Anda di halaman 1dari 62

KUMPULAN KITAB

Minggu, 03 Juni 2012

Terjemah Husnus Siyaghoh Balaghoh


TERJEMAH KITAB DURUSUL BALAGHOH
HUSNUS SIYAGHOH

PENDAHULUAN
FASHOHAH DAN BALAGHOH

A.     FASHOHAH
 Fashohah menurut bahasa adalah : kalimat yang menunjukkan arti jelas.
Dikatakan : "Seorang anak telah fasih dalam perkataannya"  jika memang ucapannya sudah
jelas.
Fashohah dalam istilah, itu menjadi sifat pada kalimah, kalam, dan mutakallim.
a. Fashohatul Kalimah .
adalah : Terhidarnya suatu kalimah dari Tanafur Huruf, Mukholafatul Qiyas, dan Ghorobah.
-          Tanafur  huruf adalah: Suatu sifat pada kalimah yang menyebabkan beratnya kalimah pada
lidah dan sulit mengucapkannya.
Contoh :
‫ش‬ُّ َ‫الظ‬     : tempat yang kasar.
‫اهلِ ْع ِخ ْع‬    : tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
‫اح‬
ِ ‫الن َق‬    
ُّ  : air tawar yang jernih
‫امل ْستَ ْس ِز ِر‬  : benang yang tepintal
ُ
Penjelasan :
Tanafur terbagi mejadi 2 yaitu :
1. Tanafur yang sangat berat terbatas. Contoh :
‫ش‬ُّ َ‫الظ‬      : tempat yang kasar.
‫اهلِ ْع ِخ ْع‬     : tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
Lafadz  ‫اهلِ ْع ِخ ْع‬ ini dikatakan tanafur karena kesemuanya huruf berasal dari satu makhroj
yaituhuruf halaq.
2. Tanafur yang berat tak terbatas. Contoh :
‫اح‬
ِ ‫الن َق‬      : air
ُّ tawar yang jernih
Pada Ucapan Penyair :
‫ب من نُقاخ ُمَبَّر ِد‬
ْ ‫دع اخلمر وا ْشَر‬     ‫وأَمْح َ َق ممن ي ْل َعق املاءَ قال يل‬
Dan itu lebih bodoh lagi dari pada orang yang minum air lalu mengatakan padaku : “tinggalkan
arak, dan minumlah dari air tawar yang jernih yang dingin.

Contoh lain :
‫امل ْستَ ْش ِز ِر‬  : benang yang tepintal
ُ
Lafadz ini dikatakan tanafur karena Huruf Syin (bersifat Hams dan Rokhwah) menengahi antara
huruf ta' (bersifat Hams dan Syadidah) dan huruf za' (bersifat Jahr).

Untuk membedakan antara kedua tanafur tersebut yaitu dengan menggunakan perasaan yang
sehat (Dzauq Salim) yang diperoleh dengan mengkaji kalam Para ahli Balaghoh dan mendalami
metode-metodenya baik dari sisi kedekatan antara makhroj hurufnya atau dari jauhnya.

-          Mukholafah Qiyas adalah : kalimah yang tidak sesuai dengan prosedur kaidah ilmu shorof.
Contoh : lafadz ‫بُ وق‬  dijama’kan menjadi  ‫ات‬
ٌ َ‫بُوق‬    seperti dalam Syairnya Abu toyyib Ahmad bin
Husain Al-Ju’fiy al-Kandy Al-Kufy Al-Mutanabby yang sedang memuji pemimpin tentara Daulat
Ibnu hamdan Raja Aleppo Syiria :
‫ات هَلَا َوطُُب ْو ُل‬ ِ ‫فَِفي الن‬  -  ‫َّاس َسْي ًفا لِ َد ْولٍَة‬
ٌ َ‫َّاس بُ ْوق‬ ُ ‫فِإ ْن يَ ُك ْن َب ْع‬
ِ ‫الن‬  ‫ض‬
ْ
"Jika sebagian manusia itu seperti tentara dalam pemerintahan ( ibnu Hamdan Raja Aleppo;
Syiria ), maka dalam manusia akan terdapat terompet dan gendang untuk pemerintahan itu".
Karena menurut Qiyas dalam jama’ qillahnya adalah ‫اق‬
ٌ ‫أ َْب َو‬
Dan juga seperti lafadz   ٌ‫ َم ْو َد َدة‬ dalam ucapannya :
‫ص ُد ْو ِر ِه ْم ِم ْن َم ْو َد َد ٍة‬ ِ ِ
ُ ْ ‫ َمايِل َ يِف‬  - ُ‫إِ َّن بَن ـ َّـي لَلئَاٌَم َز َهـ َـده‬
"Sesungguhnya Anak-anakku memang orang yang hina yang tidak perhatian, tiada dihatinya
ada rasa cinta padaku  "

Menurut Qiyas ilmu shorof adalah dengan mengidghomkan lafadz ‫ َم ْو َد َد ٍة‬ menjadi ‫ َم َو َّدة‬ karena ada
dua huruf sama, serta huruf yang kedua berharokat.

-          Ghorobah adalah: adanya kalimah itu tidak jelas artinya.


Contoh :
َ‫تَ َكأْ َكأ‬  bermakna seperti lafadz  ‫إجتمع‬  yaitu berkumpul.
‫إ ْفَر ْن َق َع‬    bermakna seperti lafadz  ‫إنصرف‬  yaitu bubar.
‫إلْطَ َخ َّم‬  bermakna seperti lafadz  ‫إشتد‬َّ   yaitu berat dan besar
Keterangan :
Ghorobah terbagi menjadi 2 yaitu :
a.      Kata yang bisa diketahui maknanya dengan seringnya meneliti pada kitab bahasa Ajam karena
tidak biasa digunakan pada bahasa murni arab. Contoh:
َ‫تَ َكأْ َكأ‬  bermakna seperti lafadz  ‫إجتمع‬  yaitu berkumpul.
‫إ ْفَر ْن َق َع‬    bermakna seperti lafadz  ‫إنصرف‬  yaitu bubar.
‫إلْطَ َخ َّم‬  bermakna seperti lafadz  ‫إشتد‬َّ   yaitu berat dan besar
b.      Kata yang tidak diketahui maknanya pada kitab bahasa karena tidak digunakan bagi orang
Arab, dan tidak berlakunya bahasa pembanding maka membutuhkan usaha keras untuk
mengartikannya yang menyebabkan sulitnya memahami dan masih ada kesamaran.  
Contoh :
‫ ُم َسّرج‬   bermakna pedang  suraij daerah Qin dan ada yang mengatakan bermakna :Lampu.

B. Fashohatul Kalam.
adalah : Terhidarnya beberapa kalimah dari tanafur pada kumpulan kalimah
(kalam), Dho'fu Ta'lif, Ta'kid, serta fashohahnya beberapa kalimah itu.

1. Tanafur pada Kalam adalah : Suatu sifat dalam Kalam yang menyebabkan beratnya kalam
pada lisan dan sulit mengucapkannya.
Contoh dalam ucapan Penyair :
َ ُ‫يِف ْ َرفْ ِع َع ْر ِش الش َّْر ِع ِمثل‬
ُ‫ك يَ ْشَرع‬
“pada keluhuran Arasynya Syara’, Orang sepertimu bisa mengambil”

Contoh lain:
‫ب َقْبُر‬ ٍ ‫ب مِب َ َك‬
ٍ ‫ولَْيس ُقرب َقرْبِ حر‬  - ‫ان َق ْف ٍر‬ ٍ ‫و َقْبر حر‬  
َْ َ ْ َ َ َْ ُ َ
" kuburan musuh harus ditempat yang sunyi, dan tiada
kuburan lain dekat kuburan itu"

Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:


‫ َمعِ ْي َوإذَا َمالُ ْمتُهُ لُ ْمتُهُ َو ْح ِد ْي‬   ‫الو َرى‬ ِ
َ ‫ َكرمْيٌ مَىَت ْأم َد ْحهُ ْأم َد ْحهُ َو‬  
"Dia (Abu Ghoits Musa Bin Ibrahim Ar-Rofi'i) adalah orang yang mulia, jika aku memujinya
maka aku memujinya beserta orang-orang yang bersamaku. Jika aku menghinanya, maka aku
menginanya sendirian"

Penjelasan :
Tanafur  ini juga terbagi mejadi 2 yaitu :
1. Tanafur Syadid / A'la; yang sangat berat pengucapannya
Contoh dalam ucapan Penyair :
َ ُ‫يِف ْ َرفْ ِع َع ْر ِش الش َّْر ِع ِمثل‬
ُ‫ك يَ ْشَرع‬
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya
pengulangan 3 huruf yaitu ro', a'in, dan syin".
Contoh lain:
‫ب َقْبُر‬ ٍ ‫ب مِب َ َك‬
ٍ ‫ولَْيس ُقرب َقرْبِ حر‬  - ‫ان َق ْف ٍر‬ ٍ ‫و َقْبر حر‬  
َْ َ ْ َ َ َْ ُ َ
Pada syair tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya
beberapa huruf yang sama serta diulang-ulang.

2. Tanafur Khofif/ Adna; yang tidak berat pengucapannya,


Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:
‫ َمعِ ْي َوإذَا َمالُ ْمتُهُ لُ ْمتُهُ َو ْح ِد ْي‬   ‫الو َرى‬ ِ
َ ‫ َكرمْيٌ مَىَت ْأم َد ْحهُ ْأم َد ْحهُ َو‬  
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya
pengulangan 2 huruf yaitu  ‫هاء‬  dan  ‫"حاء‬.

2. Dho'fu Ta'lif adalah : adanya kalam itu tidak sesuai dengan prosedur kaidah ilmu Nahwu
yang masyhur.
Seperti membuat Dhomir sebelum menuturkan Marji'nya dalam lafadz dan ma'nanya, dalam
ucapan Penyair :
‫ َو ُح ْس ِن َف ْع ٍل َك َما جُيَْزى ِسنِ َّم ُار‬    ‫َجَزى َبُن ْوهُ أَبَا الغِْيالَ ِن َع ْن كِرَب‬
"Anak-anaknya telah membalas kebaikan Abu Ghilan diusia tua seperti yang dilakukan oleh
Sinimmaru (Arsitektur Negara rum)"

Penjelasan :
Kecacatan pada syair tersebut itu dari sisi Dhomirnya lafadz ُ‫ َبُن ْوه‬  yang kembali pada lafadz ‫أَبَ ا‬
‫الغِْيالَ ِن‬ yang merupakan lafadz yang diakhirkan secara Lafadz dan tingkatan.

3. Ta'qid adalah : adanya kalam itu tidak jelas (masih samar) pada makna yang dikehendaki.
Dan kesamaran itu adakalanya dari aspek lafadz yang disebabkan mendahulukan (taqdim),
mengakhirkan (ta'khir) atau memisah (Fashol). hal ini disebut Ta'kid Lafdhy.

Seperti Ucapan Al-Mutanabby :


ِ ‫ ِشيَم َعلَى احلَس‬   ‫و ُهم الَ جَيْ َف ُخ ْو َن هِبَا هِبِم‬  ‫ت‬
‫ب األَ َغِّر َدالَئِ ُل‬ َ ٌ ْ ْ َ ْ ‫َج َف َخ‬
"Suatu Kebiasaan (watak) yang menunjukkan atas keturunan yang baik merupakan
Kebanggaan, dan mereka itu tidak bangga dengan itu".
Pentakdirannya adalah :
‫ب األَ َغِّر َو ُه ْم الَ جَيْ َف ُخ ْو َن هِبَا‬
ِ ‫ت هِبِم ِشيَم َدالَئِل َعلَى احلَس‬
َ ُ ٌ ْ ْ ‫ج َف َخ‬   َ
Penjelasan :
Pada syair tersebut, dikatakan Ta'kid lafdhy karena :
1.      Memisah antara fi'il dan lafad yang berta'alluq padanya (muta'alliq) (‫ت هِبِم‬
ْ ‫) َج َف َخ‬  dengan lafadz
lain yaitu : ‫ َو ُه ْم الَ جَيْ َف ُخ ْو َن هِبَا‬   .
2.      Mengakhirkan lafadz  ‫ َدالَئِ ُل‬ dari lafadz yang berta'alluq padanya :
ِ ‫ َعلَى احلَس‬.
 ‫ب األَ َغِّر‬ َ
3.      Memisah antara Na'at dan man'utnya : ‫ل‬ ِ ِ
ُ ‫شيَ ٌم َدالَئ‬  dengan lafadz :
ِ ‫احلَس‬ ‫َعلَى‬
 ‫ب األَ َغِّر‬ َ

Dan adakalanya dari aspek makna disebabkan adanya penggunaan majaz dan Kinayah yang
Murodnya tidak bisa dipahami. hal ini disebut Ta'kid Ma'nawy.
Seperti Ucapanmu :  ‫ك أَلْ ِسنَتهُ يِف ْ امل ِد ْينَ ِة‬ ِ
ُ ‫نَ َشَر املل‬ 
َ َ
Dengan menghendaki arti dari: ُ‫أَلْ ِس نَته‬   sebagai "Mata-mata".  dan yang benar adalah
menggunakan lafadz :  ُ‫عُُي ْونه‬
dan Seperti juga Ucapan dari Penyair ( Abbas bin Ahnaf ) :
‫ع لِتَ ْج ُم َد‬
َ ‫ُّم ْو‬
ُ ‫اي الد‬
َ َ‫ب َعْين‬
ِ ِ
ُ ُ‫َسأَطْل‬
ُ ‫ َوتَ ْس ُك‬  ‫ب بُ ْع َد الدَّار َعْن ُك ْم لَت ْقُربُ ْوا‬
"Aku mencari tempat tinggal jauh dari kalian, agar kalian kelak menjadi dekat denganku, dan
kedua mataku mencucurkan air mata karena bahagia".
Penyair membuat kinayah (kata konotasi) pada lafad ‫اجلمود‬  dengan arti bahagia, padahal lafadz
tersebut biasa digunakan untuk sebuah kinayah (kata konotasi) untuk arti: "sulit meneteskan
air mata pada saat menangis (susah)". Yaitu waktu susah ketika berpisah dengan kekasih, dan
inilah yang seketika dipaham dari lafad ‫اجلم ود‬  , bukan kebahagiaan seperti yang dikehendaki
oleh Penyair,
Untuk mengartikan sesuai yang dikehendaki Penyair itu membutuhkan perantara yang banyak
yaitu : lafad ‫اجلم ود‬  diartikan dengan : keringnya mata dari air mata, lalu diganti dengan
arti : tidak ada air mata ketika menangis, lalu diartikan : tidak adanya air mata secara muthlaq,
lalu diartikan : tidak adanya kesusahan, lalu baru diartikan dengan : kebahagiaan. Oleh sebab
itu dikatakan sebagai Ta’kid.

C. Fashohatul Mutakallim.
Adalah: Suatu sifat yang melekat pada seseorang (bakat) yang bisa menyampaikan suatu
maksud dengan perkataan yang fashih pada semua tujuan yang ada (seperti memuji atau
menghina).

B.      BALAGHOH
Balaghoh menurut bahasa : Sampai , Tuntas.
Menurut Istilah itu menjadi sifat pada kalam dan Mutakallim.
Balaghotul Kalam
adalah : Kesesuaian suatu kalam pada Muqtadhol Hal (tuntutan keadaan) serta fashohahnya
kalam itu.
Hal disebut juga Maqom adalah : Perkara yang mendorong Mutakkalim untuk mendatangkan
perkataan pada bentuk tertentu.
Al-Muqtadho disebut juga I'tibar Munasib  adalah : suatu bentuk tertentu yang didatangkan
suatu ibarat untuk menyampaikannya.
Seperti :
Pujian adalah Suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan ibarat dengan
bentuk Ithnab(memanjangkan kalimat).
Cerdasnya Mukhotob adalah suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan ibarat
dengan bentuk Ijaz (menyingkat kalimat).
Pujian dan Cerdasnya Mukhotob disebut Hal, sedangkan Ithnab dan Ijaz disebut Muqtadho.
sedangkan mendatangkan kalam dalam bentuk Ithnab dan Ijaz dinamakan  menyesuaikan
pada Al-Muqtadho (tuntutan).

Balaghotul Mutakallim adalah : Suatu sifat yang melekat (bakat) pada sesorang yang bisa
menyampaikan suatu maksud dengan Kalam yang Baligh pada semua tujuan apapun.

Tanafur itu bisa diketahui dengan Dzauq Shohih (Kemampuan batin/perasaan yang sehat).
sedangkan Mukholafatul Qiyas dengan Ilmu Shorof, dan Dho'fu Ta'lif dan Ta'qid Lafdhy dengan
Ilmu nahwu, sedang Ghorobah dengan seringnya mempelajari kalam Arab, Ta'kid Ma'nawi
dengan Ilmu Bayan, dan Hal dan Muqtadhol hal dengan Ilmu ma'any.

maka bagi seorang pelajar balaghoh harus mengetahui ilmu bahasa, shorof, nahwu, Ma'any dan
bayan serta memiliki Dzauq yang salim dan memperbanyak mempelajari kalam Arab.

ILMU MA'ANI

Ilmu Ma'ani adalah : Suatu Ilmu untuk mengetahui keadaan lafadz Arab yang bisa
menyesuaikan dengan tuntutan keadaan. Maka bentuk kalam akan menjadi berbeda-beda
karena adanya perbedaan kondisi.
Seperti Firman Allah SWT :
"‫ض أ َْم أ ََر َاد هِبِ ْم َربُّ ُه ْم َر َش ًدا‬
ِ ‫َشٌّر أُِريْ َد مِب َ ْن يِف ْ األ َْر‬
َ ‫"وأَنََّا الَ نَ ْد ِر ْي أ‬
َ
"Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakahkeburukan
yang dikehendaki bagi orang yang dibumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi
mereka" (QS. Al-Jin :10)

Lafadz sebelum ‫أم‬  
ْ merupakan bentuk kalam yang berbeda dengan bentuk kalam sesudahnya,
karena Kalam yang pertama itu berupa fi'il mabni majhul, sedangkan yang kedua berupa Fi'il
mabni ma'lum.
Kondisi yang menuntut seperti itu adalah menisbatkan semua kebaikan kepada Allah SWT
pada kalam yang kedua, dan mecegah meninsbatkan keburukan kepada Allah pada kalam yang
pertama.
Pembahasan pada Ilmu Ma'ani teringkas dalam 6 bab yaitu :

BAB I
KHOBAR DAN INSYA'

Setiap kalam itu adakalanya berupa kalam Khobar dan adakalanya berupa kalam Insya'.


Kalam Khobar adalah : Kalam yang sah (secara logika) untuk dikatakan pada Pengucapnya
bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
‫ َسا َفَر َزيْ ٌد‬  = Zaid telah bepergian.
 ‫ َعلِ ٌّي ُم ِقْي ٌم‬ = Ali itu orang yang bermukim
Si Pengucap tersebut bisa dikatakan Orang yang benar perkataannya, jika memang
perkataannya sesuai dengan faktanya, dan bisa dikatakan Orang yang Dusta, jika memang
perkataannya tidak sesuai dengan faktanya.

Kalam Insya' adalah : Kalam yang tidak sah secara logika untuk dikatakan pada Pengucapnya
bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
‫ َسافِْر يَ َازيْ ُد‬  = Pergilah hai Zaid !
 ‫اعلِ ُّي‬ ِ
َ َ‫أَق ْم ي‬   = Tinggallah hai Ali !
Si Pengucap tersebut tidak bisa dikatakan sebagai Orang Jujur atau Orang yang Dusta karena ia
hanya memerintahkan pada zaid atau ali.

Yang dimaksud dari Kebenaran Khobar adalah : Kesesuaian Khobar pada Faktanya.


SedangkanKedustaan khobar adalah : tidak sesuainya Khobar pada Faktanya.
Pada Jumlah ‫ َعلِ ٌّي ُم ِقْي ٌم‬ , itu jika nisbat kalam yang dipahami (tetapnya Sifat Muqim bagi Ali)  dari
jumlah itu sesuai dengan kenyataannya maka dikatakan Khobar yang Benar, jika tidak benar
maka dikatakan Khobar yang dusta.

Pada masing-masing Jumlah itu memiliki dua rukun yaitu :


Mahkum Alaih, disebut juga sebagai Musnad Ilaih seperti Fa'il, Na'ibul Fail, Mubtada' yang
memiliki khobar.
Mahkum Bih, disebut juga sebagai Musnad seperti Fi'il, dan Mubtada' yang cukup dengan fa'il
yang dirofa'kan.

Kalam Khobar
Khobar itu adakalanya berupa Jumlah Fi'liyyah dan adakalanya berupa Jumlah Ismiyyah.
Jumlah Fi'liyyah adalah : Jumlah yang difungsikan untuk memberikan faidah suatu kejadian
pada zaman tertentu serta ringkas (tidak butuk Qorinah seperti : Sekarang, Kemarin, atau
besok).
dan terkadang berfaidah Istimror  tajaddudy (Berlansung terus menerus secara bertahap)
disebabkan adanya indikasi (qorinah) dengan syarat jika berupa Fi'il Mudhori' seperti
ucapan Thorif bin Tamim Al-Anbary yang menyifati dirinya sendiri dengan seorang pemberani.
‫ َيَت َو َّس ُم‬ ‫ َب َع ُث ْوا إِيَلَّ َع ِر ْي َف ُه ْم‬    ٌ‫أ ََو ُكلَّ َما َو َر َد ْت ُع َكا ُظ قَبِْيلَة‬
"Apakah (orang Arab telah mendatangi pasar Ukadz), bilamana suatu Qobilah dari mereka
sampai dipasar Ukadz, Maka mereka mengirimkan pemimpin mereka padaku untuk meneliti
satu persatu (apakah aku ikut bersama mereka atau tidak?) ".

