isya’ yang digunakan untuk makna jumlah


khobar, Contoh Sabda Nabi SAW :
ِ ُ‫يُّفَ ْليَتَبَ َّوُّأُّْ َم ْععَدَه‬
ِ َّ‫ُّمنَ ُّالن‬
ُّ‫ار‬ َّ َ‫عل‬ َ َّ‫َم ْنُّ َكذ‬
َ ُّ‫ب‬
“Barang siapa yang mendustakan aku, maka hendaklah ia
menempati tempatnya dari neraka”.
Karena ُّْ‫ فَ ْليَتَبَ َّوأ‬yang dkehendaki adalah lafadz ُ ‫يَتَبَ َّوُّأ‬

Apabila Hubungan maknanya ada keserupaan, maka dikatakan


sebagai Majaz Isti'aroh Tamtsiliyyah.
Seperti yang diucapkan kepada orang yang ragu-ragu terhadap
suatu perkara.
ْ ُ ‫ُّوتـ ُ َؤ ِ ّخ ُرُّأ‬
Contoh : ‫خ َرى‬ َ ً‫ُّر ْجال‬ َ ‫إِ ِنّ ْيُّأ َ َر‬
ِ ‫اكُّتُقَ ِدّ ُم‬
"Saya melihatmu mendahulukan kaki yang satu sekali dan
mengakhirkan kaki yang lain sekali".

Ijro'nya : Ilustrasi keraguan terhadap suatu perkara itu


diserupakan dengan orang yang berdiri, lalu ingin pergi. pada
satu kesempatan Ia ingin pergi dengan mendahulukan kaki
yang satu. dan pada kesempatan lain ia mengakhirkan kaki
yang lain.
Lalu menggunakan lafadz Musyabbah bih (ُّ‫خ ُر‬ َ ً‫ُّر ْجال‬
ّ ِ ‫ُّوتـ ُ َؤ‬ ِ ‫تُقَ ِدّ ُم‬
‫ )أ ُ ْخ َرى‬untuk arti musyabbah (Keraguan).
MAJAZ AQLI
Majaz Aqli
Adalah : Mengisnadkan Lafadz Fi'il atau yang bermakna fi'il
pada selain Lafadz yang menjadi Ma'mulnya menurut
keinginan Mutakalim secara Dhohir karena adanya hubungan
makna.
Seperti ucapan penyair :
ِ‫ي‬
ُّّ ‫ُّو َمرُّالعَ ِش‬ َ ‫ُّوأ َ ْفنَىُّال َك ِبي‬
َ ِ‫ْـُُُُّّّّـرُّ َكرُّالغَدَاة‬ َ ‫ص ِغي َْر‬ َ ‫أَش‬
َّ ‫َابُّال‬
"Berjalannya siang dan malam telah membuat Anak kecil
menjadi tua, dan Orang tua menjadi mati".

Mengisnadkan kata Tua (beruban) dan Mati pada Kata


"Berjalannya siang dan malam" merupakan Isnad pada selain
Ma'mulnya. Karena Dzat yang menjadikan tua (beruban) dan
Dzat yang menjadikan mati secara hakikatnya adalah Allah
SWT.

Dan termasuk Majaz Aqli yaitu


a. Mengisnadkan Lafadz Mabni Ma'lum kepada maf'ulnya.
Contoh : ُّ‫اض َية‬ِ ‫ُّر‬
َ ‫شة‬
َُّ ‫ِع ْي‬
"Kehidupan yang diridhoi".
kata "ُّ‫اضيَة‬
ِ ‫ "ُّ َر‬yang merupakan Lafadz mabni ma'lum, di
isnadkan pada Dhomir yang kembali pada lafadz "ُّ‫ع ْيشَة‬
ِ ُّ"
dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ُّ‫احبُ َها‬
ِ ‫ص‬َ ُّ‫اض‬
ٍ ‫ُّر‬
َ ‫ِع ْيشَة‬
‫(إيَّ َها‬Kehidupan yang Pemiliknya meridhoinya).
b. Mengisnadkan Lafadz Mabni Majhul kepada Failnya.
Contoh :
ُّ‫سيْلُّ ُم ْفعَم‬
َ = "Banjir yang diluapkan".
َ ‫ " ُم ْف‬yang merupakan Lafadz mabni Majhul, di isnadkan
kata "ُّ‫عم‬
pada Dhomir yang kembali pada lafadz "ُّ‫سيْل‬
َ " dikatakan
Majaz Aqli karena Asalnya : ُّ ‫ِي‬ َ ‫سيْل ُّ ُم ْف ِعم‬
َ ‫ُّالواد‬ َ (Banjir yang
memenuhi lembah).

c. Mengisnadkan kepada Masdhar.


Contoh :
ُ‫َُّّجد ُّه‬
ِ ‫" = َجد‬Kesemangatannya itu sunguh-sungguh".
kata "َّ‫ج ُّد‬َ " di isnadkan pada Masdhar (maf'ul Muthlaq )
dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya :ُّ‫ُّجد ًّا‬ ِ ‫( َجدَُّّش َْخص‬Orang itu
sunguh bersemangat).
d. Mengisnadkan kepada Isim Zaman.
Contoh :
ُّ‫صائِم‬َ ُُّ‫اره‬ُ ‫" = نَ َه‬Waktu siangnya itu berpuasa".
kata "ُّ‫صائِم‬ َ " di isnadkan pada Isim Zaman dikatakan Majaz Aqli
karena Asalnya : ُ‫ار ُّه‬ َ ُّ ‫ُه َو‬
َ ‫صائِم ُّنَ َه‬ (Dia berpuasa di siang
harinya.)
e. Mengisnadkan kepada Isim Makan.
Contoh :
ٍُّ ‫" = نَ ْهرُّ َج‬Sungai itu mengalir".
‫ار‬
kata "‫ار‬
ٍُّ ‫ " َج‬di isnadkan pada Isim makan dikatakan Majaz Aqli
ٍ ‫( َما ُءُّالنَّ ْه ِرُّ َج‬Air bengawan itu mengalir.)
karena Asalnya : ُّ‫ار‬

f. Mengisnadkan kepada Sebab.


