ط ا ْلبَ ْذ َل ِب َو ْع ٍد
ُ سـ َ ب األ َ ْق
ُ َوت َ ْب¤ صى ِبلَ ْف ٍظ ُم ْو َج ِز ُ تُقَ ِ ِّر
ُم ْن َج ِز
Mendekatkan pengertian yang jauh dengan lafadz yang ringkas serta dapat menjabar
perihal detail dengan janji yang cepat.
فَـائِقَةً أ َ ْل ِفــــيَّةَ ا ْب ِن¤ س ْخ ِط َ َوت َ ْقت َ ِضي ِر
ُ ضا ً ِبغَ ْي ِر
ُم ْع ِطي
Kitab ini mudah menuntut kerelaan tanpa kemarahan, melebihi kitab Alfiyahnya Ibnu
Mu’thi.
Muqoddimah Alfiyah | Judul Kitab: Syarh Ibni 'Aqil Li Alfiyyah Ibni Malik | Pengarang:
Ibnu 'Aqil 'Abdullah Bin 'Abdurrahman 769 H. | Tulisan Naskh Oleh: Al-Qousiy 1281 H. |
Koleksi Manuskrip: Universitas King Saud. Link:
http://makhtota.ksu.edu.sa/makhtota/1491/6
Kitab Nahwu Sharaf Alfiyah Ibnu Malik, adalah sebuah Kitab Mandzumah atau Kitab
Bait Nadzam yang berjumlah seribu Bait, berirama Bahar Rojaz, membahas tentang
kaidah-kaidah Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf
Pengarang Kitab Alfiyah ini, adalah seorang pakar Bahasa Arab, Imam yang Alim yang
sangat luas ilmunya. Beliau mempunyai nama lengkap Abdullah Jamaluddin Muhammad
Ibnu Abdillah Ibnu Malik at-Tha’iy al-Jayyaniy. Beliau dilahirkan di kota Jayyan Andalus
(Sekarang: Spanyol) pada Tahun 600 H. Kemudian berpindah ke Damaskus dan meninggal di
sana pada Tahun 672 H.
Karya emas beliau yang lain, yg cukup terkenal bernama Kitab Al-Kafiyah As-Syafiyah,
terdiri dari tiga ribu Bait Nadzam yang juga bersyair Bahar Rojaz. Juga Kitab lainnya,
karangan beliau yang terkenal bernama: Nadzam Lamiyah al-Af’al yang membahas Ilmu
Sharaf, Tuhfatul Maudud yang membahas masalah Maqshur dan Mamdud. Semuanya
membahas tentang Tata Bahasa Arab baik Nahwu atau Sharaf.
Adapun Kitab Alfiyah ini adalah Kitab yang Ringkas berbentuk Nadzam, namun mencakup
semua pembahasan masalah Ilmu Nahwu dengan detil. Sebagaimana beliau katakan pada
Bait Muqaddimah pada Kitab Alfiyah ini:
“Juga aku memohon kepada Allah untuk kitab Alfiyah, yang dengannya dapat mencakup
seluruh materi Ilmu Nahwu”.
Metode Kitab Alfiyah ini sebenarnya cukup memberikan kemudahan bagi pelajar untuk
menguasainya. Tidak hanya untuk para senior. Karena Alfiyah ini cukup mengandung
pengertian yang sangat luas, tapi dengan lafad yang ringkas. Sebagaimana beliau memberi
penilaian terhadap Kitab Alfiyah ini, dalam Muqaddimahnya yang berbunyi:
“Mendekatkan pengertian yang jauh dengan lafadz yang ringkas serta dapat menjabar
perihal detail dengan janji yang cepat”
Kitab Alfiyah ini, disebut juga Kitab Khalashah yang berarti Ringkasan. Diringkas dari Kitab
karangan beliau yang benama Al-Kafiyah As-Syafiyah, merupakan Kitab yang membahas
panjang lebar tentang Ilmu Nahwu. Sebagaimana beliau berkata pada Bait terahir dari Kitab
ini, yaitu pada Bait ke 1000:
“Telah terbilang cukup kitab Khalashah ini sebagai ringkasan dari Al-Kafiyah, sebagai
kitab yang kaya tanpa kekurangan”.
Beliau juga memberi motivasi, bahwa Kitab ini dapat memenuhi apa yang dicari oleh para
pelajar untuk memahami Ilmu Nahwu. Beliau berkata pada Bait ke 999
“Aku rasa sudah cukup dalam merangkai kitab Nadzom ini, sebagai Kitab yang luas
pengertiannya dan mencakup semuanya”.
Begitulah memang, Kitab Alfiyah Ibnu Malik ini cukup sukses, mendapat kedudukan tinggi
dan penilaian terhormat di hati para pencari ilmu gramatika Bahasa Arab. Dimanapun para
pencinta Ilmu Nahwu pasti mengenalnya. Tersebar luas dan diajarkan di berbagai Lembaga-
Lembaga Pendidikan. Tidaklah sedikit Kitab-Kitab Syarah yang menyarahi dari Nadzam
Alfiyah Ibnu Malik ini, dan tidak sedikit pula Kitab Hawasyi yang menyarahi dari Syarahnya
Kitab ini. Semoga beliau mendapat kedudukan yang tinggi disisi-Nya. Amin.
Ref. | Alfiyah Ibnu Malik | Syarah Ibnu ‘Aqil | I’rob Alfiyah Ibnu Malik |
Archive for the ‘Bab Kalam’ Category
ع
ٌ ــار
ِ ض ُ س َوا ُه َما ا ْل َح ْر
َ فِ ْعـــ ٌل ُمـ¤ ف َك َه ْل َوفِي َولَ ْم ِ
يَ ِلي لَ ْم كَـيَش ْم
Selain keduanya (ciri Isim dan Fi’il) dinamaan Kalimah Huruf, seperti lafadz Hal, Fi, dan
Lam. Ciri Fi’il Mudhori’ adalah dapat mengiringi Lam, seperti lafadz Lam Yasyam.
Kalimah Huruf dapat dibedakan dengan Kalimah-Kalimah yang lain, yaitu Kalimat selain
yang dapat menerima tanda Kalimah Isim dan tanda Kalimat Fi’il, atau Kalimat yang tidak
bisa menerima tanda-tanda Kalimat Isim dan Fi’il. Kemudian dicontohkannya dengan Lafad
في,هل, dan لم, ketiga contoh Kalimat Huruf tsb menunjukkan penjelasan bahwa Kalimat
Huruf terbagi menjadi dua:
Alfiyah Bait 12-13-14
Kalimah Huruf Ghair Mukhtash (Tidak Khusus), bisa masuk pada Kalimat Isim, juga
bisa masuk pada Kalimat Fi’il. Contoh هل:
Lafadz “HAL” yang pertama masuk pada Kalimat Isim dan “HAL” yang kedua masuk pada
Kalimat Fi’il.
Kalimat Huruf Mukhtash (Khusus), khusus masuk pada Kalimat Isim contoh في, dan
khusus masuk pada Kalimat Fiil contoh لم:
Bait diatas juga menenerangkan bahwa Kalimah Fi’il terbagi menjai Fi’il Madhi, Fi’il
Mudhari’ dan Fi’il Amar berikut ciri masing-masing.
Dikatakan Fi’il Madhi apabila pantas dimasuki Ta’ Fa’il dan Ta’ Ta’nits Sakinah contoh:
ِ ِّ قَالَتْ َر
ِ ب ِإنِِّي َظلَ ْمتُ نَ ْف
سي
Balqis berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku”
Dikatakan Fi’il Amar apabila bentuknya menunjukkan perintah dan pantas menerima Nun
Taukid contoh:
ْ أ َ ْك ِر َم َّن ا ْل ِم
س ِكين
Sungguh hormatilah oranga miskin !
Apabila ada kalimah yang menunjukkan kata perintah tapi tidak pantas menerima Nun
Taukid, maka kalimah tersebut digolongkan “Isim Fi’il” seperti lafadz حيهلmenyuruh terima
dan lafadz صهmenyuruh diam, Contoh:
Share this:
Categories: Bait 12-13-14 Tag:Fi'il Amar, Fi'il Madhi, Fi'il Mudhori', Huruf Ghair Mukhtash,
Huruf Mukhtash, Isim Fi'il, Kalimat Fi'il, Kalimat Huruf, Pembagian Kalimat, Tanda Kalimat
Bait ini menjelaskan bahwa Kalimat Fi’il dibedakan dari Kalimah Isim dan Kalimah Huruf,
dengan beberapa tanda-tanda pengenalnya sebagaimana disebutkan dalam bait syair, yaitu:
Ta’ Fail
ً ض َر ْبتُ َز ْيدا
َ
Aku memukul Zaid.
ً ض َر ْبتَ َز ْيدا
َ
Engkau (seorang laki-laki) memukul Zaid.
ً ت َز ْيدا َ
ِ ض َر ْب
Engkau (seorang perempuan ) memukul Zaid.
ً ض َربَتْ َز ْيدا
َ
Dia (seorang perempuan) memukul Zaid.
Menyebut Ta’ Ta’nits Sukun untuk membedakan dengan Ta’ Ta’nits yang tidak sukun yang
bisa masuk kepada Kalimat Isim dan Kalimat Hururf
ٌس ِل َمة
ْ ِه َي ُم
Dia seorang Muslimah.
ٍ َين َمن
اص َ َوالَتَ ِح
Ketika itu tidak ada tempat pelarian.
Ya’ Fa’il
Ya’ dalam contoh lafadz ا ْفعَ ِل ْيdimaksudkan adalah Ya’ Fail mancakup:
ْ ا
ض ِر ِب ْي
Pukullah wahai seorang perempuan!
ً ض ِر ِب ْي َن َز ْيدا
ْ َت
Engkau (seorang perempuan) akan memukul Zaid.
Menyebut Ya’ If’aliy atau Ya’ Fail, dan tidak menyebut Ya’ Dhomir dikarenakan termasuk
Ya’ Dhomir Mutakallim yang tidak Khusus masuk kepada Fi’il tapi bisa masuk kepada
semua Kalimat contoh:
Nun Taukid
ْ َلَن
ِ َّسفَعَ ْن ِبالن
اصيَ ِة
Sungguh akan Kami tarik ubun-ubunnya.
Share this:
Categories: Bait 11 Tag:Kalimat Fi'il, Nun Taukid, Ta' Fa'il, Ta' Ta'nits Sakinah, Tanda
Kalimat
Bait 10. Tanda Kalimat Isim: Jar, Tanwin, Nida’, Al, Mus
nad
28 Juli 2010 Ibnu Toha 4 komentar
Pada Bait ini, Mushannif menyebutkan tentang Tanda-tanda Kalimat Isim (Kata Benda).
Sebagai ciri-cirinya untuk membedakan dengan Kalimat yang lain (Kalimat Fi’il/Kata Kerja
dan Kalimat Huruf/Kata Tugas). Diantaranya adalah: Jar, Tanwin, Nida’, Al (Alif dan Lam)
dan Musnad.
Jarr جر
Tanda Kalimat Isim yang pertama adalah Jar, mencakup: Jar sebab Harf, Jar sebab Idhafah
dan Jar sebab Tabi’. Contoh:
Lafadz غالمdikatakan Jar sebab Harf (dijarkan oleh Kalimah Huruf), Lafadz زيدdikatakan Jar
sebab Idhafah (menjadi Mudhaf Ilaih), dan Lafadz الفاضلdikatakan Jar sebab Tabi’ (menjadi
Na’at/Sifat). Hal ini menunjukkan bahwa perkataan Mushannif lebih mencakup dari Qaul lain
yang mengatakan bahwa tanda Kalimat Isim sebab Huruf Jarr, karena ini tidak mengarah
kepada pengertian Jar sebab Idhafah dan Jar sebab Tabi’.
Tanwin تنوين
Tanda Kalimat Isim yang kedua adalah Tanwin. Tanwin adalah masdar dari Lafadz
Nawwana yang artinya memberi Nun secara bunyinya bukan tulisannya. Sebagai tanda baca
yang biasanya ditulis dobel ( ا-ٍا-) ا. Di dalam Ilmu Nahwu, Tanwin terbagi empat macam:
Tanwin Tamkin: yaitu Tanwin standar yang pantas disematkan kepada Kalimat-
kalimat Isim yang Mu’rab selain Jamak Mu’annats Salim dan Isim yang seperti lafadz
جوارdan ( غواشada pembagian khusus). Contoh: زيدdan رجلdi dalam contoh:
َجا َء َز ْي ٌد ُه َو َر ُج ٌل
Zaid telah datang dia seorang laki-laki
Tanwin Tankir: yaitu Tanwin penakirah yang pantas disematkan kepada Kalimat-
kalimat Isim Mabni sebagai pembeda antara Ma’rifahnya dan Nakirahnya. Seperti
Sibawaeh sang Imam Nahwu (yang Makrifah) dengan Sibawaeh yang lain (yang
Nakirah). Contoh:
سبَ َو ْي ٍه آ َخ َر
ِ سبَ َو ْي ِه َو ِب
ِ َم َر ْرتُ ِب
Aku telah berjumpa dengan Sibawaeh (yang Imam Nahwu) dan Sibawaeh yang lain.
Tanwin Muqabalah: yaitu Tanwin hadapan yang pantas disematkan kepada Isim
Jamak Mu’annats Salim (Jamak Salim untuk perempuan). Karena statusnya sebagai
hadapan Nun dari Jamak Mudzakkar Salimnya (Jamak Salim untuk laki-laki).
Contoh:
ْ س ِل ُم ْو َن َو ُم
ٌس ِل َمات ْ
ْ أفلَ َح ُم
Muslimin dan Muslimat telah beruntung.
◊ Tanwin Pengganti Jumlah: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada Lafadz إذ
sebagai pengganti dari Jumlah sesudahnya. Contoh Firman Allah:
Maksudnya ketika nyawa sampai di kerongkongan. Jumlah kalimat ini dihilangkan dengan
mendatangkan Tanwin sebagai penggantinya.
◊ Tanwin Pengganti Kalimah Isim: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada Lafadz
كلsebagai pengganti dari Mudhaf Ilaihnya. Contoh:
Maksudnya Semua manusia dapat berdiri. Kata manusia sebagai Mudhaf Iliahnya
dihilangkan dan didatangkanlah Tanwin sebagai penggantinya.