Jumlah Ismiyah adalah : Jumlah yang difungsikan hanya murni menetapkan


hukum musnad padamusnad ilaih. seperti :
ِ ‫الشَّمس م‬   = Matahari itu menerangi.
ٌ‫ضْيئَة‬ ُُ ْ
dan terkadang berfaidah Istimror (terus menerus) sebab adanya indikasi (qorinah), jika
khobarnya tidak berupa kalimah fi'il. contoh :
‫العِْل ُم نَافِ ٌع‬           = Ilmu itu bermanfaat.
Secara asal, Khobar itu disampaikan dengan bertujuan :
1.      Memberi faidah kepada Mukhotob tentang hukum yang terkandung dalam jumlah itu. seperti
dalam perkataan kita :
‫ضَر األ َِمْيُر‬
َ ‫ح‬ 
َ   = Pemimpin itu telah hadir.
karena kita bertujuan menyampaikan kepada Mukhotob bahwa tetapnya kehadiran pemimpin
itu telah terwujud dan nyata sesuai faktanya.
2.      Memberikan faidah bahwa Mutakallim itu mengetahui khobar itu. contoh :
ِ ‫ت أ َْم‬
‫س‬ َ ‫ض ْر‬ َ ْ‫أَن‬  = engkau telah hadir kemarin.
َ ‫ت َح‬
Karena kehadirannya itu telah diketahui oleh Mutakallim sendiri sebelum diberitahu.

Hukum yang dituju pada khobar disebut : Faidah Khobar.


Mutakallim yang mengetahui tentang khobar disebut Lazim Faidah.

Macam-macam Khobar.
Sekiranya tujuan Mukhbir (orang yang menyampaikan berita) itu memberi faidah pada
Mukhotob, maka sebaiknya kalam itu diringkas menurut kadar kebutuhan karena
dikhawatirkan adanya Al-Laghwu (Ucapan yang sia-sia).
Jika Mukhotob merupakan Kholi Dzihny (orang yang hatinya sepi dari membenarkan atau
mendustakan khobar/ belum tahu sama sekali tentang khobar) dari hukum, maka khobar
disampaikan tanpa menggunakan taukid (kata penguat).contoh :
‫َخ ْو َك قَ ِاد ٌم‬
ُ ‫أ‬   = Saudaramu (lk) datang.
Jika Mukhotob merupakan orang yang ragu-ragu serta berusaha untuk mengetahui khobar,
maka sebaiknya menguatkan khobar. seperti :
‫اك قَ ِاد ٌم‬ َ ‫إِ َّن أ‬   = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
َ ‫َخ‬
Jika Mukhotob merupakan orang yang mengingkari khobar (berkeyakinan sebaliknya), maka
harus mendatangkan khobar dengan satu penguat atau dua penguat atau lebih dengan melihat
tingkatan ingkarnya. seperti :
‫اك قَ ِاد ٌم‬ َ ‫إِ َّن أ‬      = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
َ ‫َخ‬
‫اك لََق ِاد ٌم‬ َ ‫إِ َّن أ‬    = Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.
َ ‫َخ‬
‫اك لََق ِاد ٌم‬ ِ
َ ‫ إِ َّن أ‬،‫واهلل‬ َ        
َ ‫َخ‬
 Demi Allah, Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.

Dengan menisbatkan pada sepinya khobar dari taukid dan adanya taukid pada khobar, maka
Khobar terbagi menjadi tiga macam seperti yang telah kamu ketahui.
Bentuk yang pertama (sepinya khobar dari taukid) disebut : Ibtida'i.
Bentuk ke 2 (mendatangkan khobar dengan satu taukid) disebut : Tholaby.
Bentuk ke 3 (kewajiban mendatangkan khobar dengan satu taukid atau lebih) disebut : Inkary.

Lafadz Taukid (penguat) dengan menggunakan lafadz :


1. َّ ‫ أ‬،‫إِ َّن‬               = Sesungguhnya
‫َن‬
2. ‫الَ ْم إبْتِ َد ْاء‬            = Sungguh
3. َ ‫أ‬  ،َ‫أَال‬ (ingatlah).
Huruf Tanbih (Peringatan) seperti : ‫َما‬
4. Huruf Qosam (sumpah).
5. Huruf Zaidah (tambahan).seperti ba' zaidah.
6.  Pengulangan lafadz (takrir).
7. ‫قَ ْد‬ = Sungguh, benar-benar.
8. ‫أ ََّما‬  yang menjadi Syarat.
Dan termasuk juga :
a.      Menggunakan Jumlah ismiyah, karena itu lebih kuat dari pada jumlah Fi’liyyah.
b.      Mendahulukan Fa’il maknawi contoh : ‫حضَر‬
َ ُ‫األمري‬
c.       Lafadz ‫إمَّنَا‬ contoh : ‫إمَّنَا خاَلِ ٌد قَائِ ٌم‬
d.      Dhomir Fashol Contoh : ‫ال َقائِ ُم‬ ‫ُهو‬
َ ‫َزيْ ٌد‬
Kalam Insya'
Kalam Insya' itu adakalanya Tholaby atau Ghoiru Tholaby.
Insya' tholaby adalah : Kalam yang menuntut pada sesuatu yang dituju yang belum didapatkan
saat penuntutan.
Insya' Ghoiru Tholaby adalah : Kalam yang tidak menuntut pada sesuatu yang dituju yang
belum didapatkan saat penuntutan.
Insya' Tholaby, terdapat 5 macam : Amar(perintah), Nahy (larangan), Istifham (bertanya),
Tamanni (berharap), Nida' (kata seru).

Amar (Perintah).
yaitu : Menuntut suatu pekerjaan dengan ucapan tertentu secara Isti'la' (merasa tinggi
derajatnya).
amar memiliki 4 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu :
a.      Fi'il Amar, Contoh  =
‫اب بُِق َّو ٍة‬ ِ ِ
َ َ‫ ُخذ الكت‬ = Ambilah Kitab itu (Taurot) dengan sungguh-sungguh. (Surat Maryam : 12)  
b.      Fi'il Mudhori yang bersamaan dengan Lam amar, Contoh :
‫لُِيْن ِف ْق ذُ ْو‬             
 Hendaklah orang yang mampu itu menafkahkan menurut kemampuannya . (Surat Ath-Tholaq :
7)
c.       Isim Fi'il Amar, Contoh :
‫ َح َّي َعلَى ال َفالَ ْح‬ = marilah menuju kebahagiaan.
d.      Isim Masdar yang menjadi pengganti dari Fi'il Amar, contoh :
ِ‫ َس ْعيًا يِف اخلَرْي‬   = Sungguh berusahalah dalam melakukan kebaikan
ْ
Dan terkadang Sighot Amar itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang bisa dipahami
dengan alur pembicaraan (Siyaqul kalam) dan Indikasi keadaan. seperti :
a.      Do'a, (yaitu : menuntut suatu pekerjaan dengan cara merendah atau sopan, baik orang yang
menuntut itu rendah atau tinggi ataupun sama derajatnya) contoh :
َ َ‫أ َْو ِز ْعيِن ْ أَ ْن أَ ْش ُكَر نِ ْع َمت‬          = mohon Berikan  Ilham padaku untuk mensyukuri nikmat-Mu (Surat
‫ك‬
An-Naml : 19) .
b.       Iltimas (yaitu : menuntut suatu pekerjaan secara halus tanpa adanya Isti’la’ atau merendahkan
diri  baik orang yang memerintah itu lebih tinggi derajatnya, atau lebih rendah atau sama).
seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
ِ ِ
َ َ‫أ َْعطيِن ْ الكت‬           = berikan padaku kitab itu.
‫اب‬
c.       Tamanni (yaitu : Perintah suatu perkara yang disenangi tanpa adanya sifat toma'), contoh :
ِ
َ ‫اح ِمْن‬
‫ك بِأ َْمثَ ِل‬ ُ َ‫اإلصب‬ ُ ِ‫ب‬    ‫أَالَ أَيُّ َها اللَّْي ُل الطّ ِويْ ُل أَالَ اجْنَل ْي‬
ْ ‫صْب ٍح َو َما‬
Ingatlah, wahai Sang malam yang panjang!, tampakkanlah dengan waktu shubuh, dan tiadalah
kenampakan waktu shubuh darimu itu lebih utama (disisiku).

d.      Tahdid (Mengancam), contoh :
‫ئتم‬ ِ ِ
ْ ‫إ ْع َملُ ْوا َما ش‬  = Kerjakanlah sesuka hati kalian ! (Maka kalian akan melihat balasannya
dihadapan kalian ) . (Surat Fushilat : 40)

e.      Ta'jiz (melemahkan), Contoh :


ِ ‫يالَب ْك ٍر أَين اَين‬    ‫يا لَب ْك ٍر أَنْ ِشروا يِل ُكلَيبا‬
‫الفَر ُار‬ َ ْ َ ْ َ َ َْ ْ ْ ُ َ َ
Wahai Bakar, hidupkanlah kembali Kulaib, Hai Bakar dimana? dimana engkau akan lari?

f.        Taswiyyah (menyamakan), Seperti Firman Allah :


‫صرِب ُ ْوا َس َواءٌ َعلَْي ُك ْم‬
ْ َ‫صرِب ُ ْوا أ َْو الَ ت‬
ْ ِ‫إصلَ ْو َها إ‬
ْ             
Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya),  Bersabarlah kalian ataukah
janganlah sabar kalian, sama saja bagi kalian.
(Surat At-Thur : 16)

Karena terkadang disalah persepsikan bahwa sabar itu bermanfaat, maka hal itu mendorong
untuk menyamakan bagi mereka antara sabar dan tidak dalam hal sama- sama tiada
bermanfaat.

Nahi (Larangan)
Adalah : tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan secara Isti'la' (merasa tinggi derajatnya).
Nahi memiliki 1 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu : Fi'il Mudhori' yang bersamaan dengan La
nahi.

Seperti Firman Allah :


.‫إصالَ ِح َها‬ ِ
ْ ْ ‫َوالَ ُت ْفس ُد ْوا يِف‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ض َب ْع َد‬
“Janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah memperbaikinya” (Surat Al-A’rof : 56)  

Dan terkadang Sighot Nahi itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang bisa dipahami
dari maqom/Keadaan dan alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a.      Do'a, (yaitu : tuntutan untuk meninggalkan suatu pekerjaan dengan cara merendah atau
sopan) contoh pada Firman Allah :
ْ ‫فَالَ تُ ْش ِم‬             =  Mohon Janganlah kau membuat gembira para musuh dengan
ْ ‫ت يِب َ األ‬
َ‫َع َداء‬
melihatku (Surat Al-A’rof : 150).

b.       Iltimas (yaitu : Tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan tanpa adanya Isti'la' atau


merendahkan diri). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
ِ
‫ك‬ َ ِ‫الََتْبَر ْح ِم ْن َم َكان‬        = Janganlah kau pindah dari tempatmu, sampai aku kembali
َ ‫ك َحىت ْأرج َع إلَْي‬
padamu.
c.       Tamanni, contoh :
‫ف الَ تَطْلُ ْع‬ ِ
ْ ‫صْب ُح ق‬
ُ ‫يَا‬    ‫يَا لَْي ُل طُ ْل يَا َن ْو ُم ُز ْل‬
Wahai Malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah, wahai Waktu subuh berhentilah,
janganlah kau nampak.
d.      Tahdid (Mengancam), Seperti ucapanmu kepada pelayanmu :
‫الَ تُ ِط ْع أ َْم ِر ْي‬             = Jangan kau patuhi perintahku !, (Maka akan kau rasakan akibatnya).
Istifham (Bertanya)
Adalah : Menuntut suatu informasi atau pengetahuan atas terjadinya sesuatu dengan alat
tertentu.
Alat untuk bertanya :
‫أي‬ َ ‫ َكْي‬، ‫ أَيَّا َن‬،‫ َمىت‬، ‫ َم ْن‬،‫ َما‬،‫ َه ْل‬،‫اهلمزة‬
ّ ،‫ َك ْم‬،‫ أَىن‬، ‫ أَيْ َن‬،‫ف‬
Hamzah (‫)أ‬
Hamzah berfungsi untuk menuntut Tashowwur atau Tasdhiq.
Tashowwur adalah : mengetahui mufrod (sesuatu selain terjadinya penisbatan atau tidak)
Seperti Ucapanmu :
 ‫خالِ ٌد‬
َ ‫أ ََعلِ ٌّي ُم َسافٌِر أ َْم‬  = Apakah Ali itu Orang yang pergi ataukah Kholid ?.
dengan berkeyakinan bahwa bepergian itu dilakukan oleh  salah satu dari keduanya, tetapi
engkau menuntut kejelasannya, maka dari itu dijawab dengan menentukan salah satunya,
semisal dijawab : “Ali”.
Tasdhiq yaitu mengetahui bahwa penisbatan antara dua perkara itu terjadi sesuai dengan fakta
atau tidak.
Contoh :
‫َسا َفَر َعلِ ٌّي‬
َ ‫أ‬         = Apakah Ali telah pergi?.
engkau bertanya tentang terjadinya pekerjaan"bepergian" atau tidak ? maka dijawab
dengan : yaatau tidak.

Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashowwur itu Lafadz yang bersanding dengan hamzah dan
adanya kata pembanding yang disebutkan setelah Am. Kata Am disini disebut : Am Muttasil.
maka kamu akan mengucapkan ketika bertanya tentang Musnad ilaih : "
‫ف؟‬
ُ ‫ت َه َذا أ َْم يُ ْو ُس‬ َ ْ‫أَأَن‬        
َ ‫ت َف َع ْل‬
=  Apakah kamu telah mengerjakan ini ataukah Yusuf?.
dan bertanya tentang Musnad :
‫ب فِْي ِه‬ ِ
ٌ ‫األم ِر أ َْم َراغ‬
ْ ‫ت َع ِن‬
َ ْ‫ب أَن‬
ِ
ٌ ‫أَ َراغ‬   
= Apakah Kamu membenci perkara ini ataukah kamu menyukainya?.
dan bertanya tentang Maf'ul bih :
‫ص ُد أ َْم َخالِ ًدا ؟‬
ِ ‫أَ إِيَّاي َت ْق‬  
َ
= Apakah aku yang engkau tuju ataukah kholid ?.
dan bertanya tentang Hal :
ِ ‫أَ راكِبا ِجئت أَم م‬   
‫اشيًا ؟‬ َْ َ ً َ
=Apakah dengan berkendaraan engkau datang ataukah dengan berjalan kaki?.
dan bertanya tentang Dhorof :
‫ت أ َْم َي ْو َم اجلُ ْم َع ِة ؟‬ ِ ِ ‫أَ يوم اخل ِمي‬
َ ‫س قَد ْم‬ ْ َ َ َْ
=Apakah pada hari kamis engkau datang ataukah pada hari jum'at?.
dan begitu seterusnya.

dan terkadang tidak disebutkan kata pembandingnya. contoh :


‫ت َك َذا ؟‬ َ ‫ت َف َع ْل‬َ ْ‫أَ أَن‬   = Apakah Kamu telah melakukan  ini?.
‫األم ِر ؟‬ ِ
ْ ‫ت َع ِن‬ َ ْ‫ب أَن‬ٌ ‫أَ َراغ‬   = Apakah Kamu benci perkara ini?.
‫ص ُد ؟‬ِ ‫أَ إِيَّاي َت ْق‬    = Apakah aku yang engkau tuju?.
َ
ِ ِ
َ ‫أَ َراكبًا ج‬    = Apakah dengan berkendaraan kau datang?.
‫ئت ؟‬
‫ت؟‬ ِ ِ ‫=أَ يوم اخل ِمي‬ Apakah pada hari kamis engkau datang?.
َ ‫س قَد ْم‬ ْ َ َ َْ
Sedangkan Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashdiq adalah Nisbat (keadaannya dalam aspek
terjadinya sesuatu atau tidak) serta tidak adanya Lafadz pembanding. maka apabila Am terletak
setelah Jumlah yang menunjukkan suatu nisbat, maka am itu dikira-kirakan sebagai Am
Munqoti'(terputus) dan bermakna seperti Bal (bahkan).

‫َه ْل‬
berfungsi untuk menuntut Tasdhiq saja.
Contoh :
 ‫؟‬ ‫ك‬ ِ ‫هل جاء‬         = Apakah temanmu telah datang?.
َ ‫صد ْي ُق‬
َ ََ َْ
jawabnya adalah ya atau tidak.
maka dari itu tidak perlu menyebutkan Lafadz pembanding. maka tidak boleh diucapkan :
‫ك أ َْم َع ُد ُّو َك ؟‬ ِ ‫هل جاء‬         = Apakah temanmu telah datang ataukah musuhmu?.
َ ‫صد ْي ُق‬
َ ََ َْ
‫ َه ْل‬ itu disebut Bashithoh, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada dzatnya.
contoh :
‫العْن َقاءُ َم ْو ُج ْو َدةٌ ؟‬
َ ‫ َه ْل‬        = Apakah burung Anqo' itu ada?.
dan disebut Murokkabah, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada sesuatu yang
lain. Contoh :
‫ِخ ؟‬
ُ ‫العْن َقاءُ َو ُت ْفر‬
َ ‫ض‬ ُ ‫ َه ْل تَبِْي‬ = Apakah burung Anqo'itu bertelur dan menetas ?

‫َما‬
berfungsi untuk menuntut penjelasan suatu nama.
Contoh :
‫الع ْس َج ُد ؟‬َ ‫ َما‬       = Apa ‘asjad  itu?. (Maka dijawab : itu adalah emas)
‫ َما اللُّ َجنْي ُ ؟‬         = Apa Lujain itu?. (Maka dijawab : itu adalah perak)
atau berfungsi untuk menanyakan tentang hakikat suatu nama benda. Contoh :
‫ َم ا اإلنْ َس ا ُن ؟‬       = Apa hakikat  Manusia itu? (dengan menanyakan hakikat perorangan pada
manusia, maka dijawab : bahwa perorangan manusia tidak bisa bertambah pada hakikatnya
kecuali adanya hal-hal yang baru) .

atau berfungsi untuk menanyakan tentang keadaan(sifat) perkara yang disebutkan beserta ma.
seperti ucapanmu kepada orang yang mendatangimu :
َ ْ‫ َما أَن‬            = Apa keperluanmu? (maka dijawab :”Aku berziaroh atau aku utusan dari
‫ت؟‬
Kholid”.
‫َم ْن‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang orang-orang yang berakal.
Contoh :
 ‫؟‬ ‫صَر‬ ِ
ْ ‫ َم ْن َفتَ َح م‬ = Siapa Orang yang menahklukan Mesir? (maka dijawab : Amr bin Ash pada
zaman pemerintahan Kholifah Umar bin Khotob).

‫َمتَى‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang waktu yang telah lewat atau yang akan datang
(atau yang terjadi sekarang).
Contoh :
 ‫ئت‬ ِ
َ ‫ج‬ ‫ َمىت‬        = Kapan Engkau datang ? (maka dijawab : Waktu sahur)
َ‫ب ؟‬
ُ ‫ذه‬
َ َ‫ َمىت ت‬    = Kapan kamu akan pergi?(maka dijawab : sekarang atau besok).

‫أَيَّا َن‬
َ ‫أَيَّا‬  digunakan
berfungsi khusus untuk menuntut kejelasan masa yang akan datang. dan Lafadz ‫ن‬
pada tujuan Tahwil (memandang besar suatu perkara).
Seperti Firman Allah :
 ‫؟‬ ِ ‫أل أَيَّا َن يوم‬
‫القيَ َام ِة‬ ُ ‫يَ ْس‬   = Ia bertanya : kapankah Hari kiamat itu ?.
ُ َْ

‫ف‬
َ ‫َك ْي‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu keadaan.
Contoh :
 ‫؟‬ َ ْ‫ف أَن‬
‫ت‬ َ ‫ َكْي‬      = Bagaimana keadaanmu?.

‫أَيْ َن‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu tempat.
Contoh :
 ‫؟‬ ‫ب‬
ُ ‫أَيْ َن تَ ْذ َه‬      = ke mana engkau akan pergi?.

‫أَنى‬
berfungsi seperti Kaifa contoh :
 ‫؟‬ ‫أىن حُيْ ِي هذه اهللُ َب ْع َد َم ْوهِتَا‬          = Bagaimana Allah menghidupakan negeri  ini setelah matinya
(Ahli Qoryah) ?.  (Surat Al-Baqoroh : 259).

berfungsi seperti Min Aina  contoh  (dalam Surat Ali Imron : 37) =


 ‫؟‬ ِ َ‫يا مرمي أَىن ل‬       = Hai Maryam, Dari manakah makanan ini?.
‫ك َه َذا‬ َ
berfungsi seperti Mata contoh :
 ‫َّي ِل؟‬
ْ‫الن‬ ُ‫أىن تَ ُكو ُن ِزيَ َادة‬      = Kapan bertambahnya sungai Nil?.

‫َك ْم‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu hitungan yang samar.
Contoh :
 ‫؟‬ ‫ثتم‬ِ
ْ ‫ َك ْم لَب‬        = Berapa lama kalian berdiam diri?.  (Surat Al-kahfi :19)

‫َي‬
ّ‫أ‬
berfungsi untuk menuntut perbedaan salah satu dari dua perkara yang berkumpul dalam satu
perkara yang mencakup keduanya.
Contoh :
 ‫؟‬ ‫أَي ال َف ِر ْي َقنْي ِ َخْي ٌر َم َق ًام ا‬ = Manakah Dua kelompok (Kafir dan Mu’min) yang lebih baik tempat
tinggalnya ?. (Surat Maryam : 73)

Berfungsi juga untuk menanyakan tentang waktu, tempat, keadaan, hitungan orang yang
berakal, dll dengan memandang pada lafadz yang disandarkan.