Contoh :
َ‫َىُّاألمي ُْرُّال َم ِد ْينَ ُّة‬
ِ ‫" = بَن‬Gubernur itu membangun Kota".
kata "‫ "ُّ َبنَى‬diisnadkan pada Sebab,dikatakan Majaz Aqli
karena Asalnya: َ‫ُّأمرُّاألمي ِْرُّال َم ِد ْينَ ُّة‬
ِ ‫ب‬ِ ‫سب‬
َ ‫بَنَىُّالعُمالُُّب‬
(Para pegawai membangun kota sebab perintah Gubernur.)
Dari keterangan tersebut, Bisa disimpulkan bahwa Majaz
Lughowi terjadi pada Lafadz yang digunakan pada selain arti
aslinya, sedangkan Majaz Aqli terjadi dengan adanya
mengisnadkan pada selain ma'mul aslinya.

KINAYAH

Kinayah
adalah : Lafadz yang dikehendaki kelaziman makna aslinya,
serta bisa diartikan dengan makna yang lain.
Contoh :
َ = "Panjang Sarung pedangnya"
‫ط ِو ْيلُُّالنَّ َجا ُِّد‬
maksudnya adalah Dia itu Panjang postur tubuhnya.
Yang dikehendaki dari lafadz ‫جا ُِّد‬ َ adalah bisa diartikan
َ َّ‫ط ِو ْيلُُّالن‬
dengan Makna hakiki (Panjang Sarung pedangnya) dan Makna
Lain (Panjang postur tubuhnya), karena tidak adanya Qorinah
yang mencegah untuk mengartikan pada makna Hakiki,
berbeda dengan Majaz. karena pada Majaz itu tidak boleh
diartikan dengan Makna asli beserta Makna majaz, karena
tujuan yang diharapkan adalah makna Majaz saja dengan
adanya Qorinah yang mencegah mengartikan pada makna Asli.
Dan inilah perbedaan antara Kinayah dan Majaz.

Kinayah, dengan memandang Makni alaih ( Lafadz yang


digunakan sebagai kinayah) terbagi menjadi 3 macam :
1. Kinayah yang Makni alaihnya berupa isim sifat.
Contoh :

Seperti Ucapan Khonsya' (memuji saudaranya yang bernama


Sokhr):
َ ُّ‫ُّالر َمادُِّإذَاُّ َما‬
‫شتَى‬ َ
َُّ ‫ط ِو ْيلُُّالنَّ َجاد‬
َّ ‫ُِّرفِ ْي ُعُّال ِع َمادُُُُُِّّّّّ َكثِي ُْر‬
"Dia(Saudara Laki-lakinya) itu Panjang sarung pedangnya,
Luhur tiangnya, Banyak debunya ketika Ia bersedekah"

Ia menghendaki bahwa Saudaranya itu postur tubuhnya Tinggi,


Seorang Tuan, Yang Dermawan.
Tinggi sarung pedangnya diartikan sebagai : "Tinggi postur
tubuhnya"
Luhur Tiangnya diartikan sebagai : "Seorang Tuan (Sayyid)"
dari keduanya digunakan sebagai kinayah yang dekat dengan
makna aslinya.
Banyak debunya diartikan sebagai : "Dermawan"
Kata ini digunakan sebagai kinayah yang Jauh dari makna
aslinya, karena : Banyak debunya berarti Banyak masaknya,
Banyak masaknya berarti banyak makanannya, banyak
makanannya berarti banyak Orang yang memakannya,
banyak Orang yang memakannya berarti Banyak tamunya,
Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).

2. Kinayah yang Makni alaihnya berupa Nisbat.


Contoh :
ُّ‫ُّردَائِ ِه‬
ِ ‫ت‬ َ ‫ال َم ْجدُُّ َبيْنَ ُّث َ ْو َب ْي ِهُّوال َك َر ُمُّتَ ْح‬
"Kemulyaan itu diantara Dua bajunya, Kedermawanan itu
dibawah selendangnya"
Pada contoh tersebut, Tetapnya kemulyaan dan kederwanan
seseorang itu dijadikan kinayah dengan kata-kata diatas
karena Wujudnya dua sifat tersebut tidak telepas dari Orang
yang disifati, dan tidak ada Orang yang disifati kecuali Orang
yang memiliki dua pakaian dan selendang itu.
Maka dari itu Contoh diatas memberikan faidah Nisbat
tetapnya sifat kemulyaan dan kedermawanan pada Orang
yang disifati sebagaimana Tetapnya Dua pakaian dan
selendang pada Pemiliknya.
3. Kinayah yang Makni alaihnya tidak berupa Sifat dan Nisbat.
Contoh : Seperti Ucapan Penyair :
ُّ‫َان‬
ِ ‫ضغ‬ْ َ ‫ام َعُّاأل‬ َّ ‫ُُُُّّّّو‬
ِ ‫الطا ِع ِنيْنَ ُّ َم َج‬ َ َ‫َّار ِبيْنَ ُّ ِب ُك ِّلُّاَ ْبي‬
َ ‫ضُّ ُم ْخدِم‬ ِ ‫الض‬
"(Saya memuji) Orang-orang yang memukul dengan setiap
pedang putih mengkilat yangTajam , dan Orang-orang yang
menusuk dengan tombaknya di Beberapa tempat kumpulnya
sifat kebencian".
Penyair membuat kinayah dengan kata " Tempat
berkumpulnya sifat kebencian" yang berarti Hati. Seolah-olah
ia mengatakan : "dan Orang-orang yang menusuk hati lawan"
karena menghilangkan nyawa dengan cepat.
Kata " Hati" itu bukan merupakan sifat dan Nisbat, tetapi Kata
yang disifati.

Pada Kinayah, Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah


itu Penghubungnya Banyak, maka Disebut Talwikh.
Seperti Contoh diatas : Banyak debunya berarti Banyak
masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya,
banyak makanannya berarti banyak Orang yang memakannya,
banyak Orang yang memakannya berarti Banyak tamunya,
Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).

Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu


Penghubungnya Sedikit dan Masih samar, maka Disebut Ar-
Romzu.
Contoh :
ُّ‫ُّر ْخو‬ َ ُّ‫" = ُهو‬Dia itu orang yang gendut yang Lembek"
ِ ‫س ِميْن‬
Maksudnya adalah Dia itu Orang yang Bodoh dan Idiot.
Arti kinayah ini penguhubungnya yaitu : Gemuk dan lembek
berarti Lebar Tengkuknya (Jithok: Jawa), dan Lebar tengkuknya
berarti Bodoh dan Idiot.
Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu
Penghubungnya Sedikit atau memang tidak ada dan Jelas,
maka Disebut Ima' dan Isyaroh.
Contoh Penghubungnya sedikit dan jelas :
ُّ‫ط ْل َحةَُّث ُ َّمُّلَ ْمُّيَـت َح َّو ِل‬ َ َ‫ْتُّال َم ْجدَُّأ َ ْلق‬
َ ُّ‫ىُّر ْحلَهُُُُُّّّّفِ ْيُّآ ِل‬ َ ‫اُّرأَي‬
َ ‫َأوُّ َم‬
"Apakah Engkau tidak melihat kemulyaan yang menempati
rumahnya pada keluarga Tholhah, lalu kemulyaan itu tidak
berpindah (dari mereka)"

Penjelasan :
Pada bait tersebut dibuat kinayah tentang keberadaan mereka
itu mulia, dengan satu penghubung serta jelas.
Karena bertempatnya kemuliaan ditumahnya serta tidak
berpindah itu merupakan makna majazi, dengan
menyerupakan “kemuliaan” dengan “seorang laki-laki yang
mulia yang memiliki tempat yang ia khususkan bagi seseorang
yang ia kehendaki” dengan wajah syabah sama –sama adanya
rasa senang bertemu.
Lalu Lafadz musyabbah bih digunakan untuk musyabbah, lalu
musyabbah bih dibuah dan ditunjukkan sesuatu kelazimannya
yaitu menempati rumah, dengan menjadikan majaz Tahyiliyah.
Penghubung makna kinayahnya adalah : Kemulyaan yang
diserupakan dengan seseorang yang memiliki rumah
merupakan sifat yang sudah pasti adanya orang yang disifati
dan tempat, dan perantara inilah dikatakan jelas.
Contoh yang tidak adanya Penghubungnya tapi jelas :
‫ْضُّالقَفَا‬
ُ ‫ع ِري‬
َ = "Lebar tengkuknya (Jithok : Jawa)"
Kinayah untuk arti Bodoh, karena lebar tengkuknya sudah
jelas menunjukkan arti bodoh menurut adat.
Disini ada jenis dari kinayah yang dituju pemahamannya pada
runtutan kalam (siyaqul Kalam), yang disebut : Ta'ridh, yaitu :
mengarahkan kalam pada satu sisi makna.
Seperti Ucapanmu terhadap Orang membuat dhoror pada
Manusia.
ُّ‫اسُّ َم ْنُّ َي ْن َفعُ ُه ْم‬
ِ َّ‫َخي ُْرُّالن‬
"Sebaik-baiknya manusia adalah Orang yang memberikan
kemanfaatan Terhadap Mereka."
ILMU BADI'

Ilmu Badi'
adalah : ilmu untuk mengetahui metode memperindah kalam
yang sesuai dengan tuntutan keadaan.
Aspek ini, jika terarah pada membuat indahnya makna disebut
dengan : Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.
Jika terarah pada membuat indahnya Lafadz disebut dengan :
Muhassinat Al-Lafdziyah.

Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.

1. Tauriyyah; yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai arti


dua yaitu Makna Dekat yang langsung dipaham dari kalam
(karena seringnya digunakan) dan Ma'na Jauh, sebagai Arti
yang diharapkan, dengan adanya faidah sebab ada Qorinah
yang masih samar.

Seperti pada Firman Allah :


َ ‫ِيُّيَتَ َوفَّا ُك ْمُّ ِبالَّ ْي ِل‬
ِ ‫ُّو َي ْعلَ ُمُّ َماُّ َج َر ْحت ُ ْمُّ ِبالنَّ َه‬
ُّ‫ار‬ ْ ‫َو ُه َوُّالَّذ‬
"Dan Allah Dzat yang mengambil ruh kalian dimalam hari
(ketika tidur) dan mengetahui dosa yang kalian kerjakan di
siang hari ."
(S. Al-An’am :60)
Dengan menghendaki pada Lafadz ‫حت ُ ُّْم‬ ْ ‫ َج َر‬dengan makna
jauhnya adalah : mengerjakan dosa. dan makna dekatnya
adalah : melukai , tetapi makna ini tidak dikehendaki, karena
adanya Qorinah Firman Allah pada akhir ayat yang berbunyi :
‫ث ُ َّمُّيُ َن ِبّئُك ْمُّبماُّكنتمُّتعلمون‬.
Dan seperti ucapan Penyair :
ُ ‫ع ِب ْي ُّد‬ ْ ُ‫س ِيّدًاُّ َحازَ ُّل‬
َ ُّ‫طفًاُُُُّّّّلَهُُّالبَ َرايَا‬ َ ُّ‫يَا‬
َ َ‫ُّولَ ِك ْنُُُّّّ َجف‬
ُّ ُ ‫اكُّفِ ْينَاُّ َي ِز ْي ُّد‬ َ ‫سي ُْن‬ َ ‫أ َ ْن‬
َ ‫تُّال ُح‬
Wahai Tuan yang memperoleh Kasih sayang, yang semua
Makhluq tunduk padanya. Engkau adalah Sayid Husain (bin Ali
bin Abi Tholib), tetapi kesengsaraanmu pada kami bertambah"
Arti qorib lafadz ُّ ُ‫يَ ِز ْيد‬adalah : Nama orang,(yazid bin
Muawiyah bin Abu sufyan) karena dengan menyebut
Nama Husain itu menetapkan bahwa Yazid sebagai Nama,
tetapi Makna ini tidak dikehendaki.
Arti Ba'id yang dikehendaki Penyair dari lafadz ُُّ ‫يَ ِز ْيد‬adalah :
Fi'il Mudhori' dari lafadz" َ‫ "زَ ا ُّد‬yang bermakna : “bertambah”

