Anda di halaman 1dari 45

MATEMATIKA

MODUL 7 DAN 8

Oleh
Kelompok 4

Ahmad Alwi Fanani 856984668


Ambar Prameswari856993531
Suningsih 856986686
Sulista kusmayanti 856986679
MODUL 7
BARISAN DAN DERET BILANGAN
Kegiatan Belajar 1
Barisan dan Deret Aritmatika

A. Pengertian Barisan Bilangan

Barisan bilangan adalah susunan atau urutan bilangan-


bilangan yang dibuat atau dibentuk dengan pola
(aturan) tertentu. Tiap-tiap yang ada pada barisan
tersebut disebut suku atau dinotasikan dengan U.

Untuk menyatakan suku ke-n dari suatu barisan


digunakan notasi Un. Jadi, suku pertama suatu barisan
dinotasikan dengan U1, suku kedua dinotasikan dengan
U2, suku ketiga dinotasikan dengan U3, dan suku ke-n
dinotasikan dengan Un.
Contoh :

Barisan bilangan 4, 7, 12, 19, 28, …

Untuk menentukan dua atau tiga suku berikutnya dari barisan


tersebut tentu masih mungkin melakukannya secara manual,
yaitu dengan melihat selisih diantara tiap-tiap 2 bilangan yang
berdekatan.

Antara 4 dan 7 terdapat selisih 3, antara 7 dan 12 selisih 5,


antara 12 dan 19 selisih 7, antara 19 dan 28 selisih 9. Maka
antara 28 dengan bilangan berikutnya dapat diperkirakan
selisihnya adalah 11, sehingga bilangan berikutnya adalah 39.

Hal ini dikarenakan antara selisih-selisih bilangan yang terjadi


selalu ada kenaikan angka sebesar 2 dari selisih-selisih antara
dua suku sebelumnya.
Apabila kita akan mencari suku ke 100, maka:

Barisan bilangan 4, 7, 12, 19, 28, …


U1=4, U2=7, U3=12, U4=19, dan U5=28

Selanjutnya, pola atau aturan yang terjadi untuk kita dapat


menentukan rumus suku ke-n.

U1 = 4  U1=3+1  U1=3+
 
U2 = 7  U2=3+4  U2=3+
U3 = 12  U3=3+9  U3=3+
U4 = 19  U4=3+16  U4=3+
U5 = 28  U5=3+25  U5=3+

rumus untuk suku ke-n dari barisan bilangan tersebut


adalah Un=3+

maka, U100= 3+ = 3+10000 = 10003.


B. Deret Bilangan
  bilangan adalah penjumlahan dari semua anggota
Deret
barisan suatu bilangan yang dilakukan secara berurutan.

Misalnya, deret dari barisan bilangan 3, 7, 11, 15, 19, …


adalah 3+7+11+15+19+…
Jika kita akan menentukan hasil dari deret bilangan untuk
4 suku yang pertama dari barisan bilangan tersebut, maka
hasilnya adalah 3+7+11+15=36.

Karena deret merupakan suatu penjumlahan yang


berulang, maka deret tersebut dapat dinyatakan dengan
notasi sigma (Σ). Jika suatu barisan dinyatakan dengan U1,
U2, U3, … , Un maka deret yang diperoleh dari barisan
tersebut adalah U1+U2+U3+… +Un . Jika deret ini
dinyatakan dengan notasi sigma maka akan menjadi
Contoh:
Tentukan notasi sigma dari deret 1+3+5+7+9+ …

untuk memudahkan kita menentukan notasi sigma dari deret tersebut,


terlebih dahulu kita mencari rumus suku ke-n dari barisan bilangan 1,
3, 5, 7, 9, … yaitu sebagai berikut:

U1 = 1  U1= 2-1  U1= 2.1-1


U2 = 3  U2= 4-1  U2= 2.2-1
 
U3 = 5
U4 = 7


U3= 5-1
U4= 7-1


U3= 2.3-1
U4= 2.4-1
U5 = 9  U5= 9-1  U5= 2.5-1

kita dapat menentukan bahwa rumus suku ke-n adalah


Un = 2.n -1
maka, deretnya menjadi 1+3+5+7+9+ … + 2n-1.

bentuk sigma dari deret tersebut adalah


C. Barisan Aritmetika
1. Pengertian Barisan Aritmetika
Barisan aritmetika adalah suatu barisan dengan ketentuan bahwa
selisih antara tiap dua suku yang berurutan selalu tetap
(merupakan konstanta). Selisih yang tetap ini disebut “beda” dan
dinotasikan dengan “b”.

Pada barisan bilangan 2, 5, 8, 11, 14, … diketahui bahwa U1=2,


U2=5, U3=8, U4=11, dan U5=14.

U2 – U1 = 5–2 = 3
U3 – U2 = 8–5 = 3
U4 – U3 = 11–8 = 3
U5 – U4 = 14–11 = 3

Tampak bahwa U2 – U1 = U3 – U2 = U4 – U3 = U5 – U4. tiap-tiap dua


suku yang berdekatan akan mempunyai selisih atau beda yang tetap. Maka
barisan bilangan 2, 5, 8, 11, 14, … disebut sebagai barisan aritmetika.
Contoh 1

Barisan 10, 7, 4, 1, -2, -5, -8, … adalah barisan aritmetika,


karena U2 – U1 = U3 – U2 = U4 – U3 = U5 – U4 = bilangan
tetap, yaitu 3.

Contoh 2

Barisan 1, 2, 4, 8, 16, -5, … , 512, 1024 bukan merupakan


barisan aritmetika, karena U2 – U1 = 1 ≠ U3 – U2 = 2 ; U3 –
U2 = 2 ≠ U4 - U3 = 4 ; dan seterusnya.
2. Rumus Suku ke-n (Un) Barisan Aritmetika
Untuk menentukan suku ke 100 (U100), cara yang paling akurat
dan cepat adalah dengan menentukan rumus untuk suku ke-n
terlebih dahulu.

Misal U1, U2, U3, … , Un merupakan barisan aritmetika. Seandainya


U1 = a, maka:

U2 – U1 = b  U2 = U1 + b  U2 = a+b
U3 – U2 = b  U3 = U2 + b  U3 = (a+b)+b  U3 = a+2b
U4 – U3 = b  U4 = U3 + b  U4 = (a+2b)+b  U4 = a+3b
U5 – U4 = b  U5 = U4 + b  U5 = (a+3b)+b  U5 = a+4b

Jadi, untuk menentukan suku ke-n dari barisan aritmetika


menggunakan rumus Un=a+(n-1)b
Contoh:

Tentukan beda dan suku ke-15 dari barisan aritmetika


12, 17, 22, 27, …

Jawab:

Beda dalam barisan tersebut adalah 17 – 22 = 22 – 17 =


27 – 22 = 5. Jadi b=5

Dari barisan tersebut diketahui U1 = a = 12


maka suku ke-15 dari barisan tersebut adalah
U15 = a + 14b
U15 = 12 + 14.5
U15 = 12 + 70
U15 = 82
3. Jumlah n Suku Pertama (Sn) Deret Aritmetika
Deret aritmetika adalah penjumlahan dari semua
anggota barisan aritmetika secara berurutan.