Dan terkadang Lafadz-lafadz Istifham itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain, yang
bisa dipahami dari alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a.      Taswiyah (menyamakan), contoh :
ِ
ُ ‫ َس َواءٌ َعلَْي ِه ْم أَأنْ َذ ْرَت ُه ْم أم مَلْ ُتْن ذ ْر‬        = sama saja apakah  kamu memperingatkan mereka atau
‫ءه ْم‬
tidak ? (Surat Al-Baqoroh :6) .
b.      Nafi (Meniadakan). seperti:
‫اإلح َسا ُن‬ ِ
ْ ‫اإلحسان إال‬
َ ُ‫ َه ْل َجَزاء‬  = Tiadalah Balasan untuk berbuat kebaikan kecuali dengan berbuat
kebaikan (Surat Ar-Rohman : 60).
c.       Ingkar (Mengingkari), contoh :
ِ ‫أَ َغير‬
‫اهلل تَ ْدعُ ْو َن ؟‬ َْ
Apakah pada selain Allah kalian menyembah ? (Surat Al-An’am :40)
ٍ ‫أَلَيس اهلل بِ َك‬ 
‫اف َعْب َدهُ ؟‬ ُ َ ْ
Bukankah Allah itu mencukupi Hamba-Nya ?  (Surat Az-Zumar :36)

d.      Amar (Perintah), contoh :


‫ َف َه ْل أَنتم ُمْنَت ُه ْو َن ؟‬     = maka Berhentilah !. (surat Al-Maidah : 91)
‫تم؟‬
ْ ‫َسلَ ْم‬ْ ‫أَأ‬                  = maukah masuk  islam ? !. (Surat Ali Imron : 20)
e.      Nahi (Larangan), Contoh :
‫َح ُّق أَ ْن خَت ْ َش ْوهُ ؟‬ ْ ‫أَخَت ْ َش ْو‬            
َ ‫هنم فَاهللُ أ‬
= Apakah kalian takut pada mereka? Padahal Allah itu lebih berhak kalian takuti. (Surat At-
taubah : 13)
f.        Tasywiq (Memotifasi), contoh :
‫اب أَلِْي ٍم ؟‬
ٍ ‫ َهل أ َُدلُّ ُكم َعلَى جِت َار ٍة ُتْن ِجْي ُكم ِمن َع َذ‬  
ْ ْ َ ْ ْ
= Apakah Aku tunjukkan pada perdagangan yang menyelamatkan kalian dari siksa yang
pedih ? (Surat Ash-Shof : 10).
g.      Ta'dhim (Mengagungkan), contoh :
‫ َم ْن ذَا الَّ ِذ ْي يَ ْش َف ُع ِعْن َدهُ إِالَّ بِِإ ْذنِِه ؟‬       =  Siapakah yang bisa memberi syafa’at disisi Allah tanpa
Idzin-Nya ?  (Surat Al-Baqoroh : 255)
h.      Tahkir (Menghina), contoh :
‫الذي َم َد ْحتَهُ َكثِ ًريا ؟‬
ْ ‫أَ َه َذا‬        = Apakah hanya pada orang ini engkau sering memujinya ?.

Tamanni (Berharap)
Adalah : Menuntut sesuatu yang disukai yang tidak bisa diharapkan terwujudnya karena
merupakan hal yang mustahil atau sulit terjadinya.
Contoh ucapan Penyair :
ِ ‫رِب مِب‬
‫ب‬
ُ ‫فَاُ ْخ ُهُ َا َف َع َل املَشْي‬    ‫اب َيعُ ْو ُد َي ْو ًما‬ َ ‫أَالَ لَْي‬
َ َ‫ت الشَّب‬
Ingatlah, seandainya pada suatu hari masa muda itu kembali, maka akan aku ceritakan
padanya atas sesuatu yang telah dilakukan oleh masa tua.
Dan seperti ucapan orang miskin :
‫ف ِد ْينَا ٍر‬
َ ْ‫ت يِل ْ أَل‬
َ ‫لَْي‬
Seandainya aku mempunyai uang seribu dinar !

Dan jika Perkara tersebut bisa diharapkan terwujudnya, maka mengandai-andai perkara
tersebut disebut : Tarojji.
Contoh :
ِ
‫ك أ َْمًرا‬ ُ ‫لَ َع َّل اهللُ حُيْ ِد‬
َ ‫ث َب ْع َد َذل‬
Semoga Allah menjadikan setelahnya perkara lain (yang menyenangkan).

Tamanni itu memiliki 4 alat :


Yang satu merupakan Kata Ashli yaitu :
1. ‫ت‬
َ ‫لَْي‬    
Sedangkan yang tiga adalah Kata tidak Ashli yaitu :
2. ‫ه ْل‬  
َ  , Contoh :
‫َف َه ْل لَنَا ِم ْن ُش َف َعاءَ َفيَ ْش َفعُ ْوا لَنَا‬
Adakah bagi kami orang-orang yang menolong, sehingga menolong kami. (S. Al-A’rof : 52).
3. ‫لَ ْو‬   , Contoh :
ِِ ِ َّ ‫َفلَ ْو أ‬
َ ‫َن لَنَا َكَّر ًة َفنَ ُك ْو َن م َن املُْؤمننْي‬
Seandainya bagi kami bisa kembali ke dunia, maka kami akan beriman. (Surat Al-Baqoroh :
167).
4. ‫لَ َع َّل‬   , Contoh ucapan penyair (Abbas bin Ahnaf) :
ِ ‫لَعلِّي إِىَل من قَ ْد هويت أ‬  - ‫أَس ِرب ال َقطَا من يعِير جنَاحه‬
‫َطْيُر‬ ُ ْ ََ ْ َ ْ َ ُ َ َ ُْ ُ ْ َ َ ْ
Wahai Segerombol burung Qotho’, Siapakah yang mau meminjamkan sayapnya?, Seandainya
aku bisa terbang menuju orang yang aku cintai

Karena menggunakan adat ini dalam Tamanni, maka fi’il mudhori’ yang jatuh setelahnya itu
dinashobkan sebagai jawabnya.

Nida’ (kata Seru)


Adalah : Menuntut menghadapnya mukhotob, dengan menggunakan huruf yang mengganti
kedudukan arti “aku memanggil”
Adat yang digunakan ada 8 yaitu :
‫ َوا‬،‫ أيَا‬، ‫آي‬
ْ ،‫ آ‬،‫أي‬
ْ ،‫اهلمزة‬
Hamzah (‫ )أ‬dan ‫أي‬ untuk
ْ panggilan jarak dekat, sedangkan yang lainnya untuk panggilan jarak
jauh. Dan terkadang Panggilan jarak jauh diposisikan untuk panggilan jarak dekat, maka
memanggil dengan Hamzah (‫ )أ‬dan ‫أي‬ untuk
ْ mengisarohkan bahwa karena sangat menginginkan
kehadiran mukhotob dihati Mutakallim, maka seolah-olah mukhotob seperti orang yang hadir
bersamanya, seperti ucapan Penyair

 ‫بِأَنَّ ُك ْم يِف ْ َربْ ٍع َق ْليِب ْ ُس َّكا ُن‬     ‫َس َّكا َن َن ْع َما َن األ ََر ِاك َتَيقَُّن ْوا‬
ُ‫أ‬
Wahai Penduduk Na’man Arok (Lembah antara makkah dan Thoif), percayalah kalian bahwa
kalian itu berada pada tempat hatiku.

BAB II
DZIKR (PENYEBUTAN KATA) DAN HADZFU (PEMBUANGAN KATA)

Ketika diharapkan memberi faidah kepada Pendengar tentang hukum yang terkandung pada
suatu lafadz, maka Lafadz manapun yang menunjukkan Arti, maka secara hukum asal
adalah dengan menyebutkan lafadz itu.
dan lafadz manapun yang sudah diketahui dalam kalam, karena adanya petunjuk dari kalam lain
pada lafadz tersebut maka secara hukum asal adalah membuang lafadz itu.
Apabila bertentangan antara dua hukum asal diatas, maka tidak diganti dari tuntutan salah
satunya pada tuntuan yang lain kecuali karena faktor penyebab.

Faktor Penyebab Penyebutan Lafadz :


1.      Menambah kemantapan (menjadikan pengakuan bagi mukhotob) dan penjelasan pada
pemahaman pendengar, Contoh :
‫ ُه ُم امل ْفلِ ُح ْو َن‬ ‫ك‬
َ ِ‫أُولئ‬ ‫ك َعلَى ُه ًدى ِم ْن َرهِّبِ ْم َو‬
َ ِ‫أُولَئ‬
ُ
Mereka adalah orang yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan Mereka adalah orang
yang bahagia.

Penjelasan :
Pada ayat diatas disebutkan Isim Isyaroh yang kedua karena adanya tujuan tersebut dengan
memberi faidah tentang keistimewaan mereka sebagai masing-masing dari keberuntungan
diakhirot, dan mendapat petunjuk didunia, Seandainya tidak disebutkan maka akan
menimbulkan persepsi bahwa keistimewaan mereka itu secara kompleks. 

2.      Tasjil (memberi catatan hukum/ laporan) pada pendengar hingga tidak dimungkinkan adanya
pengingkaran. seperti ketika hakim berkata kapada Saksi : "Apakah Zaid ini mengakui bahwa ia
mempunyai kewajiban begini ?" lalu saksi menjawab :
.‫َن َعلَْي ِه َك َذا‬
َّ ‫ َزيْ ٌد هذا أ َقَّر بأ‬، ‫َن َع ْم‬
Ya, Zaid ini telah mengakui bahwa ia mempunyai kewajiban begini.

Faktor Penyebab Pembuangan Lafadz :


1.      Menyamarkan suatu perkara pada selain mukhootob, Contoh :
‫أَْقبَ َل‬                         = Dia telah datang (dengan menghendaki Ali misalnya).
Kalau seumpama disebutkan : ‫أَْقبَ َل َعلِي‬ , maka orang yang duduk disekitarnya (selain Mukhotob)
ّ
akan mencari sehingga jelas tidak ada tujuan menyamarkan.
2.      Sempitnya kesempatan, disebabkan adakalanya karena merasa susah atau bosan, Contoh :
‫ َس ْهٌر َدائِ ٌم َو ُح ْز ٌن طَ ِويْ ُل‬      ‫ت َعلِْي ُل‬ َ ‫قَ َال يِل ْ َكْي‬
َ ْ‫ف أَن‬
ُ ‫ت ُق ْل‬
Dia berkata padaku : "Bagaimana kabarmu ? lalu aku menjawab : "Sakit, selalu tidak tidur
malam, dan susah terus"
membuang Musnad Ilaih yaitu : ‫أَنَا‬ (saya), karena merasa susah.

Dan adakalanya karena takut kehilangan kesempatan, seperti ucapan seorang pemburu ketika
melihat Kijang :
‫ َغَز ٌال‬            = Kijang ! (ini Kijang).
Membuang Musnad Ilaih yaitu : ‫ َه َذا‬ (ini), karena khawatir kehilangan buruan).
3.      Menjadikan Umum serta meringkas, contoh :
ِ ‫الس‬
‫الم‬ َّ ‫َو اهللُ يَ ْدعُو إِىل َدا ِر‬
Dan Allah mengajak menuju tempat keselamatan (pada semua Hamba-Nya).
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ‫عب اده‬ ‫مَج ي ع‬ (Semua hamba-Nya), karena dengan Pembuangan
tersebut itu menunjukkan keumuman.

4.      Memposisikan Fi'il Muta'adi sebagai Fi'il Lazim karena tidak adanya hubungan tujuan dengan
Ma'mul,
Contoh :
ِ ‫الذين يعلَمون و‬
ِ
‫الذيْ َن الَ َي ْعلَ ُمون اي الدين‬ َ ُ ْ َ َ ْ ‫َه ْل يَ ْستَ ِو ْي‬
“apakah sama orang yang mengetahui dan tidak mengetahui (agama)”
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ‫الدين‬  (Agama), lalu pembuangan itu memposisikan fiilnya sebagai
Fi'il lazim dengan tujuan murni menetapkan fi’il pada fa’ilnya tanpa memperhatikan keumuman
atau kekhususan.

Dan dikategorikan sebagai pembuangan, dengan menyandarkan fi'il pada na'ibul fa'il,
maka dikatakan : Fa'il dibuang dengan alasan karena takut pada Fa'il (pelaku) Contoh :
‫قُتِ َل قَتِْي ٌل‬        = Korban itu telah dibunuh.  
atau ada kekhawatiran buruk pada Fa'il (pelaku) nya, Contoh :
ِ ‫ ُشتِم‬     = Pemimpin itu telah dihina.
‫األمْي ُر‬ َ
 atau karena sudah mengetahui Fa'il (pelaku) nya Contoh :
‫ضعِْي ًفا‬ ِ
َ ‫ َو ُخل َق اإلنْ َسا ُن‬     = Manusia itu dicipatakan dalam keadaan lemah.
atau karena belum mengetahui Fa'il (pelaku) nya, Contoh :
 ُ‫س ِر َق املتَاع‬
ُ     = harta itu telah dicuri.
َ
Atau untuk menjaga sajak contoh :
ِ ‫من طَابت س ِريرتُه مُحِ َد‬    = barang siapa yang baik hatinya, maka akan dipuji perilakunya.
ُ‫ت سْيَرتُه‬
ْ ُ َْ َ ْ َ ْ
Atau menghormati pelaku, jika pekerjaannya itu hina, contoh :
‫تَ َكلَّ َم مِب َا الَ يَلِْي ُق‬           = Ia telah berbicara dengan kata yang tidak pantas.
Atau menghina pelaku dengan menjaga lisan dari menyebutkannya, contoh :
‫قَ ْد قِْي َل َما قِْي َل‬             = Telah diucapkan sesuatu yang telah diucapkan.

BAB III
TAQDIM (MENDAHULUKAN LAFADZ) DAN
TA'KHIR (MENGAKHIRKAN LAFADZ)

Seperti telah diketahui, bahwasanya tidaklah mungkin mengucapkan kalam dengan


sekali ucapan, tetapi haruslah mendahulukan sebagian juz dan mengakhirkan sebagian juz yang
lain.
dan Sebagian juz itu tidaklah dikatakan lebih tepat untuk didahulukan daripada yang lain, yang
disebabkan  adanya kesamaan pada semua lafadz dengan memandang dari sisi tingkatan I'tibar.
Maka wajib mendahulukan Lafadz karena adanya Faktor penyebab taqdim. diantaranya
adalah :
1.      Menimbulkan rasa ingin tahu pendengar pada Lafadz yang diakhirkan, jika Lafadz yang
didahulukan menunjukkan sesuatu yang langka. Contoh pada :
‫ضالٍَل َو َه ِاد ْي‬َ ‫اع إىَل‬ ٍ ‫س فَ َد‬ ُ    ‫ف النَّا‬ َ َ‫اخَتل‬
ِ
ْ ‫بَا َن ْأم ُر اإللَه َو‬
ٌ ‫ َحَي َوا ٌن ُم ْستَ ْح َد‬    ‫ت الرَبِ يَّةُ فِْي ِه‬
‫ث ِم ْن مَجَ ٍاد‬ ْ ‫والذ ْي َح َار‬
ِ
Perkara Tuhan telah jelas, sedangkan manusia itu berbeda pendapat. Maka ada yang
mengajak pada kesesatan dan ada orang yang mendapat petunjuk.
“Suatu makhluk yang menjadikan Manusia itu bingung (berbeda pendapat apakah ia
dibangkitkan pada hari kiamat atau tidak?) itu termasuk hewan yang diciptakan dari sperma”

2.      Mempercepat kabar bahagia atau kesusahan.


Contoh :
‫ص َد َر بِِه األ َْم ُر‬
َ ‫ك‬
َ ‫الع ْف ُو َعْن‬  
َ         = Pengampunan darimu itu berujung pada perkara yang baik.
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan itu khobar yang menyenangkan.
ِ
ِ ‫القصاص ح َكم بِِه ال َق‬ 
‫اضي‬
ْ َ َ ُ َ          = Hukum Ekskusi itu telah diputuskan oleh Bapak Hakim.
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan itu khobar yang menyusahkan.
3.      Lafad yang didahulukan merupakan perkara yang menimbulkan pengingkaran atau rasa heran.
Contoh :
ِ ‫الزخا ِر‬ ِ ِ ‫ِ ِ هِب‬ ِ
‫ف‬ َ َّ ‫أ ََب ْع َد طُْول التَ ْج ِربَة َتْن َخدعُ َذه‬    
Apakah setelah lamanya melakukan percobaan, engkau merasa tertipu dengan perhiasan
dunia ini.?
4.      Mencetuskan Umumus Salbi (‫ )عموم السلب‬atau Salbil Umum (‫)سلب العموم‬.
Umumus Salbi, adalah mejadikan secara umum dalam meniadakan hukum pada masing-masing
bagian lafadz yang menjadi sasaran hukum.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Umum (lafadz yang menunjukkan makna Umum) dari
pada Adat Nafi (lafadz yang menunjukkan peniadaan).
Seperti Sabda Nabi SAW ketika menjawab pertanyaan Dzul Yadain " apakah Anda mengqoshor
Sholat ataukah Anda lupa, Hai Rosulullah" lalu Beliau SaW menjawab :
‫ ُك ُّل ذلك مَلْ يَ ُك ْن‬        
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) itu tidak ada.
Artinya : Secara keseluruhan baik qoshor maupun Lupa (secara bersamaan) itu tidak terjadi.

Umumus Salbi itu terjadi dengan tiga syarat :


a. Lafadz yang pertama bersamaan dengan adat umum.
b. Lafadz yang kedua bersamaan dengan adat nafi.
c. Lafadz yang pertama itu jika diakhirkan maka akan menjadi fail.

Salbil Umum, adalah meniadakan hukum umum (keseluruhan) dari beberapa bagian yang
masih global yang tidak diperinci dan tidak ditentukan apakah itu keseluruhan atau sebagian,
tetapi tetap mencakup pada dua perkara.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Nafi dari pada Adat Umum.
Contoh :
‫مَلْ يَ ُك ْن ُك ُّل ذلك‬         
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) tidak terjadi.
Keterangan : bisa dipersepsikan dengan tetapnya sebagian dan ternafikan sebagian yang lain.
atau bisa dipersepsikan dengan  meniadakan kesemua bagian .

5.      Menspesifikkan (takhsis), Contoh :


Contoh :
‫ت‬ُ ‫ما أَنَا ُق ْل‬   
َ            = Aku tidak berkata.
َ َّ‫إِي‬                = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.
‫اك نَ ْعبُ ُد‬

Untuk Taqdim dan Ta'khir, tidak disebutkan Faktor-faktor khusus karena jika salah satu dari dua
rukun jumlah itu didahulukan maka yang satunya pasti menjadi akhir. karena keduanya itu
saling melengkapi.

BAB IV
QOSHOR
Qoshor adalah : Mengkhususkan suatu perkara dengan perkara yang lain dengan menggunakan
metode / cara tertentu.
Qoshor terbagi menjadi 2 bagian : Qoshor Haqiqi dan Qoshor Idhofy.
Qoshor hakiki
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada fakta dan hakikatnya,
tidak memandang pada keterkaitan dengan sesuatu yang lain. Contoh :
‫ب يِف ْ امل ِد ْينَة ِ إال َعلِ ٌّي‬ِ‫الَ َكات‬  
َ َ
= tidak ada Seorang Penulisspun di Madinah kecuali Ali.
Jika memang faktanya Di Madinah hanyalah Ali saja yang menjadi seorang penulis.
Qoshor Idhofy
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada keterkaitan (hubungan)
dengan sesuatu yang lain . Contoh :
‫ َما َعلِ ّي إال قَائِ ٌم‬     = tidalah ali kecuali orang yang berdiri.
artinya Ali itu Orang yang berdiri bukan duduk. Serta tidak ada tujuan meniadakan semua sifat
yang dimiliki Ali selain berdiri, seperti membaca, menulis dll.  tetapi tujuannya hanyalah
meniadakan sifat duduk saja.
Dari masing-masing qoshor Hakiki maupun Idhofi dengan memandang pada fakta dan
hakikatnya maka terbagi menjadi 2 macam yaitu : Qoshor Sifat ala Maushuf dan Qoshor
maushuf ala Sifat.
Qoshor Sifat Ala Maushuf
Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor hakiki adalah : menghukumi bahwa Sifat
itu hanya dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar pada Semua maushuf yang lain.
Contoh :
 ‫س إال َعلِي‬ ِ
َ ‫الَ فَار‬   = Tidak ada Penunggang kuda kecuali Ali.
ّ
Jika memang secara faktanya Ahli penunggang kuda hanya dimiliki Ali saja.

Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofy adalah : menghukumi bahwa Sifat
itu hanya dimiliki oleh maushuf dan  tidak menjalar pada maushuf lain ditentukan baik satu
orang atau lebih, walupun kenyataannya dimiliki oleh maushuf lain yang tidak ditentukan.
Contoh :
Seperti Mukhotob meyakini bahwa Ahli Penunggang kuda di Tuban adalah Ali, Ahmad, Karim,
dan Abdulloh. Lalu Mutakallim mengatakan :
 ‫س إال َعلِي‬ ِ
َ ‫الَ فَار‬               = Tidak ada Ahli Penunggang kuda kecuali Ali.
ّ
Sifat tersebut dikhususkan hanya kepada Ali, dan menafikan Ahmad, karim dan Abdulloh.
Walaupun dalam kenyataanya Ahli Penunggang kuda juga dimiliki oleh orang lain Misalnya Zaid.

Qoshor Maushuf Ala Shifat


Qoshor Maushuf ala Sifat jika dinisbatkan pada Qoshor Hakiqi adalah : menghukumi bahwa
Maushuf itu hanya Memiliki satu sifat.
Contoh :
 ‫ب‬ ِ
ٌ ‫ما َزيْ ٌد إال َكات‬ َ   = Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penulis .
Hal ini Jika dikehendaki bahwa Zaid tidak memiliki Sifat yang lain selain penulis.
Jika tidak begitu maka hal semacam ini mustahil terjadi karena mutakalim kesulitan
menemukan beberapa sifat, sehingga memungkinkan ia menetapkan satu sifat, dan
meniadakan sifat lain secara keseluruhan.

Qoshor Maushuf ala Shifat jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofi adalah : menghukumi bahwa


Maushuf hanya itu memiliki sifat itu, dan tidak memiliki sifat lain atau beberapa sifat yang
ditentukan.
Contoh :
ُ ‫ َو َما حُمَ َّم ٌد إال َر‬           =Tiadalah Nabi Muhammad kecuali Seorang Rosul.
  ‫س ْو ٌل‬

Maushuf dikhususkan pada satu sifat, dan menafikan sifat lain yang disangka oleh mukhotob
Hal ini Ketika Orang-orang meyakini bahwa Nabi Muhammad memiliki 2 sifat yaitu : Sebagai
Rosul dan Tidak mungkin wafat. Lalu Diqoshor dengan ucapan Bahwa Beliau  adalah hanya
Seorang Rosul. walaupun kenyataannya Sifat Kerosulan juga dimiliki oleh selainnya seperti Nabi
Nuh AS.
Dan sekiranya dengan pemahaman adanya pengqosoran tersebut itu menunjukkan peniadaan
sifat lain (tidak mungkin wafat), maka berarti Kematian itu berhak bagi Beliau.