◊ Tanwin Pengganti Huruf: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada lafadz جوارdan
غواشdan lain-lain sejenisnya, pada keadaan I’rab Rafa’ dan Jarrnya. Contoh:
Pada kedua lafadz جوارasal bentuknya جواريkemudian Huruf Ya’ nya dibuang
didatangkanlah Tanwin sebagai penggantinya.
Pembagian macam-macam Tanwin yang telah disebutkan di atas, merupakan Tanwin yang
khusus untuk tanda Kalimat Isim. Itulah yang dmaksudkan dari kata Tanwin dalam Bait tsb,
yaitu Tanwin Tamkin, Tanwin Tankir, Tanwin Muqabalah dan Tanwin ‘Iwadh.
Adapun Tanwin Tarannum/Taronnum dan Tanwin Ghali, yaitu Tanwin yang pantas
disematkan kepada Qofiyah atau kesamaan bunyi huruf akhir dalam bait-bait syair Bahasa
Arab. Tidak dikhususkan untuk Kalimat Isim saja, tapi bisa digunakan untuk Kalimat Fi’il
dan juga untuk Kalimat Harf.
Nida’ نداء
Tanda Kalimat Isim yang ketiga adalah Nida’. Yaitu memanggil dengan menggunakan salah
satu kata panggil atau Huruf Nida’ berupa ياdan saudara-saudaranya. Huruf Nida
dikhususkan kepada Kalimat Isim karena Kalimat yang jatuh sesudah Huruf Nida’ (Munada)
statusnya sebagai Maf’ul Bih. Sedangkan Maf’ul Bih hanya terjadi kepada Kalimat Isim saja.
Contoh:
ِس ْو َل هللا
ُ يَا َر
Wahai Utusan Allah.
AL أل
Tanda Kalimat Isim yang keempat berupa AL ألatau Alif dan Lam. Yaitu AL yang fungsinya
untuk mema’rifatkan dan AL Zaidah. Contoh:
َالر ُج ُل ِم َن ال َمكَّة
َ َر َج َع
Orang laki-laki itu telah pulang dari kota Mekkah.
Tanda Kalimat Isim yang kelima adalah Musnad. Artinya yang disandar atau menurut Istilah
yang dihukumi dengan suatu hukum. Contoh:
Kedua Lafadz زيدpada contoh di atas merupakan Musnad atau yang dihukumi dengan suatu
hukum, yaitu hukum berdiri. Hukum berdiri pada lafadz Zaid yang pertama adalah Kata
Kerja dam Hukum berdiri untuk Lafadz Zaid yang kedua adalah Khabar.
Share this:
Categories: Bait 10 Tag:Al, Jar, Kalimat Isim, Musnad, Nahwu, Nida', Tanda Kalimat,
Tanwin
KALAM
Definisi Kalam menurut Istilah Ulama Nahwu adalah Sebutan untuk Lafadz yang memberi
pengertian satu faedah yaitu baiknya diam. Sehingga yang berkata dan yang mendengar
mengerti tanpa timbul keiskalan.
Lafadz adalah nama jenis yang mencakup Kalam, Kalim, atau Kalimat, termasuk
yang Muhmal (tidak biasa dipakai) ataupun yang Musta’mal (biasa dipakai) contoh
perkataan Muhmal: دَيْزDaizun, tidak mempunyai arti. Contoh perkataan Musta’mal
ع ْمرو
َ ‘Amrun, ‘Amr nama orang.
Mufid (yang memberi pengertian) untuk mengeluarkan Lafdz yang Muhmal, atau
hanya satu Kalimat, atau Kalim yang tersusun dari tiga kalimat atau lebih tapi tidak
َ َ ا ِْن قApabila Zaid
memberi pengertian faedah baiknya diam, seperti Lafadz: ام زَ يْد
berdiri.
Susunan Kalam pada dasarnya Cuma ada dua: 1. ISIM + ISIM, 2. FI’IL + ISIM. Contoh
pertama: زيد قائمZaid orang yg berdiri. Contoh kedua قام زيدZaid telah berdiri. Sebagaimana
contoh Kalam yang disebutkan oleh Mushannif pada baris baitnya, yaitu lafadz استقم
ISTAQIM! Artinya: berdirilah! Pada lafadz ini terdiri dari Fiil ‘Amar dan Isim Fa’il berupa
Dhomir Mustatir (kata ganti yang disimpan) FI’IL + ISIM takdirnya adalah استقم أنت
ISTAQIM ANTA, artinya: berdirilah kamu! maka contoh ini memenuhi criteria untuk disebut
Kalam yaitu lafadz yang memberi pengertian suatu faidah. Sepertinya Mushannif
mendefinisikan kalam pada bait syairnya sebagai berikut: Kalam adalah Lafadz yang
memberi pengertian suatu faidah seperti faidahnya lafadz استقم.
Bab Kalam Ibnu Aqil
KALIM
Adalah nama jenis yang setiap satu bagiannya disebut kalimat, yaitu: Isim, Fi’il dan Huruf.
Jika Kalimat itu menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri tanpa terikat waktu, maka
Kalimat tsb dinamakan KALIMAT ISIM. Jika Kalimat itu menunjukkan suatu arti pada
dirinya sendiri dengan menyertai waktu, maka Kalimat tsb dinamakan KALIMAT FIIL. Jika
Kalimat itu tidak menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri, melainkan kepada yang
lainnya, maka Kalimat tsb dinamakan KALIMAT HURUF. Walhasil Kalim dalam Ilmu
Nahwu adalah susunan dari tiga kalimat tsb atau lebih, baik berfaidah ataupun tidak misal: إن
قام زيدjika Zaid telah berdiri.
KALIMAT
Adalah lafadz yang mempunyai satu makna tunggal yang biasa dipakai. Keluar dari definisi
Kalimat adalah lafadz yang tidak biasa dipakai semisal دَيْزDaizun. Juga keluar dari definisi
Kalimat yaitu lafadz yang biasa dipakai tapi tidak menunjukkan satu makna, semisal Kalam.
QAUL
Adalah mengumumi semua, maksudnya termasuk Qaul adalah Kalam, Kalim juga Kalimat.
Ada sebagian ulama berpendapat bahwa asal mula pemakaian Qaul untuk Lafadz yang
mufrad (tunggal).
Sebutan Kalam dan Kalim, terkadang keduanya singkron saling mencocoki satu sama lain,
dan terkadang tidak. Contoh yang mencocoki keduanya: قد قام زيدZaid benar-benar telah
berdiri. contoh tersebut dinamakan Kalam karena memberi pengertian, mempunyai faidah
baiknya diam. Dan juga dinamakan Kalim karena tersusun dari ketiga personil Kalimat.
Contoh hanya disebut Kalim: إن قام زيدApabila Zaid berdiri. Dan contoh hanya disebut
Kalam: زيد قائمZaid orang yang berdiri.
Site Url: Syarah Ibni ‘Aqil Li Alfiyyah Ibni Malik Page 6-7
المفعول المطلق
BAB MAF’UL MUTHLAQ
–·•Ο•·–
Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa Kalimah Fi’il (kata kerja) menunjukkan pada dua hal
secara bersamaan yaitu:
Huduts (kejadian)
Zaman (waktu)
Manuskrip: Tulisan pertama Kitab Syarah Alfiyah Ibnu Malik oleh Jalaluddin As-Suyuthi.
221 Halaman. Sumber : http://www.mahaja.com/library/manuscripts/manuscript/682
* Lafal “BADZALA” adalah Kalimah Fi’il/Kata Kerja, menunjukkan dua hal: kejadian
pendermaan dan waktu pendermaan, yakni kejadian pada waktu lampau karena berupa Fi’il
Madhiy.
* lafal “BADZLU” adalah kalimah Isim yang menunjukkan kejadian pendermaan tanpa
penunjukan waktu, demikian juga pada lafal “NAF’UN”. Maka setiap Isim yang mencocoki
terhadap Fi’il di dalam hal sama-sama menunjukkan kejadian akan tetapi berbeda karena
tidak menunjukkan zaman, maka Isim tersebut dinamakan ISIM MASDAR. Jadi:
Pengertian Isim Mashdar adalah: Isim yang menunjukkan pada kejadian yang terlepas dari
zaman.
Di sini Kiyai Mushonnif menyusun Bab tentang Maf’ul Muthlaq, beserta beliau
mendefinisikan Isim Masdar pada awal Bait. Tiada lain karena Maf’ul Mutlaq umumnya
terbuat dari Isim Mashdar. Ada juga yg tidak berupa Isim Masdar insyaAllah akan dijelaskan
pada bait-bait selanjutnya.
Pengertian Maf’ul Muthlaq adalah: Isim yang dinashobkan sebagai pengokohan (taukid
lafzhi) terhadap Amilnya atau menerangkan macamnya atau bilangannya.
ضربت ضربا
DHOROBTU DHORBAN = aku telah memukul dengan sebenar-benar pukulan
ضربت ضربتين
DHOROBTU DHORBATAINI = aku memukul sebanyak dua pukulan.
Hukum Masdar dalam hal ini adalah nashob, baik amil yg menashobkan berupa Isim
Mashdar, Fi’il, atau Sifat.
صفًّا ِ صافَّا
َ ت َّ َوال
Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya. (Ash-Shooffaat : 1)
Menurut pendapat yg masyhur dan rojih: Isim Mashdar merupakan bentuk asal dari semua
Kalimah Musytaq, baik Fi’il, Isim Fa’il, Isim Maf’ul, Sifah Musyabbahah, Isim Tafdhil, Isim
Zaman, Isim Makan, Isim alat, semua itu dibentuk dari asal Isim Masdar. Contoh Isim Fa’il
lafaz “AL-QOOIMU” hasil bentukan dari Masdar lafaz “AL-QIYAAMU”. Contoh Isim Alat
lafaz “AL-MIFTAAHU” hasil bentukan dari Masdar lafaz “AL-FATHU” dan seterusnya.
Share this:
Archive for the ‘Bab Mutaaddi dan Lazim’ Category
Fi’il Muta’addi dan Fi’il Lazim Definisi dan Tanda-
tandanya » Alfiyah Bait 267-268
27 November 2011 Ibnu Toha 3 komentar
–·•Ο•·–
ع ْن فَا ِع ٍل نَ ْح ُو
َ ¤ فَا ْن ِص ْب ِب ِه َم ْفعولَهُ ِإ ْن لَ ْم يَنُ ْب
ت َ َدبَّ ْرتُ ا ْل ُكت ُ ْب
Maka nashobkanlah dengan Fi’il Muta’addin ini terhadap Maf’ulnya jika ia lagi tidak
menggantikan Fa’il (tidak menjadi Naibul Fa’il) demikian seperti contoh:
“TADABBARTU ALKUTUBA = aku menelaah banyak kitab”
–·•Ο•·–
توضيح المقاصد والمسالك بشرح ألفية ابن مالك
1. Definisi Fi’il Muta’addi adalah: kalimah Fi’il yg sampai kepada Maf’ul tanpa
perantara Huruf Jar atau perantara Huruf ta’diyah lainnya. Contoh:
ضربت زيدا
DHOROBTU ZAIDAN = Aku memukul Zaid.
2. Definisi Fi’il Lazim adalah: kalimah Fi’il yg tidak sampai kepada Maf’ul kecuali
perantara Huruf Jar atau perantara Huruf ta’diyah lainnya semisal Huruf Hamzah lit-
ta’diyah.
Contoh Fi’il Lazim tidak sampai kepada Maf’ul kecuali perantara Huruf Jar:
مررت بـزيد
MARORTU BI ZAIDIN = aku melewati Zaed.
Contoh Fi’il Lazim tidak sampai kepada Maf’ul kecuali perantara Hamzah:
أخرجت الزكاة
AKHROJTU AZ-ZAKAATA = aku mengeluarkan zakat.
¤¤¤
TANDA-TANDA FI’IL MUTA’ADDI DAN FI’IL LAZIM:
1. Tanda-tanda Fi’il Muta’addi:
1. Dapat disambung dengan HA Dhamir yg tidak merujuk pada Masdar (yakni
Dhamir Maf’ul Bih).
2. Dapat dibentuk shighat Isim Maf’ul Tam (tampa kebutuhan huruf jar).
Contoh dapat bersambung dengan HA Dhamir yg tidak merujuk pada Masdar *
ضربتــه
DHOROBTUHUU = aku memukulnya
* bukan sebagai tanda Fi’il Mutaadi, karena HA dhamir merujuk pada Masdar sama
bisa disambung dengan Fi’il Muta’addi juga Fi’il Lazim, contoh:
الضرب ضربتــه
ADH-DHORBU DHOROBTUHUU = pukulan itu aku yg memukulnya
القيام قمتــه
AL-QIYAAMU QUMTUHUU = berdiri itu aku yg berdirinya
Demikian juga bersambung dg HA dhamir merujuk pada Zhorof (zaman/makan),
tidak boleh sebagai tanda Fi’il Muta’addi, sebab butuh tawassu’/taqdir huruf jar,
contoh:
والنهار صمتــها
َ الليلةَ قمتــها
ALLAILATA QUMTUHAA, WAN-NAHAARO SHUMTUHAA = aku berdiri di
malam hari dan aku berpuasa di siang hari.
Sesungguhnya taqdirannya sebelum membuang huruf jar adalah:
فهمت الدرس
FAHIMTU AD-DARSA = aku memahami pelajaran
Contoh KALAM MANFI
Arsip
◊◊◊
Disebutkan dalam bait-bait ini tentang kalimah yang mu’tal bagian kedua. Yaitu kalimah
Mu’tal untuk kata kerja/kalimah Fi’il. Adalah pembahasan terakhir dari kitab Alfiyah Bab
Mu’rab dan Mabni. Merupakan bagian ketujuh dari tanda-tanda irab niyabah atau irab
pengganti asal.
Pengertian kalimah Fi’il Mu’tal adalah: setiap kalimah Fi’il yang berakhiran huruf
wau setelah harakat dhammah, atau berakhiran huruf ya’ setelah harakat kasrah, atau
berakhiran alif setelah harakat fathah. Maksud dari kalimah Fi’il dalam hal ini adalah Fi’il
Mudhari’. Sebab asal pembahasan mengenai kalimah Mu’rab.