Pada barisan aritmetika 4, 10, 16, 22, 28, 34, … contoh


dari deret aritmetika pada barisan tersebut adalah
4+10+16+22+28+34+…

Jika kita akan menentukan hasil dari deret tersebut


untuk 5 suku yang pertama maka diperoleh
S5= U1+U2+U3+U4+U5 = 4+10+16+22+28 = 80 (S5=80).
Cara lain untuk menentukan jumlah 5 suku yang pertama masih dari
deret di atas adalah :

S5 = 4 + 10 + 16 + 22 + 28
S5 = 28 + 22 + 16 + 10 + 4 + (urutannya dibalik)
  2S5 = 32 + 32 + 32 + 32 + 32
2S5 = 32 × 5
S5 = = 80
Berdasarkan cara pengerjaan seperti itu dapat diketahui bahwa S
ternyata dapat dicari dengan mengalikan hasil penjumlahan suku yang
pertama (U1) dan suku terakhir (U5) dengan banyaknya suku pada
barisan aritmetika tersebut, kemudian dibagi dengan 2 yang secara
matematis ditulis sebagai: S5 =

Jika suatu barisan aritmetika dengan suku awal (U1)=a dan suku akhir
Un, maka S5 = … (*)
Pada pembahasan sebelumnya diketahui Un=a+(n-1)b, sehingga pada
persamaan (*) Un dapat diganti dengan a+(n-1)b dan diperoleh
sebagai berikut:

Sn =

Sn =
 
Sn =

bentuk ini sering ditulis sebagai Sn = (2a + (n-1) b).


Jika suatu barisan aritmetika diketahui U1 dan Un nya, maka jumlah n
suku pertama dapat ditentukan dengan formula:

Sn = (U1 + Un)
Contoh:
Tentukan jumlah 60 suku pertama dari deret 2+5+8+11+…

Jawab:
Dari deret tersebut diketahui U1=a=2, b=3, dan n=60

Sn = (2a + (n-1) b)
 S60 = (2.2 + (60-1) 3)
S60 = 30 (4 + 59.3)
S60 = 30 . 181
S60 = 5430

Jadi, jumlah dari 2+5+8+11+… sampai 60 suku adalah 5430.


4. Sisipan
Sisipan terjadi apabila diantara tiap-tiap dua suku yang
berurutan dari suatu barisan aritmetika diletakkan
beberapa buah suku baru sehingga terjadi suatu barisan
aritmetika yang baru. Bila banyaknya suku yang
disisipkan adalah k suku, maka:
  a.Banyaknya suku dari barisan yang baru setelah
disisipkan adalah n’ = n + (k – 1);
b. Suku yang pertama (U1) dan suku yang ke-n (Un)
dari barisan semula dan barisan yang baru sama
(tetap);
c. Jumlah deretnya menjadi S’n = (a + Un);
d. Beda barisan yang baru menjadi b’ = .
Contoh:

Diantara 22 dan 100 disisipkan beberapa buah bilangan


sehingga didapatkan deret aritmetika dengan beda 6. hitung
jumlah semua bilangan tersebut!

Jawab:
 Diketahui a=22, b’=6, n=2, b=100-22=78
b’ =  6=  6(k+1) = 78  6k+6 = 78  6k = 72  k = 12

n’ = n + k(n-1)  n’ = 2 + 12(2-1)  n’ = 14

S’14 = )  S14 = 7.122  S14 = 854


KEGIATAN BELAJAR 2
A. PENGERTIAN BARISAN GEOMETRI
Perhatikan barisan bilangan berikut: 2, 4, 8, 16, 32, . . . selanjutnya,
cermati apa yang menjadi keistimewaan dari barisan tersebut? Letak
keistimewaanya adalah terkait dengan hasil bagi antara suku sesudah
dengan suku sebelumnya yang selalu tetap sama.
Selanjutnya, barisan barisan yang perbandingan antara tiap dua suku
yang berurutan selalu tetap disebut barisan geometri. Perbandingan
yang tetap ini disebut sebagai rasio dan dinyatakan dengan notasi r.
B. RUMUS SUKU KE-N
Perhatikan barisan bilangan berikut: 3, 6, 12, 24, 48, . . . untuk
menentukan 2, 3, atau 5 suku yang berikutnya dari barisan tersebut,
cara yang paling cepat dan akurat adalah dengan menentukan rumus
suku ke-n barisan tersebut, yaitu sebagai berikut:

Berdasarkan pola yang terbentuk tersebut, dengan mudah kita dapat


menentukan suku-suku yang ke-6, ke-7, ke-8, sampai suku yang ke-n,
yaitu:
Contoh 7.29.
Tentukan rasio dan suku ke-10 dari barisan geometri 2, 4, 8, 16, . . .
Jawab:
a. Rasio dari barisan tersebut adalah
Contoh 7.33.
Tentukan jumlah 7 suku pertama dari deret geometri 2+4+8+...!
Jawab:
Dari deret yang terjadi, diketahui a = 2 dan r = 2, maka
D. SISIPAN
Sisipan terjadi apabila diantara tiap-tiap dua suku yang berurutan dari
suatu barisan geometri diletakkan beberapa buah suku baru sehingga
terjadi suatu barisan geometri yang baru. Bila banyaknya suku yang
disisipkan adalah k suku, maka:
Contoh 7.37.
diantara bilangan 7 dan 448 disisipkan 2 buah bilangan sehingga ke
empat bilangan yang terjadi membentuk barisan geometri. Tentukan
rasio, bilangan-bilangan yang disisipkan, dan jumlah seluruh suku-suku
dari barisan tersebut!
Modul 8
PELUANG
KEGIATAN BELAJAR 1
Makna Peluang
Asal mula teori peluang adalah dari pertanyaan seorang bangsawan penjudi
besar Chevalier De Mere kepada Blaise pascal pada Abad ke-16 mengenai
kemungkinan mata-mata dadu yang keluar jika dadu-dadu dilemparkan.

A. Percobaan dan hasil dari percobaan


Peluang merupakan bagian matematika yang membahas pengukuran
yingkat keyakinan orang akan muncul atau tidak munculnya suatu kejadian
atau peristiwa. Oleh karena itu, untuk mendiskusikannya dimulai dengan
suatu pengamatan. Proses pengamatan tersebut dinamakan suatu
percobaan. Hasil dari suatu percobaan dinamakan hasil (outcomes) atau
titik sampel.
 Contoh 8.1
Percobaan melempar satu mata uang logam Rp500-an
(dimodul gambar 8.2 hal:8.5) hasil yang mungkin:
 Tampak sisi belakang (B), yaitu nilai Rp500
 Tampak sisi depan (D) yaitu gambar burung garuda

Contoh 8.2 (dimodul gambar 8.3)


Percobaan melempar satu mata dadu.
Hasil yang mungkin : sisi-sisi dadu yang menunjukan
jumlah bulatan 1,2,3,4,5, atau 6
B. Ruang sampel
Suatu percobaan akan menghasilkan suatu hasil (outcomes) atau titik
sampel. Himpunan yang berisi semua hasil yang mungkin dari suatu
percobaan dinamakan ruang sampel. Ruang sampel biasa dinotasikan
dengan S.
Contoh 8.4
1. Suatu percobaan melempar satu mata uang logam. Ruang sampelnya
adalah S= {B,D}
2. Contoh 8.5 (gambar 8.4)
Suatu percobaan mengambil satu buah kartu dari enam buah kartu yang
diberi nomor 1 sampai dengan 6, dan diperhatikan nomor dari kartu
yang diambil (gambar 8.4) . Ruang sampelnya adalah S={1,2,3,4,5,6}
c. Kejadian
Melanjutkan contoh 8.5 dalam Contoh 8.8
pengambilan satu buah kartu dari Suatu percobaan dalam pelemparan satu mata
enam buah kartu yang diberi nomor 1- logam sebanyak dua kali berurutan. Ruang
sampel S={BB,BD,DB,DD}. Kejadian
6. jika yang terambil adalah kartu
munculnya paling sedikit satu sisi belakang
dengan nomor genap maka hasil yang adalah { BB,BD,DB}
mungkin adalah kartu 2,4,dan 6. CONTOH 8.9
Himpunan {2,4,6} merupakan Dari percobaan melempar satu buah mata
himpunan bagian dari ruang sampel dadu. Ruang sampel S= {1,2,3,4,5,6}.
{1,2,3,4,5,6}. Himpunan ini disebut Kejadian munculnya mata dadu kurang dari 4
adalah {1,2,3}
kejadian dari suatu percobaan. Jadi,
Kejadian munculnya mata dadu 6 adalah {6}.
suatu kejadian adalah himpunan
Kejadian munculnya mata dadu yang
bagian dari ruang sampel
habis dibagi 3 adalah {3,6}
D. Peluang suatu kejadian
Misal
 S mewakili suatu ruang sampel
  Jika
  n(ø)=banyaknya hasil dari kejadian
dengan n(S) banyaknya hasil yang mungkin yang mustahil = 0
yang mempunyai kesempatan sama untuk n(A)=banyaknya hasil dari kejadian
muncul (equally likely) dan misal A suatu A
kejadian pada ruang sampel S yang berisi n
n(S)=banyaknya hasil dari ruang
(A) hasil ,A S, peluang kejadian A
sampel
didefinisikan dengan :
Maka : n(ø)
P(A)=
Karena kalau anggota kejadian dan anggota
ruang sampelnya infinit definisi itu tidak Jika semuanya dibagi dengan n(S) maka
dapat diterapkan.
Definisi tersebut menggunakan definisi
peluang klasik.
Mengingat A S dan ø , maka dapat ditulis: Menurut definisi peluang yaitu = p(A)
ø S. maka 0 p(A)
E. SIFAT-SIFAT PELUANG
Misal Ruang sampelnya
 S suatu ruang sampel dan A suatu
  a.
kejadian pada ruang sampel S. b. Peluang kejadian
1. Jika A= Ø maka P(A) =0
2. Nilai peluang kejadian A, yaitu p(A) i) Terambilnya bola bernomor 6
berkisar dari 0 sampai 1 (0 ii) Terambilnya bola bernomor bilangan prima.
3. Jumlah nilai peluang semua hasil dari
suatu percobaan sama dengan 1 Penyelesaian:
(p(S)=1). a. Ruang sampel S= {1,2,3,4,5,6,7,8}
b. Misal A= kejadian terambilnya bola
bernomor 6
Contoh 6.10 (gambar 8.7) B= kejadian terambilnya bola
Delapan bola yang diberi nomor 1 sampai 8 bernomor bilangan prima
ditempatkan dalam kotak. Suatu percobaan n(A)=banyak hasil yang mungkin dari
mengambil satu buah bola dari kotak kejadian A
tersebut. n(B)=banyak hasil yang mungkin dari
Tentukan kejadian B
Diperoleh
  : A={6}
B= {2,3,5,7}
n(S)=8
n(A)=1
n(B)=4
Jadi,
i) Peluang A=p(A)==
ii) Peluang b= p(B)===
Kegiatan Belajar 2

A. Teknik Menghitung

Prinsip Dasar Menghitung


Contoh
Pada lomba lari cepat 100 meter, empat orang lolos ke putaran akhir, yaitu adri (A),
Firdaus (F), Ilham (I), dan Wahyu (w). pada peetandingan itu tersedia dua hadiah.
Berapa macam susunan pemenang yang mungkin muncul pada pertandingan?
Penjelasan:
Pada putaran akhir ada 4 kemungkinan pengisian pemenang pertama yaitu, A,F,I, dan
W. setelah salah satu dari mereka ia mencapai garis akhir, pelari berikutnya adalah
salah satu dari tiga pelari yang berhasil menjadi juara pertama.
Teknik Menghitung dengan Menggunakan Permutasian dan Kombinasi
Faktorial
Factorial digunakan dalam menentukan nilai permutasi dan kombinasi. Notasi ո! (di
baca n factorial) adalah hasil kali bilangan positif dari 1 sampai n. hasil kali 6.5.4.3.2.1
dinotasikan dengan 6!, dibaca 6 faktorial dan didefinisikan 0!=1 dan 1!=1.
Contoh
Tentukan nilai :
4!
3!
Penyelesaian
4 ! = 4.3.2.1 = 24
3 ! = 3.2.1 = 6
 