Macam-Macam Qoshor Idhofy


dengan memandang Keadaan Mukhotob, maka Qoshor Idhofy terbagi menjadi tiga  yaitu :
1.      Qoshor Ifrod
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka bahwa satu Maushuf
memiliki beberapa sifat atau Satu sifat dimiliki oleh beberapa Maushuf.
Contoh Maushuf Ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa Ahmad memiliki keahlian
Penulis dan Penyair, lalu mutakalim mengucapkan :
ِ ‫ما زي ٌد إال َش‬          = Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penyair.
‫اعٌر‬ َ َ
Contoh Sifat Ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka bahwa yang bepergian adalah Ahmad ,
Amin, dan Zaid. Lalu mutakalim mengucapkan :
‫ َما ُم َسافٌِر إالّ َعلِي‬        = Tiada Orang yang bepergian  kecuali Ali.
ّ
2.      Qoshor Qolab
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka kebalikan dari hukum yang
ditetapkan.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa Penyair itu adalah
Ahmad  bukan Zaid,lalu mutakalim mengucapkan :
ِ ‫ما زي ٌد إال َش‬          = Tiada Zaid kecuali Seorang Penyair
‫اعٌر‬ َ َ
Contoh Sifat ala Maushuf  : ketika mukhotob menyangka bahwa Zaid itu Bodoh bukan Orang
Alim., lalu mutakalim mengucapkan :
‫إال َزي ٌد‬  ٌ‫ َما َعامِل‬           = Tiada Orang Alim kecuali Zaid.
3.      Qoshor Ta'yin
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka salah satu perkara yang
tidak ditentukan dari dua perkara atau lebih.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob merasa ragu dan menyangka bahwa Bumi itu
memiliki dua sifat yaitu Bergerak dan diam, tanpa menentukan salah satunya. Lalu Mutakalim
mengucapkan
ٌ‫ض ُمتَ َحِّر َكةٌ الَ َساكِنَة‬
ُ ‫األر‬ 
ْ            = Bumi itu bergerak bukan diam.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika Mukhotob merasa ragu bahwa Penyair itu adalah Zaid
ataukah Kholid, lalu diucapkan :
ِ ‫ما َش‬          = Tiada Penyair kecuali Zaid.
‫اعٌر إالّ َزي ٌد‬ َ
Dalam Penggunaan Qoshor itu memiliki beberapa metode :
1.      Menggunakan adat Nafi dan Istitsna'. Contoh :
ٌ‫ك َك ِرمْي‬
ٌ َ‫إ ْن هذا إالّ َمل‬    
= Tiada Orang Ini (Nabi Yusuf) kecuali Malaikat yang mulia.
2.       Menggunakan lafadz  ‫إمّن ا‬  . Contoh :
‫اه ُم َعلِ ٌّي‬
ِ ‫إِمَّنَا ال َف‬            = Hanyalah Orang yang faham itu Ali.
3.      Menggunakan huruf Athof : َ‫ ال‬، ‫ بَ ْل‬، ‫ك ْن‬ ِ َ‫ل‬   . Contoh :
ِ َ‫أَنَا نَاثِر الَ ن‬                       = Saya itu Ahli kalam Natsar bukan Ahli Nadhom.
‫اظ ٌم‬ ٌ
4.      Mendahulukan Lafadz yang asal haknya diakhirkan. Seperti mendahulukan Maf'ul bih :
َ َّ‫إِي‬                  = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.
‫اك نَ ْعبُ ُد‬

BAB V
WASHOL DAN FASHOL

Washol adalah : Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain. Sedangkan Fashol adalah Tidak
Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain.
Pembahasan pada bab ini hanya terbatas pada penggunaan athof dengan wawu, karena Athof
dengan selain wawu itu tidak terjadi keserupaan.
dari masing-masing Washol dan Fashol itu memiliki beberapa tempat.

Tempat-Tempat yang harus di Washolkan dengan huruf Athof Wawu.


 Wajib menyambung (Washol) pada dua tempat yaitu :
1.      Apabila ada dua jumlah yang sama dalam hall Jumlah Khobar atau Jumlah Insya' dan diantara
keduanya ada sisi persamaan yang berkumpul artinya kesesuaian yang sempurna dan tidak ada
perkara yang mencegah dari Athof.
Contoh Kalam Khobar :
‫إن ال ُف َّج َار لَِف ْي َج ِحْي ٍم‬
َّ ‫األبَر َار لَِف ْي نَعِْي ٍم َو‬
ْ ‫إِ َّن‬
Sesungguhnya orang yang Suka berbuat kebajikan, niscaya berada di Surga Na'im dan Orang
yang suka berbuat kejelekan niscaya berada di Neraka Jahim.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Khobar secara lafadz dan makna. dan sisi
persamaannya yang berkumul adalah berlawanannya antara Orang baik dan orang jelek yang
keduanya menjdi Musnad Ilaih dan antara menetapi Surga Na'im dan Neraka Jahim yang
keduanya menjadi Musnad.  

Contoh Kalam Insya' :


‫ض َح ُك ْوا قَلِْيالً َولْيَْب ُك ْوا َكثِ ًريا‬
ْ َ‫َف ْلي‬
Maka sebaiknya Manusia itu sedikit tertawa dan banyak menangis.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Insya' secara lafadz dan makna. dan sisi
persamaannya yang berkumul adalah kedua Dhomir jumlah tersebut menjadi Musnad Ilaih dan
antara Sifat menangis dan tertawa.

2.      Jika meninggalkan Athof, maka akan menimbulkan persepsi salah yang bertentangan dengan
tujuannya.
Seperti Ucapanmu :
ُ‫الَ َو َش َفاهُ اهلل‬               = Tidak (Belum Sembuh), dan Semoga Allah Menyembuhkannya.
sebagai jawaban kepada orang yang bertanya :"Apalkah Ali Sudah Sembuh dari sakit?"   
maka jika tidak diathofkan dengan wawu, maka akan menimbulkan persepsi dengan
mendo'akan jelek kepada Ali, padahal tujuannya adalah mendoakan kebaikan.
Sehinga kalau tidak diathofkan menjadi :
ُ‫الَ َش َفاهُ اهلل‬                = Semoga Allah tidak  Menyembuhkannya.
Tempat-Tempat yang harus dipisah (Fashol).
 Wajib memisah (Fashol) pada 5 tempat yaitu :
1.      Apabila diantara dua jumlah ada sisi persamaan yang sempurna artinya Jumlah Kedua menjadi
Badal dari jumlah pertama .
Contoh :
ِ ‫مِب‬
َ ‫أ ََم َّد ُك ْم َا َت ْع َملُ ْو َن أ ََم ّد ُك ْم بِأَْن َع ٍام َوبَننْي‬
Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang kalian kerjakan, Beliau (Allah) telah
membantu kalian dengan Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki. (Surat Asy-Syuaro’ : 132).

Atau Jumlah kedua menjadi Bayan (Penjelas) pada Jumlah pertama. Contoh:
‫ك َعلَى َش َجَر ِة اخلُْل ِد‬ ِ ‫َفوسو‬
َ َ‫ قَ َال ي‬،‫س إِلَْيه الشَّْيطَا ُن‬
َ ُّ‫اآد ُم َه ْل أ َُدل‬ َ َْ َ
Maka Syaitan telah menggodanya (Nabi Adam), Ia mengatakan :"Hai Adam ! Apakah mau aku
tunjukkan padamu Pohon kekekalan". (Surat Toha : 120)

Atau Jumlah kedua menjadi Taukid (Penguat) pada Jumlah pertama. Contoh:
‫فَ َم ِّه ِل ال َكافِ ِريْ َن أ َْم ِه ْل ُم ْم ُر َويْ ًدا‬
"maka biarkanlah orang-orang kafir, biarkanlah mereka sebentar” (Surat Ath-Thoriq : 17).

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal
ittishol(Kesempurnaan dalam kesinambungan).

2.      Jika diantara dua Jumlah terdapat Perbedaan yang sempurna dalam ma'na artinya berbeda
dalam hal berupa kalam khobar maupun kalam Insya'.
Seperti Ucapan Penyair  :
ِ ‫يِف وج ِه ِه ش‬  ‫الَ تَسأ َِل املراَ عن خالَئِِق ِه‬
ِ‫اه ٌد ِمن اخلَرَب‬
َ َ َْْ َ ْ َ َْ ْ
Jangan kau Tanya Seseorang tentang perilakunya.
Didalam wajahnya terdapat Bukti  adanya berita   .

Seperti Ucapan Penyair  lain :


‫ف ُك ِّل ْام ِر ٍئ جَيْ ِر ْي مِبِ ْق َدا ِر‬ ِ
ُ ‫فَ َحْت‬     ‫َوقَ َال َرائ ُد ُه ْم أ َْر ُس ْوا نَُزا ِوهُلَا‬
Pemimpin Mereka mengatakan : Bermukimlah (ditempat ini), maka kami akan mengupayakan
urusan perang. Kematian seseorang itu berjalan sesuai Takdirnya ".
 
Atau Diantara kedua jumlah tidak ada kesesuaian dalam ma'na. Contoh:
‫ احلَ َم ُام طَائٌِر‬، ‫ب‬ ِ ِ
ٌ ‫ َعل ٌّي َكات‬           = "Ali itu seorang Penulis. Burung dara itu terbang"
Pada contoh tersebut tidak ada kesesuaian makna antara : menulisnya Ali dan terbangnya
burung dara.

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal Inqitho' ().

3.      Jika diantara Jumlah yang kedua menjadi sebuah jawaban yang timbul dari jumlah pertama.
Seperti Firman Allah SWT :
‫الس ْو ِء‬
ُّ ِ‫س أل ََّم َارةٌ ب‬
َ ‫الن ْف‬ َّ ، ‫ئ َن ْف ِس ْي‬
َّ ‫إن‬ ُ ‫َو َما أ َُبِّر‬
Dan Aku tidak membebaskan Nafsuku.
Sesungguhnya Nafsu itu banyak memerintah kepada kejelekan 
( Surat Yusuf : 53) .

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu Kamal
Inqitho'().

4.      Jika ada jumlah yang didahului dua jumlah yang sah untuk diathofkan pada salah satu dari dua
jumlah itu karena adanya kecocokan, dan tidak sah diathofkan pada jumlah yang satunya.
Seperti Ucapan Penyair:
‫الضالَِل هَتِْي ُم‬
َّ ْ ‫بَ َدالً أَُر َاها يِف‬    ‫َوتَظُ ُّن َس ْل َمى أَنَّيِن ْ أَبْ ِغ هِبَا‬
Dan Salma menyangka bahwa aku mencari penggantinya.
Saya menyangka bahwa Ia sedang bingung dalam kesesatan.
pada Jumlah ‫اها‬
َ ‫أ َُر‬ sah diathofkan pada jumlah : ‫تَظُ ُّن‬, tetapi ini tercegah untuk diathofkan karena
khawatir menimbulkan kesalah pahaman bahwa lafadz ‫اها‬ َ ‫أ َُر‬  diathofkan pada jumlah ‫أَبْ ِغ‬
‫هِبَا‬ sehingga diartikan Jumlah ketiga ‫الضالَِل هَتِْي ُم‬
َّ ْ ‫أَُر َاها يِف‬  merupakan isi dari Persangkaan Salma .

Kesalahpahaman yang timbul jika diathofkan :  Dan Salma menyangka bahwa : " aku mencari
penggantinya dan Saya menyangkanya    bahwa Ia sedang bingung dalam kesesatan".
  
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu Kamal
Inqitho'().

5.      Jika tidak ada tujuan menyamakan dua jumlah dalam satu hukum karena adanya faktor
pencegah.
Seperti Firman Allah :
‫ئ هِبِ ْم‬
ُ ‫ اهللُ يَ ْسَت ْه ِز‬.‫ قَالُْوا إِ َّن َم َع ُك ْم إمَّنَا حَنْ ُن ُم ْسَت ْه ِز ُئ ْو َن‬، ‫اطْينِ ِه ْم‬
ِ ‫و إِ َذا خلَوا إِىَل َشي‬
َ َْ َ
Dan ketika Mereka (Orang Munafiq) kembali pada Pemimipin mereka, mereka mengatakan
Sesunggugnya kami orang yang menertawakan. Allah menertawakan mereka" (Surat Al-
Baqoroh :14-15)

pada Jumlah ‫ئ هِبِ ْم‬


ُ ‫اهللُ يَ ْسَت ْه ِز‬   tidak sah diathofkan pada jumlah :  ‫إِ َّن َم َع ُك ْم‬, karena akan memberikan
statement bahwa lafadz ‫ئ هِبِ ْم‬ ُ ‫اهللُ يَ ْسَت ْه ِز‬  merupakan isi dari ucapan mereka.
dan juga tidak sah diathofkan pada jumlah  ‫قَ الُْوا‬   karena memberikan pemahaman bahwa
Penghinaan Allah kepada orang Munafiq hanya terbatas ketika mereka kembali pada
Pemimipin mereka saja.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Tawashuth baina
Kamalaini ().

BAB VI
IJAZ, ITHNAB, DAN MUSAWAH

            Sesuatu yang terbesit dalam hati dari suatu tujuan, maka memungkinkan untuk
diungkapkan dengan tiga cara :
1.      Musawah
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang sama, artinya
ungkapan tersebut menurut batas kebiasaan manusia pada umumnya, yang mereka itu tidak
sampai pada tingkatan Sastrawan dan tidak pada tingkatan Orang yang lemah dalam
penyampaian.
Contoh :
ِ
‫ض َعْن ُه ْم‬ ْ ‫ض ْو َن يِف ْ آيَاتِنَا فَأ‬
ْ ‫َع ِر‬ ُ ‫َيت الذيْ َن خَيُْو‬
َ ‫َوإذَا َرأ‬
Dan ketika Engkau melihat Orang yang mendalami (S. Al-An’am : 68)

2.      Ijaz
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang kurang, serta
ungkapan itu sudah menepati pada tujuan.
Contoh :
ِ َّ‫الني‬
ِّ ِ‫ال ب‬
‫ات‬ ْ ‫إِمَّنَا األ‬
ُ ‫َع َم‬
Sesungguhnya Pekerjaan itu hanya sah dengan adanya niat.
dan :
ِ ‫قِ َفا نَب‬
ٍ ‫ك ِم ْن ِذ ْكرى َحبِْي‬
‫ب َو َمْن ِز ِل‬ َ ْ
"Sungguh Berhentilah ! kami menangis karena ingat sang kekasih dan rumahnya"
Apabila tidak mencapai pada Tujuan, maka dikatakan sebagai Ihlal. seperti ucapan Penyair :
‫ِ ِ مِم‬ ِ
َ ‫ل الن ُّْوك َّْن َع‬    َ‫ش َخْيٌر يِف ْ ظال‬
‫اش َكدَّا‬ ُ ‫العْي‬
َ ‫َو‬
"Kehidupan didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada
kehidupan susah "
yang dikehendaki Penyair adalah :
ِ ِ ِ ‫الرغد يِف ِظالَ ِل النُّو ِك خير ِمن‬
َ ‫العْيث الشاق يِف ْ ضالَل‬
‫الع ْق ِل‬ َ َ ٌَْ ْ ْ َ ‫ش‬ َ ‫العْي‬
َ ‫أ ّن‬
 "Kehidupan yang Sejahtera didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada kehidupan
susah dalam naungan akal "

Bait diatas dikatakan tidak mencapai tujuan yang dikehendaki, karena Kata (‫)الرغد‬ "Sejahtera"
pada Bagian pertama bait dan kata (‫الع ْق ِل‬
َ ‫)يِف ْ ِضالَ ِل‬ "dalam naungan Akal" pada bagian kedua
bait tidak bisa diketahui dari kalam.

3.      Ithnab.
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang panjang, serta
adanya faidah.
Contoh :
َّ ‫العظْ ُم ِميِّن ْ َوا ْشَت َع َل‬
ُ ْ‫الرأ‬
‫س َشْيبًا‬ َ ‫ب إِيِّن َو َه َن‬
ِّ ‫َر‬
Wahai Tuhanku, sesungguhnya Aku telah Lemah tulangku, dan telah penuh ubanku.
artinya : Saya sudah tua.
Apabila dalam penambahan kalimat tersebut,  tidak terdapat faidah, serta Ziyadah itu tidak
menjadi kebutuhan dalam tujuan, maka dikatakan sebagai Tathwil.
Seperti ucapan Ady bin Zaid Al-Ubbady mengatakan kepada Nu'man bin Mundir sambil
mengingatkan Musibah yang terjadi pada Judzaimah Al-Abrosy dan Zaba':
‫ َوأل َفى َق ْوهَلَا َك ِذبًا َو َمْينًا‬   ‫األدمْيَ لَِر ِاهْي ِش ِه‬
ِ ‫وقَدَّدت‬
َْ َ
Dan Dia (Zaba')  telah memotong kulit pada urat nadinya (Judzaimah), dan Dia (Judzaimah)
mendapatkan Ucapannya (zaba')  itu Dusta dan Bohong
lafadz ‫ك ِذبًا‬
َ      dan  َ‫ َمْينًا‬  memiliki arti yang sama, maka menggunakan salahsatunya sudah cukup.
dan tambahan kata tersebut juga tidak dibutuhkan  karena tujuannya sudah sah dengan
menggunakan salah satunya . maka adanya penambahan lafadz tersebut dikatakan
sebagaiTathwil yang tanpa faidah.

Apabila dalam penambahan kalimat tersebut,  tidak terdapat faidah, tetapi Ziyadah itu menjadi
ketentuan, maka dikatakan sebagai Hasywu.
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara Qois
dan Dzibyan :
‫ َولَ ِكنَّيِن ْ َع ْن ِع ْل ِم َما يِف ْ َغ ٍد َع ِم ْي‬    ُ‫س َقْبلَه‬
ِ ‫األم‬ ِ ‫وأَعلَم ِع ْلم‬
ْ ‫الي ْوم َو‬
َ َ ُْ َ
Dan Saya mengetahui seperti pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini,
dan Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"

ِ ‫األم‬
lafadz ُ‫ َقْبلَ ه‬     menunjukkan arti yang sama dengan =‫س‬ ْ   ( kemarin), dan tambahan itu nyata
sebagai tambahan karena tidak sah mengathofkannya pada lafadz  ‫الي ْوِم‬
َ   .
Faktor penyebab adanya Ijaz adalah :
1.      Mempermudah hafalan.
2.      Mempercepat pemahaman.
3.      Terbatasnya tempat.
4.      Menyamarkan
5.      merasa bosan mengucapkan.
Faktor penyebab Ithnab adalah :
1.      Memantapkan tujuan atau makna.
2.      Menjelaskan perkara yang dikehendaki.
3.      Menguatkan.
4.      Menolak salah persepsi.

KLASIFIKASI IJAZ
Ijaz itu adakalanya dengan Ibarot yang ringkas tapi mengandung arti yang luas, dan ini
merupakan Sasaran Ahli Sastra (Balaghoh) dan dengan inilah tingkatan kemampuan mereka
menjadi terpaut.
Ijaz ini disebut : Ijaz Qoshor.
Contoh :
ِ
ِ ‫ص‬
ٌ‫اص حيَاة‬ َ ‫َولَ ُك ْم يِف ْ الق‬
"Dan bagi kalian dalam Qishos ada Kehidupan" (S. Al-Baqoroh :179).

dan adakalanya membuang satu kalimat atau satu jumlah atau lebih serta adanya qorinah yang
menunjukkan lafadz yang terbuang.
Ijaz ini disebut : Ijaz Hadzfu.
Contoh membuang satu kalimah la (َ‫)ال‬:
ِ ِ ِ ِ ِ ‫َف ُق ْل‬
َ ‫ َولَ ْو قَطَّعُ ْو َرأْس ْي لَ َديْك َوأ َْو‬    ‫ت مَي نْي َ اهلل أ َْبَر ُح قَاع ًدا‬
ْ ‫صايِل‬ ُ
Maka saya mengatakan : "Demi Allah, Saya akan senantiasa duduk, walaupun mereka
memotong-motong kepalaku dan sendi-sendiku dihadapanmu"

Contoh membuang satu Jumlah :

ِ
‫فتأس واصرب‬ َ ‫ت ُر ُس ٌل ِم ْن َقْبل‬
ّ ‫ك أي‬ ْ َ‫َوإِ ْن يُ َك ِّذبُ ْو َك َف َق ْد ُك ِّذب‬
Dan ketika mereka mendustakanmu, maka sungguh Para Rosul sebelum kamu juga didustakan
(Maka ta'atlah dan sabarlah)"

Contoh membuang lebih dari satu jumlah.


"‫ِّيق‬ ِ ِ
ُ ‫الصد‬
ِّ ‫ف أيُّ َها‬
ُ ‫ يُ ْو ُس‬. ‫فَأ َْرسلُ ْون‬
Maka Utuslah aku (kepadanya). Yusuf, hai orang yang amat dipercaya" (S. Yusuf : 45 – 46)
Pada ayat tersebut membuang Jumlah :
ُّ ُ‫ألسَت ْعرِب َه‬ ِ
‫ف‬
ُ ‫الر ْؤيَا َف َف َعلُ ْوا فَأتَاهُ َوقَ َال لَهُ يُ ْو ُس‬ ْ ‫ف‬ َ ‫ْأرسلُ ْويِن ْ إىَل يُ ْو ُس‬
Utuslah aku kepada Yusuf, supaya aku meminta ta’bir mimpi itu. Lalu mereka mengerjakannya,
lalu pelayan itu mendatanginya dan berkata : “Hai Yusuf”

KLASIFIKASI ITHNAB
Ith nab itu bisa terjadi dengan beberapa perkara yaitu :
1.      Menyebutkan Lafadz khusus setelah lafadz umum.
Contoh :
‫العَربِيَّ ِة‬ ِ ِ
َ ‫إجتَ ِه ُد ْوا يِف ْ ُد ُر ْوس ُك ْم َواللُّغَة‬.
ْ
Bersungguh-sungguhlah pada pelajaran kalian dan bahasa arab.
Faidahnya : Mengingatkan atas keutamaan lafadz khusus itu, seolah-olah karena keutamaannya
ia seperti jenis yang berbeda pada lafadz sebelumnya.

2.      Menyebutkan lafadz Umum setelah lafadz khusus.


Contoh :
ِ َ‫ي ولِمن دخل بييِت موِمنًا ولِْلمو ِمنِ واملوِمن‬ ِ ِ ِ ِّ ‫ر‬
‫ات‬ ُْ َ َ ‫ب ا ْغف ْريِل ْ َول َوال َد َّ َ َ ْ َ َ َ َْ َ ُ ْ َ ُ ْ نْي‬ َ
Wahai tuhanku, ampunilah aku, kedua orang tuaku, orang yang masuk rumahku dengan
beriman, dan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. (S. Nuh : 28)

3.      Menjelaskan setelah menyamarkan.


Contoh :
ِ ‫مِب‬
َ ‫أ ََم َّد ُك ْم َا َت ْع َملُ ْو َن أ ََم ّد ُك ْم بِأَْن َع ٍام َوبَننْي‬ .‫أ‬
Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang kalian kerjakan, Beliau (Allah) telah
membantu kalian dengan Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki. (Surat Asy-Syuaro’ : 132).