2. At-Thibaq; ialah Mengumpulkan antara dua arti yang


berlawanan.
At-Thibaq ada 2 yaitu : At-Thibaq Ijab dan At-Thibaq salby.
At-Thibaq Ijab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang tidak
berbeda dalam hal ijab dan salab.
Contoh pada Firman Allah:
ُّ‫ُّرقُ ْود‬
ُ ‫اُّو ُه ْم‬
َ ‫ظ‬ ً ‫سبُ ُه ْمُّأ َ ْيقَا‬
َ ‫َوتَ ْح‬
Dan engkau menyangka bahwa mereka itu terjaga, padahal
mereka itu tidur.(Surat Al-Kahfi : 18)
َ ‫(ي ْق‬terjaga)
Lafadz ُّ‫( ُرقُ ْود‬tidur) dikatakan Tibaqul Ijab, karena ‫ظة‬
itu mengetahui dengan panca indra, sedangkan tidur
sebaliknya. dan diantara keduanya saling berlawanan.
At-Thibaq Salab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang
berbeda dalam hal ijab dan salab, seperti mengumpulkan dua
kalimah fi’il dari satu masdhar, lafadz yang satu dibuat musbat
(tanpa nafi), sedangkan yang kedua dibuat manfi (dengan nafi).
Contoh pada Foirman Allah :
‫اُّمنَ ُّال َح َياةُِّالد ْن َيا‬
ِ ‫ظا ِه ًر‬ ِ َّ‫َولَ ِك َّنُّأ َ ْكث َ َرُّالن‬
َ ُّ َ‫ُّ َي ْعلَ ُم ْون‬، َ‫اسُّالَُّ َي ْعلَ ُم ْون‬
Tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahui (sesuatu
yang disediakan bagi mereka diakhirot), mereka mengetahui
perkara yang jelas dari kehidupan dunia.(Surat Ar-Rum : 6-7)

Mengumpulkan Lafadz ُّ‫(يَ ْعلَ ُم ْو َن‬mengetahui) dan Lafadz ُّ‫ال‬


ُّ‫( َي ْعلَ ُم ْو َن‬tidak mengetahui) dikatakan Tibaqul Salbi, karena
lafadz ‫ن‬ َُّ ‫(ال ُّيَ ْعلَ ُم ْو‬tidak mengetahui) itu manfi, sedangkan
Lafadz ‫ن‬ َُّ ‫(يَ ْعلَ ُم ْو‬mengetahui) itu mutsbat.
3. Muqobalah; yaitu : Mendatangkan dengan dua makna atau
lebih lalu mendatangkan dengan kata yang berlawanan ma'na
tersebut secara urut.
Contoh pada Firman Allah :
ْ ‫فَ ْل َي‬
‫ض َح ُك ْواُّقَ ِل ْيالًُّ َول َي ْب ُك ْواُّ َك ِثي ًْرا‬
Maka sebaiknya mereka sebaiknya tertawa dengan sedikit
dan menangis dengan banyak (Surat Al-Baqoroh : 83).
Pada ayat tersebut, Lafadz ‫(الضحك‬tertawa) berlawanan
dengan kata ‫(البكاء‬menangis) dan Lafadz ‫(القليل‬sedikit)
berlawanan dengan kata ‫(الكثير‬banyak).

4. Menjaga Perbandingan yaitu Mengumpulakan suatu perkara,


dan lafadz yang sesuai dengannya bukan kata yang
berlawanan.
Contoh :
ُ ُ‫صا ِف ُحهُُّالنَّ ِس ْي ُمُّفَ َي ْسق‬
ُّ‫ط‬ َ ُ‫طبُّي‬ ْ ‫ؤُُُّّّر‬
َ ُ ُ‫الطلُّ ِف ْيُّ ِس ْل ِكُّالغ‬
ُ‫ص ْو ِنُّ َكلُؤْ ل‬ ّ ‫َو‬
ُُّ ّ‫ُّوال َغ َما ُمُّيُنَ ِق‬
ُّ ‫ط‬ َ ‫ب‬ ُ ً ‫الر ْي ُحُّت َ ْكت‬ َ ‫ص ِح ْيفَة‬
ّ ِ ‫ُُُّّّو‬ َ ُ ‫ْرُّيَ ْق َرأ‬
َ ُّ‫ُّوالغَ ِدي ُْر‬ َّ ‫َو‬
ُُّ ‫الطي‬
hujan gerimis pada cabang pepohonan itu bagai Mutiara yang
basah yang ditiup oleh semilirnya angin lalu jatuh ke tanah.
Burung sedang membaca (berkicau), dan Genangan air itu
bagai kertas, dan angin sedang menulis , dan Mendung
membuat titik.

Pada Bait pertama terkumpul lafadz ُّّ‫ُّالطل‬،‫ُّالغصون‬،‫النسيم‬,


kesemuanya merupakan lafadz yang saling berhubungan.

Begitu juga Pada Bait kedua terkumpul lafadz ُّ،‫ُّالريح‬،‫ُّالغدير‬،‫الطير‬


‫الغمام‬, kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling
berhubungan.
dan juga lafadz ‫ُّالنقط‬،‫ُّالكتابة‬،‫ُّالصحيفة‬،‫القراءة‬, kesemuanya juga
merupakan lafadz yang saling berhubungan.

5. Istikhdam, yaitu : Menyebut lafadz dengan suatu ma'na dan


mengembalikan dhomirnya dengan ma'na yang lain, atau
mengembalikan dua Dhomir dengan yang dikehendaki dhomir
kedua selain yang diharapkan pada Dhomir yang pertama.
Contoh Pertama:
ُ ‫ش ْه َرُّفَ ْل َي‬
ُُّ‫ص ْمه‬ َّ ‫ُّم ْن ُك ُمُّال‬ َ ُّ‫فَ َم ْن‬
ِ َ‫ش ِهد‬
Barang siapa diantara kalian menemui bukan (hilal
Romadhon) maka haruslah berpuasa (pada bulan itu).

Lafadz ُّ‫الشهر‬memiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti
Majaz (hilal). Pada ayat tersebut Lafadz ُّ‫الشهر‬diartikan dengan
ُ َ‫فَ ْلي‬itu di kembalikan
makna majazi (hilal), lalu dhomir pada ُُّ‫ص ْمه‬
pada Lafadz ُّ‫الشهر‬yang diartikan dengan makna hakiki (bulan).

