HUSNUS SIYAGHOH
PENDAHULUAN
FASHOHAH DAN BALAGHOH
A. FASHOHAH
Fashohah menurut bahasa adalah : kalimat yang menunjukkan arti jelas.
Dikatakan : "Seorang anak telah fasih dalam perkataannya" jika memang ucapannya sudah
jelas.
Fashohah dalam istilah, itu menjadi sifat pada kalimah, kalam, dan mutakallim.
a. Fashohatul Kalimah .
adalah : Terhidarnya suatu kalimah dari Tanafur Huruf, Mukholafatul Qiyas, dan Ghorobah.
- Tanafur huruf adalah: Suatu sifat pada kalimah yang menyebabkan beratnya kalimah pada
lidah dan sulit mengucapkannya.
Contoh :
شُّ َ الظ: tempat yang kasar.
اهلِ ْع ِخ ْع: tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
اح
ِ الن َقُّ : air tawar yang jernih
امل ْستَ ْس ِز ِر: benang yang tepintal
ُ
Penjelasan :
Tanafur terbagi mejadi 2 yaitu :
1. Tanafur yang sangat berat terbatas. Contoh :
شُّ َالظ : tempat yang kasar.
ِ ِ
اهل ْعخ ْع: tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
Lafadz اهلِ ْع ِخ ْعini dikatakan tanafur karena kesemuanya huruf berasal dari satu makhroj yaitu
huruf halaq.
Contoh lain :
امل ْستَ ْش ِز ِر: benang yang tepintal
ُ
Lafadz ini dikatakan tanafur karena Huruf Syin (bersifat Hams dan Rokhwah) menengahi antara
huruf ta' (bersifat Hams dan Syadidah) dan huruf za' (bersifat Jahr).
Untuk membedakan antara kedua tanafur tersebut yaitu dengan menggunakan perasaan yang
sehat (Dzauq Salim) yang diperoleh dengan mengkaji kalam Para ahli Balaghoh dan mendalami
metode-metodenya baik dari sisi kedekatan antara makhroj hurufnya atau dari jauhnya.
- Mukholafah Qiyas adalah : kalimah yang tidak sesuai dengan prosedur kaidah ilmu shorof.
Contoh : lafadz بُوقdijama’kan menjadi ات
ٌ َ بُوقseperti dalam Syairnya Abu toyyib Ahmad bin
Husain Al-Ju’fiy al-Kandy Al-Kufy Al-Mutanabby yang sedang memuji pemimpin tentara Daulat
Ibnu hamdan Raja Aleppo Syiria :
ات هَلَا َوطُُب ْو ُل ِ فَِفي الن- َّاس َسْي ًفا لِ َد ْولٍَة
ٌ ََّاس بُ ْوق ُ فِإ ْن يَ ُك ْن َب ْع
ِ ض الن
ْ
"Jika sebagian manusia itu seperti tentara dalam pemerintahan ( ibnu Hamdan Raja Aleppo;
Syiria ), maka dalam manusia akan terdapat terompet dan gendang untuk pemerintahan itu".
Karena menurut Qiyas dalam jama’ qillahnya adalah اق
ٌ أ َْب َو
Dan juga seperti lafadz ٌ َم ْو َد َدةdalam ucapannya :
ص ُد ْو ِر ِه ْم ِم ْن َم ْو َد َد ٍة ِ ِ
ُ ْ َمايِل َ يِف- ُإِ َّن بَن ـ َّـي لَلئَاٌَم َز َهـ َـده
"Sesungguhnya Anak-anakku memang orang yang hina yang tidak perhatian, tiada dihatinya
ada rasa cinta padaku "
Menurut Qiyas ilmu shorof adalah dengan mengidghomkan lafadz َم ْو َد َد ٍةmenjadi َم َو َّدةkarena ada
dua huruf sama, serta huruf yang kedua berharokat.
B. Fashohatul Kalam.
adalah : Terhidarnya beberapa kalimah dari tanafur pada kumpulan kalimah (kalam),
Dho'fu Ta'lif, Ta'kid, serta fashohahnya beberapa kalimah itu.
1. Tanafur pada Kalam adalah : Suatu sifat dalam Kalam yang menyebabkan beratnya kalam
pada lisan dan sulit mengucapkannya.
Contoh dalam ucapan Penyair :
َ ُيِف ْ َرفْ ِع َع ْر ِش الش َّْر ِع ِمثل
ُك يَ ْشَرع
“pada keluhuran Arasynya Syara’, Orang sepertimu bisa mengambil”
Contoh lain:
ب َقْبُر ٍ ب مِب َ َك
ٍ ولَْيس ُقرب َقرْبِ حر- ان َق ْف ٍر ٍ و َقْبر حر
َْ َ ْ َ َ َْ ُ َ
" kuburan musuh harus ditempat yang sunyi, dan tiada
kuburan lain dekat kuburan itu"
Penjelasan :
Tanafur ini juga terbagi mejadi 2 yaitu :
2. Dho'fu Ta'lif adalah : adanya kalam itu tidak sesuai dengan prosedur kaidah ilmu Nahwu yang
masyhur.
Seperti membuat Dhomir sebelum menuturkan Marji'nya dalam lafadz dan ma'nanya, dalam
ucapan Penyair :
َجَزى َبُن ْوهُ أَبَا الغِْيالَ ِن َع ْن كِرَب َو ُح ْس ِن َف ْع ٍل َك َما جُيَْزى ِسنِ َّم ُار
"Anak-anaknya telah membalas kebaikan Abu Ghilan diusia tua seperti yang dilakukan oleh
Sinimmaru (Arsitektur Negara rum)"
Penjelasan :
Kecacatan pada syair tersebut itu dari sisi Dhomirnya lafadz َبُن ْو ُهyang kembali pada lafadz أَبَ ا
الغِْيالَ ِنyang merupakan lafadz yang diakhirkan secara Lafadz dan tingkatan.
3. Ta'qid adalah : adanya kalam itu tidak jelas (masih samar) pada makna yang dikehendaki.
Dan kesamaran itu adakalanya dari aspek lafadz yang disebabkan mendahulukan (taqdim),
mengakhirkan (ta'khir) atau memisah (Fashol). hal ini disebut Ta'kid Lafdhy.
Dan adakalanya dari aspek makna disebabkan adanya penggunaan majaz dan Kinayah yang
Murodnya tidak bisa dipahami. hal ini disebut Ta'kid Ma'nawy.
Seperti Ucapanmu : ك أَلْ ِسنَتهُ يِف ْ امل ِد ْينَ ِة ِ
ُ نَ َشَر املل
َ َ
Dengan menghendaki arti dari: ُ أَلْ ِس نَتهsebagai "Mata-mata". dan yang benar adalah
menggunakan lafadz : ُعُُي ْونه
dan Seperti juga Ucapan dari Penyair ( Abbas bin Ahnaf ) :
ع لِتَ ْج ُم َد
َ ُّم ْو
ُ اي الد
َ َب َعْين
ِ ِ
ُ َُسأَطْل
ُ ب بُ ْع َد الدَّار َعْن ُك ْم لَت ْقُربُ ْوا َوتَ ْس ُك
"Aku mencari tempat tinggal jauh dari kalian, agar kalian kelak menjadi dekat denganku, dan
kedua mataku mencucurkan air mata karena bahagia".
Penyair membuat kinayah (kata konotasi) pada lafad اجلمودdengan arti bahagia, padahal lafadz
tersebut biasa digunakan untuk sebuah kinayah (kata konotasi) untuk arti: "sulit meneteskan
air mata pada saat menangis (susah)". Yaitu waktu susah ketika berpisah dengan kekasih, dan
inilah yang seketika dipaham dari lafad اجلمود , bukan kebahagiaan seperti yang dikehendaki
oleh Penyair,
Untuk mengartikan sesuai yang dikehendaki Penyair itu membutuhkan perantara yang banyak
yaitu : lafad اجلمود diartikan dengan : keringnya mata dari air mata, lalu diganti dengan arti :
tidak ada air mata ketika menangis, lalu diartikan : tidak adanya air mata secara muthlaq, lalu
diartikan : tidak adanya kesusahan, lalu baru diartikan dengan : kebahagiaan. Oleh sebab itu
dikatakan sebagai Ta’kid.
C. Fashohatul Mutakallim.
Adalah: Suatu sifat yang melekat pada seseorang (bakat) yang bisa menyampaikan suatu
maksud dengan perkataan yang fashih pada semua tujuan yang ada (seperti memuji atau
menghina).
B. BALAGHOH
Balaghoh menurut bahasa : Sampai , Tuntas.
Menurut Istilah itu menjadi sifat pada kalam dan Mutakallim.
Balaghotul Kalam
adalah : Kesesuaian suatu kalam pada Muqtadhol Hal (tuntutan keadaan) serta fashohahnya
kalam itu.
Hal disebut juga Maqom adalah : Perkara yang mendorong Mutakkalim untuk mendatangkan
perkataan pada bentuk tertentu.
Al-Muqtadho disebut juga I'tibar Munasib adalah : suatu bentuk tertentu yang didatangkan
suatu ibarat untuk menyampaikannya.
Seperti :
Pujian adalah Suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan ibarat dengan bentuk
Ithnab (memanjangkan kalimat).
Cerdasnya Mukhotob adalah suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan ibarat
dengan bentuk Ijaz (menyingkat kalimat).
Pujian dan Cerdasnya Mukhotob disebut Hal, sedangkan Ithnab dan Ijaz disebut Muqtadho.
sedangkan mendatangkan kalam dalam bentuk Ithnab dan Ijaz dinamakan menyesuaikan pada
Al-Muqtadho (tuntutan).
Balaghotul Mutakallim adalah : Suatu sifat yang melekat (bakat) pada sesorang yang bisa
menyampaikan suatu maksud dengan Kalam yang Baligh pada semua tujuan apapun.
Tanafur itu bisa diketahui dengan Dzauq Shohih (Kemampuan batin/perasaan yang sehat).
sedangkan Mukholafatul Qiyas dengan Ilmu Shorof, dan Dho'fu Ta'lif dan Ta'qid Lafdhy dengan
Ilmu nahwu, sedang Ghorobah dengan seringnya mempelajari kalam Arab, Ta'kid Ma'nawi
dengan Ilmu Bayan, dan Hal dan Muqtadhol hal dengan Ilmu ma'any.
maka bagi seorang pelajar balaghoh harus mengetahui ilmu bahasa, shorof, nahwu, Ma'any dan
bayan serta memiliki Dzauq yang salim dan memperbanyak mempelajari kalam Arab.
ILMU MA'ANI
Ilmu Ma'ani adalah : Suatu Ilmu untuk mengetahui keadaan lafadz Arab yang bisa
menyesuaikan dengan tuntutan keadaan. Maka bentuk kalam akan menjadi berbeda-beda
karena adanya perbedaan kondisi.
Seperti Firman Allah SWT :
"ض أ َْم أ ََر َاد هِبِ ْم َربُّ ُه ْم َر َش ًدا
ِ َشٌّر أُِريْ َد مِب َ ْن يِف ْ األ َْر
َ "وأَنََّا الَ نَ ْد ِر ْي أ
َ
"Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakahkeburukan
yang dikehendaki bagi orang yang dibumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi
mereka" (QS. Al-Jin :10)
Lafadz sebelum ْأمmerupakan bentuk kalam yang berbeda dengan bentuk kalam sesudahnya,
karena Kalam yang pertama itu berupa fi'il mabni majhul, sedangkan yang kedua berupa Fi'il
mabni ma'lum.
Kondisi yang menuntut seperti itu adalah menisbatkan semua kebaikan kepada Allah SWT pada
kalam yang kedua, dan mecegah meninsbatkan keburukan kepada Allah pada kalam yang
pertama.
Pembahasan pada Ilmu Ma'ani teringkas dalam 6 bab yaitu :
BAB I
KHOBAR DAN INSYA'
Setiap kalam itu adakalanya berupa kalam Khobar dan adakalanya berupa kalam Insya'.
Kalam Khobar adalah : Kalam yang sah (secara logika) untuk dikatakan pada Pengucapnya
bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
= َسا َفَر َزيْ ٌدZaid telah bepergian.
= َعلِ ٌّي ُم ِقْي ٌمAli itu orang yang bermukim
Si Pengucap tersebut bisa dikatakan Orang yang benar perkataannya, jika memang
perkataannya sesuai dengan faktanya, dan bisa dikatakan Orang yang Dusta, jika memang
perkataannya tidak sesuai dengan faktanya.
Kalam Insya' adalah : Kalam yang tidak sah secara logika untuk dikatakan pada Pengucapnya
bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
َسافِْر يَ َازيْ ُد = Pergilah hai Zaid !