4.      Mengulangi lafadz karena adanya tujuan, seperti panjangnya pemisah.


Contoh Ucapan Penyair :
ِ ِِ ِ
ٌ‫ َعلَى مثْ ِل َه َذا إِنَّهُ لَ َك ِرمْي‬   ‫ت َم َواث ُق َع ْهده‬
ْ ‫َو إِ َّن ْامَرأً َد َام‬
Sesungguhnya seseorang yang jaminan perjanjiannya itu tetap seperti ini, maka sesungguhnya
ia orang yang mulia”
Pada bait tersebut lafadz ‫إِ َّن‬ diulang diawal dan diakhir bait, supaya kalam tidak kelihatan
terputus.
5.      I'tirodh (yaitu : Menyisipkan lafadz antara bagian-bagian satu jumlah atau antara dua jumlah
yang masih berkaitan ma’na,  dikarenakan adanya sebuah tujuan).
Contoh Ucapan Penyair (A’uf bin Mahlam Asy-Syaibany yang mengadukan kelemahannya):
ِ ‫ت مَسْعِي إِىَل ُترمُج‬ ِ
‫ان‬َ ْ ْ ‫أ‬   ‫قَ ْد‬ ‫ َوبُلِّ ْغَت َها‬  َ ‫إِ َّن الث ََّماننْي‬
ْ ْ ‫َح َو َج‬
Sesungguhnya 80 tahun usiaku, dan engkau telah berusia segitu pendengaranku
membutuhkan orang yang menjelaskan”.
 Lafadz ‫ َوبُلِّ ْغَت َها‬ dikatakan Jumlah I’tirodhiyyah.
6.      Tadzyil (Mengiringi suatu jumlah dengan jumlah yang lain yang mengandung pada ma’nanya
dengan tujuan menguatkannya.
Tadzyil itu adakalanya berlaku seperti periahasa, karena berbedanya makna dan tidak
membutuhkan pada kalam sebelumnya.
Contoh Firman Allah :
ِ ‫إن الب‬ ِ
‫اط َل َكا َن َز ُه ْوقًا‬َ َّ ، ‫قُ ْل َجاءَ احلَ ُّق َو َز َه َق البَاط ُل‬
Katakanlah (Hai Muhammad) telah datang perkara hak (Islam), dan telah hancur perkara bathil
(kekufuran), dan sesungguhnya kebathilan itu pasti akan binasa (S. An-Nahl : 57).
adakalanya tidak berlaku seperti periahasa, karena membutuhkan pada kalam sebelumnya.
Contoh Firman Allah :
‫اه ْم مِب َا َك َفُر ْوا َو َه ْل جُنَا ِز ْي إالَّ ال َك ُف ْو َر‬ ِ
ُ َ‫ك َجَز ْين‬
َ ‫َذل‬
Itu (banjir bandang) kami balas mereka atas sesuatu yang telah mereka kufuri. Dan kami tidak
membalas (siksa) kecuali pada kekufuran.
(Surat As-Saba’ : 17)
7.      Ihtiros yaitu : mendatangkan pada kalam yang memberi persepsi berbeda dari tujuan, dengan
kalam lain yang menolak keslah pahaman itu.
Contoh Ucapan Penyair (Torfah bin Abd) :
‫الربِْي ِع َو ِدمْيَةٌ َت ْه ِم ْي‬
َّ ‫ب‬ ِِ ِ
ُ ‫ص ْو‬
َ    ‫فَ َس َقى ديَ َار َك َغْيَر ُم ْفسد َها‬
Hujan pada musim semi menyirami rumahmu tanpa merusakkan dan Hujan terus menerus itu
membanjiri.

Jika tidak disebutkan lafadz ‫س ِد َها‬


ِ ‫م ْف‬
ُ ‫ َغْيَر‬ maka secara muthlaq akan dipahami lebih umum atau
mendo’akan kejelekan dengan robohnya rumah, lalu didatangkanlah lafadz tersebut untuk
menolak pehaman yang salah.

ILMU BAYAN
Definisi
Ilmu Bayan adalah : Ilmu yang membahas tentang Tasybih (penyerupaan), Majaz,
dan kinayah(konotasi).

TASYBIH

Adalah : Menyerupakan suatu perkara dengan perkara yang lain dalam satu sifat dengan
menggunakan alat  penyerupaan, karena adanya suatu tujuan.
Perkara yang pertama (Kata yang diserupakan) disebut Musyabbah, sedangkan perkara yang
kedua (Kata yang digunakan untuk menyerupakan) disebut Musyabbah bih, Sifat disebut Wajah
Syabah (Sisi Persamaan), dan Alat penyerupaan itu berupa huruf Kaf dan lain-lain.
Contoh :
‫لم َكالنو ِر يِف ْ اهلِ َدايَِة‬ِ
ُ ‫=الع‬ "Ilmu itu seperti Cahaya dalam memberi petunjuk"
‫العلم‬ ِ
ُ             = Musyabbah               ‫النور‬      = Musyabbah Bih,
  ‫يِف ْ اهلِ َدايَِة‬      = Wajah Syabah           ‫كاف‬    = Adat Tasybih
Dalam Tasybih (Penyerupaan) itu berhubungan dengan tiga pembahasan yaitu  :
1. Rukun tasybih.
2. Pembagian tasybih.
3. Tujuan dari Tasybih.

Pembahasan pertama
RUKUN TASYBIH
Rukun Tasybih ada 4 yaitu :
1.      Musyabbah (Lafadz yang diserupakan dengan perkara lain)
2.      Musyabbah bih  (Lafadz yang digunakan untuk menyerupakan)
keduanya disebut dua sisi tasybih,
3.      Wajah syabah (Sisi Persamaan).
4.      Adat Tasybih.

Keterangan :
Wajah Syabah adalah : Sifat tertentu yang digunakan untuk menyamakan antara Musyabbah
dan Musyabbah bih. Seperti Hidayah (Memberi petunjuk) merupakan sifat yang terdapat dalam
ilmu dan cahaya.
Adat Tasybih adalah : Lafadz yang menunjukkan arti penyerupaan seperti
lafadz  ‫كاف‬
َ    (Seperti),‫كأ ّن‬ (Seolah-olah), dan lafadz lain yang searti dengan keduanya.
Lafadz ‫كاف‬  terletak menyandingi Musyabbah bih, berbeda dengan ‫كأ ّن‬ , yang menyandingi
musyabbah. Seperti Ucapan Penyair :
ِ
َ ‫لَتْنظَُر طَ َال اللَّْي ُل أ َْم قَ ْد َت َعَّر‬    ‫ُّجا‬
‫ضا‬ َ ‫احةٌ تَ ْشُبُر الد‬
َ ‫الثرايَا َر‬
َ ‫َن‬ َّ ‫َكأ‬
Seolah-olah bintang Tsuroya (Kumpulan bintang pada buruj Tsur) itu Angin malam yang
mengira-ngirakan gelapnya malam, supaya engkau melihat apakah malam itu masih lama atau
sudah tampak.  

Lafadz ‫كأ ّن‬   itu berfaidah Tasybih,  jika khobarnya berupa Isim Jamid, Contoh :


‫َس ٌد‬ ِ
َ ‫ َكأ ّن َخال ًدا أ‬         = Kholid itu seperti Harimau.
dan Berfaidah Syak (ragu-ragu) jika khobarnya berupa Lafadz Musytaq. contoh :
ِ َ‫ َكأنك ف‬ =  Seolah-olah kamu itu faham.
‫اه ٌم‬ َ
Dan terkadang disebutkan Fi'il yang mempunyai arti Tasybih, seperti Firman Allah pada surat
Ad-Dahr : 19  
‫َوإذَا َر ْأيَت ُه ْم َح ِسْبَت ُه ْم لُْؤلًُؤا َمْن ُث ْو ًرا‬
dan Ketika kamu melihat mereka (Bidadari di syurga), maka engkau akan mengira mereka
Mutiara yang tersebar.

dan Ketika Adat Tasybih dan Wajah Syabah itu dibuang, maka disebut : Tasybih Baligh, Contoh
pada Firman Allah surat An-Naba’ : 10
‫اسا أي كاللباس يف السرت‬ ِ
ً َ‫َو َج َع ْلنَا اللّْي َل لب‬
 "Dan Kami (Allah) telah menjadikan malam sebagai selimut (Seperti selimut dalam menutupi)"

PEMBAHASAN KEDUA
PEMBAGIAN TASYBIH

Dengan memandang pengambilan Wajah Syabah, maka Tasybih terbagi menjadi dua macam
yaitu : Tasybih Tamtsil dan Ghoiru Tamtsil.
A.     Tasybih Tamtsil
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya diambil dari lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Bintang Tsuroya (kumpulan beberapa bintang pada Buruj Tsur) dengan
Sedompol buah Anggur yang berbunga, dengan wajah syabahnya :  sama dalam keadaannya
yang tampak ketika berkumpulnya benda putih yang bundar, yang kecil ukurannya).

B.      Tasybih Ghoiru Tamtsil


Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak diambil dari lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Sebuah bintang dengan Uang dirham ( dengan wajah
syabahnya : sama dalam bentuk bundarnya)

 dan Dengan memandang wujud dan tidaknya Wajah Syabah,  tasybih terbagi menjadi dua
yaitu :Tasybih Mufassol dan Mujmal.
A.     Tasybih Mufashol
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya disebutkan.
Seperti Ucapan Penyair :
ِ ٍ
َ ْ ‫َو َث ْغُرهُ يِف‬
ْ ‫ َوأ َْد ُمع ْي َكالأليِل‬     ‫ص َفاء‬
" Gigi serinya dan Air mataku bagaikan Mutiara
dalam hal sama jernihnya"

Kata "Gigi seri" dan "Air mata" diserupakan dengan "Mutiara" dengan sisi persamaan : "Sama-
sama jernihnya"

B.      Tasybih Mujmal
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak disebutkan.
Seperti :
‫النحو يِف ْ ال َكالَِم َكاملِْل ِح يِف ْ الطَّ َع ِام‬
ُ           
 "Ilmu Nahwu pada Kalam itu seperti Garam pada makanan"
Kata " Ilmu Nahwu pada Kalam" diserupakan dengan kata "garam" dengan sisi persamaan :
"Sama-sama merupakan perkara yang pokok untuk menjadikan kesempurnaan".

Dengan memandang Adat Tasybih, maka Tasybih terbagi menjadi dua


yaitu Mua'kkad dan Mursal.
A.     Tasybih Mu'akkad
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya dibuang. Seperti :
ِ
‫اجلود‬ ْ ‫ ُه َو حَبٌْر يِف‬         =  Dia itu Lautan dalam kedermawanannya.
B.      Tasybih Mursal
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya disebutkan. Seperti :
‫ ُه َو َكالبَ ْح ِر َكَر ًما‬         =  Dia itu bagai Lautan dalam kedermawanannya.

dan termasuk Tasybih Mu'akkad adalah Tasybih  yang Musyabbah bihnya disandarkan


(Didhofahkan) pada Musyabbah. Contoh :
ِ ‫َصْي ُل َعلَى جُلَنْي ِ امل ِاء‬
ِ ‫ذَهب األ‬    ‫ث بِالغُصو ِن وقَ ْد جرى‬
ُ َ ََ َ ُْ ُ ‫الريْ ُح َتْب َع‬
ِّ ‫َو‬
َ
Angin itu menggerakkan cabang pepohonan, dan tampak
 emasnya waktu sore pada peraknya air.
ِ ‫ذَهب األ‬      = Waktu sore yang diserupakan dengan emas, dengan wajah syabah : sama
‫َصْي ُل‬ ُ َ
warna kuningnya.
‫ِ جُلَنْي ِ امل ِاء‬           = Air yang diserupakan dengan perak dengan wajah syabah : sama dalam
َ
jernihnya.

PEMBAHASAN KETIGA
TUJUAN TASYBIH

Tujuan dari Tasybih itu adakalanya :


1.      Menjelaskan kemungkinan wujudnya Musyabbah. Seperti Ucapan Abu Thoyyib Al-Mutanabby :
ِ
‫ض َدِم الغََز ِال‬ َ ‫فَإ ّن امل ْس‬     ‫ت ِمْن ُه ْم‬
ُ ‫ك َب ْع‬ َ ْ‫فإ ْن َت ُف ِق األنَ َام َوأن‬
Ketika kamu mengungguli kemuyaan semua Makhluk,
padahal kamu dari sebagian mereka maka Minyak misik itu sebagian dari darah Kijang

Ketika Penyair mengklaim bahwa Orang yang dipuji itu berbeda dari asalnya sebab adanya
beberapa keistimewaan yang menjadikannya sebagai hakikat yang berbeda, lalu penyair
membuat Argumen/hujjah dengan menyerupakannya dengan Minyak misik yang asalnya darah
kijang untuk menolak adanya pengingkaran atas wujudnya musyabbah tersebut karena
merupakan hal yang langka.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keluar dari jenis asalnya.
  
2.      Menjelaskan keadaan Musyabbah. Contoh :
‫ب‬ ِ ِ
ُ ‫ت مَلْ َيْب ُد مْن ُه َّن َك ْو َك‬
ْ ‫إذَا طَلَ َع‬      ‫ب‬
ُ ‫س َواملُلُ ْو ُك َك َواك‬
ٌ ْ‫َكأنك مَش‬
Seolah-olah Engkau adalah Matahari, Dan Para Raja adalah bintangnya, Ketika Matahari telah
muncul, maka satu bintangpun tiada terlihat.

Penyair menyerupakan Mukhotob seperti Matahari, karena menjelaskan keadaan mukhotob


yang terlihat. Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadaanya terlihat.

dan menyerupakan Para raja seperti bintang karena menjelaskan keadaanya yang tidak terlihat
saat berada disisi Mukhotob.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadannya tidak terlihat ketika berada disisinya.

3.      Menjelaskan Jumlah keadaan Musyabbah. Contoh :


‫األس َح ِم‬
ْ ‫اب‬ ِ ‫سو ًدا َك َخافِي ِة الغُر‬      ً‫ان وأَربعو َن حلُوبة‬
ِ ِ
َ َ ُْ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ َ‫فْي َها ا ْثنَت‬
Dalam Rombongan itu ada 42 ekor unta perah yang hitam,
Ia bagaikan Bulu sayap burung gagak yang hitam.

Penyair menyerupakan 42 unta yang hitam seperti Bulu sayap Burung gagak karena
menjelaskan kadar warna hitamnya, ketika pendengar hanya mengetahui kadar keadaan
musyabbah bih (sayap burung gagak)
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama terdapat warna hitam.

4.      Menetapkan Keadaan Musyabbah. Contoh :


‫اج ِة َك ْسُر َها ال َجُيَْبُر‬
َ ‫الز َج‬
ُّ ‫ثل‬ ِ
ُ ‫م‬     ‫إذَا َتنَا َفَر ُو ُّد َها‬  ‫وب‬
َ ُ‫إن ال ُقل‬
Sesungguhnya Hati itu jika telah hilang rasa cintanya,
Maka bagai kaca yang saat pecah tiada bisa disambung lagi.

Penyair menyerupakan Hilangnya cinta di hati seperti pecahnya kaca dengan tujuan
mengukuhkan  sebab sulitnya rasa cinta itu kembali  seperti semula.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama sulit kembali pada keadaan semula.
5.      Menghiasi Musyabbah. Contoh :
‫ـ ِن َك ُم ْقلَ ِة الظَّيْبِ الغَ ِريْ ِر‬     ‫واض َحةُ اجلَبِْيـ‬
ِ ‫سوداء‬
َُ َ
Wanita yang hitam yang terlihat dahinya,
bagai biji mata biawak yang indah.

Penyair menyerupakan Hitamnya wanita seperti biji mata biawak dengan tujuan
memujinya,  sebab warna biji mata merupakan keindahan.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama memiliki keindahan.

6.      Menghina Musyabbah. Contoh :


‫قِْر ٌد يُ َق ْه ِقهُ أ َْو َع ُج ْوٌز َت ْل ِط ُم‬       ُ‫أش َار حُمَدِّثا فَ َكأنه‬
َ ‫وإذا‬
Ketika Ia berisyarat sambil berbicara, maka ia seperti Kera yang
tertawa terbahak-bahak atau Nenek-nenek yang menampar pipinya.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama memiliki perbuatan jelek.

Dan terkadang tujuan itu kembali pada Musyabbah bih jika antara musyabbah dan Musyabbah
bih di balik, contoh :
‫ َو ْجهُ اخلَلِْي َف ِة ِحنْي َ مُيْتَ َد ُح‬   ُ‫اح َكأ ّن غَُّرتَه‬
ُ َ‫الصب‬
َّ ‫َوبَ َدا‬
Dan telah tampak waktu pagi, Seolah-olah Cahayanya bagaikan wajah Kholifah (Al-Makmun
bin Harun Ar-Rosyid) saat Ia dipuji.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama terangnya.

Asalnya dari Lafadz ُ‫غَُّرتَ ه‬ sebagai Musyabbah bih dan lafadz  ‫اخلَلِْي َف ِة‬ ُ‫ َو ْج ه‬ sebagai Musyabbah ,
karena secara asal Cahaya Waktu pagi itu lebih terang dari padawajah Kholifah, lalu dibalik
seolah-olah wajah kholifah lebih terang dari pada cahaya waktu pagi.
Tasybih semacam ini disebut : Tasybih Maqlub.

MAJAZ

Majaz adalah : Lafadz yang digunakan pada selain makna aslinya, karena adanya
keterkaitan makna disertai Indikator yang mencegah dari pemahaman arti aslinya.
Seperti :
Lafadz ‫ُّر ِر‬
َ ‫الد‬  diartikan sebagai : "Beberapa kalimah Fashihah" dalam ucapanmu :
‫ُّر ِر‬ ِ
َ ‫فُال ٌن َيتَ َكلَّ ُم بالد‬  =  Dia sedang berbicara dengan Kata-kata fasih .
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa Mutiara, lalu
dirubah menjadi arti " Beberapa kalimah Fashihah" sebab diantara arti keduanya masih ada
kaitan dalam hal keindahan.
dan Perkara yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah Qorinah
Lafadziyah :  ‫كلَّم‬
َ َ‫ َيت‬ (Berbicara).
ُ
dan Lafadz ‫أصابع‬ ُ   diartikan sebagai : "Beberapa ujung jari" dalam Firman Allah SWT :
‫ابع ُه ْم يِف ْ آذاهِنِ ْم‬
َ ‫أص‬َ ‫جَيْ َعلُ ْو َن‬              =  Mereka menjadikan Ujung jari mereka pada telinga mereka.
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa Jari tangan,
lalu dirubah menjadi arti " Beberapa Ujung jari tangan" sebab diantara arti keduanya masih ada
kaitan bahwa Ujung jari merupakan bagian dari jari. Kemudian Kull (keseluruhan jari) digunakan
untuk artiJuz (Sebagian jari).
dan Qorinah yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah tidak memungkinkannya
memasukkan keseluruhan jari pada telinga.

Dalam Majaz, apabila kaitan antara ma'na majazi dan ma'na asli ada keserupaan, seperti
pada contoh pertama, maka disebut : Majaz isti'aroh. Jika tidak ada keserupaan, seperti pada
contoh kedua maka disebut Majaz mursal.

Majaz Isti'aroh

Adalah : Majaz yang keterkaitan makna Aslinya dengan makna yang digunakan, itu ada
keserupaan.
Seperti Firman Allah SWT :
ِ ‫ك لِتخرِج النَّاس ِمن الظُّلُم‬
‫ات إِىَل الن ُّْو ِر‬ ِ
َ َ َ َ ْ َ ‫اب أ ْنَزلْنَاهُ إلَْي‬
ٌ َ‫كت‬                       
"Ini adalah Kitab yang telah Kami turunkan kepadamu supaya engkau mengeluarkan manusia
dari kegelapan (Kesesatan) menuju Cahaya (Hidayah)  .( S. Ibrahim : 1)

ِ ‫الظُّلُم‬dan  ‫النُّو ِر‬  adalah Gelap dan Terang.


Arti Asli Lafadz  ‫ات‬ َ ْ
ِ ‫الظُّلُم‬dan  ‫النُّو ِر‬  adalah ‫الضالل‬ (Kesesatan) dan  ‫اهل َدى‬  (petunjuk ).  
Arti Majaz Lafadz  ‫ات‬ َ ْ ُ
ِ ‫الظُّلُم‬dan  ‫النُّو ِر‬  pada ayat tersebut digunakan pada selain arti aslinya (makna Majaz).
Lafadz  ‫ات‬ َ ْ
dan kaitan antara makna keduanya adalah adanya  keserupaan antara "Arti Kesesatan dan
kegelapan" dengan wajah syabah : "sama-sama tidak mengetahui sesuatu", atau "Hidayah dan
Cahaya" dengan wajah syabah: "sama-sama mengetahui sesuatu".
dan Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna aslinya adalah Lafadz :  ُ‫أ ْنَزلْنَاه‬ ‫اب‬ ِ
ٌ َ‫كت‬
‫َّاس‬ ِ ‫إلَي‬   .
َ ‫ِج الن‬
َ ‫تخر‬
ْ ‫كل‬
َْ

Ijro' Isti'aroh pada Lafadz ‫ات‬ ‫الظلم‬ adalah : Lafadz ‫اللة‬ ‫الض‬  diserupakan dengan


lafadz ‫الظلمات‬dengan wajah syabah : sama-sama tidak mendapat petunjuk pada keduanya.
Ijro' Isti'aroh pada Lafadz ‫الن ور‬ adalah : Lafadz ‫اهلدى‬ 
َ  diserupakan dengan lafadz ‫الن ور‬ dengan
wajah syabah : sama-sama mendapat petunjuk pada keduanya.
Asal dari majaz isti'aroh adalah : Tasybih yang dibuang salah satu dari Musyabbah atau
Musyabbah bih, wajah syabahnya, dan adat tasybihnya.
Musyabbah disebut : Musta'ar Lah, dan Musyabbah bih disebut : Musta'ar Minhu.