Rafa‘ dengan Dhammah yang dikira-kira atas alif, dicegah i’rab zhahirnya karena udzur,
contoh:
Jazm dengan membuang huruf Illah Alif, dan harakat Fathah adalah sebagai buktinya.
contoh:
ِ َا ْلع
َ اص ْي لَ ْم يَ ْخ
ُش َربَّه
Orang yang suka maksiat adalah dia yang tidak takut kepada Tuhannya.
Rafa‘ dengan dikira-kira atas wau, dicegah i’rab zhahirnya karena berat. contoh:
Jazm dengan membuang huruf Illah Wau, dan harakat Dammah adalah sebagai buktinya.
contoh:
ُ ال تَد
ع على أوالدك
Jangan.. berdo’a jelek untuk anak-anakmu…!
Rafa‘ dengan Dhammah yang dikira-kira atas Ya’, dicegah i’rab zhahirnya karena berat,
contoh:
Nashab dengan harakat Fathah Zhahir atas Ya’, karena merupakan peling ringannya harakat.
contoh:
Jazm dengan membuang huruf Illah berupa Ya’, dan harakat Kasrah merupakan buktinya.
contoh:
Kesimpulan pembahasan: Fi’il Mu’tal adalah Fi’il yang berakhiran Alif, Wau atau Ya’.
Semua i’rabnya dikira-kira atas Alif selain Jazm. Dan untuk yang berakhiran wau atau ya’,
zhahirkan pada nashabnya dan dikira-kira pada rafa’nya. Dan semua fi’il mu’tal tanda
jazemnya dengan membuang huruf illah.
Share this:
Setelah menerangkan tentang tanda I’rab Kalimah-kalimah Isim dan Fi’il yang shahih, dan
pada Bait-bait selanjutnya akan menerangkan tentang tanda i’rab untuk Isim Mu’tal dan Fi’il
Mu’tal. Dimulai dari bait diatas dengan tanda Irab untuk Kalimah Isim Mu’tal. dalam hal ini
terdapat dua isim Mu’tal yaitu Maqshur dan Manqush:
°°°
Definisi Maqshur adalah: Kalimah Isim Mu’rob yang berakhiran Alif Lazim. contoh فَ َيى
– صى ٍَع َ Keluar dari definisi Maqshur adalah: ( يَ ْخشَى – َر َمىKalimah Fi’il). َعلى
َ – ر َحى.
ْ ( ْال َها ِدberakhiran Ya’). ان
(Kalimah Huruf). ( َمت َىIsim Mabni). ي ِ َ( زَ ْيدBerakhiran Alif tidak
Lazim).
Irab Isim Maqshur :
Di-i’rab dengan Harakat Muqaddar/dikira-kira atas Alif pada semua keadaan i’rabnya. Sebab
yang mencegah i’rab zhahirnya karena udzur. Contoh Imamuna As-Syafi’i berkata:
َ علَى ِر
ضا َوا ِل َد ْي َك َ ص
ْ ا ِْح ِر
Tamaklah..! terhadap kerelaan kedua orang tuamu !
Allah berfirman:
عنَّ َك ِفي ُ سكُو ُه فَ َال يُنَ ِاز َ ِل ُك ِ ِّل أ ُ َّم ٍة َجعَ ْلنَا َم ْن
ِ سكًا ُه ْم نَا
ْ ع ِإلَى َر ِبِّ َك ِإنَّ َك لَعَلَى ُهدًى ُم
ٍ ست َ ِق
يم ُ ْاأل َ ْم ِر َوا ْد
Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka
janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan serulah
kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang
lurus.
°°°
ِ ُعلَى أ َ ْنف
س ُك ْم ُ َّيَا أَيُّ َها الن
َ اس ِإنَّ َما بَ ْغيُ ُك ْم
Hai manusia, sesungguhnya kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri
Tanda I’rab Isim Manqush, apabila ia dimasuki AL atau menjadi Mudhaf maka huruf
Ya’-nya ditetapkan:
Tanda Rofa’-nya dengan Dhammah yang dikira-kira atas Ya. Juga tanda Jar-nya dengan
Kasrah yang dikira-kira atas Ya’. Sedangkan sebab yang menjadikan tercegahnya Harakat
secara zhahir karena berat mengucapkannya » rujukan lihat pada Kaidah I’lal ke 5.
ِ ََجا َء ق
َ ُاضي ا ْلق
ضا ِة
Hakim agung telah datang.
Terkadang huruf Ya’ nya dibuang ketika rafa’ atau jar, sebagai penunjukan bahwa sebelum
Ya’ berharakat kasrah, maka berlaku juga Isim Manqush yang bersamaan AL dan tanpa
tanwin, seperti berlakunya Isim Manqush yang tanpa AL dengan ditanwin. contoh:
َّاع
د ال َ ةْو
َ ع د
َ يب
ُ جِ ُ أ يب
ٌ رِ َ ق يِّ ن
ِ إ
ِ َ ف يِّ ن
ِ ع
َ ي د
ِ ا َ بعِ َ
ك َ لَ سأ
َ َو ِإذَا
ِ
ِ إِذَا َدع
َان
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku
Tanda Nashab Isim Manqush yg dimasuki AL atau menjadi Mudhaf tersebut, adalah Nashab
dengan Harakat Zhahir.
ِ َ ش َي َوا ْل ُم ْرت
ش َي ِ الرا
َّ هللا ُ لَعَ َن َر
ِ س ْو ُل
Rasulullah melaknat orang yang memberi suap dan orang yang menerima suap.
َ ُقاضي الق
ضا ِة َ رأيت
Aku melihat Hakim Agung
َّ يَا قَ ْو َمنَا أ َ ِجيبُوا دَا ِع َي
َِّللا
Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah
Tanda I’rab Isim Manqush, apabila ia tanpa AL atau tidak Mudhaf maka huruf Ya’-
nya dibuang dan mendatangi Tanwin ketika Rafa’ dan Jar. Atau Ya’-nya ditetapkan
ketika Nashab:
Tanda Rofa’-nya dengan Dhammah yang dikira-kira atas Ya yang dibuang. Juga tanda Jar-
nya dengan Kasrah yang dikira-kira atas Ya’ yang dibuang. Sedangkan sebab terbuangnya
Ya’ tersebut, karena bertemunya dua mati yaitu Ya’ Manqush dan Tanwin » rujukan lihat
pada Kaidah I’lal ke 5.
contoh Rafa’ :
contoh Jar :
Share this:
◊◊◊
Setelah selesai menerngkan tentang I’rab pengganti untuk kalimah isim, selanjutnya bait
menerangkan tentang I’rab pengganti untuk kalimah Fi’il. yaitu i’rab untuk Amtsilatul
Khamsah atau Af’alul Khamsah atau contoh-contoh kalimah Fi’il yang lima.
Pengertian Af’alul Khamsah/Fi’il yang lima adalah: Setiap kalimah fi’il mudhari’ yang
tersambung dengan Alif Tatsniyah, Wau jama’ atau Ya’ muannats mukhatabah.
Fi’il Mudhari’ yang tersambung dengan Alif Tatsniyah terdapat 2 bentuk (berawalan huruf
mudhara’ah Ya’ / Ta’ ) ada 4 penggunaan
Fi’il Mudhari’ yang tersambung dengan Wau Jama’ terdapat 2 bentuk (berawalan huruf mudhara’ah
Ya’ / Ta’) ada 2 penggunaan
Fi’il Mudhari’ yang tersambung dengan Alif Tatsniyah terdapat 1 bentuk (berawalan huruf
mudhara’ah Ta’) ada1 penggunaan
ORANG
TUNGGAL
× ص ُر ُ ص َر يَ ْن َ َن
KETIGA
MALE
DUAL
× َِ ان ِ ص َر ُ ص َرا يَ ْن َ َن
JAMAK
× ص ُر َو َْ َن ُ ص ُر ْوا يَ ْن َ َن
ORANG
TUNGGAL
× ص ُر ُ ص َرتْ ت َ ْن َ َن
KETIGA
FEMALE
DUAL
× َِ ان ِ ص َر ُ ص َرتَا ت َ ْن َ َن
JAMAK
× ص ْر َن ُ ص ْر َن يَ ْن َ َن
ORANG
TUNGGAL
ص ْر ُ ا ُ ْن ص ُر ُ ص ْرتَ ت َ ْن َ َن
KEDUA
MALE
DUAL
ُ ان ا ُ ْن
ص َرا ِ ص َر ُ صرت ُ َما ت َ ْن َ َن
JAMAK
ص ُر ْواُ ص ُر ْو َن ا ُ ْن ُ ص ْرت ُ ْم ت َ ْن َ َن
ORANG
TUNGGAL
ص ِر ْي ُ ص ِر ْي َن ا ُ ْن ُ ت ت َ ْن ِ ص ْر َ َن
KEDUA
FEMALE
DUAL
ص َرا ُ ان َِ ا ُ ْن ِ ص َر ُ ص ْرت ُ َما ت َ ْن َ َن
JAMAK
ص ْر َن ُ ص ْر َن ا ُ ْن ُ ص ْرت ُ َّن ت َ ْن َ َن
× ص ُر ُ ص ْرتُ أ َ ْن َ َن
ORANG TUNGGAL
PERTAMA
× ُ صرنَا نَ ْن
ص ُر َ َن
MALE/ DUAL/JAMAK
FEMALE
ِ أ َ ْن
ت ت َ ْفعَ ِل ْي َن
kamu seorang (pr) bekerja
Nashab dan Jazem dengan membuang Nun sebagai ganti dari Fathah dan Sukun. contoh:
◊◊◊
Diterangkan dalam Bait ini, bagian kedua dari Isim yang di-i’rab dengan harakat pengganti
dari harakat asal. Yaitu Isim yang tidak Munsharif atau Isim ghair Munawwan atau isim yang
tidak ditanwin.
Definisi Isim tidak munsharif adalah: setiap kalimah isim mu’rab yang menyerupakan
kalimah fi’il didalam hal terdapatnya dua illat dari sembilan illat, atau terdapat satu illat yg
menempati maqom dua illat.
ْ “ َعyg haus”
Contoh lafazh terdapat dua illat ُ “ أ َ ْخ َمدAhmad” (Alami dan Wazan Fi’il) ُطشَان
(Sifat dan Ziadah Alif-Nun). contoh lafazh satu illat َاجد ِ س
َ “ َمMasjid-masjid” (bentuk/shighat
Muntahal Jumu’).
Mengenai penyebab yang mencegah ditanwinkannya kalimah isim, dalam hal ini ada bab
khusus yang akan diterangkan secara jelas disana –insyaAllah–. sedangkan dalam Bait ini,
dimaksudkan mengenai hubungan dengan tanda I’rabnya. Rofa’ dengan Dhammah (i’rab
asal), Nashab dengan Fathah (i’rab asal) dan Jar dengan Fathah (menggantikan i’rab asal
Kasrah) contoh:
ََ َجا َء أ َ ْح َم ُد َرأ َ ْيتُ أ َ ْح َم َد َم َر ْرتُ ِبأ َ ْح َم َد
Ahmad datang, Aku melihat Ahmad, Aku berjumpa dengan Ahmad.
Sebagai pengecualian tetap Jar dengan tanda i’rab asal atau Kasrah, bilamana Isim tidak
munsharif/ghair munawwan tersebut berada pada dua posisi :
Tapi jika posisinya sebagai Mudhaf Ilaih, maka tetap berlaku tanda irab pengganti Jar dengan
Fathah. contoh
اب أ َ ْح َم َد
ُ َ َهذَا ِكت
Ini kitab Ahmad
َ ص َطفَى آ َد َم َونُو ًحا َوآ َل ِإ ْب َرا ِهي َم َوآ َل ِع ْم َر
ان ْ ِإ َّن هللاَ ا
َ علَى ا ْلعَالَ ِم
ين َ
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran
melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).
ِ َّطال
ب َ سأ َ ْلتُ ع َْن اْأل َ ْف
ُّ ض ِل ِم َن ال َ
Aku bertanya tentang siswa terbaik dari para siswa
اج ِد
ِ س َ ُش ُرو ُه َّن َوأ َ ْنت ُ ْم عَا ِكف
َ ون فِي ا ْل َم ِ َوالَ تُبَا
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid.
Jarkanlah dengan Fathah sebagai pengganti dari i’rab asal Kasrah, terhadap isim yang tidak
munsharif/ghair munawwan dengan syarat tidak mudhaf atau tidak dimasuki oleh AL yang
mubasyaroh bertemu langsung tanpa pemisah.