Contoh kedua :
ُّ‫ُّوإِ ْنُّ ُه ُم ْوُُُّّّشَب ْوهُُّبَيْنَ ُّ َج َوا ِن ِح ْي‬
َ ‫سا ِكنِ ْي ِه‬
َّ ‫اُّوال‬
َ ‫ض‬ َ َ‫سقَىُّالغ‬
َ َ‫ف‬
ُّْ ‫ضلُ ْو ِع‬
‫ي‬ ُ ‫َو‬
Maka Allah menyirami Pohon Godho dan orang-orang yang
menempatinya (Tempat yang ditumbuhi pohon Godho),
walaupun mereka menyalakannya (Api) diantara tulang
dadaku (hati) dan tulang punggungku.

Lafadz ُّ‫الغضا‬memiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon)


dan arti Majaz Mursal (tempat) dan arti majaz isti'aroh (Api).
Pada syair tersebut Lafadz ُّ ‫الغضا‬diartikan dengan makna
hakiki (pohon), lalu dhomir pada ُّ‫الساكنيه‬itu di kembalikan pada
Lafadz ُّ ‫الغضا‬yang diartikan dengan makna majaz mursal
(tempat) dan dhomir pada ُّ‫شبّوه‬itu di kembalikan pada Lafadz
ُّ‫الغضا‬yang diartikan dengan makna majaz Istia'roh (Api) .

6. Al-Jam'u; yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih pada


satu hukum. Seperti Ucapan Penyair :
ْ‫سدَُّة‬ َّ َ ‫سدَةُّ ِل ْل َم ْر ِءُّأ‬
َ ‫يُّ َم ْف‬ َ ‫الجد ْهُُُّّّ َم ْف‬
ِ ‫ُّو‬ َ ‫ُّوالفَ َرا‬
َ ‫غ‬ َ ‫اب‬ َّ ‫ِإ َّنُّال‬
َ ‫ش َب‬
Sesungguhnya sifat muda, pengangguran, merasa cukup itu
penyebab berbagai kerusakan pada seseorang.
Penyair mengumpulkan sifat-sifat tersebut dalam satu hukum.

7. Tafriq; yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama dari


satu jenis. Contoh pada ucapan Penyair (wathwath):
ُّ‫َاء‬
ٍ ‫سخ‬ ِ ‫ُّربِي ٍْعُُّّ َكن ََوا ِل‬
َ ُّ‫ُّاألمي ِْرُّ َي ْو َم‬ َ ‫ت‬ َ ‫ُّو ْق‬
َ ‫َماُّنوالُُّالغَ َم ِام‬
Tiada pemberian hujan pada musim semi itu seperti
pemberian Pemerintah pada waktu makmur.

Penyair membedakan antara dua bentuk pemberian, padahal


pemberian itu merupakan satu jenis yang sama.

8. Taqsim; (mengklasifikasikan)
Pada Taqsim itu adakalanya Menyempurnakan klasifikasi
suatu perkara
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada
Perdamaian yang terjadi antara Qois dan Dzibyan :
َ ُّ‫ع ْنُّ ِع ْل ِمُّ َماُّفِ ْي‬
ٍُّ‫غد‬ َ ُّ‫ُُُُُّّّّولَ ِكنَّنِ ْي‬
َ ‫األم ِسُّقَ ْبلَه‬
ْ ‫ُّو‬َ ‫َوأ َ ْعلَُّ ُمُّ ِع ْل َمُّال َي ْو ِم‬
ُّْ ‫ع ِم‬
‫ي‬ َ
“Dan Saya mengetahui pengetahuan hari ini dan kemarin,
sebelum hari ini, dan Tetapi saya tidak tahu akan
pengetahuan dihari besok"

Pada syair ini terkandung bahwa ilmu itu terbagi menjadi Ilmu
hari ini, ilmu hari kemarin dan ilmu hari yang akan datang.
Inilah yang dikatakan Taqsim yang menyempurnakan
pembagiannya.

dan adakalanya menyebutkan dua perkara atau lebih dan


kembali pada masing-masing perkara itu dengan menjelaskan.
Seperti ucapan Al-Multamis Jarir bin Abdul Masih :
ُ‫الوت َ ُّد‬
َ ‫ُّو‬ َ ِ‫ي‬ّ ‫عي ُْرُّال َح‬ َ ُّ‫ضي ٍْمُّي َُراد ُُّ ِب ِهُُُّّّ ِإالَُّّاألَذَالَّ ِن‬
َ ُّ‫علَى‬
َ ُّ‫َوالَُّيُ ِق ْي ُم‬
ُّ ُُّ ‫حد‬ َ َ ‫ُُُّّّوذَاُّيُشَجُّفَالَُّيَ ْر ِث ْيُّلَهُُّأ‬
َ ‫ْفُّ َم ْرب ُْوطُّبِ ُر َّمتِ ِه‬ ِ ‫علَىُّال َخس‬ َ ُّ‫َهذَا‬
Tidak akan bermukim pada kedholiman yang diarah padanya
kecuali Dua Makhluk yang Hina yaitu Keledai perumahan dan
pasak.
Ini (keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan
yang ini (pasak) ditancapkan, lalu tiada satu orangpun yang
menyayanginya.

Penyair menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali


dengan menyatakan sesuatu yang berhubungan pada kata
yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu pada kata yang
kedua yaitu “ditancapkan”.

dan adakalanya menyebutkan keadaan sesuatu dengan


menyandarkan kata yang sesuai pada masing-masing perkara
tersebut.
Seperti Abu Toyyib Al-Mutanabbi :
ُ ‫ط ْو ِلُّ َماُّإلتَث َ ُمواُّ ُم ْر ُّد‬ ِ ‫َاُّو َمشَا ِيخُُُِّّّ َكأَنَّ ُه ُم‬
ُ ُّ‫ُّم ْن‬ ْ
ُ ُ‫سأطل‬
َ ‫بُّ َح ِقّ ْيُّ ِبالقَن‬
ُّ ‫عد ْوا‬ ُ ُّ‫ع ْواُُُّّّ َك ِثيْرُّ ِإذَاُّشَد ْواُّقَ ِليْلُّإذَا‬ ِ ‫ثِقَالُّإذَاُّلَقَ ْو‬
ُ ُ ‫اُّخفَافُّ ِإذَاُّد‬
Saya akan mencari hakku dengan tombak dan para lelaki
dewasa., karena lamanya memakai cadar (ketika perang)
Seolah-olah Mereka itu para Pemuda, yang terlihat Berat
(dihadapan Musuh) ketika berperang, yang cepat tanggap
ketika diajak, yang banyak ketika menyerang, yang sedikit
ketika dihitung.

9. Mungukuhkan pujian dengan sesuatu yang menyerupai


penghinaan.
Hal ini terbagi menjadi 2 macam :

a. Mengecualikan Sifat Pujian dari sifat penghinaan yang


meniadakan dengan cara mengira-ngirakan masuknya
pujian itu pada penghinaan.

Seperti Ucapan Ziyad bin Muawiyah Adz-Dzabiyani:


ُّ‫ب‬ ِ ‫سيُوفَ ُه ْمُُُّّّ ِب ِه َّنُّفُلُ ْول‬
ِ ِ‫ُّم ْنُّقِ َراعُِّال َكتَائ‬ َّ ‫غي َْر‬
ُ ُّ‫ُّأن‬ َ ُّ‫ْبُّفِ ْي ِه ْم‬ َ َُّ‫َوال‬
َ ‫عي‬
Tiada cela pada Mereka kecuali retaknya pedang dari
menyerang pasukan Musuh.

b. Menetapkan Sifat pujian terhadap suatu perkara, dan


didatangkan sifat pujian lain setelahnya dengan kata
pengecualian yang menyandinginya.

Seperti Ucapan Penyair :


َ ُّ‫صافُهُُّ َغي َْرُّأَنَّهُُُُُّّّّ َج َوادُّفَ َماُّيُ ْب ِق ْي‬
‫علَىُّال َما ِلُّبَاقِيًا‬ َ ‫تُّأَو‬
ْ َ‫فَتًىُّ َك ُمل‬
Dia itu Pemuda yang sempurna sifatnya melainkan ia seorang
Dermawan, lalu ia tiada menyisakan sisa dari hartanya.
10. Bagusnya alasan; yaitu : Menggunakan suatu alasan yang
bukan sebenarnya, yang terdapat perkara yang langka untuk
sifat.
Seperti Ucapan Al-Khotib Al-Qozuwaini :
ُّ‫ق‬ َ َ‫علَ ْي َهاُّ ِع ْقدَُّ ُم ْنت‬
ِ ‫ط‬ َ ُّ‫ْت‬ َ ‫ُّخ ْذ َمتَهُُُُّّّلَ َم‬
َ ‫اُّرأي‬ ِ ‫اء‬ِ َ‫لَ ْوُّلَ ْمُّتَ ُك ْنُّنِيَّةُُّال َج ْوز‬
“Seandainya tidak ada keinginan bintang Jauza' itu
melayaninya, maka engkau tidak akan melihat padanya ikatan
yang melingkar”.

11. Kesesuaian ladadz serta ma'na; yaitu Lafadz-lafadz yang


sesuai dengan maknanya, maka dipilihlah lafadz yang Agung
dan Ibarot yang sangat keras logatnya untuk kebanggaan dan
keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk bahasa
kawula muda, dll.
Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan Kebanggaan dan
keberanian:
ْ ‫ط َر‬
ُّ‫ت‬ َ َ‫ش ْم ِسُّأ َ ْوُّق‬
َّ ‫ابُّال‬ ِ ‫ض ِ ّريَةًُُُّّّ َهتَ ْكن‬
َ ‫َاُّح َج‬ َ ‫ضبَةًُّ ُم‬ ْ ‫غ‬ َ ُّ‫َض ْبنَا‬
ِ ‫إذاُّ َماُّغ‬
‫دَ ًما‬
ُّ ‫ســلَّ َما‬ َ ‫علَ ْين‬
َ ‫َاُّو‬ َ ُّ‫صـلَّى‬ ِ ‫ًاُّم ْنُّقَبِ ْي َلةٍُُُّّّذ ُ َر‬
َ ُّ‫ىُّم ْنبَ ٍر‬ ِ ‫س ِيّد‬
َ ُّ‫ع ْرنَا‬َ َ ‫إذَاُّ َماُّأ‬
Ketika kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami
merusak penghalang matahari (perkara haq) sampai
meneteskan warna darah.
Ketika kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar,
maka Ia mendo'akan kami dan menyebut (nama kami pada
qoumnya).

Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan ucapan kamu


pemuda :
ُّ‫طيْفُّأَلَ ْم‬
َ ُّ‫ع ِنّ ْيُّال َك َرى‬ َ ‫ُّولَ ِك ْنُّلَ ْمُّأَنَ ْم‬
َ ُّ‫ُُُّّّونَفَى‬ ُ َ‫لَ ْمُّي‬
َ ‫ط ْلُّلَ ْي ِل ْي‬
Malamku tiada panjang, tetapi aku belum tidur, telah hilang
rasa ngantukku, bayangan kekasih telah datang.

12. Uslubul Hakim; yaitu : menyampaikan kepada mukhotob


dengan selain kata yang dinantinya atau menyampaikan
kepada orang yang bertanya dengan selain jawaban yang
diinginkan karena mengingatkan bahwa jawaban itu lebih
layak pada pertanyaan yang diharapkan.

a. Mempersepsikan pemahaman ucapan menjadi


berbeda dengan sesuatu yang diharapkan oleh
pengucapnya.

Seperti Ucapan Qoba'tsaro kepada Hajjaj yang telah


mengancamnya dengan ucapan :ُّ‫علَىُّاأل َ ْده َِم‬
َ ُّ‫ألح ِملَنَّ َك‬
ْ
Sungguh aku akan membawamu pada terali besi
lalu Qoba'tsaro mengatakan (dengan mengartikan kata
Adham dengan arti Kuda hitam) :
ُّ‫ب‬ َ ‫علَىُّاأل ْده َِم‬
ِ ‫ُّواأل ْش َه‬ َ ُُّ‫ُُّاألمي ِْرُّ َي ْح ِمل‬
ِ ‫ِمثل‬
itu Seperti Pemimpin yang naik kuda hitam dan kuda putih.
َ ‫أ َ َردْتُ ُّال‬
Lalu Hajjaj menjawab : َُّ‫ح ِد ْيد‬
Saya menghendaki (dengan kata adham) sebagai terali besi.
Lalu Qoba'tsaro berkata (dengan mengartikan kata Hadid
dengan arti Pandai):
‫ُّأنُّ َي ُك ْونَ ُّ َب ِل ْيدًا‬ ِ ‫ألنُّ َي ُك ْونَ ُّ َح ِد ْيدًاُّ َخيْر‬
ْ ‫ُّم ْن‬ ْ
Kuda yang pandai itu lebih baik dari pada kuda yang bodoh.

Hajjaj menghendaki dengan kata "adham" sebagai terali besi,


dan kata "Hadid" sebagai Tempat yang khusus. sedangkan
Qoba'tsaro menggambarkan pemahaman keduanya sebagai
"Kuda hitam yang tidak bodoh"
Tujuan hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih
layak itu janji membawanya dengan kuda hitam yang tidak
bodoh, bukan ancaman untuk membawanya ke terali besi.

b. Memposisikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan


lain yang sesuai dengan kondisi masalah.

Seperti Firman Allah :


.ِ‫ُّوال َح ّج‬
َ ‫اس‬ َ ‫ع ِنُّاأل ِهلَّ ِةُّقُ ْلُّ ِه‬
ِ َّ‫يُّ َم َواقِيْتُ ُّ ِللن‬ َ ُّ‫يسْألُ ْون ََك‬
Mereka bertanya padamu, maka katakanlah : "itu adalah
Waktu bagi manusia dan haji .
Sebagian Shohabat (Mu'adz bin Jabal dan Robi'ah bin
Ghonam) kepada Nabi : "Bagaimana keadaan hilal yang
tampak sebentar lalu bertambah hingga menjadi purnama,
lalu berkurang hingga kembali seperti semula ?".
Maka jawabannya didatangkan dengan hikmah yang
ditimbulkan dari perbedaan ukuran hilal, pada Firman Allah
tersebut, karena hal itu lebih penting bagi orang yang
bertanya.
Maka pertanyaan mereka tentang sebab terjadinya perbedaan
ukuran hilal itu diposisikan seperti pertanyaan tentang hikmah
dari perbedaan itu.

Muhassinat Al-Lafdhiyyah.

1. Jinas; yaitu keserupaan dua lafadz dalam ucapan bukan pada


makna.
Jinas itu ada yang Tamm (sempurna) dan Ghoiru Tamm (tidak
sempurna).
Jinas Tamm; yaitu : Lafadz yang hurufnya sama dalam
keadaannya (ha’iat), jenis, hitungan dan urutannya.
Contoh :
َ ‫تُّ ِل َعي ِْنُّالدَّ ْه ِرُّ ِإ ْن‬
.‫سانًا‬ َ ‫لَ ْمُّن َْلقَ ُّ َغي َْر َكُّإ ْن‬
َ ‫سانًاُّيُالذُُّ ِب ِهُُُُُّّّّّفَالُّبَ ِر ْح‬
Kami belum pernah bertemu manusia yang bisa dibuat
perlindungan selain engkau, maka engkau senantiasa pada
masa ini sebagai biji mata.

Contoh lain :
.‫ُّأرض ِه ْم‬
ِ ‫تُّ ِف ْي‬
َ ‫ض ِه ْمُّ َماُّد ُْم‬
ِ ‫أر‬
ْ ‫ُُُُّّّّو‬ َ ‫فَدَ ِار ِه ْمُّ َماُّد ُْم‬
َ ‫تُّفِ ْيُّدَ ِار ِه ْم‬
Maka kelilingilah mereka, selama engkau tetap dirumahnya.
dan senangkanlah mereka selama engkau tetap berada di
tanahnya.

Jinas Ghoiru Tamm; yaitu Lafadz yang hurufnya berbeda pada


salah satu dari keadaan, jenis, hitungan dan urutan.
Contoh :
ٍ ‫صولُُّبأ ْسيَافٍ ُّقَ َو‬
ُّ‫اض‬ ُ َ ‫اص ٍمُُُُّّّّت‬
ِ ‫اصُّ َع َو‬ َ ٍُّ‫ُّم ْنُّأ ْيد‬
ِ ‫ع َو‬ ِ َ‫يَ ُمد ْون‬
.‫ب‬ِ ‫اص‬ ِ ‫قَ َو‬
Mereka sedang menjulurkan (lengan mereka) dari tangan
orang yang memukul dengan tongkat, yang selalu menjaga
(dari kerusakan) yang menyerang dengan pedang yang
mematikan, yang memotong.

2. Saja'; yaitu : adanya kesamaan pada huruf terakhir antara dua


kalimat Natsar yang terpisah.
Contoh :
َ ‫انُّبآدا ِب ِهُّالَُّ ِب ِز ِيّ ِه‬
.‫ُّو ِثيَا ِب ِه‬ ُ ‫س‬َ ‫اإل ْن‬
Manusia mulya itu dengan perilakunya, bukan perhiasannya
dan pakiannya.

Contoh :
.‫ْظ ِه‬
ِ ‫ُّوع‬
َ ‫اج ِر‬ َ ‫ُّويَ ْق َرعُُّاأل ْس َما‬
ِ ‫عُّ ِبزَ َو‬ َ ‫عُّ ِب َج َوا ِه ِرُّ َل ْف ِظ ِه‬ ْ َ‫ي‬
َ ‫طبَ ُعُّاأل ْس َجا‬
Orang menghiasi Beberapa sajak dengan keindahan lafadznya,
dan mempengaruhi pendengaran dengan Larangan-larangan
nasehatnya.

3. Iqtibas; yaitu : Suatu kalam yang mengandung sesuatu dari Al-


Qur;an dan Hadits bukan merupakn Lafadz salah satunya.
Seperti ucapan Penyair :
ُّ‫ع‬
ُ ‫طا‬َ َ‫ُّوأ ْن ِك ْرُّ ِب ُك ِّلُّ َماُّيُ ْست‬
َ ‫ِـم‬ َ ‫اُّوالَُّت َ ْر‬
ُّ‫ض‬ َ ُّ‫الَُّتَ ُك ْن‬
َ ‫ظا ِل ًم‬
‫ظ ْلـ‬
ُ ‫ِبال‬
ُّ‫ع‬
ُ ‫طا‬َ ُ‫ش ِفيْعٍُّي‬
َ َُّ‫ُّوال‬
َ ‫ِم ْنُّ َح ِـمي ٍْم‬ ُّ‫ابُّ َما‬
ُ ‫س‬ ِ ‫يَ ْو َمُّيَأ ْ ِت ْي‬
َ ‫ُّالح‬
ٍُّ ُ‫ظــل‬
‫وم‬ َ ‫ِل‬
Janganlah kamu menjadi orang dholim, dan janganlah rela
dengan kedholiman, dan ingkarilah sesuai dengan
kemampuan.
Pada hari datangnya Hisab bagi orang yang sangat Dholim itu
tiada seorang sahabat, dan orang yang menolongnya yang
diikuti.

Syair tersebut diambil dari Ayat Al-qur’an Surat Al-Mu’min :


18 :
ُّ‫ع‬
ُ ‫طا‬َ ُ‫ش ِفيْعٍُّي‬
َ َُُّّ‫ُّوال‬
َ ‫ُّم ْنُّ َح ِمي ٍْم‬ َ ‫َماُّ ِلل‬
ِ َ‫ظا ِل ِميْن‬
Seperti ucapan Penyair :
َ ‫ُّالو‬
ُّ‫ط ِن‬ َ ‫ْب‬ ُ ‫عىُّغ َِري‬ َ ‫طانِ ِه ْمُُُّّّقَلَّ َماُّي ُْر‬
َ ‫ُّأو‬ ْ ‫اسُّفِ ْي‬َ َّ‫الَُّت ُ َعادُِّالن‬
ُّ .‫ن‬ ٍ ‫س‬
َ ‫قُّ َح‬ٍ ‫اسُّبِ ُخ ْل‬
َ َّ‫قُّالن‬ ً ‫ع ْي‬
ِ ‫شاُّ َب ْي َن ُه ْمُُُُّّّّخَا ِل‬ َ ْ‫َوإذَاُّ َماُّ ِشئ‬
َ ُّ‫ت‬
Janganlah kamu musuhi manusia di Negaranya, Sedikit sekali
para pendatang itu dilindungi.
Jika engkau ingin berinteraksi dengan mereka, maka
berperilakulah kepada manusia dengan Akhlaq yang baik.
Syair tersebut diambil dari Sabda Nabi kepada Abu dzarr Al-
Ghifary :
ٍ ‫اس ُّ ِب ُخل‬
ُّ‫ق‬ ِ ‫سيئة ُّالحسنةَ ُّتم ُحها ُّوخَا ِل‬
َ َّ‫ق ُّالن‬ َّ ‫إتق ُّهللا ُّحيثما ُّكنتَ ُّوأتبعِ ُّال‬
.‫س ٍن‬َ ‫َح‬
Dan tidak berpengaruh dengan adanya perubahan yang sedikit
pada lafadaz yang diambil karena wazan Syi'ir atatau yang lain.

Seperti ucapan Penyair :


‫اجعُونَا‬
ِ ‫ُّر‬ ْ ُ‫اُّخ ْفت‬
َ ِ‫ُّأنُّيَ ُكونَاُُُّّّإنَّاُّإلىُّهللا‬ ِ ‫قَدُّْ َكانَ ُّ َم‬
Sungguh telah terjadi kematian yang aku khawatirkan,
Sesungguhnya kami itu kembali kepada Allah.
Syair tersebut diambil dari Firman Allah Surat Al-Baqoroh :
156 :
َ ِ‫ص ْيبَة ُّقَالُ ْوا ُّإنَّا ُّهلل‬
ُّ‫ُّوإنَّا ُّإلَ ْي ِه‬ ِ ‫صابِتْ ُه ْم ُّ ُم‬
َ ‫صابِ ِريْنَ ُّال ِذيْنَ ُّ ِإذَا ُّأ‬ ّ َ‫َوب‬
َّ ‫ش ِِر ُّال‬
. َ‫اجعُ ْون‬
ِ ‫َر‬
PENUTUP

4. Indahnya permulaan kalam; yaitu : Seorang Mutakallim


menjadikan awal pembicaraannya dengan indah lafadznya,
baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila permulaan kalam itu mengandung isyarat pada
tujuannya, maka dikatakan sebagai Baroatul Istihlal.
Seperti Ucapan abu toyyib ketika memberi ucapan atas
hilangnya penyakit :
ُّ‫سقَ ُم‬ َُّ ِ‫ُُُّّّوزَ ا َلُّ َع ْن َكُّإِلَىُّأَ ْعدَائ‬
َّ ‫كُّال‬ َ ‫ُّوال َك َر ُم‬
َ ‫ْت‬ ُ ُّ‫يُّإ ْذ‬
َ ‫عوفِي‬ ُ ُُّ‫ال َم ْجد‬
َ ‫ع ْو ِف‬
Keluhuran dan kemuliaan telah terlimpahkan, karena engkau
telah sembuh, dan penyakit telah hilang darimu pad musuh-
musuhmu.
Seperti Ucapan penyair lain yaitu Asyja’ as-salma ketika
memberi ucapan atas pembangunan gedung :
ُّ‫علَ ْي ِهُّ َج َمالَ َهاُّاألَيَّا ُم‬ ْ ‫سالَ ُمُُُُّّّّ َخلَ َع‬
َ ُّ‫ت‬ َ ‫علَ ْي ِهُّت َ ِحُّيَّة‬
َ ‫ُّو‬ ْ َ‫ق‬
َ ُّ‫صر‬
Sebuah gedung yang terdapat kehormatan dan salam,Waktu
telah meletakkan keindahannya padanya.

5. Indahnya penutup kalam; yaitu : Seorang Mutakallim


menjadikan akhir pembicaraannya dengan indah lafadznya,
baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila akhir kalam itu mengandung isyarat pada selesainya
pembicaraan , maka dikatakan sebagai Baroatul Maqto’.
Seperti Ucapan Abul Ala’ atau abu toyyib :
ِ ‫عاءُّ ِل ْلبَ ِريَّ ِةُّش‬
ُّ‫َام ُل‬ َ ‫فُّأ َ ْه ِل ِه‬
َ ُ ‫ُُُّّّو َهذَاُّد‬ َ ‫ْتُّبَقَا َءُّالدَّ ْه ِرُّيَاُّ َك ْه‬
َ ‫بَ ِقي‬
Engkau tetap sepanjang masa, wahai Gua tempat berlindung
penghuninya, Ini adalah do’a yang menyeluruh untuk manusia.

Anda mungkin juga menyukai