Pada Contoh diatas, dapat disimpulkan :


Musta'ar lah (Musyabbah) adalah : Lafadz ‫الضالل‬  dan ‫اهلدى‬  .
Musta'ar Minhu (musyabbah bih) adalah : Makna asli Lafadz ‫الظالم‬   dan  ‫النور‬  .
sedangkan lafadz ‫الظلمات‬  dan ‫النور‬ disebut  : Musta'ar (Lafadz yang digunakan untuk Majaz
Isti'aroh).
Pembagian Majaz Isti'aroh
Majaz  Isti'aroh dengan memandang penyebutan Musyabbah atau Musyabbah bih, terbagi
menjadi dua macam yaitu :
a.      Isti'aroh Musorrohah.
Adalah : Majaz yang dijelaskan dengan menyebut lafadz Musyabbah bih saja.  Seperti Ucapan
Penyair :
‫البَر ْد‬ِ ِ
َ ‫َّت َعلَى العُنَّاب ب‬
ْ ‫ َو ْر ًدا َو َعض‬    ‫ت‬ ٍ ‫ت لُْؤلًُؤا ِم ْن نَ ْر ِج‬
ْ ‫س َو َس َق‬ ْ ‫فأمطََر‬
Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Mutiara dari Bunga narsis, dan membasahi bunga
mawar, dan menggigit buah anggur dgn Hujan es.

Maksudnya adalah : Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Air mata bak Mutiara dari
matanya bak Bunga narsis, dan menyirami pipinya laksana bunga mawar, dan menggigit ujung
jarinya laksana buah anggur dengan giginya laksana Hujan es.

Penyair menggunakan majaz isti'aroh pada Kata-kata tersebut :

Musyabbah Musyabbah Bih Wajah Syabah


Air
‫الدموع‬ Mutiara ‫اللؤلؤ‬ sama jernihnya                        ‫يف الصفاء‬
Mata
Mata ‫العيون‬ Bunga
‫النرجس‬ sama terkumpulnya ‫يف أجتماع السواد والبياض‬
Narsis warna hitam dan putih
Pipi ‫اخلدود‬ Bunga
‫الورد‬ sama merahnya ‫يف احلمرة‬
Mawar
Ujung
‫األنامل‬ Buah
‫العناب‬ sama bentuknya ‫يف الشكل‬
jari Anggur
Gigi ‫األسنان‬ Hujan Es ‫الربد‬ sama putih bersihnya ‫يف بياض كل مع النصاعة‬

Majaz diatas dengan menyebutkan Musyabbah bihnya, maka disebut majaz Isti'aroh


Musorrohah.

b.      Isti'aroh Makniyyah.
Adalah : Majaz yang Musyabbah bihnya  dibuang dan ditunjukkan dengan sesuatu dari perkara
Lazimnya (Perkara yang menetapinya).
Seperti Firman Allah :
‫الذل ِم َن الرَّمْح َة‬
ِّ ‫اح‬ ِ ‫و‬
َ َ‫ض هَلَُما َجن‬
ْ ‫اخف‬
ْ َ
Dan Rendahkan sayap burung pada Kedua orangtuamu dengan kasih sayang. (Surat Al-Isro’ :
24)

ِّ ‫ال‬ (tunduk) kemudian
Allah membuat majaz isti'aroh Lafadz ‫الط ائر‬  (Burung)  untuk lafadz ‫ذل‬
membuang Lafadz ‫ائر‬ ‫الط‬  (Burung)  dan menunjukkan lafadz yang dibuang dengan sesuatu
lazimnya yaitu  Lafadz :  ‫اجلناح‬  (Sayap).
Ijro'nya adalah :
Kata "‫ال ذل‬ : tunduk" (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata " ‫الط ائر‬ : Burung"
(SebagaiMusyabah bih), kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (Burung) untuk arti
lafadz Musyabbah (‫)ال ذل‬. lalu kata Burung itu dibuang, dan Kata "Burung" yang terbuang
ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap padanya yaitu Sayap, dengan cara isti’aroh
makniyyah.

ِّ . , ini oleh Ulama' Ahli Balaghoh Salaf dan Al-


Adapun Penetapan lafadz  ‫اجلناح‬  pada lafadz ‫الذل‬
Khotib dikatakan sebagai Isti'aroh Tahyiliyyah.

Perbandingan
Contoh lain :
Seperti Ucapan Al-Hajjaj pada salah satu khutbahnya :
‫ت‬
ْ ‫وسا قَ ْد أ َْيَن َع‬
ً ‫إيِّنْ أل ََرى ُر ُؤ‬
Sesungguhnya aku benar-benar melihat buah (arti asli : kepala)
yang sudah matang.

Ijro'nya adalah :
Kata "‫رؤوسا‬: kepala " (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata "‫مثرات‬ : buah"
(SebagaiMusyabah bih), asalnya :
‫ت‬ ِ
ْ ‫وسا كالثّمرات قَ ْد أ َْيَن َع‬
ً ‫إيِّنْ أل ََرى ُر ُؤ‬
kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (yaitu buah) untuk arti lafadz Musyabbah (
‫وس ا‬ ِ
ً ‫)ر ُؤ‬
ُ . lalu kata ‫الثّم رات‬ itu dibuang, dan ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap padanya
yaitu matang, dengan cara isti’aroh makniyyah.

Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang digunakan sebagai majaz (Al-Musta’ar) , terbagi
menjadi 2 macam yaitu :
1.      Isti'aroh Ashliyyah
Adalah Majaz yang lafadz Musta'arnya berupa selain Isim Mustaq , baik berupa isim a'in (dzat)
atau Isim ma'na.
Contoh Isim A'in (Dzat) : Seperti menggunakan Lafadz  ‫الظالم‬  untuk arti ‫الض الل‬ (kesesatan) dan
Lafadz ‫النور‬   untuk arti ‫اهلدى‬  (petunjuk).

Contoh Isim ma'na :


‫تل‬
ٌ َ‫ َه َذا ق‬        = Ini adalah pukulan keras.
Ijro'nya : Lafadz ‫قَت ل‬  diserupakan dengan ‫ش ِديْ ٌد‬
َ ‫ب‬
ٌ ‫ض ْر‬
َ  (pukulan
ٌ keras)  dengan wajah syabah :
sama-sama sangat menyakitkan.
Kemudian arti Musyabbah bih (pukulan keras) digunakan untuk Lafadz ‫ل‬
ٌ ‫قَت‬ , karena
lafadz ‫قَتل‬merupakan isim Jamid untuk  suatu pekerjaan yang menghilangkan nyawa.
ٌ
2.      Isti'aroh Taba'iyyah
Adalah Majaz yang Musta'arnya berupa Kalimah Fi'il, Huruf dan Isim yang Mustaq.

Contoh kalimah Fi'il, Seperti :


‫ب فُال ٌن َكتِ َف ْي َغ ِرمْيِِه‬ ِ
َ ‫ َرك‬ = Fulan menaiki dua Pundak orang yang dihutangi.
Maksudnya : Fulan sungguh menetapkan tanggungan kepada orang yang dihutangi.
Dikatakan sebagai isti’aroh taba’iyyah karena Must’arnya berupa fi’il madhi yaitu :   ‫ركِب‬.
َ َ
Ijro'nya :
Menurut Madzhab Salaf : Lafadz ‫الل زوم‬  (Penetapan) diserupakan dengan ‫الرك وب‬ (naik)  dengan
wajah syabah : sama-sama menguasai dan memaksa.
Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti
Musyabbah ‫الل زوم‬ (pemaksaan) lalu dari masdar  ‫الرك وب‬ yang bermakna  ‫الل زوم‬  dimustaqkan
menjadi kalimah fi’il ‫ركِب‬ bermakna ‫لزم‬.
َ َ
Menurut Madzhab Al-Ishom: Lafadz ‫اللزوم‬  (Penetapan) diserupakan dengan ‫الركوب‬ (naik)  dengan
wajah syabah : sama-sama menguasai dan memaksa.
Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti
Musyabbah ‫الل زوم‬ (pemaksaan) lalu diberlakukan tasybih dari kedua masdar tersebut yang
berarti peristiwa muthlaq tanpa dibatasi dengan zaman menjadi kalimah fi’il yang dibatasi
dengan zaman lampau, lalu lafadz  ‫ركِب‬ digunakan dengan makna  ‫لزم‬.
َ َ

Contoh Kalimah Huruf pada Firman Allah dalam Surat Al-Baqoroh : 5 =


‫أولَئك َعلَى ُه ًدى ِم ْن َرهِّبِ ْم‬        = Mereka (Orang-Orang yang beriman) itu tetap atas hidayah dari
Tuhan mereka.

Maksudnya : Mereka itu menetapi dari mendapatkan hidayah yang sempurna.


Lafadz ‫على‬ berfaidah Isti'la', maka Ijro'nya : Muthlaqnya Hubungan antara Orang yang mendapat
petunjuk dan Sebuah petunjuk  diserupakan dengan Muthlaqnya hubungan antara
Lafadz ‫ َعلَى‬ yang berfaidah Isti'la' dan lafadz yang diIsti'lai dengan wajah syabah : sama-sama
adanya ketetapan. lalu diberlakukan penyerupaan dari arti keseluruhan (Kull) untuk
artisebagian(Juz) karena  ‫ َعلَى‬ memiliki arti yang banyak. Kemudian Lafadz ‫على‬ dari juz
Musyabbah bih  digunakan untuk arti juz Musyabbah.

Dan Contoh Kalimah Isim seperti Ucapan Penyair :


ِّ ِ‫فَلِ َسا ُن َحايِل ْ ب‬    ‫ص ًحا‬
‫الش َكايَِة أَنْطَ ُق‬ ِ ‫ولَئِن نَطَ ْقت بِ ُش ْك ِر بِِّر َك م ْف‬
ُ ُ ْ َ
Jika aku berkata sambil menjelaskan dengan mensyukuri kebaikanmu, maka Lisan keadaanku
lebih mengucapkan (menunjukkan) dengan keluhan.
Maksudnya :
Ijro'nya : Lafadz ‫الدالل ة الواض حة‬ (petunjuk yang jelas) diserupakan dengan lafadz ‫النطق‬ (Ucapan)
dengan wajah syabah : sama-sama menjelaskan tujuan dan diterima dalam hati. lalu
lafadz ‫(النطق‬Ucapan) digunakan untuk arti  Lafadz ‫الدالل ة الواض حة‬ (petunjuk yang jelas). Lalu dari
masdar ‫النطق‬ yang bermakna ‫الدالل ة الواض حة‬ itu dimustaqkan menjadi isim tafdhil yang
berupa : ‫أَنْطَ ُق‬ bermakna‫أدل‬.
ّ

Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang berkaitan dengandua sisi tasybih, terbagi
menjadi 3 macam
1.      Isti'aroh Murosyahah.
Adalah : Majaz yang disebutkan Mulaim (lafadz yang berkaitan) dengan Musyabbah bih.
‫جِت‬ ِ ‫أولَئِك‬  
Contoh :  ‫ارتُ ُه ْم‬
ََ ْ َ ‫الضالَلَةَ بِاهلَُدى فَ َما َرحِب‬
‫ت‬ َّ ‫الذيْ َن ا ْشَتَر ُوا‬ َ
Dan Mereka adalah orang yang mengganti kesesatan dengan petunjuk. maka perdagangan
mereka tidak  akan mendapat keuntungan (surat Al-baqoroh : 16).

Lafadz  ‫اإلشرتاء‬  digunakan untuk arti ‫اإلستبدال‬ (mengganti)


Ijro'nya : Mengganti perkara hak (hidayah) dengan perkara Bathil (kesesatan) dan lebih memilih
kesesatan, itu diserupakan dengan Lafadz  ‫اإلشرتاء‬  yaitu membeli /mengganti harta dengan harta
lain. dengan wajah syabah : meninggalkan perkara yang dibenci (tidak dibutuhkan) dan
mengganti perkara yang disenangi.
Lalu Lafadz  ‫اإلش رتاء‬  digunakan untuk arti musyyabah (Mengganti perkara). Qorinahnya adalah
mustahilnnya diartikan membeli kesesatan dengan petunjuk.
Dan menyebutkan lafadz ‫الربح‬ (keuntungan) dan lafadz ‫التجارة‬ (berdagang) yang  merupakan lafadz
yang menyesuaikan dengan  kata  ‫اإلشرتاء‬ (membeli) disebut sebagai Tarsyih .

2.      Isti'aroh Mujarodah.
Adalah : Majaz yang disebutkan lafadz yang berekaitan dengan Musyabbah.
ِ ‫واخلو‬
Contoh : ‫ف‬ ‫اس اجلُْو ِع‬ ِ
َْ َ َ‫فَأ َذاقَها اهللُ لب‬          
"maka Allah mencicipkan mereka dengan pakaian kelaparan dan ketakutan".(S. An-Nahl :112)
Lafadz ‫اللب اس‬ digunakan untuk arti sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari
bahaya.

Ijro'nya : Kata " sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari bahaya" itu
diserupakan dengan kata : "Pakaian"  dengan wajah syabah : sama-sama tercakup dalam
sesuatu. Kata pakaian terdapat pada Orang yang memakai, sedangkan Lapar dan takut terdapat
pada orang yang merasakannya.
Menyebut Lafadz ‫اإلذاقة‬   disebut Tajrid pada Istiaroh Tasyrihiyyah. karena yang dikehendaki
adalah : ‫اإلصابة‬  (menimpakan).
Lafadz ‫اإلذاقة‬   merupakan lafadz yang menyesuaikan dengan Musyabbah yaitu : kelaparan dan
pucat.

3.      Isti'aroh Muthlaqoh.
Adalah : Majaz yang tidak disebutkan Mula'im (lafadz yang berkaitan) pada salah satu dari
musyabbah atau Musyabbah bih.
ِ
Contoh : ‫اهلل‬ ‫ض ْو َن َع ْه َد‬
ُ ‫ َيْن ُق‬    
"Mereka (orang-orang kafir) telah membatalkan janji Allah ".
(S. Ar-Ro'du:25)
Ijro'nya : Kata " (‫إبط ال العهد‬   )  Membatalkan Janji " itu diserupakan dengan kata : "( ‫ف ك طاق ات‬
‫احلبل‬  )  merusak Ikatan tali "  dengan wajah syabah : sama-sama tidak memberi manfaat. Lalu
kata yang menunjukkan Arti Musyabbah bih (merusak Ikatan tali) yaitu: (‫النقض‬ )  digunakan
untuk Arti Musyabbah yaitu : membatalkan janji.

Catatan : Tidak bisa dikategorikan sebagai Tarsyih dan Tajrid kecuali setelah sempurnanya


Majaz isti'aroh dengan adanya Qorinah.

MAJAZ MURSAL

Majas Mursal adalah : Majaz yang hubungan ma'nanya tidak ada keserupaan.


Alaqoh dalam Majaz mursal ada 8 perkara yaitu :
1.      Sababiyah (Sebab).
Contoh :  ‫ي‬ ِِ ٍ ُ‫ت ي ُد ف‬
ْ ‫عْند‬ ‫الن‬ َ ْ ‫ َعظُ َم‬       
"Tangan Si Fulan besar Disisiku ".(Ni'mat yang sebab mendapatkannya dengan tangan)
Mengucapkan kata Tangan dengan arti Ni'mat dikatakan sebagai Majaz Mursal
dariMengucapkan penyebab  dengan menghendaki arti akibatnya {‫}إطالق السبب على أرادة املسبب‬
2.      Musabbabiyyah (akibat)
Contoh : ‫نَبَاتًا‬
ُ‫الس َماء‬
َّ ‫ت‬ْ ‫أ َْمطََر‬ 
"Langit itu memberi curah hujan" (hujan yang mengakibatkan timbulnya tanaman)
Mengucapkan kata ‫ َنبَاتًا‬  (Tanaman) dengan arti Hujan dikatakan sebagai Majaz Mursal
dariMengucapkan Akibat dengan menghendaki arti penyebabnya  {‫}إطالق املسبب على أرادة السبب‬

3.      Juz'iyyah (Sebagian)
‫أح َو ِال‬ ِ ِ
Contoh : ‫الع ُد ِّو‬
َ ْ ‫ت العُُي ْو َن لتَطَّل َع َعلَى‬
ُ ‫ ْأر َس ْل‬           
"Saya mengutus Intel, supaya mengawasi gerak-gerik musuh"
Mengucapkan kata ‫العُُي ْو َن‬  (beberapa mata) dengan arti Intel (mata-mata) dikatakan sebagai
Majaz Mursal dari Mengucapkan sebagian dengan menghendaki arti keseluruhan {‫إطالق اجلزء على‬
‫الكل‬
ّ ‫}أرادة‬
Karena Mata merupakan bagian dari Seseorang.

4.      Kulliyah (Keseluruhan)
Contoh : ‫آذاهِنِ ْم‬ ِ َ ‫وجَيْ َعلُو َن أ‬   
ْ ‫َصاب َع ُه ْم يِف‬ ْ َ
"Mereka menjadikan jari-jari mereka (ujung jari) pada telinganya "
Mengucapkan kata ‫األصابع‬   (Jari tangan) dengan arti ‫األنامل‬   (Ujung jari) dikatakan sebagai Majaz
Mursal dari Mengucapkan keseluruhan dengan menghendaki artisebgian  {‫إطالق الك ل على أرادة‬
‫}اجلزء‬
Karena Ujung jari merupakan bagian dari Jari.

5.      Memandang Asalnya (pada masa sebelumnya).


ِِ
Contoh :  ‫ َوآتُوا اليَتَ َامى أمواهلُ ْم أي البَالغنْي‬          
"Dan berikanlah kepada Anak- anak yatim (Orang Baligh) atas beberapa hartanya"
Mengucapkan kata ‫اليتامى‬   (Anak-anak yatim) dengan arti ‫البالغني‬   (Orang Baligh) dikatakan
sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan Sifat sebelumnya dengan menghendaki arti Sifat yang
sedang terjadi  {‫}إطالق إطالق ما كان على أرادة ما يكون‬
6.      Memandang sesuatu yang akan terjadi.
Contoh : ‫ِعنبًا‬ ‫إيِّنْ أرايِن ْ أعصر مخرا أي‬ 
"Saya meyakini  bahwa saya sedang memeras arak (anggur)."
Mengucapkan kata ‫مخر‬   (arak) dengan arti ‫عنب‬ (Anggur) dikatakan sebagai Majaz Mursal
dariMengucapkan bentuk yang akan terjadi dengan menghendaki arti bentuk  sebelumnya
{‫}إطالق ما يكون على أرادة ما كان‬
7.      Mahalliyah (tempat)
Contoh : ُ‫أهلُه‬
‫س ذالك أي‬ ِ
ْ ُ ‫ َقَّر َر املَ ْجل‬   
"Majlis (Ahli Majlis) itu telah menetapkan keputusan"
Mengucapkan kata ‫اجمللس‬   (Majlis) dengan arti ‫اه ل اجمللس‬   (Ahli Majlis) dikatakan sebagai Majaz
Mursal dari Mengucapkan tempat dengan menghendaki arti Orang yang menempati
{‫احلال فيه‬
ّ ‫}إطالق املكان على أرادة‬
8.      Perkara yang menempati / Keadaan (Halliyah).
Contoh : ‫جنته‬ ‫اهلل ُه ْم فِْي َها َخالِ ُد ْون أي‬
ِ ‫فَِفي رمْح ِة‬          
َ َ
"Dan dalam Rohmat Allah (Syurga-Nya), mereka kekal didalamnya"
ِ
Mengucapkan kata ‫اهلل‬ ‫ َرمْح َِة‬   (Rohmat Allah) dengan arti ‫جنته‬  (Surga Allah) dikatakan sebagai
Majaz Mursal dari Mengucapkan Perkara yang menempati dengan menghendaki arti Tempat.
{‫احملل‬
ّ ‫احلال على أرادة‬
ّ ‫}إطالق‬
MAJAZ MUROKKAB
Majaz Murokkab
adalah Lafadz yang tersusun, yang digunakan bukan pada arti aslinya, dengan disebabkan
adanya hubungan makna dengan tidak adanya penyerupaan.
Seperti Jumlah Khobariyyah digunakan sebagai jumlah Insya' dalam ucapan Penyair :
َ‫ب َو ُجثْ َمايِن ْ مِب َ َّكة‬ ِ ِ ‫ب اليمانِ م‬
Contoh : ‫ق‬
ُ َ‫ُم ْوث‬ ْ ُ َ ‫الر ْك ِ َ َ نْي‬
ٌ ‫ َجنْي‬    ‫صع ُد‬ َّ ‫َه َوايَا َم َع‬
"Kekasihku beserta Rombongan Orang yaman itu menjauh. Dan Ragaku di Makkah itu terikat ".

Tujuan pada bait ini bukanlah menceritakan, tetapi memperlihatkan kesusahan dan
kesengsaraan.

Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kelemahan:


ِ
‫العثَ َار‬
َ ‫ف َعيِّن ْ يَا َم ْن يَقْي ُل‬ ْ َ‫ف‬     ‫اصتِبَ ًارا‬
ُ ‫اع‬
ِ َ‫ب إيِّن ال‬
ْ ‫أستَطْي ُع‬
ْ ْ ِّ ‫َر‬
"Wahai Tuhanku, aku tidak mampu bersabar, maka ampunilah aku wahai Dzat yang
mengampuni kesalahan".

Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kebahagiaan :


ِِ ِ ِ‫ُكت‬
َ ‫ب إمْس ْي َبنْي َ النَّاجحنْي‬
َ
"Namaku telah tertulis diantara orang-orang sukses".

Begitu juga Jumlah Isya’ yang digunakan untuk makna jumlah khobar, Contoh Sabda Nabi SAW :
‫ َم ْع َع َدهُ ِم َن النَّا ِر‬ ْ‫ َف ْليَتََب َّوأ‬ ‫ب َعلَ َّي‬
َ ‫َم ْن َك َّذ‬
“Barang siapa yang mendustakan aku, maka hendaklah ia menempati tempatnya dari neraka”.
Karena ْ‫ َفْليَتََب َّوأ‬  yang dkehendaki adalah lafadz ُ‫َيتََب َّوأ‬

Apabila Hubungan maknanya ada keserupaan, maka dikatakan sebagai Majaz Isti'aroh


Tamtsiliyyah.
Seperti yang diucapkan kepada orang yang ragu-ragu terhadap suatu perkara.
Contoh : ‫ُخرى‬ ِ ُ ‫إِيِّن أَر َاك ُت َقد‬
ْ‫أ‬ َ ‫ِّم ر ْجالً َوتـَُؤ ِّخُر‬ َ ْ
"Saya melihatmu mendahulukan kaki yang satu sekali  dan mengakhirkan kaki yang lain
sekali".