Contoh
Ubahlah ke dalam bentuk factorial
 5.4.3 = =
10.9 = =
 
Permutasian
Misal dari empat huruf (A,B,C,D) akn dibentuk pasangan berurut yang terdiri dari dari dua
huruf yang berbeda. Himpunan pasangan berurut yang diperoleh adalah (A,B), (A,C),(A,D),
(B,A),(B,C), (B,D), (C,A), (C,B), (C,D), (D,A), (D,B), (D,C). perhatikan bahwa pasangan
berurut (A,B) berbeda dengan (B,A). kemudian juga (B,D) berbeda dengan (D,B). dalam
pasangan berurut ini urutan diperhatikan. Jika suatu susunan memperhatikan urutan maka
susunan itu disebut permutasian. Contoh diatas merupakan permutasi 2 unsur dari 4 unsur.
Contoh
Buatlah daftar pasangan terurut yang terdiri dari 3 anggota yang berbeda diambil
dari himpunan {A,B,C}.
Penyelesaian :
Pasangan terurut yang dapat dibentuk adalah (A,B,C), (A,C,B), (B,A,C), (B,C,A),
(C,A,B), (C,B,A). Permutasi yang terjadi adalah permutasi 3 unsur dari atau
permutasi 3 unsur yang berbeda.
 
Permutasi n Unsur dengan ada unsur yang sama
Permutasi yang telah dibicarakan hanya berlaku untuk n unsur yang berlainan.
Bagaimana permutasi yang terdiri dari n unsur dengan beberapa unsur yang sama ?
sebagai contoh : beberapa kata yang terdiri dari empat huruf dapat disusun dengan
semua huruf pada kata “DADU”? kata yang dapat disusun adalah:
DADU DAUD DUAD DDAU
DDUA AUDD UADD DUDA
ADDU UDDA ADUD UDAD
Jadi banyaknya kata yang disusun ada 12 kata. Namun, jika menggunakan rumus
permutasi 4 unsur diperoleh ₄ᴾ₄= 4! = 4x3x2x1= 24. Hasi 24 ini diperoleh dengan
menganngap bahwa huruf “D” pada kata “DADU” dibedakan menjadi D₁ dan D₂
sehingga kata D₁AD₂U berbeda dengan D₂AD₁U. padahal dalam membentuk
suatu kata, tidak ada perbedaan huruf D₁ dan D₂ sehingga kata D₁AD₂U =
D₂AD₁U. dengan demikian banyak kata yang tersusun ada 12 kata, bukan 24.
Bagaimana memperoleh 12?
Misalnya permutasi yang kita cari P.
Banyak huruf pada kata “DADU” ada 4 buah.
Huruf D sebanyak 2 buah.
Huruf A sebanyak 1 buah.
Huruf U sebanyak 1 buah.
Maka : 2!1!1.P= ₄ᴾ₄
P=

P=

P= 3.4 = 12
 
Secara umum, dapat di bentuk suatu aturan untuk menentukan banyaknya
permutasi dari n unsur dengan ada unsur yang sama. Misalnya di dalam
himpunan terdapat n unsur yang terdiri dari :
n₁ unsur pertama
n₂ unsur ke dua
.
.
unsur ke- k
Maka banyaknya permutasi yang mungkin dari n unsur tersebut adalah
P(A∪B) = p(A) + p(B)-
p(A∩B)
Kombinasi
Pada permutasi, unsur-unsur disusun dengan memperhatikan urutan.
Bahasa berikutnya adalah susunan unsur-unsur dengan tidak
memperhatikan urutan yang disebut kombinasi. Missal himpunan yang
terdiri dari 4 huruf {A,B,C,D} akan dibentuk himpunan bagian yang
terdiri dari 2 anggota. Himpunan bagian yang diperoleh adalah {A,B},
{A,C}, {A,D}, {B,C}, {B,D}, {C,D}. himpunan bagian ini merupakan
salah satu contoh kombinasi, yaitu kombinasi 2 unsur dari 4 unsur,
ditulis . Pada kombinasi, susunan terdiri atas unsur yang sama, walaupun
 
urutannya tidak sama hanya diperhitungkan satu kombinasi. Maka {A,B}
= {B,A}, {A,C} = {C,A}, {A,D} = {D,A}, {B,C} = {C,B}, {B,D} =
{D,B}, {C,D} = {D,C}.
Contoh
Seorang siswa harus menjawab 5 pertanyaan dari 8 pertanyaan pada suatu
tes. Dengan berapa cara ia dapat memilih 5 pertanyaan tersebut ?
Penyelesaian:
= = = = 56
Kegiatan Belajar 3
Macam-Macam Kejadian
Kejadian Saling Lepas
Untuk mengilustrasikqn konsep ini, kita perhatikan contoh pelemparan sebuah
mata dadu.
Contoh
Dalam pelemparan sebuah mata dadu satu kali, berapa peluang muncul mata dadu
ganjil atau mata dadu 4?
Penyelesaian:
Missal A= kejadian munculnya mata dadu ganjil

  B= kejadian munculnya mata dadu 4


Yang akan kita cari adalah p(A∪B). dapat kita lihat bahwa:
n(S) = 6
n(A∪B)= 4 S
n(A)= 1 A B
2

n(B)= 3 1
p(A∪B) = = = 3
5 4

p(A)= 6

p(B) =
jadi, p(A∪B)= p(A)+p(B)
karena +
Kejadian A atau B
• 
Sekarang kita lihat contoh dimana p(C∪D)≠p(C)+p(D) atau ≠ , karena hasil
munculnya mata dadu 6 dapat terjadi pada kejadian C dan D. jadi hasil
munculnya mata dadu 6 tidak dapat dihitung dua kali dalam p(C) + p(D).
peluang dari suatu hasil yang terdapat pada kedua kejadian C dan D ditulis
p(C∩D). karena n(CCD) terhitung pada n(C) dan n(D) maka menentukan
n(C∪D)= n(C) + n(D)-n(CD). n(D)-n(CD). Dengan demikian ,
P(C ∪D)=
=+-
• = p( C) + p(D) – p(C ∩ D), atau
Diskusi ini memberikan aturan peluang kejadian A atau B, yaitu untuk
setiap kejadian A dan B, peluang kejadian A atau B di definisikan dengan:

P(A∪B) = p(A) + p(B)-


p(A∩B)
c. Kejadian Komplen

Komoplen kejadian A dinotasikan dengan A’ atau Ᾱ adalah semua hasil dalam


ruangan sampel yang tidak terdapat pada kejadian A. jika digambarkan dalam
Diagram Venn sebagai berikuKarena
S


AC

A ∪ Ᾱ = S dan A ∩ Ᾱ = ∅,
Maka p( A∪ Ᾱ =p(S) = 1 dan p(A∩ Ᾱ)= p(∅)=0
Oleh karena itu p(A ∪ A)= p(A)+ p(Ᾱ) – p(A∩ Ᾱ)
1= p(A)+p( Ᾱ)-0
P(Ᾱ) = 1- p(A)
jadi
• 
P(Ᾱ)= 1-
p(A)

contoh dalam suatu pemilihan ketua RT terdapat 3 orang laki-laki dan 2


orang perempuan yang akan dicalonkan dalam pemilihan tersebut. berapa
peluang yang terpilih bukan laki-laki?
Penyelesaian:
Jika L = kejadian yang terpilih sebagai ketua RT adalah laki-laki, maka p(L) =
. Denagan demikian, kejadian yang terpilih sebagai ketua RT bukan laki-laki
dilambangkan dengan Ḹ, dan p ( Ḹ) = 1 – p(L) = 1- .

Anda mungkin juga menyukai