اعلِ ُّي ِ
َ َأَق ْم ي = Tinggallah hai Ali !
Si Pengucap tersebut tidak bisa dikatakan sebagai Orang Jujur atau Orang yang Dusta karena ia
hanya memerintahkan pada zaid atau ali.
Yang dimaksud dari Kebenaran Khobar adalah : Kesesuaian Khobar pada Faktanya. Sedangkan
Kedustaan khobar adalah : tidak sesuainya Khobar pada Faktanya.
Pada Jumlah َعلِ ٌّي ُم ِقْي ٌم, itu jika nisbat kalam yang dipahami (tetapnya Sifat Muqim bagi Ali) dari
jumlah itu sesuai dengan kenyataannya maka dikatakan Khobar yang Benar, jika tidak benar
maka dikatakan Khobar yang dusta.
Kalam Khobar
Khobar itu adakalanya berupa Jumlah Fi'liyyah dan adakalanya berupa Jumlah Ismiyyah.
Jumlah Fi'liyyah adalah : Jumlah yang difungsikan untuk memberikan faidah suatu kejadian
pada zaman tertentu serta ringkas (tidak butuk Qorinah seperti : Sekarang, Kemarin, atau
besok).
dan terkadang berfaidah Istimror tajaddudy (Berlansung terus menerus secara bertahap)
disebabkan adanya indikasi (qorinah) dengan syarat jika berupa Fi'il Mudhori' seperti ucapan
Thorif bin Tamim Al-Anbary yang menyifati dirinya sendiri dengan seorang pemberani.
أ ََو ُكلَّ َما َو َر َد ْت ُع َكا ُظ قَبِْيلَةٌ َب َع ُث ْوا إِيَلَّ َع ِر ْي َف ُه ْم َيَت َو َّس ُم
"Apakah (orang Arab telah mendatangi pasar Ukadz), bilamana suatu Qobilah dari mereka
sampai dipasar Ukadz, Maka mereka mengirimkan pemimpin mereka padaku untuk meneliti
satu persatu (apakah aku ikut bersama mereka atau tidak?) ".
Jumlah Ismiyah adalah : Jumlah yang difungsikan hanya murni menetapkan hukum musnad
pada musnad ilaih. seperti :
ِ الشَّمس م
ٌضْيئَة ُُ ْ = Matahari itu menerangi.
dan terkadang berfaidah Istimror (terus menerus) sebab adanya indikasi (qorinah), jika
khobarnya tidak berupa kalimah fi'il. contoh :
العِْل ُم نَافِ ٌع = Ilmu itu bermanfaat.
Secara asal, Khobar itu disampaikan dengan bertujuan :
1. Memberi faidah kepada Mukhotob tentang hukum yang terkandung dalam jumlah itu. seperti
dalam perkataan kita :
ضَر األ َِمْيُر
َ َح = Pemimpin itu telah hadir.
karena kita bertujuan menyampaikan kepada Mukhotob bahwa tetapnya kehadiran pemimpin
itu telah terwujud dan nyata sesuai faktanya.
2. Memberikan faidah bahwa Mutakallim itu mengetahui khobar itu. contoh :
ِ ت أ َْم
س َ ض ْر َ ْأَن
َ ت َح = engkau telah hadir kemarin.
Karena kehadirannya itu telah diketahui oleh Mutakallim sendiri sebelum diberitahu.
Macam-macam Khobar.
Sekiranya tujuan Mukhbir (orang yang menyampaikan berita) itu memberi faidah pada
Mukhotob, maka sebaiknya kalam itu diringkas menurut kadar kebutuhan karena
dikhawatirkan adanya Al-Laghwu (Ucapan yang sia-sia).
Jika Mukhotob merupakan Kholi Dzihny (orang yang hatinya sepi dari membenarkan atau
mendustakan khobar/ belum tahu sama sekali tentang khobar) dari hukum, maka khobar
disampaikan tanpa menggunakan taukid (kata penguat).contoh :
َخ ْو َك قَ ِاد ٌم
ُأ = Saudaramu (lk) datang.
Jika Mukhotob merupakan orang yang ragu-ragu serta berusaha untuk mengetahui khobar,
maka sebaiknya menguatkan khobar. seperti :
اك قَ ِاد ٌم َ إِ َّن أ
َ َخ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
Jika Mukhotob merupakan orang yang mengingkari khobar (berkeyakinan sebaliknya), maka
harus mendatangkan khobar dengan satu penguat atau dua penguat atau lebih dengan melihat
tingkatan ingkarnya. seperti :
اك قَ ِاد ٌم َ إِ َّن أ
َ َخ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
اك لََق ِاد ٌم َ = إِ َّن أSesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.
َ َخ
اك لََق ِاد ٌم ِ
َ إِ َّن أ،َواهلل
َ َخ
Demi Allah, Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.
Dengan menisbatkan pada sepinya khobar dari taukid dan adanya taukid pada khobar, maka
Khobar terbagi menjadi tiga macam seperti yang telah kamu ketahui.
Bentuk yang pertama (sepinya khobar dari taukid) disebut : Ibtida'i.
Bentuk ke 2 (mendatangkan khobar dengan satu taukid) disebut : Tholaby.
Bentuk ke 3 (kewajiban mendatangkan khobar dengan satu taukid atau lebih) disebut : Inkary.
1. َّ أ،إِ َّن
َن = Sesungguhnya
2. الَ ْم إبْتِ َد ْاء = Sungguh
3. Huruf Tanbih (Peringatan) seperti : َما
َأ ،َ( أَالingatlah).
4. Huruf Qosam (sumpah).
5. Huruf Zaidah (tambahan).seperti ba' zaidah.
6. Pengulangan lafadz (takrir).
7. = قَ ْدSungguh, benar-benar.
8. أ ََّماyang menjadi Syarat.
Kalam Insya'
Kalam Insya' itu adakalanya Tholaby atau Ghoiru Tholaby.
Insya' tholaby adalah : Kalam yang menuntut pada sesuatu yang dituju yang belum didapatkan
saat penuntutan.
Insya' Ghoiru Tholaby adalah : Kalam yang tidak menuntut pada sesuatu yang dituju yang
belum didapatkan saat penuntutan.
Insya' Tholaby, terdapat 5 macam : Amar(perintah), Nahy (larangan), Istifham (bertanya),
Tamanni (berharap), Nida' (kata seru).
Amar (Perintah).
yaitu : Menuntut suatu pekerjaan dengan ucapan tertentu secara Isti'la' (merasa tinggi
derajatnya).
amar memiliki 4 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu :
a. Fi'il Amar, Contoh =
اب بُِق َّو ٍة ِ ِ
َ َ = ُخذ الكتAmbilah Kitab itu (Taurot) dengan sungguh-sungguh. (Surat Maryam : 12)
b. Fi'il Mudhori yang bersamaan dengan Lam amar, Contoh :
لُِيْن ِف ْق ذُ ْو
Hendaklah orang yang mampu itu menafkahkan menurut kemampuannya . (Surat Ath-Tholaq :
7)
c. Isim Fi'il Amar, Contoh :
= َح َّي َعلَى ال َفالَ ْحmarilah menuju kebahagiaan.
d. Isim Masdar yang menjadi pengganti dari Fi'il Amar, contoh :
َِس ْعيًا يِف اخلَرْي
ْ = Sungguh berusahalah dalam melakukan kebaikan
Dan terkadang Sighot Amar itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang bisa dipahami
dengan alur pembicaraan (Siyaqul kalam) dan Indikasi keadaan. seperti :
a. Do'a, (yaitu : menuntut suatu pekerjaan dengan cara merendah atau sopan, baik orang yang
menuntut itu rendah atau tinggi ataupun sama derajatnya) contoh :
َ َأ َْو ِز ْعيِن ْ أَ ْن أَ ْش ُكَر نِ ْع َمت
ك = mohon Berikan Ilham padaku untuk mensyukuri nikmat-Mu (Surat An-
Naml : 19) .
b. Iltimas (yaitu : menuntut suatu pekerjaan secara halus tanpa adanya Isti’la’ atau merendahkan
diri baik orang yang memerintah itu lebih tinggi derajatnya, atau lebih rendah atau sama).
seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
ِ ِ
َ َأ َْعطيِن ْ الكت
اب = berikan padaku kitab itu.
c. Tamanni (yaitu : Perintah suatu perkara yang disenangi tanpa adanya sifat toma'), contoh :
ِ
َ اح ِمْن
ك بِأ َْمثَ ِل ُ َاإلصب ُ ِأَالَ أَيُّ َها اللَّْي ُل الطّ ِويْ ُل أَالَ اجْنَل ْي ب
ْ صْب ٍح َو َما
Ingatlah, wahai Sang malam yang panjang!, tampakkanlah dengan waktu shubuh, dan tiadalah
kenampakan waktu shubuh darimu itu lebih utama (disisiku).
Karena terkadang disalah persepsikan bahwa sabar itu bermanfaat, maka hal itu mendorong
untuk menyamakan bagi mereka antara sabar dan tidak dalam hal sama- sama tiada
bermanfaat.
Nahi (Larangan)
Adalah : tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan secara Isti'la' (merasa tinggi derajatnya).
Nahi memiliki 1 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu : Fi'il Mudhori' yang bersamaan dengan La
nahi.
Dan terkadang Sighot Nahi itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang bisa dipahami
dari maqom/Keadaan dan alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Do'a, (yaitu : tuntutan untuk meninggalkan suatu pekerjaan dengan cara merendah atau
sopan) contoh pada Firman Allah :
b. Iltimas (yaitu : Tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan tanpa adanya Isti'la' atau
merendahkan diri). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
ِ
ك َ ِالََتْبَر ْح ِم ْن َم َكان
َ ك َحىت ْأرج َع إلَْي = Janganlah kau pindah dari tempatmu, sampai aku
kembali padamu.
c. Tamanni, contoh :
ف الَ تَطْلُ ْع ِ
ْ صْب ُح ق
ُ يَا لَْي ُل طُ ْل يَا َن ْو ُم ُز ْل يَا
Wahai Malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah, wahai Waktu subuh berhentilah,
janganlah kau nampak.
d. Tahdid (Mengancam), Seperti ucapanmu kepada pelayanmu :
الَ تُ ِط ْع أ َْم ِر ْي = Jangan kau patuhi perintahku !, (Maka akan kau rasakan akibatnya).
Istifham (Bertanya)
Adalah : Menuntut suatu informasi atau pengetahuan atas terjadinya sesuatu dengan alat
tertentu.
Alat untuk bertanya :
أي َ َكْي، أَيَّا َن، َمىت، َم ْن، َما، َه ْل،اهلمزة
ّ ، َك ْم، أَىن، أَيْ َن،ف
Hamzah ()أ
Hamzah berfungsi untuk menuntut Tashowwur atau Tasdhiq.
Tashowwur adalah : mengetahui mufrod (sesuatu selain terjadinya penisbatan atau tidak)
Seperti Ucapanmu :
أ ََعلِ ٌّي ُم َسافٌِر أ َْم َخالِ ٌد = Apakah Ali itu Orang yang pergi ataukah Kholid ?.
dengan berkeyakinan bahwa bepergian itu dilakukan oleh salah satu dari keduanya, tetapi
engkau menuntut kejelasannya, maka dari itu dijawab dengan menentukan salah satunya,
semisal dijawab : “Ali”.
Tasdhiq yaitu mengetahui bahwa penisbatan antara dua perkara itu terjadi sesuai dengan fakta
atau tidak.
Contoh :
َسا َفَر َعلِ ٌّي
َأ = Apakah Ali telah pergi?.
engkau bertanya tentang terjadinya pekerjaan"bepergian" atau tidak ? maka dijawab dengan :
ya atau tidak.
Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashowwur itu Lafadz yang bersanding dengan hamzah dan
adanya kata pembanding yang disebutkan setelah Am. Kata Am disini disebut : Am Muttasil.
maka kamu akan mengucapkan ketika bertanya tentang Musnad ilaih : "
ف؟
ُ ت َه َذا أ َْم يُ ْو ُس َ ْأَأَن
َ ت َف َع ْل
= Apakah kamu telah mengerjakan ini ataukah Yusuf?.
dan bertanya tentang Musnad :
ب فِْي ِه ِ
ٌ األم ِر أ َْم َراغ
ْ ت َع ِن
َ ْب أَن
ِ
ٌ أَ َراغ
= Apakah Kamu membenci perkara ini ataukah kamu menyukainya?.
dan bertanya tentang Maf'ul bih :
ص ُد أ َْم َخالِ ًدا ؟
ِ أَ إِيَّاي َت ْق
َ
= Apakah aku yang engkau tuju ataukah kholid ?.
dan bertanya tentang Hal :
ِ أَ راكِبا ِجئت أَم م
اشيًا ؟ َْ َ ً َ
=Apakah dengan berkendaraan engkau datang ataukah dengan berjalan kaki?.
dan bertanya tentang Dhorof :
ت أ َْم َي ْو َم اجلُ ْم َع ِة ؟ ِ ِ أَ يوم اخل ِمي
َ س قَد ْم ْ َ َ َْ
=Apakah pada hari kamis engkau datang ataukah pada hari jum'at?.
dan begitu seterusnya.
َه ْل
berfungsi untuk menuntut Tasdhiq saja.
Contoh :
ك؟ ِ هل جاء
َ صد ْي ُق
َ ََ َْ = Apakah temanmu telah datang?.
jawabnya adalah ya atau tidak.
maka dari itu tidak perlu menyebutkan Lafadz pembanding. maka tidak boleh diucapkan :
ك أ َْم َع ُد ُّو َك ؟ ِ هل جاء
َ صد ْي ُق
َ ََ َْ = Apakah temanmu telah datang ataukah musuhmu?.
َه ْلitu disebut Bashithoh, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada dzatnya.
contoh :
العْن َقاءُ َم ْو ُج ْو َدةٌ ؟
َ َه ْل = Apakah burung Anqo' itu ada?.
dan disebut Murokkabah, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada sesuatu yang
lain. Contoh :
ِخ ؟
ُ العْن َقاءُ َو ُت ْفر
َ ض ُ = َه ْل تَبِْيApakah burung Anqo'itu bertelur dan menetas ?
َما
berfungsi untuk menuntut penjelasan suatu nama.
Contoh :
الع ْس َج ُد ؟َ َما = Apa ‘asjad itu?. (Maka dijawab : itu adalah emas)
َما اللُّ َجنْي ُ ؟ = Apa Lujain itu?. (Maka dijawab : itu adalah perak)
atau berfungsi untuk menanyakan tentang hakikat suatu nama benda. Contoh :
َما اإلنْ َسا ُن ؟ = Apa hakikat Manusia itu? (dengan menanyakan hakikat perorangan pada
manusia, maka dijawab : bahwa perorangan manusia tidak bisa bertambah pada hakikatnya
kecuali adanya hal-hal yang baru) .
atau berfungsi untuk menanyakan tentang keadaan(sifat) perkara yang disebutkan beserta ma.
seperti ucapanmu kepada orang yang mendatangimu :
َ َْما أَن
ت؟ = Apa keperluanmu? (maka dijawab :”Aku berziaroh atau aku utusan dari
Kholid”.
َم ْن
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang orang-orang yang berakal.
Contoh :
صَر ؟ ِ
ْ َم ْن َفتَ َح م = Siapa Orang yang menahklukan Mesir? (maka dijawab : Amr bin Ash pada
zaman pemerintahan Kholifah Umar bin Khotob).
َمتَى
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang waktu yang telah lewat atau yang akan datang
(atau yang terjadi sekarang).
Contoh :
ئت ِ
َ َمىت ج = Kapan Engkau datang ? (maka dijawab : Waktu sahur)
َب ؟
ُ ذه
َ ََمىت ت = Kapan kamu akan pergi?(maka dijawab : sekarang atau besok).
أَيَّا َن
berfungsi khusus untuk menuntut kejelasan masa yang akan datang. dan Lafadz أَيَّا َن digunakan
pada tujuan Tahwil (memandang besar suatu perkara).
Seperti Firman Allah :
ِ أل أَيَّا َن يوم
القيَ َام ِة ؟ ُ يَ ْس
ُ َْ = Ia bertanya : kapankah Hari kiamat itu ?.
ف
َ َك ْي
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu keadaan.
Contoh :
َ ْف أَن
ت؟ َ َكْي = Bagaimana keadaanmu?.
أَيْ َن
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu tempat.
Contoh :
ب؟
ُ أَيْ َن تَ ْذ َه = ke mana engkau akan pergi?.
أَنى
berfungsi seperti Kaifa contoh :
أىن حُيْ ِي هذه اهللُ َب ْع َد َم ْوهِتَا ؟ = Bagaimana Allah menghidupakan negeri ini setelah matinya
(Ahli Qoryah) ?. (Surat Al-Baqoroh : 259).
berfungsi seperti Min Aina contoh (dalam Surat Ali Imron : 37) =
ِ َيا مرمي أَىن ل
ك َه َذا ؟ َ = Hai Maryam, Dari manakah makanan ini?.
َك ْم
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu hitungan yang samar.
Contoh :
ثتم ؟ِ
ْ َك ْم لَب = Berapa lama kalian berdiam diri?. (Surat Al-kahfi :19)
َي
ّأ
berfungsi untuk menuntut perbedaan salah satu dari dua perkara yang berkumpul dalam satu
perkara yang mencakup keduanya.
Contoh :
أَي ال َف ِر ْي َقنْي ِ َخْيٌر َم َق ًاما ؟ = Manakah Dua kelompok (Kafir dan Mu’min) yang lebih baik
tempat tinggalnya ?. (Surat Maryam : 73)
Berfungsi juga untuk menanyakan tentang waktu, tempat, keadaan, hitungan orang yang
berakal, dll dengan memandang pada lafadz yang disandarkan.
Dan terkadang Lafadz-lafadz Istifham itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain, yang
bisa dipahami dari alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Taswiyah (menyamakan), contoh :
ِ
ُ َس َواءٌ َعلَْي ِه ْم أَأنْ َذ ْرَت ُه ْم أم مَلْ ُتْنذ ْر
ءه ْم = sama saja apakah kamu memperingatkan mereka atau
tidak ? (Surat Al-Baqoroh :6) .
b. Nafi (Meniadakan). seperti:
اإلح َسا ُن ِ
ْ اإلحسان إال
َ َُه ْل َجَزاء = Tiadalah Balasan untuk berbuat kebaikan kecuali dengan berbuat
kebaikan (Surat Ar-Rohman : 60).
c. Ingkar (Mengingkari), contoh :
ِ أَ َغير
اهلل تَ ْدعُ ْو َن ؟ َْ
Apakah pada selain Allah kalian menyembah ? (Surat Al-An’am :40)
ٍ أَلَيس اهلل بِ َك
اف َعْب َدهُ ؟ ُ َ ْ
Bukankah Allah itu mencukupi Hamba-Nya ? (Surat Az-Zumar :36)
Tamanni (Berharap)
Adalah : Menuntut sesuatu yang disukai yang tidak bisa diharapkan terwujudnya karena
merupakan hal yang mustahil atau sulit terjadinya.
Contoh ucapan Penyair :
ِ رِب مِب
ب
ُ اب َيعُ ْو ُد َي ْو ًما فَاُ ْخ ُهُ َا َف َع َل املَشْي َ أَالَ لَْي
َ َت الشَّب
Ingatlah, seandainya pada suatu hari masa muda itu kembali, maka akan aku ceritakan
padanya atas sesuatu yang telah dilakukan oleh masa tua.
Dan seperti ucapan orang miskin :
ف ِد ْينَا ٍر
َ ْت يِل ْ أَل
َ لَْي
Seandainya aku mempunyai uang seribu dinar !
Dan jika Perkara tersebut bisa diharapkan terwujudnya, maka mengandai-andai perkara
tersebut disebut : Tarojji.
Contoh :
ِ
ك أ َْمًرا ُ لَ َع َّل اهللُ حُيْ ِد
َ ث َب ْع َد َذل
Semoga Allah menjadikan setelahnya perkara lain (yang menyenangkan).
1. ت
َ لَْي
Sedangkan yang tiga adalah Kata tidak Ashli yaitu :
ِِ ِ َّ َفلَ ْو أ
َ َن لَنَا َكَّرةً َفنَ ُك ْو َن م َن املُْؤمننْي
Seandainya bagi kami bisa kembali ke dunia, maka kami akan beriman. (Surat Al-Baqoroh :
167).
Karena menggunakan adat ini dalam Tamanni, maka fi’il mudhori’ yang jatuh setelahnya itu
dinashobkan sebagai jawabnya.
بِأَنَّ ُك ْم يِف ْ َربْ ٍع َق ْليِب ْ ُس َّكا ُن َس َّكا َن َن ْع َما َن األ ََر ِاك َتَيقَُّن ْوا
ُأ
Wahai Penduduk Na’man Arok (Lembah antara makkah dan Thoif), percayalah kalian bahwa
kalian itu berada pada tempat hatiku.
BAB II
DZIKR (PENYEBUTAN KATA) DAN HADZFU (PEMBUANGAN KATA)
Ketika diharapkan memberi faidah kepada Pendengar tentang hukum yang terkandung pada
suatu lafadz, maka Lafadz manapun yang menunjukkan Arti, maka secara hukum asal adalah
dengan menyebutkan lafadz itu.
dan lafadz manapun yang sudah diketahui dalam kalam, karena adanya petunjuk dari kalam lain
pada lafadz tersebut maka secara hukum asal adalah membuang lafadz itu.
Apabila bertentangan antara dua hukum asal diatas, maka tidak diganti dari tuntutan salah
satunya pada tuntuan yang lain kecuali karena faktor penyebab.
Penjelasan :
Pada ayat diatas disebutkan Isim Isyaroh yang kedua karena adanya tujuan tersebut dengan
memberi faidah tentang keistimewaan mereka sebagai masing-masing dari keberuntungan
diakhirot, dan mendapat petunjuk didunia, Seandainya tidak disebutkan maka akan
menimbulkan persepsi bahwa keistimewaan mereka itu secara kompleks.
2. Tasjil (memberi catatan hukum/ laporan) pada pendengar hingga tidak dimungkinkan adanya
pengingkaran. seperti ketika hakim berkata kapada Saksi : "Apakah Zaid ini mengakui bahwa ia
mempunyai kewajiban begini ?" lalu saksi menjawab :
.َن َعلَْي ِه َك َذا
َّ َزيْ ٌد هذا أ َقَّر بأ، َن َع ْم
Ya, Zaid ini telah mengakui bahwa ia mempunyai kewajiban begini.
Dan adakalanya karena takut kehilangan kesempatan, seperti ucapan seorang pemburu ketika
melihat Kijang :
َغَز ٌال = Kijang ! (ini Kijang).
Membuang Musnad Ilaih yaitu : ( َه َذاini), karena khawatir kehilangan buruan).
3. Menjadikan Umum serta meringkas, contoh :
ِ الس
الم َّ َو اهللُ يَ ْدعُو إِىل َدا ِر
Dan Allah mengajak menuju tempat keselamatan (pada semua Hamba-Nya).
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ( مَج ي ع عب ادهSemua hamba-Nya), karena dengan Pembuangan
tersebut itu menunjukkan keumuman.
4. Memposisikan Fi'il Muta'adi sebagai Fi'il Lazim karena tidak adanya hubungan tujuan dengan
Ma'mul,
Contoh :
ِ الذين يعلَمون و
ِ
الذيْ َن الَ َي ْعلَ ُمون اي الدين َ ُ ْ َ َ ْ َه ْل يَ ْستَ ِو ْي
“apakah sama orang yang mengetahui dan tidak mengetahui (agama)”
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ( الدينAgama), lalu pembuangan itu memposisikan fiilnya sebagai
Fi'il lazim dengan tujuan murni menetapkan fi’il pada fa’ilnya tanpa memperhatikan keumuman
atau kekhususan.
Dan dikategorikan sebagai pembuangan, dengan menyandarkan fi'il pada na'ibul fa'il,
maka dikatakan : Fa'il dibuang dengan alasan karena takut pada Fa'il (pelaku) Contoh :
= قُتِ َل قَتِْي ٌلKorban itu telah dibunuh.
atau ada kekhawatiran buruk pada Fa'il (pelaku) nya, Contoh :
ِ ُشتِم
األمْي ُر = Pemimpin itu telah dihina.
َ
atau karena sudah mengetahui Fa'il (pelaku) nya Contoh :
ضعِْي ًفا ِ
َ َو ُخل َق اإلنْ َسا ُن = Manusia itu dicipatakan dalam keadaan lemah.
atau karena belum mengetahui Fa'il (pelaku) nya, Contoh :
ُُس ِر َق املتَاع
َ
= harta itu telah dicuri.
Atau untuk menjaga sajak contoh :
ِ من طَابت س ِريرتُه مُحِ َد
ُت سْيَرتُه
ْ ُ َْ َ ْ َ ْ = barang siapa yang baik hatinya, maka akan dipuji perilakunya.
Atau menghormati pelaku, jika pekerjaannya itu hina, contoh :
= تَ َكلَّ َم مِب َا الَ يَلِْي ُقIa telah berbicara dengan kata yang tidak pantas.
Atau menghina pelaku dengan menjaga lisan dari menyebutkannya, contoh :
قَ ْد قِْي َل َما قِْي َل = Telah diucapkan sesuatu yang telah diucapkan.
BAB III
TAQDIM (MENDAHULUKAN LAFADZ) DAN
TA'KHIR (MENGAKHIRKAN LAFADZ)
Salbil Umum, adalah meniadakan hukum umum (keseluruhan) dari beberapa bagian yang
masih global yang tidak diperinci dan tidak ditentukan apakah itu keseluruhan atau sebagian,
tetapi tetap mencakup pada dua perkara.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Nafi dari pada Adat Umum.
Contoh :
مَلْ يَ ُك ْن ُك ُّل ذلك
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) tidak terjadi.
Keterangan : bisa dipersepsikan dengan tetapnya sebagian dan ternafikan sebagian yang lain.
atau bisa dipersepsikan dengan meniadakan kesemua bagian .
Untuk Taqdim dan Ta'khir, tidak disebutkan Faktor-faktor khusus karena jika salah satu dari dua
rukun jumlah itu didahulukan maka yang satunya pasti menjadi akhir. karena keduanya itu
saling melengkapi.
BAB IV
QOSHOR
Qoshor adalah : Mengkhususkan suatu perkara dengan perkara yang lain dengan menggunakan
metode / cara tertentu.
Qoshor terbagi menjadi 2 bagian : Qoshor Haqiqi dan Qoshor Idhofy.
Qoshor hakiki
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada fakta dan hakikatnya,
tidak memandang pada keterkaitan dengan sesuatu yang lain. Contoh :
ب يِف ْ امل ِد ْينَة ِ إال َعلِ ٌّيِالَ َكات
َ َ
= tidak ada Seorang Penulisspun di Madinah kecuali Ali.
Jika memang faktanya Di Madinah hanyalah Ali saja yang menjadi seorang penulis.
Qoshor Idhofy
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada keterkaitan (hubungan)
dengan sesuatu yang lain . Contoh :
= َما َعلِي إال قَائِ ٌمtidalah ali kecuali orang yang berdiri.
ّ
artinya Ali itu Orang yang berdiri bukan duduk. Serta tidak ada tujuan meniadakan semua sifat
yang dimiliki Ali selain berdiri, seperti membaca, menulis dll. tetapi tujuannya hanyalah
meniadakan sifat duduk saja.
Dari masing-masing qoshor Hakiki maupun Idhofi dengan memandang pada fakta dan
hakikatnya maka terbagi menjadi 2 macam yaitu : Qoshor Sifat ala Maushuf dan Qoshor
maushuf ala Sifat.
Qoshor Sifat Ala Maushuf
Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor hakiki adalah : menghukumi bahwa Sifat
itu hanya dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar pada Semua maushuf yang lain.
Contoh :
س إال َعلِي
ّ
ِ
َ = الَ فَارTidak ada Penunggang kuda kecuali Ali.
Jika memang secara faktanya Ahli penunggang kuda hanya dimiliki Ali saja.
Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofy adalah : menghukumi bahwa
Sifat itu hanya dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar pada maushuf lain ditentukan baik
satu orang atau lebih, walupun kenyataannya dimiliki oleh maushuf lain yang tidak ditentukan.
Contoh :
Seperti Mukhotob meyakini bahwa Ahli Penunggang kuda di Tuban adalah Ali, Ahmad, Karim,
dan Abdulloh. Lalu Mutakallim mengatakan :
س إال َعلِي
ّ
ِ
َ الَ فَار = Tidak ada Ahli Penunggang kuda kecuali Ali.
Sifat tersebut dikhususkan hanya kepada Ali, dan menafikan Ahmad, karim dan Abdulloh.
Walaupun dalam kenyataanya Ahli Penunggang kuda juga dimiliki oleh orang lain Misalnya Zaid.
Qoshor Maushuf ala Shifat jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofi adalah : menghukumi bahwa
Maushuf hanya itu memiliki sifat itu, dan tidak memiliki sifat lain atau beberapa sifat yang
ditentukan.
Contoh :
َو َما حُمَ َّم ٌد إال َر ُس ْو ٌل =Tiadalah Nabi Muhammad kecuali Seorang Rosul.
Maushuf dikhususkan pada satu sifat, dan menafikan sifat lain yang disangka oleh mukhotob
Hal ini Ketika Orang-orang meyakini bahwa Nabi Muhammad memiliki 2 sifat yaitu : Sebagai
Rosul dan Tidak mungkin wafat. Lalu Diqoshor dengan ucapan Bahwa Beliau adalah hanya
Seorang Rosul. walaupun kenyataannya Sifat Kerosulan juga dimiliki oleh selainnya seperti Nabi
Nuh AS.
Dan sekiranya dengan pemahaman adanya pengqosoran tersebut itu menunjukkan peniadaan
sifat lain (tidak mungkin wafat), maka berarti Kematian itu berhak bagi Beliau.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika Mukhotob merasa ragu bahwa Penyair itu adalah Zaid
ataukah Kholid, lalu diucapkan :
ِ = ما َشTiada Penyair kecuali Zaid.
اعٌر إالّ َزي ٌد َ
Dalam Penggunaan Qoshor itu memiliki beberapa metode :
1. Menggunakan adat Nafi dan Istitsna'. Contoh :
ٌك َك ِرمْي
ٌ َإ ْن هذا إالّ َمل
= Tiada Orang Ini (Nabi Yusuf) kecuali Malaikat yang mulia.
2. Menggunakan lafadz إمّن ا . Contoh :
اه ُم َعلِ ٌّي
ِ إِمَّنَا ال َف = Hanyalah Orang yang faham itu Ali.
ِ َ ل. Contoh :
3. Menggunakan huruf Athof : َ ال، بَ ْل، ك ْن
ِ َأَنَا نَاثِر الَ ن
اظ ٌم = Saya itu Ahli kalam Natsar bukan Ahli Nadhom.
ٌ
4. Mendahulukan Lafadz yang asal haknya diakhirkan. Seperti mendahulukan Maf'ul bih :
َ َّإِي
اك َن ْعبُ ُد = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.
BAB V
WASHOL DAN FASHOL
Washol adalah : Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain. Sedangkan Fashol adalah Tidak
Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain.
Pembahasan pada bab ini hanya terbatas pada penggunaan athof dengan wawu, karena Athof
dengan selain wawu itu tidak terjadi keserupaan.
dari masing-masing Washol dan Fashol itu memiliki beberapa tempat.
Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Khobar secara lafadz dan makna. dan sisi
persamaannya yang berkumul adalah berlawanannya antara Orang baik dan orang jelek yang
keduanya menjdi Musnad Ilaih dan antara menetapi Surga Na'im dan Neraka Jahim yang
keduanya menjadi Musnad.
Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Insya' secara lafadz dan makna. dan sisi
persamaannya yang berkumul adalah kedua Dhomir jumlah tersebut menjadi Musnad Ilaih dan
antara Sifat menangis dan tertawa.
2. Jika meninggalkan Athof, maka akan menimbulkan persepsi salah yang bertentangan dengan
tujuannya.
Seperti Ucapanmu :
ُالَ َو َش َفاهُ اهلل = Tidak (Belum Sembuh), dan Semoga Allah Menyembuhkannya.
sebagai jawaban kepada orang yang bertanya :"Apalkah Ali Sudah Sembuh dari sakit?"
maka jika tidak diathofkan dengan wawu, maka akan menimbulkan persepsi dengan
mendo'akan jelek kepada Ali, padahal tujuannya adalah mendoakan kebaikan.
Sehinga kalau tidak diathofkan menjadi :
ُالَ َش َفاهُ اهلل = Semoga Allah tidak Menyembuhkannya.
Atau Jumlah kedua menjadi Bayan (Penjelas) pada Jumlah pertama. Contoh:
ك َعلَى َش َجَر ِة اخلُْل ِد ِ َفوسو
َ َ قَ َال ي،س إِلَْيه الشَّْيطَا ُن
َ ُّاآد ُم َه ْل أ َُدل َ َْ َ
Maka Syaitan telah menggodanya (Nabi Adam), Ia mengatakan :"Hai Adam ! Apakah mau aku
tunjukkan padamu Pohon kekekalan". (Surat Toha : 120)
Atau Jumlah kedua menjadi Taukid (Penguat) pada Jumlah pertama. Contoh:
فَ َم ِّه ِل ال َكافِ ِريْ َن أ َْم ِه ْل ُم ْم ُر َويْ ًدا
"maka biarkanlah orang-orang kafir, biarkanlah mereka sebentar” (Surat Ath-Thoriq : 17).
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal ittishol
(Kesempurnaan dalam kesinambungan).
2. Jika diantara dua Jumlah terdapat Perbedaan yang sempurna dalam ma'na artinya berbeda
dalam hal berupa kalam khobar maupun kalam Insya'.
Seperti Ucapan Penyair :
ِ الَ تَسأ َِل املراَ عن خالَئِِق ِه يِف وج ِه ِه ش
ِاه ٌد ِمن اخلَرَب
َ َ َْْ َ ْ َ َْ ْ
Jangan kau Tanya Seseorang tentang perilakunya.
Didalam wajahnya terdapat Bukti adanya berita .
Atau Diantara kedua jumlah tidak ada kesesuaian dalam ma'na. Contoh:
احلَ َم ُام طَائٌِر، ب ِ ِ
ٌ " = َعل ٌّي َكاتAli itu seorang Penulis. Burung dara itu terbang"
Pada contoh tersebut tidak ada kesesuaian makna antara : menulisnya Ali dan terbangnya
burung dara.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal Inqitho' ().
3. Jika diantara Jumlah yang kedua menjadi sebuah jawaban yang timbul dari jumlah pertama.
Seperti Firman Allah SWT :
الس ْو ِء
ُّ ِس أل ََّم َارةٌ ب
َ الن ْف َّ ، ئ َن ْف ِس ْي
َّ إن ُ َو َما أ َُبِّر
Dan Aku tidak membebaskan Nafsuku.
Sesungguhnya Nafsu itu banyak memerintah kepada kejelekan
( Surat Yusuf : 53) .
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu Kamal Inqitho'
().
4. Jika ada jumlah yang didahului dua jumlah yang sah untuk diathofkan pada salah satu dari dua
jumlah itu karena adanya kecocokan, dan tidak sah diathofkan pada jumlah yang satunya.
Seperti Ucapan Penyair:
الضالَِل هَتِْي ُم
َّ ْ َوتَظُ ُّن َس ْل َمى أَنَّيِن ْ أَبْ ِغ هِبَا بَ َدالً أ َُر َاها يِف
Dan Salma menyangka bahwa aku mencari penggantinya.
Saya menyangka bahwa Ia sedang bingung dalam kesesatan.
Kesalahpahaman yang timbul jika diathofkan : Dan Salma menyangka bahwa : " aku mencari
penggantinya dan Saya menyangkanya bahwa Ia sedang bingung dalam kesesatan".
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu Kamal Inqitho'
().
5. Jika tidak ada tujuan menyamakan dua jumlah dalam satu hukum karena adanya faktor
pencegah.
Seperti Firman Allah :
ئ هِبِ ْم
ُ اهللُ يَ ْسَت ْه ِز. قَالُْوا إِ َّن َم َع ُك ْم إمَّنَا حَنْ ُن ُم ْسَت ْه ِز ُئ ْو َن، اطْينِ ِه ْم
ِ و إِذَا خلَوا إِىَل َشي
َ َْ َ
Dan ketika Mereka (Orang Munafiq) kembali pada Pemimipin mereka, mereka mengatakan
Sesunggugnya kami orang yang menertawakan. Allah menertawakan mereka" (Surat Al-
Baqoroh :14-15)
BAB VI
IJAZ, ITHNAB, DAN MUSAWAH
Sesuatu yang terbesit dalam hati dari suatu tujuan, maka memungkinkan untuk
diungkapkan dengan tiga cara :
1. Musawah
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang sama, artinya
ungkapan tersebut menurut batas kebiasaan manusia pada umumnya, yang mereka itu tidak
sampai pada tingkatan Sastrawan dan tidak pada tingkatan Orang yang lemah dalam
penyampaian.
Contoh :
ِ
ض َعْن ُه ْم ْ ض ْو َن يِف ْ آيَاتِنَا فَأ
ْ َع ِر ُ َيت الذيْ َن خَيُْو
َ َوإذَا َرأ
Dan ketika Engkau melihat Orang yang mendalami (S. Al-An’am : 68)
2. Ijaz
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang kurang, serta
ungkapan itu sudah menepati pada tujuan.
Contoh :
ِ َّالني
ِّ ِال ب
ات ْ إِمَّنَا األ
ُ َع َم
Sesungguhnya Pekerjaan itu hanya sah dengan adanya niat.
dan :
ِ قِ َفا َنب
ٍ ك ِم ْن ِذ ْكرى َحبِْي
ب َو َمْن ِز ِل َ ْ
"Sungguh Berhentilah ! kami menangis karena ingat sang kekasih dan rumahnya"
Apabila tidak mencapai pada Tujuan, maka dikatakan sebagai Ihlal. seperti ucapan Penyair :
ِ ِ مِم ِ
َ ش َخْيٌر يِف ْ ظالَ ل الن ُّْوك َّْن َع
اش َكدَّا ُ العْي
َ َو
"Kehidupan didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada
kehidupan susah "
yang dikehendaki Penyair adalah :
ِ ِ ِ الرغد يِف ِظالَ ِل النُّو ِك خير ِمن
َ العْيث الشاق يِف ْ ضالَل
الع ْق ِل َ َ ٌَْ ْ ْ َ ش َ العْي
َ أ ّن
"Kehidupan yang Sejahtera didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada kehidupan
susah dalam naungan akal "
Bait diatas dikatakan tidak mencapai tujuan yang dikehendaki, karena Kata (" )الرغدSejahtera"
pada Bagian pertama bait dan kata (الع ْق ِل
َ " )يِف ْ ِضالَ ِلdalam naungan Akal" pada bagian kedua
bait tidak bisa diketahui dari kalam.
3. Ithnab.
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang panjang, serta
adanya faidah.
Contoh :
َّ العظْ ُم ِميِّن ْ َوا ْشَت َع َل
ُ ْالرأ
س َشْيبًا َ ب إِيِّن َو َه َن
ِّ َر
Wahai Tuhanku, sesungguhnya Aku telah Lemah tulangku, dan telah penuh ubanku.
artinya : Saya sudah tua.
Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat faidah, serta Ziyadah itu tidak
menjadi kebutuhan dalam tujuan, maka dikatakan sebagai Tathwil.
Seperti ucapan Ady bin Zaid Al-Ubbady mengatakan kepada Nu'man bin Mundir sambil
mengingatkan Musibah yang terjadi pada Judzaimah Al-Abrosy dan Zaba':
األدمْيَ لَِر ِاهْي ِش ِه َوأل َفى َق ْوهَلَا َك ِذبًا َو َمْينًا
ِ وقَدَّدت
َْ َ
Dan Dia (Zaba') telah memotong kulit pada urat nadinya (Judzaimah), dan Dia (Judzaimah)
mendapatkan Ucapannya (zaba') itu Dusta dan Bohong
lafadz ك ِذبًا
َ dan ََمْينًا memiliki arti yang sama, maka menggunakan salahsatunya sudah cukup.
dan tambahan kata tersebut juga tidak dibutuhkan karena tujuannya sudah sah dengan
menggunakan salah satunya . maka adanya penambahan lafadz tersebut dikatakan sebagai
Tathwil yang tanpa faidah.
Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat faidah, tetapi Ziyadah itu menjadi
ketentuan, maka dikatakan sebagai Hasywu.
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara Qois
dan Dzibyan :
س َقْبلَهُ َولَ ِكنَّيِن ْ َع ْن ِع ْل ِم َما يِف ْ َغ ٍد َع ِم ْي
ِ األم ِ وأَعلَم ِع ْلم
ْ الي ْوم َو
َ َ ُ ْ َ
Dan Saya mengetahui seperti pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini,
dan Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"
KLASIFIKASI IJAZ
Ijaz itu adakalanya dengan Ibarot yang ringkas tapi mengandung arti yang luas, dan ini
merupakan Sasaran Ahli Sastra (Balaghoh) dan dengan inilah tingkatan kemampuan mereka
menjadi terpaut.
Ijaz ini disebut : Ijaz Qoshor.
Contoh :
ِ
ِ ص
ٌاص حيَاة َ َولَ ُك ْم يِف ْ الق
"Dan bagi kalian dalam Qishos ada Kehidupan" (S. Al-Baqoroh :179).
dan adakalanya membuang satu kalimat atau satu jumlah atau lebih serta adanya qorinah yang
menunjukkan lafadz yang terbuang.
Ijaz ini disebut : Ijaz Hadzfu.
Contoh membuang satu kalimah la (َ)ال:
ِ ِ ِ ِ ِ َف ُق ْل
َ ت مَي نْي َ اهلل أ َْبَر ُح قَاع ًدا َولَ ْو قَطَّعُ ْو َرأْس ْي لَ َديْك َوأ َْو
ْ صايِل ُ
Maka saya mengatakan : "Demi Allah, Saya akan senantiasa duduk, walaupun mereka
memotong-motong kepalaku dan sendi-sendiku dihadapanmu"
ِ
فتأس واصرب َ ت ُر ُس ٌل ِم ْن َقْبل
ّ ك أي ْ ََوإِ ْن يُ َك ِّذبُ ْو َك َف َق ْد ُك ِّذب
Dan ketika mereka mendustakanmu, maka sungguh Para Rosul sebelum kamu juga didustakan
(Maka ta'atlah dan sabarlah)"
KLASIFIKASI ITHNAB
Ith nab itu bisa terjadi dengan beberapa perkara yaitu :
1. Menyebutkan Lafadz khusus setelah lafadz umum.
Contoh :
العَربِيَّ ِة ِ ِ
َ إجتَ ِه ُد ْوا يِف ْ ُد ُر ْوس ُك ْم َواللُّغَة.
ْ
Bersungguh-sungguhlah pada pelajaran kalian dan bahasa arab.
Faidahnya : Mengingatkan atas keutamaan lafadz khusus itu, seolah-olah karena keutamaannya
ia seperti jenis yang berbeda pada lafadz sebelumnya.
ILMU BAYAN
Definisi
Ilmu Bayan adalah : Ilmu yang membahas tentang Tasybih (penyerupaan), Majaz, dan kinayah
(konotasi).
TASYBIH
Adalah : Menyerupakan suatu perkara dengan perkara yang lain dalam satu sifat dengan
menggunakan alat penyerupaan, karena adanya suatu tujuan.
Perkara yang pertama (Kata yang diserupakan) disebut Musyabbah, sedangkan perkara yang
kedua (Kata yang digunakan untuk menyerupakan) disebut Musyabbah bih, Sifat disebut Wajah
Syabah (Sisi Persamaan), dan Alat penyerupaan itu berupa huruf Kaf dan lain-lain.
Contoh :
لم َكالنو ِر يِف ْ اهلِ َدايَِةِ
ُ " =العIlmu itu seperti Cahaya dalam memberi petunjuk"
العلم
ُ = Musyabbah = النو ِرMusyabbah Bih,
يِف ْ اهلِ َدايَِة = Wajah Syabah = كافAdat Tasybih
Dalam Tasybih (Penyerupaan) itu berhubungan dengan tiga pembahasan yaitu :
1. Rukun tasybih.
2. Pembagian tasybih.
3. Tujuan dari Tasybih.
Pembahasan pertama
RUKUN TASYBIH
Rukun Tasybih ada 4 yaitu :
1. Musyabbah (Lafadz yang diserupakan dengan perkara lain)
2. Musyabbah bih (Lafadz yang digunakan untuk menyerupakan)
keduanya disebut dua sisi tasybih,
3. Wajah syabah (Sisi Persamaan).
4. Adat Tasybih.
Keterangan :
Wajah Syabah adalah : Sifat tertentu yang digunakan untuk menyamakan antara Musyabbah
dan Musyabbah bih. Seperti Hidayah (Memberi petunjuk) merupakan sifat yang terdapat dalam
ilmu dan cahaya.
Adat Tasybih adalah : Lafadz yang menunjukkan arti penyerupaan seperti lafadz َك اف
(Seperti), ( كأ ّنSeolah-olah), dan lafadz lain yang searti dengan keduanya.
Lafadz كافterletak menyandingi Musyabbah bih, berbeda dengan كأ ّن, yang menyandingi
musyabbah. Seperti Ucapan Penyair :
ِ
َ ُّجا لَتْنظَُر طَ َال اللَّْي ُل أ َْم قَ ْد َت َعَّر
ضا َ احةٌ تَ ْشُبُر الد
َ الثرايَا َر
َ َن َّ َكأ
Seolah-olah bintang Tsuroya (Kumpulan bintang pada buruj Tsur) itu Angin malam yang
mengira-ngirakan gelapnya malam, supaya engkau melihat apakah malam itu masih lama atau
sudah tampak.
Lafadz كأ ّنitu berfaidah Tasybih, jika khobarnya berupa Isim Jamid, Contoh :
َس ٌد ِ
َ َكأ ّن َخال ًدا أ = Kholid itu seperti Harimau.
dan Berfaidah Syak (ragu-ragu) jika khobarnya berupa Lafadz Musytaq. contoh :
ِ ََكأنك ف
اه ٌم َ = Seolah-olah kamu itu faham.
Dan terkadang disebutkan Fi'il yang mempunyai arti Tasybih, seperti Firman Allah pada surat
Ad-Dahr : 19
َوإ َذا َر ْأيَت ُه ْم َح ِسْبَت ُه ْم لُْؤلًُؤا َمْن ُث ْو ًرا
dan Ketika kamu melihat mereka (Bidadari di syurga), maka engkau akan mengira mereka
Mutiara yang tersebar.
dan Ketika Adat Tasybih dan Wajah Syabah itu dibuang, maka disebut : Tasybih Baligh, Contoh
pada Firman Allah surat An-Naba’ : 10
اسا أي كاللباس يف السرت ِ
ً ََو َج َع ْلنَا اللّْي َل لب
"Dan Kami (Allah) telah menjadikan malam sebagai selimut (Seperti selimut dalam menutupi)"
PEMBAHASAN KEDUA
PEMBAGIAN TASYBIH
Dengan memandang pengambilan Wajah Syabah, maka Tasybih terbagi menjadi dua macam
yaitu : Tasybih Tamtsil dan Ghoiru Tamtsil.
A. Tasybih Tamtsil
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya diambil dari lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Bintang Tsuroya (kumpulan beberapa bintang pada Buruj Tsur) dengan
Sedompol buah Anggur yang berbunga, dengan wajah syabahnya : sama dalam keadaannya
yang tampak ketika berkumpulnya benda putih yang bundar, yang kecil ukurannya).
B. Tasybih Ghoiru Tamtsil
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak diambil dari lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Sebuah bintang dengan Uang dirham ( dengan wajah syabahnya :
sama dalam bentuk bundarnya)
dan Dengan memandang wujud dan tidaknya Wajah Syabah, tasybih terbagi menjadi dua
yaitu : Tasybih Mufassol dan Mujmal.
A. Tasybih Mufashol
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya disebutkan.
Seperti Ucapan Penyair :
ِ
ْ َوأ َْد ُمع ْي َكالأليِل ص َف ٍاء
َ ْ َو َث ْغُرهُ يِف
" Gigi serinya dan Air mataku bagaikan Mutiara
dalam hal sama jernihnya"
Kata "Gigi seri" dan "Air mata" diserupakan dengan "Mutiara" dengan sisi persamaan : "Sama-
sama jernihnya"
Dengan memandang Adat Tasybih, maka Tasybih terbagi menjadi dua yaitu Mua'kkad dan
Mursal.
A. Tasybih Mu'akkad
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya dibuang. Seperti :
ِ
اجلود ْ ُه َو حَبٌْر يِف = Dia itu Lautan dalam kedermawanannya.
dan termasuk Tasybih Mu'akkad adalah Tasybih yang Musyabbah bihnya disandarkan
(Didhofahkan) pada Musyabbah. Contoh :
ِ َصْي ُل َعلَى جُلَنْي ِ امل ِاء
ِ ث بِالغُصو ِن وقَ ْد جرى َذهب األ
ُ َ ََ َ ُْ ُ الريْ ُح َتْب َع
ِّ َو
َ
Angin itu menggerakkan cabang pepohonan, dan tampak
emasnya waktu sore pada peraknya air.
ِ َذهب األ
َصْي ُل ُ َ = Waktu sore yang diserupakan dengan emas, dengan wajah syabah : sama
warna kuningnya.
ِ جُلَنْي ِ امل ِاء = Air yang diserupakan dengan perak dengan wajah syabah : sama dalam
َ
jernihnya.
PEMBAHASAN KETIGA
TUJUAN TASYBIH
Ketika Penyair mengklaim bahwa Orang yang dipuji itu berbeda dari asalnya sebab adanya
beberapa keistimewaan yang menjadikannya sebagai hakikat yang berbeda, lalu penyair
membuat Argumen/hujjah dengan menyerupakannya dengan Minyak misik yang asalnya darah
kijang untuk menolak adanya pengingkaran atas wujudnya musyabbah tersebut karena
merupakan hal yang langka.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keluar dari jenis asalnya.
dan menyerupakan Para raja seperti bintang karena menjelaskan keadaanya yang tidak terlihat
saat berada disisi Mukhotob.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadannya tidak terlihat ketika berada disisinya.
Penyair menyerupakan 42 unta yang hitam seperti Bulu sayap Burung gagak karena
menjelaskan kadar warna hitamnya, ketika pendengar hanya mengetahui kadar keadaan
musyabbah bih (sayap burung gagak)
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama terdapat warna hitam.
Penyair menyerupakan Hilangnya cinta di hati seperti pecahnya kaca dengan tujuan
mengukuhkan sebab sulitnya rasa cinta itu kembali seperti semula.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama sulit kembali pada keadaan semula.
Penyair menyerupakan Hitamnya wanita seperti biji mata biawak dengan tujuan memujinya,
sebab warna biji mata merupakan keindahan.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama memiliki keindahan.
Dan terkadang tujuan itu kembali pada Musyabbah bih jika antara musyabbah dan Musyabbah
bih di balik, contoh :
اح َكأ ّن غَُّرتَهُ َو ْجهُ اخلَلِْي َف ِة ِحنْي َ مُيْتَ َد ُح
ُ َالصب
َّ َوبَ َدا
Dan telah tampak waktu pagi, Seolah-olah Cahayanya bagaikan wajah Kholifah (Al-Makmun
bin Harun Ar-Rosyid) saat Ia dipuji.
ِ ِ
Asalnya dari Lafadz ُ غَُّرتَ هsebagai Musyabbah bih dan lafadz َو ْج هُ اخلَلْي َف ةsebagai Musyabbah ,
karena secara asal Cahaya Waktu pagi itu lebih terang dari padawajah Kholifah, lalu dibalik
seolah-olah wajah kholifah lebih terang dari pada cahaya waktu pagi.
Tasybih semacam ini disebut : Tasybih Maqlub.
MAJAZ
Majaz adalah : Lafadz yang digunakan pada selain makna aslinya, karena adanya
keterkaitan makna disertai Indikator yang mencegah dari pemahaman arti aslinya.
Seperti :
Lafadz ُّر ِر
َ الدdiartikan sebagai : "Beberapa kalimah Fashihah" dalam ucapanmu :
ُّر ِر ِ
َ فُال ٌن َيتَ َكلَّ ُم بالد = Dia sedang berbicara dengan Kata-kata fasih .
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa Mutiara, lalu
dirubah menjadi arti " Beberapa kalimah Fashihah" sebab diantara arti keduanya masih ada
kaitan dalam hal keindahan.
dan Perkara yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah Qorinah Lafadziyah :
َيتَ َكلَّ ُم (Berbicara).
dan Lafadz أصابع
ُ diartikan sebagai : "Beberapa ujung jari" dalam Firman Allah SWT :
ابع ُه ْم يِف ْ آذاهِنِ ْم
َ أصَ جَيْ َعلُ ْو َن = Mereka menjadikan Ujung jari mereka pada telinga mereka.
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa Jari tangan,
lalu dirubah menjadi arti " Beberapa Ujung jari tangan" sebab diantara arti keduanya masih ada
kaitan bahwa Ujung jari merupakan bagian dari jari. Kemudian Kull (keseluruhan jari) digunakan
untuk arti Juz (Sebagian jari).
dan Qorinah yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah tidak memungkinkannya
memasukkan keseluruhan jari pada telinga.
Dalam Majaz, apabila kaitan antara ma'na majazi dan ma'na asli ada keserupaan, seperti
pada contoh pertama, maka disebut : Majaz isti'aroh. Jika tidak ada keserupaan, seperti pada
contoh kedua maka disebut Majaz mursal.
Majaz Isti'aroh
Adalah : Majaz yang keterkaitan makna Aslinya dengan makna yang digunakan, itu ada
keserupaan.
Seperti Firman Allah SWT :
ِ ك لِتخرِج النَّاس ِمن الظُّلُم
ات إِىَل الن ُّْو ِر ِ
َ َ َ َ ْ َ اب أ ْنَزلْنَاهُ إلَْي
ٌ َكت
"Ini adalah Kitab yang telah Kami turunkan kepadamu supaya engkau mengeluarkan manusia
dari kegelapan (Kesesatan) menuju Cahaya (Hidayah) .( S. Ibrahim : 1)
Ijro' Isti'aroh pada Lafadz الظلم اتadalah : Lafadz الض اللةdiserupakan dengan lafadz الظلم ات
dengan wajah syabah : sama-sama tidak mendapat petunjuk pada keduanya.
Ijro' Isti'aroh pada Lafadz الن ورadalah : Lafadz اهلدى
َ diserupakan dengan lafadz الن ورdengan
wajah syabah : sama-sama mendapat petunjuk pada keduanya.
Asal dari majaz isti'aroh adalah : Tasybih yang dibuang salah satu dari Musyabbah atau
Musyabbah bih, wajah syabahnya, dan adat tasybihnya.
Musyabbah disebut : Musta'ar Lah, dan Musyabbah bih disebut : Musta'ar Minhu.
Maksudnya adalah : Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Air mata bak Mutiara dari
matanya bak Bunga narsis, dan menyirami pipinya laksana bunga mawar, dan menggigit ujung
jarinya laksana buah anggur dengan giginya laksana Hujan es.
Majaz diatas dengan menyebutkan Musyabbah bihnya, maka disebut majaz Isti'aroh
Musorrohah.
Allah membuat majaz isti'aroh Lafadz الط ائر (Burung) untuk lafadz ِّ ( الtunduk)
ذل kemudian
membuang Lafadz ( الط ائرBurung) dan menunjukkan lafadz yang dibuang dengan sesuatu
lazimnya yaitu Lafadz : ( اجلناحSayap).
Ijro'nya adalah :
Kata " ال ذل: tunduk" (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata " الط ائر: Burung" (Sebagai
Musyabah bih), kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (Burung) untuk arti lafadz
Musyabbah ()الذل. lalu kata Burung itu dibuang, dan Kata "Burung" yang terbuang ditunjukkan
dengan sesuatu yang menetap padanya yaitu Sayap, dengan cara isti’aroh makniyyah.
Adapun Penetapan lafadz اجلناح pada lafadz ِّ . , ini oleh Ulama' Ahli Balaghoh Salaf dan Al-
الذل
Khotib dikatakan sebagai Isti'aroh Tahyiliyyah.
Perbandingan
Contoh lain :
Seperti Ucapan Al-Hajjaj pada salah satu khutbahnya :
ت
ْ وسا قَ ْد أ َْيَن َع
ً إيِّنْ أل ََرى ُر ُؤ
Sesungguhnya aku benar-benar melihat buah (arti asli : kepala)
yang sudah matang.
Ijro'nya adalah :
Kata "رؤوسا: kepala " (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata " مثرات: buah" (Sebagai
Musyabah bih), asalnya :
ت ِ
ْ وسا كالثّمرات قَ ْد أ َْيَن َع
ً إيِّنْ أل ََرى ُر ُؤ
kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (yaitu buah) untuk arti lafadz Musyabbah (
وس ا ِ
ً )ر ُؤ
ُ . lalu kata الثّم راتitu dibuang, dan ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap padanya
yaitu matang, dengan cara isti’aroh makniyyah.
Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang digunakan sebagai majaz (Al-Musta’ar) , terbagi
menjadi 2 macam yaitu :
1. Isti'aroh Ashliyyah
Adalah Majaz yang lafadz Musta'arnya berupa selain Isim Mustaq , baik berupa isim a'in (dzat)
atau Isim ma'na.
Contoh Isim A'in (Dzat) : Seperti menggunakan Lafadz الظالمuntuk arti ( الضاللkesesatan) dan
Lafadz النورuntuk arti ( اهلدىpetunjuk).
Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang berkaitan dengandua sisi tasybih, terbagi
menjadi 3 macam
1. Isti'aroh Murosyahah.
Adalah : Majaz yang disebutkan Mulaim (lafadz yang berkaitan) dengan Musyabbah bih.
ت جِت َ َار ُت ُه ْم ِ أولَئِك
Contoh : ْ َ الضالَلَةَ بِاهلَُدى فَ َما َرحِب
َّ الذيْ َن ا ْشَتَر ُوا َ
Dan Mereka adalah orang yang mengganti kesesatan dengan petunjuk. maka perdagangan
mereka tidak akan mendapat keuntungan (surat Al-baqoroh : 16).
Ijro'nya : Kata " sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari bahaya" itu
diserupakan dengan kata : "Pakaian" dengan wajah syabah : sama-sama tercakup dalam
sesuatu. Kata pakaian terdapat pada Orang yang memakai, sedangkan Lapar dan takut terdapat
pada orang yang merasakannya.
Menyebut Lafadz اإلذاقةdisebut Tajrid pada Istiaroh Tasyrihiyyah. karena yang dikehendaki
adalah : ( اإلصابةmenimpakan).
Lafadz اإلذاقةmerupakan lafadz yang menyesuaikan dengan Musyabbah yaitu : kelaparan dan
pucat.
Catatan : Tidak bisa dikategorikan sebagai Tarsyih dan Tajrid kecuali setelah sempurnanya
Majaz isti'aroh dengan adanya Qorinah.
MAJAZ MURSAL
Majas Mursal adalah : Majaz yang hubungan ma'nanya tidak ada keserupaan.
Alaqoh dalam Majaz mursal ada 8 perkara yaitu :
1. Sababiyah (Sebab).
Contoh : الن ِعْن ِد ْي
ٍ ُت ي ُد ف
َ ْ َعظُ َم
"Tangan Si Fulan besar Disisiku ".(Ni'mat yang sebab mendapatkannya dengan tangan)
Mengucapkan kata Tangan dengan arti Ni'mat dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan penyebab dengan menghendaki arti akibatnya {}إطالق السبب على أرادة املسبب
2. Musabbabiyyah (akibat)
Contoh : َنبَاتًا
ُالس َماء
َّ تْ أ َْمطََر
"Langit itu memberi curah hujan" (hujan yang mengakibatkan timbulnya tanaman)
Mengucapkan kata َنبَاتًا (Tanaman) dengan arti Hujan dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan Akibat dengan menghendaki arti penyebabnya {}إطالق املسبب على أرادة السبب
Tujuan pada bait ini bukanlah menceritakan, tetapi memperlihatkan kesusahan dan
kesengsaraan.
Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kelemahan:
العثَ َار ِ اصتِبَ ًارا ِ َب إيِّن ال
َ ف َعيِّن ْ يَا َم ْن يَقْي ُل
ُ اع
ْ َف ْ أستَطْي ُع
ْ ْ ِّ َر
"Wahai Tuhanku, aku tidak mampu bersabar, maka ampunilah aku wahai Dzat yang
mengampuni kesalahan".
Begitu juga Jumlah Isya’ yang digunakan untuk makna jumlah khobar, Contoh Sabda Nabi SAW :
ب َعلَ َّي َف ْليَتََب َّوأْ َم ْع َع َدهُ ِم َن النَّا ِر
َ َم ْن َك َّذ
“Barang siapa yang mendustakan aku, maka hendaklah ia menempati tempatnya dari neraka”.
Karena ْ َفْليَتََب َّوأyang dkehendaki adalah lafadz َُيتََب َّوأ
Apabila Hubungan maknanya ada keserupaan, maka dikatakan sebagai Majaz Isti'aroh
Tamtsiliyyah.
Seperti yang diucapkan kepada orang yang ragu-ragu terhadap suatu perkara.
Contoh : ُخرى ِ ُ إِيِّن أَر َاك ُت َقد
ْأ َ ِّم ر ْجالً َوتـَُؤ ِّخُر َ ْ
"Saya melihatmu mendahulukan kaki yang satu sekali dan mengakhirkan kaki yang lain sekali".
Ijro'nya : Ilustrasi keraguan terhadap suatu perkara itu diserupakan dengan orang yang
berdiri, lalu ingin pergi. pada satu kesempatan Ia ingin pergi dengan mendahulukan kaki yang
satu. dan pada kesempatan lain ia mengakhirkan kaki yang lain.
Lalu menggunakan lafadz Musyabbah bih ( ُخرى ِ ُ ) ُت َقدuntuk arti musyabbah
ْأ َ ِّم ر ْجالً َوتـَُؤ ِّخُر
(Keraguan).
MAJAZ AQLI
Majaz Aqli
Adalah : Mengisnadkan Lafadz Fi'il atau yang bermakna fi'il pada selain Lafadz yang menjadi
Ma'mulnya menurut keinginan Mutakalim secara Dhohir karena adanya hubungan makna.
Seperti ucapan penyair :
الع ِش ِّي ِ ِ َّ َشاب
َ الصغْيَر َوأَْفىَن ال َكبِْيـ َـر َكُّر الغَ َداة َو َمُّر َ َأ
"Berjalannya siang dan malam telah membuat Anak kecil menjadi tua, dan Orang tua menjadi
mati".
Mengisnadkan kata Tua (beruban) dan Mati pada Kata "Berjalannya siang dan malam"
merupakan Isnad pada selain Ma'mulnya. Karena Dzat yang menjadikan tua (beruban) dan
Dzat yang menjadikan mati secara hakikatnya adalah Allah SWT.
Dan termasuk Majaz Aqli yaitu
a. Mengisnadkan Lafadz Mabni Ma'lum kepada maf'ulnya.
ِ ِعي َشةٌ ر
ٌاضيَة
Contoh : َ ْ
"Kehidupan yang diridhoi".
ِ "رyang merupakan Lafadz mabni ma'lum, di isnadkan pada Dhomir yang kembali
ٌاضيَة
kata " َ
pada lafadz " ٌشةَ " ِعْيdikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : احُب َها إيَّ َها
ِ اض ص ِ
َ ٍ ( عْي َشةٌ َرKehidupan
yang Pemiliknya meridhoinya).
Dari keterangan tersebut, Bisa disimpulkan bahwa Majaz Lughowi terjadi pada Lafadz yang
digunakan pada selain arti aslinya, sedangkan Majaz Aqli terjadi dengan adanya mengisnadkan
pada selain ma'mul aslinya.
KINAYAH
Kinayah
adalah : Lafadz yang dikehendaki kelaziman makna aslinya, serta bisa diartikan dengan makna
yang lain.
Contoh :
َّج ِاد
َ طَ ِويْ ُل الن = "Panjang Sarung pedangnya"
maksudnya adalah Dia itu Panjang postur tubuhnya.
ِ طَ ِوي ل النَّجadalah bisa diartikan dengan Makna hakiki (Panjang
Yang dikehendaki dari lafadz اد َ ُْ
Sarung pedangnya) dan Makna Lain (Panjang postur tubuhnya), karena tidak adanya Qorinah
yang mencegah untuk mengartikan pada makna Hakiki, berbeda dengan Majaz. karena pada
Majaz itu tidak boleh diartikan dengan Makna asli beserta Makna majaz, karena tujuan yang
diharapkan adalah makna Majaz saja dengan adanya Qorinah yang mencegah mengartikan
pada makna Asli.
Dan inilah perbedaan antara Kinayah dan Majaz.
Kinayah, dengan memandang Makni alaih ( Lafadz yang digunakan sebagai kinayah) terbagi
menjadi 3 macam :
1. Kinayah yang Makni alaihnya berupa isim sifat.
Contoh :
Ia menghendaki bahwa Saudaranya itu postur tubuhnya Tinggi, Seorang Tuan, Yang Dermawan.
Tinggi sarung pedangnya diartikan sebagai : "Tinggi postur tubuhnya"
Luhur Tiangnya diartikan sebagai : "Seorang Tuan (Sayyid)"
dari keduanya digunakan sebagai kinayah yang dekat dengan makna aslinya.
Banyak debunya diartikan sebagai : "Dermawan"
Kata ini digunakan sebagai kinayah yang Jauh dari makna aslinya, karena : Banyak debunya
berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya, banyak makanannya
berarti banyak Orang yang memakannya, banyak Orang yang memakannya berarti Banyak
tamunya, Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).
3. Kinayah yang Makni alaihnya tidak berupa Sifat dan Nisbat.
Contoh : Seperti Ucapan Penyair :
ِ ََضغ
ان ِ َّالضَّا ِربِ بِ ُك ِّل اَبيض خُمْ ِدم والط
ْ اعنِنْي َ جَمَ ِام َع األ َ ٌ َ َْ َ نْي
"(Saya memuji) Orang-orang yang memukul dengan setiap pedang putih mengkilat
yangTajam , dan Orang-orang yang menusuk dengan tombaknya di Beberapa tempat
kumpulnya sifat kebencian".
Penyair membuat kinayah dengan kata " Tempat berkumpulnya sifat kebencian" yang berarti
Hati. Seolah-olah ia mengatakan : "dan Orang-orang yang menusuk hati lawan" karena
menghilangkan nyawa dengan cepat.
Kata " Hati" itu bukan merupakan sifat dan Nisbat, tetapi Kata yang disifati.
Pada Kinayah, Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Banyak, maka
Disebut Talwikh.
Seperti Contoh diatas : Banyak debunya berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti
banyak makanannya, banyak makanannya berarti banyak Orang yang memakannya, banyak
Orang yang memakannya berarti Banyak tamunya, Banyak tamunya berarti banyak
sedekahnya (Dermawan).
Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit dan Masih samar,
maka Disebut Ar-Romzu.
Contoh :
ُهو مَسِ نْيٌ ِر ْخ ٌو = "Dia itu orang yang gendut yang Lembek"
Maksudnya adalah Dia itu Orang yang Bodoh dan Idiot.
Arti kinayah ini penguhubungnya yaitu : Gemuk dan lembek berarti Lebar Tengkuknya (Jithok:
Jawa), dan Lebar tengkuknya berarti Bodoh dan Idiot.
Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit atau memang tidak
ada dan Jelas, maka Disebut Ima' dan Isyaroh.
Contoh Penghubungnya sedikit dan jelas :
ـتح َّو ِل ِ
َ َت املَ ْج َد أَلْ َقى َر ْحلَهُ يِف ْ آل طَْل َحةَ مُثَّ مَلْ ي
َ َْأو َما َرأَي
"Apakah Engkau tidak melihat kemulyaan yang menempati rumahnya pada keluarga Tholhah,
lalu kemulyaan itu tidak berpindah (dari mereka)"
Penjelasan :
Pada bait tersebut dibuat kinayah tentang keberadaan mereka itu mulia, dengan satu
penghubung serta jelas.
Karena bertempatnya kemuliaan ditumahnya serta tidak berpindah itu merupakan makna
majazi, dengan menyerupakan “kemuliaan” dengan “seorang laki-laki yang mulia yang memiliki
tempat yang ia khususkan bagi seseorang yang ia kehendaki” dengan wajah syabah sama –
sama adanya rasa senang bertemu.
Lalu Lafadz musyabbah bih digunakan untuk musyabbah, lalu musyabbah bih dibuah dan
ditunjukkan sesuatu kelazimannya yaitu menempati rumah, dengan menjadikan majaz
Tahyiliyah.
Penghubung makna kinayahnya adalah : Kemulyaan yang diserupakan dengan seseorang yang
memiliki rumah merupakan sifat yang sudah pasti adanya orang yang disifati dan tempat, dan
perantara inilah dikatakan jelas.
Contoh yang tidak adanya Penghubungnya tapi jelas :
ُ َْع ِري
ض ال َق َفا = "Lebar tengkuknya (Jithok : Jawa)"
Kinayah untuk arti Bodoh, karena lebar tengkuknya sudah jelas menunjukkan arti bodoh
menurut adat.
Disini ada jenis dari kinayah yang dituju pemahamannya pada runtutan kalam (siyaqul Kalam),
yang disebut : Ta'ridh, yaitu : mengarahkan kalam pada satu sisi makna.
Seperti Ucapanmu terhadap Orang membuat dhoror pada Manusia.
ِ َخْيُر الن
َّاس َم ْن َيْن َفعُ ُه ْم
"Sebaik-baiknya manusia adalah Orang yang memberikan kemanfaatan Terhadap Mereka."
ILMU BADI'
Ilmu Badi'
adalah : ilmu untuk mengetahui metode memperindah kalam yang sesuai dengan tuntutan
keadaan.
Aspek ini, jika terarah pada membuat indahnya makna disebut dengan : Muhassinat Al-
Ma'nawiyyah.
Jika terarah pada membuat indahnya Lafadz disebut dengan : Muhassinat Al-Lafdziyah.
Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.
1. Tauriyyah; yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai arti dua yaitu Makna Dekat yang
langsung dipaham dari kalam (karena seringnya digunakan) dan Ma'na Jauh, sebagai Arti yang
diharapkan, dengan adanya faidah sebab ada Qorinah yang masih samar.
Mengumpulkan Lafadz ( َي ْعلَ ُم ْو َنmengetahui) dan Lafadz ( ال َي ْعلَ ُم ْو َنtidak mengetahui) dikatakan
Tibaqul Salbi, karena lafadz ( ال َي ْعلَ ُم ْو َنtidak mengetahui) itu manfi, sedangkan Lafadz َي ْعلَ ُم ْو َن
(mengetahui) itu mutsbat.
3. Muqobalah; yaitu : Mendatangkan dengan dua makna atau lebih lalu mendatangkan dengan
kata yang berlawanan ma'na tersebut secara urut.
Contoh pada Firman Allah :
ض َح ُك ْوا قَلِْيالً َوليَْب ُك ْوا َكثِْيًرا
ْ ََفْلي
Maka sebaiknya mereka sebaiknya tertawa dengan sedikit dan menangis dengan banyak (Surat
Al-Baqoroh : 83).
Pada ayat tersebut, Lafadz ( الض حكtertawa) berlawanan dengan kata ( البك اءmenangis) dan
Lafadz ( القليلsedikit) berlawanan dengan kata ( الكثريbanyak).
4. Menjaga Perbandingan yaitu Mengumpulakan suatu perkara, dan lafadz yang sesuai
dengannya bukan kata yang berlawanan.
Contoh :
ط ِ ك الغُصو ِن َكلُ ْؤلُؤ رطْب يصافِحه الن
ُ َّسْي ُم َفيَ ْس ُق ِ والطّ ُّل يِف ِس ْل
ُُ َ ُ ٌ َ ُْ ْ َ
ِّ ص ِحْي َفةٌ َو ِ
ُ ب َوالغَ َم ُام يَُن ِّق
ط ُ ًالريْ ُح تَكْت َ َوالطَّْيُر َي ْقَرأُ َوالغَد ْيُر
hujan gerimis pada cabang pepohonan itu bagai Mutiara yang basah yang ditiup oleh semilirnya
angin lalu jatuh ke tanah.
Burung sedang membaca (berkicau), dan Genangan air itu bagai kertas, dan angin sedang
menulis , dan Mendung membuat titik.
Begitu juga Pada Bait kedua terkumpul lafadz الغمام، الريح، الغدير،الطري, kesemuanya juga merupakan
lafadz yang saling berhubungan.
dan juga lafadz النقط، الكتابة، الصحيفة،القراءة, kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling
berhubungan.
5. Istikhdam, yaitu : Menyebut lafadz dengan suatu ma'na dan mengembalikan dhomirnya
dengan ma'na yang lain, atau mengembalikan dua Dhomir dengan yang dikehendaki dhomir
kedua selain yang diharapkan pada Dhomir yang pertama.
Contoh Pertama:
ِ
ُص ْمه ْ فَ َم ْن َش ِه َد مْن ُك ُم الش
ُ ََّهَر َفْلي
Barang siapa diantara kalian menemui bukan (hilal Romadhon) maka haruslah berpuasa (pada
bulan itu).
Lafadz الشهرmemiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti Majaz (hilal). Pada ayat tersebut
Lafadz الشهرdiartikan dengan makna majazi (hilal), lalu dhomir pada ُص ْمه
ُ َ َفْليitu di kembalikan pada
Lafadz الشهرyang diartikan dengan makna hakiki (bulan).
Contoh kedua :
ضلُ ْو ِع ْي ِحِن ِ ِِ َّ فَس َقى الغَضا و
ُ الساكنْيه َوإِ ْن مُهُْو َشُّب ْوهُ َبنْي َ َج َوا ْي َو َ َ َ
Maka Allah menyirami Pohon Godho dan orang-orang yang menempatinya (Tempat yang
ditumbuhi pohon Godho), walaupun mereka menyalakannya (Api) diantara tulang dadaku
(hati) dan tulang punggungku.
Lafadz الغضاmemiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon) dan arti Majaz Mursal (tempat) dan
arti majaz isti'aroh (Api).
Pada syair tersebut Lafadz الغضاdiartikan dengan makna hakiki (pohon), lalu dhomir pada الساكنيه
itu di kembalikan pada Lafadz الغضاyang diartikan dengan makna majaz mursal (tempat) dan
dhomir pada شبّوهitu di kembalikan pada Lafadz الغضاyang diartikan dengan makna majaz Istia'roh
(Api) .
6. Al-Jam'u; yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih pada satu hukum. Seperti Ucapan
Penyair :
َّ ده َم ْف َس َدةٌ لِْل َم ْر ِء أ
َي َم ْف َس َد ْة ِ َ إِ َّن الشَّباب وال َفرا
ْ غ َواجل َ َ َ َ
Sesungguhnya sifat muda, pengangguran, merasa cukup itu penyebab berbagai kerusakan
pada seseorang.
Penyair mengumpulkan sifat-sifat tersebut dalam satu hukum.
7. Tafriq; yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama dari satu jenis. Contoh pada ucapan
Penyair (wathwath):
األمرْيِ َي ْو َم َس َخ ٍاء
ِ نوال الغَم ِام وقْت ربِي ٍع َكَنو ِال
َ ْ َ َ َ َ ُ َما
Tiada pemberian hujan pada musim semi itu seperti pemberian Pemerintah pada waktu
makmur.
Penyair membedakan antara dua bentuk pemberian, padahal pemberian itu merupakan satu
jenis yang sama.
Pada syair ini terkandung bahwa ilmu itu terbagi menjadi Ilmu hari ini, ilmu hari kemarin dan
ilmu hari yang akan datang.
Inilah yang dikatakan Taqsim yang menyempurnakan pembagiannya.
dan adakalanya menyebutkan dua perkara atau lebih dan kembali pada masing-masing perkara
itu dengan menjelaskan.
Seperti ucapan Al-Multamis Jarir bin Abdul Masih :
ِ ِ ِِ ٍ َ َوالَ يُِقْيم َعلَى
َ ضْيم يَُر ُاد به إالَّ األَذَالَّن َعْيُر احلَ ِّي َو
الوتَ ُد ُ
َح ُد ِ ِ ِ ِ ِ
َ َه َذا َعلَى اخلَ ْسف َم ْربُ ْو ٌط بُر َّمته َوذَا يُ َش ُّج فَالَ َيْرث ْي لَهُ أ
Tidak akan bermukim pada kedholiman yang diarah padanya kecuali Dua Makhluk yang Hina
yaitu Keledai perumahan dan pasak.
Ini (keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan yang ini (pasak) ditancapkan, lalu
tiada satu orangpun yang menyayanginya.
Penyair menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali dengan menyatakan sesuatu yang
berhubungan pada kata yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu pada kata yang kedua yaitu
“ditancapkan”.
dan adakalanya menyebutkan keadaan sesuatu dengan menyandarkan kata yang sesuai pada
masing-masing perkara tersebut.
Seperti Abu Toyyib Al-Mutanabbi :
ِّي بِال َقنَا َو َم َشايِ ِخ َكأَن َُّه ُم ِم ْن طُْو ِل َما إلتَثَ ُموا ُم ْر ُد
ْ ب َحق ُ ُسأطْل
اف إِ َذا ُدعُ ْوا َكثِْيٌر إِ َذا َشد ُّْوا قَلِْي ٌل إ َذا عُد ُّْوا
ٌ ال إ َذا لََق ْوا ِخ َف
ٌ ثَِق
Saya akan mencari hakku dengan tombak dan para lelaki dewasa., karena lamanya memakai
cadar (ketika perang) Seolah-olah Mereka itu para Pemuda, yang terlihat Berat (dihadapan
Musuh) ketika berperang, yang cepat tanggap ketika diajak, yang banyak ketika menyerang,
yang sedikit ketika dihitung.
a. Mengecualikan Sifat Pujian dari sifat penghinaan yang meniadakan dengan cara
mengira-ngirakan masuknya pujian itu pada penghinaan.
b. Menetapkan Sifat pujian terhadap suatu perkara, dan didatangkan sifat pujian lain
setelahnya dengan kata pengecualian yang menyandinginya.
10. Bagusnya alasan; yaitu : Menggunakan suatu alasan yang bukan sebenarnya, yang terdapat
perkara yang langka untuk sifat.
Seperti Ucapan Al-Khotib Al-Qozuwaini :
ت َعلَْي َها ِع ْق َد ُمْنتَطَ ِق ِ ِ ِ
َ ْلَ ْو مَلْ تَ ُك ْن نيَّةُ اجلَ ْو َزاء خ ْذ َمتَهُ لَ َما َرأي
“Seandainya tidak ada keinginan bintang Jauza' itu melayaninya, maka engkau tidak akan
melihat padanya ikatan yang melingkar”.
11. Kesesuaian ladadz serta ma'na; yaitu Lafadz-lafadz yang sesuai dengan maknanya, maka
dipilihlah lafadz yang Agung dan Ibarot yang sangat keras logatnya untuk kebanggaan dan
keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk bahasa kawula muda, dll.
Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan Kebanggaan dan keberanian:
ت َد ًما ِ َّم ِ ِ إذا ما َغ
ْ س أ َْو قَطََر ْ اب الش
َ ضِّريَةً َهتَكْنَا ح َج َ ضبَةً ُم ْ ضْبنَا َغ َ
ِ ٍ ِ
َ ٍإ َذا َما أ ََع ْرنَا َسيِّ ًدا م ْن قَبِْيلَة ذَُرى مْنرَب
صـلَّى َعلَْينَا َو َس ـلَّ َما
Ketika kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami merusak penghalang matahari
(perkara haq) sampai meneteskan warna darah.
Ketika kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar, maka Ia mendo'akan kami dan
menyebut (nama kami pada qoumnya).
12. Uslubul Hakim; yaitu : menyampaikan kepada mukhotob dengan selain kata yang dinantinya
atau menyampaikan kepada orang yang bertanya dengan selain jawaban yang diinginkan
karena mengingatkan bahwa jawaban itu lebih layak pada pertanyaan yang diharapkan.
َ ألمْحِ لَن
Seperti Ucapan Qoba'tsaro kepada Hajjaj yang telah mengancamnya dengan ucapan : َّك
َعلَى األ َْد َه ِم
Sungguh aku akan membawamu pada terali besi
lalu Qoba'tsaro mengatakan (dengan mengartikan kata Adham dengan arti Kuda hitam) :
ِ األد َه ِم واأل ْش َه
ب ِ ِِ ِ
َ ْ ثل األمرْي حَيْم ُل َعلَى
ُ م
itu Seperti Pemimpin yang naik kuda hitam dan kuda putih.
Lalu Hajjaj menjawab : احلَ ِديْ َد ت
ُ أ ََر ْد
Saya menghendaki (dengan kata adham) sebagai terali besi.
Lalu Qoba'tsaro berkata (dengan mengartikan kata Hadid dengan arti Pandai):
أل ْن يَ ُك ْو َن َح ِديْ ًدا َخْيٌر ِم ْن أ ْن يَ ُك ْو َن بَلِْي ًدا
Kuda yang pandai itu lebih baik dari pada kuda yang bodoh.
Hajjaj menghendaki dengan kata "adham" sebagai terali besi, dan kata "Hadid" sebagai Tempat
yang khusus. sedangkan Qoba'tsaro menggambarkan pemahaman keduanya sebagai "Kuda
hitam yang tidak bodoh"
Tujuan hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih layak itu janji membawanya dengan
kuda hitam yang tidak bodoh, bukan ancaman untuk membawanya ke terali besi.
b. Memposisikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan lain yang sesuai dengan kondisi
masalah.
Muhassinat Al-Lafdhiyyah.
1. Jinas; yaitu keserupaan dua lafadz dalam ucapan bukan pada makna.
Jinas itu ada yang Tamm (sempurna) dan Ghoiru Tamm (tidak sempurna).
Jinas Tamm; yaitu : Lafadz yang hurufnya sama dalam keadaannya (ha’iat), jenis, hitungan dan
urutannya.
Contoh :
.َّه ِر إِنْ َسانًا ِ فَال ب ِرح مَلْ نَ ْل َق َغْيَر َك إنْ َسانًا يُالذُ بِِه
ْ ت ل َعنْي ِ الد
َ ْ َ
Kami belum pernah bertemu manusia yang bisa dibuat perlindungan selain engkau, maka
engkau senantiasa pada masa ini sebagai biji mata.
Contoh lain :
ِ فَ َدا ِر ِهم ما دمت يِف دا ِر ِهم وأر ِض ِهم ما دمت يِف
.أرض ِه ْم ْ َ ُْ َ ْ ْ َ ْ َ ْ َ ُْ َ ْ
Maka kelilingilah mereka, selama engkau tetap dirumahnya. dan senangkanlah mereka selama
engkau tetap berada di tanahnya.
Jinas Ghoiru Tamm; yaitu Lafadz yang hurufnya berbeda pada salah satu dari keadaan, jenis,
hitungan dan urutan.
Contoh :
.ب ِ اض َقو
ِ اص ٍ
َ ٍ بأسيَاف َق َو
ْ ول
ِ ِ مَيُد ُّْو َن ِم ْن أيْ ٍد َع َو
ُ َاص َع َواص ٍم ت
ُ ص
Mereka sedang menjulurkan (lengan mereka) dari tangan orang yang memukul dengan
tongkat, yang selalu menjaga (dari kerusakan) yang menyerang dengan pedang yang
mematikan, yang memotong.
2. Saja'; yaitu : adanya kesamaan pada huruf terakhir antara dua kalimat Natsar yang terpisah.
Contoh :
.اإلنْ َسا ُن بآدابِِه الَ بِ ِزيِِّه َوثِيَابِِه
Manusia mulya itu dengan perilakunya, bukan perhiasannya dan pakiannya.
Contoh :
.اع بَِز َو ِاج ِر َو ْع ِظ ِه ِ ِ ِ يطْبع األسج جِب
َ َاع َ َواه ِر لَ ْفظه َو َي ْقَرعُ األمْس
َ َ ْ َُ َ
Orang menghiasi Beberapa sajak dengan keindahan lafadznya, dan mempengaruhi
pendengaran dengan Larangan-larangan nasehatnya.
3. Iqtibas; yaitu : Suatu kalam yang mengandung sesuatu dari Al-Qur;an dan Hadits bukan
merupakn Lafadz salah satunya.
Seperti ucapan Penyair :
ِ ِ
ُـ ِم َوأنْك ْر بِ ُك ِّل َما يُ ْستَطَاع ض بِالظُْلـَ الَ تَ ُك ْن ظَال ًما َوالَ َت ْر
ِ ِ ِ ٍ ُيوم يأْيِت احلِساب ما لِظَـل
ُم ْن َحـمْي ٍم َوالَ َشفْي ٍع يُطَاع وم َ ُ َ ْ َ َ َْ
Janganlah kamu menjadi orang dholim, dan janganlah rela dengan kedholiman, dan ingkarilah
sesuai dengan kemampuan.
Pada hari datangnya Hisab bagi orang yang sangat Dholim itu tiada seorang sahabat, dan
orang yang menolongnya yang diikuti.
4. Indahnya permulaan kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan awal pembicaraannya
dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila permulaan kalam itu mengandung isyarat pada tujuannya, maka dikatakan sebagai
Baroatul Istihlal.
Seperti Ucapan abu toyyib ketika memberi ucapan atas hilangnya penyakit :
ِ
الس َق ُم
َّ كَ ِك إِىَل أ َْع َدائ َ املَ ْج ُد عُ ْويِف َ إ ْذ عُوفْي
َ ت َوال َكَر ُم َو َز َال َعْن
Keluhuran dan kemuliaan telah terlimpahkan, karena engkau telah sembuh, dan penyakit telah
hilang darimu pad musuh-musuhmu.
Seperti Ucapan penyair lain yaitu Asyja’ as-salma ketika memberi ucapan atas pembangunan
gedung :
ت َعلَْي ِه مَجَاهَلَا األَيَّ ُام ِ ِ
ْ صٌر َعلَْيه حَت يَّةٌ َو َسالَ ُم َخلَ َع
ْ َق
Sebuah gedung yang terdapat kehormatan dan salam,Waktu telah meletakkan keindahannya
padanya.
5. Indahnya penutup kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan akhir pembicaraannya
dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila akhir kalam itu mengandung isyarat pada selesainya pembicaraan , maka dikatakan
sebagai Baroatul Maqto’.
Seperti Ucapan Abul Ala’ atau abu toyyib :
ف أ َْهلِ ِه َو َه َذا ُد َعاءٌ لِْلرَبِ يَِّة َش ِام ُل
َ َّه ِر يَا َك ْه
ْ ت َب َقاءَ الد
ِ
َ بَقْي
Engkau tetap sepanjang masa, wahai Gua tempat berlindung penghuninya, Ini adalah do’a
yang menyeluruh untuk manusia.