Ijro'nya : Ilustrasi keraguan terhadap suatu perkara itu diserupakan dengan orang yang


berdiri, lalu ingin pergi. pada satu kesempatan Ia ingin pergi dengan mendahulukan kaki yang
satu. dan pada kesempatan lain ia mengakhirkan kaki yang lain.
Lalu menggunakan lafadz Musyabbah bih (‫ُخرى‬ ِ ُ ‫ ) ُت َقد‬untuk arti musyabbah
ْ‫أ‬ َ ‫ِّم ر ْجالً َوتـَُؤ ِّخُر‬
(Keraguan).

MAJAZ AQLI
Majaz Aqli
Adalah : Mengisnadkan Lafadz Fi'il atau yang bermakna fi'il pada selain Lafadz yang menjadi
Ma'mulnya menurut keinginan Mutakalim secara Dhohir karena adanya hubungan makna.
Seperti ucapan penyair :
‫الع ِش ِّي‬ ِ ِ َّ ‫َشاب‬
َ ‫ َـر َكُّر الغَ َداة َو َمُّر‬    ‫الصغْيَر َوأَْفىَن ال َكبِْيـ‬ َ َ‫أ‬
"Berjalannya siang dan malam telah membuat Anak kecil menjadi tua, dan  Orang tua menjadi
mati".

Mengisnadkan kata Tua (beruban) dan Mati pada Kata "Berjalannya siang dan


malam" merupakan Isnad pada selain Ma'mulnya. Karena  Dzat yang menjadikan tua (beruban)
dan Dzat yang menjadikan mati secara hakikatnya adalah Allah SWT.

Dan termasuk Majaz Aqli yaitu


a.      Mengisnadkan Lafadz Mabni Ma'lum kepada maf'ulnya.
ِ ‫ِعي َشةٌ ر‬
Contoh :   ٌ‫اضيَة‬ َ ْ
"Kehidupan yang diridhoi".
ِ ‫ "ر‬yang merupakan Lafadz mabni ma'lum, di isnadkan pada Dhomir yang kembali
kata " ٌ‫اضيَة‬ َ
َ ‫ " ِعْي‬dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ‫إيَّ َها‬
pada lafadz " ٌ‫شة‬ ِ ‫اض ص‬
‫احُب َها‬ ِ
َ ٍ ‫عْي َشةٌ َر‬ (Kehidupan
yang Pemiliknya meridhoinya).

b.      Mengisnadkan Lafadz Mabni Majhul kepada Failnya.


Contoh :
‫ َسْي ٌل ُم ْف َع ٌم‬   = "Banjir yang diluapkan".
kata "‫ " ُم ْف َع ٌم‬yang merupakan Lafadz mabni Majhul, di isnadkan pada Dhomir yang kembali pada
lafadz "‫س ْيل‬ ِ ِ
ٌ َ "  dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ‫ي‬
َ ‫س ْي ٌل ُم ْفع ٌم ال َواد‬ 
َ   (Banjir yang memenuhi
lembah).

c.       Mengisnadkan kepada Masdhar.


Contoh :
ِ
ُ‫ َج َّد جدُّه‬   = "Kesemangatannya itu sunguh-sungguh".
kata "‫ج َّد‬
َ  " di isnadkan pada Masdhar (maf'ul Muthlaq ) dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ‫َج َّد‬
‫ص ِجدًّا‬
ٌ ‫ش ْخ‬ 
َ   (Orang itu sunguh bersemangat).
d.      Mengisnadkan kepada Isim Zaman.
Contoh :
‫صائِ ٌم‬
َ ُ‫ َن َه ُاره‬   = "Waktu siangnya itu berpuasa".
kata "‫ص ائِ ٌم‬ ِ ‫هو‬
َ  " di isnadkan pada Isim Zaman dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ‫ص ائ ٌم‬
َ َُ
ُ‫ َن َه َاره‬   (Dia berpuasa di siang harinya.)
e.      Mengisnadkan kepada Isim Makan.
Contoh :
‫ َن ْهٌر َجا ٍر‬   = "Sungai itu mengalir".
kata "‫ج ا ٍر‬ makan dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ‫َّه ِر‬
ْ ‫الن‬
َ  " di isnadkan pada Isim ُ‫َم اء‬
‫جا ٍر‬ 
َ   (Air bengawan itu mengalir.)
f.        Mengisnadkan kepada Sebab.
Contoh :
َ‫األمْيُر امل ِد ْينَة‬
ِ ‫ب‬   = "Gubernur itu membangun Kota".
‫َىَن‬
َ
ِ ‫مال بس‬
kata "  ‫ َبىَن‬ " diisnadkan pada Sebab,dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya:   ‫بب أمر‬
َ ُ ُ‫َبىَن الع‬
َ‫األمرْيِ امل ِد ْينَة‬
ِ  
َ
(Para pegawai membangun kota sebab perintah Gubernur.)

Dari keterangan tersebut, Bisa disimpulkan bahwa Majaz Lughowi terjadi pada Lafadz yang
digunakan pada selain arti aslinya, sedangkan Majaz Aqli terjadi dengan adanya mengisnadkan
pada selain ma'mul aslinya.

KINAYAH

Kinayah
adalah : Lafadz yang dikehendaki kelaziman makna aslinya, serta bisa diartikan dengan makna
yang lain.
Contoh :
‫َّج ِاد‬
َ ‫طَ ِويْ ُل الن‬   = "Panjang Sarung pedangnya"
maksudnya adalah Dia itu Panjang postur tubuhnya.
ِ ‫طَ ِوي ل النَّج‬ adalah bisa diartikan dengan Makna hakiki (Panjang
Yang dikehendaki dari lafadz  ‫اد‬ َ ُْ
Sarung pedangnya) dan Makna Lain (Panjang postur tubuhnya), karena tidak adanya Qorinah
yang mencegah untuk mengartikan pada makna Hakiki, berbeda dengan Majaz. karena pada
Majaz itu tidak boleh diartikan dengan Makna asli beserta Makna majaz, karena tujuan yang
diharapkan adalah makna Majaz saja dengan adanya Qorinah yang mencegah mengartikan
pada makna Asli.
Dan inilah perbedaan antara Kinayah dan Majaz.

Kinayah, dengan memandang Makni alaih ( Lafadz yang digunakan sebagai kinayah) terbagi
menjadi 3 macam :
1.      Kinayah yang Makni alaihnya berupa isim sifat.
Contoh :

Seperti Ucapan Khonsya' (memuji saudaranya yang bernama Sokhr):


ِ َّ ‫ َكثِير‬     ‫طَ ِويل النَّج ِاد رفِيع العِم ِاد‬
‫الر َماد إذَا َما َشىَت‬ ُْ َ ُْ َ َ ُْ
"Dia(Saudara Laki-lakinya) itu Panjang sarung pedangnya, Luhur tiangnya, Banyak debunya
ketika Ia bersedekah"

Ia menghendaki bahwa Saudaranya itu postur tubuhnya Tinggi, Seorang Tuan, Yang Dermawan.
Tinggi sarung pedangnya diartikan sebagai : "Tinggi postur tubuhnya"
Luhur Tiangnya diartikan sebagai : "Seorang Tuan (Sayyid)"
dari keduanya digunakan sebagai kinayah yang dekat dengan makna aslinya.
Banyak debunya diartikan sebagai : "Dermawan"
Kata ini digunakan sebagai kinayah yang Jauh dari makna aslinya, karena : Banyak debunya
berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya, banyak makanannya
berarti banyak Orang yang memakannya, banyak Orang yang memakannya berarti Banyak
tamunya, Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).

2.      Kinayah yang Makni alaihnya berupa Nisbat.


Contoh :
‫ت ِر َدائِِه‬ ِ
َ ْ‫املَ ْج ُد َبنْي َ ثَ ْو َبْيه وال َكَر ُم حَت‬ 
"Kemulyaan itu diantara Dua bajunya, Kedermawanan itu dibawah selendangnya"
Pada contoh tersebut, Tetapnya kemulyaan dan kederwanan seseorang itu dijadikan kinayah
dengan kata-kata diatas karena Wujudnya dua sifat tersebut tidak telepas dari Orang yang
disifati,  dan tidak ada Orang yang disifati kecuali Orang yang memiliki dua pakaian dan
selendang itu.
Maka dari itu Contoh diatas memberikan faidah Nisbat tetapnya sifat kemulyaan dan
kedermawanan pada Orang yang disifati sebagaimana Tetapnya Dua pakaian dan selendang
pada Pemiliknya.

3.      Kinayah yang Makni alaihnya tidak berupa Sifat dan Nisbat.


Contoh : Seperti Ucapan Penyair :
ِ َ‫َضغ‬
‫ان‬ ِ َّ‫والط‬    ‫الضَّا ِربِ بِ ُك ِّل اَبيض خُمْ ِدم‬
ْ ‫اعنِنْي َ جَمَ ِام َع األ‬ َ ٌ َ َْ َ ‫نْي‬
"(Saya memuji) Orang-orang yang memukul dengan setiap pedang putih mengkilat
yangTajam , dan Orang-orang yang menusuk dengan tombaknya di Beberapa tempat
kumpulnya sifat kebencian".
Penyair membuat kinayah dengan kata " Tempat berkumpulnya sifat  kebencian" yang
berartiHati.  Seolah-olah ia mengatakan  : "dan Orang-orang yang menusuk hati lawan" karena
menghilangkan nyawa dengan cepat.
Kata " Hati" itu bukan merupakan sifat dan Nisbat, tetapi Kata yang disifati.

Pada Kinayah, Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Banyak, maka
Disebut Talwikh.
Seperti Contoh diatas : Banyak debunya berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti
banyak makanannya, banyak makanannya berarti banyak Orang yang memakannya, banyak
Orang yang memakannya berarti Banyak tamunya, Banyak tamunya berarti banyak
sedekahnya (Dermawan).

Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit dan Masih samar,
maka Disebut Ar-Romzu.
Contoh :
‫ ُهو مَسِ نْيٌ ِر ْخ ٌو‬   = "Dia itu orang yang gendut yang Lembek"
Maksudnya adalah Dia itu Orang yang Bodoh dan Idiot.
Arti kinayah ini penguhubungnya yaitu : Gemuk dan lembek berarti Lebar Tengkuknya (Jithok:
Jawa), dan Lebar tengkuknya berarti Bodoh dan Idiot.
Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit atau memang tidak
ada dan Jelas, maka Disebut Ima' dan Isyaroh.
Contoh Penghubungnya sedikit dan jelas :
‫ـتح َّو ِل‬ ِ
َ َ‫يِف ْ آل طَْل َحةَ مُثَّ مَلْ ي‬    ُ‫ت املَ ْج َد أَلْ َقى َر ْحلَه‬
َ ْ‫َأو َما َرأَي‬
"Apakah Engkau tidak melihat kemulyaan yang menempati rumahnya pada keluarga Tholhah,
lalu kemulyaan itu tidak berpindah (dari mereka)"

Penjelasan :
Pada bait tersebut dibuat kinayah tentang keberadaan mereka itu mulia, dengan satu
penghubung serta jelas.
Karena bertempatnya kemuliaan ditumahnya serta tidak berpindah itu merupakan makna
majazi, dengan menyerupakan “kemuliaan” dengan “seorang laki-laki yang mulia yang memiliki
tempat yang ia khususkan bagi seseorang yang ia kehendaki” dengan wajah syabah sama –
sama adanya rasa senang bertemu.
Lalu Lafadz musyabbah bih digunakan untuk musyabbah, lalu musyabbah bih dibuah dan
ditunjukkan sesuatu kelazimannya yaitu menempati rumah, dengan menjadikan majaz
Tahyiliyah.
Penghubung makna kinayahnya adalah : Kemulyaan yang diserupakan dengan seseorang yang
memiliki rumah merupakan sifat yang sudah pasti adanya orang yang disifati dan tempat, dan
perantara inilah dikatakan jelas.
Contoh yang tidak adanya Penghubungnya tapi jelas :
ُ ْ‫ َع ِري‬         = "Lebar tengkuknya (Jithok : Jawa)"
‫ض ال َق َفا‬
Kinayah untuk arti Bodoh, karena lebar tengkuknya sudah jelas menunjukkan arti bodoh
menurut adat.

Disini ada jenis dari kinayah yang  dituju pemahamannya pada runtutan kalam (siyaqul Kalam),
yang disebut : Ta'ridh, yaitu : mengarahkan kalam pada satu sisi makna.
Seperti Ucapanmu terhadap Orang membuat dhoror pada Manusia.
ِ ‫َخْيُر الن‬
‫َّاس َم ْن َيْن َفعُ ُه ْم‬
"Sebaik-baiknya manusia adalah Orang yang memberikan kemanfaatan Terhadap Mereka."

ILMU BADI'

Ilmu Badi'
adalah : ilmu untuk mengetahui metode memperindah kalam yang sesuai dengan tuntutan
keadaan.
Aspek ini, jika terarah pada membuat indahnya makna disebut dengan : Muhassinat Al-
Ma'nawiyyah.
Jika terarah pada membuat indahnya Lafadz disebut dengan : Muhassinat Al-Lafdziyah.

Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.

1.      Tauriyyah; yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai arti dua yaitu Makna Dekat yang
langsung dipaham dari kalam (karena seringnya digunakan) dan Ma'na Jauh, sebagai Arti yang
diharapkan, dengan adanya faidah sebab ada Qorinah yang masih samar.

Seperti pada Firman Allah :


ِ
َ ‫َو ُه َو الَّذ ْي َيَت َوفَّا ُك ْم بِالَّْي ِل َو َي ْعلَ ُم َما َجَر ْحتُ ْم بِالن‬
‫َّها ِر‬
"Dan Allah Dzat yang mengambil ruh kalian dimalam hari (ketika tidur) dan mengetahui dosa
yang kalian kerjakan di siang hari ."
(S. Al-An’am :60)
Dengan menghendaki pada Lafadz ‫حتُ ْم‬
ْ ‫ َج ر‬ dengan makna jauhnya adalah : mengerjakan dosa.
َ
dan makna dekatnya adalah : melukai , tetapi makna ini tidak dikehendaki, karena adanya
Qorinah Firman Allah pada akhir ayat yang berbunyi : ‫تعلمون‬ ‫كم مبا كنتم‬
ْ ُ‫مُثَّ يُنَبِّئ‬.
Dan seperti ucapan Penyair :
‫البَرايَا َعبِْي ُد‬
َ ُ‫لَه‬    ‫يَا َسيِّ ًدا َح َاز لُطْ ًفا‬
‫اك فِْينَا يَِزيْ ُد‬
َ ‫ َج َف‬   ‫ت احلُ َسنْي ُ َولَ ِك ْن‬
َ ْ‫أَن‬
Wahai Tuan yang memperoleh Kasih sayang, yang semua Makhluq tunduk padanya. Engkau
adalah Sayid Husain (bin Ali bin Abi Tholib), tetapi kesengsaraanmu pada kami bertambah"
Arti qorib lafadz ‫يَِزيْ ُد‬ adalah : Nama orang,(yazid bin Muawiyah bin Abu sufyan) karena
dengan menyebut Nama Husain itu menetapkan bahwa Yazid sebagai Nama, tetapi
Makna ini tidak dikehendaki.
Arti Ba'id yang dikehendaki Penyair dari lafadz ‫يَِزيْ ُد‬ adalah : Fi'il Mudhori' dari lafadz   " ‫اد‬
َ ‫َز‬ " yang
bermakna : “bertambah”

2.      At-Thibaq; ialah Mengumpulkan antara dua arti yang berlawanan.


At-Thibaq ada 2 yaitu : At-Thibaq Ijab dan At-Thibaq salby.
At-Thibaq Ijab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang tidak berbeda dalam hal ijab dan
salab.
Contoh pada Firman Allah:
‫َوحَتْ َسُب ُه ْم أ َْي َقاظًا َو ُه ْم ُر ُق ْو ٌد‬
Dan engkau menyangka bahwa mereka itu terjaga, padahal mereka itu tidur.(Surat Al-Kahfi :
18)
Lafadz ‫ ُر ُق ْو ٌد‬ (tidur) dikatakan Tibaqul Ijab, karena ‫ي ْقظَة‬ (terjaga) itu mengetahui dengan panca
indra, sedangkan tidur sebaliknya. dan diantara keduanya saling  berlawanan.
At-Thibaq Salab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang berbeda dalam hal ijab dan salab,
seperti mengumpulkan dua kalimah fi’il dari satu masdhar, lafadz yang satu dibuat musbat
(tanpa nafi), sedangkan yang kedua dibuat manfi (dengan nafi).
Contoh pada Foirman Allah :
ِ َ‫ يعلَمو َن ظ‬،‫َّاس الَ يعلَمو َن‬
ُّ ‫اهًرا ِم َن احلَيَ ِاة‬ ِ
‫الد ْنيَا‬ ْ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ ِ ‫َولَك َّن أَ ْكَثَر الن‬
Tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahui (sesuatu yang disediakan bagi mereka
diakhirot), mereka mengetahui perkara yang jelas dari kehidupan dunia.(Surat Ar-Rum : 6-7)
Mengumpulkan Lafadz ‫ْو َن‬ ‫ َي ْعلَ ُم‬ (mengetahui) dan Lafadz ‫ال َي ْعلَ ُم ْو َن‬ (tidak mengetahui)
dikatakanTibaqul Salbi, karena lafadz ‫ال َي ْعلَ ُم ْو َن‬ (tidak mengetahui) itu manfi, sedangkan Lafadz َ‫ي‬
‫( ْعلَ ُم ْو َن‬mengetahui) itu mutsbat.

3.      Muqobalah; yaitu : Mendatangkan dengan dua makna atau lebih lalu mendatangkan dengan
kata yang berlawanan ma'na tersebut secara urut.
Contoh pada Firman Allah :
‫ض َح ُك ْوا قَلِْيالً َوليَْب ُك ْوا َكثِْيًرا‬
ْ َ‫َفْلي‬
Maka sebaiknya mereka sebaiknya tertawa dengan sedikit dan menangis dengan banyak (Surat
Al-Baqoroh : 83).
Pada ayat tersebut, Lafadz ‫الض حك‬ (tertawa) berlawanan dengan kata ‫البك اء‬ (menangis) dan
Lafadz ‫القليل‬ (sedikit) berlawanan dengan kata ‫الكثري‬ (banyak).

4.      Menjaga Perbandingan  yaitu Mengumpulakan suatu perkara, dan lafadz yang sesuai


dengannya bukan kata yang berlawanan.
Contoh :
‫ط‬ ِ ‫رطْب يصافِحه الن‬   ‫ك الغُصو ِن َكلُ ْؤلُؤ‬
ُ ‫َّسْي ُم َفيَ ْس ُق‬ ِ ‫والطّ ُّل يِف ِس ْل‬
ُُ َ ُ ٌ َ ُْ ْ َ
ِ ِ
ُ ‫ب َوالغَ َم ُام يَُن ِّق‬
‫ط‬ ُ ً‫الريْ ُح تَكْت‬
ِّ ‫ َو‬    ٌ‫صحْي َفة‬َ ‫َوالطَّْيُر َي ْقَرأُ َوالغَد ْيُر‬
hujan gerimis pada cabang pepohonan itu bagai Mutiara yang basah yang ditiup oleh semilirnya
angin lalu jatuh ke tanah.
Burung sedang membaca (berkicau), dan Genangan air itu bagai kertas, dan angin sedang
menulis  , dan Mendung membuat titik.

Pada Bait pertama terkumpul lafadz ‫الطل‬


ّ ،‫ الغصون‬،‫النسيم‬ , kesemuanya merupakan lafadz yang saling
berhubungan.

Begitu juga Pada Bait kedua terkumpul lafadz ‫ الغمام‬،‫ الريح‬،‫ الغدير‬،‫الطري‬, kesemuanya juga merupakan
lafadz yang saling berhubungan.
dan juga lafadz ‫ النقط‬،‫ الكتابة‬،‫ الصحيفة‬،‫القراءة‬, kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling
berhubungan.

5.      Istikhdam, yaitu : Menyebut lafadz dengan suatu ma'na dan mengembalikan dhomirnya
dengan ma'na yang lain, atau mengembalikan dua Dhomir dengan yang dikehendaki dhomir
kedua selain yang diharapkan pada Dhomir yang pertama.
Contoh Pertama:
ِ
ُ‫ص ْمه‬ ْ ‫فَ َم ْن َش ِه َد مْن ُك ُم الش‬
ُ َ‫َّهَر َف ْلي‬
Barang siapa diantara kalian menemui bukan (hilal Romadhon) maka haruslah berpuasa (pada
bulan itu).
Lafadz ‫الشهر‬ memiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti Majaz (hilal). Pada ayat tersebut
Lafadz ‫الشهر‬ diartikan dengan makna majazi (hilal), lalu dhomir pada ُ‫ص ْمه‬
ُ َ‫ َفْلي‬ itu di kembalikan pada
Lafadz ‫الشهر‬ yang diartikan dengan makna hakiki (bulan).

Contoh kedua :
‫ضلُ ْو ِع ْي‬ ِ‫حِن‬ ِ ِِ َّ ‫فَس َقى الغَضا و‬
ُ ‫ َشُّب ْوهُ َبنْي َ َج َوا ْي َو‬   ‫الساكنْيه َوإِ ْن مُهُْو‬ َ َ َ
Maka Allah menyirami Pohon Godho dan orang-orang yang menempatinya (Tempat yang
ditumbuhi pohon Godho), walaupun mereka menyalakannya (Api) diantara tulang dadaku
(hati) dan tulang punggungku.

Lafadz ‫الغضا‬ memiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon) dan arti Majaz Mursal (tempat) dan
arti majaz isti'aroh (Api).
 Pada syair tersebut Lafadz ‫الغضا‬ diartikan dengan makna hakiki (pohon), lalu dhomir
pada ‫الس اكنيه‬ itu di kembalikan pada Lafadz ‫الغضا‬ yang diartikan dengan makna majaz mursal
(tempat) dan dhomir pada ‫شبّوه‬ itu di kembalikan pada Lafadz ‫الغضا‬ yang diartikan dengan makna
majaz Istia'roh (Api) .