Share this:
ٍ » أ َ ْذ ِرعَا
Mulhaq Jama’ Muannats Salim ُ أ ُ ْوالَتdan ت
Penjabaran Alfiyah Bait 42
5 November 2010 Ibnu Toha 1 komentar
◊◊◊
ٍ َكــــأ َ ْذ ِرعَــا¤ س َما ً قَ ْد ُج ِع ْل
ت ِفــ ْي ِه ْ َكذَا أ ُ ْوالَتُ َوالَّ ِذي ا
َ ذَا أ َ ْيــ
ضا ً قُــ ِب ْل
Demikian juga (Dii’rab seperti Jamak Muannats Salim) yaitu lafadz “Ulaatu”. Dan
Kalimah yang sungguh dijadikan sebuah nama seperti lafadz “Adri’aatin” (nama tempat
di Syam) yang demikian ini juga diberlakukan I’rab seperti Jamak Mu’annats Salim
Bait ini menerangkan tentang i’rab Isim-isim yang dimulhaq-kan pada Jama’ Muannats
Salim. Dalam hal ini ada dua kategori:
(1). Lafadz ُ أ ُ ْوالَت. tanda irabnya diikutkan pada Jamak Muannats Salim, dimana ia tidak
memenuhi syarat definisi Jama’ Muannats Salim, karena secara Lafazh ia tidak memiliki
bentuk mufrad, dan secara makna ia jamak , mempunyai arti: mereka (jamak female) Si
empunya . contoh:
(2). Lafazh yang dijadikan sebuah nama (Isim Alam) dari asal lafazh jama’ muannats
salim. Maka menjadi Isim Alam dan secara otomatis bisa dipakai untuk mudzakkar dan
muannats (male/female). Seperti contoh lafazh ت ٍ أ َ ْذ ِرعَــاasal dari bentuk jamak أذرعةdengan
bentuk mufrad ذراعkemudian menjadi أَذْ ِر َعـاتsekarang menjadi sebuah nama negri dari
wilayah pinggiran Syam. Terdapat tiga Madzhab dalam menghukumi tanda Irab Isim yang
sejenis أ َذْ ِر َعات:
Madzhab pertama (Madzhab yg Shahih): dii’rab seperti lafazh Jamak Muannats Salim
sebagaimana ketika belum dijadikan sebuah nama berikut di-tanwin. contoh:
Madzhab kedua: menghukumi Rofa’ dengan dhammah, jar dan nashab dengan kasrah
berikut menghilangka tanda tanwin. contoh:
◊◊◊
Contoh Syahid syair untuk lafazh ( أَذْ ِر َعاتnama tempat di negeri Syam) boleh di-i’rab sesuai
ketiga Madzhab diatas. Syair bahar Thawil oleh Imru-ul Qais bin Hujr al-Kindi (130 SH. –
80 SH. / 497 – 535 M.)
شعَ ِرْ ت فَا ْذك ُُروا هللاَ ِع ْن َد ا ْل َم ْ َفَ ِإذَا أ َف
ٍ ضت ُ ْم ِم ْن ع ََرفَا
ا ْل َح َر ِام
Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril-
haram
Kesimpulan penjelasan Bait : bahwa lafazh ُالت َ أ ُ ْوditandai dengan kasrah didalam Jar dan
Nashabnya di-mulhaq-kan/mengikuti irab jamak muannats salim. demikian juga lafazh yang
dijadikan sebuah nama ( )أَذْ ِر َعاتdari asal bentuk lafazh jamak muannats salim.
Share this:
◊◊◊
Setelah rampung penjelasan tentang kalimah-kalimah yang di-i’rab dengan huruf sebagai
pengganti dari i’rab asal harakat, yaitu tanda I’rab Asmaus-Sittah, Isim Mutsanna dan Jama’
Mudzakkar Salim pada bait-bait sebelumnya. Selanjutnya Kiyai Mushannif Alfiyah
Muhammad Ibnu Malik –semoga Allah Merahmatinya– menerangkan tentang Kalimah-
kalimah yang di-i’rab dengan Harakat sebagai ganti dari Harakat tanda i’rab asal. Dalam hal
ini terdapat dua kategori, yang pertama adalah dalam Bait ke 41 ini. Yaitu kalimah yang di-
jamak-kan dengan tambahan Alif dan Ta’ ( ت – ا/ alif zaidah dan ta’ zaidah) atau dinamakan
Jamak Muannats Salim.
◊◊◊
Definisi Jama’ Muannats Salim adalah: Lafazh yang menunjukkan lebih banyak dari dua,
disebabkan oleh penambahan dua huruf Alif dan Ta’ Zaidah di akhirnya. contoh:
ِ ت ا ْل ُمت َ َح ِ ِّجبَا
ت َ َح
ِ ض َر
Para wanita berjilbab telah hadir
ِ ا ْل ُمتَح َِجبَاpada contoh ini adalah lafadz jamak dengan tambaha alif dan ta’,
*Maka lafazh ت
Jama’ Mu’annats Salim.
◊◊◊
Tanda I’rab Jama’ Muannas Salim adalah: Rafa’ dengan Dhammah (i’rab asal), Jar
dengan Kasrah (i’rab asal) juga Nashab dengan Kasrah (pengganti i’rab asal Fathah). contoh:
ٍ ض ُه ْم أ َ ْو ِليَا ُء بَ ْع
ض ُ ون َوا ْل ُم ْؤ ِمنَاتُ بَ ْع
َ َُوا ْل ُم ْؤ ِمن
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.
◊◊◊
Dua kategori bukan Jamak Mu’annats Salim adalah: 1. Lafazh Jama’ ada Alif dan Ta’ di
akhirnya tapi bukan Alif Zaidah, contoh:
َ ُق
ٌضاةٌ َو ُدعَاة
Para hakim dan para pendakwa
Dua lafazh ini, berupa Alif asli salinan dari asal huruf kalimah sebelum proses I’lal. asal
bentuknya adalah ضيَةَ ُ قya’ diganti alif karena jatuh sesudah fathah, dan د ُ َع َوةwau juga diganti
alif karena jatuh sesudah harakat fathah. Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat pada page Kaidah
I’lal ke 1: http://nahwusharaf.wordpress.com/belajar-ilal/kaidah-ilal/kaidah-ilal-ke-1/
2. Lafazh Jama’ ada Alif dan Ta’ di akhirnya tapi bukan Ta’ Zaidah, contoh:
Contoh ini, huruf Ta’-nya adalah asli kalimah bukan tambahan, lafazh mufradnya adalah ،َبيْت
ص ْوت
َ ،َميِِّت
Dua kategori lafazh-lafazh jamak tersebut bukan Bab Jamak Muannats Salim, karena lafazh
menunjukkan jamak bukan karena sebab Alif dan Ta’. akan tetapi termasuk pada kategori
bentuk Jamak Taksir, dinashabkan dengan tanda irab asal yaitu Fathah. contoh:
ت
ِ ص ْو
َ ق َ ص َوات َ ُك ْم فَ ْوْ َ ين آ َمنُوا الَ ت َ ْرفَعُوا أ
َ يَا أَيُّ َها الَّ ِذ
ُالنَّ ِب ِِّي َوالَ ت َ ْج َه ُروا لَه
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras
◊◊◊
Kesimpulan penjelasan Bait 41: Sesungguhnya Lafazh yang di jamak sebab tambahan Alif
dan Ta’, di-i’rab dengan harakat kasrah ketika Jar dan Nashab secara bersamaan. Penyebutan
Jar dengan tanda kasrah, bukan sebagai penggati asal. Sedangkan penyebutan Nashab dg
kasrah adalah pokok pembahasan dalam Bait kali ini, yaitu bagian pertama dari tanda i’rab dg
harakat pengganti dari i’rab harakat asal.
Share this:
Huruf Nun ( )نyang ada pada akhir kalimah isim Jama’ Mudzakkar Salim, yang masyhur
diucapkan dengan harakat Fathah untuk semua keadaan i’rabnya. Demikian juga di-
harakat fathah, untuk Nun yang ada pada isim mulhaq jamak mudzakkar salim. Tidaklah
maksud pengharkatan huruf Nun ini sebagai tanda i’rab, melainkan ia di-i’rab dengan huruf.
Ditemukan juga pada sebagian orang Arab (secara Syadz) meng-kasrahkan Huruf Nun
setelah Ya’ (yakni, ketika keadaan Nashab dan Jar) pada Jama’ Mudzakkar salim dan
Mulhaq-nya. Sebagaimana termaktub dalam Syawahid Syair :
Syair Bahar Wafir oleh Jarir Bin ‘Athiyyah seorang penyair dari Bani Tamim (28 – 110 H. /
648 – 827 M.) :
َ َوأ َ ْنك َْرنَا َزعَا ِن¤ ع ََر ْفنَا َج ْعفَرا ً َوبَني أ ِبي ِه
ِ ف آ َخ ِر
ين
Kami kenal baik dengan Ja’far dan putra-putra dari ayahnya (Bani Abi Ja’far) …
dan kami mengingkari terhadap Zi’nifah-zi’nifah (bagian kolompok pengikut) yang lain.
* Lafadz آ َخ ِري ِْنhuruf Nun dikasrahkan bersamaan ia adalah Jamak Mudzakkar Salim. Nashab
menjadi sifat bagi isim maf’ul ف َ ِزَ َعان.
Juga Syair bahar Wafir oleh Penyair Suhaim bin Wusail Ar-Riyyahi (40 SH. – 60 H. / 583 –
680 M.)
* Lafadz األ َ ْربَ ِعي ِْنhuruf Nun dikasrahkan bersamaan ia adalah Isim Mulhaq Jamak Mudzakkar
Salim majrur menjadi mudhaf ilaih.
Tidaklah kasrah pada Nun jamak salim dan mulhaqnya tersebut merupakan logat arab,
ikhtilaf bagi mereka yang berdalih sepert itu. Adapun Huruf Nun pada Isim Mutsanna dan
Mulhaq-mulhaqnya, yang masyhur di-harkati kasrah, sedangkan diharkati Fathah adalah
merupakan logat bagi sebagian orang arab. sebagaimana contoh syawahid syair :
Syair dalam Bahar Thawil oleh Shahabah Nabi Humaid bin Tsaur Al-Hilaliy ra. (? – 30 H. /
? – 650 M.)
* Lafadz َ أَحْ َوذِي ْينhuruf Nun difathahkan bersamaan dengan Ya’ tanda jar dari Isim Mutsanna
yang di-jarkan oleh huruf jar.
Bait Alfiyah di atas bukanlah maksud menghukumi jarang penggunaan harkah Kasrah untuk
Nun Jamak Mudzakkar Salim dan Harakat Fathah untuk Nun Isim Mutsanna. Tetapi
maksudnya (sebagaimana dalam kitab syarah kafiyah as-syafiyah oleh beliau) Harakat
Kasrah nun Jama’ Mudzakkar adalah Syadz, sedangkan Harakat Fathah Isim
Mutsanna adalah sebagaian Logat. Dalam hal ini terdapat dua Qaul: 1. Fathah untuk Nun
Mutsanna ketika bersama dengan Ya’, atau 2. Fathah untuk Nun Mutsanna yang bersama
Alif. Dzahirnya perkataan Mushannif adalah untuk Qaul yang kedua, yakni Fathah Nun
Mutsanna ketika bersama dengan Alif.
Contoh penggunaan Nun yang difathahkan dalam Syawahid Syair dari seseorang:
* Lafadz ا ْلعَ ْينَانَاhuruf Nun difathahkan bersamaan dengan tetapnya Alif bagi sebagian logat
Arab pada Isim Mutsanna yg dinashabkan karena athaf pada isim manshub.
Status syair diatas ada yang mengatakan mashnu’ (bukan dari bangsa arab), tidaklah 100%
bisa dijadikan sebagai syahid syair. diceritakan oleh Ibnu Hisyam bahwa kesubhatan status
Syair diatas, yaitu terkumpulnya dua logat dalam satu bait, menetapkan Alif lafazh tatsniyah
ْ dan lafadz lain menggunakan Ya’ pada () َم ْن ِخ َري ِْن. sedangkan imam
ketika nashab ()ال َع ْينَانَا
Sibawaihi dalam kitabnya mengatakan bahwa periwayatan syair diatas adalah Tsiqah dapat
dipercaya.
Referensi:
Share this:
اب َو ْه َو ِع ْن َد قَ ْو ٍم
ُ َ ذَا ا ْلب¤ َوبَابُهُ َو ِمثْ َل ِح ْي ٍن قَـ ْد يَ ِر ْد
َّ َي
ط ِر ْد
.…dan babnya”. Terkadang Bab ini (bab sinuuna) ditemukan dii’rab semisal lafadz
“Hiina” (dii’rab harkat, dengan tetapnya ya’ dan nun) demikian ini ditemukan pada suatu
kaum (dari Ahli Nawu atau orang Arab)
Disebutkan pada awal bait diatas kalimat: “dan yang serupa dengan keduanya ini (“Aamir”
dan “Mudznib”, pada bait sebelumnya)” yakni, semua Isim Alam dan Isim shifat yang
menggenapi syarat sebagai Jama’ Mudzakkar Salim dimana tanda I’rab-nya dengan wau
ketika rafa’ dan dengan ya’ ketika nashab dan jar.
Kemudian disebutkan oleh kiyai Mushannif pada Bait kalimat selanjutnya, tentang Isim-isim
yang mulhaq/diikutkan kepada I’rab jama’ mudzakkar salim. Adalah Isim yang tidak
mencukupi dari syarat ataupun sifat yang wajib dimiliki oleh tiap Isim yang dapat dijadikan
jama’ mudzakkar salim.
Dintara Isim-isim Mulhaq Jama’ Mudzakkar Salim tersebut, yang paling masyhur dalam
penggunaannya adalah:
Kalimah isim yang menunjukkan arti banyak, dan tidak bisa dimufradkan baik secara lafazh
atau secara makna: yaitu bab َ( ِع ْش ُر ْونdua puluh) hitungan dari 20, 30, 40 hingga – 90.
ًين لَ ْيلَة
َ سى أ َ ْربَ ِع َ َو ِإ ْذ َوا
َ ع ْدنَا ُمو
Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat
puluh malam
Kalimah isim yang tidak menggenapi sebagian syarat Jama’ Mudzakkar Salim, seperti lafazh
َ أ ْهلdijamakkan menjadi َ أ ْهلُ ْونbeserta ia bukan Isim Alam pun bukan Isim Sifat. Sebagaimana
disebutkan dalam syawahid syi’ir:
َو َما ا ْل َما ُل َواْأل َ ْهلُ ْو َن إِالَّ َودَا ِئ ٌع … َوالَ بُ َّد يَ ْوما ً أ َ ْن ت ُ َر َّد
لودَائِ ُع َ ْا
Tidaklah harta dan sanak-keluarga melainkan hanyalah titipan, dan pastilah titipan itu
suatu hari akan dikembalikan.
Seperti itu juga lafazh َ َعالَ ُم ْونdari lafazh ( َعالَمAlam, sesuatu selain Allah). Dijamakkan seperti
Jama’ mudzakkar salim, beserta ia bukan Isim Alam pun bukan Isim Sifat. Contoh firman
Allah:
َ ب ا ْلعَالَ ِم
ين ِ ِّ ا ْل َح ْم ُد ِ ََّلِلِ َر
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Kalimah isim yang menunjukkan makna Jamak, namun secara lafazh ia tidak bisa
dimufradkan. Semisal lafazh أ ُ ْولُ َْو. Contoh Firman Allah Swt.
Kalimah mufrad yang di-jamak-kan menjadi isim alam, semisal lafazh َ( ِع ِلِّيُّونkitab catatan
amal baik, tempat paling tinggi di Surga, tempat di langit ketujuh dibawah ‘Arsy) dari isim
mufrad َ( ِع ِلِّيtempat tinggi) akan tetapi ini bukan dari jenis yang berakal. Seperti dalam
firman Allah:
Kalimah yang dijamakkan dengan merubah bentuk asal mufradnya, termasuk dari golongan
jama’ taksir, akan tetapi ia di-mulhaq-kan kepada jama’ mudzakkar salim di-I’rab dengan
huruf.
contoh: َاَ َرض ُْون, huruf Ra’ berharkah fathah, dan lafazh mufrad-nya disukunkan – ا َ ْرض
perubahan bentuk asal mufrad, termasuk dari mufrad muannats, jenis tidak berakal, bukan
isim alam, dan bukan isim sifat.
َ ِسنُ ْونdan babnya, huruf Sin di-kasrahkan pada jamaknya, dan di-fathahkan pada bentuk
mufradnya – َسنَةperubahan bentuk asal mufrad, termasuk dari mufrad muannats, jenis tidak
berakal, bukan isim alam, dan bukan isim sifat. Contoh:
َ ِسن
ين ِ ع َد َد ِ قَا َل َك ْم لَ ِبثْت ُ ْم فِي ْاأل َ ْر
َ ض
Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?”
Adapun maksud daripada bab َ ِسنُ ْونadalah: setiap isim bangsa tiga huruf (Tsulatsi) yang
dibuang Lam Fi’ilnya dan diganti dengan Ta’ muannats marbuthah ()ة. Di’irab dengan
harakah, bagi orang Arab ia tidak digolongkan pada jamak taksir. Misalnya lafazh; ضة َ ِع
“kebohongan” jamaknya lafazh َ ِعض ُْونdg meng-kasrah-kan huruf ‘Ain. Proses I’lal: asal
mufradnya adalah ضو َ ِعisim bangsa Tsulatsi, dibuang Lam Fi’ilnya yaitu huruf Wau dan
diganti dengan Ta’ muannats, maka menjadi ضة َ ِع. Contoh Firman Allah:
َ ش َما ِل ِع ِز
ين ِ ع َِن ا ْليَ ِم
ِّ ِ ين َوع َِن ال
dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok
َ ِسنُ ْونdan bab-babnya yang dii’rab dengan mengikuti irab jama’ mudzakkar salim ini,
termasuk sebagian aksen dari bangsa arab. Diantaranya pula ada yang meng-I’rab َ ِسنُ ْونdan
bab-babnya dengan harakah zhahir pada huruf Nun terakhir yang biasanya ditanwinkan
beserta tetapnya huruf Ya’ pada semua I’rabnya, tak ubahnya ia di-i’rab semisal lafazh حيْن.
ِ
Contoh:
ٌس ِن ْي ٌن ُم ْج ِدبَة
ِ َه ِذ ِه
Ini adalah tahun-tahun yang gersang
Lafazh ُ ِس ِن ْينَهpada Syair diatas, menunjukkan nashab dengan harakah Fathah dan bukan
dengan Ya’, karena ia tidak membuang huruf Nun pada keadaan ia menjadi mudhaf.
Ada juga logat dan aksen bahasa arab, tetap meng-I’rab semua bentuk jama’ mudzakkar
salim dan mulhaq-mulhaqnya, diberlakukan seperti irab isim mufrad (dii’rab harakah pada
nun dengan tetapnya ya’) contoh:
Sedangkan untuk Lafazh َ ا َ َرض ُْونdigaris-bawahi oleh Mushannif sebagai syadz dalam hal ke-
mulhaq-annya. Seperti itu juga lafazh َ ِسنُ ْونdan babnya. Karena kedua lafazh ini adalah isim
jenis bukan sifat, bukan isim alam, muannats, tidak berakal, tidak salim lafaz mufradnya,
sama sekali tidak memiliki empat syarat untuk jamak mudzakkar salim. Oleh karena itu
syadz-nya kedua lafazh tsb lebih kuat.
Disebutkan juga dalam bait: lafazh َ ِس ِنيْنdan babnya, di-I’rab semisal lafazh ِحيْنyakni,
menetapkan huruf Ya’ dan Nun pada semua I’rabnya dengan dii’rab harkah zhahir atas Nun
yang ditanwin pada nakirahnya.
Disebutkan pula dalam bait bahwa: ditemukan pada orang-orang arab yaitu mengi’rab semua
lafazh jamak mudzakkar salim dan mulhaq-mulhaqnya semisal irab pada lafazh َ ِس ِنيْنyang
diserupakan dengan irab حيْن.
ِ ***
Share this:
ســــــــا ِل َم َج ْم ِع
َ ¤ب ْ ارفَ ْع ِب َوا ٍو َو ِبيَا
ِ اج ُر ْر َوا ْن ِص ْ َو
ِ َِــــــــام ٍر َو ُم ْذن
ب ِ ع
Rafa’kanlah dengan Wau!, Jar-kan dan Nashabkanlah dengan Ya’! terhadap Jama’
Mudzakkar Salim dari lafadz “‘Aamir” dan “Mudznib”
Telah disebutkan sebelumnya, dua bagian yang dii’rab dengan huruf pengganti I’rab asal
yaitu Asmaus-Sittah dan Isim Mutsanna. Kemudian pada Bait ini Mushannif menyebut
bagian ketiga tanda I’rab dengan Huruf untuk Jama’ Mudzakkar Salim berikut mulhaq-
mulhaqnya yang akan disebut pada bait-bait selanjutnya. Yaitu tanda I’rab dengan Wau
ketika Rafa’ dan dengan Ya’ ketika Nashab atau Jar-nya. Contoh:
ف
ِ رو ِ أ َ ْفلَ َح
ْ اآلم ُر ْو َن ِبا ْل َم ْع
Beruntunglah mereka yang memerintah dengan ma’ruf.
Definisi Jamak Mudzakkar Salim adalah: Isim yang menunjukkan arti lebih dari dua
dengan sebab tambahan huruf di akhirnya, dapat di-mufrad-kan dan di-athaf-kan berupa
lafazh yang sama. Contoh:
Maka contoh kalimah isim diatas menunjukkan arti lebih dari dua, sebab huruf zaidah di
akhirnya berupa wawu dan nun, dapat dipisah dibentuk mufrad (tunggal) dengan membuang
huruf zaidah menjadi فائزberikut di-athaf-kan terdiri dari lafazh yang sama, maka menjadi جاء
فائز وفائز آخر.
Maksud perkataan “ السالمSalim” adalah selamat atau tidak berubah bentuk mufrad-nya ketika
dibuat bentuk Jamak. artinya, tetap langgeng lafazh mufrad –nya setelah dibuat Jamak, yakni
huruf-hurufnya tidak mengalami perubahan, baik jenisnya, jumlahnya atau harkah-nya.
kecuali karena ada proses I’lal. Misal المصطفىsetelah dibuat jamak mudzakkar salim menjadi
المصطفاونkarena bertemu dua mati yaitu Alif dan Wau jamak, maka Alif dibuang dan
menjadi َص َطفَ ْون
ْ ال ُم
Disebutkan pada bait diatas contoh lafazh ’“ عامر ومذنبAamir dan Mudznib” menunjukkan
bahwa kalimah yang boleh di bentuk jamak dengan Jama’ Mudzakkar Salim ada dua
kategori, yaitu Isim Jamid ( ) عامرatau Isim Sifat ( )مذنب.
Disyaratkan untuk Isim Jamid yang dapat di-bentuk jamak dengan jama’ mudzakkar
salim dengan 5 syarat:
1. Harus berupa Isim Alam / kata nama. Contoh: “ زيدZaid”. “ خالدKhalid”. Tidak
diperkenankan untuk isim jamid yang bukan isim alam contoh: “ غالمanak kecil laki”, رجل
“pria dewasa” kecuali jika dishighat tashghir/dibentuk mini, maka boleh karena otomatis
menjadi Isim Sifat contoh: “ رجيلsi pria kecil” dapat dibentuk jama’ mudzakkar salim
menjadi رجيلون.
2. Harus nama laki-laki, tidak diperkenankan untuk nama perempuan misal: “ زينبZainab” هند
“Hindun” “ سعادSu’ad”.
3. Harus nama makhluk ber-akal (yakni dari jenis makhluk yang berakal termasuk bayi dan
orang gila). Tidak diperkenankan untuk semisal nama hewan “ الحقLahiq” nama kuda.
4. Harus kosong dari Ta’ Muannats Zaidah. Tidak diperkenankan untuk contoh: حمزة
“Hamzah” “ طلحةThalhah”.
5. Bukan dari Isim Alam hasil Tarkib (berasal dari susunan kata) contoh “ سيبويهSibawaihi”.
Contoh Jama’ Mudzakkar Salim dari Isim Alam yang mencukupi Syarat :
Disyaratkan untuk Isim Sifat yang dapat di-bentuk jamak dengan jama’ mudzakkar salim
dengan 6 syarat:
1. Harus sifat bagi laki-laki, tidak diperkenankan seperti contoh: “ حائضyang Haid” مرضع
“yang menyusui”
2. Harus sifat bagi yang berakal, tidak diperkenankan untuk contoh: “ صاهلyg meringkik”
(sifat kuda)
3. Harus kosong dari ta’ muannats, maka tidak diperkenankan seperti contoh “ عالمةtanda”
“ قائمةsangga” “ صائمةtenang”.
4. Bukan Isim sifat dengan wazan أفعلyang muannts-nya adalah فعالءcontoh: “ أحمرyang
merah” “ أخضرyang hijau”.
5. Bukan Isim sifat dengan wazan فعالنyang muannts-nya adalah فعلىcontoh: “ سكرانyang
mabok”.
6. Bukan dari Isim Sifat yang sama bisa ditujukan untuk laki-laki dan atau perempuan
contoh: “ صبورyang sabar” “ جريحyang terluka”
Contoh Jama’ Mudzakkar Salim dari Isim Sifat yang mencukupi Syarat :
َّللاِ َوك َِر ُهوا أ َ ْن
َّ سو ِلُ ف َر َ ون ِب َم ْقعَ ِد ِه ْم ِخ َالَ ُفَ ِر َح ا ْل ُم َخلَّف
َِّللا
َّ س ِبي ِل
َ س ِه ْم فِي ِ ُيُ َجا ِهدُوا ِبأ َ ْم َوا ِل ِه ْم َوأ َ ْنف
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu merasa gembira dengan tinggalnya
mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa
mereka pada jalan Allah.
ين ِ ب ا ْل ُم ْح
َ ِسن ُّ َّللاُ يُ ِح
َّ َو
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Kesimpulan penjelasan bait: Rofa’kanlah dengan wau sebagai ganti dari dhammah, Jar-
kanlah dengan Ya’ sebagai ganti dari kasrah, dan Nashab-kan juga dengan Ya’ sebagai ganti
dari Fathah. Terhadap Jama’ Mudzakkar Salim dari lafazh ‘Aamir (isim Alam) dan Lafazh
Mudznib (isim Sifat).
Share this:
ان
ِ َــري ِ َ ان َواثْنَت
ِ كَا ْبنَــ ْي ِن َوا ْبنَت َ ْي¤ ان
ِ ــن يَ ْج ِ َاك اثْن
َ َِك ْلتَا َكذ
Juga (Rofa’ dg tanda Alif) lafadz Kiltaa, begitupun juga lafadz Itsnaani dan Itsnataani
sama (I’rob-nya) dengan lafadz Ibnaini dan Ibnataini keduanya contoh yang di jar-kan.
ْ َــــرا َون
صـــبَا ً بَ ْع َد ًّ َج¤ ف ْ ف ا ْليَا ِفي َج ِم ْي ِع َها األ َ ِل
ُ َُوت َ ْخل
ْ فَتْـــحٍ قَ ْد أ ُ ِل
ف
Ya’ menggantikan Alif (tanda Rofa’) pada semua lafadz tsb (Mutsanna dan Mulhaq-
mulhaqnya) ketika Jar dan Nashab-nya, terletak setelah harakah Fathah yang tetap
dipertahankan.
Telah disebutkan sebelumnya tanda I’rab dengan huruf sebagai pengganti dari I’rab Harakah
yaitu pada Asmaus-Sittah. Selanjutnya pada Bait ini, Kiyai Mushannif Ibnu Malik
menerangkan tentang I’rab pengganti asal bagian kedua, yaitu untuk tanda I’rob Isim
Mutsanna (Kata benda dual) dan Muhaqnya (Isim yang diserupakan Isim
Tatsniyah/Mutsanna).
Definisi Isim Tatsniyah/Mutsanna dalam ilmu nahwu dan Sharaf adalah: Satu lafazh
kalimah yg menunjukkan dua buah objek, dikarenakan ada penambahan huruf zaidah di
akhirnya, dapat dibentuk mufrad/tunggal beserta dapat dipisah dan diathafkan terdiri dari dua
lafazh yang sama. Contoh Isim Tatsniyah:
ان
ِ س ِل َم
ْ ُم,ان
ِ َض ْرب ِ َز ْيد
َ ,َان
Dua Zaid, dua pukulan, dua orang Muslim.
4 macam kategori lafazh kalimah tidak bisa dikatakan Isim Tatsniyah/Mutsanna:
1. Lafazh menunjukkan dua objek, tapi bukan sebab huruf tambahan. Contoh:
ش ْف ٌع
َ
Sepasang
2. Lafazh ada tambahan huruf zaidah semisal Isim Tatsniyah, tapi tidak menunjukkan dua
objek. Contoh:
ُ نَ ْد َم،ران
ان ُ س ْك ُ َج ْوع،ان
َ ،َان ُ َش ْبع ُ َر ْح َم،َر ْجالَ ُن
َ ،ان
Pejalan kaki, pengasih, yang kenyang, yang lapar, yang mabuk, tukang minum.
ُ س
ان ُ َّعف
َ َح،ان ُ عثْ َم
َ ،ان ُ
Utsman, ‘Affan, Hasan
ٌ َ ُج ْرذ,ان
ان ٌ َ ُر ْغف,َان ٌ ِغ ْل َم,ان
ٌ ِص ْرد,ان ٌ ِص ْن َو
Saudara-saudara sekandung, anak-anak muda, kumpulan burung-burung sejenis,
adonan-adonan roti/keju, kumpulan tikus-tikus.
Masing-masing ketiga jenis contoh-contoh kalimah diatas di-I’rab dengan Harkah Zhahir
pada Nun shighah bukan Nun maqom tanwin, sedangkan Alifnya adalah Lazim pada semua
I’rabnya.
ِ َاثْن
ان
Dua
Tidak bisa dimufrodkan atau tidak bisa membuang huruf zaidah atau tidak bisa dilafalkan اثْن.
4. Lafazh menunjukkan dua buah objek, ada tambahan huruf zaidah, bisa
dimufrodkan/tunggal, bisa dipisah berikut diathafkan tapi bukan terdiri dari dua lafazh yang
sama. Contoh sebagaimana orang arab mengatakan:
القَ َم َر ْي ِن
Dua planet yg menyinari bumi
اَبَ َو ْي ِن
Dua orang tua.
ُ َ األ
Karena setelah dipisah dan di-athafkan menjadi ب واألُم
Tanda I’rob untuk Isim Mutsanna adalah Rofa’ dengan huruf Alif sebagai ganti dari I’rob
asal harakah Dhammah, Nashab dengan Huruf Ya’ sebagai ganti dari Fathah juga Jar dengan
huruf Ya’ sebagai ganti dari Kasroh. Contoh:
Demikianlah I’rob Isim Tatsniyah menurut sebagian besar logat orang Arab. Dan sebagian
lain (logat bani Kinanah, Bani Harits bin Ka’ab, bani ‘Ambar, bani Bakar bin Wa’il, bani
Zubaid, bani Kats’am, bani Hamdan, bani ‘Udzrah) mengamalkan Isim Mutsanna dan
Mulhaqnya dengan tanda Alif secara muthlaq; baik rofa’, nashab dan jarnya. contoh:
ُ َم َر ْرت-َان ِكالَ ُه َما َّ ُ َرأ َ ْيت-َان ِكالَ ُه َما
ِ الز ْيد َّ َجا َء
ِ الز ْيد
َان ِكالَ ُه َما َّ ِب
ِ الز ْيد
Dua Zaid telah datang kedua-duanya – Aku melihat dua Zaid kedua-duanya – Aku
bertemu dengan dua Zaid kedua-duanya.
ان
ِ اح َر
ِ س ِ َقَالُوا إِ ْن َهذ
َ َان ل
Mereka berkata: “Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir…”
Nabi bersabda:
Termasuk juga untuk I’rob Isim yang diserupakan atau di-mulhaq-kan dengan Isim Mutsanna
atau dikenal dengan sebutan Mulhaq Mutsanna, yaitu setiap isim/kata benda yang kurang
mencukupi syarat definisi Isim Mutsanna. Di antara isim-isim mulhaq tsb. Sebagaimana
disebutkan dalam bait adalah:
1. Diberlakukan seperti I’rab Isim Mutsanna, apabila Mudhaf pada Isim Dhamir. Contoh:
َجا َء ِن ْي ِكالَ ُه َما َو َرأ َ ْيتُ ِكلَ ْي ِه َما َو ََ َم َر ْرتُ ِب ِكلَ ْي ِه َما
Keduanya (male) mendatangiku, Aku melihat keduanya, Aku bertemu dengan keduanya
َو َجا َءتْنِ ْي ِك ْلتَا ُه َما َو َرأ َ ْيتُ ِك ْلت َ ْي ِه َِ َما َو َم َر ْرتُ ِب ِك ْلت َ ْي ِه َما
Keduanya (female) mendatangiku, Aku melihat keduanya, Aku bertemu dengan keduanya
ِ َان واثْنَت
Itsnaani dan Itsnataaani (ان ِ َ)اثْن, dengan prosedur sbb:
Diberlakukan Hukum I’rab seperti Isim Mutsanna tanpa syarat, sebagaimana contoh Isim
ِ َان وا ْبنَت
Mutsanna/Tatsniyah lafazh Ibnaani dan Ibnataani (ان ِ َ)ا ْبن. Contoh:
ِ َف اثْن
ان ُّ ض َر ِم َن ال
ِ ضيُ ْو َ َح
Telah hadir dua orang dari tamu-tamu itu.
ض َر أ َ َح َد ُك ُمَ ش َها َدةُ بَ ْي ِن ُك ْم ِإذَا َح َ يَا أَيُّ َها الَّ ِذ
َ ين آ َمنُوا
ع ْد ٍل ِم ْن ُك ْمَ ان ذَ َواِ َين ا ْل َو ِصيَّ ِة اثْنَ ا ْل َم ْوتُ ِح
Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian,
sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang
adil di antara kamu…
Kesimpulan penjelasan Bait: Isim Mutsanna/Tatsniyah di rofa’-kan dengan Alif, demikian
juga Kilaa dan Kiltaa dengan syarat mudhaf dan mudhaf ilaih-nya harus isim dhamir.
Sedangkan itsnaani dan itsnataani diberlakukan seperi Isim Mutsanna sebagaimana Ibnaani
dan ibnataani. Adapun ketika dalam keadaan Nashab atau Jar, maka tanda irob-nya adalah
Ya’ menempati tempatnya Alif ketika Rofa’. Semua tanda irab Isim Mutsanna dan mulhaq-
nya jatuh sesudah harakah Fathah, karena fathah ini biasa berlaku untuk alif Tatsniyah. Maka
tetap dipertahankan ketika bersama dengan Ya’.
Pengertian Zhorof Maf’ul Fih » Alfiyah Bait 303
10 Desember 2011 Ibnu Toha 2 komentar
–·•Ο•·–
ْ امك
ُث ِّ ِ فِي ِبا¤ ض ِ ِّمنَا
ْ ط َرا ٍد َك ُهنَا ٌ ف وقتٌ أ َ ْو َمك
ُ َان َّ اَل
ُ ظ ْر
أ َ ْز ُمنَا
Zhorof adalah waktu atau tempat yg menyimpan makna “FI/di” secara Muth-
thorid/kontinu, contoh: “UMKUTS HUNAA AZMUNAA” = “tinggalah di sini beberapa
waktu..!”
–·•Ο•·–
Pengertian Maf’ul Fih atau Zhorof adalah: Isim Zaman atau Isim Makan yg menyimpan
makna FI/di secara Muththorid/kontinu.
Lafazh YAUMA Isim Zaman dan Lafazh KHOLFA Isim Makan, keduanya menyimpan
makna FI/DI. Disebut Zharaf Zaman karena menerangkan waktu pekerjaan terjadi, dan
disebut Zhorof Makan menerangkan tempat pekerjaan terjadi.
Disyaratkan juga bahwa Isim Zaman atau Isim Makan tersebut harus Muththorid dalam
menyimpan makna FI/DI yakni tetap permanen menyimpan makna FI dalam situasi berbagai
macam pekerjaan/fi’il yg masuk, seperti contoh:
1. Keluar dari definisi Isim Zaman atau Isim Makan, yaitu kalimah yg juga menyimpan
makna FI tapi bukan Isim Zaman dan bukan Isim Makan. Contoh FirmanNya:
2. Keluar dari definisi menyimpan makna FI/di, yaitu Isim Zaman/Makan yg tidak
menyimpan makan FI/di. Demikian apabila terjadi sebagai Mubtada’ atau Khobar atau
Maf’ul Bih, dll. Contoh:
Kedua Lafazh “YAUMU” pertama sebagai Mubtada’ dan kedua sebagai Khobar.
Contoh Firman Allah:
Lafazh “AL-BAITA” dan “AD-DAARO” adalah Isim Makan menyimpan makna FI tapi
tidak Muththorid/kontinu yakni tidak pantas menyimpan FI untuk semua Fi’il yg masuk,
kerena itu tidak boleh mengatakan: جلست الدار – نمت البيتNIMTU AL-BAITA – JALASTU
AD-DAARO dengan maksud menyimpan makna FI. Berbeda dengan masuknya fi’il
“DAKHOLA” atau “SAKANA” yg mana keduanya terkadang berlaku muta’addi sindirinya
dan terkadang berlaku muta’addi sebab huruf Jar. Maka Lafazh “AL-BAITA” dan “AD-
DAARO” pada contoh (DAKHOLTU AL-BAITA, WA SAKANTU AD-DAARO) tidaklah
nashob sebagai Zharaf akan tetapi sebagai Maf’ul Bih.
Share this:
ْ َو ْقتا ً َوفَا ِعالً َو¤ َو ْهو ِب َما يَ ْع َم ُل فِي ِه ُمتَّح ْد
ٌ إن ش َْر
ط
فُ ِق ْد
Juga Masdar yg menjadi Maf’ul Lah harus bersatu dengan Amilnya dalam hal waktu dan
subjeknya. Dan jika tidak didapati syarat …. >
–·•Ο•·–
Pengertian Maf’ul Lah/Maf’ul Li Ajlih menurut bahasa adalah: objek yg menjadi faktor
pekerjaan. Menurut Ilmu Nahwu adalah: Isim Masdar yang menjelaskan tentang faktor/alasan
dari penyebutan Amil sebelumnya. Dan bersatu dalam hal waktu dan subjeknya.
lafal “RUGHBATAN” Isim Masdar yang menjadi Maf’ul Lah, juga bersekutu dalam hal
waktu dengan Amil lafal “JI’TU”, karena waktu aku senang, itulah waktu aku
mendatanginya. Juga bersekutu dalam satu subjek yaitu satu Fa’il berupa Dhamir
Mutakallim/aku.
*lafal “KAFFAARON” menjadi HAL sebagai Amil, dan lafal “HASADAN” sebagai Maf’ul
Lah.
Hukum I’rob Maf’ul Liajlih / Maf’ul lah adalah : BOLEH NASHOB sekiranya terdapat tiga
syarat sebagimana tersirat dalam bait diatas, yaitu:
1. Isim Mashdar
2. Lit-Ta’lil/Penjelasan Faktor alasan
3. Bersatu dengan Amilnya dalam satu Waktu dan satu Fa’il
Atau kalimah yg mencukupi tiga syarat tersebut juga BOLEH DIJARKAN dengan huruf jar
Lit-Ta’lil.
Jika salah satu saja dari ketiga syarat ini tidak terpenuhi maka WAJIB DIJARKAN dengan
huruf jar lit-Ta’lil berupa huruf LAM, MIN, FIY atau huruf BA’.
جئتك للكتاب
JI’TU KA LIL KITAABI = aku mendatangimu karena kitab itu.
Contoh FirmanNya:
Contoh yang tidak bersatu dengan Amilnya dalam hal satu Waktu:
Contoh yang tidak bersatu dengan Amilnya dalam hal satu Fa’il/Subjek:
علي له
ِِّ جاء خالد إلكرام
JAA’A KHOOLIDUN LI IKROOMI ‘ALIYYUN LAHU = Khalid datang agar Ali
menghormatinya.
Contoh FirmanNya:
َّ أَقِ ِم ال
ِ ُص َالةَ ِل ُدل
وك الش َّْم ِس
AQIMISH-SHOLAATA LI DULUUKISY-SYAMSI* = Dirikanlah shalat dari sesudah
matahari tergelincir (Al-Isro’ :78)
*Perbedaan Fa’il/subjek dalam ayat ini adalah pada lafal “AQIM=DIRIKANLAH” subjeknya
berupa dhamir wajib mustatir takdirannya ANTA/KAMU dan lafal
“DULUUKI=TERGELINCIR” subjeknya berupa lafal “ASY-SYAMSI=MATAHARI”
(kemiringan matahari dari tengah-tengah atas langit/zhuhur). Juga terdapat Perbedaan Waktu
dalam ayat ini yaitu waktu mendirikan sholat tentunya lebih akhir dari waktu tergelincirnya
Matahari.
Kalimah yg dijarkan oleh huruf-huruf jar tersebut, tidak di-I’rob sebagai Maf’ul Lah; karena
Maf’ul Lah tersebut khusus bagi kalimah yg Nashob saja. Sekalipun demikian, secara makna
keduannya tidak berbeda alias sama.
Share this:
المفعول المطلق
BAB MAF’UL MUTHLAQ
–·•Ο•·–
Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa Kalimah Fi’il (kata kerja) menunjukkan pada dua hal
secara bersamaan yaitu:
Huduts (kejadian)
Zaman (waktu)
Manuskrip: Tulisan pertama Kitab Syarah Alfiyah Ibnu Malik oleh Jalaluddin As-Suyuthi.
221 Halaman. Sumber : http://www.mahaja.com/library/manuscripts/manuscript/682
* Lafal “BADZALA” adalah Kalimah Fi’il/Kata Kerja, menunjukkan dua hal: kejadian
pendermaan dan waktu pendermaan, yakni kejadian pada waktu lampau karena berupa Fi’il
Madhiy.
* lafal “BADZLU” adalah kalimah Isim yang menunjukkan kejadian pendermaan tanpa
penunjukan waktu, demikian juga pada lafal “NAF’UN”. Maka setiap Isim yang mencocoki
terhadap Fi’il di dalam hal sama-sama menunjukkan kejadian akan tetapi berbeda karena
tidak menunjukkan zaman, maka Isim tersebut dinamakan ISIM MASDAR. Jadi:
Pengertian Isim Mashdar adalah: Isim yang menunjukkan pada kejadian yang terlepas dari
zaman.
Di sini Kiyai Mushonnif menyusun Bab tentang Maf’ul Muthlaq, beserta beliau
mendefinisikan Isim Masdar pada awal Bait. Tiada lain karena Maf’ul Mutlaq umumnya
terbuat dari Isim Mashdar. Ada juga yg tidak berupa Isim Masdar insyaAllah akan dijelaskan
pada bait-bait selanjutnya.
Pengertian Maf’ul Muthlaq adalah: Isim yang dinashobkan sebagai pengokohan (taukid
lafzhi) terhadap Amilnya atau menerangkan macamnya atau bilangannya.
ضربت ضربا
DHOROBTU DHORBAN = aku telah memukul dengan sebenar-benar pukulan
ضربت ضربتين
DHOROBTU DHORBATAINI = aku memukul sebanyak dua pukulan.
Hukum Masdar dalam hal ini adalah nashob, baik amil yg menashobkan berupa Isim
Mashdar, Fi’il, atau Sifat.
صفًّا ِ صافَّا
َ ت َّ َوال
Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya. (Ash-Shooffaat : 1)
Menurut pendapat yg masyhur dan rojih: Isim Mashdar merupakan bentuk asal dari semua
Kalimah Musytaq, baik Fi’il, Isim Fa’il, Isim Maf’ul, Sifah Musyabbahah, Isim Tafdhil, Isim
Zaman, Isim Makan, Isim alat, semua itu dibentuk dari asal Isim Masdar. Contoh Isim Fa’il
lafaz “AL-QOOIMU” hasil bentukan dari Masdar lafaz “AL-QIYAAMU”. Contoh Isim Alat
lafaz “AL-MIFTAAHU” hasil bentukan dari Masdar lafaz “AL-FATHU” dan seterusnya.
Share this:
–·•Ο•·–
*Masing-masing dari lafaz SAMI’TU dan ROAITU bertentangan menuntut lafaz AL-
QOORI’A sebagai Maf’ul Bihnya.
Manuskrip Syarah Alfiyah Ibnu Malik. Penyusun Tidak diketahui. Penyarah Tidak diketahui.
Jumlah Halaman 88. Naskah Kurang. Sumber:
http://www.mahaja.com/library/manuscripts/manuscript/676
Tidak ada perbedaan antara kedua Amil baik berupa dua Fi’il seperti contoh diatas, atau dua
Isim ataupun campuran.
Contoh kedua amil campuran berupa Isim Fi’il dan Fi’il, Firman Allah:
* Amil pertama berupa Isim Fi’il Amar yaitu Lafaz HAA’UMU sinonim dg lafaz KHUDZ
(ambillah) huruf Mim tanda Jamak. Amil kedua berupa Fi’il Amar yaitu Lafaz IQRO’UU.
Terkadang Tanazu’ terjadi antara lebih dari dua Amil. Dan terkadang Mutanaza’ Fih (ma’mul
tanazu’) lebih dari satu.
* masing-masing dari lafaz YAJLISU, YASMA’U dan YAKTUBU menuntut lafaz AL-
MUTA’ALLIMU sebagai Faa’ilnya.
Contoh Tanazu’ antara tiga Amil di dalam isim Mutanaza’ Fih lebih dari satu. Nabi bersabda:
*Masing-masing Fi’il mempunyai dhamir sebagai ma’mulnya yg merujuk pada Isim yang
berada di depannya yaitu lafal ZAIDUN.
Dan tidak pula dinamakan tanazu’ apabila antara dua Amil tidak terdapat irthibath, contoh:
Share this:
ع ْن فَا ِع ٍل نَ ْح ُو
َ ¤ فَا ْن ِص ْب ِب ِه َم ْفعولَهُ ِإ ْن لَ ْم يَنُ ْب
ت َ َدبَّ ْرتُ ا ْل ُكت ُ ْب
Maka nashobkanlah dengan Fi’il Muta’addin ini terhadap Maf’ulnya jika ia lagi tidak
menggantikan Fa’il (tidak menjadi Naibul Fa’il) demikian seperti contoh:
“TADABBARTU ALKUTUBA = aku menelaah banyak kitab”
–·•Ο•·–
1. Definisi Fi’il Muta’addi adalah: kalimah Fi’il yg sampai kepada Maf’ul tanpa perantara
Huruf Jar atau perantara Huruf ta’diyah lainnya. Contoh:
ضربت زيدا
DHOROBTU ZAIDAN = Aku memukul Zaid.
2. Definisi Fi’il Lazim adalah: kalimah Fi’il yg tidak sampai kepada Maf’ul kecuali
perantara Huruf Jar atau perantara Huruf ta’diyah lainnya semisal Huruf Hamzah lit-ta’diyah.
Contoh Fi’il Lazim tidak sampai kepada Maf’ul kecuali perantara Huruf Jar:
مررت بـزيد
MARORTU BI ZAIDIN = aku melewati Zaed.
Contoh Fi’il Lazim tidak sampai kepada Maf’ul kecuali perantara Hamzah:
أخرجت الزكاة
AKHROJTU AZ-ZAKAATA = aku mengeluarkan zakat.
¤¤¤
TANDA-TANDA FI’IL MUTA’ADDI DAN FI’IL LAZIM:
1. Dapat disambung dengan HA Dhamir yg tidak merujuk pada Masdar (yakni Dhamir
Maf’ul Bih).
2. Dapat dibentuk shighat Isim Maf’ul Tam (tampa kebutuhan huruf jar).
ضربتــه
DHOROBTUHUU = aku memukulnya
* bukan sebagai tanda Fi’il Mutaadi, karena HA dhamir merujuk pada Masdar sama bisa
disambung dengan Fi’il Muta’addi juga Fi’il Lazim, contoh:
الضرب ضربتــه
ADH-DHORBU DHOROBTUHUU = pukulan itu aku yg memukulnya
القيام قمتــه
AL-QIYAAMU QUMTUHUU = berdiri itu aku yg berdirinya
Demikian juga bersambung dg HA dhamir merujuk pada Zhorof (zaman/makan), tidak boleh
sebagai tanda Fi’il Muta’addi, sebab butuh tawassu’/taqdir huruf jar, contoh:
والنهار صمتــها
َ الليلةَ قمتــها
ALLAILATA QUMTUHAA, WAN-NAHAARO SHUMTUHAA = aku berdiri di malam
hari dan aku berpuasa di siang hari.
¤¤¤
Tambahan:
Sebagian ulama Nuhat berpendapat bahwa kalimah Fi’il terbagi menjadi tiga: 1.
MUTA’ADDI, 2. LAZIM dan ditambah 3. Fi’il TIDAK MUTA’ADDI PUN TIDAK
LAZIM: yaitu KAANA dan saudara-saudaranya, sebab KAANA tidak menashobakan Maf’ul
Bih juga tidak dapat dimuta’addikan dengan huruf jar, seperti itu juga Fi’il-fi’il yg kadang
ditemukan Muta’addi sendirinya dan kadang Muta’addin dengan perantara huruf jar, seperti
contoh:
Maka dikatakan bahwa KAANA cs, tidaklah keluar dari pembagian Fi’il yg dua. KAANA
termasuk dari Fi’il Muta’addi karena khobarnya diserupakan Maf’ul Bihnya.
Demikian juga lafazh SYAKARTU wa SYAKARTU LAHUU cs… tidaklah keluar dari dua
pembagian fi’il: dikatakan Fi’il Muta’adi karena lafaz SYAKARTU LAHUU Huruf Jar
sebagai Zaidah. Atau dikatakan Fi’il Lazim karena lafazh SYAKARTU naza’ khofidh atau
membuang huruf jar.
Hukum Fi’il Muta’addi adalah: menashobkan terhadap MAF’UL BIH yg tidak menjadi
NAIBUL FAA’IL
Pengertian MAF’UL BIH (objek) adalah: Isim yg dinashobkan yg dikenai langsung oleh
pekerjaan FA’IL tanpa perantaraan, baik dalam kalam Mutsbat (kalimat positif) atau dalam
kalam Manfi (kalimat negatif):
فهمت الدرس
FAHIMTU AD-DARSA = aku memahami pelajaran
¤¤¤
Share this:
Categories: Bait 267-268 Tag:Definisi, Isim Fa'il, Isim Maf'ul, Lazim, Mutaaddi, Pengertian
–••Ο••–
Contoh Isytighal Fi’il/Amil beramal pada Dhamir yg merujuk pada Isim Sabiq:
زيدا ضربته
ZAIDAN DHOROBTU HU = Zaid, aku memukulnya*
* Seandainya Dhamir pada contoh-contoh diatas ditiadakan, niscaya Amil/Fi’il tsb beramal
pada Isim Sabik sebagai Maf’ulnya yg dikedepankan, atau Mu’allaqnya yg dikedepankan.
Contoh Istighal Fi’il/Amil beramal pada Sabab Dhamir yg merujuk pada Isim Sabiq:
Tulisan tangan Bahauddin Ibnu 'Aqil (694-769 H). Syarah Ibnu 'Aqil 'ala Alfiyah. Sumber:
www.mahaja.com
زيدا ضربته
ZAIDAN DHOROBTU HU = Zaid, aku memukulnya
Taqdirannya adalah:
Taqdirannya adalah:
Contoh Fi’il yg dibuang ditakdiri tidak mencocoki lafaz dan makna tapi mencakup:
Taqdirannya adalah:
أهنت زيدا ضربت ابنه
AHANTU ZAIDAN DHOROBTU IBNA HU = aku menghinakan Zaid yakni aku
memukul anaknya*
* maka dengan demikian jumlah fi’liyah yang ada setelah Isim Sabiq tersebut disebut jumlah
tafsiriyah la mahalla lahaa minal I’roob (tidak punya I’rob).
Dijelaskan perihal ISIM SABIQ yaitu: ada yg wajib nashab, rojih nashob, wajib rofa’, rojih
rofa, ataupun yg tidak nashob dan rofa’ InsyaAllah akan dijelaskan pada Bait-bait
selanjutnya.
Share this:
Yakni, (1). Fa’il yg dirofa’kan oleh fi’il mutashorrif atau oleh fi’il jamid seperti contoh
“ATAA ZAIDUN dan NI’MAL FATAA”. (2). Fa’il yg dirofa’kan oleh syibhul fi’li/serupa
pengamalan fi’il seperti contoh: MUNIIRON WAJHU HU
–••Ο••–
Pengertian Fa’il menurut bahasa adalah: yang mengerjakan pekerjaan (subjek), contoh:
الطالب
ُ كتب
KATABA ATH-THOOLIBU = siswa menulis
مات زيد
MAATA ZAIDUN = zaid meninggal dunia
Pengertian Fa’il menurut istilah adalah : ISMUN AL-MUSNAD ILAIHI FI’LUN ‘ALAA
THORIIQOTI FA’ALA AW SYIBHU HU. Artinya: Isim yang dimusnadi oleh Fi’il atas
jalan FA’ALA (Fi’il Mabni Ma’lum) atau disandari oleh Serupa Fi’il.
Penjelasan Definisi:
ISMUN = Kalimah Isim : Mencakup Isim yang Shorih, berupa Isim Zhohir dan Isim
Dhamir.
قام زيد
Zaid berdiri
قمـت
Aku berdiri
Juga mencakup Isim Mu’awwal yaitu kalimat yg ditakwil masdar, berupa jumlah ANNA
beserta Isim dan Khobarnya, atau AN Masdariyah beserta Fi’ilnya, atau MAA Masdariyah
beserta Fi’ilnya.
Contoh: Fa’il Isim Mu’awwal dari jumlah MAA Masdariyah + Fi’il, dalam Sya’ir:
AL-MUSNAD ILAIHI FI’LUN = yang dimusnadi oleh Fi’il : Baik oleh Fi’il Mutashorrif
seperti pada contoh-contoh diatas atau dimusnadi oleh Fi’il Jamid:
Keluar dari definisi “dimusnadi oleh Fi’il” apabila dimusnadi oleh Jumlah, maka tidak
dinamakan Fa’il tapi dinamakan Mubtada’.
Contoh Isim yg dimusnadi oleh Jumlah bukan dinamakan Fa’il tapi Mubtada’:
‘ALAA THORIIQOTI FA’ALA = atas jalan FA’ALA (Fi’il Mabni Ma’lum): Yakni
menggunakan susunan Fi’il Mabni Ma’lum. Keluar dari definisi ini penggunaan susunan Fi’il
Mabni Majhul, maka musnad ilaihnya tidak dinamakan Fa’il tapi dinamakan Naibul Fa’il.
Contoh Isim yg dimusnadi oleh Fi’il Mabni Majhul, bukan dinamakan Fa’il tapi Naibul Fa’il:
كتب الكتاب
KUTIBA AL-KITAABU = kitab itu telah ditulis
AW SYIBHU HU = atau dimusnadi oleh Serupa Fi’il : Yakni lafazh yg beramal seperti
Fi’il, seperti Isim Fa’il, Sifat Musyabbahah, Isim Tafdhil, dan lain-lain.
Contoh Isim yg dimusnadi oleh Isim Fa’il:
* pada contoh lafaz AFDHOLU menyimpan Fa’il berupa Isim Dhamir Mustatir
Share this:
فِيما لَهُ َكن ِي َل َخ ْي ُر نَائِ ِل¤ وب َم ْفعُو ٌل ِب ِه ع َْن فَا ِع ِل
ُ ُيَن
Maf’ul bih menggantikan Fa’il di dalam semua hukumnya. Seperti contoh: “NIILA
KHOIRU NAA-ILI=anugerah terbaik telah diperoleh”.
–••Ο••–
Naibul Fa’il adalah Isim yg dirofa’kan baik secara lafzhan atau mahallan, menggantikan dan
menempati tempatnya Fa’il yg tidak disebutkan, dan Fi’ilnya dibentuk Mabni Majhul. Baik
isim yg menggantikan itu asalnya berupa Maf’ul bih atau serupanya sepeti Zhorof, Masdar
dan Jar-majrur.
Contoh bentuk kalimat setelah Fa’ilnya dibuang dan Fi’ilnya dibentuk Mabni Majhul:
أ ُ ْك ِرم الغريب
UKRIMA AL-GHOORIBU = Orang asing itu dihormati
Pada contoh ini lafazh AL-GHOORIBU adalah Naibul Fa’il menggantikan Fa’ilnya yg
dibuang. Lafazh UKRIMA adalah kalimah Fi’il Madhi yang dibentuk Mabni Majhul.
Dengan demikian apabila Fa’ilnya dibuang karena suatu alasan baik alasan bangsa Lafzhiy
atau bangsa Ma’nawiy (lihat Motif al-Hadzf/alasan membuang lafazh) maka pembuangan
Fa’il ini menimbulkan dua keputusan:
1. Merubah Fi’ilnya ke bentuk Majhul
2. Menempatkan Pengganti Fa’il pada posisi Fa’il berikut hukum2nya, semisal: harus Rofa’,
harus berada setelah Fi’ilnya, sebagai pokok kalimat, hukum ta’nits pada fi’ilnya, dan lain-
lain (lihat BAB FA’IL) .
Share this:
َ َ اخت
ار ُ أ َ ْختَأ¤ َصــــــاال
َ ار
ْ غ ْي ِري َ َكَـــذ
َ ِّ اك ِخ ْلت َ ِن ْيــ ِه َوا ِت
َ اال ْن ِف
َصاال
Seperti itu juga, yaitu lafadz يييييييييييي, aku memilih menggunakan Dhomir
Muttashil, selainku memilih menggunakan Dhomir Munfashil
–••Ο••–
الكتاب سلـنيه
AL-KITAABU SALNII HI = Mintalah kitab itu padaku..!
Jika dhamir yg pertama tidak lebih khusus dari dhamir yg kedua, maka wajib menggunakan
dhamir Munfashil. Contoh:
Atau jika kedua dhamir itu tidak nashab semuanya yakni salah satunya, maka wajib
menggunakan Dhamir Muttashil contoh:
النظام أحببـته
AN-NIZHAAM AHBABTU HU = aku menyukai undang-undang itu.
PERHATIAN:
Dalam permasalahan pertama ini, lebih diutamakan menggunakan dhamir Muttashil daripada
dhamir Munfashil, mengingat pada hukum asalnya (lihat Penggunaan Bentuk Dhamir »
Alfiyah Bait 63) beserta dikokohkan oleh dalil dalam Al-Qur’an, contoh:
َ َف
َّ سيَ ْك ِفيـ َك ُه ُم
َُّللا
FASAYAKFIIKAHUMU-LLAAHU = Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka
(Al-Baqarah : 137)
Terkadang ditemukan menggunakan dhamir Munfashil sebagaimana dalil dalam Hadits. Oleh
karenanya dalam masalah ini, penggunaan dhamir Muttashil tidaklah wajib dan penggunaan
dhamir Munfashil tidak khusus pada Syair saja. Contoh dalam Hadits:
أَفَ َال تَت َّ ِقي هللاَ فِ ْي َه ِذ ِه ا ْلبَ ِه ْي َم ِة الَّتِى َملَكَّـ َك هللاُ ِإيَّا َها
Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam binatang ini, yang telah dijadikan sebagai
milikmu oleh Allah? (Shahih Muslim).
Share this:
–••Ο••–
أكرمتـك
AKROMTUKA = aku memulyakanmu
jangan mengatakan:
أكرمت إياك
AKROMTU IYYAKA = aku memulyakanmu
Terkadang di beberapa tempat ada yg harus menggunakan dhamir Munfashil karena tidak
memungkinkan menggunakan dhamir Muttashil diantaranya adalah:
1. Dhamir dikedepankan dari Amilnya karena suatu motif semisal untuk Faidah Qashr,
contoh:
ْ َاك ن
ُ ست َ ِع
ين َ َّاك نَ ْعبُ ُد َو ِإي
َ َِّإي
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan (al-Fatihah : 5)
Setelah sebelumnya mendefinisikan kata Tashrif menurut Bahasa dan Istilah. Dilanjutkan
mengenai Fi’il dan Pembagian Fi’il. Fi’il (kata kerja) adalah kalimat (Bahasa Indonesia: kata)
yang memiliki arti pada dirinya sendiri dan berhubungan dengan waktu, yaitu waktu Maadhi
(lampau) Haal (sekarang) dan Istiqbaal (akan datang).
Kailani, 2
ِ ث ُ َّم ا ْل ِف ْع ُل اِ َّما ثُالَ ِث ٌّي َواِ َّما ُربا َ ِع ٌّي َو ُك ُّل َو
اح ٍد ِم ْن ُه َما اِ َّما
َ سا ِل ٌم أ َ ْو
غ ْي ُر ِ ُم َج َّر ٌد أ َ ْو َم ِز ْي ٌد ِف ْي ِه َو ُك ُّل َو
َ اح ٍد ِم ْن َها ِإ َّما
سا ِل ٍمَ
Kemudian Fi’il itu, satu sisi: ada yang berbangsa tiga huruf (Tsulatsiy), dan pada sisi yang
lain: ada yang berbangsa empat huruf (Ruba’iy). Dan masing-masing dari kedua bangsa itu,
adakalanya Mujarrad atau adakalanya Mazid. Dan tiap-tiap satu dari semuanya, baik ada
yang Salim atau ada yang Ghair Salim.
PEMBAGIAN FI'IL
Keterangan:
(1). Fi’il Tsulatsiy, yaitu Fi’il yang asal huruf-hurufnya adalah tiga. seperti ب
َ ض َر
َ dha-ra-
ba, arti: memukul.
(2). Fi’il Ruba’iy, yaitu Fi’il yang asal huruf-hurufnya adalah empat. seperti دَ ْح َر َج da-kh-
ra-ja, arti: menggelincirkan.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa semua Asal huruf-huruf Fi’il itu terfokus
hanya kepada dua pembagian Fi’il tsb yaitu Tsulatsiy dan Ruba’iy. Sebagai patokan bahwa
tidak ada asal huruf Fi’il itu kurang dari tiga, atau lebih dari empat. Ketetapan ini sudah
diakui merupakan pengkajian dari kalam Arab.
» Dan masing-masing dari kedua bangsa itu, adakalanya Mujarrad atau adakalanya Mazid.
(2). Mazid, artinya ada penambahan pada asal huruf-hurufnya, baik tambahan satu huruf atau
lebih, seperti: َ أَض َْر
ب a-dh-ra-ba arti: mendiami. dan تَدَ ْح َر َج ta-da-kh-ra-ja arti:
tergelincir.
» Dan tiap-tiap satu dari semuanya, baik ada yang Salim atau ada yang Ghair Salim.
(1). Salim, artinya selamat pada Asal huruf-hurufnya daripada terdiri dari huruf Illat,
Hamzah, dan Tadh’if .
Contoh: ب
َ ض َر
َ – دَ ْح َر َج
(2). Ghair Salim, artinya tidak selamat pada asal huruf-hurufnya daripada terdiri dari huruf
Illat, Hamzah, dan Tadh’if .
Share this:
Categories: Syarah Kailani Matan 'Izzi Tag:Alat, Bahasa Arab, Gramatika, I’lal, Kalimah Fi'il, online,
Sharaf, Sharf, Shorf, Shorof, Sorf, Sorof, Tashrif, Tasrif
Definisi Sharaf
24 Juni 2010 Ibnu Toha 12 komentar
Sharaf atau dibaca Shorof adalah salah satu nama cabang Ilmu dalam pelajaran Bahasa Arab
yang khusus membahas tentang perubahan bentuk kata (Bahasa Arab: kalimat). Perubahan
bentuk kata ini dalam prakteknya disebut Tashrif. Oleh karena itu dinamakan Ilmu Sharaf
(perubahan; berubah), karena Ilmu ini khusus mengenai pembahasan Tashrif (pengubahan;
mengubah).
Kailani, 1
َو ِفي، الت َّ ْغ ِي ْي ُر:ف فِي اللُّغَ ِة ْ َّ ا َ ََ ََ َّن الت،اِ ْعلَ ْم
َ ص ِر ْي
اح ِد إِلَى أ َ ْمثِلَ ٍة ُم ْخت َ ِلفَ ٍة
ِ ص ِل ا ْل َو ْ َ ت َ ْح ِو ْي ُل اْأل:ع ِة َ صنَا
َّ ال
.ص ُل اِالَّ ِب َهاُ ص ْو َد ٍة الَ ت َ ْحُ ان َم ْق
ٍ َِل َمع
Ketahuilah, bahwasanya yg dinamakan Tashrif menurut Bahasa adalah: pengubahan.
Sedangakan menurut Istilah adalah: pengkonversian asal (bentuk) yang satu kepada contoh-
contoh (bentuk) yang berbeda-beda, untuk (tujuan menghasilkan) makna-makna yang
dimaksud, (yg mana) tidak akan berhasil tujuan makna tersebut kecuali dengan contoh-
contoh bentuk yang berbeda-beda itu.
Keterangan:
Asal bentuk kalimat adalah Masdar, ini menurut pendapat Ulama Bashrah. Pendapat ini lebih
banyak mendapat dukungan. Sedangkan menurut Ulama Kufah, asal bentuk kalimat adalah
Fi’il Madhi.
Asal bentuk adalah Masdar, dikonversikan ke sampel-sampel yang lain misalnya: Fi’il
Madhi, Fi’il Mudhari’, Fi’il Amar, Fi’il Nahi, Isim Fa’il, Isim Maf’ul, Isim Zaman, Isim
Makan, Isim Alat, Isim Murrah, Isim Hai’ah, Isim Nau’, Isim Tafdhil, Shighat Mubalaghah
dan lain-lain. Perubahan ke sampel-sampel tersebut, tujuannya untuk menghasilkan makna
yang diinginkan, tanpa mengubah ke sampel-sampel tersebut maka kita tidak akan berhasil
mencapai kepada makna yang kita inginkan.
Contoh:
Dirubah ke sampel Fi’il Amar menjadi: ْ اِض ِْربdibaca: Idhrib bermakna: Pukullah! Dan
sebagainya.
Contoh tersebut di atas dikatakan Tashrif, yaitu pengubahan asal bentuk yang satu kepada
sampel-sampel bentuk yang lain untuk menghasilkan makna yang dimaksud.
Sekian pembahasan Tashrif menurut Bahasa dan Istilah. ♥♥♥ Ibnu Toha
فِيما لَهُ َكن ِي َل َخ ْي ُر نَائِ ِل¤ وب َم ْفعُو ٌل ِب ِه ع َْن فَا ِع ِل
ُ ُيَن
Maf’ul bih menggantikan Fa’il di dalam semua hukumnya. Seperti contoh: “NIILA
KHOIRU NAA-ILI=anugerah terbaik telah diperoleh”.
–••Ο••–
Naibul Fa’il adalah Isim yg dirofa’kan baik secara lafzhan atau mahallan, menggantikan dan
menempati tempatnya Fa’il yg tidak disebutkan, dan Fi’ilnya dibentuk Mabni Majhul. Baik
isim yg menggantikan itu asalnya berupa Maf’ul bih atau serupanya sepeti Zhorof, Masdar
dan Jar-majrur.
Contoh bentuk kalimat asal :
Contoh bentuk kalimat setelah Fa’ilnya dibuang dan Fi’ilnya dibentuk Mabni Majhul:
أ ُ ْك ِرم الغريب
UKRIMA AL-GHOORIBU = Orang asing itu dihormati
Pada contoh ini lafazh AL-GHOORIBU adalah Naibul Fa’il menggantikan Fa’ilnya yg
dibuang. Lafazh UKRIMA adalah kalimah Fi’il Madhi yang dibentuk Mabni Majhul.
Dengan demikian apabila Fa’ilnya dibuang karena suatu alasan baik alasan bangsa Lafzhiy
atau bangsa Ma’nawiy (lihat Motif al-Hadzf/alasan membuang lafazh) maka pembuangan
Fa’il ini menimbulkan dua keputusan:
1. Merubah Fi’ilnya ke bentuk Majhul
2. Menempatkan Pengganti Fa’il pada posisi Fa’il berikut hukum2nya, semisal: harus Rofa’,
harus berada setelah Fi’ilnya, sebagai pokok kalimat, hukum ta’nits pada fi’ilnya, dan lain-
lain (lihat BAB FA’IL) .
Pengertian Khabar
Khabar Jumlah
Khabar Mufrad
َ ق فَ ْه َو ذُو
ض ِم ْي ٍر ْ ُ ي¤ غ َو ِإ ْن
َّ َ شت ٌ ــام ُد فَ ِار
ِ ــر ُد ا ْل َج
َ َوا ْل ُم ْف
ست َ ِك ِّن
ْ ُم
Adapun khabar mufrad yang terbuat dari isim jamid (isim yang tidak bisa ditashrif ishtilahi)
adalah kosong (dari dhamir) dan apabila terdiri dari isim yang di-musytaq-kan (isim musytaq
hasil pecahan dari tashrif istilahi) maka ia mengandung dhamir yang tersembunyi (ada
dhamir mustatir kembali kepada mubtada’/sebagai robit).
ع َْن ُجث َّ ٍة َوإِ ْن يُ ِف ْد¤ ان َخبَ َرا ْ َوالَ يَك ُْو ُن ا
ٍ سـ ُم َز َم
فَأ َ ْخ ِب َرا
Tidak boleh ada Isim Zaman (Zharaf Zaman) dibuat Khabar untuk Mubtada’ dari Isim dzat.
Dan apabila terdapat faidah, maka sungguh jadikan ia Khabar…!.
Khabar bagi Mubtada’ yg ber-Lam Ibtida’ atau Mubtada’ dari Isim Shadar
Kalam
ً ع ْنهُ ُم ِبينــا
َ ِم َّمــا ِب ِه¤ ض َم ُر َ َكذَا ِإذَا عَا َد
ْ علَ ْي ِه ُم
يُ ْخــبَ ُر
Seperti itu juga wajib mendahulukan khabar, bilamana ada Dhamir yang tertuju kepada
Khabar, tepatnya dhamir yang ada pada Mubtada’ yang dikhabari oleh Khobanya, sebagai
penjelasan baginya (contoh: احبُ َها
ِ صَ “ ِفي الد َِّارpenghuni rumah ada di dalam rumah”)
ْ ُ ع َِن الَّ ِذي َخـبَ ُرهُ قَ ْد أ¤ َوقَ ْب َل َحا ٍل الَ يَك ُْو ُن َخبَ َرا
ض ِم َرا
juga (tetap berlaku wajib membuang khabar) yaitu sebelum haal yang tidak bisa menjadi
khobar (tapi sebagai sadda masaddal-khobar/menempati kedudukan khobar) dari mubtada’
yang khobarnya benar-benar disamarkan
ٌس َراة ِ ع َْن َو¤ َوأ َ ْخبَ ُروا ِباثْنَ ْي ِن أ َ ْو ِبأ َ ْكث َ َرا
َ اح ٍد َك ُهـ ْم
ـرا
َ َ شع
ُ
Mereka (ulama nuhat/orang arab) menggunakan khabar dengan dua khobar atau lebih dari
satu mubtada’, contoh “Hum Saraatun Syu’aroo-un” = mereka adalah orang-orang luhur para
penyair.