Anda di halaman 1dari 99

Archive for the ‘Muqoddimah’ Category

Bait 1-7. Muqaddimah Pengarang


24 Juni 2010 Ibnu Toha 18 komentar

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


‫المقدمة‬
MUQADDIMAH

َّ ‫ أ َ ْح َم ُد َر ِبِّي‬¤ ‫ابن َمـا ِل ِك‬


‫َّللاَ َخ ْي َر َما ِل ِك‬ ُ ‫قَـا َل ُم َح َّمد ُه َو‬
Muhammad Ibnu Malik berkata: Aku memuji kepada Allah Tuhanku sebaik-baiknya Dzat
Yang Maha Memiliki.

ْ ‫ َوآ ِلـــ ِه ا ْل ُم‬¤ ‫ص َطفَى‬


َ ‫ســت َ ْك ِم ِل‬
‫ين‬ ْ ‫علَى النَّ ِب ِِّي ا ْل ُم‬
َ ً ‫ص ِلِّيَا‬
َ ‫ُم‬
‫َّــرفَا‬
َ ‫ا ْلش‬
Dengan bersholawat atas Nabi terpilih dan atas keluarganya yang mencapai derajat
kemulyaan.

ِ َ‫ َمق‬¤ ‫ســت َ ِع ْي ُن هللاَ فِي أ َ ْل ِفيَّـــ ْه‬


‫اص ُد ا ْلنَّ ْح ِو ِب َها َم ْح ِويَّ ْه‬ ْ َ ‫َوأ‬
Juga aku memohon kepada Allah untuk kitab Alfiyah, yang dengannya dapat mencakup
seluruh materi Ilmu Nahwu.

‫ط ا ْلبَ ْذ َل ِب َو ْع ٍد‬
ُ ‫سـ‬ َ ‫ب األ َ ْق‬
ُ ‫ َوت َ ْب‬¤ ‫صى ِبلَ ْف ٍظ ُم ْو َج ِز‬ ُ ‫تُقَ ِ ِّر‬
‫ُم ْن َج ِز‬
Mendekatkan pengertian yang jauh dengan lafadz yang ringkas serta dapat menjabar
perihal detail dengan janji yang cepat.
‫ فَـائِقَةً أ َ ْل ِفــــيَّةَ ا ْب ِن‬¤ ‫س ْخ ِط‬ َ ‫َوت َ ْقت َ ِضي ِر‬
ُ ‫ضا ً ِبغَ ْي ِر‬
‫ُم ْع ِطي‬
Kitab ini mudah menuntut kerelaan tanpa kemarahan, melebihi kitab Alfiyahnya Ibnu
Mu’thi.

َ‫ب ثَنَا ِئ َي ا ْل َج ِم ْيال‬ ْ ‫ ُم‬¤ ً‫ق َحائِ ٌز ت َ ْف ِض ْيال‬


ٌ ‫سـت َ ْو ِج‬ َ ‫َو ْه َو ِب‬
ٍ ‫س ْب‬
Beliau lebih memperoleh keutamaan karena lebih awal. Beliau behak atas sanjunganku
yang indah.

ٍ ‫َوهللاُ يَ ْق ِضي ِب ِهبَـا‬


ِ ‫ ِلي َولَهُ ِفي د ََر َجا‬¤ ‫ت َوا ِف َر ْه‬
‫ت‬
‫اآلخ َر ْه‬
ِ
Semoga Allah menetapkan karunianya yang luas untukku dan untuk beliau pada derajat-
derajat tinggi akhirat.

Muqoddimah Alfiyah | Judul Kitab: Syarh Ibni 'Aqil Li Alfiyyah Ibni Malik | Pengarang:
Ibnu 'Aqil 'Abdullah Bin 'Abdurrahman 769 H. | Tulisan Naskh Oleh: Al-Qousiy 1281 H. |
Koleksi Manuskrip: Universitas King Saud. Link:
http://makhtota.ksu.edu.sa/makhtota/1491/6

Kitab Nahwu Sharaf Alfiyah Ibnu Malik, adalah sebuah Kitab Mandzumah atau Kitab
Bait Nadzam yang berjumlah seribu Bait, berirama Bahar Rojaz, membahas tentang
kaidah-kaidah Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf

Pengarang Kitab Alfiyah ini, adalah seorang pakar Bahasa Arab, Imam yang Alim yang
sangat luas ilmunya. Beliau mempunyai nama lengkap Abdullah Jamaluddin Muhammad
Ibnu Abdillah Ibnu Malik at-Tha’iy al-Jayyaniy. Beliau dilahirkan di kota Jayyan Andalus
(Sekarang: Spanyol) pada Tahun 600 H. Kemudian berpindah ke Damaskus dan meninggal di
sana pada Tahun 672 H.
Karya emas beliau yang lain, yg cukup terkenal bernama Kitab Al-Kafiyah As-Syafiyah,
terdiri dari tiga ribu Bait Nadzam yang juga bersyair Bahar Rojaz. Juga Kitab lainnya,
karangan beliau yang terkenal bernama: Nadzam Lamiyah al-Af’al yang membahas Ilmu
Sharaf, Tuhfatul Maudud yang membahas masalah Maqshur dan Mamdud. Semuanya
membahas tentang Tata Bahasa Arab baik Nahwu atau Sharaf.

Adapun Kitab Alfiyah ini adalah Kitab yang Ringkas berbentuk Nadzam, namun mencakup
semua pembahasan masalah Ilmu Nahwu dengan detil. Sebagaimana beliau katakan pada
Bait Muqaddimah pada Kitab Alfiyah ini:

“Juga aku memohon kepada Allah untuk kitab Alfiyah, yang dengannya dapat mencakup
seluruh materi Ilmu Nahwu”.

Metode Kitab Alfiyah ini sebenarnya cukup memberikan kemudahan bagi pelajar untuk
menguasainya. Tidak hanya untuk para senior. Karena Alfiyah ini cukup mengandung
pengertian yang sangat luas, tapi dengan lafad yang ringkas. Sebagaimana beliau memberi
penilaian terhadap Kitab Alfiyah ini, dalam Muqaddimahnya yang berbunyi:

“Mendekatkan pengertian yang jauh dengan lafadz yang ringkas serta dapat menjabar
perihal detail dengan janji yang cepat”

Kitab Alfiyah ini, disebut juga Kitab Khalashah yang berarti Ringkasan. Diringkas dari Kitab
karangan beliau yang benama Al-Kafiyah As-Syafiyah, merupakan Kitab yang membahas
panjang lebar tentang Ilmu Nahwu. Sebagaimana beliau berkata pada Bait terahir dari Kitab
ini, yaitu pada Bait ke 1000:

“Telah terbilang cukup kitab Khalashah ini sebagai ringkasan dari Al-Kafiyah, sebagai
kitab yang kaya tanpa kekurangan”.

Beliau juga memberi motivasi, bahwa Kitab ini dapat memenuhi apa yang dicari oleh para
pelajar untuk memahami Ilmu Nahwu. Beliau berkata pada Bait ke 999

“Aku rasa sudah cukup dalam merangkai kitab Nadzom ini, sebagai Kitab yang luas
pengertiannya dan mencakup semuanya”.

Begitulah memang, Kitab Alfiyah Ibnu Malik ini cukup sukses, mendapat kedudukan tinggi
dan penilaian terhormat di hati para pencari ilmu gramatika Bahasa Arab. Dimanapun para
pencinta Ilmu Nahwu pasti mengenalnya. Tersebar luas dan diajarkan di berbagai Lembaga-
Lembaga Pendidikan. Tidaklah sedikit Kitab-Kitab Syarah yang menyarahi dari Nadzam
Alfiyah Ibnu Malik ini, dan tidak sedikit pula Kitab Hawasyi yang menyarahi dari Syarahnya
Kitab ini. Semoga beliau mendapat kedudukan yang tinggi disisi-Nya. Amin.

Ref. | Alfiyah Ibnu Malik | Syarah Ibnu ‘Aqil | I’rob Alfiyah Ibnu Malik |
Archive for the ‘Bab Kalam’ Category

Bait 12-13-14. Pembagian


Kalimah Huruf dan Kalimah Fi’il serta ciri-cirinya.
12 Agustus 2010 Ibnu Toha 2 komentar

‫ع‬
ٌ ‫ــار‬
ِ ‫ض‬ ُ ‫س َوا ُه َما ا ْل َح ْر‬
َ ‫ فِ ْعـــ ٌل ُمـ‬¤ ‫ف َك َه ْل َوفِي َولَ ْم‬ ِ
‫يَ ِلي لَ ْم كَـيَش ْم‬
Selain keduanya (ciri Isim dan Fi’il) dinamaan Kalimah Huruf, seperti lafadz Hal, Fi, dan
Lam. Ciri Fi’il Mudhori’ adalah dapat mengiringi Lam, seperti lafadz Lam Yasyam.

‫ـــو ِن ِف ْع َل األ َ ْم ِر‬


ْ ُّ‫ ِبالن‬¤ ‫س ْم‬ ِ ‫اض َي األ َ ْفعَا ِل ِبالتَّا ِم ْز َو‬
ِ ‫َو َم‬
‫ِإ ْن أ َ ْم ٌر فُ ِه ْم‬
Dan untuk ciri Fi’il Madhi, bedakanlah olehmu! dengan tanda Ta’. Dan namakanlah
Fi’il Amar! dengan tanda Nun Taukid (sebagi cirinya) apabila Kalimah itu menunjukkan
kata perintah.

ْ ‫ فِ ْي ِه ُه َو ا‬¤ ‫َواأل َ ْم ُر إِ ْن لَ ْم يَكُ ِللنِّ ْو ِن َم َح ْل‬


َ ‫س ٌم نَ ْح ُو‬
‫ص ْه‬
‫َو َحيَّ َه ْل‬
Kata perintah jika tidak dapat menerima tempat untuk Nun Taukid, maka kata perintah
tersebut dikategorikan Isim, seperti Shah! dan Hayyahal!

Pembagian Kalimah Huruf dan Ciri-Cirinya

Kalimah Huruf dapat dibedakan dengan Kalimah-Kalimah yang lain, yaitu Kalimat selain
yang dapat menerima tanda Kalimah Isim dan tanda Kalimat Fi’il, atau Kalimat yang tidak
bisa menerima tanda-tanda Kalimat Isim dan Fi’il. Kemudian dicontohkannya dengan Lafad
‫ في‬,‫هل‬, dan ‫ لم‬, ketiga contoh Kalimat Huruf tsb menunjukkan penjelasan bahwa Kalimat
Huruf terbagi menjadi dua:
Alfiyah Bait 12-13-14

 Kalimah Huruf Ghair Mukhtash (Tidak Khusus), bisa masuk pada Kalimat Isim, juga
bisa masuk pada Kalimat Fi’il. Contoh ‫ هل‬:

‫َه ْل َز ْي ٌد قَا ِئ ٌم َو َه ْل قَا َم َز ْي ٌد‬


Apakah Zaid orang yg berdiri? Dan apakah Zaid telah berdiri?

Lafadz “HAL” yang pertama masuk pada Kalimat Isim dan “HAL” yang kedua masuk pada
Kalimat Fi’il.

 Kalimat Huruf Mukhtash (Khusus), khusus masuk pada Kalimat Isim contoh ‫في‬, dan
khusus masuk pada Kalimat Fiil contoh ‫ لم‬:

‫لَ ْم يَقُ ْم َز ْي ٌد ِفي ال َّد ِار‬


Zaid tidak berdiri di dalam Rumah.

Pembagian Kalimah Fi’il dan Ciri-Cirinya

Bait diatas juga menenerangkan bahwa Kalimah Fi’il terbagi menjai Fi’il Madhi, Fi’il
Mudhari’ dan Fi’il Amar berikut ciri masing-masing.

 Dikatakan Fi’il Mudhori apabila pantas dimasuki ‫ لم‬contoh:

‫لَ ْم يَ ِل ْد َولَ ْم يُولَ ْد‬


Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan

 Dikatakan Fi’il Madhi apabila pantas dimasuki Ta’ Fa’il dan Ta’ Ta’nits Sakinah contoh:

ِ ِّ ‫قَالَتْ َر‬
ِ ‫ب ِإنِِّي َظلَ ْمتُ نَ ْف‬
‫سي‬
Balqis berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku”

 Dikatakan Fi’il Amar apabila bentuknya menunjukkan perintah dan pantas menerima Nun
Taukid contoh:

ْ ‫أ َ ْك ِر َم َّن ا ْل ِم‬
‫س ِكين‬
Sungguh hormatilah oranga miskin !
Apabila ada kalimah yang menunjukkan kata perintah tapi tidak pantas menerima Nun
Taukid, maka kalimah tersebut digolongkan “Isim Fi’il” seperti lafadz ‫ حيهل‬menyuruh terima
dan lafadz ‫ صه‬menyuruh diam, Contoh:

َ ‫ص ْه إذَا ت َ َكلَّ َم‬


‫غ ْي ُر َك‬ َ
Diamlah ! jika orang lain berbicara

‫ صه‬dan ‫ حيهل‬keduanya disebut kalimat Isim sekalipun menunjukkan tanda perintah,


perbedaannya adalah dalam hal tidak bisanya menerima Nun Taukid. Oleh karena itu tidak
bisa dilafadzkan ‫ صهن‬atau ‫حيهلن‬

Share this:








Categories: Bait 12-13-14 Tag:Fi'il Amar, Fi'il Madhi, Fi'il Mudhori', Huruf Ghair Mukhtash,
Huruf Mukhtash, Isim Fi'il, Kalimat Fi'il, Kalimat Huruf, Pembagian Kalimat, Tanda Kalimat

Bait 11. Tanda Kalimat Fi’il: Ta’


Fail, Ta’ Ta’nits Sukun, Ya’ Fail, Nun Taukid.
7 Agustus 2010 Ibnu Toha 14 komentar

ْ ‫ِبتَا فَعَ ْلتَ َوأَتَتْ َويَا‬


‫ َونُ ْو ِن أ َ ْق ِبلَ َّن فِ ْعـــ ٌل يَ ْن َج ِلي‬¤ ‫افعَ ِلي‬
Dengan tanda Ta’ pada lafadz Fa’alta dan lafadz Atat, dan Ya’ pada lafadz If’ali, dan
Nun pada Lafadz Aqbilanna, Kalimah Fi’il menjadi jelas.
Matan Nazham Alfiyyah

Bait ini menjelaskan bahwa Kalimat Fi’il dibedakan dari Kalimah Isim dan Kalimah Huruf,
dengan beberapa tanda-tanda pengenalnya sebagaimana disebutkan dalam bait syair, yaitu:

Ta’ Fail

Ta’ dalam contoh َ‫ فَ َع ْلت‬dimaksudkan adalah Ta’ Fail mancakup:

 Ta’ Fail untuk Mutakallim, Ta’ berharkat Dhommah contoh:

ً ‫ض َر ْبتُ َز ْيدا‬
َ
Aku memukul Zaid.

 Ta’ Fail untuk Mukhatab, Ta’ berharkat Fathah contoh:

ً ‫ض َر ْبتَ َز ْيدا‬
َ
Engkau (seorang laki-laki) memukul Zaid.

 Ta’ Fail untuk Mukhatabah, Ta’ berharkat Kasroh contoh:

ً ‫ت َز ْيدا‬ َ
ِ ‫ض َر ْب‬
Engkau (seorang perempuan ) memukul Zaid.

Ta’ Ta’nits Sukun


Ta’ dalam contoh lafadz ْ‫ اَت َت‬Maksudnya adalah Ta’ Ta’nits yang Sukun. Contoh:

ً ‫ض َربَتْ َز ْيدا‬
َ
Dia (seorang perempuan) memukul Zaid.

Menyebut Ta’ Ta’nits Sukun untuk membedakan dengan Ta’ Ta’nits yang tidak sukun yang
bisa masuk kepada Kalimat Isim dan Kalimat Hururf

 Bisa masuk pada Kalimat Isim contoh:

ٌ‫س ِل َمة‬
ْ ‫ِه َي ُم‬
Dia seorang Muslimah.

 Bisa masuk kepada kalimat Huruf contoh:

ٍ َ‫ين َمن‬
‫اص‬ َ ‫َوالَتَ ِح‬
Ketika itu tidak ada tempat pelarian.

Ya’ Fa’il

Ya’ dalam contoh lafadz ‫ ا ْفعَ ِل ْي‬dimaksudkan adalah Ya’ Fail mancakup:

 Ya’ Fa’il pada Fi’il Amar. Contoh:

ْ ‫ا‬
‫ض ِر ِب ْي‬
Pukullah wahai seorang perempuan!

 Ya’ Fa’il pada Fi’il Mudhori’, contoh:

ً ‫ض ِر ِب ْي َن َز ْيدا‬
ْ َ‫ت‬
Engkau (seorang perempuan) akan memukul Zaid.

Menyebut Ya’ If’aliy atau Ya’ Fail, dan tidak menyebut Ya’ Dhomir dikarenakan termasuk
Ya’ Dhomir Mutakallim yang tidak Khusus masuk kepada Fi’il tapi bisa masuk kepada
semua Kalimat contoh:

َ ‫سأَلَنِ ْي اِ ْبنِ ْي‬


‫ع ِنِّ ْي‬ َ
Anakku menanyaiku tentang aku.

Nun Taukid

Nun dalam contoh lafadz ‫ أ ْقبِلَن‬dimaksudkan adalah Nun Taukid mancakup:

 Nun Taukid Khofifah tanpa Tansydid contoh:

ْ َ‫لَن‬
ِ َّ‫سفَعَ ْن ِبالن‬
‫اصيَ ِة‬
Sungguh akan Kami tarik ubun-ubunnya.

 Nun Taukid Tsaqilah memakai Tansydid contoh:

‫ب‬ ُ ‫لَنُ ْخ ِر َجنَّ َك يَا‬


ُ ‫شعَ ْي‬
Sunggah kami akan mengeluarkanmu wahai Syu’aib.

Share this:








Categories: Bait 11 Tag:Kalimat Fi'il, Nun Taukid, Ta' Fa'il, Ta' Ta'nits Sakinah, Tanda
Kalimat

Bait 10. Tanda Kalimat Isim: Jar, Tanwin, Nida’, Al, Mus
nad
28 Juli 2010 Ibnu Toha 4 komentar

ْ ‫ َو ُم‬¤ ‫ِبال َج ِ ِّر َوالت ِّ ْن ِو ْي ِن َوالنِِّدَا َوا َ ْل‬


ْ ‫سنَ ٍد ِلإل‬
‫س ِم ت َ ْم ِي ْي ٌز‬
‫ص ْل‬
َ ‫َح‬
Dengan sebab Jar, Tanwin, Nida’, Al, dan Musnad, tanda pembeda untuk Kalimat Isim
menjadi berhasil.
Nadzom Alfiyah

Pada Bait ini, Mushannif menyebutkan tentang Tanda-tanda Kalimat Isim (Kata Benda).
Sebagai ciri-cirinya untuk membedakan dengan Kalimat yang lain (Kalimat Fi’il/Kata Kerja
dan Kalimat Huruf/Kata Tugas). Diantaranya adalah: Jar, Tanwin, Nida’, Al (Alif dan Lam)
dan Musnad.

Jarr ‫جر‬

Tanda Kalimat Isim yang pertama adalah Jar, mencakup: Jar sebab Harf, Jar sebab Idhafah
dan Jar sebab Tabi’. Contoh:

ِ َ‫َم َر ْرتُ بغُالَ ِم َز ْي ٍد الف‬


‫اض ِل‬
Aku berjumpa dengan Anak Lelakinya Zaid yang baik itu.

Lafadz ‫ غالم‬dikatakan Jar sebab Harf (dijarkan oleh Kalimah Huruf), Lafadz ‫ زيد‬dikatakan Jar
sebab Idhafah (menjadi Mudhaf Ilaih), dan Lafadz ‫ الفاضل‬dikatakan Jar sebab Tabi’ (menjadi
Na’at/Sifat). Hal ini menunjukkan bahwa perkataan Mushannif lebih mencakup dari Qaul lain
yang mengatakan bahwa tanda Kalimat Isim sebab Huruf Jarr, karena ini tidak mengarah
kepada pengertian Jar sebab Idhafah dan Jar sebab Tabi’.

Tanwin ‫تنوين‬

Tanda Kalimat Isim yang kedua adalah Tanwin. Tanwin adalah masdar dari Lafadz
Nawwana yang artinya memberi Nun secara bunyinya bukan tulisannya. Sebagai tanda baca
yang biasanya ditulis dobel ( ‫ا‬-‫ٍا‬-‫) ا‬. Di dalam Ilmu Nahwu, Tanwin terbagi empat macam:

 Tanwin Tamkin: yaitu Tanwin standar yang pantas disematkan kepada Kalimat-
kalimat Isim yang Mu’rab selain Jamak Mu’annats Salim dan Isim yang seperti lafadz
‫ جوار‬dan ‫( غواش‬ada pembagian khusus). Contoh: ‫ زيد‬dan ‫ رجل‬di dalam contoh:
‫َجا َء َز ْي ٌد ُه َو َر ُج ٌل‬
Zaid telah datang dia seorang laki-laki

 Tanwin Tankir: yaitu Tanwin penakirah yang pantas disematkan kepada Kalimat-
kalimat Isim Mabni sebagai pembeda antara Ma’rifahnya dan Nakirahnya. Seperti
Sibawaeh sang Imam Nahwu (yang Makrifah) dengan Sibawaeh yang lain (yang
Nakirah). Contoh:

‫سبَ َو ْي ٍه آ َخ َر‬
ِ ‫سبَ َو ْي ِه َو ِب‬
ِ ‫َم َر ْرتُ ِب‬
Aku telah berjumpa dengan Sibawaeh (yang Imam Nahwu) dan Sibawaeh yang lain.

 Tanwin Muqabalah: yaitu Tanwin hadapan yang pantas disematkan kepada Isim
Jamak Mu’annats Salim (Jamak Salim untuk perempuan). Karena statusnya sebagai
hadapan Nun dari Jamak Mudzakkar Salimnya (Jamak Salim untuk laki-laki).
Contoh:

ْ ‫س ِل ُم ْو َن َو ُم‬
ٌ‫س ِل َمات‬ ْ
ْ ‫أفلَ َح ُم‬
Muslimin dan Muslimat telah beruntung.

 Tanwin ‘Iwadh: atau Tanwin Pengganti, ada tiga macam:

◊ Tanwin Pengganti Jumlah: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada Lafadz ‫إذ‬
sebagai pengganti dari Jumlah sesudahnya. Contoh Firman Allah:

ً ‫َوأ ْنت ُ ْم ِح ْينَ ِئ ٍذ ت َ ْن‬


‫ظ ُر ْو َن‬
Kalian ketika itu sedang melihat.

Maksudnya ketika nyawa sampai di kerongkongan. Jumlah kalimat ini dihilangkan dengan
mendatangkan Tanwin sebagai penggantinya.

◊ Tanwin Pengganti Kalimah Isim: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada Lafadz
‫ كل‬sebagai pengganti dari Mudhaf Ilaihnya. Contoh:

‫َك ٌّل قَائِ ٌم‬


Semua dapat berdiri.

Maksudnya Semua manusia dapat berdiri. Kata manusia sebagai Mudhaf Iliahnya
dihilangkan dan didatangkanlah Tanwin sebagai penggantinya.
◊ Tanwin Pengganti Huruf: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada lafadz ‫ جوار‬dan
‫ غواش‬dan lain-lain sejenisnya, pada keadaan I’rab Rafa’ dan Jarrnya. Contoh:

ُ ‫ َو َم َر ْر‬.‫َه ُؤالَ ِء َج َو ٍار‬


‫ت ِب َج َو ٍار‬
Mereka itu anak-anak muda. Aku berjumpa dengan anak-anak muda.

Pada kedua lafadz ‫ جوار‬asal bentuknya ‫ جواري‬kemudian Huruf Ya’ nya dibuang
didatangkanlah Tanwin sebagai penggantinya.

Pembagian macam-macam Tanwin yang telah disebutkan di atas, merupakan Tanwin yang
khusus untuk tanda Kalimat Isim. Itulah yang dmaksudkan dari kata Tanwin dalam Bait tsb,
yaitu Tanwin Tamkin, Tanwin Tankir, Tanwin Muqabalah dan Tanwin ‘Iwadh.

Adapun Tanwin Tarannum/Taronnum dan Tanwin Ghali, yaitu Tanwin yang pantas
disematkan kepada Qofiyah atau kesamaan bunyi huruf akhir dalam bait-bait syair Bahasa
Arab. Tidak dikhususkan untuk Kalimat Isim saja, tapi bisa digunakan untuk Kalimat Fi’il
dan juga untuk Kalimat Harf.

Nida’ ‫نداء‬

Tanda Kalimat Isim yang ketiga adalah Nida’. Yaitu memanggil dengan menggunakan salah
satu kata panggil atau Huruf Nida’ berupa ‫ يا‬dan saudara-saudaranya. Huruf Nida
dikhususkan kepada Kalimat Isim karena Kalimat yang jatuh sesudah Huruf Nida’ (Munada)
statusnya sebagai Maf’ul Bih. Sedangkan Maf’ul Bih hanya terjadi kepada Kalimat Isim saja.
Contoh:

ِ‫س ْو َل هللا‬
ُ ‫يَا َر‬
Wahai Utusan Allah.

AL ‫أل‬

Tanda Kalimat Isim yang keempat berupa AL ‫ أل‬atau Alif dan Lam. Yaitu AL yang fungsinya
untuk mema’rifatkan dan AL Zaidah. Contoh:

َ‫الر ُج ُل ِم َن ال َمكَّة‬
َ ‫َر َج َع‬
Orang laki-laki itu telah pulang dari kota Mekkah.

َ ‫ ا‬dinamakan AL Ma’rifat, sedang AL pada Lafadz َ‫ ال َم َّكة‬dinamakan AL


AL pada Lafadz ‫لر ُج ُل‬
Zaidah. Sedangkan AL yang selain disebut di atas, tidak khusus masuk kepada Kalimat Isim.
seperti AL Isim Maushul yang bisa masuk kepada Kalimat Fi’il Mudhori’, dan AL Huruf
Istifham yang bisa masuk kepada Fi’il Madhi.
Musnad ‫مسند‬

Tanda Kalimat Isim yang kelima adalah Musnad. Artinya yang disandar atau menurut Istilah
yang dihukumi dengan suatu hukum. Contoh:

‫قَا َ َم َز ْي ٌد َو َز ْي ٌد قَا ِئ ٌم‬


Zaid telah berdiri dan Zaid adalah orang yang berdiri.

Kedua Lafadz ‫ زيد‬pada contoh di atas merupakan Musnad atau yang dihukumi dengan suatu
hukum, yaitu hukum berdiri. Hukum berdiri pada lafadz Zaid yang pertama adalah Kata
Kerja dam Hukum berdiri untuk Lafadz Zaid yang kedua adalah Khabar.

Share this:








Categories: Bait 10 Tag:Al, Jar, Kalimat Isim, Musnad, Nahwu, Nida', Tanda Kalimat,
Tanwin

Bait 8-9. Pengertian Kalam, Kalim, Qaul dan Kalimat


20 Juli 2010 Ibnu Toha 7 komentar

ُ َّ‫ا ْل َكالَ ُم َو َما يَتَأل‬


ُ‫ف ِم ْنه‬
Bab Kalam dan Sesuatu yang Kalam tersusun darinya

ٌ ‫س ٌم َوفِ ْع ٌل ث ُ َّم َح ْر‬


‫ف‬ ْ ‫ َوا‬¤ ‫ســت َ ِق ْم‬ ٌ ‫َكالَ ُمــنَا لَ ْفــ‬
ْ ‫ظ ُم ِف ْي ٌد كَا‬
‫ا ْل َك ِل ْم‬
Kalam (menurut) kami (Ulama Nahwu) adalah lafadz yang memberi pengertian. Seperti
lafadz “Istaqim!”. Isim, Fi’il dan Huruf adalah (tiga personil) dinamakan Kalim

‫ َو َك ْل َمةٌ ِب َها َكالَ ٌم قَ ْد يُؤ ْم‬¤ ‫ع ْم‬


َ ‫اح ُد ُه َك ِل َمةٌ َوا ْلقَ ْو ُل‬
ِ ‫َو‬
Tiap satu dari (personil Kalim) dinamakan Kalimat. Adapun Qaul adalah umum. Dan
dengan menyebut Kalimat terkadang dimaksudkan adalah Kalam

Kitab Nadzom Alfiyyah KLIK DOWNLOAD

KALAM

Definisi Kalam menurut Istilah Ulama Nahwu adalah Sebutan untuk Lafadz yang memberi
pengertian satu faedah yaitu baiknya diam. Sehingga yang berkata dan yang mendengar
mengerti tanpa timbul keiskalan.

 Lafadz adalah nama jenis yang mencakup Kalam, Kalim, atau Kalimat, termasuk
yang Muhmal (tidak biasa dipakai) ataupun yang Musta’mal (biasa dipakai) contoh
perkataan Muhmal: ‫ دَيْز‬Daizun, tidak mempunyai arti. Contoh perkataan Musta’mal
‫ع ْمرو‬
َ ‘Amrun, ‘Amr nama orang.
 Mufid (yang memberi pengertian) untuk mengeluarkan Lafdz yang Muhmal, atau
hanya satu Kalimat, atau Kalim yang tersusun dari tiga kalimat atau lebih tapi tidak
َ َ‫ ا ِْن ق‬Apabila Zaid
memberi pengertian faedah baiknya diam, seperti Lafadz: ‫ام زَ يْد‬
berdiri.

Susunan Kalam pada dasarnya Cuma ada dua: 1. ISIM + ISIM, 2. FI’IL + ISIM. Contoh
pertama: ‫ زيد قائم‬Zaid orang yg berdiri. Contoh kedua ‫ قام زيد‬Zaid telah berdiri. Sebagaimana
contoh Kalam yang disebutkan oleh Mushannif pada baris baitnya, yaitu lafadz ‫استقم‬
ISTAQIM! Artinya: berdirilah! Pada lafadz ini terdiri dari Fiil ‘Amar dan Isim Fa’il berupa
Dhomir Mustatir (kata ganti yang disimpan) FI’IL + ISIM takdirnya adalah ‫استقم أنت‬
ISTAQIM ANTA, artinya: berdirilah kamu! maka contoh ini memenuhi criteria untuk disebut
Kalam yaitu lafadz yang memberi pengertian suatu faidah. Sepertinya Mushannif
mendefinisikan kalam pada bait syairnya sebagai berikut: Kalam adalah Lafadz yang
memberi pengertian suatu faidah seperti faidahnya lafadz ‫استقم‬.
Bab Kalam Ibnu Aqil

KALIM

Adalah nama jenis yang setiap satu bagiannya disebut kalimat, yaitu: Isim, Fi’il dan Huruf.
Jika Kalimat itu menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri tanpa terikat waktu, maka
Kalimat tsb dinamakan KALIMAT ISIM. Jika Kalimat itu menunjukkan suatu arti pada
dirinya sendiri dengan menyertai waktu, maka Kalimat tsb dinamakan KALIMAT FIIL. Jika
Kalimat itu tidak menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri, melainkan kepada yang
lainnya, maka Kalimat tsb dinamakan KALIMAT HURUF. Walhasil Kalim dalam Ilmu
Nahwu adalah susunan dari tiga kalimat tsb atau lebih, baik berfaidah ataupun tidak misal: ‫إن‬
‫ قام زيد‬jika Zaid telah berdiri.

KALIMAT

Adalah lafadz yang mempunyai satu makna tunggal yang biasa dipakai. Keluar dari definisi
Kalimat adalah lafadz yang tidak biasa dipakai semisal ‫ دَيْز‬Daizun. Juga keluar dari definisi
Kalimat yaitu lafadz yang biasa dipakai tapi tidak menunjukkan satu makna, semisal Kalam.

QAUL

Adalah mengumumi semua, maksudnya termasuk Qaul adalah Kalam, Kalim juga Kalimat.
Ada sebagian ulama berpendapat bahwa asal mula pemakaian Qaul untuk Lafadz yang
mufrad (tunggal).

Selanjutnya Mushannif menerangkan bahwa menyebut Kalimat terkadang yang dimaksudkan


adalah kalam. Seperti lafadz ‫ ال إله إال هللا‬Orang Arab menyebut Kalimat Ikhlash atau Kalimat
Tahlil.

Sebutan Kalam dan Kalim, terkadang keduanya singkron saling mencocoki satu sama lain,
dan terkadang tidak. Contoh yang mencocoki keduanya: ‫ قد قام زيد‬Zaid benar-benar telah
berdiri. contoh tersebut dinamakan Kalam karena memberi pengertian, mempunyai faidah
baiknya diam. Dan juga dinamakan Kalim karena tersusun dari ketiga personil Kalimat.
Contoh hanya disebut Kalim: ‫ إن قام زيد‬Apabila Zaid berdiri. Dan contoh hanya disebut
Kalam: ‫ زيد قائم‬Zaid orang yang berdiri.

Referensi: Kitab Syarah Ibnu Aqil

Site Url: Syarah Ibni ‘Aqil Li Alfiyyah Ibni Malik Page 6-7

Pengertian Maf’ul Muthlaq dan Mashdar » Alfiyah


Bait 286-287
1 Desember 2011 Ibnu Toha Tinggalkan komentar
–·•Ο•·–

‫المفعول المطلق‬
BAB MAF’UL MUTHLAQ

‫ َم ْدلُولَي ِ ا ْل ِف ْع ِل‬¤ ‫ان ِم ْن‬ ِ ‫الز َم‬َّ ‫س َوى‬ ِ ‫س ُم َما‬ ْ ‫ا َ ْل َم‬


ْ ‫صد َُر ا‬
‫َكأ َ ْم ٍن ِم ْن أ َ ِم ْن‬
MASHDAR adalah isim yang selain menunjukkan zaman dari dua penunjukan Fi’il
(yakni yang menunjukkan pada huduts = kejadian). Seperti lafazh AMNI masdar dari Fi’il
lafazh AMINA

ْ َ ‫ َو َك ْونُهُ أ‬¤ ‫ف نُ ِص ْب‬


‫صالً ِلهذَ ْي ِن‬ ْ ‫ِب ِمثْ ِل ِه أ َ ْو ِف ْع ٍل ْأو َو‬
ٍ ‫ص‬
‫ا ْنت ُ ِخ ْب‬
MASDAR dinashobkan oleh serupanya atau oleh FI’IL atau oleh SHIFAT. Keberadaan
MASDAR dipilih sebagai bentuk asal bagi keduanya ini.

–·•Ο•·–

Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa Kalimah Fi’il (kata kerja) menunjukkan pada dua hal
secara bersamaan yaitu:

 Huduts (kejadian)
 Zaman (waktu)
Manuskrip: Tulisan pertama Kitab Syarah Alfiyah Ibnu Malik oleh Jalaluddin As-Suyuthi.
221 Halaman. Sumber : http://www.mahaja.com/library/manuscripts/manuscript/682

Contoh kita mengatakan:

‫بذل الغني ماله في الخير‬


BADZALA AL-GHONIYYU MAALAHUU FIL-KHOIRI* = orang kaya itu telah
mendermakan hartanya di dalam kebaikan.

* Lafal “BADZALA” adalah Kalimah Fi’il/Kata Kerja, menunjukkan dua hal: kejadian
pendermaan dan waktu pendermaan, yakni kejadian pada waktu lampau karena berupa Fi’il
Madhiy.

Selanjutnya, kalau kita mengatakan:

‫بذل المال في الخير نفع لصاحبه‬


BADZLUL-MAALI FIL-KHOIRI NAF’UN LI SHOOHIBIHII *= mendermakan harta di
dalam kebaikan adalah kemanfaatan bagi si empunya harta.

* lafal “BADZLU” adalah kalimah Isim yang menunjukkan kejadian pendermaan tanpa
penunjukan waktu, demikian juga pada lafal “NAF’UN”. Maka setiap Isim yang mencocoki
terhadap Fi’il di dalam hal sama-sama menunjukkan kejadian akan tetapi berbeda karena
tidak menunjukkan zaman, maka Isim tersebut dinamakan ISIM MASDAR. Jadi:

Pengertian Isim Mashdar adalah: Isim yang menunjukkan pada kejadian yang terlepas dari
zaman.
Di sini Kiyai Mushonnif menyusun Bab tentang Maf’ul Muthlaq, beserta beliau
mendefinisikan Isim Masdar pada awal Bait. Tiada lain karena Maf’ul Mutlaq umumnya
terbuat dari Isim Mashdar. Ada juga yg tidak berupa Isim Masdar insyaAllah akan dijelaskan
pada bait-bait selanjutnya.

Contoh Maf’ul Mutlaq berupa Isim Mashdar :

ً ‫انتصر الحق انتصارا‬


INTASHORO AL-HAQQU INTISHOORON = yang hak telah memperoleh kemenangan
dengan sebenar-benar kemenangan.

Pengertian Maf’ul Muthlaq adalah: Isim yang dinashobkan sebagai pengokohan (taukid
lafzhi) terhadap Amilnya atau menerangkan macamnya atau bilangannya.

Contoh Mashdar Maf’ul Muthlaq sebagai taukid:

‫ضربت ضربا‬
DHOROBTU DHORBAN = aku telah memukul dengan sebenar-benar pukulan

Contoh Mashdar Maf’ul Muthlaq penerangan jenis/macamnya:

‫سرت سير زيد‬


SIRTU SAIRO ZAIDIN = aku berjalan semacam jalannya Zaid.

Contoh Mashdar Maf’ul Muthlaq penerangan jumlah:

‫ضربت ضربتين‬
DHOROBTU DHORBATAINI = aku memukul sebanyak dua pukulan.

Hukum Masdar dalam hal ini adalah nashob, baik amil yg menashobkan berupa Isim
Mashdar, Fi’il, atau Sifat.

Contoh Masdar dinashobkan oleh ISIM MASDAR :

ً ُ‫فَ ِإ َّن َج َهنَّ َم َج َزا ُؤ ُك ْم َج َزا ًء َم ْوف‬


‫ورا‬
maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu
pembalasan yang cukup. (Al-Isro’ : 16)
Contoh Mashdar dinashobkan oleh FI’IL:

‫ت أ َ ْن ت َ ِميلُوا َم ْي ًال ع َِظي ًما‬


ِ ‫ش َه َوا‬ َ ‫َويُ ِري ُد الَّ ِذ‬
َ ُ‫ين يَت َّ ِبع‬
َّ ‫ون ال‬
sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling
dengan berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). (An-Nisa’ : 27)

Contoh Masdar dinashobkan oleh SHIFAT:

‫صفًّا‬ ِ ‫صافَّا‬
َ ‫ت‬ َّ ‫َوال‬
Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya. (Ash-Shooffaat : 1)

Menurut pendapat yg masyhur dan rojih: Isim Mashdar merupakan bentuk asal dari semua
Kalimah Musytaq, baik Fi’il, Isim Fa’il, Isim Maf’ul, Sifah Musyabbahah, Isim Tafdhil, Isim
Zaman, Isim Makan, Isim alat, semua itu dibentuk dari asal Isim Masdar. Contoh Isim Fa’il
lafaz “AL-QOOIMU” hasil bentukan dari Masdar lafaz “AL-QIYAAMU”. Contoh Isim Alat
lafaz “AL-MIFTAAHU” hasil bentukan dari Masdar lafaz “AL-FATHU” dan seterusnya.

Share this:









 Archive for the ‘Bab Mutaaddi dan Lazim’ Category
 Fi’il Muta’addi dan Fi’il Lazim Definisi dan Tanda-
tandanya » Alfiyah Bait 267-268
 27 November 2011 Ibnu Toha 3 komentar
–·•Ο•·–

‫تعدي الفعل ولزومه‬


FI’IL MUTA’ADDI DAN FI’IL LAZIM

‫صد ٍَر ِب ِه‬ َ ‫ َها‬¤ ‫عالَ َمةُ ا ْل ِف ْع ِل ا ْل ُمعَدَّى أ َ ْن ت َ ِص ْل‬


ْ ‫غ ْي ِر َم‬ َ
‫نَ ْح ُو ع َِم ْل‬
Tanda Kalimah Fi’il yang Muta’addi adalah dibenarkan kamu menyambungnya dengan
“HA” dhamir selain yg merujuk pada Masdar. Demikian seperti contoh “AMILA =
melakukan”

‫ع ْن فَا ِع ٍل نَ ْح ُو‬
َ ¤ ‫فَا ْن ِص ْب ِب ِه َم ْفعولَهُ ِإ ْن لَ ْم يَنُ ْب‬
‫ت َ َدبَّ ْرتُ ا ْل ُكت ُ ْب‬
Maka nashobkanlah dengan Fi’il Muta’addin ini terhadap Maf’ulnya jika ia lagi tidak
menggantikan Fa’il (tidak menjadi Naibul Fa’il) demikian seperti contoh:
“TADABBARTU ALKUTUBA = aku menelaah banyak kitab”

–·•Ο•·–

 FI’IL TAM TERBAGI MENJADI MUTA’ADDI DAN LAZIM:


 ‫توضيح المقاصد والمسالك بشرح ألفية ابن مالك‬
 1. Definisi Fi’il Muta’addi adalah: kalimah Fi’il yg sampai kepada Maf’ul tanpa
perantara Huruf Jar atau perantara Huruf ta’diyah lainnya. Contoh:

‫ضربت زيدا‬ 
 DHOROBTU ZAIDAN = Aku memukul Zaid.
 2. Definisi Fi’il Lazim adalah: kalimah Fi’il yg tidak sampai kepada Maf’ul kecuali
perantara Huruf Jar atau perantara Huruf ta’diyah lainnya semisal Huruf Hamzah lit-
ta’diyah.
 Contoh Fi’il Lazim tidak sampai kepada Maf’ul kecuali perantara Huruf Jar:

‫مررت بـزيد‬ 
 MARORTU BI ZAIDIN = aku melewati Zaed.
 Contoh Fi’il Lazim tidak sampai kepada Maf’ul kecuali perantara Hamzah:

‫أخرجت الزكاة‬ 
 AKHROJTU AZ-ZAKAATA = aku mengeluarkan zakat.
 ¤¤¤
 TANDA-TANDA FI’IL MUTA’ADDI DAN FI’IL LAZIM:
 1. Tanda-tanda Fi’il Muta’addi:
 1. Dapat disambung dengan HA Dhamir yg tidak merujuk pada Masdar (yakni
Dhamir Maf’ul Bih).
 2. Dapat dibentuk shighat Isim Maf’ul Tam (tampa kebutuhan huruf jar).
 Contoh dapat bersambung dengan HA Dhamir yg tidak merujuk pada Masdar *

‫ضربتــه‬ 
 DHOROBTUHUU = aku memukulnya
 * bukan sebagai tanda Fi’il Mutaadi, karena HA dhamir merujuk pada Masdar sama
bisa disambung dengan Fi’il Muta’addi juga Fi’il Lazim, contoh:

‫الضرب ضربتــه‬ 
 ADH-DHORBU DHOROBTUHUU = pukulan itu aku yg memukulnya

‫القيام قمتــه‬ 
 AL-QIYAAMU QUMTUHUU = berdiri itu aku yg berdirinya
 Demikian juga bersambung dg HA dhamir merujuk pada Zhorof (zaman/makan),
tidak boleh sebagai tanda Fi’il Muta’addi, sebab butuh tawassu’/taqdir huruf jar,
contoh:

‫والنهار صمتــها‬
َ ‫الليلةَ قمتــها‬ 
 ALLAILATA QUMTUHAA, WAN-NAHAARO SHUMTUHAA = aku berdiri di
malam hari dan aku berpuasa di siang hari.
 Sesungguhnya taqdirannya sebelum membuang huruf jar adalah:

‫والنهار صمت فيه‬


َ ‫الليلةَ قمت فيها‬ 
 ALLAILATA QUMTU FII HAA, WAN-NAHAARO SHUMTU FII HAA.
 ¤¤¤
 Tambahan:
 Sebagian ulama Nuhat berpendapat bahwa kalimah Fi’il terbagi menjadi tiga: 1.
MUTA’ADDI, 2. LAZIM dan ditambah 3. Fi’il TIDAK MUTA’ADDI PUN TIDAK
LAZIM: yaitu KAANA dan saudara-saudaranya, sebab KAANA tidak menashobakan
Maf’ul Bih juga tidak dapat dimuta’addikan dengan huruf jar, seperti itu juga Fi’il-
fi’il yg kadang ditemukan Muta’addi sendirinya dan kadang Muta’addin dengan
perantara huruf jar, seperti contoh:

‫شكرتــه وشكرت له‬ 


 SYAKARTUHUU dan SYAKRTU LAHUU = aku berterima kasih padanya

‫نصحتــه ونصحت له‬ 


 NASHOHTUHUU dan NASHOHTU LAHUU = aku menasehatinya.
 Maka dikatakan bahwa KAANA cs, tidaklah keluar dari pembagian Fi’il yg dua.
KAANA termasuk dari Fi’il Muta’addi karena khobarnya diserupakan Maf’ul Bihnya.
 Demikian juga lafazh SYAKARTU wa SYAKARTU LAHUU cs… tidaklah keluar
dari dua pembagian fi’il: dikatakan Fi’il Muta’adi karena lafaz SYAKARTU LAHUU
Huruf Jar sebagai Zaidah. Atau dikatakan Fi’il Lazim karena lafazh SYAKARTU
naza’ khofidh atau membuang huruf jar.
 Hukum Fi’il Muta’addi adalah: menashobkan terhadap MAF’UL BIH yg tidak
menjadi NAIBUL FAA’IL
 Pengertian MAF’UL BIH (objek) adalah: Isim yg dinashobkan yg dikenai
langsung oleh pekerjaan FA’IL tanpa perantaraan, baik dalam kalam Mutsbat (kalimat
positif) atau dalam kalam Manfi (kalimat negatif):
 Contoh KALAM MUTSBAT

‫فهمت الدرس‬ 
 FAHIMTU AD-DARSA = aku memahami pelajaran
 Contoh KALAM MANFI

‫لم أفهم الدرس‬ 


 LAM AFHAM AD-DARSA = aku tidak memahami pelajaran.
 ¤¤¤
 2. Tanda-tanda Fi’il Lazim:
 Akan dijelaskan pada bait selanjutnya… Insya Allah.

Belajar Ilmu Nahwu Shorof Tata Bahasa Arab Online


Nahwu, Balaghah, Mu'jam, Sharaf, Kamus, Terjemah dll. Blog Santri Fasih Mengaji Kitab Kuning.
nahwusharaf.WordPress.com site

 Nadzom Alfiyah Ibnu Malik mp3


Arsip

Archive for the ‘Bab Mu’rob dan Mabni’ Category

Tanda I’rab Kalimah Fi’il Mu’tal » Kitab Alfiyah Bait 49-


50-51
8 November 2010 Ibnu Toha 1 komentar

◊◊◊

ًّ‫او ْأو يَا ٌء فَ ُم ْعتَال‬


ٌ ‫ ْأو َو‬¤ ‫ف‬ْ ‫آخ ٌر ِم ْنهُ أ َ ِل‬ ُّ َ ‫َوأ‬
ِ ‫ي فِ ْعــ ٍل‬
‫ف‬
ْ ‫ع ُِر‬
Setiap Kalimah Fi’il yang akhirnya huruf illat Alif , Wau atau Ya’, maka dinamakan Fi’il
Mu’tal.

‫ب َما َكيَ ْدعُو‬ ْ َ‫ َوأ َ ْبـــ ِد ن‬¤ ‫غ ْي َر ا ْل َج ْز ِم‬


َ ‫ص‬ َ ‫فَاأل َ ِل‬
َ ‫ف ا ْن ِو فِ ْي ِه‬
‫يَ ْر ِمي‬
Kira-kirakanlah! I’rab untuk Kalimah Fi’il yang berakhiran Alif pada selain Jazmnya.
Dan Zhohirkanlah! tanda nashab untuk Kalimah Fi’il yang seperti ‫ييييييي‬
(Berakhiran huruf Wau) dan ‫( ييييييي‬Berakhiran huruf Ya’)…

‫ ث َــالَث َـــ ُه َّن‬¤ ‫ف َج ِاز َما‬ ْ ‫والرف َع فِ ْي ِه َما ا ْن ِو َو‬


ْ ‫اح ِذ‬ َّ
‫الز َمــــا‬ ِ ْ‫تَقـ‬
ِ ‫ـــض ُحك َمــا‬
dan kira-kirakanlah! tanda Rofa’ untuk kedua lafadz (‫ ييييييي‬dan ‫) ييييييي‬.
Buanglah (huruf-huruf illat itu) dimana engkau sebagai orang yang menjazmkan ketiga
Kalimah Fi’il Mu’tal tsb, maka berarti engkau memutuskan dengan Hukum yang pasti.

Disebutkan dalam bait-bait ini tentang kalimah yang mu’tal bagian kedua. Yaitu kalimah
Mu’tal untuk kata kerja/kalimah Fi’il. Adalah pembahasan terakhir dari kitab Alfiyah Bab
Mu’rab dan Mabni. Merupakan bagian ketujuh dari tanda-tanda irab niyabah atau irab
pengganti asal.

Pengertian kalimah Fi’il Mu’tal adalah: setiap kalimah Fi’il yang berakhiran huruf
wau setelah harakat dhammah, atau berakhiran huruf ya’ setelah harakat kasrah, atau
berakhiran alif setelah harakat fathah. Maksud dari kalimah Fi’il dalam hal ini adalah Fi’il
Mudhari’. Sebab asal pembahasan mengenai kalimah Mu’rab.

Tanda I’rab Fi’il Mu’tal:

(1). Mu’tal Alif:

Rafa‘ dengan Dhammah yang dikira-kira atas alif, dicegah i’rab zhahirnya karena udzur,
contoh:

ُ‫ا ْل ُمت َّ ِق ْي يَ ْخشَى َربَّه‬


Orang yang bertaqwa adalah dia yang takut kepada Tuhannya.

‫ِإنَّ َما يَ ْخشَى هللاَ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ا ْلعُلَ َما ُء‬


Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Nashab dengan fathah yang dikira-kira atas alif. contoh:

‫ضى ا ْلعَاقِ ُل ِباْألَذَى‬


َ ‫لَ ْن يَ ْر‬
seorang yang berakal tidak akan rela disakiti.

‫اب إالَّ َر ْح َمةً ِم ْن‬ َ ‫َو َما ُك ْنتَ ت َ ْر ُجو أ َ ْن يُ ْل‬


ُ َ ‫ق ََى ِإلَ ْي َك ا ْل ِكت‬
‫َر ِبِّ َك‬
Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al Quran diturunkan kepadamu, tetapi ia
(diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu

Jazm dengan membuang huruf Illah Alif, dan harakat Fathah adalah sebagai buktinya.
contoh:

ِ َ‫ا ْلع‬
َ ‫اص ْي لَ ْم يَ ْخ‬
ُ‫ش َربَّه‬
Orang yang suka maksiat adalah dia yang tidak takut kepada Tuhannya.

َ ‫اآلخ َرةَ َوالَ ت َ ْن‬


‫س نَ ِصيبَ َك ِم َن‬ ِ ‫َّار‬ َ َ ‫َوا ْبت َ ِغ فِي َما آت‬
َ ‫اك هللاُ الد‬
‫ال ُّد ْنيَا‬
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi

(2). Mu’tal Wau:

Rafa‘ dengan dikira-kira atas wau, dicegah i’rab zhahirnya karena berat. contoh:

َ‫ا ْل ُم َو ِ ِّح ُد الَ يَ ْدع ُْو إالَّ هللا‬


Seorang yang meyakini keesaan Allah, dia tidak menyeru kecuali kepada-Nya.

ْ َ ‫ُهنَا ِل َك ت َ ْبلُو ُك ُّل نَ ْف ٍس َما أ‬


ْ‫سلَفَت‬
Di tempat itu (padang Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalasan dari apa yang telah
dikerjakannya dahulu
Nashab dengan harakat Fathah zhahir atas wau, karena paling ringnnya harakat. contoh:

‫س ُم َو أ َ َح ٌد إالَّ ِبأ َ َد ِب ِه‬


ْ َ‫لَ ْن ي‬
seseorang tidak akan dipandang kecuali dengan budi perkertinya.

‫لَ ْن نَ ْدع َُو ِم ْن دُو ِن ِه ِإلَ ًها‬


kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia

Jazm dengan membuang huruf Illah Wau, dan harakat Dammah adalah sebagai buktinya.
contoh:

ُ ‫ال تَد‬
‫ع على أوالدك‬
Jangan.. berdo’a jelek untuk anak-anakmu…!

ُ ‫فَ ْليَ ْد‬


ُ‫ع نَا ِديَه‬
Maka biarlah dia memanggil golongannya.

(3). Mu’tal Ya’:

Rafa‘ dengan Dhammah yang dikira-kira atas Ya’, dicegah i’rab zhahirnya karena berat,
contoh:

َ ‫أ َ ْنتَ ت ُ َر ِبِّ ْي أ َ ْوالَد ََك‬


‫علَى ا ْلفَ ِض ْيلَ ِة‬
Kamu didik anak-anakmu dengan kemulyaan.

ُ‫الَ ِإلَهَ إالَّ ُه َو يُ ْحي ِ َِ ْي َويُ ِم ْيت‬


Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menghidupkan dan Yang
mematikan.

Nashab dengan harakat Fathah Zhahir atas Ya’, karena merupakan peling ringannya harakat.
contoh:

َ َ‫ش ْيئا ً إالَّ أ ُ ِج ْرت‬


‫علَ ْي ِه‬ َ ‫لَ ْن ت ُ ْع ِط َي ا ْلفَ ِق ْي َر‬
Jangan berikan sesuatupun kepada orang faqir kecuali engkau diganjar untuk itu.

‫ُون أ َ َّو َل َم ْن‬


َ ‫سى ِإ َّما أ َ ْن ت ُ ْل ِق َي َو ِإ َّما أ َ ْن نَك‬
َ ‫قَالُوا يَا ُمو‬
‫أ َ ْلقَى‬
(Setelah mereka berkumpul) mereka berkata: “Hai Musa (pilihlah), apakah kamu yang
melemparkan (dahulu) atau kamikah orang yang mula-mula melemparkan?”

Jazm dengan membuang huruf Illah berupa Ya’, dan harakat Kasrah merupakan buktinya.
contoh:

‫ار َك ِبقُت َ ِار قِد ِْر َك‬


َ ‫الَ ت ُ ْؤ ِذ َج‬
Jangan sakiti hati tetanggamu dengan bau asap periukmu…!

ُ‫سالَ ِم ِدينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِم ْنه‬


ْ ‫اإل‬ َ ‫َو َم ْن يَ ْبت َ ِغ‬
ِ ‫غ ْي َر‬
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu)daripadanya

Kesimpulan pembahasan: Fi’il Mu’tal adalah Fi’il yang berakhiran Alif, Wau atau Ya’.
Semua i’rabnya dikira-kira atas Alif selain Jazm. Dan untuk yang berakhiran wau atau ya’,
zhahirkan pada nashabnya dan dikira-kira pada rafa’nya. Dan semua fi’il mu’tal tanda
jazemnya dengan membuang huruf illah.

Share this:








Categories: Bait 49-50-51 Tag:Fi'il Mu'tal

Isim Maqshur dan Isim Manqush: definisi dan tanda


I’rabnya » Alfiyah Bait 46-47-48
7 November 2010 Ibnu Toha 1 komentar
◊◊◊

‫ص َطفَى َوا ْل ُم ْرتَقَي‬


ْ ‫ كَا ْل ُم‬¤ ‫اء َما‬ ْ َ ‫س ِ ِّم ُم ْعتَالًّ ِم َن األ‬
ِ ‫س َم‬ َ ‫َو‬
‫َمك َِار َما‬
Namailah! Isim Mu’tal, terhadap Isim-Isim yang seperti lafadz ‫ص َطفَى‬ ْ ‫( ا ْل ُم‬Isim yang
berakhiran huruf Alif) dan seperti lafadz ‫( ا ْل ُم ْرتَقَي يييييييييي‬Isim yang berakhiran
huruf Ya’).

‫ َج ِم ْيـعُهُ َو ْه َو الَّ ِذي قَ ْد‬¤ ‫اب فِ ْي ِه قُ ِد َِّرا‬ ِ ‫فَاأل َ َّو ُل‬


ُ ‫اإلع َْر‬
‫قُ ِص َرا‬
Contoh lafadz yang pertama (‫ص َطفَى‬
ْ ‫ )ا ْل ُم‬Semua tanda I’rabnya dikira-kira, itulah yang
disebut Isim Maqshur.

َ ‫ َو َر ْفـعُهُ يُ ْن‬¤ ‫صبُهُ َظ َه ْر‬


‫ــوى َكذَا‬ ِ َّ ‫َوا ْلث‬
ٌ ُ‫ان َم ْنق‬
ْ َ‫وص َون‬
‫ضــــا ً يُ َج ْر‬
َ ‫أ ْي‬
Contoh lafadz yang kedua (‫ )ا ْل ُم ْرت َ َقي‬dinamakan Isim Manqush, tanda Nashabnya Zhohir.
Tanda Rofa’ dan juga Jarrnya sama dikira-kira.

Setelah menerangkan tentang tanda I’rab Kalimah-kalimah Isim dan Fi’il yang shahih, dan
pada Bait-bait selanjutnya akan menerangkan tentang tanda i’rab untuk Isim Mu’tal dan Fi’il
Mu’tal. Dimulai dari bait diatas dengan tanda Irab untuk Kalimah Isim Mu’tal. dalam hal ini
terdapat dua isim Mu’tal yaitu Maqshur dan Manqush:

°°°

ISIM MAQSHUR ‫المقصور‬

Definisi Maqshur adalah: Kalimah Isim Mu’rob yang berakhiran Alif Lazim. contoh ‫فَ َيى‬
– ‫صى ٍَع‬ َ Keluar dari definisi Maqshur adalah: ‫( يَ ْخشَى – َر َمى‬Kalimah Fi’il). ‫َعلى‬
َ – ‫ر َحى‬.
ْ ‫( ْال َها ِد‬berakhiran Ya’). ‫ان‬
(Kalimah Huruf). ‫( َمت َى‬Isim Mabni). ‫ي‬ ِ َ‫( زَ ْيد‬Berakhiran Alif tidak
Lazim).
Irab Isim Maqshur :

Di-i’rab dengan Harakat Muqaddar/dikira-kira atas Alif pada semua keadaan i’rabnya. Sebab
yang mencegah i’rab zhahirnya karena udzur. Contoh Imamuna As-Syafi’i berkata:

contoh ketika Rafa’:


ِ ‫أ َ َه ُّم ا ْل َم َطا ِل‬
َ ‫ب ِر‬
ِ‫ضا هللا‬
Paling pentingnya pengharapan adalah mengharap Kerelaan Allah

contoh ketika Nashab:

ُ‫غايَةٌ الَ تُد َْرك‬


َ ‫اس‬
ِ َّ‫ضا الن‬
َ ‫ِإ َّن ِر‬
Sesungguhnya kerelaan manusia adalah batas yang belum final.

contoh ketika Jar:

َ ‫علَى ِر‬
‫ضا َوا ِل َد ْي َك‬ َ ‫ص‬
ْ ‫ا ِْح ِر‬
Tamaklah..! terhadap kerelaan kedua orang tuamu !

Allah berfirman:

‫ذَ ِل َك ُهدَى هللاِ يَ ْه ِدي ِب ِه َم ْن يَشَا ُء ِم ْن ِعبَا ِد ِه‬


Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya

‫ين ا ْهتَد َْوا َزا َد ُه ْم ُهدًى َوآتَا ُه ْم ت َ ْق َوا ُه ْم‬


َ ‫َوالَّ ِذ‬
Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada
mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya.

‫عنَّ َك ِفي‬ ُ ‫سكُو ُه فَ َال يُنَ ِاز‬ َ ‫ِل ُك ِ ِّل أ ُ َّم ٍة َجعَ ْلنَا َم ْن‬
ِ ‫سكًا ُه ْم نَا‬
ْ ‫ع ِإلَى َر ِبِّ َك ِإنَّ َك لَعَلَى ُهدًى ُم‬
ٍ ‫ست َ ِق‬
‫يم‬ ُ ‫ْاأل َ ْم ِر َوا ْد‬
Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka
janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan serulah
kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang
lurus.

°°°

ISIM MANQUSH ‫المنقوص‬


Definisi Manqush adalah: Kalimah Isim Mu’rob yang berakhiran Ya’ Lazim tidak
bertasydid dan berada setelah harakat Kasrah . Contoh ‫لوافِ ْي َّّالقَ ِض ْي – الس‬ َ ‫ا ِع ْي – ا‬. Keluar
dari definisi Maqshur adalah: ‫( يَ ْع ِط ْي‬Kalimah Fi’il). ‫( فِ ْي‬Kalimah Huruf). ‫ي‬ ْ ‫ذ‬
ِ ‫ال‬ (Isim Mabni).
َ َ ْ
‫( الفت ْى‬berakhiran ِAlif layyinah/Ya’ maqshur). ‫( زَ ْيدَيَ ِن‬Berakhiran Ya’ tidak Lazim). ‫ظبْي‬ َ (jatuh
sesudah sukun) ‫( ُك ْر ِسي‬Ya’ bertasydid). Untuk Lafazh ‫ظبْي‬ َ dan ‫ ُك ْر ِسي‬tetap di-i’rab dengan
harakat zhahir, Firman Allah:

َ ‫فَأَذَاقَ ُه ُم هللاُ ا ْل ِخ ْز‬


‫ي فِي ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا‬
Maka Allah merasakan kepada mereka kehinaan pada kehidupan dunia

ِ ُ‫علَى أ َ ْنف‬
‫س ُك ْم‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
َ ‫اس ِإنَّ َما بَ ْغيُ ُك ْم‬
Hai manusia, sesungguhnya kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri

Tanda I’rab Isim Manqush, apabila ia dimasuki AL atau menjadi Mudhaf maka huruf
Ya’-nya ditetapkan:

Tanda Rofa’-nya dengan Dhammah yang dikira-kira atas Ya. Juga tanda Jar-nya dengan
Kasrah yang dikira-kira atas Ya’. Sedangkan sebab yang menjadikan tercegahnya Harakat
secara zhahir karena berat mengucapkannya » rujukan lihat pada Kaidah I’lal ke 5.

contoh ketika Rofa’ bersama AL:

‫سا ِع ْي ِل ْل َخ ْي ِر َكفَا ِع ِل ِه‬


َّ ‫ال‬
orang yang bertugas untuk kebaikan sama halnya dengan orang yg berbuat kebaikan itu
sendiri.

contoh ketika Rofa’ menjadi Mudhaf:

ِ َ‫َجا َء ق‬
َ ُ‫اضي ا ْلق‬
‫ضا ِة‬
Hakim agung telah datang.

contoh ketika Jar bersama AL:

‫علَى ا ْلبَا ِغ ْي تَد ُْو ُر الد ََّوائِ ُر‬


َ
balasan atas orang yang aniaya, bencana akan kembali padanya (karma tetap berlaku)
contoh ketika Jar menjadi Mudhaf:

‫ضا ِة‬ ِ َ‫علَى ق‬


َ ُ‫اضي ا ْلق‬ َ ُ‫سلَّ ْمت‬
َ
aku memberi salam pada Hakim agung.

Terkadang huruf Ya’ nya dibuang ketika rafa’ atau jar, sebagai penunjukan bahwa sebelum
Ya’ berharakat kasrah, maka berlaku juga Isim Manqush yang bersamaan AL dan tanpa
tanwin, seperti berlakunya Isim Manqush yang tanpa AL dengan ditanwin. contoh:

contoh ketika Rafa’

‫ع الدَّاعِ ِإلَى ش َْيءٍ نُك ٍُر‬


ُ ‫يَ ْو َم يَ ْد‬
(Ingatlah) hari (ketika) seorang penyeru (malaikat) menyeru kepada sesuatu yang tidak
menyenangkan (hari pembalasan)

contoh ketika Jar

‫َّاع‬
‫د‬ ‫ال‬ َ ‫ة‬‫ْو‬
َ ‫ع‬ ‫د‬
َ ‫يب‬
ُ ‫ج‬ِ ُ ‫أ‬ ‫يب‬
ٌ ‫ر‬ِ َ ‫ق‬ ‫ي‬ِّ ‫ن‬
ِ ‫إ‬
ِ َ ‫ف‬ ‫ي‬ِّ ‫ن‬
ِ ‫ع‬
َ ‫ي‬ ‫د‬
ِ ‫ا‬ َ ‫ب‬‫ع‬ِ َ
‫ك‬ َ ‫ل‬َ ‫سأ‬
َ ‫َو ِإذَا‬
ِ
ِ ‫إِذَا َدع‬
‫َان‬
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku

Tanda Nashab Isim Manqush yg dimasuki AL atau menjadi Mudhaf tersebut, adalah Nashab
dengan Harakat Zhahir.

contoh besamaan dengan AL

ِ َ ‫ش َي َوا ْل ُم ْرت‬
‫ش َي‬ ِ ‫الرا‬
َّ ‫هللا‬ ُ ‫لَعَ َن َر‬
ِ ‫س ْو ُل‬
Rasulullah melaknat orang yang memberi suap dan orang yang menerima suap.

contoh menjadi mudhaf

َ ُ‫قاضي الق‬
‫ضا ِة‬ َ ‫رأيت‬
Aku melihat Hakim Agung
َّ ‫يَا قَ ْو َمنَا أ َ ِجيبُوا دَا ِع َي‬
ِ‫َّللا‬
Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah

Tanda I’rab Isim Manqush, apabila ia tanpa AL atau tidak Mudhaf maka huruf Ya’-
nya dibuang dan mendatangi Tanwin ketika Rafa’ dan Jar. Atau Ya’-nya ditetapkan
ketika Nashab:

Tanda Rofa’-nya dengan Dhammah yang dikira-kira atas Ya yang dibuang. Juga tanda Jar-
nya dengan Kasrah yang dikira-kira atas Ya’ yang dibuang. Sedangkan sebab terbuangnya
Ya’ tersebut, karena bertemunya dua mati yaitu Ya’ Manqush dan Tanwin » rujukan lihat
pada Kaidah I’lal ke 5.

contoh Rafa’ :

‫اض قَا ِن ٍع‬


ٍ ‫ا ْل ُم ْؤ ِم ُن َر‬
Sorang Mu’min adalah seorang yang suka rela dan menerima apa adanya.

‫إِنَّ َما أ َ ْنتَ ُم ْن ِذ ٌر َو ِل ُك ِ ِّل قَ ْو ٍم َها ٍد‬


Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada
orang yang memberi petunjuk.

contoh Jar :

‫ساعٍ ِلقَا ِع ٍد‬


َ ‫ب‬
َّ ‫ُر‬
Mungkin kali… seorang yg berusaha orang yg duduk-duduk (usaha bung…!)

‫ض ِل ِل هللاُ فَ َما لَهُ ِم ْن َها ٍد‬


ْ ُ‫َو َم ْن ي‬
Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka baginya tak ada seorangpun yang akan
memberi petunjuk.

Tanda Nashab-nya dengan Fathah yang Zhahir/terang contoh:

َّ ‫س ِم ْعتُ ُمنَا ِديا ً يُنَا ِد ْي ِلل‬


‫صالَ ِة‬ َ
Aku mendengar seorang pemanggil sedang memanggil untuk shalat.
ً ‫َو َكفَى ِب َر ِبِّ َك َها ِديًا َونَ ِص‬
‫يرا‬
Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong

Share this:








Categories: Bait 46-47-48 Tag:Isim Manqush, Isim Maqshur

I’rab Af’alul Khamsah/kata kerja yang lima » Keterangan


Alfiyah Bait 43-44
5 November 2010 Ibnu Toha Tinggalkan komentar

◊◊◊

‫ َر ْفـعَا ً َوت َ ْد ِعــ ْي َن‬¤ ‫اجعَ ْل ِلنَ ْح ِو َي ْفعَالَ ِن ا ْلنُّ ْونَا‬


ْ ‫َو‬
‫ســـــأَلُونَا‬ ْ َ ‫َوت‬
Jadikanlah! Nun sebagai tanda Rofa’ untuk contoh Kalimah-kalimah yang seperti lafadz
‫( يفعالن‬Fi’il Mudhori’ yg disambung dg Alif Tatsniyah) dan lafadz ‫( تدعين‬Fi’il Mudhori’ yg
disambung dg Ya’ Mu’annats Mukhatabah) dan lafadz ‫( تسألون‬Fi’il Mudhori’ yg disambung
dg Wau Jamak)

ْ ‫ َكلَ ْم ت َ ُك‬¤ ‫س َم ْه‬


‫ــــونِي‬ ِ ‫ب‬ ْ َّ‫َو َح ْذفُ َها ِل ْل َج ْز ِم َوا ْلن‬
ِ ‫ص‬
‫ِلت َ ُر ْو ِمي َمـــ ْظلَ َم ْه‬
Sedangkan tanda Jazm dan Nashabnya, yaitu dengan membuang Nun. seperti contoh ‫ل ْم ي‬
‫ُــــونِي ِلتَ ُر ْو ِمي َمـــ ْظلَ َم ْه‬
ْ ‫تَك‬

Setelah selesai menerngkan tentang I’rab pengganti untuk kalimah isim, selanjutnya bait
menerangkan tentang I’rab pengganti untuk kalimah Fi’il. yaitu i’rab untuk Amtsilatul
Khamsah atau Af’alul Khamsah atau contoh-contoh kalimah Fi’il yang lima.
Pengertian Af’alul Khamsah/Fi’il yang lima adalah: Setiap kalimah fi’il mudhari’ yang
tersambung dengan Alif Tatsniyah, Wau jama’ atau Ya’ muannats mukhatabah.

Rinciannya sebagai berikut:

 Fi’il Mudhari’ yang tersambung dengan Alif Tatsniyah terdapat 2 bentuk (berawalan huruf
mudhara’ah Ya’ / Ta’ ) ada 4 penggunaan
 Fi’il Mudhari’ yang tersambung dengan Wau Jama’ terdapat 2 bentuk (berawalan huruf mudhara’ah
Ya’ / Ta’) ada 2 penggunaan
 Fi’il Mudhari’ yang tersambung dengan Alif Tatsniyah terdapat 1 bentuk (berawalan huruf
mudhara’ah Ta’) ada1 penggunaan

Lihat tabel berikut, Af’alul Khamsah ditandai warna oranye:

DIGUNAKAN UNTUK FI’IL AMAR FI’IL MUDHARI’ FI’IL MADHI

ORANG
TUNGGAL
× ‫ص ُر‬ ُ ‫ص َر يَ ْن‬ َ َ‫ن‬
KETIGA
MALE
DUAL
× َِ ‫ان‬ ِ ‫ص َر‬ ُ ‫ص َرا يَ ْن‬ َ َ‫ن‬
JAMAK
× ‫ص ُر َو َْ َن‬ ُ ‫ص ُر ْوا يَ ْن‬ َ َ‫ن‬
ORANG
TUNGGAL
× ‫ص ُر‬ ُ ‫ص َرتْ ت َ ْن‬ َ َ‫ن‬
KETIGA
FEMALE
DUAL
× َِ ‫ان‬ ِ ‫ص َر‬ ُ ‫ص َرتَا ت َ ْن‬ َ َ‫ن‬
JAMAK
× ‫ص ْر َن‬ ُ ‫ص ْر َن يَ ْن‬ َ َ‫ن‬
ORANG
TUNGGAL
‫ص ْر‬ ُ ‫ا ُ ْن‬ ‫ص ُر‬ ُ ‫ص ْرتَ ت َ ْن‬ َ َ‫ن‬
KEDUA
MALE
DUAL
ُ ‫ان ا ُ ْن‬
‫ص َرا‬ ِ ‫ص َر‬ ُ ‫صرت ُ َما ت َ ْن‬ َ َ‫ن‬
JAMAK
‫ص ُر ْوا‬ُ ‫ص ُر ْو َن ا ُ ْن‬ ُ ‫ص ْرت ُ ْم ت َ ْن‬ َ َ‫ن‬
ORANG
TUNGGAL
‫ص ِر ْي‬ ُ ‫ص ِر ْي َن ا ُ ْن‬ ُ ‫ت ت َ ْن‬ ِ ‫ص ْر‬ َ َ‫ن‬
KEDUA
FEMALE
DUAL
‫ص َرا‬ ُ ‫ان َِ ا ُ ْن‬ ِ ‫ص َر‬ ُ ‫ص ْرت ُ َما ت َ ْن‬ َ َ‫ن‬
JAMAK
‫ص ْر َن‬ ُ ‫ص ْر َن ا ُ ْن‬ ُ ‫ص ْرت ُ َّن ت َ ْن‬ َ َ‫ن‬
× ‫ص ُر‬ ُ ‫ص ْرتُ أ َ ْن‬ َ َ‫ن‬
ORANG TUNGGAL
PERTAMA
× ُ ‫صرنَا نَ ْن‬
‫ص ُر‬ َ َ‫ن‬
MALE/ DUAL/JAMAK
FEMALE

Tanda I’rab Af’alul Khamsah adalah:

Rafa’ dengan tetapnya Nun sebagai ganti dari Dhammah. contoh:

‫ُه ْم يَ ْفعَلُ ْو َن‬


mereka (lk) bekerja

‫ ت َ ْفعَالَ ِن‬/ ‫ُه َما يَ ْفعَالَ ِن‬


mereka berdua (lk/pr) berkerja

‫أ َ ْنت ُ ْم ت َ ْفعَلُ ْو َن‬


kalian (lk) bekerja

‫أ َ ْنت ُ َما ت َ ْفعَالَ ِن‬


kamu berdua (lk/pr) bekerja

ِ ‫أ َ ْن‬
‫ت ت َ ْفعَ ِل ْي َن‬
kamu seorang (pr) bekerja

Contoh Firman Allah:

‫ير‬ َ ُ‫َوهللاُ ِب َما ت َ ْع َمل‬


ٌ ‫ون بَ ِص‬
Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.

Nashab dan Jazem dengan membuang Nun sebagai ganti dari Fathah dan Sukun. contoh:

َ َّ‫فَ ِإ ْن لَ ْم ت َ ْفعَلُوا َولَ ْن ت َ ْفعَلُوا فَاتَّقُوا الن‬


‫ار‬
Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) – dan pasti kamu tidak akan dapat
membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka
Share this:








Categories: Bait 44-45 Tag:Af'alul Khamsah

Isim tidak munsharif/ghair munawwan, jar dengan fathah


syarat tidak mudhaf atau tanpa AL » Alfiyah Bait 43
5 November 2010 Ibnu Toha 3 komentar

◊◊◊

‫ف أ َ ْويَكُ بَ ْع َد‬ َ ُ‫ َمالَ ْم ي‬¤ ‫ف‬


ْ ‫ض‬ ْ ‫ص ِر‬َ ‫ــر ِبا ْلفَتْ َحـ ِة َمـاال يَ ْن‬
َّ ‫َو ُج‬
‫ف‬
ْ ‫أ ْل َر ِد‬
Jar-kanlah olehmu…! dengan tanda Fathah terhadap Isim yang tidak munsharif, selagi
tidak dimudhafkan atau tidak berada setelah AL dengan mengekorinya

Diterangkan dalam Bait ini, bagian kedua dari Isim yang di-i’rab dengan harakat pengganti
dari harakat asal. Yaitu Isim yang tidak Munsharif atau Isim ghair Munawwan atau isim yang
tidak ditanwin.

Definisi Isim tidak munsharif adalah: setiap kalimah isim mu’rab yang menyerupakan
kalimah fi’il didalam hal terdapatnya dua illat dari sembilan illat, atau terdapat satu illat yg
menempati maqom dua illat.

ْ ‫“ َع‬yg haus”
Contoh lafazh terdapat dua illat ُ ‫“ أ َ ْخ َمد‬Ahmad” (Alami dan Wazan Fi’il) ُ‫طشَان‬
(Sifat dan Ziadah Alif-Nun). contoh lafazh satu illat َ‫اجد‬ ِ ‫س‬
َ ‫“ َم‬Masjid-masjid” (bentuk/shighat
Muntahal Jumu’).

Mengenai penyebab yang mencegah ditanwinkannya kalimah isim, dalam hal ini ada bab
khusus yang akan diterangkan secara jelas disana –insyaAllah–. sedangkan dalam Bait ini,
dimaksudkan mengenai hubungan dengan tanda I’rabnya. Rofa’ dengan Dhammah (i’rab
asal), Nashab dengan Fathah (i’rab asal) dan Jar dengan Fathah (menggantikan i’rab asal
Kasrah) contoh:
‫ََ َجا َء أ َ ْح َم ُد َرأ َ ْيتُ أ َ ْح َم َد َم َر ْرتُ ِبأ َ ْح َم َد‬
Ahmad datang, Aku melihat Ahmad, Aku berjumpa dengan Ahmad.

ِ ‫ف ِم ْن قَ ْب ُل ِبا ْلبَ ِيِّنَا‬


‫ت‬ ُ ‫َولَقَ ْد َجا َء ُك ْم يُو‬
ُ ‫س‬
Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa keterangan-
keterangan

ِ ِ ‫َان أ ُ َّمةً قَانِتًا‬


‫هلل َحنِيفًا‬ َ ‫ِإ َّن ِإ ْب َرا ِهي َم ك‬
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh
kepada Allah dan hanif

َ ‫َو ِإذَا ُح ِيِّيت ُ ْم ِبت َ ِحيَّ ٍة فَ َحيُّوا ِبأ َ ْح‬


‫س َن ِم ْن َها‬
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya

Sebagai pengecualian tetap Jar dengan tanda i’rab asal atau Kasrah, bilamana Isim tidak
munsharif/ghair munawwan tersebut berada pada dua posisi :

(1). Menjadi Mudhaf. contoh:

‫َم َر ْرتُ ِبأ َ ْح َم ِد ُك ْم‬


Aku berjumpa dengan Ahmad-mu

‫يم‬ َ ‫ان ِفي أ َ ْح‬


ٍ ‫س ِن ت َ ْق ِو‬ َ ‫س‬ ِ ْ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا‬
َ ‫اإل ْن‬
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya

Tapi jika posisinya sebagai Mudhaf Ilaih, maka tetap berlaku tanda irab pengganti Jar dengan
Fathah. contoh

‫اب أ َ ْح َم َد‬
ُ َ ‫َهذَا ِكت‬
Ini kitab Ahmad
َ ‫ص َطفَى آ َد َم َونُو ًحا َوآ َل ِإ ْب َرا ِهي َم َوآ َل ِع ْم َر‬
‫ان‬ ْ ‫ِإ َّن هللاَ ا‬
َ ‫علَى ا ْلعَالَ ِم‬
‫ين‬ َ
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran
melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).

(2). Dimasuki huruf AL (‫)ال‬. contoh:

ِ َّ‫طال‬
‫ب‬ َ ‫سأ َ ْلتُ ع َْن اْأل َ ْف‬
ُّ ‫ض ِل ِم َن ال‬ َ
Aku bertanya tentang siswa terbaik dari para siswa

‫اج ِد‬
ِ ‫س‬ َ ُ‫ش ُرو ُه َّن َوأ َ ْنت ُ ْم عَا ِكف‬
َ ‫ون فِي ا ْل َم‬ ِ ‫َوالَ تُبَا‬
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid.

Kesimpulan pembahasan Bait:

Jarkanlah dengan Fathah sebagai pengganti dari i’rab asal Kasrah, terhadap isim yang tidak
munsharif/ghair munawwan dengan syarat tidak mudhaf atau tidak dimasuki oleh AL yang
mubasyaroh bertemu langsung tanpa pemisah.

Share this:








Categories: Bait 43 Tag:Isim tidak Munsharif

ٍ ‫» أ َ ْذ ِرعَا‬
Mulhaq Jama’ Muannats Salim ُ‫ أ ُ ْوالَت‬dan ‫ت‬
Penjabaran Alfiyah Bait 42
5 November 2010 Ibnu Toha 1 komentar

◊◊◊
ٍ ‫ َكــــأ َ ْذ ِرعَــا‬¤ ‫س َما ً قَ ْد ُج ِع ْل‬
‫ت ِفــ ْي ِه‬ ْ ‫َكذَا أ ُ ْوالَتُ َوالَّ ِذي ا‬
َ ‫ذَا أ َ ْيــ‬
‫ضا ً قُــ ِب ْل‬
Demikian juga (Dii’rab seperti Jamak Muannats Salim) yaitu lafadz “Ulaatu”. Dan
Kalimah yang sungguh dijadikan sebuah nama seperti lafadz “Adri’aatin” (nama tempat
di Syam) yang demikian ini juga diberlakukan I’rab seperti Jamak Mu’annats Salim

Bait ini menerangkan tentang i’rab Isim-isim yang dimulhaq-kan pada Jama’ Muannats
Salim. Dalam hal ini ada dua kategori:

(1). Lafadz ُ‫ أ ُ ْوالَت‬. tanda irabnya diikutkan pada Jamak Muannats Salim, dimana ia tidak
memenuhi syarat definisi Jama’ Muannats Salim, karena secara Lafazh ia tidak memiliki
bentuk mufrad, dan secara makna ia jamak , mempunyai arti: mereka (jamak female) Si
empunya . contoh:

‫ض ْع َن‬ َ ‫َو ِإ ْن ك َُّن أ ُ ْوالَتُ َح ْم ٍل فَأ َ ْن ِفقُوا‬


َ َ‫علَ ْي ِه َّن َحتَّى ي‬
‫َح ْملَ ُه َّن‬
Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin

(2). Lafazh yang dijadikan sebuah nama (Isim Alam) dari asal lafazh jama’ muannats
salim. Maka menjadi Isim Alam dan secara otomatis bisa dipakai untuk mudzakkar dan
muannats (male/female). Seperti contoh lafazh ‫ت‬ ٍ ‫ أ َ ْذ ِرعَــا‬asal dari bentuk jamak ‫ أذرعة‬dengan
bentuk mufrad ‫ ذراع‬kemudian menjadi ‫ أَذْ ِر َعـات‬sekarang menjadi sebuah nama negri dari
wilayah pinggiran Syam. Terdapat tiga Madzhab dalam menghukumi tanda Irab Isim yang
sejenis ‫أ َذْ ِر َعات‬:

Madzhab pertama (Madzhab yg Shahih): dii’rab seperti lafazh Jamak Muannats Salim
sebagaimana ketika belum dijadikan sebuah nama berikut di-tanwin. contoh:

ٍ ‫ت َو َم َر ْرتُ ِبأ َ ْذ ِرعَا‬


‫ت‬ ٍ ‫َه ِذ ِه أ َ ْذ ِرعَاتٌ َو َرأ َ ْيتُ أ َ ْذ ِرعَا‬
Ini negri Adri’at, aku melihat negri Adri’at, aku melewati negri Adri’at.

Madzhab kedua: menghukumi Rofa’ dengan dhammah, jar dan nashab dengan kasrah
berikut menghilangka tanda tanwin. contoh:

ِ ‫ت َو َم َر ْرتُ ِبأ َ ْذ ِرعَا‬


‫ت‬ ِ ‫َه ِذ ِه أ َ ْذ ِرعَاتُ َو َرأ َ ْيتُ أ َ ْذ ِرعَا‬
Ini negri Adri’at, aku melihat negri Adri’at, aku melewati negri Adri’at.
Madzhab ketiga: menghukumi Rafa’ dengan dhammah, Jar dan Nashab dengan Fathah
beserta menghilangkan Tanwin, seperti Isim tidak munsharif (ber-illat Alami beserta
Mu’annats Ma’nawiy). contoh:

َ‫َه ِذ ِه أ َ ْذ ِرعَاتُ َو َرأ َ ْيتُ أ َ ْذ ِرعَاتَ َو َم َر ْرتُ ِبأ َ ْذ ِرعَات‬


Ini negri Adri’at, aku melihat negri Adri’at, aku melewati negri Adri’at.

◊◊◊

Contoh Syahid syair untuk lafazh ‫( أَذْ ِر َعات‬nama tempat di negeri Syam) boleh di-i’rab sesuai
ketiga Madzhab diatas. Syair bahar Thawil oleh Imru-ul Qais bin Hujr al-Kindi (130 SH. –
80 SH. / 497 – 535 M.)

ٍ ‫تَنَ َّو ْرتُها ِم ْن أ ْذ ِرعا‬


َ ْ‫ ِبيَث‬¤ ‫ت َوأ ْهلُ َها‬
‫رب أ ْدنَى د َِار َها‬
‫نَ َظ ٌر عَا ِلى‬
dari kejauhan….
Kupandang api unggun negri Adri’at…
pada penduduknya yg berada di kota Yatsrib…
terasa paling terdekatnya rumah negri Adri’at…
adalah pemandangan yg bernilai seni tinggi…

Seperti lafazh ‫ أَذْ ِر َعات‬yaitu contoh lafazh ‫ت‬


ٍ ‫ ع ََر َفا‬di dalam Al-Qur’an :

‫شعَ ِر‬ْ ‫ت فَا ْذك ُُروا هللاَ ِع ْن َد ا ْل َم‬ ْ َ‫فَ ِإذَا أ َف‬
ٍ ‫ضت ُ ْم ِم ْن ع ََرفَا‬
‫ا ْل َح َر ِام‬
Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril-
haram

Kesimpulan penjelasan Bait : bahwa lafazh ُ‫الت‬ َ ‫ أ ُ ْو‬ditandai dengan kasrah didalam Jar dan
Nashabnya di-mulhaq-kan/mengikuti irab jamak muannats salim. demikian juga lafazh yang
dijadikan sebuah nama (‫ )أَذْ ِر َعات‬dari asal bentuk lafazh jamak muannats salim.

Share this:








Categories: Bait 42 Tag:Jama' Muannats Salim

Definisi Jama’ Muannats Salim dan I’rabnya » Kajian


Alfiyah Bait 41
4 November 2010 Ibnu Toha 1 komentar

◊◊◊

ٍ ‫َو َمــــــا ِبتَـا َوأ َ ِل‬


َ ‫ يُ ْك‬¤ ‫ـــف قَ ْد ُج ِمعَـــــــا‬
‫س ُر ِفي ا ْل َج ِ ِّر‬
‫ب َمعَا‬
ِ ‫ص‬ ْ َّ‫َوفي الن‬
Adapun kalimah yang di-jamak-kan dengan menambah Alif dan Ta’ (Jama’ Muannats
Salim), adalah ditandai harakat kasrah didalam Jar dan Nashabnya secara bersamaan.

Setelah rampung penjelasan tentang kalimah-kalimah yang di-i’rab dengan huruf sebagai
pengganti dari i’rab asal harakat, yaitu tanda I’rab Asmaus-Sittah, Isim Mutsanna dan Jama’
Mudzakkar Salim pada bait-bait sebelumnya. Selanjutnya Kiyai Mushannif Alfiyah
Muhammad Ibnu Malik –semoga Allah Merahmatinya– menerangkan tentang Kalimah-
kalimah yang di-i’rab dengan Harakat sebagai ganti dari Harakat tanda i’rab asal. Dalam hal
ini terdapat dua kategori, yang pertama adalah dalam Bait ke 41 ini. Yaitu kalimah yang di-
jamak-kan dengan tambahan Alif dan Ta’ (‫ ت – ا‬/ alif zaidah dan ta’ zaidah) atau dinamakan
Jamak Muannats Salim.

◊◊◊

Definisi Jama’ Muannats Salim adalah: Lafazh yang menunjukkan lebih banyak dari dua,
disebabkan oleh penambahan dua huruf Alif dan Ta’ Zaidah di akhirnya. contoh:

ِ ‫ت ا ْل ُمت َ َح ِ ِّجبَا‬
‫ت‬ َ ‫َح‬
ِ ‫ض َر‬
Para wanita berjilbab telah hadir

ِ ‫ ا ْل ُمتَح َِجبَا‬pada contoh ini adalah lafadz jamak dengan tambaha alif dan ta’,
*Maka lafazh ‫ت‬
Jama’ Mu’annats Salim.

◊◊◊

Tanda I’rab Jama’ Muannas Salim adalah: Rafa’ dengan Dhammah (i’rab asal), Jar
dengan Kasrah (i’rab asal) juga Nashab dengan Kasrah (pengganti i’rab asal Fathah). contoh:
ٍ ‫ض ُه ْم أ َ ْو ِليَا ُء بَ ْع‬
‫ض‬ ُ ‫ون َوا ْل ُم ْؤ ِمنَاتُ بَ ْع‬
َ ُ‫َوا ْل ُم ْؤ ِمن‬
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.

ِ ‫ين َوا ْل ُم ْؤ ِمنَا‬


ٍ ‫ت َجنَّا‬
‫ت ت َ ْج ِري ِم ْن ت َ ْحتِ َها‬ َ ِ‫ع َد هللاُ ا ْل ُم ْؤ ِمن‬
َ ‫َو‬
ُ ‫اْأل َ ْن َه‬
‫ار‬
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat)
surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai

َ ‫ت َوا ْل ُمش ِْر ِك‬


‫ين‬ ِ ‫ين َوا ْل ُمنَا ِفقَا‬ َ ِّ‫ِليُعَ ِذ‬
َ ‫ب هللاُ ا ْل ُمنَا ِف ِق‬
ِ ‫ين َوا ْل ُم ْؤ ِمنَا‬
‫ت‬ َ ‫علَى ا ْل ُم ْؤ ِم ِن‬
َ ُ‫وب هللا‬ َ ُ ‫ت َويَت‬ ِ ‫َوا ْل ُمش ِْركَا‬
sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang
musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang
mukmin laki-laki dan perempuan.

◊◊◊

Dua kategori bukan Jamak Mu’annats Salim adalah: 1. Lafazh Jama’ ada Alif dan Ta’ di
akhirnya tapi bukan Alif Zaidah, contoh:

َ ُ‫ق‬
ٌ‫ضاةٌ َو ُدعَاة‬
Para hakim dan para pendakwa

Dua lafazh ini, berupa Alif asli salinan dari asal huruf kalimah sebelum proses I’lal. asal
bentuknya adalah ‫ضيَة‬َ ُ‫ ق‬ya’ diganti alif karena jatuh sesudah fathah, dan ‫ د ُ َع َوة‬wau juga diganti
alif karena jatuh sesudah harakat fathah. Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat pada page Kaidah
I’lal ke 1: http://nahwusharaf.wordpress.com/belajar-ilal/kaidah-ilal/kaidah-ilal-ke-1/

2. Lafazh Jama’ ada Alif dan Ta’ di akhirnya tapi bukan Ta’ Zaidah, contoh:

ْ َ ‫ أ‬، ٌ‫ أ َ ْم َوات‬، ٌ‫أ َ ْبيَات‬


ٌ‫ص َوات‬
Bait-bait, Mayat-mayat, Suara-suara

Contoh ini, huruf Ta’-nya adalah asli kalimah bukan tambahan, lafazh mufradnya adalah ،‫َبيْت‬
‫ص ْوت‬
َ ،‫َميِِّت‬
Dua kategori lafazh-lafazh jamak tersebut bukan Bab Jamak Muannats Salim, karena lafazh
menunjukkan jamak bukan karena sebab Alif dan Ta’. akan tetapi termasuk pada kategori
bentuk Jamak Taksir, dinashabkan dengan tanda irab asal yaitu Fathah. contoh:

‫ت‬
ِ ‫ص ْو‬
َ ‫ق‬ َ ‫ص َوات َ ُك ْم فَ ْو‬ْ َ ‫ين آ َمنُوا الَ ت َ ْرفَعُوا أ‬
َ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذ‬
ُ‫النَّ ِب ِِّي َوالَ ت َ ْج َه ُروا لَه‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras

‫ون ِباهللِ َو ُك ْنت ُ ْم أ َ ْم َواتًا فَأ َ ْحيَا ُك ْم ث ُ َّم يُ ِميت ُ ُك ْم ث ُ َّم‬


َ ‫ف ت َ ْكفُ ُر‬
َ ‫َك ْي‬
‫ون‬ َ ُ‫يُ ْح ِيي ُك ْم ث ُ َّم ِإلَ ْي ِه ت ُ ْر َجع‬
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan
kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-
lah kamu dikembalikan?

◊◊◊

Kesimpulan penjelasan Bait 41: Sesungguhnya Lafazh yang di jamak sebab tambahan Alif
dan Ta’, di-i’rab dengan harakat kasrah ketika Jar dan Nashab secara bersamaan. Penyebutan
Jar dengan tanda kasrah, bukan sebagai penggati asal. Sedangkan penyebutan Nashab dg
kasrah adalah pokok pembahasan dalam Bait kali ini, yaitu bagian pertama dari tanda i’rab dg
harakat pengganti dari i’rab harakat asal.

Share this:








Categories: Bait 41 Tag:Jama' Muannats Salim

Syawahid Syair harakat Nun Jamak Mudzakkar Salim


dan Mutsanna » Penjelasan Alfiyah Bait 39-40
2 November 2010 Ibnu Toha Tinggalkan komentar
ْ َ‫ ف‬¤ ْ‫َونُ ْو َن َم ْج ُم ْوعٍ َو َما ِب ِه ا ْلت َ َحق‬
‫افــت َحْ َوقَــ َّل َم ْن‬
ْ‫س ِر ِه نَ َطــق‬
ْ ‫ِبكَــ‬
Fathah-kanlah…! terhadap Nun-nya Jamak Mudzakkar Salim berikut Isim yang mulhaq
kepadanya. Ada sedikit orang Arab yang berucap dengan meng-kasrahkannya.

‫ست َ ْع َملُ ْو ُه‬ َ َ‫ ِبعَـــ ْك ِس ذ‬¤ ‫ق ِب ْه‬


ْ ‫اك ا‬ ِ ‫َونُ ْو ُن َما ث ُ ِنِّ َي َوا ْل ُم ْل َح‬
‫فَا ْنت َ ِب ْه‬
Adapun Nun-nya Isim yang di-tatsniyah-kan berikut mulhaqnya, mereka (orang Arab)
mengamalakannya dengan kebalikan Jamak mudzakkar salim (yakni, Nun Tatsniyah
lebih banyak diamalkan dengan harakat kasrah) maka perhatikanlah…!

Huruf Nun (‫ )ن‬yang ada pada akhir kalimah isim Jama’ Mudzakkar Salim, yang masyhur
diucapkan dengan harakat Fathah untuk semua keadaan i’rabnya. Demikian juga di-
harakat fathah, untuk Nun yang ada pada isim mulhaq jamak mudzakkar salim. Tidaklah
maksud pengharkatan huruf Nun ini sebagai tanda i’rab, melainkan ia di-i’rab dengan huruf.

Ditemukan juga pada sebagian orang Arab (secara Syadz) meng-kasrahkan Huruf Nun
setelah Ya’ (yakni, ketika keadaan Nashab dan Jar) pada Jama’ Mudzakkar salim dan
Mulhaq-nya. Sebagaimana termaktub dalam Syawahid Syair :

Syair Bahar Wafir oleh Jarir Bin ‘Athiyyah seorang penyair dari Bani Tamim (28 – 110 H. /
648 – 827 M.) :

َ ‫ َوأ َ ْنك َْرنَا َزعَا ِن‬¤ ‫ع ََر ْفنَا َج ْعفَرا ً َوبَني أ ِبي ِه‬
ِ ‫ف آ َخ ِر‬
‫ين‬
Kami kenal baik dengan Ja’far dan putra-putra dari ayahnya (Bani Abi Ja’far) …
dan kami mengingkari terhadap Zi’nifah-zi’nifah (bagian kolompok pengikut) yang lain.

* Lafadz ‫ آ َخ ِري ِْن‬huruf Nun dikasrahkan bersamaan ia adalah Jamak Mudzakkar Salim. Nashab
menjadi sifat bagi isim maf’ul ‫ف‬ َ ِ‫زَ َعان‬.

Juga Syair bahar Wafir oleh Penyair Suhaim bin Wusail Ar-Riyyahi (40 SH. – 60 H. / 583 –
680 M.)

َ ‫ أ َ َما يُ ْب ِق ْي‬¤ ‫وارتِ َحا ٌل‬


‫علَ َّي َوالَ يَ ِق ْينِي‬ ْ ‫أ َ ُك َّل ال َّد ْه ِر ِح ٌّل‬
apakah tetap berlangsung pada setiap masa … berdiam dan pergi ….
tidakkah masa membiarkanku menetap… dan memastikanku…. ???
‫او ْزتُ َح َّد‬ َ ‫ َوقَ ْد َج‬¤ ‫شعَ َرا ُء ِمنِِّي‬
ُّ ‫َو َماذَا ت َ ْبت َ ِغي ال‬
‫األ َ ْربَ ِع ْي ِن‬
ooo…gerangan apa… mereka para penyair akan memperdayaiku ….
sungguh masa ini telah aku lewati selama kurun masa empat puluh tahun ….

* Lafadz ‫ األ َ ْربَ ِعي ِْن‬huruf Nun dikasrahkan bersamaan ia adalah Isim Mulhaq Jamak Mudzakkar
Salim majrur menjadi mudhaf ilaih.

Tidaklah kasrah pada Nun jamak salim dan mulhaqnya tersebut merupakan logat arab,
ikhtilaf bagi mereka yang berdalih sepert itu. Adapun Huruf Nun pada Isim Mutsanna dan
Mulhaq-mulhaqnya, yang masyhur di-harkati kasrah, sedangkan diharkati Fathah adalah
merupakan logat bagi sebagian orang arab. sebagaimana contoh syawahid syair :

Syair dalam Bahar Thawil oleh Shahabah Nabi Humaid bin Tsaur Al-Hilaliy ra. (? – 30 H. /
? – 650 M.)

ٌ‫ فَ َما ِه َي إِالَّ لَ ْم َحة‬¤ ً‫شيَّة‬ ْ ‫علَى أ َ ْح َو ِذيَّ ْي َن ا‬


َ ْ‫ستَقَلَّت‬
ِ ‫ع‬ َ
ُ ‫َوت َ ِغ ْي‬
‫ب‬
dengan kelincahan kedua sayapnya (si burung Qutthah) terbang melesat pada senja
hari…
tidaklah penglihatan ini melainkan hanya sekilas kemudian ia menghilang…

* Lafadz َ‫ أَحْ َوذِي ْين‬huruf Nun difathahkan bersamaan dengan Ya’ tanda jar dari Isim Mutsanna
yang di-jarkan oleh huruf jar.

Bait Alfiyah di atas bukanlah maksud menghukumi jarang penggunaan harkah Kasrah untuk
Nun Jamak Mudzakkar Salim dan Harakat Fathah untuk Nun Isim Mutsanna. Tetapi
maksudnya (sebagaimana dalam kitab syarah kafiyah as-syafiyah oleh beliau) Harakat
Kasrah nun Jama’ Mudzakkar adalah Syadz, sedangkan Harakat Fathah Isim
Mutsanna adalah sebagaian Logat. Dalam hal ini terdapat dua Qaul: 1. Fathah untuk Nun
Mutsanna ketika bersama dengan Ya’, atau 2. Fathah untuk Nun Mutsanna yang bersama
Alif. Dzahirnya perkataan Mushannif adalah untuk Qaul yang kedua, yakni Fathah Nun
Mutsanna ketika bersama dengan Alif.

Contoh penggunaan Nun yang difathahkan dalam Syawahid Syair dari seseorang:

ْ َ ‫ف ِم ْن َها ا ْل ِج ْي َد َوا ْلعَ ْينَانَا … َو َم ْن ِخ َر ْي ِن أ‬


‫شبَ َها‬ ُ ‫أَع ِْر‬
‫َظ ْبيَانَا‬
Aku mengenalinya…. lehernya….. kedua matanya…..
dan kedua lubang hidung tempat ingusnya… menyerupai hidung si Dzabyan….

* Lafadz ‫ ا ْلعَ ْينَانَا‬huruf Nun difathahkan bersamaan dengan tetapnya Alif bagi sebagian logat
Arab pada Isim Mutsanna yg dinashabkan karena athaf pada isim manshub.

Status syair diatas ada yang mengatakan mashnu’ (bukan dari bangsa arab), tidaklah 100%
bisa dijadikan sebagai syahid syair. diceritakan oleh Ibnu Hisyam bahwa kesubhatan status
Syair diatas, yaitu terkumpulnya dua logat dalam satu bait, menetapkan Alif lafazh tatsniyah
ْ dan lafadz lain menggunakan Ya’ pada (‫) َم ْن ِخ َري ِْن‬. sedangkan imam
ketika nashab (‫)ال َع ْينَانَا‬
Sibawaihi dalam kitabnya mengatakan bahwa periwayatan syair diatas adalah Tsiqah dapat
dipercaya.

Referensi:

1. ‫مالك ابن ألفية على عقيل ابن شرح‬


2. ‫عقيل ابن على الخضري حاشية‬
3. ‫ » الشعرية الموسوعة شعراء تراجم‬Download.rar 306 kB

Share this:








Categories: Bait 39-40 Tag:Isim Mutsanna, Jama' Mudzakkar Salim

Definisi&I’rab Isim Mulhaq Jama’ Mudzakkar Salim »


Pembahasan kitab alfiya bait 36-37-38
23 Oktober 2010 Ibnu Toha Tinggalkan komentar
| Alfiyah Ibn Malik Bait 36-37-38 | Designer: By Ibnu Toha | Font: Deco Type Naskh |
Flatform: CorelDraw&Photoshop |

َ ‫ َوبَابُـــهُ أ ُ ْل ِح‬¤ ‫ش ْب ِه ذَ ْي ِن َو ِب ِه ِعش ُْر ْونَا‬


‫ــق‬ ِ ‫َو‬
‫َواأل َ ْهــــلُ ْونَا‬
….dan yang serupa dengan keduanya ini (“Aamir” dan “Mudznib”, pada bait
sebelumnya). Dan lafadz “‘Isyruuna dan babnya”, dimulhaqkan kepadanya (I’rab Jamak
Mudzakkar Salim). Juga lafadz “Ahluuna”

ِّ ِ ‫شذَّ َوا ْل‬


‫سـنُ ْونَا‬ َ ‫ـــو َن‬
ْ ‫ض‬ ُ ‫ َوأ َ ْر‬¤ ‫ْأولُو َوعَالَ ُم ْو َن ِع ِلِّيِّونَا‬
Juga lafadz “Uluu, ‘Aalamuuna, ‘Illiyyuuna dan lafazh Aradhuuna adalah contoh yang
syadz (paling jauh dari definisi Jamak Mudzakkar Salim). Juga Lafadz “sinuuna…..

‫اب َو ْه َو ِع ْن َد قَ ْو ٍم‬
ُ َ‫ ذَا ا ْلب‬¤ ‫َوبَابُهُ َو ِمثْ َل ِح ْي ٍن قَـ ْد يَ ِر ْد‬
َّ َ‫ي‬
‫ط ِر ْد‬
.…dan babnya”. Terkadang Bab ini (bab sinuuna) ditemukan dii’rab semisal lafadz
“Hiina” (dii’rab harkat, dengan tetapnya ya’ dan nun) demikian ini ditemukan pada suatu
kaum (dari Ahli Nawu atau orang Arab)

Disebutkan pada awal bait diatas kalimat: “dan yang serupa dengan keduanya ini (“Aamir”
dan “Mudznib”, pada bait sebelumnya)” yakni, semua Isim Alam dan Isim shifat yang
menggenapi syarat sebagai Jama’ Mudzakkar Salim dimana tanda I’rab-nya dengan wau
ketika rafa’ dan dengan ya’ ketika nashab dan jar.

Kemudian disebutkan oleh kiyai Mushannif pada Bait kalimat selanjutnya, tentang Isim-isim
yang mulhaq/diikutkan kepada I’rab jama’ mudzakkar salim. Adalah Isim yang tidak
mencukupi dari syarat ataupun sifat yang wajib dimiliki oleh tiap Isim yang dapat dijadikan
jama’ mudzakkar salim.

Dintara Isim-isim Mulhaq Jama’ Mudzakkar Salim tersebut, yang paling masyhur dalam
penggunaannya adalah:

 Kalimah isim yang menunjukkan arti banyak, dan tidak bisa dimufradkan baik secara lafazh
atau secara makna: yaitu bab َ‫( ِع ْش ُر ْون‬dua puluh) hitungan dari 20, 30, 40 hingga – 90.

contoh Firman Allah:

‫ون يَ ْغ ِلبُوا ِمائَت َ ْي ِن‬


َ ‫صا ِب ُر‬ َ ‫إِ ْن يَك ُْن ِم ْن ُك ْم ِعش ُْر‬
َ ‫ون‬
Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh.

ً‫ين لَ ْيلَة‬
َ ‫سى أ َ ْربَ ِع‬ َ ‫َو ِإ ْذ َوا‬
َ ‫ع ْدنَا ُمو‬
Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat
puluh malam

 Kalimah isim yang tidak menggenapi sebagian syarat Jama’ Mudzakkar Salim, seperti lafazh
َ‫ أ ْهل‬dijamakkan menjadi َ‫ أ ْهلُ ْون‬beserta ia bukan Isim Alam pun bukan Isim Sifat. Sebagaimana
disebutkan dalam syawahid syi’ir:

‫َو َما ا ْل َما ُل َواْأل َ ْهلُ ْو َن إِالَّ َودَا ِئ ٌع … َوالَ بُ َّد يَ ْوما ً أ َ ْن ت ُ َر َّد‬
‫لودَائِ ُع‬ َ ْ‫ا‬
Tidaklah harta dan sanak-keluarga melainkan hanyalah titipan, dan pastilah titipan itu
suatu hari akan dikembalikan.

Seperti itu juga lafazh َ‫ َعالَ ُم ْون‬dari lafazh ‫( َعالَم‬Alam, sesuatu selain Allah). Dijamakkan seperti
Jama’ mudzakkar salim, beserta ia bukan Isim Alam pun bukan Isim Sifat. Contoh firman
Allah:

َ ‫ب ا ْلعَالَ ِم‬
‫ين‬ ِ ِّ ‫ا ْل َح ْم ُد ِ ََّلِلِ َر‬
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 Kalimah isim yang menunjukkan makna Jamak, namun secara lafazh ia tidak bisa
dimufradkan. Semisal lafazh ‫أ ُ ْولُ َْو‬. Contoh Firman Allah Swt.

‫َّللاُ أَنَّهُ َال ِإلَهَ ِإ َّال ُه َو َوا ْل َم َالئِكَةُ َوأُولُو ا ْل ِع ْل ِم‬


َّ ‫ش َِه َد‬
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu.

 Kalimah mufrad yang di-jamak-kan menjadi isim alam, semisal lafazh َ‫( ِع ِلِّيُّون‬kitab catatan
amal baik, tempat paling tinggi di Surga, tempat di langit ketujuh dibawah ‘Arsy) dari isim
mufrad َ‫( ِع ِلِّي‬tempat tinggi) akan tetapi ini bukan dari jenis yang berakal. Seperti dalam
firman Allah:

َ ِّ‫اب ْاأل َ ْب َر ِار لَ ِفي ِع ِلِّ ِي‬


‫ين‬ َ َ ‫ك ََّال إِ َّن ِكت‬
Sekali-kali tidak, sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti itu (tersimpan) dalam
‘Illiyyin.

َ ‫َو َما أَد َْر‬


َ ُّ‫اك َما ِع ِلِّي‬
‫ون‬
Tahukah kamu apakah ‘Illiyyin itu?

 Kalimah yang dijamakkan dengan merubah bentuk asal mufradnya, termasuk dari golongan
jama’ taksir, akan tetapi ia di-mulhaq-kan kepada jama’ mudzakkar salim di-I’rab dengan
huruf.

contoh: َ‫اَ َرض ُْون‬, huruf Ra’ berharkah fathah, dan lafazh mufrad-nya disukunkan ‫– ا َ ْرض‬
perubahan bentuk asal mufrad, termasuk dari mufrad muannats, jenis tidak berakal, bukan
isim alam, dan bukan isim sifat.

َ‫ ِسنُ ْون‬dan babnya, huruf Sin di-kasrahkan pada jamaknya, dan di-fathahkan pada bentuk
mufradnya ‫ – َسنَة‬perubahan bentuk asal mufrad, termasuk dari mufrad muannats, jenis tidak
berakal, bukan isim alam, dan bukan isim sifat. Contoh:

َ ِ‫سن‬
‫ين‬ ِ ‫ع َد َد‬ ِ ‫قَا َل َك ْم لَ ِبثْت ُ ْم فِي ْاأل َ ْر‬
َ ‫ض‬
Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?”

Adapun maksud daripada bab َ‫ ِسنُ ْون‬adalah: setiap isim bangsa tiga huruf (Tsulatsi) yang
dibuang Lam Fi’ilnya dan diganti dengan Ta’ muannats marbuthah (‫)ة‬. Di’irab dengan
harakah, bagi orang Arab ia tidak digolongkan pada jamak taksir. Misalnya lafazh; ‫ضة‬ َ ‫ِع‬
“kebohongan” jamaknya lafazh َ‫ ِعض ُْون‬dg meng-kasrah-kan huruf ‘Ain. Proses I’lal: asal
mufradnya adalah ‫ضو‬ َ ‫ ِع‬isim bangsa Tsulatsi, dibuang Lam Fi’ilnya yaitu huruf Wau dan
diganti dengan Ta’ muannats, maka menjadi ‫ضة‬ َ ‫ ِع‬. Contoh Firman Allah:

َ ‫ين َجعَلُوا ا ْلقُ ْر‬


َ ‫آن ِع ِض‬
‫ين‬ َ ‫الَّ ِذ‬
(yaitu) orang-orang (yahudi dan nashrani) yang telah menjadikan Al Quran itu terbagi-
bagi (menjadikan kebohongan).

Contoh lain: ‫ ِعزَ ة‬manjadi َ‫ ِع ِزيْن‬dan ‫ ِمائ َة‬menjadi َ‫ ِم ِئيْن‬dll.

َ ‫ش َما ِل ِع ِز‬
‫ين‬ ِ ‫ع َِن ا ْليَ ِم‬
ِّ ِ ‫ين َوع َِن ال‬
dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok

Lafazh َ‫ ِع ِزيْن‬dinashabkan menjadi Haal. Mulhaq pada jama’ mudzakkar salim.

َ‫ ِسنُ ْون‬dan bab-babnya yang dii’rab dengan mengikuti irab jama’ mudzakkar salim ini,
termasuk sebagian aksen dari bangsa arab. Diantaranya pula ada yang meng-I’rab َ‫ ِسنُ ْون‬dan
bab-babnya dengan harakah zhahir pada huruf Nun terakhir yang biasanya ditanwinkan
beserta tetapnya huruf Ya’ pada semua I’rabnya, tak ubahnya ia di-i’rab semisal lafazh ‫حيْن‬.
ِ
Contoh:

ٌ‫س ِن ْي ٌن ُم ْج ِدبَة‬
ِ ‫َه ِذ ِه‬
Ini adalah tahun-tahun yang gersang

ِ ‫َوأَقِ ْمتُ ِع ْن َد ُه‬


ً ‫سنِ ْينا‬
Aku tinggal bersamanya beberapa tahun.

‫س ِن ْي ٍن‬ َ ‫ستُ النَّ ْح َو َخ ْم‬


ِ ‫س‬ ْ ‫د ََر‬
Aku mempelajari Ilmu Nahwu selama lima tahun.

Disebutkan pada salah satu Syawahid Sya’ir dalam bahar Thawil:

‫ش ِيِّ ْبنَنَا‬ ِ ‫س ِنينَهُ × لَ ِع ْب َن ِبنَا‬


َ ‫ش ْيبا ً َو‬ ِ ‫َدعَانِ َي ِم ْن نَ ْج ٍد ف ِإ َّن‬
‫ُم ْردَا‬
Tolong kawan…!

Jangan ungkit lagi tentang Kota Najd

Sesungguhnya tahun-tahun di kota itu…

Telah mempermainkanku ketika aku sudah dalam keadaan ber-uban.

Sesungguhnya tahun-tahun di kota itu…

Telah mengubaniku semenjak aku masih dalam keadaan sangat muda.

Lafazh ُ‫ ِس ِن ْينَه‬pada Syair diatas, menunjukkan nashab dengan harakah Fathah dan bukan
dengan Ya’, karena ia tidak membuang huruf Nun pada keadaan ia menjadi mudhaf.

Ada juga logat dan aksen bahasa arab, tetap meng-I’rab semua bentuk jama’ mudzakkar
salim dan mulhaq-mulhaqnya, diberlakukan seperti irab isim mufrad (dii’rab harakah pada
nun dengan tetapnya ya’) contoh:

‫علَى ُمعَ ِلِّ ِم ْي ٍن‬


َ ُ‫سلَّ ْمت‬
َ .ً ‫ َكلَّ ْمتُ ُمعَ ِلِّ ِم ْينا‬.‫َجا َء ُمعَ ِلِّ ِم ْي ٌن‬
Para pengajar telah datang. Aku berbicara pada para pengajar. Aku memberi salam pada
para pengajar.

Kesimpulan dari penjelasan bait:

Lafazh َ‫ ِع ْش ُر ْون‬dan saudara-saudaranya di-mulhaq-kan atau diikutkan kepada jamak


mudzakkar salim dalam pengamalan I’rabnya. Seperti itu juga lafazh َ‫ أ ُ ْولُ ْو – َعالَ ُم ْونَ – أ ْهلُ ْون‬dan
َ‫ ِع ِِّليُّون‬.

Sedangkan untuk Lafazh َ‫ ا َ َرض ُْون‬digaris-bawahi oleh Mushannif sebagai syadz dalam hal ke-
mulhaq-annya. Seperti itu juga lafazh َ‫ ِسنُ ْون‬dan babnya. Karena kedua lafazh ini adalah isim
jenis bukan sifat, bukan isim alam, muannats, tidak berakal, tidak salim lafaz mufradnya,
sama sekali tidak memiliki empat syarat untuk jamak mudzakkar salim. Oleh karena itu
syadz-nya kedua lafazh tsb lebih kuat.

Disebutkan juga dalam bait: lafazh َ‫ ِس ِنيْن‬dan babnya, di-I’rab semisal lafazh ‫ ِحيْن‬yakni,
menetapkan huruf Ya’ dan Nun pada semua I’rabnya dengan dii’rab harkah zhahir atas Nun
yang ditanwin pada nakirahnya.

Disebutkan pula dalam bait bahwa: ditemukan pada orang-orang arab yaitu mengi’rab semua
lafazh jamak mudzakkar salim dan mulhaq-mulhaqnya semisal irab pada lafazh َ‫ ِس ِنيْن‬yang
diserupakan dengan irab ‫حيْن‬.
ِ ***

Share this:








Categories: Bait 36-37-38 Tag:Jama' Mudzakkar Salim

Bentuk jamak & tanda i’rab Jama’ Mudzakkar Salim:


isim jamid, isim sifat, wau rafa’, ya’ nashab/jar »
Alfiyah Bait 35
21 Oktober 2010 Ibnu Toha 2 komentar

‫ســــــــا ِل َم َج ْم ِع‬
َ ¤‫ب‬ ْ ‫ارفَ ْع ِب َوا ٍو َو ِبيَا‬
ِ ‫اج ُر ْر َوا ْن ِص‬ ْ ‫َو‬
ِ ِ‫َــــــــام ٍر َو ُم ْذن‬
‫ب‬ ِ ‫ع‬
Rafa’kanlah dengan Wau!, Jar-kan dan Nashabkanlah dengan Ya’! terhadap Jama’
Mudzakkar Salim dari lafadz “‘Aamir” dan “Mudznib”

Telah disebutkan sebelumnya, dua bagian yang dii’rab dengan huruf pengganti I’rab asal
yaitu Asmaus-Sittah dan Isim Mutsanna. Kemudian pada Bait ini Mushannif menyebut
bagian ketiga tanda I’rab dengan Huruf untuk Jama’ Mudzakkar Salim berikut mulhaq-
mulhaqnya yang akan disebut pada bait-bait selanjutnya. Yaitu tanda I’rab dengan Wau
ketika Rafa’ dan dengan Ya’ ketika Nashab atau Jar-nya. Contoh:

‫ف‬
ِ ‫رو‬ ِ ‫أ َ ْفلَ َح‬
ْ ‫اآلم ُر ْو َن ِبا ْل َم ْع‬
Beruntunglah mereka yang memerintah dengan ma’ruf.

ِ ‫اآلم ِر ْي َن ِباْل َم ْع ُر ْو‬


‫ف‬ ِ ُ‫ش َِج ْعت‬
Aku memberi motifasi kepada pemerintah-pemerintah dengan ma’ruf.

ِ ‫اآلم ِر ْي َن ِبا ْل َم ْع ُر ْو‬


‫ف‬ ِ ‫علَى‬
َ ُ‫سلَّ ْمت‬
َ
Aku memberi salam untuk mereka yang memerintah kepada yang ma’ruf.

Definisi Jamak Mudzakkar Salim adalah: Isim yang menunjukkan arti lebih dari dua
dengan sebab tambahan huruf di akhirnya, dapat di-mufrad-kan dan di-athaf-kan berupa
lafazh yang sama. Contoh:

‫فَ َر َح ا ْلفَائِ ُز ْو َن‬


Bergembiralah orang-orang yang sukses.

Maka contoh kalimah isim diatas menunjukkan arti lebih dari dua, sebab huruf zaidah di
akhirnya berupa wawu dan nun, dapat dipisah dibentuk mufrad (tunggal) dengan membuang
huruf zaidah menjadi ‫ فائز‬berikut di-athaf-kan terdiri dari lafazh yang sama, maka menjadi ‫جاء‬
‫فائز وفائز آخر‬.

Maksud perkataan ‫“ السالم‬Salim” adalah selamat atau tidak berubah bentuk mufrad-nya ketika
dibuat bentuk Jamak. artinya, tetap langgeng lafazh mufrad –nya setelah dibuat Jamak, yakni
huruf-hurufnya tidak mengalami perubahan, baik jenisnya, jumlahnya atau harkah-nya.
kecuali karena ada proses I’lal. Misal ‫ المصطفى‬setelah dibuat jamak mudzakkar salim menjadi
‫ المصطفاون‬karena bertemu dua mati yaitu Alif dan Wau jamak, maka Alif dibuang dan
menjadi َ‫ص َطفَ ْون‬
ْ ‫ال ُم‬

Disebutkan pada bait diatas contoh lafazh ‫’“ عامر ومذنب‬Aamir dan Mudznib” menunjukkan
bahwa kalimah yang boleh di bentuk jamak dengan Jama’ Mudzakkar Salim ada dua
kategori, yaitu Isim Jamid (‫ ) عامر‬atau Isim Sifat (‫ )مذنب‬.
Disyaratkan untuk Isim Jamid yang dapat di-bentuk jamak dengan jama’ mudzakkar
salim dengan 5 syarat:

1. Harus berupa Isim Alam / kata nama. Contoh: ‫“ زيد‬Zaid”. ‫“ خالد‬Khalid”. Tidak
diperkenankan untuk isim jamid yang bukan isim alam contoh: ‫“ غالم‬anak kecil laki”, ‫رجل‬
“pria dewasa” kecuali jika dishighat tashghir/dibentuk mini, maka boleh karena otomatis
menjadi Isim Sifat contoh: ‫“ رجيل‬si pria kecil” dapat dibentuk jama’ mudzakkar salim
menjadi ‫رجيلون‬.

2. Harus nama laki-laki, tidak diperkenankan untuk nama perempuan misal: ‫“ زينب‬Zainab” ‫هند‬
“Hindun” ‫“ سعاد‬Su’ad”.

3. Harus nama makhluk ber-akal (yakni dari jenis makhluk yang berakal termasuk bayi dan
orang gila). Tidak diperkenankan untuk semisal nama hewan ‫“ الحق‬Lahiq” nama kuda.

4. Harus kosong dari Ta’ Muannats Zaidah. Tidak diperkenankan untuk contoh: ‫حمزة‬
“Hamzah” ‫“ طلحة‬Thalhah”.

5. Bukan dari Isim Alam hasil Tarkib (berasal dari susunan kata) contoh ‫“ سيبويه‬Sibawaihi”.

Contoh Jama’ Mudzakkar Salim dari Isim Alam yang mencukupi Syarat :

‫ َم َر ْرتُ ِب َز ْي ِد ْي َن‬.‫ َهنَأتُ َز ْي ِد ْي َن‬.‫َجا َء َز ْيد ُْو َن‬


Zaid-Zaid telah datang. Aku membantu Zaid-Zaid. Aku berjumpa dengan Zaid-Zaid.

Disyaratkan untuk Isim Sifat yang dapat di-bentuk jamak dengan jama’ mudzakkar salim
dengan 6 syarat:

1. Harus sifat bagi laki-laki, tidak diperkenankan seperti contoh: ‫“ حائض‬yang Haid” ‫مرضع‬
“yang menyusui”

2. Harus sifat bagi yang berakal, tidak diperkenankan untuk contoh: ‫“ صاهل‬yg meringkik”
(sifat kuda)

3. Harus kosong dari ta’ muannats, maka tidak diperkenankan seperti contoh ‫“ عالمة‬tanda”
‫“ قائمة‬sangga” ‫“ صائمة‬tenang”.

4. Bukan Isim sifat dengan wazan ‫ أفعل‬yang muannts-nya adalah ‫ فعالء‬contoh: ‫“ أحمر‬yang
merah” ‫“ أخضر‬yang hijau”.

5. Bukan Isim sifat dengan wazan ‫ فعالن‬yang muannts-nya adalah ‫ فعلى‬contoh: ‫“ سكران‬yang
mabok”.

6. Bukan dari Isim Sifat yang sama bisa ditujukan untuk laki-laki dan atau perempuan
contoh: ‫“ صبور‬yang sabar” ‫“ جريح‬yang terluka”

Contoh Jama’ Mudzakkar Salim dari Isim Sifat yang mencukupi Syarat :
‫َّللاِ َوك َِر ُهوا أ َ ْن‬
َّ ‫سو ِل‬ُ ‫ف َر‬ َ ‫ون ِب َم ْقعَ ِد ِه ْم ِخ َال‬َ ُ‫فَ ِر َح ا ْل ُم َخلَّف‬
ِ‫َّللا‬
َّ ‫س ِبي ِل‬
َ ‫س ِه ْم فِي‬ ِ ُ‫يُ َجا ِهدُوا ِبأ َ ْم َوا ِل ِه ْم َوأ َ ْنف‬
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu merasa gembira dengan tinggalnya
mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa
mereka pada jalan Allah.

‫ين‬ ِ ‫ب ا ْل ُم ْح‬
َ ِ‫سن‬ ُّ ‫َّللاُ يُ ِح‬
َّ ‫َو‬
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

َ ‫َان ِبا ْل ُم ْؤ ِم ِن‬


‫ين َر ِحي ًما‬ َ ‫َوك‬
Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.

Kesimpulan penjelasan bait: Rofa’kanlah dengan wau sebagai ganti dari dhammah, Jar-
kanlah dengan Ya’ sebagai ganti dari kasrah, dan Nashab-kan juga dengan Ya’ sebagai ganti
dari Fathah. Terhadap Jama’ Mudzakkar Salim dari lafazh ‘Aamir (isim Alam) dan Lafazh
Mudznib (isim Sifat).

Share this:








Categories: Bait 35 Tag:Jama' Mudzakkar Salim

Pengertian Tanda I’rob Isim Mutsanna/Tatsniyah dan


Mulhaq-nya » Alfiyah Bait 32-33-34
13 Oktober 2010 Ibnu Toha 1 komentar

ً ‫ضــافَا‬ ْ ‫ إذَا ِب ُمـــ‬¤ َ‫ارفَع ا ْل ُمثَنَّى َو ِكال‬


َ ‫ض َم ٍر ُم‬ ْ ‫ف‬ِ ‫ِباأل َ ِل‬
َ‫ُو ِصال‬
Rofa’-kanlah! dengan tanda Alif terhadap Isim Mutsanna, juga lafadz Kilaa apabila
tersambung langsung dengan Dhamir, dengan menjadi Mudhaf.

‫ان‬
ِ َ‫ــري‬ ِ َ ‫ان َواثْنَت‬
ِ ‫ كَا ْبنَــ ْي ِن َوا ْبنَت َ ْي‬¤ ‫ان‬
ِ ‫ــن يَ ْج‬ ِ َ‫اك اثْن‬
َ َ‫ِك ْلتَا َكذ‬
Juga (Rofa’ dg tanda Alif) lafadz Kiltaa, begitupun juga lafadz Itsnaani dan Itsnataani
sama (I’rob-nya) dengan lafadz Ibnaini dan Ibnataini keduanya contoh yang di jar-kan.

ْ َ‫ــــرا َون‬
‫صـــبَا ً بَ ْع َد‬ ًّ ‫ َج‬¤ ‫ف‬ ْ ‫ف ا ْليَا ِفي َج ِم ْي ِع َها األ َ ِل‬
ُ ُ‫َوت َ ْخل‬
ْ ‫فَتْـــحٍ قَ ْد أ ُ ِل‬
‫ف‬
Ya’ menggantikan Alif (tanda Rofa’) pada semua lafadz tsb (Mutsanna dan Mulhaq-
mulhaqnya) ketika Jar dan Nashab-nya, terletak setelah harakah Fathah yang tetap
dipertahankan.

Kitab Hasyiyah Al-Khudhari penjelasan Syarah Ibnu 'Aqil

Telah disebutkan sebelumnya tanda I’rab dengan huruf sebagai pengganti dari I’rab Harakah
yaitu pada Asmaus-Sittah. Selanjutnya pada Bait ini, Kiyai Mushannif Ibnu Malik
menerangkan tentang I’rab pengganti asal bagian kedua, yaitu untuk tanda I’rob Isim
Mutsanna (Kata benda dual) dan Muhaqnya (Isim yang diserupakan Isim
Tatsniyah/Mutsanna).

Definisi Isim Tatsniyah/Mutsanna dalam ilmu nahwu dan Sharaf adalah: Satu lafazh
kalimah yg menunjukkan dua buah objek, dikarenakan ada penambahan huruf zaidah di
akhirnya, dapat dibentuk mufrad/tunggal beserta dapat dipisah dan diathafkan terdiri dari dua
lafazh yang sama. Contoh Isim Tatsniyah:

‫ان‬
ِ ‫س ِل َم‬
ْ ‫ ُم‬,‫ان‬
ِ َ‫ض ْرب‬ ِ ‫َز ْيد‬
َ ,‫َان‬
Dua Zaid, dua pukulan, dua orang Muslim.
4 macam kategori lafazh kalimah tidak bisa dikatakan Isim Tatsniyah/Mutsanna:

1. Lafazh menunjukkan dua objek, tapi bukan sebab huruf tambahan. Contoh:

‫ش ْف ٌع‬
َ
Sepasang

2. Lafazh ada tambahan huruf zaidah semisal Isim Tatsniyah, tapi tidak menunjukkan dua
objek. Contoh:

 Menunjukkan Mufrad/tunggal dari isim sifat:

ُ ‫ نَ ْد َم‬،‫ران‬
‫ان‬ ُ ‫س ْك‬ ُ ‫ َج ْوع‬،‫ان‬
َ ،‫َان‬ ُ َ‫ش ْبع‬ ُ ‫ َر ْح َم‬،‫َر ْجالَ ُن‬
َ ،‫ان‬
Pejalan kaki, pengasih, yang kenyang, yang lapar, yang mabuk, tukang minum.

 Menunjukkan Mufrad/tunggal dari isim alam / nama:

ُ ‫س‬
‫ان‬ ُ َّ‫عف‬
َ ‫ َح‬،‫ان‬ ُ ‫عثْ َم‬
َ ،‫ان‬ ُ
Utsman, ‘Affan, Hasan

 Menunjukkan Jamak dari jama’ taksir:

ٌ َ‫ ُج ْرذ‬,‫ان‬
‫ان‬ ٌ َ‫ ُر ْغف‬,‫َان‬ ٌ ‫ ِغ ْل َم‬,‫ان‬
ٌ ‫ ِص ْرد‬,‫ان‬ ٌ ‫ِص ْن َو‬
Saudara-saudara sekandung, anak-anak muda, kumpulan burung-burung sejenis,
adonan-adonan roti/keju, kumpulan tikus-tikus.

Masing-masing ketiga jenis contoh-contoh kalimah diatas di-I’rab dengan Harkah Zhahir
pada Nun shighah bukan Nun maqom tanwin, sedangkan Alifnya adalah Lazim pada semua
I’rabnya.

3. Lafazh menunjukkan dua buah tapi tidak dapat dimufrodkan/tunggal. Contoh:

ِ َ‫اثْن‬
‫ان‬
Dua

Tidak bisa dimufrodkan atau tidak bisa membuang huruf zaidah atau tidak bisa dilafalkan ‫اثْن‬.
4. Lafazh menunjukkan dua buah objek, ada tambahan huruf zaidah, bisa
dimufrodkan/tunggal, bisa dipisah berikut diathafkan tapi bukan terdiri dari dua lafazh yang
sama. Contoh sebagaimana orang arab mengatakan:

‫القَ َم َر ْي ِن‬
Dua planet yg menyinari bumi

Karena setelah dipisah dan di-athafkan menjadi ‫س َوا ْلقَ َم ُر‬


ُ ‫الش ْم‬

‫اَبَ َو ْي ِن‬
Dua orang tua.

ُ َ ‫األ‬
Karena setelah dipisah dan di-athafkan menjadi ‫ب واألُم‬

Tanda I’rob Isim Mutsanna/Tatsniyah

Tanda I’rob untuk Isim Mutsanna adalah Rofa’ dengan huruf Alif sebagai ganti dari I’rob
asal harakah Dhammah, Nashab dengan Huruf Ya’ sebagai ganti dari Fathah juga Jar dengan
huruf Ya’ sebagai ganti dari Kasroh. Contoh:

‫علَ ْي ِه َما‬ َّ ‫ون أ َ ْنعَ َم‬


َ ُ‫َّللا‬ َ ‫قَا َل َر ُجالَ ِن ِم َن الَّ ِذ‬
َ ُ‫ين يَ َخاف‬
Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah
memberi nikmat atas keduanya.

ِ ‫فَ َو َج َد فِي َها َر ُجلَ ْي ِن يَ ْقتَتِالَ ِن َهذَا ِم ْن‬


‫شيعَتِ ِه َو َهذَا ِم ْن‬
‫ع ُد ِّ ِو ِه‬
َ
didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari
golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir’aun).

‫َان لَ ُك ْم آيَةٌ فِي فِئَت َ ْي ِن ا ْلتَقَتَا‬


َ ‫قَ ْد ك‬
Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu
(bertempur).

Demikianlah I’rob Isim Tatsniyah menurut sebagian besar logat orang Arab. Dan sebagian
lain (logat bani Kinanah, Bani Harits bin Ka’ab, bani ‘Ambar, bani Bakar bin Wa’il, bani
Zubaid, bani Kats’am, bani Hamdan, bani ‘Udzrah) mengamalkan Isim Mutsanna dan
Mulhaqnya dengan tanda Alif secara muthlaq; baik rofa’, nashab dan jarnya. contoh:
ُ‫ َم َر ْرت‬-‫َان ِكالَ ُه َما‬ َّ ُ‫ َرأ َ ْيت‬-‫َان ِكالَ ُه َما‬
ِ ‫الز ْيد‬ َّ ‫َجا َء‬
ِ ‫الز ْيد‬
‫َان ِكالَ ُه َما‬ َّ ‫ِب‬
ِ ‫الز ْيد‬
Dua Zaid telah datang kedua-duanya – Aku melihat dua Zaid kedua-duanya – Aku
bertemu dengan dua Zaid kedua-duanya.

Demikian juga sebagian Qiraah membaca Inna ditasydid pada Ayat:

‫ان‬
ِ ‫اح َر‬
ِ ‫س‬ ِ َ‫قَالُوا إِ ْن َهذ‬
َ َ‫ان ل‬
Mereka berkata: “Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir…”

Nabi bersabda:

‫ان فِي لَ ْيلَ ٍة‬ َ ‫الَ ِو‬


ِ ‫تر‬
Tidaklah dua Witir dalam satu malam.

Tanda I’rob Muhaq kepada Isim Mutsanna/Tatsniyah

Termasuk juga untuk I’rob Isim yang diserupakan atau di-mulhaq-kan dengan Isim Mutsanna
atau dikenal dengan sebutan Mulhaq Mutsanna, yaitu setiap isim/kata benda yang kurang
mencukupi syarat definisi Isim Mutsanna. Di antara isim-isim mulhaq tsb. Sebagaimana
disebutkan dalam bait adalah:

Kilaa dan kiltaa (‫) ِكالَ و ِك ْلتَا‬, dengan prosedur sbb:

1. Diberlakukan seperti I’rab Isim Mutsanna, apabila Mudhaf pada Isim Dhamir. Contoh:

‫َجا َء ِن ْي ِكالَ ُه َما َو َرأ َ ْيتُ ِكلَ ْي ِه َما َو ََ َم َر ْرتُ ِب ِكلَ ْي ِه َما‬
Keduanya (male) mendatangiku, Aku melihat keduanya, Aku bertemu dengan keduanya

‫َو َجا َءتْنِ ْي ِك ْلتَا ُه َما َو َرأ َ ْيتُ ِك ْلت َ ْي ِه َِ َما َو َم َر ْرتُ ِب ِك ْلت َ ْي ِه َما‬
Keduanya (female) mendatangiku, Aku melihat keduanya, Aku bertemu dengan keduanya

ٌ ‫ال ِع ْل ُم َوالعَ َم ُل ِكالَ ُه َما َم ْطلُ ْو‬


‫ب‬
Ilmu dan Amal, kedua-duanya dituntut.
‫ِإ َّما يَ ْبلُغَ َّن ِع ْند ََك ا ْل ِكبَ َر أ َ َح ُد ُه َما أ َ ْو ِكالَ ُه َما فَ َال تَقُ ْل لَ ُه َما‬
‫ف‬ٍ ِّ ُ ‫أ‬
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah”

2. Diberlakukan seperti I’rab Isim Maqshur (tetap menggunakan Alif, pada


Rafa’/Nashab/Jar). Apabila Mudhaf pada Isim Zhahir. Contoh:

َ‫الر ُجلَ ْي ِن َو ِك ْلتَا ا ْل َم ْرأَت َ ْي ِن َو َرأ َ ْيتُ ِكال‬


َّ َ‫َجائ َ ِن ْي ِكال‬
َّ َ‫الر ُجلَ ْي ِن َو ِك ْلتَا ا ْل َم ْرأَت َ ْي ِن َو َم َر ْرتُ ِب ِكال‬
‫الر ُجلَ ْي ِن َو ِك ْلتَا‬ َّ
‫ا ْل َم ْرأَت َ ْي ِن‬
Datang kepadaku kedua pria dan kedua wanita itu. Aku melihat kedua pria dan kedua
wanita itu. Aku berjumpa dengan kedua pria dan kedua wanita itu.

‫ِك ْلتَا ا ْل َجنَّت َ ْي ِن آتَتْ أ ُ ُكلَ َها‬


Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya

ِ َ‫ان واثْنَت‬
Itsnaani dan Itsnataaani (‫ان‬ ِ َ‫)اثْن‬, dengan prosedur sbb:

Diberlakukan Hukum I’rab seperti Isim Mutsanna tanpa syarat, sebagaimana contoh Isim
ِ َ‫ان وا ْبنَت‬
Mutsanna/Tatsniyah lafazh Ibnaani dan Ibnataani (‫ان‬ ِ َ‫)ا ْبن‬. Contoh:

ِ َ‫ف اثْن‬
‫ان‬ ُّ ‫ض َر ِم َن ال‬
ِ ‫ضيُ ْو‬ َ ‫َح‬
Telah hadir dua orang dari tamu-tamu itu.

‫ض َر أ َ َح َد ُك ُم‬َ ‫ش َها َدةُ بَ ْي ِن ُك ْم ِإذَا َح‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذ‬
َ ‫ين آ َمنُوا‬
‫ع ْد ٍل ِم ْن ُك ْم‬َ ‫ان ذَ َوا‬ِ َ‫ين ا ْل َو ِصيَّ ِة اثْن‬َ ‫ا ْل َم ْوتُ ِح‬
Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian,
sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang
adil di antara kamu…
Kesimpulan penjelasan Bait: Isim Mutsanna/Tatsniyah di rofa’-kan dengan Alif, demikian
juga Kilaa dan Kiltaa dengan syarat mudhaf dan mudhaf ilaih-nya harus isim dhamir.
Sedangkan itsnaani dan itsnataani diberlakukan seperi Isim Mutsanna sebagaimana Ibnaani
dan ibnataani. Adapun ketika dalam keadaan Nashab atau Jar, maka tanda irob-nya adalah
Ya’ menempati tempatnya Alif ketika Rofa’. Semua tanda irab Isim Mutsanna dan mulhaq-
nya jatuh sesudah harakah Fathah, karena fathah ini biasa berlaku untuk alif Tatsniyah. Maka
tetap dipertahankan ketika bersama dengan Ya’.
Pengertian Zhorof Maf’ul Fih » Alfiyah Bait 303
10 Desember 2011 Ibnu Toha 2 komentar
–·•Ο•·–

‫المفعول فيه وهو المسمى ظرفا‬


Bab Maf’ul Fih yg disebut Zharaf

ْ ‫امك‬
‫ُث‬ ِّ ِ ‫ فِي ِبا‬¤ ‫ض ِ ِّمنَا‬
ْ ‫ط َرا ٍد َك ُهنَا‬ ٌ ‫ف وقتٌ أ َ ْو َمك‬
ُ ‫َان‬ َّ ‫اَل‬
ُ ‫ظ ْر‬
‫أ َ ْز ُمنَا‬
Zhorof adalah waktu atau tempat yg menyimpan makna “FI/di” secara Muth-
thorid/kontinu, contoh: “UMKUTS HUNAA AZMUNAA” = “tinggalah di sini beberapa
waktu..!”

–·•Ο•·–

Pengertian Maf’ul Fih atau Zhorof adalah: Isim Zaman atau Isim Makan yg menyimpan
makna FI/di secara Muththorid/kontinu.

Contoh Maf’ul Fih dari Isim Zaman:

‫سافرت يوم الخميس‬


SAAFARTU YAUMAL-KHOMISI = aku bepergian di hari kamis.

Contoh Maf’ul Fihi dari Isim Makan:

‫صليت خلف مقام إبراهيم‬


SHOLLAITU KHOLFA MAQOOMI IBROOHIIM = aku shalat di belakang Maqom
Ibrohim.

Lafazh YAUMA Isim Zaman dan Lafazh KHOLFA Isim Makan, keduanya menyimpan
makna FI/DI. Disebut Zharaf Zaman karena menerangkan waktu pekerjaan terjadi, dan
disebut Zhorof Makan menerangkan tempat pekerjaan terjadi.
Disyaratkan juga bahwa Isim Zaman atau Isim Makan tersebut harus Muththorid dalam
menyimpan makna FI/DI yakni tetap permanen menyimpan makna FI dalam situasi berbagai
macam pekerjaan/fi’il yg masuk, seperti contoh:

‫سافرت أو قدمت أو صمت أو خرجت يوم الخميس‬


Aku bepergian, datang, puasa, keluar,… DI HARI KAMIS.

Contoh Maf’ul Fih-Zhorof Zaman/Makan, dalam Al-Qur’an:

‫غدًا يَ ْرت َ ْع َويَ ْل َع ْب‬ ِ ‫أ َ ْر‬


َ ‫س ْلهُ َمعَنَا‬
Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang-senang dan
(dapat) bermain-main (QS Yusuf :12)

‫َو ِلت ُ ْن ِذ َر أ ُ َّم ا ْلقُ َرى َو َم ْن َح ْولَــها‬


dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-
orang yang di luar lingkungannya. (QS. Al-An’am :92)

1. Keluar dari definisi Isim Zaman atau Isim Makan, yaitu kalimah yg juga menyimpan
makna FI tapi bukan Isim Zaman dan bukan Isim Makan. Contoh FirmanNya:

‫ون أ َ ْن ت َ ْن ِك ُحو ُه َّن‬ َ ‫َوت َ ْر‬


َ ُ‫غب‬
WA TARGHOBUUNA AN TANKIHUUHUNNA
sedang kamu ingin mengawini mereka (QS. Annisa’ :127)

lafazh ” AN TANKIHUUHUNNA” adalah kalimah ta’wil masdar yg menyimpan makna


FI/di. Karena takdir ta’wil masdarnya adalah: ‫ = وترغبون في نكاحهن‬WA TARGHOBUUNA FI
NIKAAHIHINNA.
Maka lafazh ” AN TANKIHUUHUNNA” tidak nashob sebagai Zharaf karena bukan Isim
Zaman dan bukan Isim Makan.

2. Keluar dari definisi menyimpan makna FI/di, yaitu Isim Zaman/Makan yg tidak
menyimpan makan FI/di. Demikian apabila terjadi sebagai Mubtada’ atau Khobar atau
Maf’ul Bih, dll. Contoh:

‫يوم الجمعة يوم مبارك‬


YAUMUL JUM’ATI YAUMUN MUBAAROK = Hari Jum’at adalah Hari yg diberkati.

Kedua Lafazh “YAUMU” pertama sebagai Mubtada’ dan kedua sebagai Khobar.
Contoh Firman Allah:

‫َوأ َ ْن ِذ ْر ُه ْم يَ ْو َم ْاآل ِزفَ ِة‬


WA ANDZIRHUM YAUMAL-AAZIFAH* = Berilah mereka peringatan dengan hari yang
dekat (hari kiamat) (QS. Al-mu’min : 18)

*lafazh “YAUMA” dinashobkan sebagai Maf’ul Bih oleh Fi’il “ANDHIR”

3. Keluar dari definisi secara Muththorid/kontinu yaitu Isim Zaman/Makan yg tidak


Muththorid dalam menyimpan makna FI/DI. Contoh:

‫دخلت البيت و سكنت الدار‬


DAKHOLTU AL-BAITA, WA SAKANTU AD-DAARO = aku masuk kedalam rumah, aku
tinggal di rumah.

Lafazh “AL-BAITA” dan “AD-DAARO” adalah Isim Makan menyimpan makna FI tapi
tidak Muththorid/kontinu yakni tidak pantas menyimpan FI untuk semua Fi’il yg masuk,
kerena itu tidak boleh mengatakan: ‫ جلست الدار – نمت البيت‬NIMTU AL-BAITA – JALASTU
AD-DAARO dengan maksud menyimpan makna FI. Berbeda dengan masuknya fi’il
“DAKHOLA” atau “SAKANA” yg mana keduanya terkadang berlaku muta’addi sindirinya
dan terkadang berlaku muta’addi sebab huruf Jar. Maka Lafazh “AL-BAITA” dan “AD-
DAARO” pada contoh (DAKHOLTU AL-BAITA, WA SAKANTU AD-DAARO) tidaklah
nashob sebagai Zharaf akan tetapi sebagai Maf’ul Bih.

Share this:








Categories: Bait 303 Tag:Isim Zaman, Pengertian, Zharaf Makan

Pengertian Maf’ul Lah/Maf’ul Li Ajlih » Alfiyah Bait 298-


299-300
8 Desember 2011 Ibnu Toha 4 komentar
–·•Ο•·–
‫المفعول له‬
BAB MAF’UL LAH / MAF’UL LIAJLIH

ُ ‫ أَبَا َن ت َ ْع ِليالً َك ُج ْد‬¤ ‫صد َُر ِإ ْن‬


ً ‫ش ْكرا‬ ْ ‫ب َم ْفعُوالً لَه ا ْلم‬ َ ‫يُ ْن‬
ُ ‫ص‬
ْ ‫َو‬
‫دن‬
Mashdar dinashobkan menjadi Maf’ul Lah (syaratnya) jika ia menjelaskan Ta’lil
(alasan/faktor), contoh “JUD SYUKRON WA DIN!” = bersikap baiklah karena bersyukur
dan beragamalah! (dg taat)

ْ ‫ َو ْقتا ً َوفَا ِعالً َو‬¤ ‫َو ْهو ِب َما يَ ْع َم ُل فِي ِه ُمتَّح ْد‬
ٌ ‫إن ش َْر‬
‫ط‬
‫فُ ِق ْد‬
Juga Masdar yg menjadi Maf’ul Lah harus bersatu dengan Amilnya dalam hal waktu dan
subjeknya. Dan jika tidak didapati syarat …. >

‫وط َك ِل ُز ْه ٍد‬ ُّ ‫ َم َع ال‬¤ ‫س يَ ْمت َ ِن ْع‬


ِ ‫ش ُر‬ ْ َ‫ف‬
ِ ‫اج ُر ْر ُه ِبا ْل َح ْر‬
َ ‫ف َولَ ْي‬
‫ذَا قَنِ ْع‬
>.. maka majrurkan dengan huruf jar. Pemajruran ini juga tidak dilarang sekalipun
Masdar tsb mencukupi Syarat seperti contoh: LI ZUHDIN DZAA QONI’A = dia ini
qona’ah dikarenakan zuhud.

–·•Ο•·–

Pengertian Maf’ul Lah/Maf’ul Li Ajlih menurut bahasa adalah: objek yg menjadi faktor
pekerjaan. Menurut Ilmu Nahwu adalah: Isim Masdar yang menjelaskan tentang faktor/alasan
dari penyebutan Amil sebelumnya. Dan bersatu dalam hal waktu dan subjeknya.

Contoh Maf’ul Liajlihi / Maf’ul Lahu:

‫جئت رغبةً فيك‬


JI’TU RUGHBATAN FIIKA* = aku datang karena senang kepadamu.
*Pada contoh diatas lafal “RUGHBATAN”=SENANG adalah Isim Masdar yg difahami
sebagai faktor bagi Amil/kata kerja lafal “JI’TU”=AKU DATANG. Secara maknanya contoh
diatas berbunyi seperti ini:

‫جئت للرغبة فيك‬


JI’TUKA LIR-RUGHBATI FIIKA = aku datang karena senang kepadamu.

lafal “RUGHBATAN” Isim Masdar yang menjadi Maf’ul Lah, juga bersekutu dalam hal
waktu dengan Amil lafal “JI’TU”, karena waktu aku senang, itulah waktu aku
mendatanginya. Juga bersekutu dalam satu subjek yaitu satu Fa’il berupa Dhamir
Mutakallim/aku.

Contoh Maf’ul Li Ajlihi/Lahu Fi’rman Allah:

‫صبَ ُروا ا ْب ِتغَا َء َو ْج ِه َر ِبِّ ِه ْم‬ َ ‫َوالَّ ِذ‬


َ ‫ين‬
WALLADZIINA SHOBARU-BTIGHOO’A WAJHI ROBBIHIM* = Dan orang-orang
yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya (QS Ar-Ro’du :22)

* lafal “IBTIGHOO’A” sebagai Maf’ul Lah/Liajlih.

Juga contoh FirmanNya:

‫سدًا ِم ْن ِع ْن ِد‬ ً َّ‫لَ ْو يَ ُردُّونَ ُك ْم ِم ْن بَ ْع ِد ِإي َمانِ ُك ْم ُكف‬


َ ‫ارا َح‬
‫س ِه ْم‬ ِ ُ‫أ َ ْنف‬
LAU YARUDDUUNAKUM MIMBA’DI IIMAANIKUM KUFFAARON HASADAN MIN
‘INDI ANFUSIHIM* = agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri (Al-Baqoroh
:109)

*lafal “KAFFAARON” menjadi HAL sebagai Amil, dan lafal “HASADAN” sebagai Maf’ul
Lah.

Hukum I’rob Maf’ul Liajlih / Maf’ul lah adalah : BOLEH NASHOB sekiranya terdapat tiga
syarat sebagimana tersirat dalam bait diatas, yaitu:

1. Isim Mashdar
2. Lit-Ta’lil/Penjelasan Faktor alasan
3. Bersatu dengan Amilnya dalam satu Waktu dan satu Fa’il

Atau kalimah yg mencukupi tiga syarat tersebut juga BOLEH DIJARKAN dengan huruf jar
Lit-Ta’lil.
Jika salah satu saja dari ketiga syarat ini tidak terpenuhi maka WAJIB DIJARKAN dengan
huruf jar lit-Ta’lil berupa huruf LAM, MIN, FIY atau huruf BA’.

Contoh yang tidak memenuhi syarat Isim Mashdar:

‫جئتك للكتاب‬
JI’TU KA LIL KITAABI = aku mendatangimu karena kitab itu.

Contoh FirmanNya:

‫ضعَ َها ِل ْْلَنَ ِام‬ َ ‫َو ْاأل َ ْر‬


َ ‫ض َو‬
WAL ARDHO WADHO’AHAA LIL ANAAMI = Dan Allah telah meratakan bumi untuk
makhluk(Nya). (Ar-Rahmaan :10).

Contoh yang tidak bersatu dengan Amilnya dalam hal satu Waktu:

ً ‫جئتك اليوم لإلكرام غدا‬


JI’TUKA ALYAUMA LIL IKROOMI GHODAN = aku mendatangimu hari ini untuk
penghormatan esok hari.

Contoh yang tidak bersatu dengan Amilnya dalam hal satu Fa’il/Subjek:

‫علي له‬
ِِّ ‫جاء خالد إلكرام‬
JAA’A KHOOLIDUN LI IKROOMI ‘ALIYYUN LAHU = Khalid datang agar Ali
menghormatinya.

Contoh FirmanNya:

َّ ‫أَقِ ِم ال‬
ِ ُ‫ص َالةَ ِل ُدل‬
‫وك الش َّْم ِس‬
AQIMISH-SHOLAATA LI DULUUKISY-SYAMSI* = Dirikanlah shalat dari sesudah
matahari tergelincir (Al-Isro’ :78)

*Perbedaan Fa’il/subjek dalam ayat ini adalah pada lafal “AQIM=DIRIKANLAH” subjeknya
berupa dhamir wajib mustatir takdirannya ANTA/KAMU dan lafal
“DULUUKI=TERGELINCIR” subjeknya berupa lafal “ASY-SYAMSI=MATAHARI”
(kemiringan matahari dari tengah-tengah atas langit/zhuhur). Juga terdapat Perbedaan Waktu
dalam ayat ini yaitu waktu mendirikan sholat tentunya lebih akhir dari waktu tergelincirnya
Matahari.
Kalimah yg dijarkan oleh huruf-huruf jar tersebut, tidak di-I’rob sebagai Maf’ul Lah; karena
Maf’ul Lah tersebut khusus bagi kalimah yg Nashob saja. Sekalipun demikian, secara makna
keduannya tidak berbeda alias sama.

Share this:








Categories: Bait 298-299-300 Tag:jar-majrur, Maf'ul, Masdar, Mashdar, Pengertian

Pengertian Maf’ul Muthlaq dan Mashdar » Alfiyah


Bait 286-287
1 Desember 2011 Ibnu Toha Tinggalkan komentar
–·•Ο•·–

‫المفعول المطلق‬
BAB MAF’UL MUTHLAQ

‫ َم ْدلُولَي ِ ا ْل ِف ْع ِل‬¤ ‫ان ِم ْن‬ ِ ‫الز َم‬َّ ‫س َوى‬ ِ ‫س ُم َما‬ ْ ‫ا َ ْل َم‬


ْ ‫صد َُر ا‬
‫َكأ َ ْم ٍن ِم ْن أ َ ِم ْن‬
MASHDAR adalah isim yang selain menunjukkan zaman dari dua penunjukan Fi’il
(yakni yang menunjukkan pada huduts = kejadian). Seperti lafazh AMNI masdar dari Fi’il
lafazh AMINA

ْ َ ‫ َو َك ْونُهُ أ‬¤ ‫ف نُ ِص ْب‬


‫صالً ِلهذَ ْي ِن‬ ْ ‫ِب ِمثْ ِل ِه أ َ ْو فِ ْع ٍل ْأو َو‬
ٍ ‫ص‬
‫ا ْنت ُ ِخ ْب‬
MASDAR dinashobkan oleh serupanya atau oleh FI’IL atau oleh SHIFAT. Keberadaan
MASDAR dipilih sebagai bentuk asal bagi keduanya ini.

–·•Ο•·–
Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa Kalimah Fi’il (kata kerja) menunjukkan pada dua hal
secara bersamaan yaitu:

 Huduts (kejadian)
 Zaman (waktu)

Manuskrip: Tulisan pertama Kitab Syarah Alfiyah Ibnu Malik oleh Jalaluddin As-Suyuthi.
221 Halaman. Sumber : http://www.mahaja.com/library/manuscripts/manuscript/682

Contoh kita mengatakan:

‫بذل الغني ماله في الخير‬


BADZALA AL-GHONIYYU MAALAHUU FIL-KHOIRI* = orang kaya itu telah
mendermakan hartanya di dalam kebaikan.

* Lafal “BADZALA” adalah Kalimah Fi’il/Kata Kerja, menunjukkan dua hal: kejadian
pendermaan dan waktu pendermaan, yakni kejadian pada waktu lampau karena berupa Fi’il
Madhiy.

Selanjutnya, kalau kita mengatakan:

‫بذل المال في الخير نفع لصاحبه‬


BADZLUL-MAALI FIL-KHOIRI NAF’UN LI SHOOHIBIHII *= mendermakan harta di
dalam kebaikan adalah kemanfaatan bagi si empunya harta.

* lafal “BADZLU” adalah kalimah Isim yang menunjukkan kejadian pendermaan tanpa
penunjukan waktu, demikian juga pada lafal “NAF’UN”. Maka setiap Isim yang mencocoki
terhadap Fi’il di dalam hal sama-sama menunjukkan kejadian akan tetapi berbeda karena
tidak menunjukkan zaman, maka Isim tersebut dinamakan ISIM MASDAR. Jadi:

Pengertian Isim Mashdar adalah: Isim yang menunjukkan pada kejadian yang terlepas dari
zaman.

Di sini Kiyai Mushonnif menyusun Bab tentang Maf’ul Muthlaq, beserta beliau
mendefinisikan Isim Masdar pada awal Bait. Tiada lain karena Maf’ul Mutlaq umumnya
terbuat dari Isim Mashdar. Ada juga yg tidak berupa Isim Masdar insyaAllah akan dijelaskan
pada bait-bait selanjutnya.

Contoh Maf’ul Mutlaq berupa Isim Mashdar :

ً ‫انتصر الحق انتصارا‬


INTASHORO AL-HAQQU INTISHOORON = yang hak telah memperoleh kemenangan
dengan sebenar-benar kemenangan.

Pengertian Maf’ul Muthlaq adalah: Isim yang dinashobkan sebagai pengokohan (taukid
lafzhi) terhadap Amilnya atau menerangkan macamnya atau bilangannya.

Contoh Mashdar Maf’ul Muthlaq sebagai taukid:

‫ضربت ضربا‬
DHOROBTU DHORBAN = aku telah memukul dengan sebenar-benar pukulan

Contoh Mashdar Maf’ul Muthlaq penerangan jenis/macamnya:

‫سرت سير زيد‬


SIRTU SAIRO ZAIDIN = aku berjalan semacam jalannya Zaid.

Contoh Mashdar Maf’ul Muthlaq penerangan jumlah:

‫ضربت ضربتين‬
DHOROBTU DHORBATAINI = aku memukul sebanyak dua pukulan.

Hukum Masdar dalam hal ini adalah nashob, baik amil yg menashobkan berupa Isim
Mashdar, Fi’il, atau Sifat.

Contoh Masdar dinashobkan oleh ISIM MASDAR :


ً ُ‫فَ ِإ َّن َج َهنَّ َم َج َزا ُؤ ُك ْم َج َزا ًء َم ْوف‬
‫ورا‬
maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu
pembalasan yang cukup. (Al-Isro’ : 16)

Contoh Mashdar dinashobkan oleh FI’IL:

‫ت أ َ ْن ت َ ِميلُوا َم ْي ًال ع َِظي ًما‬


ِ ‫ش َه َوا‬ َ ‫َويُ ِري ُد الَّ ِذ‬
َ ُ‫ين يَت َّ ِبع‬
َّ ‫ون ال‬
sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling
dengan berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). (An-Nisa’ : 27)

Contoh Masdar dinashobkan oleh SHIFAT:

‫صفًّا‬ ِ ‫صافَّا‬
َ ‫ت‬ َّ ‫َوال‬
Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya. (Ash-Shooffaat : 1)

Menurut pendapat yg masyhur dan rojih: Isim Mashdar merupakan bentuk asal dari semua
Kalimah Musytaq, baik Fi’il, Isim Fa’il, Isim Maf’ul, Sifah Musyabbahah, Isim Tafdhil, Isim
Zaman, Isim Makan, Isim alat, semua itu dibentuk dari asal Isim Masdar. Contoh Isim Fa’il
lafaz “AL-QOOIMU” hasil bentukan dari Masdar lafaz “AL-QIYAAMU”. Contoh Isim Alat
lafaz “AL-MIFTAAHU” hasil bentukan dari Masdar lafaz “AL-FATHU” dan seterusnya.

Share this:








Categories: Bait 286-287 Tag:Masdar, Pengertian

Pengertian Tanazu’ dan Syarat-syaratnya » Alfiyah


Bait 278-279
30 November 2011 Ibnu Toha 2 komentar
–·•Ο•·–
‫التنازع في العمل‬
BAB TANAAZU’ DALAM AMAL

‫ قَ ْب ُل فَ ِل ْل َوا ِح ِد‬¤ ‫ع َم ْل‬ َ ‫س ٍم‬ ْ ‫ضيَا ِفي ا‬ َ َ ‫َامالَ ِن ا ْقت‬


ِ ‫ِإ ْن ع‬
‫ِم ْن ُه َما ا ْلعَ َم ْل‬
Jika dua Amil menuntut pengamalan di dalam suatu isim dan keduanya berada sebelum
isim, maka pengamalan berlaku bagi salah satu saja dari keduanya

ً ‫ع ْكسا‬ ْ ‫ َو‬¤ ‫ص َر ْه‬


َ َ ‫اخت‬
َ ‫ار‬ ْ َ‫ان أ َ ْولَى ِع ْن َد أ َ ْه ِل ا ْلب‬
ِ َّ ‫َوالث‬
ْ ُ ‫غ ْي ُر ُه ْم ذَا أ‬
‫س َر ْه‬ َ
Amil yang kedua lebih utama (beramal) menurut Ahli Bashroh. Selain mereka -yg
mempunyai golongan kuat- memilih sebaliknya (amil yg pertama lebih utama beramal)

–·•Ο•·–

Pengertian Tanazu’ menurut bahasa adalah: pertentangan. Pengertian Tanaazu’ menurut


istilah Ilmu Nahwu adalah: dua Amil menghadapi satu ma’mul. Contoh:

‫سمعت ورأيت القارئ‬


SAMI’TU WA ROAITU AL-QOORI’A* = aku mendengar dan melihat si qori’ itu.

*Masing-masing dari lafaz SAMI’TU dan ROAITU bertentangan menuntut lafaz AL-
QOORI’A sebagai Maf’ul Bihnya.
Manuskrip Syarah Alfiyah Ibnu Malik. Penyusun Tidak diketahui. Penyarah Tidak diketahui.
Jumlah Halaman 88. Naskah Kurang. Sumber:
http://www.mahaja.com/library/manuscripts/manuscript/676

Tidak ada perbedaan antara kedua Amil baik berupa dua Fi’il seperti contoh diatas, atau dua
Isim ataupun campuran.

Contoh kedua amil berupa dua Isim:

‫أنا سام ٌع ومشاه ٌد القارئ‬


ANA SAAMI’UN WA MUSYAAHIDUN AL-QOORI’A = aku mendengar dan menonton si
qori’ itu.

Contoh kedua amil campuran berupa Isim Fi’il dan Fi’il, Firman Allah:

‫هآؤم اقرءوا كتابيه‬


HAA’UMU-QRO’UU KITAABIYAH* = “Ambillah, bacalah kitabku (ini).” (al-Haaqqah :
19)

* Amil pertama berupa Isim Fi’il Amar yaitu Lafaz HAA’UMU sinonim dg lafaz KHUDZ
(ambillah) huruf Mim tanda Jamak. Amil kedua berupa Fi’il Amar yaitu Lafaz IQRO’UU.

Terkadang Tanazu’ terjadi antara lebih dari dua Amil. Dan terkadang Mutanaza’ Fih (ma’mul
tanazu’) lebih dari satu.

Contoh Tanazu’ antara tiga Amil:


‫يجلس ويسمع ويكتب المتعلم‬
YAJLISU WA YASMA’U WA YAKTUBU AL-MUTA’ALLIMU* = Pelajar itu duduk,
mendengar dan menulis.

* masing-masing dari lafaz YAJLISU, YASMA’U dan YAKTUBU menuntut lafaz AL-
MUTA’ALLIMU sebagai Faa’ilnya.

Contoh Tanazu’ antara tiga Amil di dalam isim Mutanaza’ Fih lebih dari satu. Nabi bersabda:

‫تسبحون وتحمدون وتكبرون خلف كل صالة ثالثا‬


‫وثالثين‬
TUSABBIHUUNA WA TAHMADUUNA WA TUKABBIRUUNA KHOLFA KULLI
SHOLAATIN TSALAATSAN WA TSALAATSIINA* = kalian bertasbih, bertahmid dan
bertakbir sehabis tiap Sholat, sebanyak 33 kali. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

*lafaz KHOLFA dinashobkan sebagai Zhorof dan lafaz TSALAATSAN WA


TSALAATSIINA dinashobkan sebagai Maf’ul Muthlaq. Masing-masing ketiga Amil
menuntut pengamalan terhadap masing-masing dua Ma’mul.

Syarat-syarat Tanaazu’ bagi kedua Amil adalah:

1. Harus dikedepankan dari Ma’mulnya.


2. Diantara dua Amil harus ada Irthibath (hubungan) baik secara Athof atau
semacamnya.

Maka tidak dinamakan Tanaazu’ apabila kedua Amil diakhirkan. Contoh:

‫زيد قام وقعد‬


ZAIDUN QOOMA WA QO’ADA* = Zaid berdiri kemudian duduk

*Masing-masing Fi’il mempunyai dhamir sebagai ma’mulnya yg merujuk pada Isim yang
berada di depannya yaitu lafal ZAIDUN.

Dan tidak pula dinamakan tanazu’ apabila antara dua Amil tidak terdapat irthibath, contoh:

‫قام قعد زيد‬


QOOMA QO’ADA ZAIDUN
Dengan demikian apabila terdapat dua Amil mencukupi syarat disebut Tanaazu’, maka salah
satu Amil beramal pada Isim Zhahir. Sedangkan Amil yg lain beramal pada Dhamir Isim
Zhohir tsb atau disebut Amil Muhmal. Mengenai hal ini tidak ada khilaf antara Ulama
Bashroh dan Kufah. Namun yg menjadi ikhtilaf dalam bab Tanazu’ ini adalah dalam hal
mana yg lebih utama beramal antara Amil yg pertama dengan Amil yg kedua. Ulama
Bashroh memilih Amil kedua beramal karena dekatnya dengan Isim Ma’mul. Sedangkan
Ulama Kufah memilih Amil pertama beramal karena ia dikedepankan.

Share this:








Categories: Bait 278-279 Tag:Amil, Definisi, Ma'mul, Pengertian

Fi’il Muta’addi dan Fi’il Lazim Definisi dan Tanda-


tandanya » Alfiyah Bait 267-268
27 November 2011 Ibnu Toha 3 komentar
–·•Ο•·–

‫تعدي الفعل ولزومه‬


FI’IL MUTA’ADDI DAN FI’IL LAZIM

‫صد ٍَر ِب ِه‬ َ ‫ َها‬¤ ‫عالَ َمةُ ا ْل ِف ْع ِل ا ْل ُمعَدَّى أ َ ْن ت َ ِص ْل‬


ْ ‫غ ْي ِر َم‬ َ
‫نَ ْح ُو ع َِم ْل‬
Tanda Kalimah Fi’il yang Muta’addi adalah dibenarkan kamu menyambungnya dengan
“HA” dhamir selain yg merujuk pada Masdar. Demikian seperti contoh “AMILA =
melakukan”

‫ع ْن فَا ِع ٍل نَ ْح ُو‬
َ ¤ ‫فَا ْن ِص ْب ِب ِه َم ْفعولَهُ ِإ ْن لَ ْم يَنُ ْب‬
‫ت َ َدبَّ ْرتُ ا ْل ُكت ُ ْب‬
Maka nashobkanlah dengan Fi’il Muta’addin ini terhadap Maf’ulnya jika ia lagi tidak
menggantikan Fa’il (tidak menjadi Naibul Fa’il) demikian seperti contoh:
“TADABBARTU ALKUTUBA = aku menelaah banyak kitab”

–·•Ο•·–

FI’IL TAM TERBAGI MENJADI MUTA’ADDI DAN LAZIM:

‫توضيح المقاصد والمسالك بشرح ألفية ابن مالك‬

1. Definisi Fi’il Muta’addi adalah: kalimah Fi’il yg sampai kepada Maf’ul tanpa perantara
Huruf Jar atau perantara Huruf ta’diyah lainnya. Contoh:

‫ضربت زيدا‬
DHOROBTU ZAIDAN = Aku memukul Zaid.

2. Definisi Fi’il Lazim adalah: kalimah Fi’il yg tidak sampai kepada Maf’ul kecuali
perantara Huruf Jar atau perantara Huruf ta’diyah lainnya semisal Huruf Hamzah lit-ta’diyah.

Contoh Fi’il Lazim tidak sampai kepada Maf’ul kecuali perantara Huruf Jar:

‫مررت بـزيد‬
MARORTU BI ZAIDIN = aku melewati Zaed.

Contoh Fi’il Lazim tidak sampai kepada Maf’ul kecuali perantara Hamzah:

‫أخرجت الزكاة‬
AKHROJTU AZ-ZAKAATA = aku mengeluarkan zakat.

¤¤¤
TANDA-TANDA FI’IL MUTA’ADDI DAN FI’IL LAZIM:

1. Tanda-tanda Fi’il Muta’addi:

1. Dapat disambung dengan HA Dhamir yg tidak merujuk pada Masdar (yakni Dhamir
Maf’ul Bih).

2. Dapat dibentuk shighat Isim Maf’ul Tam (tampa kebutuhan huruf jar).

Contoh dapat bersambung dengan HA Dhamir yg tidak merujuk pada Masdar *

‫ضربتــه‬
DHOROBTUHUU = aku memukulnya

* bukan sebagai tanda Fi’il Mutaadi, karena HA dhamir merujuk pada Masdar sama bisa
disambung dengan Fi’il Muta’addi juga Fi’il Lazim, contoh:

‫الضرب ضربتــه‬
ADH-DHORBU DHOROBTUHUU = pukulan itu aku yg memukulnya

‫القيام قمتــه‬
AL-QIYAAMU QUMTUHUU = berdiri itu aku yg berdirinya

Demikian juga bersambung dg HA dhamir merujuk pada Zhorof (zaman/makan), tidak boleh
sebagai tanda Fi’il Muta’addi, sebab butuh tawassu’/taqdir huruf jar, contoh:

‫والنهار صمتــها‬
َ ‫الليلةَ قمتــها‬
ALLAILATA QUMTUHAA, WAN-NAHAARO SHUMTUHAA = aku berdiri di malam
hari dan aku berpuasa di siang hari.

Sesungguhnya taqdirannya sebelum membuang huruf jar adalah:

‫والنهار صمت فيه‬


َ ‫الليلةَ قمت فيها‬
ALLAILATA QUMTU FII HAA, WAN-NAHAARO SHUMTU FII HAA.

¤¤¤

Tambahan:
Sebagian ulama Nuhat berpendapat bahwa kalimah Fi’il terbagi menjadi tiga: 1.
MUTA’ADDI, 2. LAZIM dan ditambah 3. Fi’il TIDAK MUTA’ADDI PUN TIDAK
LAZIM: yaitu KAANA dan saudara-saudaranya, sebab KAANA tidak menashobakan Maf’ul
Bih juga tidak dapat dimuta’addikan dengan huruf jar, seperti itu juga Fi’il-fi’il yg kadang
ditemukan Muta’addi sendirinya dan kadang Muta’addin dengan perantara huruf jar, seperti
contoh:

‫شكرتــه وشكرت له‬


SYAKARTUHUU dan SYAKRTU LAHUU = aku berterima kasih padanya

‫نصحتــه ونصحت له‬


NASHOHTUHUU dan NASHOHTU LAHUU = aku menasehatinya.

Maka dikatakan bahwa KAANA cs, tidaklah keluar dari pembagian Fi’il yg dua. KAANA
termasuk dari Fi’il Muta’addi karena khobarnya diserupakan Maf’ul Bihnya.

Demikian juga lafazh SYAKARTU wa SYAKARTU LAHUU cs… tidaklah keluar dari dua
pembagian fi’il: dikatakan Fi’il Muta’adi karena lafaz SYAKARTU LAHUU Huruf Jar
sebagai Zaidah. Atau dikatakan Fi’il Lazim karena lafazh SYAKARTU naza’ khofidh atau
membuang huruf jar.

Hukum Fi’il Muta’addi adalah: menashobkan terhadap MAF’UL BIH yg tidak menjadi
NAIBUL FAA’IL

Pengertian MAF’UL BIH (objek) adalah: Isim yg dinashobkan yg dikenai langsung oleh
pekerjaan FA’IL tanpa perantaraan, baik dalam kalam Mutsbat (kalimat positif) atau dalam
kalam Manfi (kalimat negatif):

Contoh KALAM MUTSBAT

‫فهمت الدرس‬
FAHIMTU AD-DARSA = aku memahami pelajaran

Contoh KALAM MANFI

‫لم أفهم الدرس‬


LAM AFHAM AD-DARSA = aku tidak memahami pelajaran.

¤¤¤

2. Tanda-tanda Fi’il Lazim:


Akan dijelaskan pada bait selanjutnya… Insya Allah.

Share this:








Categories: Bait 267-268 Tag:Definisi, Isim Fa'il, Isim Maf'ul, Lazim, Mutaaddi, Pengertian

Pengertian Istighol » Alfiyah Bait 255


25 November 2011 Ibnu Toha Tinggalkan komentar
–••Ο••–

‫ب لَ ْف ِظ ِه‬ ْ َ‫ع ْنهُ ِبن‬


ِ ‫ص‬ َ ¤ ‫شغَ ْل‬ َ ً‫ق فِ ْعال‬ ٍ ‫سا ِب‬
َ ‫س ٍم‬ ْ ‫ِإ ْن ُم‬
ْ ‫ض َم ُر ا‬
‫أ َ ِو ا ْلم َح ِّل‬
Jika DHAMIR dari ISIM SABIQ (Isim yg mendahului dalam penyebutannya) merepotkan
terhadap Fi’ilnya, tentang hal yang menashabkan lafazh Isim Sabik ataupun mahalnya.

‫ق ِل َما قَ ْد‬ ْ ُ ‫ق ا ْن ِص ْبهُ ِبف ْع ٍل أ‬


ٍ ‫ َحتْما ً ُم َوا ِف‬¤ ‫ض ِم َرا‬ َّ ‫فَال‬
َ ‫سا ِب‬
‫أ ُ ْظ ِه َرا‬
Maka: nashabkanlah ISIM SABIK tersebut oleh FI’IL yang wajib disimpan dengan
mencocoki terhadap FI’IL yang dizhahirkan.

–••Ο••–

Definisi ISTIGHOL menurut bahasa adalah: kesibukan.


Definisi ISYTIGHOL menurut istilah nahwu adalah: Mengedepankan Isim (Isim Sabiq) dan
mengakhirkan Amilnya (Fi’il atau yg serupa pengamalannya) disibukkan tentang nashabnya
Isim Sabiq, sebab Amil tsb sudah beramal pada dhamir yg merujuk pada Isim Sabiq atau
pada Sababnya (lafazh mudhaf pada dhamir Isim Sabiq).

Contoh Isytighal Fi’il/Amil beramal pada Dhamir yg merujuk pada Isim Sabiq:
‫زيدا ضربته‬
ZAIDAN DHOROBTU HU = Zaid, aku memukulnya*

‫زيدا مررت به‬


ZAIDAN MARORTU BIHII =Zaid, aku berpapasan dengannya*

* Seandainya Dhamir pada contoh-contoh diatas ditiadakan, niscaya Amil/Fi’il tsb beramal
pada Isim Sabik sebagai Maf’ulnya yg dikedepankan, atau Mu’allaqnya yg dikedepankan.

Contoh Istighal Fi’il/Amil beramal pada Sabab Dhamir yg merujuk pada Isim Sabiq:

‫زيدا ضربت ابنه‬


ZAIDAN DHOROBTU IBNA HU = Zaid, aku memukul anaknya.

Tulisan tangan Bahauddin Ibnu 'Aqil (694-769 H). Syarah Ibnu 'Aqil 'ala Alfiyah. Sumber:
www.mahaja.com

Rukun-rukun dalam susunan kalimat ISYTIGHAL ada 3:

1. Masyghuulun ‘Anhu (lafazh yg dikedepankan/isim sabik)


2. Masyghuulun (Amil yg diakhirkan, Fi’il atau serupa Fi’il)
3. Masyghuulun Bihi (Dhamir/Sabab Dhamir yg merujuk pd Isim Saabiq)
Apabila terdapat kalimat dengan bentuk susunan rukun-rukun diatas, maka asalnya lafazh yg
dikedepankan/isim sabiq tersebut boleh dibaca dua jalan:
1. Rofa’ sebagai Mubtada dan jumlah sesudahnya sebagai Khobarnya. Demikian yg ROJIH
karena bebas dari masalah kira-kira/taqdir.
2. Nashob sebagai Maf’ul Bih bagi ‘Amil/Fi’il yg lafazhnya wajib dibuang ditafsiri dari
‘Amil/Fi’il yg lafaznya disebutkan. Demikian yg MARJUH karena butuh terhadap kira-
kira/taqdir (disinilah pembahasan ISYTIGHOL).
Fi’il yg terbuang harus ditafsiri dari Fi’il yg tersebut, baik dalam penafsiarannya mencocoki
lafaz dan makna, atau mencocoki makna saja, ataupun tidak mencocoki lafaz dan makna tapi
mencakup Fi’il yg tersebut. Contoh:

Contoh Fi’il yg dibuang ditakdiri mencocoki lafaz dan makna:

‫زيدا ضربته‬
ZAIDAN DHOROBTU HU = Zaid, aku memukulnya

Taqdirannya adalah:

‫ضربت زيدا ضربته‬


DHOROBTU ZAIDAN DHOROBTU HU = aku memukul Zaid yakni aku memukulnya

Contoh Fi’il yg dibuang ditakdiri mencocoki makna saja:

‫زيدا مررت به‬


ZAIDAN MARORTU BI HII = Zaid, aku berpapasan dengannya

Taqdirannya adalah:

‫جاوزت زيدا مررت به‬


JAAWAZTU ZAIDAN MARORTU BI HII = aku lewat bertemu Zaid yakni aku
berpapasan dengannya.

Contoh Fi’il yg dibuang ditakdiri tidak mencocoki lafaz dan makna tapi mencakup:

‫زيدا ضربت ابنه‬


ZAIDAN DHOROBTU IBNA HU = Zaid, aku memukul anaknya.

Taqdirannya adalah:
‫أهنت زيدا ضربت ابنه‬
AHANTU ZAIDAN DHOROBTU IBNA HU = aku menghinakan Zaid yakni aku
memukul anaknya*

* maka dengan demikian jumlah fi’liyah yang ada setelah Isim Sabiq tersebut disebut jumlah
tafsiriyah la mahalla lahaa minal I’roob (tidak punya I’rob).

Dijelaskan perihal ISIM SABIQ yaitu: ada yg wajib nashab, rojih nashob, wajib rofa’, rojih
rofa, ataupun yg tidak nashob dan rofa’ InsyaAllah akan dijelaskan pada Bait-bait
selanjutnya.

Share this:








Categories: Bait 255 Tag:Isim Sabiq, Istighal, Isytighol, Pengertian

Pengertian Fa’il » Alfiyah Bait 225


24 November 2011 Ibnu Toha Tinggalkan komentar
–••Ο••–

‫ َز ْي ٌد ُم ِن ْي َرا ً َو ْج ُههُ نِ ْع َم‬¤ ‫ا ْلفَا ِع ُل الَّ ِذي َك َم ْرفُوع َِّي أَتَى‬


‫ا ْلفَتَى‬
Yang disebut Fa’il adalah seperti kedua lafazh yg dirofa’kan dalam contoh: “ATAA
ZAIDUN MUNIIRON WAJHUHU NI’MAL FATAA = zaid datang dengan berseri-seri
wajahnya seorang pemuda yg beruntung”.

Yakni, (1). Fa’il yg dirofa’kan oleh fi’il mutashorrif atau oleh fi’il jamid seperti contoh
“ATAA ZAIDUN dan NI’MAL FATAA”. (2). Fa’il yg dirofa’kan oleh syibhul fi’li/serupa
pengamalan fi’il seperti contoh: MUNIIRON WAJHU HU

–••Ο••–

Pengertian Fa’il menurut bahasa adalah: yang mengerjakan pekerjaan (subjek), contoh:
‫الطالب‬
ُ ‫كتب‬
KATABA ATH-THOOLIBU = siswa menulis

‫مات زيد‬
MAATA ZAIDUN = zaid meninggal dunia

Pengertian Fa’il menurut istilah adalah : ISMUN AL-MUSNAD ILAIHI FI’LUN ‘ALAA
THORIIQOTI FA’ALA AW SYIBHU HU. Artinya: Isim yang dimusnadi oleh Fi’il atas
jalan FA’ALA (Fi’il Mabni Ma’lum) atau disandari oleh Serupa Fi’il.

Penjelasan Definisi:

ISMUN = Kalimah Isim : Mencakup Isim yang Shorih, berupa Isim Zhohir dan Isim
Dhamir.

Contoh Fa’il Isim Zhohir:

‫قام زيد‬
Zaid berdiri

Contoh Fa’il Isim Dhamir:

‫قمـت‬
Aku berdiri

Juga mencakup Isim Mu’awwal yaitu kalimat yg ditakwil masdar, berupa jumlah ANNA
beserta Isim dan Khobarnya, atau AN Masdariyah beserta Fi’ilnya, atau MAA Masdariyah
beserta Fi’ilnya.

Contoh: Fa’il Isim Mu’awwal dari jumlah ANNA + Isimnya + Khobarnya:

َ ‫أ َ َولَ ْم يَ ْك ِف ِه ْم أَنَّا أ َ ْن َز ْلنَا‬


َ َ ‫علَ ْي َك ا ْل ِكت‬
‫اب‬
Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu
Al Kitab (Al Quran).. (Al-’Ankabuut : 51)

Contoh: Fa’il Isim Mu’awwal dari jumlah AN Masdariyah + Fi’il:


َّ ‫ش َع قُلُوبُ ُه ْم ِل ِذ ْك ِر‬
ِ‫َّللا‬ َ ‫أَلَ ْم يَأ ْ ِن ِللَّ ِذ‬
َ ‫ين آ َمنُوا أ َ ْن ت َ ْخ‬
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati
mereka mengingat Allah (Al-Hadiid : 16)

Contoh: Fa’il Isim Mu’awwal dari jumlah MAA Masdariyah + Fi’il, dalam Sya’ir:

‫ وكان ذهابهن له ذهابا‬# ‫يسر المرء ما ذهب الليالي‬


Kepergian banyak malam menggembirakan seseorang (contoh pesta ulang tahun),
padahal kepergian malam itu baginya adalah kepergian umur.

AL-MUSNAD ILAIHI FI’LUN = yang dimusnadi oleh Fi’il : Baik oleh Fi’il Mutashorrif
seperti pada contoh-contoh diatas atau dimusnadi oleh Fi’il Jamid:

Contoh Fa’il dimusnadi oleh Fi’il jamid:

‫نِ ْع َم العب ُد‬


NI’MA AL-’ABDU = sebaik-baik hamba.

Keluar dari definisi “dimusnadi oleh Fi’il” apabila dimusnadi oleh Jumlah, maka tidak
dinamakan Fa’il tapi dinamakan Mubtada’.

Contoh Isim yg dimusnadi oleh Jumlah bukan dinamakan Fa’il tapi Mubtada’:

‫اء َما ًء‬ َّ ‫َّللاُ أ َ ْن َز َل ِم َن ال‬


ِ ‫س َم‬ َّ ‫َو‬
Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) .. (An-nahl : 65)

‘ALAA THORIIQOTI FA’ALA = atas jalan FA’ALA (Fi’il Mabni Ma’lum): Yakni
menggunakan susunan Fi’il Mabni Ma’lum. Keluar dari definisi ini penggunaan susunan Fi’il
Mabni Majhul, maka musnad ilaihnya tidak dinamakan Fa’il tapi dinamakan Naibul Fa’il.

Contoh Isim yg dimusnadi oleh Fi’il Mabni Majhul, bukan dinamakan Fa’il tapi Naibul Fa’il:

‫كتب الكتاب‬
KUTIBA AL-KITAABU = kitab itu telah ditulis

AW SYIBHU HU = atau dimusnadi oleh Serupa Fi’il : Yakni lafazh yg beramal seperti
Fi’il, seperti Isim Fa’il, Sifat Musyabbahah, Isim Tafdhil, dan lain-lain.
Contoh Isim yg dimusnadi oleh Isim Fa’il:

‫أداخ ٌل صال ٌح المسج َد‬


Apakah Sholeh yang masuk masjid?

Contoh Isim yg dimusnadi oleh Sifat Musyabbahah:

‫زيد حسن وجهه‬


Zaid tampan wajahnya

Contoh Isim yg dimusnadi oleh Isim Tafdhil:

‫العل ُم أفض ُل من المال‬


Ilmu lebih utama daripada harta *

* pada contoh lafaz AFDHOLU menyimpan Fa’il berupa Isim Dhamir Mustatir

Share this:








Categories: Bait 225 Tag:Fa'il, Mabni Ma'lum, Pengertian

Pengertian Naibul Fa’il » Alfiyah Bait 242


22 November 2011 Ibnu Toha 4 komentar
–••Ο••–

‫ فِيما لَهُ َكن ِي َل َخ ْي ُر نَائِ ِل‬¤ ‫وب َم ْفعُو ٌل ِب ِه ع َْن فَا ِع ِل‬
ُ ُ‫يَن‬
Maf’ul bih menggantikan Fa’il di dalam semua hukumnya. Seperti contoh: “NIILA
KHOIRU NAA-ILI=anugerah terbaik telah diperoleh”.

–••Ο••–
Naibul Fa’il adalah Isim yg dirofa’kan baik secara lafzhan atau mahallan, menggantikan dan
menempati tempatnya Fa’il yg tidak disebutkan, dan Fi’ilnya dibentuk Mabni Majhul. Baik
isim yg menggantikan itu asalnya berupa Maf’ul bih atau serupanya sepeti Zhorof, Masdar
dan Jar-majrur.

Contoh bentuk kalimat asal :

‫أكرم خالد الغريب‬


AKROMA KHOOLIDUN AL-GHORIIBA = Kholid menghormati orang asing itu

Contoh bentuk kalimat setelah Fa’ilnya dibuang dan Fi’ilnya dibentuk Mabni Majhul:

‫أ ُ ْك ِرم الغريب‬
UKRIMA AL-GHOORIBU = Orang asing itu dihormati

Pada contoh ini lafazh AL-GHOORIBU adalah Naibul Fa’il menggantikan Fa’ilnya yg
dibuang. Lafazh UKRIMA adalah kalimah Fi’il Madhi yang dibentuk Mabni Majhul.

Dengan demikian apabila Fa’ilnya dibuang karena suatu alasan baik alasan bangsa Lafzhiy
atau bangsa Ma’nawiy (lihat Motif al-Hadzf/alasan membuang lafazh) maka pembuangan
Fa’il ini menimbulkan dua keputusan:
1. Merubah Fi’ilnya ke bentuk Majhul
2. Menempatkan Pengganti Fa’il pada posisi Fa’il berikut hukum2nya, semisal: harus Rofa’,
harus berada setelah Fi’ilnya, sebagai pokok kalimat, hukum ta’nits pada fi’ilnya, dan lain-
lain (lihat BAB FA’IL) .

Share this:








Categories: Bait 242 Tag:Mabni Majhul, Naibul Fa'il, Pengertian

Penggunaan Dhamir Antara Muttashil Dan Munfashil »


Alfiyah Bait 64 dan 65
15 November 2011 Ibnu Toha 1 komentar
–••Ο••–
ْ َ ‫ أ‬¤ ‫س ْلنِ ْي ِه َو َما‬
ُ‫شبَ َهـهُ فِي ُك ْنـتُه‬ ْ ‫َو ِص ْل أ َ ِو‬
َ ‫اف ِص ْل َهاء‬
ُ ‫ا ْل ُخــ ْل‬
‫ف ا ْنت َ َمى‬
Muttashil-kanlah atau Munfashil-kanlah..! (boleh memilih) untuk Dhomir Ha’ pada
contoh lafadz ‫ يييييييييي‬dan lafadz yang serupanya. Adapun perbedaan Ulama
bernisbatkan kepada lafadz‫يييييييي‬

َ َ ‫اخت‬
‫ار‬ ُ ‫ أ َ ْختَأ‬¤ َ‫صــــــاال‬
َ ‫ار‬
ْ ‫غ ْي ِري‬ َ َ‫كَـــذ‬
َ ِّ ‫اك ِخ ْلت َ ِن ْيــ ِه َوا ِت‬
َ ‫اال ْن ِف‬
َ‫صاال‬
Seperti itu juga, yaitu lafadz ‫ يييييييييييي‬, aku memilih menggunakan Dhomir
Muttashil, selainku memilih menggunakan Dhomir Munfashil

–••Ο••–

Boleh menggunakan Dhamir Munfashil beserta masih memungkinkan menggunakan Dhamir


Muttashil, yg demikian ada di tiga permasalahan:

PERMASALAHAN PERTAMA: Amilnya berupa Fi’il yang bukan Amil Nawasikh yg


serupa A’THOO Cs menashabkan dua maf’ul yg berupa dua Dhamir, dhamir yg pertama
lebih khusus dari dhamir yg kedua (yakni, dhamir mutakallim lebih khusus dari dhamir
mukhothob dan dhamir mukhothob lebih khusus dari dhamir ghaib).

Contoh menggunakan dhamir Muttashil:

‫الكتاب سلـنيه‬
AL-KITAABU SALNII HI = Mintalah kitab itu padaku..!

Boleh menggunakan dhamir Munfashil contoh:

‫الكتاب سلـني إياه‬


AL-KITAABU SALNII IYYAAHU = Mintalah kitab itu padaku..!

Jika dhamir yg pertama tidak lebih khusus dari dhamir yg kedua, maka wajib menggunakan
dhamir Munfashil. Contoh:

‫الكتاب أعطاه إياك زيد‬


ALKITAABU A’THOO HU IYYAKA ZAIDUN = Zaid memberikan kitab itu kepadamu

Atau jika kedua dhamir itu tidak nashab semuanya yakni salah satunya, maka wajib
menggunakan Dhamir Muttashil contoh:

‫النظام أحببـته‬
AN-NIZHAAM AHBABTU HU = aku menyukai undang-undang itu.

PERHATIAN:
Dalam permasalahan pertama ini, lebih diutamakan menggunakan dhamir Muttashil daripada
dhamir Munfashil, mengingat pada hukum asalnya (lihat Penggunaan Bentuk Dhamir »
Alfiyah Bait 63) beserta dikokohkan oleh dalil dalam Al-Qur’an, contoh:

َ َ‫ف‬
َّ ‫سيَ ْك ِفيـ َك ُه ُم‬
ُ‫َّللا‬
FASAYAKFIIKAHUMU-LLAAHU = Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka
(Al-Baqarah : 137)

َ ‫أَنُ ْل ِز ُمـ ُك ُمو َها َوأ َ ْنت ُ ْم لَ َها ك َِار ُه‬


‫ون‬
ANULZIMUKUMUUHAA WA ANTUM LAHAA KAARIHUUN = Apa akan kami
paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya? (Hud : 28)

‫سأ َ ْلـ ُك ُمو َها‬


ْ َ‫إِ ْن ي‬
IN YAS-ALKUMUUHAA = Jika Dia meminta harta kepadamu (Muhammad : 47)

Terkadang ditemukan menggunakan dhamir Munfashil sebagaimana dalil dalam Hadits. Oleh
karenanya dalam masalah ini, penggunaan dhamir Muttashil tidaklah wajib dan penggunaan
dhamir Munfashil tidak khusus pada Syair saja. Contoh dalam Hadits:

‫أَفَ َال تَت َّ ِقي هللاَ فِ ْي َه ِذ ِه ا ْلبَ ِه ْي َم ِة الَّتِى َملَكَّـ َك هللاُ ِإيَّا َها‬
Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam binatang ini, yang telah dijadikan sebagai
milikmu oleh Allah? (Shahih Muslim).

PERMASALAHAN KEDUA: bersambung….

Share this:








Categories: Bait 64-65 Tag:Isim Dhamir

Penggunaan Bentuk Dhamir » Alfiyah Bait 63


13 November 2011 Ibnu Toha 3 komentar
–••Ο••–

ْ ‫ إذَا ت َــــأ َتَّى‬¤ ‫اختِيَ ٍار الَ يَ ِجيء ا ْل ُم ْنفَ ِص ْل‬


‫أن‬ ْ ‫َوفِي‬
ِ َّ ‫يَ ِجيء ا ْل ُمت‬
‫ــص ْل‬
Dalam keadaan bisa memilih, tidak boleh mendatangkan Dhomir Munfashil jika masih
memungkinkan untuk mendatangkan Dhomir Muttashil.

–••Ο••–

Jikalau masih memungkinkan menggunakan dhamir Muttashil janganlah menggantikannya


dengan dhamir Munfashil. Sebab dhamir digunakan untuk tujuan meringkas kata. Bentuk
dhamir Muttashil jauh lebih ringkas daripada Dhamir Munfashil. Contoh:

‫أكرمتـك‬
AKROMTUKA = aku memulyakanmu

jangan mengatakan:

‫أكرمت إياك‬
AKROMTU IYYAKA = aku memulyakanmu

Terkadang di beberapa tempat ada yg harus menggunakan dhamir Munfashil karena tidak
memungkinkan menggunakan dhamir Muttashil diantaranya adalah:

1. Dhamir dikedepankan dari Amilnya karena suatu motif semisal untuk Faidah Qashr,
contoh:

ْ َ‫اك ن‬
ُ ‫ست َ ِع‬
‫ين‬ َ َّ‫اك نَ ْعبُ ُد َو ِإي‬
َ َّ‫ِإي‬
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan (al-Fatihah : 5)

2. Dhamir Jatuh sesudah ILLA, contoh:

‫ضى َربُّ َك أ َ َّال ت َ ْعبُدُوا ِإ َّال ِإيَّا ُه‬


َ َ‫َوق‬
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia (Al-
Israa’ : 23)

3. Dhamir dipisah dari Amil oleh Ma’mul lain, contoh:

‫سو َل َو ِإيَّا ُك ْم‬


ُ ‫الر‬ َ ‫يُ ْخ ِر ُج‬
َّ ‫ون‬
mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu (Al-Mumtahanah : 1)

4. Dharurah Syi’ir, contoh:

‫بالباعث الوارث األموات قد ضمنت إياهم األرض في‬


‫دهر الدهارير‬
Pembagian Fi’il
24 Juni 2010 Ibnu Toha 14 komentar

Setelah sebelumnya mendefinisikan kata Tashrif menurut Bahasa dan Istilah. Dilanjutkan
mengenai Fi’il dan Pembagian Fi’il. Fi’il (kata kerja) adalah kalimat (Bahasa Indonesia: kata)
yang memiliki arti pada dirinya sendiri dan berhubungan dengan waktu, yaitu waktu Maadhi
(lampau) Haal (sekarang) dan Istiqbaal (akan datang).

Kailani, 2

ِ ‫ث ُ َّم ا ْل ِف ْع ُل اِ َّما ثُالَ ِث ٌّي َواِ َّما ُربا َ ِع ٌّي َو ُك ُّل َو‬
‫اح ٍد ِم ْن ُه َما اِ َّما‬
َ ‫سا ِل ٌم أ َ ْو‬
‫غ ْي ُر‬ ِ ‫ُم َج َّر ٌد أ َ ْو َم ِز ْي ٌد ِف ْي ِه َو ُك ُّل َو‬
َ ‫اح ٍد ِم ْن َها ِإ َّما‬
‫سا ِل ٍم‬َ
Kemudian Fi’il itu, satu sisi: ada yang berbangsa tiga huruf (Tsulatsiy), dan pada sisi yang
lain: ada yang berbangsa empat huruf (Ruba’iy). Dan masing-masing dari kedua bangsa itu,
adakalanya Mujarrad atau adakalanya Mazid. Dan tiap-tiap satu dari semuanya, baik ada
yang Salim atau ada yang Ghair Salim.

PEMBAGIAN FI'IL

Keterangan:

(1). Fi’il Tsulatsiy, yaitu Fi’il yang asal huruf-hurufnya adalah tiga. seperti ‫ب‬
َ ‫ض َر‬
َ dha-ra-
ba, arti: memukul.

(2). Fi’il Ruba’iy, yaitu Fi’il yang asal huruf-hurufnya adalah empat. seperti ‫دَ ْح َر َج‬ da-kh-
ra-ja, arti: menggelincirkan.

Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa semua Asal huruf-huruf Fi’il itu terfokus
hanya kepada dua pembagian Fi’il tsb yaitu Tsulatsiy dan Ruba’iy. Sebagai patokan bahwa
tidak ada asal huruf Fi’il itu kurang dari tiga, atau lebih dari empat. Ketetapan ini sudah
diakui merupakan pengkajian dari kalam Arab.

» Dan masing-masing dari kedua bangsa itu, adakalanya Mujarrad atau adakalanya Mazid.

(1). Mujarrad, artinya sepi dari tambahan pada asal huruf-hurufnya.

(2). Mazid, artinya ada penambahan pada asal huruf-hurufnya, baik tambahan satu huruf atau
lebih, seperti: َ ‫أَض َْر‬
‫ب‬ a-dh-ra-ba arti: mendiami. dan ‫تَدَ ْح َر َج‬ ta-da-kh-ra-ja arti:
tergelincir.

» Dan tiap-tiap satu dari semuanya, baik ada yang Salim atau ada yang Ghair Salim.

(1). Salim, artinya selamat pada Asal huruf-hurufnya daripada terdiri dari huruf Illat,
Hamzah, dan Tadh’if .
Contoh: ‫ب‬
َ ‫ض َر‬
َ – ‫دَ ْح َر َج‬
(2). Ghair Salim, artinya tidak selamat pada asal huruf-hurufnya daripada terdiri dari huruf
Illat, Hamzah, dan Tadh’if .

َ ‫ ♥♥♥ زَ ْلزَ َل – َو‬Ibnu Toha


Contoh: َ‫عد‬

Share this:








Categories: Syarah Kailani Matan 'Izzi Tag:Alat, Bahasa Arab, Gramatika, I’lal, Kalimah Fi'il, online,
Sharaf, Sharf, Shorf, Shorof, Sorf, Sorof, Tashrif, Tasrif

Definisi Sharaf
24 Juni 2010 Ibnu Toha 12 komentar

Sharaf atau dibaca Shorof adalah salah satu nama cabang Ilmu dalam pelajaran Bahasa Arab
yang khusus membahas tentang perubahan bentuk kata (Bahasa Arab: kalimat). Perubahan
bentuk kata ini dalam prakteknya disebut Tashrif. Oleh karena itu dinamakan Ilmu Sharaf
(perubahan; berubah), karena Ilmu ini khusus mengenai pembahasan Tashrif (pengubahan;
mengubah).

Kailani, 1

‫ َو ِفي‬،‫ الت َّ ْغ ِي ْي ُر‬:‫ف فِي اللُّغَ ِة‬ ْ َّ ‫ ا َ ََ ََ َّن الت‬،‫اِ ْعلَ ْم‬
َ ‫ص ِر ْي‬
‫اح ِد إِلَى أ َ ْمثِلَ ٍة ُم ْخت َ ِلفَ ٍة‬
ِ ‫ص ِل ا ْل َو‬ ْ َ ‫ ت َ ْح ِو ْي ُل اْأل‬:‫ع ِة‬ َ ‫صنَا‬
َّ ‫ال‬
.‫ص ُل اِالَّ ِب َها‬ُ ‫ص ْو َد ٍة الَ ت َ ْح‬ُ ‫ان َم ْق‬
ٍ َ‫ِل َمع‬
Ketahuilah, bahwasanya yg dinamakan Tashrif menurut Bahasa adalah: pengubahan.
Sedangakan menurut Istilah adalah: pengkonversian asal (bentuk) yang satu kepada contoh-
contoh (bentuk) yang berbeda-beda, untuk (tujuan menghasilkan) makna-makna yang
dimaksud, (yg mana) tidak akan berhasil tujuan makna tersebut kecuali dengan contoh-
contoh bentuk yang berbeda-beda itu.
Keterangan:

Asal bentuk kalimat adalah Masdar, ini menurut pendapat Ulama Bashrah. Pendapat ini lebih
banyak mendapat dukungan. Sedangkan menurut Ulama Kufah, asal bentuk kalimat adalah
Fi’il Madhi.

Asal bentuk adalah Masdar, dikonversikan ke sampel-sampel yang lain misalnya: Fi’il
Madhi, Fi’il Mudhari’, Fi’il Amar, Fi’il Nahi, Isim Fa’il, Isim Maf’ul, Isim Zaman, Isim
Makan, Isim Alat, Isim Murrah, Isim Hai’ah, Isim Nau’, Isim Tafdhil, Shighat Mubalaghah
dan lain-lain. Perubahan ke sampel-sampel tersebut, tujuannya untuk menghasilkan makna
yang diinginkan, tanpa mengubah ke sampel-sampel tersebut maka kita tidak akan berhasil
mencapai kepada makna yang kita inginkan.

Contoh:

Asal kalimat adalah Masdar: ‫ض ْرب‬


َ dibaca: Dharbun, bermakna: Pukulan.
Dirubah ke sampel Fi’il Madhi menjadi: ‫رب‬
َ‫ض‬َ dibaca: Dharaba, bermakna: Telah
memukul.

Dirubah ke sampel Fi’il Mudhari’ menjadi: ‫ب‬


ُ ‫ يَض ِْر‬dibaca: Yadhribu bermakna: Akan
memukul.

Dirubah ke sampel Fi’il Amar menjadi: ْ‫ اِض ِْرب‬dibaca: Idhrib bermakna: Pukullah! Dan
sebagainya.

Contoh tersebut di atas dikatakan Tashrif, yaitu pengubahan asal bentuk yang satu kepada
sampel-sampel bentuk yang lain untuk menghasilkan makna yang dimaksud.
Sekian pembahasan Tashrif menurut Bahasa dan Istilah. ♥♥♥ Ibnu Toha

Pengertian Naibul Fa’il » Alfiyah Bait 242


22 November 2011 Ibnu Toha 4 komentar
–••Ο••–

‫ فِيما لَهُ َكن ِي َل َخ ْي ُر نَائِ ِل‬¤ ‫وب َم ْفعُو ٌل ِب ِه ع َْن فَا ِع ِل‬
ُ ُ‫يَن‬
Maf’ul bih menggantikan Fa’il di dalam semua hukumnya. Seperti contoh: “NIILA
KHOIRU NAA-ILI=anugerah terbaik telah diperoleh”.

–••Ο••–

Naibul Fa’il adalah Isim yg dirofa’kan baik secara lafzhan atau mahallan, menggantikan dan
menempati tempatnya Fa’il yg tidak disebutkan, dan Fi’ilnya dibentuk Mabni Majhul. Baik
isim yg menggantikan itu asalnya berupa Maf’ul bih atau serupanya sepeti Zhorof, Masdar
dan Jar-majrur.
Contoh bentuk kalimat asal :

‫أكرم خالد الغريب‬


AKROMA KHOOLIDUN AL-GHORIIBA = Kholid menghormati orang asing itu

Contoh bentuk kalimat setelah Fa’ilnya dibuang dan Fi’ilnya dibentuk Mabni Majhul:

‫أ ُ ْك ِرم الغريب‬
UKRIMA AL-GHOORIBU = Orang asing itu dihormati

Pada contoh ini lafazh AL-GHOORIBU adalah Naibul Fa’il menggantikan Fa’ilnya yg
dibuang. Lafazh UKRIMA adalah kalimah Fi’il Madhi yang dibentuk Mabni Majhul.

Dengan demikian apabila Fa’ilnya dibuang karena suatu alasan baik alasan bangsa Lafzhiy
atau bangsa Ma’nawiy (lihat Motif al-Hadzf/alasan membuang lafazh) maka pembuangan
Fa’il ini menimbulkan dua keputusan:
1. Merubah Fi’ilnya ke bentuk Majhul
2. Menempatkan Pengganti Fa’il pada posisi Fa’il berikut hukum2nya, semisal: harus Rofa’,
harus berada setelah Fi’ilnya, sebagai pokok kalimat, hukum ta’nits pada fi’ilnya, dan lain-
lain (lihat BAB FA’IL) .

Bab Ibtida’ (Mubtada’ dan Khabar)


Tinggalkan komentar Go to comments

‫اال ْب ِتدَا ُء‬


Bab Ibtida’

DASAR-DASAR KALIMAT SUSUNAN JUMLAH ISMIYAH

 Mubtada’ dan Khabar

‫ ِإ ْن قُ ْلتَ َز ْي ٌد عَا ِذ ٌر َم ِن‬¤ ‫ـــــر‬


ْ َ‫ُم ْبتَـدَأ َز ْي ٌد َوعَـــا ِذ ٌر َخب‬
‫ا ْعتَذَ ْر‬
Adalah Mubtada’ yaitu lafadz ‫ زيد‬, dan lafazh ‫ عاذر‬adalah Khabar, apabila kamu
mengucapkan kalimat: ‫زيد عاذر من اعتذر‬. “Zaid adalah penerima alasan bagi orang yang
mengemukakan alasan”

 Mubtada’ dan Fa’il


َ َ ‫ فَا ِع ٌل ا ْغنَى فِي أ‬¤ ‫َوأ َ َّو ٌل ُم ْبـــتَدَأ َوا ْلثَّـــــانِي‬
ِ َ‫س ٍار ذ‬
‫ان‬
Kalimah yang pertama adalah Mubtada’, dan kalimah yang kedua adalah Fa’il yang
mencukupi (tanpa Khabar), didalam contoh kalimat: ‫“ أ سار ذان‬apakah yang berjalan malam,
keduanya ini?” (‫ = أ‬Huruf Istifham, ‫ = سار‬Isim Sifat sebagai Mubtada’, ‫ = ذان‬sebagai Fa’il yg
menempati posisi Khabar)

‫ يَ ُج ْو ُز نَ ْح ُو فَائِ ٌز أولُو‬¤ ‫ستِ ْف َه ٍام النَّ ْف ُي َوقَ ْد‬


ْ ‫س َوكَا‬
ْ ِ‫َوق‬
‫ش ْد‬
َ ‫الر‬
َّ
Dan kiaskanlah! (untuk contoh lain serupa ‫ = أ سار ذان‬yakni, Mubtada’ dari Isim sifat (isim
fa’il/isim maf’ul/isim musyabbah) yang diawali Istifham/kata tanya ( ‫ْف – ه َْل – أ‬ َ ‫) َما – َم ْن – َكي‬
dan Fa’ilnya bisa isim Zhahir atau isim Dhamir). Juga seperti Istifham yaitu Nafi ( semua nafi
yang pantas masuk pada isim ( ‫ْس‬ َ ‫ ) َما – الَ – إِ ْن – َغي ُْر – لَي‬dan terkadang boleh (tanpa awalan
Istifham atau Nafi tapi jarang) seperti contoh lafazh: ْ‫شد‬ َّ ‫“ فَائِز أُولُو‬Yang beruntung mereka yg
َ ‫الر‬
mendapat petunjuk”

ِ ‫ ِإ ْن ِفي‬¤ ‫ف َخــبَ ْر‬


‫س َوى‬ ُ ‫ص‬ ْ ‫ـو‬َ ‫ان ُم ْبتَدَا َوذَا ا ْل‬
ِ َّ ‫َوا ْلث‬
ْ ‫اإل ْف َرا ِد ِط ْبقا ً ا‬
‫ستَقَ ْر‬ ِ
Kalimah yg kedua adalah mubtada’ (menjadi Mubtada’ muakhkhar). Dan Isim Sifatnya ini
(kalimah yg pertama) adalah Khabar (menjadi Khabar Muqaddam), apabila pada selain
bentuk mufradnya ia menetapi kecocokan (yakni, sama-sama berbentuk Mutsanna atau jama’
misal: ‫)أ ساران ذان‬.

I’RAB MUBTADA’ DAN KHABAR

‫اك َر ْف ُع َخبَ ٍر باْل ُم ْبتَدَأ‬


َ َ‫ َكذ‬¤‫َو َرفَعُـــوا ُم ْبتَدَأ باال ْبــت َ ِدا‬
Mereka (orang arab) me-rofa’kan Mubtada’ karena sebab Ibtida’ (‘Amil secara Ma’nawi,
yakni menjadikan isim sebagai Pokok/Subjek kalimat, dikedepankan sebagai sandaran bagi
kalimah lain sekalipun secara Lafzhi ada di belakang (mubtada’ muakhkhar)). Demikian juga
rofa’-nya Khobar disebabkan oleh Mubtada’.

KHABAR DAN BENTUK-BENTUKNYA

 Pengertian Khabar

‫َاَلِل بَ ُّر َواألَيَـا ِدي‬


َّ ‫ ك‬¤ ‫َوا ْل َخبَ ُر ا ْل ُج ْزء ا ْل ُم ِت ُّم ا ْلفَا ِئ َد ْه‬
‫شَـا ِه َد ْه‬
Pengertian Khabar adalah juz/bagian penyempurna faidah, yang seperti kalimat: ‫هللاُ بَر َواألَيَادِي‬
‫“ شَا ِهدَة‬Allah adalah maha pemberi kabajikan. Dan kejadian-kejadian besar adalah sebagai
saksi”.

 Khabar Jumlah

‫ َحا ِويَةً َم ْعنَى الَّ ِذي‬¤ ‫ــملَ ْه‬ َ ‫َو ُم ْف‬


ْ ‫ــر َدا ً يَأتِي َويَأتِـي ُج‬
‫س ْيقَتْ لَ ْه‬
ِ
Khabar ada yang datang berbentuk Mufrad (Khabar Mufrad, tidak terdiri dari susunan kata).
Dan ada yang datang berbentuk Jumlah (Khabar Jumlah, tersusun dari beberapa kata) yg
mencakup ada makna mubtada’(ada Robit/pengikat antara Mubtada’ dan Khabar jumlahnya),
dimana Jumlah tsb telah terhubung (sebagai khobar) bagi Mubtada’nya.

‫س ِبي‬ َّ ‫ ِب َها َكنُ ْط ِقي‬¤ ‫ُـن إيَّـا ُه َم ْعنَى ا ْكتَـــفَى‬


ْ ‫َّللاُ َح‬ ْ ‫َو ِإ ْن تَك‬
‫َو َكفَى‬
Dan apabilah Jumlah tsb sudah berupa makna mubtada’, maka menjadi cukuplah Khabar
ْ ُ‫“ ن‬adapun ucapanku: “Allah
dengannya (tanpa Robit) seperti contoh : ‫ط ِقى هللاُ َح ْس ِبي َو َكفَى‬
memadai dan cukup bagiku””

 Khabar Mufrad

َ ‫ق فَ ْه َو ذُو‬
‫ض ِم ْي ٍر‬ ْ ُ‫ ي‬¤ ‫غ َو ِإ ْن‬
َّ َ ‫شت‬ ٌ ‫ــام ُد فَ ِار‬
ِ ‫ــر ُد ا ْل َج‬
َ ‫َوا ْل ُم ْف‬
‫ست َ ِك ِّن‬
ْ ‫ُم‬
Adapun khabar mufrad yang terbuat dari isim jamid (isim yang tidak bisa ditashrif ishtilahi)
adalah kosong (dari dhamir) dan apabila terdiri dari isim yang di-musytaq-kan (isim musytaq
hasil pecahan dari tashrif istilahi) maka ia mengandung dhamir yang tersembunyi (ada
dhamir mustatir kembali kepada mubtada’/sebagai robit).

َّ ‫س َم ْعنَا ُه لَهُ ُم َح‬


َ‫صال‬ ُ ‫َوأ َ ْب ِر َز ْنهُ ُم ْطلَقَـا ً َح ْي‬
َ ‫ َما لَ ْي‬¤ َ‫ث تَال‬
Dan sungguh Bariz-kanlah! (gunakan Dhamir Bariz, bukan Mustatir) pada khabar mufrad
musytaq tsb secara mutlak (baik Dhamirnya jelas tanpa kemiripan, apalagi tidak), ini
sekiranya khabar tsb mengiringi mubtada’ yang mana makna khabar tidak dihasilkan untuk
mubtada’ (khabar bukan makna mubtada’).

 Khabar dari Zharaf dan Jar-Majrur


‫ نَا ِو ْي َن َم ْعنَى كَائِ ٍن أ َ ِو‬¤ ‫ف َج ِّر‬ ٍ ‫َوأ َ ْخبَ ُر َوا ِب َظ ْر‬
ِ ‫ف ْأو ِب َح ْر‬
ْ َ‫ستَق‬
‫ــر‬ ْ ‫ا‬
Mereka (ahli Nuhat dan orang Arab) menggunakan Khabar dengan Zharaf atau Jar-Majrur,
dengan niatan menyimpan makna ‫ كَائِن‬atau ‫ا ْستَقَ ْر‬.

‫ ع َْن ُجث َّ ٍة َوإِ ْن يُ ِف ْد‬¤ ‫ان َخبَ َرا‬ ْ ‫َوالَ يَك ُْو ُن ا‬
ٍ ‫سـ ُم َز َم‬
‫فَأ َ ْخ ِب َرا‬
Tidak boleh ada Isim Zaman (Zharaf Zaman) dibuat Khabar untuk Mubtada’ dari Isim dzat.
Dan apabila terdapat faidah, maka sungguh jadikan ia Khabar…!.

SYARAT KEBOLEHAN MUBTADA’ DARI ISIM NAKIRAH

‫ َما لَ ْم ت ُ ِف ْد َك ِع ْن َد َز ْي ٍد نَ ِم َر ْه‬¤ ‫َوالَ يَ ُج ْو ُز اال ْب ِتدَا ِبا ْلنَّ ِك َر ْه‬


Tidak boleh menggunakan mubtada’ dengan isim Nakirah selama itu tidak ada faidah, (yakni,
boleh dengan persyaratan ada faidah) seperti contoh: ُ ‫“ ِع ْندَ زَ يْد ن َِم َرة‬adalah disisi Zaid pakaian
Namirah (jenis pakaian bergaris-garis yg biasa dipakai oleh orang A’rab Badwi)”
(khabarnya terdiri dari zharaf atau jar-majrur yg dikedepankan dari mubtada’nya).

َ ‫ َو َر ُجــ ٌل ِم َن ا ْل ِك‬¤ ‫َو َه ْل فَت َ ًى فِ ْي ُك ْم فَ َما ِخ ٌّل لَنَا‬


‫ـر ِام ِع ْن َدنَا‬
(dan disyaratkan juga: ) seperti contoh ‫“ ه َْل فَتَى ِفي ُكم‬adakah seorang pemuda diantara kalian?”
(diawali dengan Istifham/kata tanya), dan contoh: ‫“ َما ِخل لَنَا‬tidak ada teman yang menemani
kami” (diawali dengan Nafi), dan contoh: ‫“ َر ُجل ِمنَ ال ِك َر ِام ِع ْندَنَا‬seorang lelaki yg mulia ada
disisi kami” (disifati)

َ ‫َو َر ْغبَةٌ فِي ا ْل َخ ْير َخ ْي ٌر َو‬


ْ َ‫ ِب َر يَ ِز ْي ُن َو ْليُق‬¤ ‫ع َم ْل‬
‫س َما لَ ْم‬
‫يُقَـ ْل‬
dan contoh: ‫“ َر ْغ َبة فِي ال َخي ِْر َخيْر‬gemar dalam kebaikan adalah baik” (mengamal), dan contoh:
ُ‫“ َع َم ُل بِ ِّر يَ ِزين‬berbuat kebajikan menghiasi (hidupnya)” (mudhaf). Dan dikiaskan saja! contoh
lain yang belum disebut.

PERIHAL KEBOLEHAN MENDAHULUKAN KHABAR DARI MUBTADA’


َّ ‫ َو َج‬¤‫ص ُل فِي األ َ ْخبَ ِار أ َ ْن تُؤ َّخ َرا‬
‫ـو ُز َوا ا ْلت َّ ْقــ ِد ْي َم ِإ ْذ‬ ْ َ ‫َواأل‬
‫ــر َرا‬
َ ‫ض‬ َ َ‫ال‬
Asal penyebutan Khabar tentunya harus di-akhirkan (setelah penyebutan mubtada’), dan
mereka (orang arab/ahli nahwu) memperbolehkan mendahulukan khabar bilamana tidak ada
kemudharatan (aman dari ketidakjelasan antara khabar dan mubtada’nya).

PELARANGAN MENDAHULUKAN KHABAR DARI MUBTADA’NYA

 Sama Nakirah atau Ma’rifat

َ ‫ ع ُْرفَــــا ً َونُ ْك‬¤ ‫ءآن‬


ً ‫ـــرا‬ ِ ‫ست َ ِوى ا ْل ُج ْز‬ ْ َ‫ف‬
ْ َ‫امنَ ْعهُ ِح ْي َن ي‬
‫ـــان‬
ِ َ‫عَــا ِد َم ْي بَي‬
Maka cegahlah mendahulukan Khabar…! ketika kedua juz (khabar & mubtada’) serupa
ma’rifah-nya atau nakirah-nya, dalam situasi keduanya tidak ada kejelasan. (karena dalam hal
ini, pendengar atau pembaca tetap menganggap khabarlah yang dibelakang)

 Khabar dari kalimah Fi’il atau Khabar yg di-mahshur

ُ‫ستِعَ َمــالُه‬ ِ ُ‫ أ َ ْو ق‬¤ ‫َان ا ْل َخبَ َرا‬


ْ ‫ــص َد ا‬ َ ‫َكذَا إذَا َما ا ْل ِف ْع ُل ك‬
‫ُم ْن َح ِص َرا‬
Demikian juga dilarang khabar didahulukan, bilamana ia berupa kalimah Fi’il sebagai
khabarnya (karena akan merubah susunan kalimat menjadi jumlah Fi’liyah/fi’il dan fa’il).
Atau dilarang juga (menjadikan Khabar muqaddam) yaitu penggunaan khabar dengan
maksud dimahshur/dipatoki (dengan ‫ اِنَّ َما‬atau َّ‫)اِال‬.(karena fungsi me-mahshur-kan khabar
adalah untuk meng-akhirkannya).

 Khabar bagi Mubtada’ yg ber-Lam Ibtida’ atau Mubtada’ dari Isim Shadar
Kalam

َّ ‫ أ َ ْو الَ ِزم ا ْل‬¤ ‫سنَ َدا ً ِل ِذي الَ ِم ا ْبتِدَا‬


‫صد ِْر َك َم ْن ِلي‬ َ ‫أ َ ْو ك‬
ْ ‫َان ُم‬
‫ُم ْن ِجدَا‬
Atau dilarang juga (khabar didahukukan) yaitu menjadikan Khabar disandarkan pada
Mubtada’ yg mempunyai lam ibtida’ (karena kedudukan Lam Ibtida’ adalah sebagai Shadar
Kalam/permulaan kalimat). Atau disandarkan kepada mubtada’ yang semestinya berada di
awal kalimat seperti contoh: ‫“ َم ْن ِلي ُم ْن ِجدَا‬siapakah sang penolong untuk ku?” (mubtada’ dari
isim istifham).
KHABAR WAJIB DIDAHULUKAN DARI MUBTADA’NYA (KHABAR
MUQADDAM & MUBTADA’ MUAKHKHAR)

َ ‫ ُم‬¤ ‫َونَ ْح ُو ِع ْن ِدي ِد ْر َه ٌم َو ِلي َو َط ْر‬


‫لتـــز ٌم ِفيـــــ ِه‬
‫تَقَــــ ُّد ُم ال َخـــ َب ْر‬
Contoh seperti ‫“ ِع ْندِي د ِْرهَم‬aku punya dirham” (yakni, khabarnya terdiri dari Zharaf dan
Mubtada’nya terdiri dari isim Nakirah) dan ‫ط ْر‬ َ ‫“ ِلي َو‬aku ada keperluan” (yakni, khabarnya
terdiri dari Jar-majrur dan Mubtada’nya terdiri dari isim Nakirah) adalah diwajibkan pada
contoh ini mendahulukan Khabar.

ً ‫ع ْنهُ ُم ِبينــا‬
َ ‫ ِم َّمــا ِب ِه‬¤ ‫ض َم ُر‬ َ ‫َكذَا ِإذَا عَا َد‬
ْ ‫علَ ْي ِه ُم‬
‫يُ ْخــبَ ُر‬
Seperti itu juga wajib mendahulukan khabar, bilamana ada Dhamir yang tertuju kepada
Khabar, tepatnya dhamir yang ada pada Mubtada’ yang dikhabari oleh Khobanya, sebagai
penjelasan baginya (contoh: ‫احبُ َها‬
ِ ‫ص‬َ ‫“ ِفي الد َِّار‬penghuni rumah ada di dalam rumah”)

ُ‫ـن عَـ ِل ْمــتَه‬ َ ‫ كَـأ َ ْي‬¤ ‫صديرا‬


ْ ‫ــن َم‬ ْ َّ ‫ب الت‬ ْ َ‫َكذَا ِإذَا ي‬
ُ ‫ست َ ْو ِج‬
َ ‫نَ ِص‬
‫ــيرا‬
Demikian juga wajib khabar didahulukan dari mubtada’, bilamana khabar tsb sepantasnya
ditashdirkan/dijadikan pembuka kalimat. Seperti contoh: ‫يرا‬
َ ‫َصــ‬ ْ ‫“ أَيْــنَ َم‬dimanakah ia
ِ ‫ـن َعـ ِل ْمــتَهُ ن‬
yang kamu yakini sebagai penolong?” (khabarnya terdiri dari Isim Istifham).

ُ ‫ َك َمالَنَـــا إالَّ ا ِت ِّ َبـــا‬¤ ‫ور قَ ِ ِّد ْم أ َبدَا‬


‫ع‬ ِ ‫ص‬ُ ‫َو َخبَ َر ا ْل َم ْح‬
‫أح َمــدَا‬
ْ
Dahulukanlah…! Selamanya terhadap Khabar yang dimahshur (dengan ‫ انما‬atau ‫ ) اال‬contoh:
ُ ‫“ َمالَنَا إالَّ اتِ ِّ َبا‬tidaklah kami mengikuti kecuali ikut kepada Ahmad”
‫ع أحْ َمدَا‬

PERIHAL KEBOLEHAN MEMBUANG KHABAR ATAU MUBTADA

 contoh boleh membuang Khabar

‫ تَقُ ْو ُل َز ْي ٌد بَ ْع َد َم ْن ِع ْن َد ُك َما‬¤ ‫ذف َما يُ ْعلَ ُم َجائِ ٌز َك َما‬


ُ ‫َو َح‬
Membuang suatu yang sudah dimaklumi adalah boleh, sebagaimana kamu menjawab: ‫زَ يْد‬
“Zaid” setelah pertanyaan: ‫“ َم ْن ِع ْندَ ُك َما‬Siapakah yg bersama kalian?“

 contoh boleh membuang mubtada’

ُ‫ست ُ ْغــ ِن َي عَـ ْنه‬ َ َ‫ ف‬¤ ‫ف‬


ْ ‫ــز ْي ٌد ا‬ ْ ‫ف َز ْي ٌد قُ ْل َد ِن‬
َ ‫ب َك ْي‬
ِ ‫َو ِفي َج َوا‬
‫ف‬ْ ‫ِإ ْذ ع ُِـر‬
َ ‫“ َكي‬Bagaimana Zaid?”, jawab saja! ‫ف‬
juga didalam jawaban pertanyaan contoh: ‫ْف زَ يْد‬ ْ ِ‫دَن‬
“Sakit“. maka dicukupkan tanpa perkataan zaid, karena sudah diketahui.

KHABAR YANG WAJIB DIBUANG

‫ص يَ ِم ْي ٍن ذَا‬ ُ ‫غا ِلبَا ً َح ْذ‬


ِّ ِ َ‫ َحتْ ٌم َوفِي ن‬¤ ‫ف ا ْل َخبَ ْر‬ َ َ‫َوبَ ْع َد لَ ْوال‬
‫ستَقَ ْر‬
ْ ‫ا‬
Lazimnya setelah lafazh LAULAA, membuang khabar adalah wajib (contohnya: َ‫لوال زيد ألتيتُك‬
“andaikata tidak ada Zaid, sungguh aku telah mendatangimu“). Juga didalam penggunaan
Mubtada’ nash sumpah, demikian ini (hukum wajib membuang khabar) tetap berlaku
(contohnya: ‫“ لَعَ ْم ُركَ أل ْفعَلَ َّن‬demi hidupmu… sungguh akan kukerjakan“).

َ ‫ ك َِمثْ ِل ُك ُّل‬¤ ‫عيَّنَتْ َم ْف ُه ْو َم َم ْع‬


‫صــانِ ٍع َو َمــا‬ َ ‫َوبَ ْع َد َوا ٍو‬
ْ َ‫صن‬
‫ــع‬ َ
juga (tetap berlaku wajib membuang khabar) yaitu setelah Wawu yang menentukan mafhum
makna Ma’a “beserta“. sebagaimana contoh: ‫صنَــ ْع‬ َ ‫“ ُك ُّل‬Setiap yang berbuat
َ ‫صــانِع َو َمــا‬
beserta perbuatannya”.

ْ ُ ‫ ع َِن الَّ ِذي َخـبَ ُرهُ قَ ْد أ‬¤ ‫َوقَ ْب َل َحا ٍل الَ يَك ُْو ُن َخبَ َرا‬
‫ض ِم َرا‬
juga (tetap berlaku wajib membuang khabar) yaitu sebelum haal yang tidak bisa menjadi
khobar (tapi sebagai sadda masaddal-khobar/menempati kedudukan khobar) dari mubtada’
yang khobarnya benar-benar disamarkan

َّ ‫ ت َ ْب ِييني ا ْل َح‬¤ ‫س ْيئا ً َوأَتَـ ِّم‬


ً ‫ــق َمنُ ْـو َطا‬ ِ ‫ض ْر ِب َي ا ْلعَ ْب َد ُم‬
َ ‫َك‬
‫ِبا ْل ِحـ َك ْم‬
Seperti contoh : “Dhorbiyal ‘Abda Masii-an” = pukulanku pada hamba bilamana ia berbuat
tidak baik (yakni, mubtada’ dari isim masdar dan sesudahnya ada haal menempati kedudukan
khobar) dan contoh “Atammu Tabyiiniy al-haqqa manuuthon bil-hikam” = paling finalnya
penjelasanku bilamana sudah manut/sesuai dengan hukum.

KEBOLEHAN MENJADIKAN BANYAK KHOBAR DENGAN SATU MUBTADA‘

ٌ‫س َراة‬ ِ ‫ ع َْن َو‬¤ ‫َوأ َ ْخبَ ُروا ِباثْنَ ْي ِن أ َ ْو ِبأ َ ْكث َ َرا‬
َ ‫اح ٍد َك ُهـ ْم‬
‫ـرا‬
َ َ ‫شع‬
ُ
Mereka (ulama nuhat/orang arab) menggunakan khabar dengan dua khobar atau lebih dari
satu mubtada’, contoh “Hum Saraatun Syu’aroo-un” = mereka adalah orang-orang luhur para
penyair.

Anda mungkin juga menyukai