6.      Al-Jam'u; yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih pada satu hukum. Seperti Ucapan
Penyair :
َّ ‫ َم ْف َس َدةٌ لِْل َم ْر ِء أ‬   ‫ده‬
‫َي َم ْف َس َد ْة‬ ِ َ ‫إِ َّن الشَّباب وال َفرا‬
ْ ‫غ َواجل‬ َ َ َ َ
Sesungguhnya sifat muda, pengangguran, merasa cukup itu penyebab berbagai kerusakan
pada seseorang.
Penyair mengumpulkan sifat-sifat tersebut dalam satu hukum.

7.      Tafriq; yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama dari satu jenis. Contoh pada ucapan
Penyair (wathwath):
‫األمرْيِ َي ْو َم َس َخ ٍاء‬
ِ ‫ َكَنو ِال‬  ‫نوال الغَم ِام وقْت ربِي ٍع‬
َ ْ َ َ َ َ ُ ‫َما‬
Tiada pemberian hujan pada musim semi itu seperti pemberian Pemerintah pada waktu
makmur.

Penyair membedakan antara dua bentuk pemberian, padahal pemberian itu merupakan satu
jenis yang sama.

8.      Taqsim; (mengklasifikasikan)
Pada Taqsim itu adakalanya Menyempurnakan klasifikasi suatu perkara
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara Qois
dan Dzibyan :
‫ َولَ ِكنَّيِن ْ َع ْن ِع ْل ِم َما يِف ْ َغ ٍد َع ِم ْي‬    ُ‫س َقْبلَه‬
ِ ‫األم‬ ِ ‫وأَعلَم ِع ْلم‬
ْ ‫الي ْوم َو‬
َ َ ُْ َ
“Dan Saya mengetahui pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini, dan Tetapi saya
tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"

Pada syair ini terkandung bahwa ilmu itu terbagi menjadi Ilmu hari ini, ilmu hari kemarin dan
ilmu hari yang akan datang.
Inilah yang dikatakan Taqsim yang menyempurnakan pembagiannya.

dan adakalanya menyebutkan dua perkara atau lebih dan kembali pada masing-masing perkara
itu dengan menjelaskan.
Seperti ucapan Al-Multamis Jarir bin Abdul Masih :
ِ ِ ِِ ٍ َ ‫َوالَ يُِقْيم َعلَى‬
َ ‫إالَّ األَذَالَّن َعْيُر احلَ ِّي َو‬   ‫ضْيم يَُر ُاد به‬
‫الوتَ ُد‬ ُ
‫َح ُد‬ ِ ِِ ِ ِ
َ ‫ َوذَا يُ َش ُّج فَالَ َي ْرث ْي لَهُ أ‬   ‫َه َذا َعلَى اخلَ ْسف َم ْربُ ْو ٌط بُر َّمته‬
Tidak akan bermukim pada kedholiman yang diarah padanya kecuali Dua Makhluk yang Hina
yaitu Keledai perumahan dan pasak.
Ini (keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan yang ini (pasak) ditancapkan, lalu
tiada satu orangpun yang menyayanginya.

Penyair menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali dengan menyatakan sesuatu yang
berhubungan pada kata yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu pada kata yang kedua yaitu
“ditancapkan”.

dan adakalanya menyebutkan keadaan sesuatu dengan menyandarkan kata yang sesuai pada
masing-masing perkara tersebut.
Seperti Abu Toyyib Al-Mutanabbi :
‫ َكأَن َُّه ُم ِم ْن طُْو ِل َما إلتَثَ ُموا ُم ْر ُد‬   ‫ِّي بِال َقنَا َو َم َشايِ ِخ‬
ْ ‫ب َحق‬ ُ ُ‫سأطْل‬
‫ َكثِْيٌر إِ َذا َشد ُّْوا قَلِْي ٌل إ َذا عُد ُّْوا‬   ‫اف إِ َذا ُدعُ ْوا‬
ٌ ‫ال إ َذا لََق ْوا ِخ َف‬
ٌ ‫ثَِق‬
Saya akan mencari hakku dengan tombak dan para lelaki dewasa., karena lamanya memakai
cadar (ketika perang) Seolah-olah Mereka itu para Pemuda, yang terlihat Berat (dihadapan
Musuh) ketika berperang, yang cepat tanggap ketika diajak, yang banyak ketika menyerang,
yang sedikit ketika dihitung.

9.      Mungukuhkan pujian dengan sesuatu yang menyerupai penghinaan.


Hal ini terbagi menjadi 2 macam :
a. Mengecualikan Sifat Pujian dari sifat penghinaan yang meniadakan dengan
cara mengira-ngirakan masuknya pujian itu pada penghinaan.
Seperti Ucapan Ziyad bin Muawiyah Adz-Dzabiyani:
ِ ‫هِبِ َّن ُفلُ ْو ٌل ِم ْن قَِر‬   ‫أن ُسيُو َف ُه ْم‬
ِ ِ‫اع ال َكتَائ‬
‫ب‬ َّ ‫ب فِْي ِه ْم َغْيَر‬
َ ‫َوالَ َعْي‬
Tiada cela pada Mereka kecuali retaknya pedang dari menyerang pasukan Musuh.

b. Menetapkan Sifat pujian terhadap suatu perkara, dan didatangkan sifat pujian
lain setelahnya dengan kata pengecualian yang menyandinginya.
Seperti Ucapan Penyair :
‫ َج َو ٌاد فَ َما يُْب ِق ْي َعلَى امل ِال بَاقِيًا‬    ُ‫َوصافُهُ َغْيَر أَنَّه‬
َ ‫تأ‬ْ َ‫َفىًت َك ُمل‬
َ
Dia itu Pemuda yang sempurna sifatnya melainkan ia seorang Dermawan, lalu ia tiada
menyisakan sisa dari hartanya.

10.  Bagusnya alasan; yaitu : Menggunakan suatu alasan yang bukan sebenarnya, yang terdapat
perkara yang langka untuk sifat.
Seperti Ucapan Al-Khotib Al-Qozuwaini :
‫ت َعلَْي َها ِع ْق َد ُمْنتَطَ ِق‬ ِ ِ ِ
َ ْ‫لَ َما َرأي‬   ُ‫لَ ْو مَلْ تَ ُك ْن نيَّةُ اجلَ ْو َزاء خ ْذ َمتَه‬
“Seandainya tidak ada keinginan bintang Jauza' itu melayaninya, maka engkau tidak akan
melihat padanya ikatan yang melingkar”.

11.  Kesesuaian ladadz serta ma'na; yaitu Lafadz-lafadz yang sesuai dengan maknanya, maka
dipilihlah lafadz yang Agung dan  Ibarot yang sangat keras logatnya untuk kebanggaan dan
keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk bahasa kawula muda, dll.
Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan Kebanggaan dan keberanian:
‫ت َد ًما‬ ِ ‫َّم‬ ِ ِ ‫إذا ما َغ‬
ْ ‫س أ َْو قَطََر‬ ْ ‫اب الش‬
َ ‫ َهتَكْنَا ح َج‬   ً‫ضِّريَة‬ َ ‫ضبَةً ُم‬ ْ ‫ضْبنَا َغ‬ َ
ِ ٍ ِ
َ ٍ‫ذَُرى مْنرَب‬   ‫إ َذا َما أ ََع ْرنَا َسيِّ ًدا م ْن قَبِْيلَة‬
‫صـلَّى َعلَْينَا َو َس ـلَّ َما‬

Ketika kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami merusak penghalang matahari
(perkara haq) sampai meneteskan warna darah.
Ketika kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar, maka Ia mendo'akan kami dan
menyebut (nama kami pada qoumnya).

Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan ucapan kamu pemuda :


ِ
ٌ ‫ َو َن َفى َعيِّن ْ ال َكَرى طَْي‬   ْ‫مَلْ يَطُ ْل لَْيل ْي َولَ ِك ْن مَلْ أَمَن‬
ْ‫ف أَمَل‬
Malamku tiada panjang, tetapi aku belum tidur, telah hilang rasa ngantukku, bayangan kekasih
telah datang.

12.  Uslubul Hakim; yaitu : menyampaikan kepada mukhotob dengan selain kata yang dinantinya
atau menyampaikan kepada orang yang bertanya dengan selain jawaban yang diinginkan
karena mengingatkan bahwa jawaban itu lebih layak pada pertanyaan yang diharapkan.
a. Mempersepsikan pemahaman ucapan menjadi berbeda dengan sesuatu yang
diharapkan oleh pengucapnya.

َ ‫ألمْحِ لَن‬
Seperti Ucapan Qoba'tsaro kepada Hajjaj yang telah mengancamnya dengan ucapan : ‫َّك‬
‫َعلَى األ َْد َه ِم‬
Sungguh aku akan membawamu pada terali besi
lalu Qoba'tsaro mengatakan (dengan mengartikan kata Adham dengan arti Kuda hitam) :
ِ ‫األد َه ِم واأل ْش َه‬
‫ب‬ ِ ِِ ِ
َ ْ ‫ثل األمرْي حَيْم ُل َعلَى‬
ُ ‫م‬
itu Seperti Pemimpin yang naik kuda hitam dan kuda putih.
Lalu Hajjaj menjawab : ‫احلَ ِديْ َد‬ ‫ت‬
ُ ‫أ ََر ْد‬
Saya menghendaki (dengan kata adham) sebagai terali besi.
Lalu Qoba'tsaro berkata (dengan mengartikan kata Hadid dengan arti Pandai):
‫أل ْن يَ ُك ْو َن َح ِديْ ًدا َخْيٌر ِم ْن أ ْن يَ ُك ْو َن بَلِْي ًدا‬
Kuda yang pandai itu lebih baik dari pada kuda yang bodoh.

Hajjaj menghendaki dengan kata "adham" sebagai terali besi, dan kata "Hadid" sebagai Tempat
yang khusus. sedangkan Qoba'tsaro menggambarkan pemahaman keduanya sebagai "Kuda
hitam yang tidak bodoh"
Tujuan hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih layak itu janji membawanya dengan
kuda hitam yang tidak bodoh, bukan ancaman untuk membawanya ke terali besi.

b. Memposisikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan lain yang sesuai dengan


kondisi masalah.
Seperti Firman Allah :
ِ ‫ت لِلن‬
.‫َّاس َواحلَ ِّج‬ ِ ِ ِِ
ُ ‫ك َع ِن األهلَّة قُ ْل ه َي َم َواقْي‬
َ َ‫يسألُْون‬
ْ
Mereka bertanya padamu, maka katakanlah : "itu adalah Waktu bagi manusia dan haji .
Sebagian Shohabat (Mu'adz bin Jabal dan Robi'ah bin Ghonam) kepada Nabi : "Bagaimana
keadaan hilal yang tampak sebentar lalu bertambah hingga menjadi purnama, lalu berkurang
hingga kembali seperti semula ?".
Maka jawabannya didatangkan dengan hikmah yang ditimbulkan dari perbedaan ukuran hilal,
pada Firman Allah tersebut, karena hal itu lebih penting bagi orang yang bertanya.
Maka pertanyaan mereka tentang sebab terjadinya perbedaan ukuran hilal itu diposisikan
seperti pertanyaan tentang hikmah dari perbedaan itu.

Muhassinat Al-Lafdhiyyah.

1.      Jinas; yaitu keserupaan dua lafadz dalam ucapan bukan pada makna.
Jinas itu ada yang Tamm (sempurna) dan Ghoiru Tamm (tidak sempurna).
Jinas Tamm; yaitu : Lafadz yang hurufnya sama dalam keadaannya (ha’iat), jenis, hitungan dan
urutannya.
Contoh :
.‫َّه ِر إِنْ َسانًا‬ ِ ‫فَال ب ِرح‬     ‫مَل َن ْلق َغير َك إنْسانًا يالذُ بِِه‬
ْ ‫ت ل َعنْي ِ الد‬
َ ْ َ ُ َ َْ َ ْ
Kami belum pernah bertemu manusia yang bisa dibuat perlindungan selain engkau, maka
engkau senantiasa pada masa ini sebagai biji mata.

Contoh lain :
ِ ‫وأر ِض ِهم ما دمت يِف‬    ‫فَ َدا ِر ِهم ما دمت يِف دا ِر ِهم‬
.‫أرض ِه ْم‬ ْ َ ُْ َ ْ ْ َ ْ َ ْ َ ُْ َ ْ
Maka kelilingilah mereka, selama engkau tetap dirumahnya. dan senangkanlah mereka selama
engkau tetap berada di tanahnya.
Jinas Ghoiru Tamm; yaitu Lafadz yang hurufnya berbeda pada salah satu dari keadaan, jenis,
hitungan dan urutan.
Contoh :
.‫ب‬ ِ ‫اض َقو‬
ِ ‫اص‬ ٍ
َ ٍ ‫بأسيَاف َق َو‬
ْ ‫ول‬
ِ ِ ‫مَيُد ُّْو َن ِم ْن أيْ ٍد َع َو‬
ُ َ‫ت‬    ‫اص َع َواص ٍم‬
ُ ‫ص‬
Mereka sedang menjulurkan (lengan mereka) dari tangan orang yang memukul dengan
tongkat, yang selalu menjaga (dari kerusakan) yang menyerang dengan pedang yang
mematikan, yang memotong.

2.      Saja'; yaitu : adanya kesamaan pada huruf terakhir antara dua kalimat Natsar yang terpisah.
Contoh :
.‫اإلنْ َسا ُن بآدابِِه الَ بِ ِزيِِّه َوثِيَابِِه‬
Manusia mulya itu dengan perilakunya, bukan perhiasannya dan pakiannya.

Contoh :
.‫اع بَِز َو ِاج ِر َو ْع ِظ ِه‬ ِ ِ ِ ‫يطْبع األسج جِب‬
َ َ‫اع َ َواه ِر لَ ْفظه َو َي ْقَرعُ األمْس‬
َ َ ْ َُ َ
Orang menghiasi Beberapa sajak dengan keindahan lafadznya, dan mempengaruhi
pendengaran dengan Larangan-larangan nasehatnya.

3.      Iqtibas; yaitu : Suatu kalam yang mengandung sesuatu dari Al-Qur;an dan Hadits bukan
merupakn Lafadz salah satunya.
Seperti ucapan Penyair :

ِ ِ
ُ‫ـ ِم َوأنْك ْر بِ ُك ِّل َما يُ ْستَطَاع‬ ‫ض بِالظُْلـ‬َ ‫الَ تَ ُك ْن ظَال ًما َوالَ َت ْر‬
ِ ِ ِ ٍ ُ‫يوم يأْيِت احلِساب ما لِظَـل‬
ُ‫م ْن َحـمْي ٍم َوالَ َشفْي ٍع يُطَاع‬ ‫وم‬ َ ُ َ ْ َ َ َْ
Janganlah kamu menjadi orang dholim, dan janganlah rela dengan kedholiman, dan ingkarilah
sesuai dengan kemampuan.
Pada hari datangnya Hisab bagi orang yang sangat Dholim itu tiada seorang sahabat, dan
orang yang menolongnya yang diikuti.

Syair tersebut diambil dari Ayat Al-qur’an Surat Al-Mu’min : 18 :


ِ ِ ِ ِِ ِ
ُ‫َما للظَالمنْي َ م ْن مَح ْي ٍم َوالَ َشفْي ٍع يُطَاع‬
Seperti ucapan Penyair :
ِ‫هِن‬ ‫الَ تُ َع ِاد الن يِف‬
‫الوطَ ِن‬
َ ‫ب‬ ُ ْ‫ َقلَّ َما يُْر َعى َغ ِري‬   ‫َّاس ْ ْأوطَا ْم‬َ
.‫َّاس خِب ُْل ٍق َح َس ٍن‬ ِِ ِ
َ ‫ َخالق الن‬    ‫ت َعْي ًشا َبْيَن ُه ْم‬ َ ‫َوإذَا َما شْئ‬
Janganlah kamu musuhi manusia di Negaranya, Sedikit sekali para pendatang itu dilindungi.
Jika engkau ingin berinteraksi dengan mereka, maka berperilakulah kepada manusia dengan
Akhlaq yang baik.
Syair tersebut diambil dari Sabda Nabi kepada Abu dzarr Al-Ghifary :
.‫َّاس خِب ُ ٍلق َح َس ٍن‬ ِ ِ َ ‫متحها‬
َ ‫وخالق الن‬ ُ َ‫السيئة احلسنة‬
َّ ‫كنت وأتب ِع‬
َ ‫إتق اهلل حيثما‬
Dan tidak berpengaruh dengan adanya perubahan yang sedikit pada lafadaz yang diambil
karena wazan Syi'ir atatau yang lain.

Seperti ucapan Penyair :


‫اهلل َر ِاجعُونَا‬
ِ ‫إنَّا إىل‬   ‫قَ ْد َكا َن ما ِخ ْفت أ ْن ي ُكونَا‬
َ ُ َ
Sungguh telah terjadi kematian yang aku khawatirkan, Sesungguhnya kami itu kembali kepada
Allah.
Syair tersebut diambil dari Firman Allah Surat Al-Baqoroh : 156 :
.‫هلل َوإنَّا إلَْي ِه َر ِاجعُ ْو َن‬
ِ ‫صيبةٌ قَالُوا إنَّا‬
ِ ِ
ِ َ ‫الذيْن إِذَا‬
ْ َْ ‫أصابْت ُه ْم ُم‬
ِ َّ ‫وب ِّش ِر‬
َ ‫الصاب ِريْ َن‬ ََ
PENUTUP

4.      Indahnya permulaan kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan awal pembicaraannya


dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila permulaan kalam itu mengandung isyarat pada tujuannya, maka dikatakan sebagai
Baroatul Istihlal.
Seperti Ucapan abu toyyib ketika memberi ucapan atas hilangnya penyakit :
ِ
‫الس َق ُم‬
َّ ‫ك‬َ ِ‫ك إِىَل أ َْع َدائ‬ َ ‫املَ ْج ُد عُ ْويِف َ إ ْذ عُوفْي‬
َ ‫ َو َز َال َعْن‬   ‫ت َوال َكَر ُم‬
Keluhuran dan kemuliaan telah terlimpahkan, karena engkau telah sembuh, dan penyakit telah
hilang darimu pad musuh-musuhmu.
Seperti Ucapan penyair lain yaitu Asyja’ as-salma ketika memberi ucapan atas pembangunan
gedung :
‫ت َعلَْي ِه مَجَاهَلَا األَيَّ ُام‬ ِ ِ
ْ ‫ َخلَ َع‬    ‫صٌر َعلَْيه حَت يَّةٌ َو َسالَ ُم‬
ْ َ‫ق‬
Sebuah gedung yang terdapat kehormatan dan salam,Waktu telah meletakkan keindahannya
padanya.

5.      Indahnya penutup kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan akhir pembicaraannya


dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila akhir kalam itu mengandung isyarat pada selesainya pembicaraan , maka dikatakan
sebagai Baroatul Maqto’.
Seperti Ucapan Abul Ala’ atau abu toyyib :
‫ َو َه َذا ُد َعاءٌ لِْلرَبِ يَِّة َش ِام ُل‬   ‫ف أ َْهلِ ِه‬
َ ‫َّه ِر يَا َك ْه‬
ْ ‫ت َب َقاءَ الد‬
ِ
َ ‫بَقْي‬
Engkau tetap sepanjang masa, wahai Gua tempat berlindung penghuninya, Ini adalah do’a
yang menyeluruh untuk manusia.
DAFTAR ISI

Fashohatul Kalimah : 2 Majaz Isti'aroh : 51


Fashohatul Kalam  : 5 Pembagian Majaz Isti'aroh : 53
Fashohatul Mutakallim : 8 Isti'aroh Musorrohah : 53
Balaghotul Kalam :  8 Isti'aroh Makniyyah : 54
Balaghotul Mutakallim  : 9 Isti'aroh Ashliyyah : 55
ILMU MA'ANI  : 9 Isti'aroh Taba'iyyah : 56
KHOBAR DAN INSYA' : 10 Isti'aroh Murosyahah : 58
Kalam Khobar : 11 Isti'aroh Mujarodah : 58
Macam-macam Khobar. : 12 Isti'aroh Muthlaqoh : 59
Kalam Insya'  : 13 Majas Mursal :  59
Amar (Perintah) : 14 Majaz Murokkab : 62
Nahi (Larangan) : 15 Majaz Aqli : 63
Istifham (Bertanya) : 16 Kinayah : 65
Tamanni (Berharap) : 23 Ilmu Badi :' 68
Nida’ (kata Seru) : 24 Muhassinat Al-Ma'nawiyyah : 69
DZIKR DAN HADZFU : 25 Tauriyyah; : 69
Faktor Penyebab Penyebutan Lafadz  : 25 At-Thibaq; 70
Faktor Penyebab Pembuangan Lafadz  : 26 Muqobalah;  71
TAQDIM DAN TA'KHIR : 28 Menjaga Perbandingan  71
QOSHOR : 30 Istikhdam, 71
WASHOL DAN FASHOL : 34 Al-Jam'u; 72
Tempat-Tempat yang harus di Washolkan dengan huruf Tafriq;  73
Athof Wawu. :  34 Taqsim; (mengklasifikasikan) 73
Tempat-Tempat yang harus dipisah (Fashol) : 35 Mungukuhkan pujian dengan sesuatu yang
IJAZ, ITHNAB, DAN MUSAWAH : 38 menyerupai penghinaan.74
Faktor penyebab adanya Ijaz: 40 Bagusnya alasan; 75
Faktor penyebab Ithnab : 41 Kesesuaian ladadz serta ma'na 75
KLASIFIKASI IJAZ: 41 Uslubul Hakim; 75
KLASIFIKASI ITHNAB : 42 Muhassinat Al-Lafdhiyyah. 77
Ilmu Bayan  , TASYBIH : 44 Jinas; 77
RUKUN TASYBIH : 45 Saja'; dan Iqtibas; 78
PEMBAGIAN TASYBIH : 46 PENUTUP 79
TUJUAN TASYBIH : 48 Indahnya permulaan kalam; 79
Majaz : 50 Indahnya penutup kalam; 80

Diposkan oleh daruttauhid_alhasaniyyah di 08:11
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Kitab Balaghoh

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar
Posting Lebih BaruBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Label
 Kitab Balaghoh (1)

Arsip Blog
 ▼  2012 (2)
o ▼  Juni (2)
 Cerita Lucu
 Terjemah Husnus Siyaghoh Balaghoh

Mengenai Saya
daruttauhid_alhasaniyyah
Lihat profil lengkapku

Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai