ghah
ILMU BAYAN
Hak penerbitan ada pada STAIN Jember Press
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved
Penulis:
Zeiburhanus Saleh
Eni Zulfa Hidayah
Editor:
Imam Mahfudiono
Layout:
Muh. Faisol
Cetakan I:
Juli 2013
Penerbit:
STAIN Jember Press
Jl. Jumat Mangli 94 Mangli Jember
Tlp. 0331-487550 Fax. 0331-427005
e-mail: stainjember.press87@gmail.com
ISBN: 978-602-8716-93-2
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah Swt, atas rahmat d
an hidayah-
Nya, penulisan buku dengan judul “ILMU BAYA
N” dapat
diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam
semoga tetap
dilimpahkan kepada Nabi Akhiruz Zaman M
uhammad
Rasulullah Saw., yang paling fashih dalam berb
ahasa Arab,
panutan umat Islam dalam menjabarkan ajar
an Islam di
berbagai aspek kehidupan, beserta keluargan
ya, para sha-
habatnya yang selalu menjunjung tinggi
nilai-nilai
kesusastraan, dan semua pengikutnya yang s
etia dari awal
sampai akhir.
Kita mengetahui bahwa pembahasan Ilm
u Balaghah
terdiri dari tiga unsur yaitu Ma’ani, Bayan dan
Badi’. Pem-
bahasan Ilmu Ma’ani telah dibahas dalam buk
u yang per-
tama dengan judul “ILMU MA’ANI” yang diterbi
tkan oleh
Pustaka Radja Jember 2012.
Dan buku ini merupakan lanjutan dar
i buku diatas
yang secara konprehensif akan
memaparkan
unsur-unsur
yang terdapat dalam pembahasan Ilmu Ba
yan, berangkat
dari pengertian, pembagian, dan contoh-
contohnya, dalam
hal ini adalah Tasybih, Majaz dan Kinayah.
Melalui ketiga
bidang ini kita akan mengetahui ungkapan-
ungkapan bahasa
Arab yang fasîh, baik dan benar, mengeta
hui ungkapan-
ungkapan yang tidak fasîh dan tidak cocok
untuk diucap-
kan. Ilmu ini pula dapat membantu
kita untuk
mengungkapkan suatu ide atau perasaan
melalui bentuk
dan uslub yang bervariasi sesuai dengan
muqtadha al-hâl.
Dengan pengetahuan di atas seseorang ak
an mampu me-
nangkap kemukjizatan Alquran dari asp
ek bahasanya,
keindahan, ketepatan, dan kehebatan ayat
nya, baik pada
tataran jumlah, kalimah, sampai kepada hur
uf-hurufnya.
Kemudian untuk Pembahasan Ilmu Ba
di’ akan diba-
has dalam buku yang ketiga. Dan penulis
sangat setuju
dengan apa yang disampaikan oleh Ali Muha
mmad al-Imadi
(1966;7) bahwa:
: ٓىنإ ُتِيَأر َال ب َُتْكي ُ َْناسنإ ّاباتك في ٔهمىي الإ ّ َالقو ِفي ٔهدغ
ِىل # غ#ًِِز#& #ه#ذ#ا ناكل نسحأ
ىلو ديس اذك ناكل نسحتسي
ىلو مدق #ه#ذ#ا ناكل لضفأ
ىلو كزت #ه#ذ#ا ناكل لجمأ
“Aku yakin bahwa tidaklah seseoran
g membuat
karya tulis pada hari ini melainkan
keesokan
harinya dia akan berkata:
Jika bagian ini di ubah tentu lebih indah
Jika bagian itu ditambah tentu lebih jela
s
Jika yang ini didahulukan niscaya lebih
menawan َ
Jika itu dihilangkan niscaya lebih rupaw
an.”
vi
Demikian penulis menyadari bahwa kes
alahan dan
kekeliruan akan banyak dijumpai didalam buku
ini, dan pa-
da akhirnya penulis hanya bisa berdoa semo
ga buku ini
memberikan manfaat bagi siapapun yang mem
bacanya, ser-
ta kritikan dan saran akan sangat dihara
pkan untuk
penyempurnaan buku ini, jazakumullah khairal
jazaa’.
.
Jember, Jul
i 2013
P
enulis
vii
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................
v
DAFTAR ISI .........................................................
viii
BAB I :
PENDAHULUAN ..................................................
.. 1
BAB II
TASYBIH .............................................................
.. 3
A. Pengertian Tasybih ...................................
.... 3
B. Macam-macam tasybih
................................. 4
C. Pembagian Tasybih dari Segi Mufrad
dan Murakkabnya .....................................
... 5
D. Pembagian Tasybih dari Segi
Cabangnya ...............................................
.... 7
E. Pembagian Tasybih dari Segi Wajah
Syabah .....................................................
.. 10
F. Pembagian Tasybih dari Segi Tujuannya
..................................................................
. 15
G. Tentang Beberapa Alat Tasybih ................
.. 15
H. Faedah Tasybih .........................................
. 20
I. Bentuk Tasybih Yang Tidak Mengikuti
Aturan Asalnya .........................................
.. 24
ix
BAB III
MAJAZ ...............................................................
33
A. PENGERTIAN MAJAZ ...............................
33
B. MACAM-MACAM MAJAZ ........................
35
C. SEGI KESEMPURNAAN ISTI'ARAH
DENGAN SELURUH MACAMNYA ............
94
BAB IV
KINAYAH ...........................................................
97
A. PENGERTIAN KINAYAH ............................
97
B. PEMBAGIAN KINAYAH ............................
101
C. KESEMPURNAAN KINAYAH .....................
109
BAB V
PENUTUP ............................................................
115
DAFTAR PUSTAKA .............................................
123
x
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Bayan () menurut pengertian
bahasa adalah
Al-Kasyfu () yang berarti
membuka atau
menyatakan. Dan bisa disebut juga Al-
Iidhaah (),
artinya menerangkan atau menjelaskan.
Menurut istilah Ulama Balaghah (Al-Bulagha’)
adalah:
“Dasar-dasar dan kaidah-kaidah untuk
mengetahui cara
menyampaikan satu makna dengan beb
erapa cara yang
sebagiannya berbeda dengan sebagian
yang lain dalam
menjelaskan segi penunjukan terhadap k
eadaan makana
tersebut.”
Dalam hal tersebut selalu tetap melih
at kontekstu-
alnya atau Muqtadhal Hal-nya. Jadi, satu m
akna tersebut
misalnya
“kedermawanan Saad ()”, itu p
ada suatu
kali bisa ditunjukkan dengan bentuk “Tasy
bih” (),
seperti diucapkan:
= Saad itu seperti Hatim.
Dan pada kesempatan lain dengan m
enggunakan
bentuk majaz, misalnya dikatakan.
Ilmu Ba
yan | 1
).
Ilmu ini berkembang dan Imam Abdul Qahir
mengukuh-
kan dasar-dasarnya, menertibkan kaidah-
kaidahnya. Dan
selanjutnya diikuti oleh Al-Jahiz, Ibnul Mu’taz
, Qudamah
dan Abu Hilal Al-Askari.
Manfaat dari ilmu ini adalah kita bisa me
ngetahui ra-
hasia-rahasia kalimat Arab, baik prosa mau
pun puisinya,
dan juga mengetahui perbedaan macam-
macam kefasihan
dan perbedaan tingkatan sastra sehingga de
ngan hal terse-
but dapat mengetahui tingkat kemukjizatan
Al-Qur’an di-
mana manusia dan jin kebingungan untuk m
enirunya dan
tidak mampu menyusun semisalnya.
2 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
BAB II
TASYBIH
A. PENGERTIAN TASYBIH
Tasybih merupakan cara pertam
a yang di-
tunjukkan oleh tabi’at untuk menjelaskan
suatu makna.
Menurut pengertian bahasa, maknanya ad
alah (),
artinya menggambarkan atau
memisalkan. Tetapi
menurut Ulama Ilmu Bayan, tasybih adala
h:
“Menyamakan suatu hal kepada hal y
ang lain dalam
suatu makna dengan menggunakan
perabot yang
diketahi.”
Seperti ucapan anda:
= Ilmu pengetahuan itu sepe
rti ca-
haya dalam memberikan petunjuk.
Lafaz () adalah musyabbah (
), artinya
yang diserupakan atau disamakan, dan laf
az () ada-
lah musyabba bih ( ), artinya yang
diserupai.
Lafaz () adalah wajah syabah ( ),
artinya
segi penyerupaan, dan kaf (), adalah
alat tasybih
(), artinya alat yang digunakan untuk
menyeru-
pakan. Dengan demikian rukun tasybih
ada empat
macam, yaitu:
1. Musyabbah ()
Ilmu Ba
yan | 3
2. Musyabbah bih()
Kedua rukun ini disebut dua unsur po
kok tasybih
()
3. Wajah syabah ()
Alat tasybih ( ), baik diucapkan at
au tidak
diucapkan.
B. MACAM-MACAM TASYBIH
Dua unsur pokok tasybih, yaitu mus
yabbah dan
musyabbah bih, adakalanya:
1. Keduanya hissi dapat ditemuka
n dengan
salah satu dari panca indra lahir. Conto
h:
= Anda seperti matahari
da-
lam cahayanya.
Dan seperti menyerupai pipi deng
an
bungan
mawar.
2. Keduanya aqli , artinya dapat di
temukan
dengan akal. Contoh:
= Ilmu pengetahuan itu lak
sana ke-
hidupan.
= Sesat dari kebenaran
itu
laksana buta.
= Kebodohan itu laksana kem
atian.
3. Musyabbah hissi dan musyabbah bih
aqli, seperti:
=Dok ter yang jahat itu lak
sana
kematian.
4. Musyabbah aqli dan musyabbah bih
hissi, seperti:
= Ilmu pegetahuan itu laksan
a cahaya.
4 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
C. PEMBAGIAN TASYBIH DARI SEGI MUF
RAD DAN
MURAKKABNYA
Dua unsur pokok tasybih, yaitu mus
yabbah dan
musyabbah bih itu adakalanya:
1. a. Keduanya mufrad yang mutlak, sep
erti:
= Cahayanya seperti mat
ahari.
b. Keduanya muqayyad , seperti:
“Orang yang berusaha dengan h
al yang tiada
faedahnya adalah seperti orang y
ang menulis di-
atas air”.
c. Keduanya berbeda , seperti:
= Gigi depannya seperti
muti-
ara yang dirangkai.
= Mata yang berwarna
biru
itu seperti mata lembing.
Keduanya murakkab dengan susun
an yang tidak
mungkin dipisah bagian-bagiannya,
seperti kata
penyair:
“Seolah-olah bintang Suhail,
Dan bintang-bintang di
belakangnya,
Seperti barisan-barisan shalat,
Yang imamnya berdiri di hadapann
ya.”
Sebab kalau anda mengatakan:
Sudah tentu faedah tasybih menjadi
hilang.
2. Keduanya murakkab dengan susunan
yang apabila
bagian-bagiannya dipisah, maka menja
di hilanglah
yang dimaksudkan dari keadaan musya
bbah bih.
Ilmu Ba
yan | 5
Seperti susunan tasybih yang bisa
dilihat dalam
kata penyair berikut, dimana penyair me
nyerupakan
bintang-bintang yang brcahaya di te
ngah-tengah
langit, dengan mutiara-mutiara yang di
taburkan di-
atas permadani berwarna biru. Syair ters
ebut adalah:
“seakan-akan bentuk bintang-bintang,
Dalam keadaan bercahaya,
Laksana mutiara-mutiara yang
ditaburkan,
Diatas permadani berwarna biru.”
Sebab, kalau anda mengatakan:
, maka tasybi
h
masih juga bisa diterima, tetapi telah hil
ang apa yang
dimaksudkan dengan keadaan musyabb
ah bih.
3. Mufrad dengan murakkab (), se
perti uca-
pan Al-Khansa’:
“Orang yang putih, yang bercahaya,
Para pemberi petunjuk mengikutinya,
Seolah-olah dia seperti sebuah
bendera yang ada api
di atasnya.”
Seperti kata penyair:
“Dan taman-taman yang
tanamannya
Tiada bunga syaqiq,
Seperti pohon yang warna bunganya
merah,
Yang diberi tanda dengan minyak a
mbar.”
4. Murakkab dengan mufrad (). Co
ntoh
= Air yang asin itu seperti rac
un.
Penyair yang lain berkata:
6 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
“Janganlah kalian merasa kagum,
Dengan tahi lalat dipipinya,
Setiap
bunga Syaqiq,
Dengan titik berwarna hitam.”
D. Pembagian Tasybih Dari Segi Cabangnya
Dua macam ujung tasybih, yaitu m
usyabbah dan
musyabbah bih, dengan melihat caban
gnya, terbagi
menjadi empat macam, yaitu:
a. Tasybih malfuf ()
b. Tasybih mafruq ()
c. Tasybih taswiyah ()
d. Tasybih jamak ()
1. Tasybih Malfuf adalah:
“Mengumpulkan masing-masing
uj
ung keduanya
dengan semisaln ya, sperti mengum
pulkan musyab-
ba dengan musyabbah, dan musyab
bah bih dengan
musyabbah bih, yaitu pertama kali
mengemukakan
beberaa musyabbah, lalu kedua kal
inya menghad-
dirkan beberapa musyabah bih.”
Seperti ucapan penyair:
“Waktu malam, bulan purnama dan
batang pohon,
Laksana rambut, waja dan bentuk tu
buh.”
Penyair lain mengucapkan:
Ilmu Ba
“Senyuman dan kerutan muka,
Dalam perkumpulan dan peerangan,
Laksanan hujan dan kilat,
Dibawah bentangan hujan air beku.”
Dan seperti ucapan penyair:
“Dan cahaya memancar,
Yang tampak nyata diwaktu malam,
Seperti ujung mata
lembing,
Yang ada di baju besi.”
Dan seperti kata penyair:
“Ia melewati kami (bagaikan) matah
ari
Yang bersinar di waktu Dhuha,
Dia menirukan kijang betina
Terhadap kijang jantan.”
E. PEMBAGIAN TASYBIH DARI SEGI
WAJAH
SYABAH
“Wajah syabah adalah sifat khusus yang
dituju oleh per-
samaan dua ujung tasybih.”
Contohnya seperti sifat pemurah atau
dermawan
() dalam contoh:
( ) = “Khalil itu (kedermawanannya
) seperti
Hatim.
Tasybih dengan melihat wajah syabah ter
bagi menjadi:
1. Tasybih tamtsil (), yaitu:
“Tasybih yang wajah syaba-nya be
rupa gamaran
yang diambil dari hal yang berbilang.
”
Seperti ucapan penyair:
”Tiadalah seseorang itu,
Kecuali seperti bulan dan cahayanya,
Ia menempati sebulan penuh,
Kemudian menghilang.”
Pada bait diatas, wajah syabah-nya a
dalah “cepat-
nya binasa” ( ). Penyair menga
mbilkan
dari keadaan-keadaan cahaya bulan
yang cukup
10 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
berbilang. Sebab kemunculan pertama
berupa bu-
lan sabit (), kemudian menjadi bulan
purnama
(), lalu berkurang, dari selanjutnya le
nyap.
2. Tasybih ghairu tamtsil (), yait
u:
“Tasybih yang wajah syabah-nya
tidak berupa
gamaran yang
diambil dari hal yang
berbilang.
Contohnya seperti:
() = Wajahnya seperti bulan pu
rnama.
Dan seperti ucapan penyair:
“Janganlah anda mencari angkat,
Dengan alat (kemampuan) yang and
a miliki,
Pena sastrawan tanpa tulisan,
Laksana alat pemintal,”
Wajah syabah-nya adalah “Sedikitnya
faedah” (
) dan macam itu tidak diambil dari
hal yang
berbilang.
Tasybih Mufashal (), yaitu:
3.
“Tasybih yang
wajah syabah-nya
disebutkan
rangkaiannya.”
Seperti:
a. ( ) = Watak
eperti
lautan kedermawanannya.
c. ( ) = Dan perkataan
nya
seperti mutiara kebaikannya.
d. Ibnu Ruumy mengucapkan:
Ilmu Bay
an | 11
“(Dialah) orang yang menyerup
ai bulan pur-
nama,
Kebaikan, cahaya,
Dan
pemberiannya, dan menyeru
pai dahan ke-
lunakannya,
Kekuatan dan kelurusannya.”
(
4. Tasybi mujmal
), yaitu:
“Tasybih yang wajah syabah-nya tid
ak disebutkan
dalam rangkaiannya.”
Seperti:
a. ()
Ilmu tatabahasa dalam erk
ataan adalah
seperti garam dalam maka
nan.
b. Penyair menyatakan:
“Sesungguhnya dunia itu
Seperti rumah,
Yang tennannya terbuat
Dari sarang laba-laba.”
5. Tasybih qariq mubtadzal (), yait
u:
“Tasybih yang mana berpindahnya
hati dari
musyabbah ke musyabbah bih dala
m rangkaiannya
tidak membutuhkan kepada beratny
a berpikir, ka-
rena wajah syabah-nya telah tamp
ak jelas sejak
semula.”
12 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Contohnya seperti menyerupakan pi
pi dengan
bunga mawar dalam hal kemerah-
merahannya,
atau seperti wajah dengan bulan purn
ama dalam
bercahaya dan bundarnya.
Terkadang dalam tasybih qarib m
ubtadzal ini
disimpangkan dengan suatu makana
yang menge-
luarkannya dari nilai kerendahannya
menuju ma-
kana yang aneh, sperti ucapan penyair:
“Tak sepadan wajah ini,
Dengan sang surya di siang hari,
Kecuali dengan wajah,
Yang tidak punya malu.
Menyerupakan wajah yang tampan de
ngan surya
bernilai rendah, akan tetapi dengan me
ngungkapan
rasa malu, dapat menimbulkan makana
yang aneh.
Kadang-kadang dapat juga dikeluarkan
dari makna
yang rendah menuju makna yang aneh
dengan cara
mengumpulkan anara sejumlah tas
ybih, seperti
ucapan penyair:
“Seolah-lah dia sedang tersenyum,
Dengan menampakkan (gigi seri
Laksana) mutiara yang tersusun,
Atau hujan batu, atau bungan uqhuw
an.”
Atau dengan menggunakan syarat, se
perti ucapan
penyair:
“Berbagai cita-cita seseorang itu,
Seperti bintang-bintang yang
bergemerlap,
Ilmu Bay
an | 13
F. PEMBAGIAN TASYBIH DARI SEGI TUJUAN
NYA
Tasybih dengan melihat tujuannya terbagi
menjadi:
a. Tasybih hasan maqbul ()
b. Tasybih qabih mardud ()
1. Tasybih hasan maqbul adalah:
14 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
G. TENTANG BEBERAPA ALAT TASYBIH
Alat tasybih ialah:
Ilmu Bay
an | 15
“Lafaz-lafaz yang menunjukkan makna
menyamai,
seperti huruf “Kaf” (), lafaz “Ka-
anna” (),
lafaz “Mitslu” (), lafaz “Syib-hu” () da
n lafaz-
lafaz yang lain yang mempunyai makna
menyamai.
Seperti lafaz-lafaz (), (), (),
(),
(), dan begitu juga bentuk Fa’il-nya s
eperti lafaz
() , (), dan lain sebagainya yang sema
kna.
Alat Tasybih adakalanya berupa Isi
m atau Fi’il
atau Huruf dan adakalanya disebutkan
() atau
dibuang (). Contoh:
( ) = Pasukan telah bera
ngkat
seperti membanjirnya air.
Contoh diatas diperkirakan: ( ),
artinya
seperti membanjirnya air. Pada asalnya,
Alat Tasybih
“” (seperti), (seperti) dan ” (serupa
/mirip)
adalah berdampingan dengan Musyabba
h Bih.”
Sedangkan perabot tasybih “
” (seolah-
olah, “” (mirip), “” (menyamai) dan la
faz yang
semakna, adalah berdampingan dengan
musyabbah.
Seperti ucapan penyair:
“Seolah-olah bintang kejora itu
Telapak tangan yang mengukur kegela
pan,
Untuk melihat apakah malam itu panja
ng,
Ataukah malam itu
telah terlihat.”
Lafaz “Ka-anna” (), artinya seolah-
olah, berfaedah
tasybih (menyerupakan) jika khabar-nya
berupa Isim
Jamid (), seperti:
() = Seolah-olah laut itu
kaca cer-
min yang jernih.
16 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Ilmu Bay
an | 17
hat
gajah itu laksana gunun
g.
c. ()
“Mereka adalah kaum
yang bila
memakai besi,
baju
Maka anda melihatnya,
Laksana beberapa
awan
Yang dirantai di at
as bulan.”
Tasybih dengan melihat Alat ()-nya ter
bagi menjadi
beberapa macam, yaitu:
1. Tasybih muakkad (), yaitu:
()
“Tasybih yang dibuang perabot ata
u adatnya.”
Seperti ucapan penyair:
“Anda laksana bintang,
Dalam keluhuran dan cahayanya,
Beberapa mata menjadi terang, ter
hadap anda,
Disebelah timur dan baratnya.”
2. Tasybih (
mursal ), yaitu:
()
Tasybih yang di dalamnya masih
menyebutkan
perabotnya.”
Dinamakan tasybih mursal, karena
memang
dilepaskan dari makna ta’kid atau
pengukuhan.
Contohnya seperti ucapan penyair.
“Sesungguhnya dunia itu
Seperti rumah,
Yang tenunannya terbuat,
18 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Dari sarang laba-laba.”
Termasuk contoh dari tasybih muak
kad ialah ta-
sybih yang musyabbah bih-nya d
i-idhafah-kan
kepada musyabbah, seperti ucapan p
enyair:
“Angin itu bermain-main
Dengan beberapa dahan pokok,
Sedangkan sore hari yang seperti e
mas,
Telah berlalu di atas air seperti per
ak.”
Perkiraan syair di atas ialah:
3. Tasybih baligh (), yaitu:
“Tasybih yang perabot dan waj
ah syabah-nya
dibuang.”
Seperti ucapan penyair:
“Selesaikanlah hajat-hajat kalian
Dengan segera,
Sesungguhnya usia kalian,
(laksana) bepergian dari
beberapa
bepergian.”
Termasuk contoh dari tasybih baligh
ialah masdar
yang menjelaskan macam (
)
yang di-mudhaf-kan, seperti:
() = Ia telah menipu sepert
i tipuan
seekor kancil.
Termasuk tasybih baligh ialah di-
idhafah-kannya
musyabbah bih kepada musyabbah.
Contoh:
( ) = Fulan menggun
akan
kesehatan seperti halnya pakaian.
Ilmu Bay
an | 19
H. FAEDAH TASYBIH
Faedah-faedah tasybih pada seb
agian
besar
keadaannya, kembali kepada Musyabbah
. Faedah ter-
sebut adakalanya.
1. Untuk menjelaskan keadaan musyabb
ah (),
yaitu ketika kondisi musyabbah belu
m diketahui
sifatnya sebelum dibuat tasybih. S
etelah dibuat
tasybih, maka akan diketahui sifat ter
sebut. Seperti
ucapan penyair:
“Tatkala ia memenuhi hajatnya,
Maka ia melipat dirinya,
Seolah-olah tulang-tulangnya,
Diciptakan dari rotan.”
Penyair menyerupakan tulang-
tulang per-
empuan yang memenuhi hajatnya de
ngan rotan.
Ini untuk menjelaskan keadaan tulang
nya memang
lentur atau lunak.
2. Untuk menjelaskan mungkinnya
keadaan
musyabbah ( ), yaitu
ketika
disandarkan kepada musyabbah ses
uatu hal yang
dianggap aneh, yang keanehannya tida
k bisa hilang
kecuali dengan menuturkan hal
yang
membandinginya. Seperti ucapan peny
air:
“Aduhai celakanya, jika ia melihat,
Dan jika ia berpaling,
Jatuhnya anak panah dan mencabut
nyqa,
Adalah sangat menyakitkan.”
20 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Penyair menyerupakan pandang
an seorang
wanita dengan jatuhnya anak panah
, dan me-
nyerupakan berpalingnya dengan me
ncabut anak
panah tersebut. Hal demikian untuk m
enunjukkan
kemungkinan wanita tersebt bisa men
yakitkan hati
dengan kedua sikapnya.
3. Untuk menjelaskan kadar kekuatan da
n kelemahan
dari keadaan musyabbah (
),
yaitu ketika keadaan musyabah tel
ah diketahui
sifatnya secara global sebelum dib
uat tasybih,
sedangkan tasybih menjelaskan kadar
sifat tersebut.
Seperti ucapan penyair:
“Seolah-olah jalannya seorang
wanita
Dari rumah tetangganya,
Laksana lewatnya segumpal awan,
Tiada perlahan dan tiada terburu-
buru.”
Dan seperti menyerupakan air
dengan es
dalam hal dinginnya. Juga seperti ucapa
n penyair:
“Di dalamnya terdapat empat puluh
dua
Unta yang diperah susunya,
Yang warnanya hitam kelam,
Seperti gagak yang berwarna hitam.
”
Penyair menyerupakan unta-
unta yang
hitam, dengan hitamnya burung gaga
k. Ini untuk
menjelaskan kadar hitamnya unta.
4. Untuk menetapan keadaan musab
bah di hati
pendengar dengan menampakkan
keadaannya
yang lebih tampak di dalamnya (
Ilmu Bay
an | 21
), yaitu seperti ketika
keadaan yang disandarkan kepada
musyabbah
mebutuhkan kepada penetapan dan
penjelasan
dengan contoh. Seperti ucapan penyair
:
“Sesungguhnya hati,
Bila rasa cintanya telah hilang,
Laksana sifat kaca,
Yang pecahnya tak bisa ditambal.”
Penyair menyerupakan hati yan
g telah ber-
balik bendi dengan kaca pecah. Ini d
imaksudkan
untuk menetapkan sulitnya mengem
balikan hati
kepada rasa senang dan rasa cinta sep
erti semula.
5. Untuk menjelaskan kemungkinan
wujudnya
musyabbah, dan bahwasanya hal itu
bisa dicapai
(–). Contoh:
( )
“Jikalau anda dapat melebihi para m
anusia,
Sedangkan anda sendiri dari mereka,
Maka sesungguhnya minyak kasturi,
Adalah sebagian darah kijang.”
Artinya: Tidak aneh jika anda
dapat
mengungguli para manusia, padahal a
nda juga dari
mereka. Sebab bagi anda ada bandi
ngan, yaitu
minyak misik (minyak kasturi). Karena
ia sebagian
daripada darah kijang dan telah dapat
melebihi se-
luruh darah yang lain. Pada contoh i
ni terdapat
penyerupaanterhadap keadaan orang
yang
disanjung ( ) dengan keadaan
minyak
22 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
kasturi ( ). Penyerupaan tersebu
t secara
kandungan makana saja ().
Tasybih dhimni ialah: Tasybih
yang di da-
lamnya tidak ditetapkan musyabbah
dan musyab-
bah bih dalam suatau bentu tasybih
dari bentuk-
bentuk yang telah dikenal. Tetapi kedu
anya hanya
dilirik maknanya dalam susunan kali
mat. Hal itu
untuk memberikan faedah bahwa h
ukum yang
disandarkan kepada musyabbah adal
ah suatu hal
yang mungkin. Termasuk contoh yang l
ain ialah:
() = Orang mukmin itu cermi
n bagi
orang mukmin lainnya..
6. Untuk menyanjung musyabbah atau
mengangga
baik terhadapnya ( ), seperti
ucapan
penyair:
“Seolah-olah anda itu matahari,
Sedangkan para raja adalah bintang-
bintang,
Bila matahari
telah terbit,
Maka tidak satu bintangpun yang ta
mpak
darinya.”
7. Untuk menganggap buruk terhadap
musyabbah
(), sperti ucapan penyair lain:
“Dan bila ia berisnyarat sambil bicar
a,
Seolah-olah dia itu
kera yang tertawa,
Atau perempuan tua yang menampa
r pipi.”
8. Untuk menganggap baik lagi baru
().
Adakalanya musyabbah ditampakkan
dalam
bentuk yang tidak mungkin secara
lazimnya.
Ilmu Bay
an | 23
Seperti menyerupakan arang yang
didalamnya
terdapat bara yang menyala, denga
n laut misik
yang dihadapkan kepada emas.
Dan adakalanya karena jarangnya
kehadiran
musyabbah bih didalam hati ketika di
kemukakann-
ya musyabbah. Seperti ucapan penyair
:
“Lihatnyah kepadanya
Seperti sampan dari perak
Yang telah dimuatai
Oleh muatan dari ikan ‘Anbar.”
24 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Contoh tersebut mengisyaratkan
suatu tasybih
secara tidak terang-terangan, dan tid
ak mengikuti
suatu bentuk dari beberapa bentuk ts
ybih yang te-
lah dikenal.
2. Terkadang bentuk tasybih itu dibalik,
yaitu
musyabbah
dijadikan musyabbah bi
h, dengan
demikian maka faedah tasybih itu ke
mbali kepada
musyabbah bih, karena
mendakwakan
bahwa
musyabbah lebih sempurna dan lebih j
elas dari ada
musyabbah bih dalam hubungannya
pada wajah
syabah.
Tasybih tersebut dinamakan
“Tasybih
Maqlub” )1 atau “tasybih m
(
a’kus”
(). Contoh:
a. ( ) = Seolah-olah cah
aya
siang itu seperti pelipisnya.
1
Yang dekat kepada macam ini adalah keterangan yang
disam-
paikan oleh Al-Halabi dalam kitab “Husnut Tawassul”
(
), bahwa tasybih tersebut dinamakan tasybih tafdhil
(
). Yang menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang
lain,
baik secara lafaznya atau perkiraannya, kemudian ber
pindah
dari tasybih untuk mendakwakan bahwasanya musyabb
ah lebih
utama daripada musyabbah bih, seperti ucapan penyair:
()
“Aku mengira keindahanny, Bagaikan bulan
purnama
yang bercahaya, Dimanakah posisi bulan purn
amaDari
bandingan keindahan itu.”
Ilmu Bay
an | 25
b. ( ) = Seolah-
olah
bunga harum taman itu seperti
kebaikan jalan
hidupnya.
c. ( ) = Seolah olah air i
tu
dalam
kejernihannya seperti watakn
ya.
d. Seperti ucapan penyair Muhammad
bin Wuhaib
Al –Himyari:
“Dan tampaklah waktu pagi
Seolah-olah permulaan cahayanya
Seperti wajah khalifah
Yang sedang disanjung-sanjung.”
Penyair menyerupakan awal c
ahaya pagi
dengan wajah sang khalifah, untu
k menyam-
paikan sangkaan bawa wajah kahlif
ah itu lebih
semurna dari pada awal chaya pagi
dalam kai-
tanya dengan wajah syabah. Inilah s
uatu eanifes-
tasi dari beberapa manifestasi seni
dan keinda-
han.
Yang dikenal adalah
menyerupakan
wajah yang indah dengan bulan pur
nama, dan
menyerupakan bentuk tubuh den
gan batang
pohon dalam hal tegak lurus
dan
melengkungnya. Tetapi penyair me
mang mem-
baliknya untuk tujuan mubalaghah.
Demikian itu
ika dimaksudkan untuk menyamak
an hal yang
bernilai sempurna dnegan hal yang
bernilai ku-
rang dalam hubungannya pada waj
ah syabah.
Bila kedua hal itu sama, maka sebai
knya berpin-
dah dari tasybih menuju musyab
ahah., karena
26 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
untuk menghindarkan upaya meng
uatkan salah
satu dari dua hal yang sama atas lain
nya.
Tasybih maqlub ini juga din
amakan ta-
sybih mun’akis, ialah tasybih yan
g dalam ben-
tuknya itu wajah syabah dikembali
kan kepada
musyabbah bih. Yaitu ketika dikeh
endaki me-
nyerupakan hal yang bernilai kurang
dengan hal
yang bernilai lebih, dalam pada it
u hal yang
pokok disamakan dengan cabang un
tuk maksud
mubalaghah. Macam bentuk ini b
erlaku me-
nyimang dari kebiasaan dalam ben
tuk tasybih
dan jarang terjadi, seperti ucapan
penyair Al-
Buhturi:
“Dalam terbitnya bulan purna
ma
Terdapat suatu dari kebaikan-
kebaikannya
Dan bagi sebuah batang
Ada bagian
dari kelenturannya
.”
Dan seperti firman Allah S
WT. Yang
menceritakan keadaan orang-orang
kafir:
“Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan
riba.” (Al-Baqarah: 275)
Contoh diatas dalam pengerti
an bahwa
sistem riba itu seperti jual beli. Oran
g-orang kafir
membaliknya untuk menyatakan
sangkaan
mereka bahwa riba menurut mer
eka adalah
lebih halal dari pada jual beli. Seba
b tujuannya
adalah laba atau keuntungan, seda
ngkan keun-
tungan itu lebih tampak dalam riba
dari pada
Ilmu Bay
an | 27
dalam jual beli. Jadi menurut mereka
sistim riba
itu lebih nyata halalnya dari pada jua
l beli.
Catatan:
Pertama: Sebagian daripada bentuk dan ga
ya tasybih itu
ada yang lebih kuat daripada seba
gian lainnya
dalam arti mubalagah-nya dan
kejelasan maksud
yang ditunjukkannya. Oleh karena i
tu bentuk-
bentuk tasybih mempunyai tiga
macam ting-
katan, yaitu:
a. Lebih luhur dan lebih sempurna,
yaitu tasbih
wajah syabah dan perabotnya dibua
ng. Contoh:
() = Keberanian Ali laksana ha
rimau.
Tentang macam ini, anda dapat me
ndakwakan
adanya makna yang tunggal antara
musyabbah
dan musyabbah bih, karena dibuan
gnya perabot
tasybih. Dan dapat melakukan peny
erupaan da-
lam segala hal, karena dibuangnya
perabot ta-
sybih. Oleh karena itu tasybih ma
cam ini di-
namakan “tasybih baligh” ()
Tasybih baligh ialah tasybih
yang
mengandung makna jauh dan an
eh (
), jadi bila keadaan wajah syaba
h itu sedi-
kit nampaknya, yang memerlukan
didalam
menunjukkannya kepada upaya
memutar
pikiran, maka yang demikian itu leb
ih berkesan
dihati dan lebih berkesan di hati. Da
n kekuatan
kesemurnaan yang dicapai dari ta
sybih adalah
berbeda-beda. Lantaran perbedaa
n beberapa
bentuk yang ditetapkan. Bentuk t
asybih yang
28 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
paling lemah dalam kesempurnaa
nnya ialah
tsybih yang didalamnya menyebut
kan seluruh
rukun-rukunnya. Sedangkan bentuk
yang paling
kuat nilai kesempurnaannya adalah
tasybih yang
didalamnya membuang wajah
syabah dan
perabot tsybih tetapi menyebutkan
musyabah.
Sedang atau mutawassithat (
), yaitu
tasybih yang hanya membuang per
abotnya saja,
seperti ucapan anda:
( ) = Ali laksana harimau
kerani-
annya.
Atau wajah syabah-nya dibuang, se
perti ucapan
anda:
() = Si Ali laksana harimau
keberani-
annya.
Penjelasan tentang hal tersebut
adalah jika
anda menyebutkan wajah syabah,
maka berarti
anda membatasi pada penyerupaan
. Jadi anda
tidak meninggalkan jalan untuk ber
pikir dalam
perkiraan bahwasanya penyerupaa
n itu pada
sebagian besar dari beberapa sifat.
Sebagaimana
halnya jika anda menyebutkan pera
bot tasybih,
maka berarti anda menentukan ad
anya perbe-
daan antara musyabbah dan mu
syabbah bih,
dan tidak meninggalkan
suatu bab untuk
menunjukkan makana mubalagaha
h.
b. Paling rendah tingkatnya, yaitu tas
ybih yang di
dalamnya menyebutkanwajah sya
bah dan
perabot tasybih. Ketika demikian
maka tasybih
Ilmu Bay
an | 29
30 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
“Tasybih yang dibuang perabotn
ya dan wajah
syabah-nya.”
f.
Tsybih dhimni () adalah:
“Tasybih yang didalamnya tida
k ditetapkan
musyabbah dan musyabbah bih-
nya dalam sua-
tu bentuk dari beberapa bentuk
tasybih yang
dikenal, tetapi keduanya hanya
diisyaratkan
dalam susunan kalimat.”
Tasybih macam ini dikemukakan u
ntuk mem-
berikan faedah bahwasanyahukum
yang
disandarkan kepada musyabbah it
u merupakan
hal yang mungkin.
Contohnya:
Contohnya seperti ucapan penyair:
“Janganlah anda mengingkari
Kosongnya orang mulia dari keka
yaan
Karenan banjir itu memusuhi
Terhadap tempat yang tinggi.”
Maksudnya: Janganlah
engkau, hai
wanita, mengingkari kosongnya l
elaki mulia
dari kekayaan. Sebab hal itu
tidaklah
mengherankan.Karena beberapa
puncak
gunung. Merupakan tempat-
tempat yang pa-
ling tiggi, jelas banjir tak bisa meng
genanginya.
Dalam contoh tersebut, orang yang
cerdik ten-
tu bisamenetapkan adanya tasyb
ih, tetapi ia
Ilmu Bay
an | 31
BAB III
MAJAZ
A. PENGERTIAN MAJAZ
Perkataan “Al-Majaz” () dikelua
rkan dari
fi’il madhi (), artinya melewati. Pa
ra Ulama
menamakan suatu lafaz yang
dipindahkan dari
kehendak makna asalnya dengan perkat
aan “Majaz”
karena mereka melewatkan lafaz tersebu
t dari makna
aslinya.
Majaz merupakan sebagian sarana
Ilmu Bayan
yang terbaik untuk menjelaskan
makna. Karena
dengan majaz itu suatu makna bisa ta
mpak bersifat
nyata. Oleh karena itu bangsa Arab s
angat suka
menggunakan bentuk maj
az itu. Sebab
mereka
cenderung untuk memperluas
kalimat, da
n juga
cenderung untuk menunjukkan banyakn
ya arti suatu
lafaz.
Disamping itu, di dalam banyaknya
makna ter-
simpan kehalusan perkataan. Dengan de
mikian dapat
dicapai kepuasan tersendiri. Karena itula
h majaz ba-
nyak ditemukan dalam perkataan bangsa
Arab.
Ilmu Bay
an | 33
2
Persesuaian atau ‘alaqah adalah:
()
Persesuaian yang menghubungkan antara makna yan
g dipin-
dahkan dan makna yang dipindahi.”
Disebut ‘alaqah karena dengan hal itu makna yang kedu
a dapat
berkait dan bersambung dengan makna yang pertama.
Dengan
demikian hati langsung berpindah dari makna yang p
ertama
menuju makna yang kedua. Dengan diisyaratkannya
melihat
persesuaian, maka dikecualikanlah ucapan yang kelir
u atau
ghalath. Seperti ucapan anda:
( ) = Ambillah kitab ini!, dengan mengisyarat
kan
kepada seekor kuda misalnya. Sebab dalam contoh ini t
ak ada
persesuaian yang bisa dilihat.
3
Pertanda atau qarinah adalah
()
“Hal yang dijadikan oleh mutakallim sebagai petunjuk b
ahwa dia
menghendaki dengan suatu lafaz itu pada selain makna
aslinya.”
Dengan dibatasinya pertanda atau qarinah den
gan ke-
tentuan “menghalangi untuk menghendaki makna asli,”
maka
dikecualikanlah bentuk “kinayah” (). Sebab qrinah
-nya
tidak menghalangi untuk menghendaki makna asli.
34 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
tanda yang menunjukkan arti yang dike
hendaki, ka-
dang-kadang berupa lafaz yang diucapka
n atau lafzi-
yah () dan adang-kadang berupa kea
daan atau
haliyah () sebagaimana akan diterangk
an.
B. MACAM-MACAM MAJAZ
Majaz terbagi menjadi empat macam, yaitu
:
1. Majaz Mufrad Mursal ()
2. Majaz Mufrad bil Isti’arah (
)
3. Majaz Murakab Mursal ()
4. Majaz Murakab bil Isti’arah (
)
a. Majaz Mufrad Mursal
“Majaz Mursal adalah kata yang sen
gaja digunakan
untuk menunjukkan selain arti a
slinya karena
Adapun qarinah itu adakalanya lafziyah dan ada
kalanya
haliyah.
a. Qarinah lafziyah adalah:
()
Qarinah yang diucapkan dalam susunan kalimat.”
b. Qarinah haliyah adalah:
()
“Qarinah yang hanya dipahami dari keadaan mutaka
llim atau
dari kenataan
yang ada.”
Adapun qarinah yang menentukan makn
a yang
dikehendaki, yaitu makna majaz, maka tidak mer
upakan
syarat.
Ilmu Bay
an | 35
adanya pertanda yang menunjukka
n untuk tidak
menghendaki makana aslinya.”
Majaz Mursal ini mempunyai perse
suaian atau
‘alaqh yang cukup banyak, yaitu:
1. Sababiyah (), sebab yaitu:
“Adanya makana yang dipindahka
n itu merupa-
kan sebab dan memberi pengaruh
pada lainnya.”
Contoh:
( ) = Binatang itu makan tu
mbuh-
tumbuhan.
Lafaz () diberi makna
“tumbuh-
tumbuhan” (), sebab lafaz ()
yang
artinya hujan merupakan sebab ba
gi tumbuh-
tumbuhan itu.
Qarinah-nya adalah “lafziyah”, yaitu
lafaz ().
Sebab ‘alaqah-nya dianggap dari segi
makan yang
dipindahkan.
2. Musabbabiyah () akibat, yaitu
:
“Adanya makana yang dipindahka
n merupakan
hal yang disebabkan dan akibat ba
gi sesuatu yang
ain.”
Contoh:
“Dan menurunkan untukmu rezeki
dari langit.”
(Al-Mukmin: 13)
Ayat tersebut ditafsiri dengan:
( ) = Hujan yang menyeb
abkan
rezeki.
36 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
3. Kulliyyah () keseluruhan, yaitu:
“Adanya makna yang dipindahkan
menyimpan
hal yang dimaksudkan dan lainnya.
”
Contoh:
“Mereka menyumbat
telinganya de
ngan jarinya.”
(Al-Baqarah: 19)
Ayat di atas ditafsiri dengan (), arti
nya anak
jari mereka.
Pertanda atau qarinah-nya adalah
keadaan (),
yaitu mustahilnya memasukkan jari d
alam telinga.
Contoh yang lain:
() = Aku telah minum air sun
gai Nil.
Yang dimaksudkan pada contoh di a
tas adalah
sebagian dari air sungai Nil dengan p
ertanda atau
qarinah berupa lafaz ().
Juz’iyah () bagian, yaitu:
“Adanya lafaz yang disebutkan me
nyimpan mak-
na sesuatu yang lain.”
Contoh: ()
“Gubernur telah menyebarkan ma
ta-matanya di
kota.”
Contoh di atas ditafsiri dengan: (
)
Jadi lafaz () adalah majaz mursal,
alaqah-nya
adalah juz’iyah. Sebab setiap spiona
se adalah ba-
gian dari pada mata-mata di kota.
Qarinah-nya
adalah kecenderungan ().
Dan seperti firman Allah SWT.:
Ilmu Bay
an | 37
ia
“Hendaklah memerdekakan
seor
ang hamba sa-
haya yang beriman.” (An-Nisa”: 92)
4. Lazimiyah () yang menetapi,
yait
u:
“Adanya sesuatu pasti terwujud d
i kala sesuatu
yang lain terwujud.”
Contoh:
() = Cahaya telah terbit.
Contoh tersebut diberi mkna ma
tahari. Jadi
lafaz () adalah majaz mursal,
alaqah-nya
adalah lazimiyah. Sebab, cahaya (
) akan
terwujud ketika matahari terbit. Yan
g dianggap
disini adalah kelaziman yang khusus,
yaitu tidak
dapat dipisahkan.
5. Malzumiyah () yang ditetapkan, y
aitu:
“Adanya sesuatu pasti terwujud
ketika sesuatu
yang lain terwujud.”
Contoh:
()
= Matahari itu telah me
men-
uhi tempat.
Lafaz (
) diberi makna cahaya. J
adi lafaz
() adalah majaz mursal. Alaqh-
nya adalah
malzumiyah. sebab bila matahari ter
wujud, maka
terwujudlah cahaya. Qarinah-nya a
dalah lafaz
()
6. Al-Aliyah () alat, yaitu:
38 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
“Adanya sesuatu merupakan pera
ntara atau
alat
untuk menyampaikan pengaruh s
esuatu
kepada
lainnya.”
Contoh:
“Dan jadikanlah aku lidah yang ba
ik bagi orang-
orang yang dating kemudian.” (Asy-
Syu’araa’: 84)
Contoh yersebut ditafsiri deng
an (
), artinya buah tutur yang baik. J
adi lafaz
() dengan menggunakan arti (
) ada-
lah majaz mursal. Alaqh-nya ada
lah al-aliyah
( ). Sebab lisan adalah sebagai alat d
alam buah
tutur yang baik ().
7. Al-Ithlaq (), yaitu:
“Adanya sesuatu itu dilepaskan dar
i beberapa ba-
tasan.”
Contohnya adalah firman Allah SWT.:
()
“Maka wajiblah atasnya memerdek
akan tengkuk
yang mukmin.” (Al-Mujadilah: 3)
Ayat di atas ditafsiri dengan (
).
Jadi lafaz () tengkuk adalah maja
z mursal,
alaqah-nya adalah
ithlaq
(), art
inya me-
nyebutkan bentuk mutlak dengan m
enghendaki
muqayyad.
Jadi yang dikehendaki dar
i budak ter-
sebut adalah budak yang mukmin. M
engucapkan
lafaz () untuk diberi makna tubuh
secara to-
tal adalah majaz mursal yang
alaqah-nya
Ilmu Bay
an | 39
nuz’iyah, artinya menyebutkan ba
gian tetapi
bermaksud keseluruhan.
8. Taqyid, artinya pembatasan () ganj
il, yaitu:
“Adanya
sesuatu itu dibatasi denga
n suatu batasan
atau lebih banyak.”
Contoh:
( ) = Alangkah tebalnya
bibir
Zaid.
Contoh tersebut ditafsiri dengan (
), artinya
bibir Zaid. Jadi lafaz ( ) adalah
majaz
mursal alaqah-nya adalah taqyid. S
ebab dibatasi
dengan bibir kuda ().
9. ‘Umum () umum, yaitu:
“Adanya sesuatu itu mencakup hal
yang banyak.”
Seperti firman Allah SWT.:
“Apakah mereka dengki kepada
manusia (Mu-
hammad)?” (An-Nisa’: 54)
dengan (
Ayat di atas ditafsiri
), artinya Nabi (Muhammad) s
aw. Jadi
lafaz () adalah majaz mursal yang
alaqah-nya
adalah (), maksudnya menyebut
kan lafaz
umum tetapi menghendaki arti khusu
s.
Dan seperti firman Allah SWT.
“Yaitu orang-orang (mentaati All
ah danRasul)
yang kepada mereka ada orang
yang menga-
takan.” (Ali ‘Imran: 173)
40 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Yang dimaksudkan dengan () ada
lah satu
orang, yaitu Nu’aim bin Mas’ud Al Asy-
ja’i.
10. Khusus (), yaitu:
“Adanya lafaz memang khusus untu
k sesuatu yang
satu, seperti pengucapkan nama s
eseorang untuk
menghendaki suku atau puak.”
Contohnya seperti lafaz:
() = Suku Rabi’ah.
() = Suku Quraisy.
11. I’tibaru Ma Kaana
( ), artinya
menganggap apa yang telah lau, yaitu:
“Memandang kepada masa yang te
lah lewat.”
Seperti firman Allah SWT.:
“Dan berikanlah keada anak-anak
yatim (yang
sudah baligh) harta mereka.” (An-
Nisa’: 2)
Contoh di atas ditafsiri dengan (
) atinya anak-anak yatim kemudian
memasuki
dewasa. Jadi lafaz () adalah maja
z mursal
yang alaqah-nya adalah I’tibaru
makaana, artinya
menganggap apa yang ada dengan
menghendaki
apa yang akan terjadi. Dan seperti uc
apan orang
yang minum kopi:
() = Ambilkanlah yang penuh.
12. I’tibaru ma yakunu
( ),
artinya
menganggap apa yang bakal terjadi, ya
itu:
Ilmu Bay
an | 41
“Melihat apa yang akan terjadi dim
asa yang akan
datang.”
Contoh:
() = Aku menggiling roti.
Contoh tersebut ditafsiri dengan:
( ), artinya biji-
bijian yang pada akhirnya menjadi rot
i. Jadi lafaz
() adalah majaz mursal yang alaq
ah-nya ada-
lah menganggap apa yang bakal terja
di.
Dan dalam contoh yang lain:
“Sesungguhnya aku
bermimpi,
bahwa aku
memeras khamer.” (Yusuf: 36)
Ayat yang menjadi contoh diat
as ditafsiri
dengan: () artinya meme
ras
anggur yang pada akhirnya menjadi
arak. Sebab,
pada waktu diperas itu belum menja
di arak. Jadi
‘alaqah-nya adalah menganggap ap
a yang bakal
terjadi.
Contoh yang lain:
“Dan mereka tidak akan melahirka
n selain orang
yang berbuat maksiat lagi sangat k
afir.” (Nuh: 27)
Seorang anak ketika dilahirka
n tidaklah
berbuat maksiat dan tidak kafir. Tet
api anak it
akan menjadi demikian paa periode
selanjutnya.
Dalam conto di atas mengucapkan
perkataan
“anak yang berbuat maksiat,”
namun yang
dikehendaki adalah orang tua ya
ng berbuat
durhaka. Persesuaian atau alaqah
-nya adalah
42 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
“menganggap apa yang bakal terjadi
” (
).
13. Haalliyah () yang menempati yaitu
:
“Adanya sesuatu itu menempati pa
da lainnya.”
Contoh:
“Maka mereka berada dalam rahm
at Allah (surga)
mereka kekal didalamnya.” (Ali ‘Imr
an: 107)
Yang dimaksudkan dengan rah
mat ()
adalah surga () yang mana rahmat i
tu berada
didalamnya. Jadi lafaz () adalah m
ajaz mur-
sal, alaqah-nya dalah haalliyah
(). Dan sep-
erti contoh:
() = Fulan duduk ditempa
t yang
menyenangkan.
14. Al-Mahalliyah (), yang ditempati,
yaitu:
“Adanya sesuatu menjadi tempat
bagi sesuatu
yang lain.”
Contohnya seperti firman Allah SWT.:
“Maka biarlah dia memanggil per
kumpulannya
(untuk menolongnya).” (Al-‘Alaq: 17)
Contoh di atas ditafsiri dengan (),
artinya
para ahli perkumpulannya. Dalam c
ontoh yang
lain:
“Mereka mengatakan dengan mul
ut (lidah)nya.”
(Ali ‘Imran: 167)
Ilmu Bay
an | 43
rang
yang di dekat tembok dan tiang.
Contoh diatas ditafsiri dengan (
),
artinya orang yang duduk disampi
ngnya. Jadi
44 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
az mur-
sal yang ‘alaqah-nya adalah
mujawarah.
18. Ta’alluq Isytiqaq (), yaitu:
“Menempatkan suatu bentuk lafaz
pada tempat-
nya bentuk lain.”
Penempatan suatu bentuk ditempat
bentuk yang
lain itu adakalanya:
a. Mengucapkan
bentuk masdar
untuk arti
maf’ul, seperti dalam firman Allah
:
“Begitulah yang dibuat oleh
Allah, yang
membuat dengan kokoh tiap-
tiap sesuatu.”
(An-Naml: 88)
Contoh tersebut ditafsiri dengan
(),
artinya yang dibuat oleh Allah.
b. Mengucapkan fa’il untuk arti ma
sdar, seperti
dalam firman Allah SWT.:
“Tidak ada pendustaan tentang
kejadian hari
kiamat.” (Al-Waqi’ah: 2)
Contoh di atas ditafsiri dengan
(),
artinya pendustaan.
c. Mengucapkan bentuk fa’il untuk
arti bentuk
maf’ul, seperti dalam firman Allah
:
“Tidak ada yang dilindungi hari
ini dari azab
Allah.” (Huud: 43)
Contoh diatas ditafsiri dengan
(),
artinya orang yang dilindungi.
Ilmu Bay
an | 45
d. Mengucapkan bentuk maf’ul un
tuk makna
bentuk fa’il, seperti dalam firman
Allah:
“Suatu dinding yang menutupi.”
(Al-Isra’: 45)
Ayat di atas ditafsiri ()
Pertanda atau qarinah yang menu
njukkan segi
majaz mursal dari contoh-contoh terda
hulu adalah
disebutkannya hal yang menghalang-
halangi untuk
menghendaki makna asli. Contoh:
1.
“Hai Abul Miski, aku mengharapkan
darimu,
Pertolongan untuk melawan para mu
suh,
Dan aku mengharapkan keme
nangan,
Yang dapat melumuri barang
putih (pedang
putih) dengan darah.
Dan aku mengharapkan suat hari da
n keadaan,
Yang dapat menjengkelkan pada par
a pendengki,
Di dalamnya ak menempat
kan keseng-
saraan,
Di tempat merasakan kenikma
tan.”
2. Allah SWT. Berfirman:
“Tidak ada yang dilindungi hari inid
ari azab Alah
kecuali orang yang disayangi-Nya.”
(Huud: 43)
3. ()
“Kami pergi ke kebun (burungnya) y
ang berkicau.”
4. ()
“Rakyat raja Ismail telah memba
ngun banyak
sekolahan di
Mesir.”
46 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
5.
(
)
“Hampir saja pemberian-
pemberiannya,
Menggilakan kegilaan si wanita,
Jika dia tidak dilindungi,
Dengan penangkal lelaki yang memi
nta.”
Segi Kesempurnaan Majaz Mursal dan
Majaz Aqli
Bilamana anda berfikir tentang ma
cam-macam
majaz mursal dan majaz aqli, maka
anda dapat
mengetahui bahwasanya macam-macam
majaz terse-
but pada ghalib-nya dapat menyampai
kan maksud
secara ringkas. Jadi, bila anda mengataka
n:
( ) = Panglima telah m
engusir
bala tentara musuh.
Atau mengatakan:
(
)
= Majlis telah mene
tapkan
demikian.
Maka dua macam contoh di atas a
dalah lebih
ringkas dari pada mengucapkan:
( ) = Panglima serdad
u te-
lah mengusir bala tentara musuh.
( ) = Para ahli majlis
telah
mentapkan demikian.
Tidak ragu lagi bahwa bentuk ring
kas adalah
suatu macam dari beberapa macam
segi kesem-
purnaan. Masih terdapat juga suatu man
ifestasi yang
lain segi kesempurnaan dua macam m
ajaz tersebut,
yaitu kepandaian dalam memilih perse
suaian atau
‘alaqah antara makna asli dan makana m
ajazi. Dimana
bentuk majaz itu menggambarkan mak
na yang dimak-
Ilmu Bay
an | 47
sudkan dengan sebaik-baik makna. Se
perti dalam
mengucapkan kata (), artinya mata, unt
uk arti ma-
ta-mata atau spionase ().
Dan seperti perkataan (), artiny
a telinga,
untuk arti orang yang cepat terpengaruh
dengan hasu-
tan (). Perkataan () dan ()
,
artinya tapak kaki, untuk makna unta dan
kuda dalam
contoh mjaz mursal.
Dan semisal isnad-nya sesuatu k
epada sebab-
nya, atau tempatnya, atau masanya, p
ada contoh-
contoh majaz aqli. Dalam kaitan ini
segi kesem-
purnaan menghendaki agar sebab yang
kuat, tempat
dan masa yang khusus dipilih.
Apabila anda memfokuskan pemik
iran, maka
anda akan mengerti bahwa pada ghalib
-nya macam-
macam majaz mursal dan majaz aqli ti
dak lepas dari
segi kesempurnaan yang indah, yang
mempunyai
kesan dalam membuat majaz itu sebaga
i bentuk yang
indah lagi menarik. Sebab mengucapkan
keseluruhan
untuk menghendaki bagian () a
da-
lah suatu segi kesempurnaan. Demikian
juga menga-
takan suatu bagian untuk menghendaki
keseluruhan
().
Seperti ketika anda mengucapkan:
() = Fulan adalah orang yang
rakus
Contoh itu anda maksudkan bahw
a si Fulan
adalah orang rakus yang menelan segala
sesuatu.
Atau seperti ketika anda mengataka
n:
() = Fulan itu besar hidungny
a.
48 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Contoh itu diucapkan ketika anda
bermaksud
menyifati Fulan dengan hidung besar, lalu
anda mem-
buat susunan yang sempurna dan menja
dikan si Fulan
itu seolah-olah ia itu hidung secara
keseluruhan.
Di antara contoh yang dikutip dar
i sebagian
sastrawan dalam menyifati seseorang ya
ng berhidung
besar ialah ucapannya:
( ) = Aku tidak
mengerti apakah dia itu dalam hidu
ngnya ataukah
hidungnya ada padanya.
b. Majaz Mufrad bil Isti’arah
Secara bahasa, kata Isti’arah dia
mbil dari per-
kataan para Ulama:
( ) = Ia meminjam u
ang,
artinya ia mencari uang untuk pinjam
an.
Sedangkan menurut istilah Ulama I
lmu Bayan,
isti’arah ialah:
“Menggunakan suatu lafaz untuk
sela
in arti asli
yang
ditetapkan karena ada persesuaian
k
esertupaan anta-
ra arti yang dipindahkan dan arti ya
ng dipakai ber-
sama itu terdapat pertanda yang me
malingkan untuk
menghendaki makna aslinya.”
Ilmu Bay
an | 49
Isti’arah hanyalah merupakan be
ntuk tasybih
yang diringkas. Tetapi merupakan su
sunan yang
lebih sempurana daripadanya.4
Seperti ucapan anda:
( ) = Saya melihat
seorang
peberani di madrasah.
Asal daripada contoh tersebut adalah:
“Saya melihat seorang lelaki pe
berani seperti
harimau di madrasah.”
Kemudian anda membuang musy
abbah, yaitu
lafaz (), perabot tasybih yaitu kaf, w
ajah tasybih,
yaitu
lafaz (), dan kemudian
anda
menemukannya dengan qarinah, yaitu l
afaz ()
4
Asal daripada isti’arah adalah bentuk tasybih yang dibuan
g salah
satu dari dua ujungnya, wajah syabah-nya dan pera
botnya.
Akan tetapi isti’arah itu lebih sempurna daripada tasybi
h. Seba
tasybih itu sekalipun mencapai puncak kesempurnaan,
maka
masi perlu menyebutkan musyabbah dan musyabbah
bih. Ini
pernyataan yang membedakan antara tasybih dari isti’ar
ah. Dan
bahwasanya persesuaian atau ‘alaqah-nya hanyalah p
enyeru-
paan dan pendekatan. Tidak sampai pada batas menyat
u. Ber-
lainan dengan isti’arah. Sebab, dalam isti’arah terdapa
t pern-
yataan menyatu dan bercapurnya makna. Disampi
ng itu
musyabbah dan musyabbah bih keduanya telah menj
adi satu
makna yang ditempati oleh satu lafaz. Jadi isti’arah adala
h suatu
bentuk majaz yang ‘alaqah-nya penyeruaan. Perlu
diketahui baik
aspek baiknya isti’arah selain takhyiliyah tidak akan
dicapai
kecuali dengan menjaga beberapa segi tasybih. Yaitu ba
hwa ta-
sybih tersebt telah sepurna dalam memberikan faedah m
engenai
tujuannya. Karena tasybih itu merupakan dasar dibentu
knya is-
ti’arah. Jadi isti’arah itu hanya mengikuti tasybih dalam s
egi baik
dan buruknya.
50 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
untuk menunjukkan bahwa anda ber
maksud me-
nyebutkan lafaz () tersebut untuk ma
kna (),
artinya seorang pemberani. Adapun ruk
un-rukun is-
ti’arah itu ada tiga macam, yaitu:
1. Musta’ar minhu, yaitu musyabbah
bih
()
2. Musta’ar lahu, yaitu musyabbah (
)
Dua rukun ini disebut dengan dua uj
ung isti’arah
()
3. Musta’ar, yaitu lafaz yang dipindahka
n
()
Dalam isti’arah ini harus tidak m
enyebutkan
wajah syabah, atau segi peyerupaan, d
an tidak me-
nyebutkan perabot tasybih. Disamping it
u harus juga
melupakan tasybih yang menjadi dasar
isti’arah serta
menyatakan bahwasanya musyabbah it
u keadaan da-
ripada musyabbah bih. Atau menyataka
n bahwasanya
musyabbah itu merupakan salah satu u
nsure dari be-
berapa unsure musyabbah bih yang b
ersifat umum.
Misalnya berupa isim jinis ( ) atau ‘
alam jinis
().
Bentuk isti’arah tidak gampang d
ibentuk dari
‘alam syakshi5 ( ). Karena tida
k mung-
5
Maksudnya: Isti’arah itu menghendaki masuknya musya
bbah ke
dalam nenis musyabbah bih. Oleh karena itu isti’ara
h tidak
bisamerupakan nama diri. Sebab jenis menghendaki arti
umum,
sedangkan nama diri bertentangan dengannya, yaitu
karena
nama diri itumenghendaki perorangan tertentu. Kecuali ji
ka na-
ma diri itu mengandung sifat yang telah masyhur, sepe
rti lafaz
Ilmu Bay
an | 51
kinnya bisa masuk sesuatu makna dalam
hakikat diri.
Sebab gambaran bagian memang meng
halangi gam-
baran persekutuan dalam bagian itu. Kecu
ali jika ‘alam
syashi atau nama diri itu memberikan fa
edah suatu si-
fat. Maka salah menganggap nama diri
itu sebagai
keseluruhan sifat.
Jadi boleh membuat isti’arah deng
annya, sep-
erti lafaz ( ) yang
menyimpan makna
dermawan
() dan lafaz () yang mengandun
g makna
kefasihan lidah. Jadi, bisa dikatakan: (
)
= Saya melihat seorang dermawan da
n seorang yang
fasih.
Contoh tersebut dengan mengang
gap makna
umum yang terkandung dalam lafaz ()
dan (),
dan masuknya musyabbah dalam jenis k
edermawanan
dan kefasihan.
Bentuk isti’arah memang memp
unyai kesan
yang indah dalam penulisan. Sebab,
memberikan
faedah kuatnya suatu kalimat dan
menghiasinya
dengan keindahan. Dan dalam isti’arah
inilah keingi-
nan dan perasaan bisa digerakkan.
() yang telah masyhur dengan kefasihannya, maka bol
ehlah
dibuat isti’arah. Sebab memberikan faedah suatu jenis sif
at, sep-
erti contoh:
() = Pada hari ini aku endengarkan seor
ang
pengkhutbah yang fasih.
Contoh diatas ditafsiri dengan ( ), dan
se-
terusnya.
52 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
a). Pembagian Isti’arah dengan Melih
at Dua Unsur
Pokok yang Disebutkan
Apabila didalam kalimat
disebutkan
lafaznya musyabbah bih saja, mak
a isti’arah di-
namakan isti’arah tashrihiyah atau
musharrahah
()6. Contoh:
“Kemudian ia mencucurkan airmat
a seperti muti-
ara, Dari mata yang seperti bung
a bawang dan
menyirami pipi, Seperti mawar, d
an menggigit
ujung jari, Dengan gigi seperti es.”
Pada contoh diatas, penyair me
minjam ka-
ta atau lafaz (, , , , dan
)
untuk arti: (), artinya airmata,
(),
artinya mata, (), artinya pipi ()
artinya
ujung jari
atau anak jari, dan () arti
nya gigi.
Apabila dalam susunan kali
mat hanya
disebutkan musyabbah saja, sedan
gkan musyab-
bah bih-nya dibuang, dan
diisyaratkan kepadanya
dengan menyebutkan kelazimannya
, maka is-
ti’arah macam ini dinamakan “isti’
arah Makni-
6
Arti tashrihiyah adalah, isti’arah itu dijelaskan dengan laf
az yang
menunjukkan musyabbah bih, namun yang dimaksudkan
adalah
musyabbah. Sedangkan arti daripada makniyah adalah l
afaznya
musyabbah bih disamarkan, karena membatasi denga
n cara
menyebutkan sesuatu dari kelazimannya. Jadi dalam isti’
arah ini
tidak disebutkan rukun-rukun tasybih kecuali hanya
musyabbah.
Ilmu Bay
an | 53
yah” ( ) atau isti’arah bilk
inayah
()7, seperti ucapan penyair:
“Bila kematian yang seperti cengkram
an binatang buas,
Telah melekatkan kuku-kukunya,
Maka anda dapat menemukan,
Segala azimat tidaklah bermanfaat.”
Penyair menyerukan kematian
dengan bi-
natang buas dengan kesamaan dapa
t menerkam
tanpa diduga-duga pada masing-
masing. Kemudi-
an ia meminjam makna binatang bua
s () un-
tuk makna kematian (). Lafaz yang
bermakna
binatang buas itu dibuang dan
diisyaratkan
dengan sesuatu dari kelazimannya,
yaitu kuku-
kuku sesuai dengan aturan memben
tuk isti’arah
7
Seperti ketentuan inilah mazhab Ulama Salaf dan mazha
b Imam
Zamakhsyari, pengarang kitab “Al Kasysyaf”. Sedangka
n ma-
zhab As-Sakaki, maka menurut zahir-nya keteranga
n yang
disampaikan, adalah emberikan isyarat bahwasanya isti’
arah bil
kinayah adalah lafaznya musyabbah. Seperti lafaz (arab),
artinya
kematian dalam contoh:
( ) = Kuku-kuku keatian yang sepe
rti
binatang buas telah melekat pada Fulan.
Yang lafaz tersebut dipakai untuk musyabbah bih
dengan
menyatakan bahwa lafaz tersebut memang keadaan mus
yabbah
bih.
Penjelasannya adalah, setelah menyerupakan
makna
( ) artinya kematian, untuk makana binatang buas
lafaz (
),
aka dinytakan bahwasanya musyabbah itu merupakan k
eadaan
daripada musyabbah bih.
54 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
makniyah asliyah ( ).
Qari-
nya adalah lafaz ().
nah-
Kemudian timbullah dugaan da
lam meng-
gambarkan kematian dengan gambar
an binatang
buas, maka penyair menggambarka
n untuknya
dengan gambaran kuku-kuku tajam,
selanjutnya ia
mengucapkan untuk makna tersebut
dengan lafaz
()
Jadi, lafaz () adalah isti’arah
takhyiili-
yah ( ). Sebab musta’ar lah
u yaitu
lafaz () mempunyai gambaran dala
m angan-
angan yang menyerupai gambaran
uku secara
hakiki. Sebagai qarinah-nya adalah
diidhafah-kan
kepada lafaz ().
Dengan melihat kepada kete
ntuan bah-
wasanya isti’arah takhyiiliyah itu me
rupakan qari-
nah-nya isti’arah makniyah, maka
sudah tentu
selalu menjadi kelazimannya dan t
entu tidak
terpisahkan. Karena tak akan ada isti
’arah dengan
tanpa ada qarinah.
Jadi, macam-macam isti’arah itu ada
tiga, yaitu:
1. Tasrihiyah ()
2. Makniyah ()
3. Takhyiiliyah ()
b). Isti’arah dengan Melihat Dua Un
sur Pokoknya
(Musyabbah & Musyabbah Bih)
Apabila musta’ar lahu itu mer
upakan ma-
kana yang hakiki dan hissi, misalnya k
eadaan lafaz
memang dipindahkan kepada makna
yang
Ilmu Bay
an | 55
diketahui yang dapat ditunjukkan de
ngan isyarat
yang nyata, seperti ucapan anda:
( ) = Saya melihat seorang
derma-
wan yang sedang memberi.
Atau musta’ar lahu merupa
kan makna
yang dapat dinyatakan secara akal, s
eperti dapat
ditentukan secara akal dan diisyarat
kan dengan
isyarat secara akal juga, seperti firma
n Allah SWT.:
( ) = “Tunjukilah kami ag
ama
yang benar.” (Al-Fatihah: 6)
Maka isti’arah macam itu din
amakan is-
ti’arah “Tahqiiqiyah”.
Tetapi bila musta’ar lahu-nya
tidak berupa
makna yang dapat dinyatakan secar
a kenyataan
(Hissi) dan juga tidak bisa dinyatakan
secara akal,
maka isti’arah macam ini disebut ist
’arah “Takhy-
iiliyah”.
Sebagai contohnya adalah laf
az ()
dalam ucapan anda:
()
= Kematian yang sep
erti
binatang buas telah melekatkan
kuku-kukunya
pada si Fulan.
Ketika kematian diserupakan
dengan bi-
natang buas, maka kekuatan fikiran
mulai
mengkhayalkan terhadap kematian,
bahwasanya
kematian itu mempunyai gambaran
yang mem-
iiliki kuku-kuku. Lalu khayalan itu d
iserupakan
ndengan bentuk yang nyata. Dan
selanjutnya
lafaz () dipinjam dari bentuk nyat
a keben-
tuk khayalan dengan cara isti’arah ta
khyiiliyah.
56 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Dinamakan isti’arah takhyili
yah, karena
menetapkan lafaz (), artinya k
uku-kuku
tajam untuk musyabbah hanya dika
hayalkan ma-
nunggalnya dengan musyabbah bih.
Jika
demikian, maka isti’arah takhyiliy
ah tidak bisa
berpisah dengan makniyah. Sebab
merupakan
qarinah-nya. Sedangkan isti’arah t
ak akan ter-
wujud dengan tanpa qarinah, seba
gaimana ter-
dahulu. Demikian itu jika makna y
ang selalu
menetapi pada musyabbah bih da
lam isti’arah
makniyah hanya satu. Bila lebih dar
i satu, atau
berbilang, maka yang lebih kuat me
netapi pada
musyabbah bih-lah yang menjadi
qarinah-nya.
Pendapat Ulama Ilmu Bayan
dalam is-
ti’arah takhyiiliyah ada empat maca
m, yaitu:
a. Mazhab atau pendapat Ulama
Salaf dan
Imam Al-Khatib, yaitu semua sa
tuan-satuan
qarinah makniyyah dipakai
dalam
hakikatnya, sedangkan segi maja
z-nya berada
dala
menetapkan makna yang
tidak
semestinya yang dinamakan
isti’arah
takhyiiliyah. Jadi keduanya salin
g menetapi,
dan ini termasuk majaz aqli.
b. Pendapat As-Sakaki, yaitu qarin
ah makniyah
itu terkadang berupa takhyiiliy
ah, artinya
dipinjam untuk perkara yang ber
ada dalam
sangkaan, seperti kuku-kuku ke
matian yang
seperti binatan buas ( ),
dan
terkadang berupa tahqiiqiyah,
artinya
dipinjam untuk perkara yang
dapat
Ilmu Bay
an | 57
dinyatakan, seperti ucapan: Tela
nlah airmu!
( ), juga kadang-kadang
berupa
hakikat, seperti ( ), art
inya
musim bunga telah menumbuh
kan sayur-
sayuran.
Jadi tidak ada unsur saling
menetapi
atau taazum antara takhyiiliyah
dan makni-
yah. Bahkan masing-masing dap
at terwujud
tanpa terkait dengan lainnya.
As-Sakiki
berdalil mengenai terpisahnya
takhyiiliyah
dari makniyah dengan ucapan pe
nyair:
“Janganlah anda meminumiku
dnegan cer-
caan seperti air
Karena sesungguhnya aku dicur
ahkan
Yang sesungguhnya anda
menganggap
manis
Terhadap air tangisku.”
Penyair telah
memberikan per-
sangkaan bawasanya cercaan itu
mempunyai
sesuatu yang menyerupai air. Da
n ia memin-
jamkan untuk itu dengan isim yan
g bermakna
air itu secara ist’arah takhyiiliya
h yang tidak
mengikuti mak-niyah. Dala hal i
ni Imam Al-
Khatib menolaknya. Bahwa dalam
syair diat-
as tidak ada bukti untuknya.
Sebab ada
kemungkinan dalam syair tersebu
t bentuk is-
ti’arah bikinayah. Jadi penyair me
nyerupakan
cercaan dengan sesuatu yang ti
dak disukai
atau dibenci yang mempunyai a
ir. Penyair
58 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
melipat lafaznya musyabbah bih
dan mengis-
yaratkannya dnegan sesuatu da
ri beberapa
kelazimannya, yaitu lafaz (arab)
mengikuti
cara khayalan.
Juga ada kemungkinan sya
ir tersebut
dari bentuk di-idhafah-kannya
musyabbah bih
kepada musyabbah, dan asal
nya adalah:
). Disamping itu tida
(
k
samara lagi bahwa pada pendap
at As-Sakiki
terdapat realita keluar dari aturan
yang baik,
yaitu karena cukup banyak
penalaran.
Jelasnya bahwa orang yang m
embuat is-
ti’arah memerlukan kepada pena
laran terse-
but tidak ada dalilnya dan tidak di
perlukan.
c. Pendapat Imam Zamakhsyari,
pengarang
kitab Al-Kasyasyaf, yaitu isti’ara
h itu kadang-
kadang tahqiiqiyah artinya
disebut
“musharrahah” dan terkadang
takhyiiliyah,
artinya berupa majaz dalam seg
i penetapan
makna.
d. Pendapat pengarang kitab As-
Samarqandiyah
seperti pendapat pengarang Al-
Kasysyaf.
Hanya saja perbedaan antara
keduanya
adalah pokok-pokok bagiannya
menurut
pengarang Al-Kasysyaf
didasarkan pada
makna yang umum dan tidaknya.
Sedangkan
menurut pengarang As-
Samarqandiyah
didasarkan pada segi
kemungkinan dan
tidaknya.
Ilmu Bay
an | 59
Perbedaan antara lafaz yang di
jadikan se-
bagai qarinah untuk isti’arah makni
yah dan lafaz
ini sendiri dijadikan sebagai isti’ara
h takhyiiliyah
menurut pendapat As-Sakaki, atau
dijadikan
ist’arah tahqiiqiyah menurut pendap
at pengarang
Al-Kasysyaf dalam sebagian contoh,
dan demikian
juga menurut pendapat terpilihnya pe
ngarang As-
Samarqandiyah, atau ditetapkan se
bagai isti’arah
takhyiiliyah menurut pendapat Ulam
a Salaf dan
pengarang Al-Kasysyaf dalam seba
gian contoh,
dan menurut pendapat terpilihnya pe
ngarang As-
Samarqandiyah dalam sebagian con
toh juga dan
antara lafaz yang dijadikan sebaga
i tambahan
qarinah, adalah segi kekuatan yang
khusus,
artinya segi kuatnya berkaitan dnega
n musyabbah
bih.. jadi lafaz yang manakah yang le
bih kuat kai-
tannya dnegan musyabbah bih mak
a itulah yang
menjadi “qarinah”. Sedangkan lafa
z selainnya
adalah yang menjadi calon saja.
Sebagai contohnya adalah se
perti lafaz
yang keluar dari bentuk masdar (
) dalam
ucapan anda:
() = Kuku-kuku kematian
te-
lah melekat pada si Fulan.
Lafaz () adalah kuat kekhus
usannya
dan kaitannya dengan binatang bua
s () da-
ripada lafaz yang dibentuk dari mas
dar (),
artinya melekat. Sebab, kuku-kuku
tajam itu selalu
menjadi kelaziman bagi binatang bu
as. Berbeda
dengan kata “melekat”.
60 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
c). Isti’arah dengan Melihat Lafaz Musta
’ar
1. Apabila lafaz musta’ar (lafaz ya
ng dipinjam
maknanya) berupa isim jamid un
tuk isi zat
8
( ) seperti
lafaz () keti
ka
dipinjam untuk arti dari lafaz (
) atau
isim
berupa
jamid untuk isim
makn
a (
) seperti lafaz () ketika dipinj
am
untuk arti pukulan yang sangat (
),
maka isti’arah dari macam ini dise
but isti’arah
“ashliyyah” (), seperti firman Alla
h SWT.:
“Ini adalah Kitab yang Kami tur
unkan kepa-
damu supaya kamu mengeluar
kan manusia
dari kesesatan seperti gelap guli
ta kepada pe-
tunjuk seperti cahaya berang be
nderang.”8 (Ib-
rahim: 1)
an “Dan rendahkanlah diriu terha
se dap mereka
pe berdua dengan penuh kesayang
rti an.”9 (Al-Isra’:
fir 24)
ma
n- Dalam menguraikan atau ijra’isti’arah pada ayat pertama
Ny diatas
a: dikatakan sebagai berikut:
9
Dalam menguraikan atau meng-ijra’ isti’arah pada aya
t yang
kedua diatas dikatakan sebagai berikut:
Ilmu Bay
an | 61
62 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
dalam fi’il dengan melihat akna
masa, se-
bagaimana dalam contoh:
“Telah pasti datangnya ketetapa
n Allah.” (An-
Nahl: 1)
Maka cara men-taqrir-nya sebagai
berikut:
Dalam contoh yang lain:
“Dan penghuni-penghuni surga
akan berseru.”
(Al-A’raf: 44)
Dan seperti contoh:
“Siapakah yang membangkitkan
kami dari ku-
bur kami.” (Yasin: 52)
Apabila lafaz diperkirak
an untuk
makna tidur itu dijadikan musta’ar
untuk mak-
na , artinya mati, maka isti’arah
macam ini
dinamakan isti’arah ashliyah .
Tetapi jika
dijadikan musta’ar untuk , arti
nya kubur,
maka isti’arah macam ini dinama
kan isti’arah
taba’iyah . Sebab menunjukk
an makna
tempat. Jadi, lafaz tidak boleh
dipinjam
untuk arti maknanya kubur,
kecuali
Ilmu Bay
an | 63
setelah lafaz dipinjamkan un
tuk makna
, artinya mati.
Contoh isti’arah dalam isim fa’il se
perti lafaz:
= Zaid memukul Amru
denngan
keras.
Contoh ini jika Amru memang dipuk
ul dengan
pukulan yang sangat.
Contoh isti’arah dalam isim maf’u
l adalah sep-
erti lafaz:
( ) = Amru adalah orang
yang
dipukul denga keras oleh Zaid.
Demikian jika Zaid memang
orang yang
memukul Amru dengan pukulan y
ang sangat.
Adapun cara meng-ijra’ kedua cont
oh tersebut
adalah sebagai berikut:
Contoh isti’arah dalam sifat musy
abbahat sep-
erti lafaz:
Inilah orang yang
buruk
wajahnya.
Ucapan tersebut dikemukak
an dengan
menunjuk kepada keburukan waja
hnya. Cara
meng-ijra’-nya adalah sebagai
berikut:
64 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
l
seperti lafaz:
= Inilah orang yang
lebih
kuat pukulannya kepada para h
ambanya dari
pada Zaid.
Contoh ini diperkirakan dengan:
Adapun contoh isti’arah dalam isi
m zaman dan
isim makan, seperti lafaz:
= Inilah tempat/
masa
pemukulan yang sangat terhadap
Zaid.
Ucapan itu disapaikan sambil
menunjuk
ketempat pemukulan atau masa
pemukulan
kepada Zaid.
Contoh isti’arah dalam isim alat (
arab) seperti
lafaz:
= Inilah menteri sang
raja.
3. Apabila lafaz musta’ar berupa is
im musytaq,
atau isim mub-ham yang selain
dari macam-
macam taba’iyah terdahulu, ma
ka isti’arah
macam ini dinamakan isti’arah
“Taba’iyyah
Makniyyah”.
Suatu isti’arah disebut “Tab
a’iyah”, ka-
rena berlakunya dalam isim yan
g musyataq
dan huruf, hanya mengikuti berlak
unya sejak
semula dalam beberapa sim jami
d, dan dalam
segi umumnya makna-makna hur
uf. Maksud-
nya, bahwasanya isti’arah dinama
kan isti’arah
taba’iyah karena mengiktui kepa
da isti’arah
yng lain. Sebab isti’arah dalam is
im-isim yang
Ilmu Bay
an | 65
musytaq adalah mengikuti kepada
masdar. se-
dangkan dalam huruf adalah mengi
kuti kepada
sandaran-sandaran maknanya. Se
bab makna-
makna huruf adlah juz’iyah dima
na isti’arah
tak bisa ditemukan didalamnya kec
uali dengan
lantaran arti umum yang pengert
iannya me-
nyendiri agar supaya menjadi mu
dah makna-
makna itu sebagai musyabbah da
n musyabbah
bih, atau mahkum alaih, atau ma
hkum bih.
Seperti contoh:
( ) = Si Fulan san
gat
menetapipada kedua bahu
orang yang
berhutang padanya.10
Tafsiran maknanya adalah (
) artinya: Mereka memperol
eh pe-
tunjuk yang sempurna.
Dan seperti contoh:
10
Dalam meng-ijra’-nya diucapkan;
66 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
akaian
kematian padanya.
Tafsirannya dikatakan: ( ),
artinya:
Saya mengenakan kepadany
kaian ke-
matian itu.
Catatan:
1. Setiap isti’arah tab’iyah
qarinah-nya
adalah makniyah.
2. Bila suatu ist’arah telah di-
ijra’ dengan
salah satu dari dua maca
m isti’arah,
maka tidak boleh di-ijra’
dengan
lainnya.
3. Pembagian isti’arah menja
di isti’arah
ashliyah dan tabaiyah ad
alah umum
dalam setiap isti’arah tas
hrihiyah dan
makniyah.
d). Pembagian Isti’arah Musharrahah
dengan Melihat
Dua Unsur Pokoknya
Isti’arah Musharrahah dengan
Melihat Dua
Unsur Pokoknya dibagi Menjadi Isti’ar
ah “’Inadi-
yah” dan “Wifaqiyah”.
1. Isti’arah Musharrahah Inadiy
ah (
)
Isti’arah ‘Inadiyah adalah
isti’arah yang
dua ujungnya tidak dapat berkump
ul dalam sa-
tu makana, karena kontradiksi ant
ara keduan-
ya.”
Ilmu Bay
an | 67
2. Isti’arah Musharrahah Wifaqiy
ah (
)
Isti’arah
Wifaqiyah
adalah
isti’arah
yang dua ujungnya dapat berkump
ul dalam sa-
tu makna, karena tidak ada kontrad
iksi.”
Contoh dua macam isti’arah te
rsebut ada-
lah seperti firman Allah SWT.”
“Dan apakah orang yang sesat,
kemudian dia
Kami beri petunjuk.” (Al-An’am: 122)
Tafsiran dari ayat tersebut ad
alah (
), artinya: Orang yang sesat kem
udian dia
Kami beri petunjuk.
Jadi dalam ayat diatas
terdapat dua
macam isti’arah. Yang pertama pad
a lafaz ().
Penguraiannya atau menguraikanny
a/meng-ijra’-
nya adalah demikian:
“Kesesatan diserupakan den
gan kematian
lantaran akibat tidak adanya kem
anfaatan pada
masing-masing dari keduanya. Laf
az () dipin-
jam untuk arti () dan dari lafaz (
) yang
memakai makna lafaz () dike
luarkanlah
lafaz () dengan menggunakan art
i lafaz (),
artinya orang yang sesat.
i
Isti’arah
ni disebut “’In-
68 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
adiyah”, karena kematian dan k
esesatan tidak
dapat berkumpul
dalam satu maka
na.”
Contoh yang kedua adalah is
ti’arah-nya
lafaz yang dibentuk dari masdar (
) untuk
makna (). Ini merupakan isti’ar
“Wifa-
ah
qiyah”, sebab menghidupkan dan me
mberi petun-
juk itu dapat terkumpul pada Allah.
Kemudian isti’arah ‘inadiyah
tersebut
terkadang berupa “tamlihiyah” (),
artinya
yang dimaksudkan daripadanya adal
ah keelokan
dan kecantikan.
Dan kadang-kadang berupa “
tahakkumi-
yah” (
), artinya yang dimaksud
kan da-
ripadanya adalah ejekan dan olokan.
Seperti sua-
tu lafaz digunakan untuk arti kebalika
nnya, seper-
ti contoh:
() = Saya melihat seorang pen
gecut.
Lafaz tersebut untuk maksud (
), artinya
seorang pengecut. Ini dengan maks
ud keelokan.
Atau dengan tujuan ejekan dan oloka
n, yaitu dua
macam isti’arah yang mana dua mak
na yang ber-
lawanan ditempatkan dalam persesu
aian. Seperti
contoh:
“Maka peringatkanlah merek
a dengan sik-
sa yang pedih.” (Ali Imran: 21)
Lafaz yang dibentuk dari mas
dar ()
yang artinya berita gembira dipinja
mkan untuk
arti peringatan () yang merupak
an kebali-
kannya, dengan cara memasukkan
peringatan
Ilmu Bay
an | 69
kedalam berita gembira, yaitu meru
pakan cara
ejekan dan olokan.
e). Pembagian Isti’arah dengan Melih
at Makna yang
Memadukan (Jaami’)
Isti’arah dengan Melihat Makna
yang Me-
madukan (Jaami’) terbagi menjadi dua
, yaitu:
1. Dakhil (), yaitu:
“Jamik yang masuk dalam pe
ngertian dua
ujung isti’arah.”
Seperti :
“Dan kami bagi-bagi mereka di
dunia ini men-
jadi beberapa golongan” (Ali ‘Imra
n: 168)
Memotong-motong yang
ditetapkan
untuk menghilangkan bersambun
gnya antara
tubuh, yaitu sebagiannya denga
n sebagian
yang lain, dipinjamkan untuk
memisah-
misahkan antara beberapa golonga
n dan men-
jauhkan sebagiannya dari sebagia
n yang lain.
Makna yang memadukan
adlah
menghilangkan perkumpulan, dan
in masuk
,
dalam pengertian golongan. Dan
dalam hal
memotong-motong adalah sangat
diketahui.
2. Kharij (), yaitu
“Jamik yang keluar dari pengerti
an dua ujung
isti'arah.”
seperti:
70 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Dan Isti'arah musharrahah deng
an melihat jami’-
nya ada dua macam, yaitu:
1. Amiyah (), bersifat umum yaitu:
“Isti'arah yang mudah dan rend
ah yang dapat
diucapkan oleh lisan. Jadi tidak
memerlukan
kepada penelitian, dan segi
yang me-
mandukannyapun terlihat nyata.”
seperti:
( singa
) = Saya melihat
sedang
melempar.
2. Khaashshiyah (), bersifat khus
us, yaitu:
“Isti'arah yang tampak aneh, y
ang segi mak-
nanya yang memadukan terasa
samar, tidak
dapat diketahui
kecuali oleh ora
ng-orang pan-
dai yang memiliki pemikiran se
hat dan sem-
purna.”
seperti ucapan Katsir yang meya
njung Abdul
Aziz bin Marwan:
Ilmu Bay
an | 71
Dan isti'arah dengan melihat
dua ujung
dan jamik-nya terbagi lagi menjadi
6 (enam)
macam. Sebab dua ujung isti'arah it
u adakalanya
kelihatan (hissi) keduanya, atau ke
duanya aqli,
atau musta'ar minhunya hissi dan
musta'arlahu-
nya aqli, atau sebaliknya. Jamik p
ada macam
72 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
yang pertama dari empat bentuk ka
dang-kadang
hissi, dan kadang-kadang aqli, sed
angkan yang
lainnya berbeda. Pada tiga macam
yang akhir
hanya berupa aqli.
1. Contoh isti'arah yang dua ujungn
ya hissi dan
jamik-nya demikian juga adalah fi
rman Allah
SWT.:
“Kemudian Samiri mengeluarkan
untuk mereka
(dari lobang) patung emas laksa
na anak lembu
yang bertubuh dan bersuara.” (Th
aha: 88)
Musta'ar minhu, yaitu anak
lembu, dan
musta'arlahu, yaitu patung yang
dicetak dari
perhiasan bangasa Qibthi setelah
dicetak
dengan apinya Samiri, meletakkan
debu yang
diambil dari bekas kuda malaikat Ji
bril dan ja-
mik-nya yaitu bentuk. Karena ben
tuk patung
itu seperti anak lembu, semuanya
itu adalah
dapat ditemukan dengan pancaindr
a. Sebagian
Ulama membahas bahwasanya me
mbuat badal
lafaz (arab) dari lafaz (arab)
adalah
menghalangi untuk membuat (isti'
arah.
2. Contoh isti'arah ketika dua ujungn
ya hissi dan
jamik-nya aqli adalah seperti
firman Allah
SWT.”
“Dan suatu tanda (kekuasaan All
ah yang besar)
bagi mereka adalah malam; Ka
mi tanggalkan
siang dari malam itu.” (Yasin: 37)
Ilmu Bay
an | 73
Musta'ar minhu, yaitu lafaz
yang diben-
tuk dari masdar , artinya menge
lupas kulit
dari semisal kambing dan sejenisn
ya, dan mus-
ta'ar lahu,
artinya
membuka cahaya dari waktu m
alam, yaitu
membuang bayangannya, adalah
hissi keduan-
ya. Sedangkan jamik-nya adalah
hal yang di-
angan-angan dari akibat suatu
perkara atas
perkara lain karena tercapai secar
a mengiringi,
seperti akibat tampaknya daging
karena
dikelupas dan akibat tampaknya g
elap karena
dihilangkannya cahaya untuk wa
ktu malam.
Akibat tersebut adlah aqli, artinya
angan-angan
saja.
Adapun cara mengurainya
atau meng-
ijra' isti'arah tersebut adalah seba
gai berikut:
3. Contoh ketika dua ujung isti'arah
hissi dan ja-
mik-nya sebagian hissi dan
sebagian aqli adalah
seperti ucapan anda:
= Saya melihat bulan
purnama
sedang bercakap-cakap.
Dalam contoh diatas
menghendaki
seseorang yang seperti bulan pur
nama dalam
baiknya penampilan dan keluhura
n martabat.
74 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Baiknya penampilan adalah hissi
, sedangkan
keluhuran martabat adalah aqli.
4. Contoh isti'arah ketika dua ujungn
ya aqli dan
jamik-nya tiada lain kecuali aqli,
seperti macam
yang masih tersisa, adalah firman A
llah SWT.:
“Siapakah yang membangkitk
an kami dari
kubur kami?” (Yasin: 52)
Musta'ar minhu-nya adalah
lafaz yang
dibentuk dari masdar , artinya
tidur, se-
dangkan musta'ar lahu-nya adalah
, artinya
mati. Jamik antara kedua ujung isti
'arah adalah
tidak tampaknya perbuatan seluru
hnya adalah
aqli.
Cara meng-ijra'-nya adalah
sebagai berikut:
Sebagian Ulama menjelask
an: Tidak
tampaknya perbuatan dalam kem
atian adlah
lebih kuat. Sedangkan syarat dari
pada jamik
(makna yang memadukan) henda
knya lebih
kuat didalam musta'ara minhu. Ol
eh karena itu
lafaz yang dibentuk dari masdar
yang
lebih tampak dalam kaitannya de
ngan tidur,
dijadikan jamik qarinah isti'arah
bahwasanya
kalimat tersebut dalam contoh ada
lah kalimat
yang diucapkan olehorang-orang
yang telah
mati, bersama firman Allah SWT.:
Ilmu Bay
an | 75
Ilmu Bay
an | 77
Contoh isti'arah dalam isim m
usytaq seper-
ti:
“Mengagumkan aku kerasnya pukul
an seorang
pemukul yang seperti mengalirkan
darah orang
zalim
.”
Cara meng-
ijra'-nya adalah
sebagai berikut:
Jadi Isti'arah Takhyiiliyah men
urut mayori-
tas Ulama adalah keadaan menetap
kan makna
yang tetap dipakai dalam hakikatnya.
Macam ini
termasuk majaz aqli. Dinamakn ist
i'arah karena
penetapan tersebut dipinjamkan dar
imusyabbah
bih kepada musyabbah. Dinamakan
takhyiiliyah
karena penetapannya untuk musyab
bah dikhayal-
kan menyatu dengan musyabbah bi
h. Jadi ucapan
kita:
= Kuku-kuku kematian
telah
melekat pada si Fulan.
Lafaz dalam susunan kalim
at diatas
adalah dipakai dalam arti hakikinya.
Segi majaz-
nya adlah karena ditetapkannya untu
k kematian.
Maksudnya, penetapan tersebut, yait
u menetap-
kan kuku untuk kematian, adalah
menetapkan
sesuatu untuk makna yang tidak sem
estiany. Jadi
menurut mayoritas Ulama (jumhur)
bahwa
isti'arah takhyiiliyah tida terpisah
dari isti'arah
makniyah. Sebab, merupakan qarina
h-nya.
78 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Isti'arah makniyah
murasysyahah ialah
isti'arah yang disertai dengan sesuat
u yang sesuai
dengan musyabbah bih saja.
Seperti:
= Realitanya telah men
unjukkan
demikian.
Cara meng-ijra'-nya adalah
sebagai berikut:
Isti'arah makniyah mujarradah
ialah isti'arah
yang disertai dengan sesuatu yang s
esuai dengan
musyabbah saja.
Seperti:
= Keadaan yang jelas
te-
lah menunjukkan demikian.
Lafaz yang berarti “jelas” adadal
ah “tajrid”,
artinya memurnikan, sebab hanya se
suai dengan
musyabbah saja, yaitu manusia.
Isti'arah makniyah muthlaqah
ialah isti'arah
yang tidak disertai dengan sesuatu
yang sesuai
dengan musyabbah dan musyabbah
bih, atau dis-
ertai dengan sesuatu yang sesuai de
ngan keduan-
ya sekaligus.
Seperti:
a.
= Keadaan telah men
unjukkan
demikian.
b. = Keadaan ya
ng
jelas telah
demikian.
menunjukkan
Ilmu Bay
an | 79
Contoh yang pertama, cara me
ng-ijra'-nya
adalah sebagai berikut:
contoh yang kedua cara meng-
ijra'-nya da-
lah sebagai berikut:
Isti'arah Ma’niyah juga terbagi lagi m
enjadi:
1. Isti'arah ''Inadiyah , seperti:
= Kematian yang s
eper-
ti binatang buas telah melkatkan
kuku-kukunya
pada si Fulan.
Dinamakan 'Inadiyah tersebut
karena dua
ujungnya tidak dapat dikumpulk
an dalam
sesuatu makna yang tunggal yang
merupakan
kematian dan biantang buas.
2. Isti'arah Wifaaqiyah , seperti:
= Keadaan telah me
nunjuk-
kan demikian.
Disebut wifaaqiyah karena du
a ujungnya
dapat berkumpul dalam sesuatu y
ang tunggal,
seperti keadaan dengan manusia.
f). Pembagian Isti'arah dengan Melihat
Ber-
sambungnya Hal yang Sesuai Dengan
nya
80 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Isti'arah dengan melihat dike
mukakannya
hal yang sesuai dengan musta'ar
minhu, atau
dengan melihat dikemukakannya hal
yang sesuai
dengan musta'ar lahu, atau tidak
disertainya
isti'arah dengan sesuatu yang sesuai
dengan salah
satunya, terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Muthlaqah (), yaitu:
“Isti'arah yang tidak disertai d
engan sesuatu
yang sesuai dengannya sama s
ekali, atau dise-
butkan sesuatu yang sesuai de
ngan musta'ar
minhu dan musta'ar lahu sekalig
us.”
contoh:
a. ()
“Mereka melanggarjanji
Allah.” (Al-
Baqarah: 27)
b. Zuhair mengucapkan”
“Di dekat singa (lelaki pember
ani),
yang lengkap dengan senjata,
Ada seorang pelempar
bergumpal
rambutnya,
Yang kuku-kukunya tidak
dipotong.”
Penyair meminjam lafaz (
), un-
tuk arti orang yang berani (p
emberani)
(). Ia menyebutkan
sesuatu yang
sesuai dengan musta'ar lahu
pada uca-
pannya: ().
Ilmu Bay
an | 81
Itulah yang disebut “Tajrid
”. Dia ju-
ga menyebutkan sesuatu yang s
esuai dengan
musta'ar minhu dalam ucapann
ya. -
( ), itulah yang diseb
ut
“Tajrid”. Dia juga menyebutka
n sesuatu
yang sesuai dengan Musta’ar
Minhu dalam
ucapannya: () dan ini di
se-
but “Tarsyih”. Berkumpul tajrid
dan tarsyih
akan ditemukan suatu kondisi s
aling berla-
wanan dan saling
menggugurkan. Jadi
seolah-olah isti'arah tidak dise
rtai sesuatu
dan isti'arah itu menjadi muthla
qah.
(
2. Murasysyahah ), yiatu:
“Isti'arah yang disertai dengan
sesuatu yang
sesuai dengan sesuatu yang ses
uai dengan mus-
ta'ar minhu (musyabbah
bih).”
Contoh :
“Mereka itulah orang-orang yang
menukarkan
kesesatan dengan petunjuk,
maka tidaklah
beruntung perniagaan mereka”.
(al-Baqarah;
16)
Lafaz yang dibentuk dari masdar (
) dipin-
jamkan utnuk
makna
, artinya
menukarkan atau memilih. Kemud
ian dijelas-
kan juga sesuatu yang sesuai den
gan Musta’ar
Minhu, yaitu lafaz yang dibentuk d
ari Masdar
dan .
Contoh lain :
82 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
“Barang siapa menukarkan aga
manya dengan
keduniaannya, maka tidaklah be
runtukng per-
niagaannya.”
Dinamakan isti’arah
murasysyahah
karena
dikuatkan dengan menyebutkan s
esuatu yang
sesuai dengan musta’ar minhu.
3. Mujarrodah (), yiatu:
“Isti'arah yang disertai dengan
sesuatu yang
sesuai
dengan sesuatu yang ses
uai dengan mus-
ta'ar lahu (musyabbah).”
( ) = Saya melihat
laut
(seorang dermawan) di atas kud
a, yang sedang
memberi.
Lafaz () adalah sebagai t
ajrid, ka-
rena sesuai dengan musta'ar lahu
, yaitu (
), artinya seorang dermawan.
Dalam contoh yang lain:
( ) = Tukarkanl
ah
kepribadian yang kotor dengan k
ebaikan!
Dinamakan isti'arah mujarr
adah karena
dipepaskan dari gian nilai
kesempurnaan.
Sebab, ketika demikian itu bera
kibat men-
jauhkan perngakuan menyatu ya
ng menjadi
landasan dasar isti'arah.
Menganggap tarsyih dan t
ajrid adalah
setelah sempurnanya isti'arah de
ngan qarinah-
nya, baik qarinah yang diucapkan
() atau
qarinah keadaan (). Jadi qarina
h mushar-
Ilmu Bay
an | 83
raahah tidak dianggap sebagai
tajrid, dan
demikian juga qarinah makniyah
tidak diang-
gap sebagai tarsyih, tetapi qarin
ah yang lebih
dari itu.
Perlu dimengerti bahwasan
ya tarsyih
lebih sempurna daripada lainnya.
Sebab telah
meliputi hakikat kesempurnaan
dengan
melupakan tsybih dan mendak
wakan bah-
wasanya musta'ar lahu sebagai
keadaan da-
ripada musta'ar minhu. Jadi seol
ah-olah tak
ada keserupaan, dan seakan-akan
isti'arah tidak
terwujud.
Namun begitu, Ithlaq ()
lebih
sempurna daipada tajrid. Jadi ta
jrid adalah
yang paling lemah. Karena denga
n tajrid itu
pangakuan makna menyatunya
dua ujung
isti'arah menjadi lemah.
Apabila tarsyih dan tajrid
berkumpul,
maka keadaan isti'arah berada di ti
ngkat muth-
laqah. Karena dengan ebrkumpul
nya secara
kontradiksi, mengakibatkan kedua
nya gugur,
seperti yang telah dikemukakan pe
njelasannya.
Sebagaimana pembagian tersebut
telah berlaku
dalam isti'arah tashrihiyah, mak
a pembagian
itupun berlaku dalam isti'arah mak
niyah.
c. Majaz Mursal Murakkab
84 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
an | 85
).
Persesuaian atau 'alaqah dalam co
ntoh tersebut
adalah menjadi sebab ia memberi kh
abar dengan
apa yang dikandung oleh perkataann
ya itu. Jadi
tampak lahirnya bentuk amar, na
mun makna
yang dimaksudkan adalah khabar (be
rita).
d. Majaz Murakkab dengan Isti'arah Tam
tsiliyah11
11
Majaz murakkab adalah susunan kalimat yang diguna
kan da-
lam hal yang diserupakand engan makna aslinya secara
tasybih
tamtsil.
86 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
“Majaz murakkab dengan isti'arah ta
mtsiliyah adalah
bentuk susunan kalimat yang diguna
kan pada selain
makna yang ditetapkan, karena ad
a persesuaian
keserupaan serta adanya pertanda ya
ng menghalangi
untuk menghendaki makna aslinya.”
Susunan tersebut sekiranya masin
g-masing dari
musyabbah dan musyabbah bih meru
pakan keadaan
yang diambil dari makna yang berbilan
g. Misalnya
ketika anda menyerupakan salah sat
u dari dua
macam gambaran yang diambil dari d
ua hal atau
beberapa hal, diserupakan dengan ga
mbaran yang
lain, kemudian anda memasukkan musy
abbah dalam
gambaran musyabbah bih untuk tuju
an lebih me-
nyempurnakan dalam tasybih. Dan be
ntuk macam
ini disebut dengan isti'arah tamtsiliyah.
12
contoh:
) =
1. ( Dimusim panas and
a me-
nyia-nyiakan susu.
12
Dinamakan isti'arah tamtsiliyah padahal mengisyaratka
n pada
keagungan posisinya. Seolah-olah tak ada tamtsil sel
ainnya.
Sebab isti'arah tersebut didasarkan atas tasybih ta
mtsil dan
wajah syabah didalamnya merupakan bentuk yang
diambil
dari makna yang berbilang. Oleh karena itu, tasybih
tamtsil
merupakan tasybih yang paling halus, dan isti'ara
h yang
didasarkan padanya merupakan macam isti'arah yang
paling
sempurana. Oleh karena itu keduanya menjadi sasaran
Ulama
Balaghah.
Ilmu Bay
an | 87
Susunan diatas sebagai pepat
ah yang di-
tujukan kepada orang yang tidak m
enghiraukan
sesuatuhal dimasa yang dimungkink
an ia dapat
mencapainya. Kemudian ia mencari
nya dimasa
yang mana tak mungkin mendapatka
nnya kemba-
li.
2. ( ) = Aku melihatm
u
mengedepankan satu kaki dan me
ngundurkan ka-
ki yang lain.
Pepatah ini ditujukan kepada o
rang yang
ragu-ragu dalam suatu hal. Kadang-
kadang ia ma-
ju dan kadang-kadang ia mundur.
3. () = Apakah kurma buruk d
an bu-
ruk tukarannya?
Pepatah diatas ditujukan kepada
orang yang
teraniaya dari dua segi. Asalnya ial
ah, seorang
lelaki membeli kurma dari orang lain,
setelah di-
periksa ternyata kurma tersebut ad
alah kurma
yang jelek dan takarannya kurang, m
aka pembeli
menyesalkan dengan ucapan tersebut
.
Dan seperti tersebut itulah seluru
h peribahasa
yang berlaku, baik berupa prosa maupun
puisi.
Termasuk contoh bagian perta
ma, yaitu
peribahasa yang berbentuk prosa, i
alah ucpan
orang Arab kepada orang yang berup
aya mencari
jawaban tentang perkara yang samar
, sedangkan
dia mengaikan perkara yang terang:
4. (
) = Karena suatu pe
rkara
yang besar, si Qashir memotong hi
dungnya.
88 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Ilmu Bay
an | 89
sungguhbatal lagi hilang
.”
13. ()
“Jika Hadzami berkata,
maka percayalah kepadanya,
karena perkataan yang benar
adalah apa yang dikatakan
Hadzami
kemukakan.”
14. ()
“kapankah suatu bangunan dapat
mencapai
kesempurnaannya,
jika anda membangunnya
sedang orang lain menghancur
kannya.”
Apabila isti'arah tamtsiliyah telah
dikenal dan
sering dipakai maka menjadi bidal ata
u peribahasa
yang secara mutlak tidak boleh dirub
ah, sehingga
dengan peribahasa itu boleh dikatak
an kepada
seorang, kepada orang pria, dan ke
pada cang-
cabangnya dengan satu bentuk tanpa pe
rubahan dan
tanpa penggantian dari peribahasa se
mulanya. Wa-
laupun tidak sesuai dengan orang yan
g dipermisal-
kan.14
14
Isti’arah Tamtsiliyah terbagi menjadi dua macam yaitu :
a. Tahqiqiyah ()
b. Takhyiliyah ()
Isti'arah tamtsiliyah tahqiqiyah ialah isti'arah
yang di-
ambil dari sejumlah perkara yang tampak secara nya
ta. Se-
bagaimana contoh-contoh terdahulu.
Isti'arah tamstsiliyah takhyiliyah ialah isti'arah
yang di-
ambil dari sejumlah perkara yang dikhayalkan d
an di-
perkirakan yang tidak dapat dikuktikan dengan ken
yataan,
90 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
dan juga dalam hati. Contoh isti'arah bagian kedu
a, yaitu
isti'arah tamtsiliyah takhyiliyah (arab), adalah seperti
firman
Allah SWT.:
a.
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya
untuk memikul amanat itu dan mereka khaw
atir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat
bodoh.”
(Al-Ahzab: 72)
ayat tersebut mengandung perkiraan. Seb
ab tid-
ak dicapai atau tidak terjadi adanya bentuk meng
emuka-
kan amanat, tidak ada penolakan dan tidak ad
a kek-
hawatiran dari langit, bumi, dan gunung-gunung
secara
nyata. Tetapi hanya sekadar gambran dan per
misalan.
Yaitu diperkirakan adaany penyerupaan keadaan
bebera-
pa beban agama (taklif) dalam hal beratnya memi
kul dan
sulitnya menepati, diserupakan dengan keadaan
bahwa
beban-beban agama itu dikemukakan kepada
langit,
bumi, dan gunung dengan kebesaran wujudnya,
dank-
ekuatannya yang sangat kokoh, kemudian mer
eka itu
menolak dan khawatir memikulnya. Itu semu
dengan
adanya persesuaian dalam hal tidak dapat meiku
l secar
nyata bagi masing-masing. Kemudian susunan
yang
menunjukkan musyabbah bih dipinjamkan
kepada
musyabbah secara isti'arah tamtsiliyah.
b.
“Lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:
“Datan-
glah kamu keduanya menurut perintah-Ku den
gan suka
hati atau terpaksa, “keduanya menjawab: “Kami
datang
dengan suka hati.” (Fushshlilat: 11)
Bahwasanya perintah kepada langit dan bu
mi un-
tuk datang dan ketundukan dari keduanya, mak
sudnya
adalah bahwasanya Allah itu berkehendak-
Nya. Jadi
tujuannya adalah menggambarkan pengaruh kek
uasaan
Allah pada langit dan bumi, dan juga bahwa ke
duanya
menerima pengaruh dari kekuasaan-Nya. Kecuali
itu juga
Ilmu Bay
an | 91
menggambarkan keadaan Allah sebagai Tuhan ya
ng Me-
merintah yang ditaati oleh keduanya dan ja
waban
keduanya dengan penuh ketaatan secara perkira
an dan
khayalan tanpa ada kenyataan sesuatupun dari
perinta-
hya jawaban.
Demikian inilah salah satu segi makna dal
am dua
ayat tersebut diatas sebagaimana dituturkan dala
m kitab
Al-Kasysyaf.
92 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
dan melalaikannya dari tasybih yang te
lah dilipat ke
dalamnya (isti'arah).
Dan sesuai dengan kadar kein
dahan dan
keluhuran khayalan yang ada dalam be
ntuk tersebut
itulah terwujud segi kesempurnaan dala
m isti'arah.
Macam isti'arah yang paling bernil
ai sempurna
(baligh) adalah isti'arah murasysyah
ah ().
Sebab, didalamnya masih menyebutkan
sesuatu
dengan musta'ar minhu dengan mend
asarkan pern-
yataan bahwa musta'ar lahu adalah
keadaan da-
ripada musta'ar minhu itu.
Kemudian setelahnya adalah isti
'arah muth-
laqah (), sebab meninggalkan ses
uatu yang
sesuai dengan dua ujungnya didalam
nya dengan
mendasarkan pengakuan adanya persa
maan antara
keduanya.
Setelah itu isti'arah mujarradah (
). Sebab,
didalamnya menuturkan sesuatu yang s
esuai dengan
musta'ar lahu dengan mendasarkan k
eserupaannya
dengan musta'ar minhu.
Didalam isti'arah, dan dalam perib
ahasa secara
isti'arah sudah tentu harus menjaga se
gi-segi keinda-
han tasybih. Seperti mencakupnya waja
h syabah pa-
da kedua ujungnya, adanya tasybih
telah dapat
menepati dan sempurna memberikan f
aedh tentang
tujuan-tujuannya, dan tidak terciumnya
bau tasybih
dalam lafaznya. Hedaknya, wajah syaba
h antara dua
ujung tasybih itu jelas. Ini dimaksudkan
agar isti'arah
dan peribahasa tidak menjadi teka-teki.
Ilmu Bay
an | 93
Dan perhatikan ucapan bela sun
gkawa Al-
Bukhaturi kepada Al-Mutawakkil yang terb
unuh karena
tipu daya:
*
“Dia terbaring di tanah yang dicabut ole
h malam,
dalam keadaan nafas yang terakhir,
ia meninggal dengannya, sedangkan
mati itu,
laksana binatang buas yang merah k
uku-kukunya.”
Penyair menyifati Al-Mutawakkil te
rbaring di
tanah menghembuskan nafas terakhirnya.
Dan syair tersebut dapatkah anda
menjauhkan
dari khayalan tentang gambaran mati
yang
menakutkan, yaitu tergambar laksana bi
natang buas
yang kuku-kukunya dilumuri dengan darah
para korban
yang dibunuhnya?
Oleh karena itu isti'arah memang
lebih baligh
daripada tasybih baligh. Sebab, tasybih
baligh itu masih
diperkirakan dipandang.
Berlainan dengan isti'arah, maka t
asybih dalam
isti'arah telah dilupakan, dan juga diingkar
i. Dari sinilah
menjadi tampak bahwasanya isit'arah
murasysyahah
lebih baligh daripada isti'arah muthalaqa
h, dan isti'arah
muthlaqah lebih baligh daripada isti'arah
mujarradah.
Adapun segi kesempurnaan isti'ara
h dari aspek
penciptaan, keindahan khayalan, dan kes
an yang ditim-
bulkannya di hati para pendengarnya, m
aka hal itu
merupakan lapangan yang luas untuk pen
ciptaan. Dan
juga merupakan medan untuk penyajian
yang terbaik
bagi para penulis.
Ilmu Bay
an | 95
Perhatikan firman Allah di dalam m
enyifati ne-
raka dalam ayat berikut ini:
“Hampir-hampir neraka itu terpecah-
pecah lantaran
marah. Setiap kali dilemparkan ke dal
amnya sekum-
pulan (orang-orang kafir). Para penjag
a (neraka itu)
bertanya kepada mereka. “Apakah bel
um pernah da-
tang kepadamu (di dunia) seorang
pemberi
peringatan?” (Al-Mulk: 8)
Ayat di atas menggambarkan kalau n
eraka itu
seperti makhluk yang besar, yang mengam
uk dengan
keras, dan masam mukanya, serta menger
utkannya.
Didadanya selalu timbul sikap iri dan marah
. (Lihat, Al-
Balaghatu Wadhihah).
96 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
BAB IV
KINAYAH
A. PENGERTIAN KINAYAH
Kinayah () menurut pengertian etimolo
gi adalah
“Lafaz yang dibuat percakapan oleh m
anusia, tetapi ia
menghendaki makna lainnya.”
Lafaz tersebut merupakan bentuk
masdar dari
fi'il madhi () atau (), artinya aku me
ninggal-
kan keterangan yang jelas.
Menurut pengertian terminologi, ki
nayah ada-
lah:
“Lafaz yang diucapakn dan dikehend
aki kelaziman
makanya, dengan adanya pertanda
yangtidak
menghalangi untuk menghendaki makna
aslinya.”
contoh:
() = Tempat penyandang pedang.
Dengan susunan kalimat tersebut
anda ingin
menyebutkan bahwasanya Zaid adalah s
eorang pem-
berani dan bertubuh besar. Kemudian and
a berpindah
dari menjelaskan sifat tersebut menuju isy
arat kepadan-
ya dan menyindirnyal sebab, panjangnya
tempat
,
Ilmu Bay
menyandang pedang, biasanya menandaka
n pemiliknya
tinggi. Dan tubuh yang tinggi, biasanya m
emiliki keber-
anian. Jadi yang dimaksudkanadalah
ketinggian
tubuhnya, meskipun dia tidak menyandang
pedang.
Bersama itu semua, sah juga meng
hendaki mak-
na asalnya atau makna hakikinya. Dari pe
mbahasan ini
dapat diketahui bahwa perbedaan antara
kinayah dan
majaz adalah sahnya menghendaki arti a
slinya dalam
kinayah, dan tidak demikian dalam majaz.
Dan terkadang terhalang menghen
daki makna
asli dalam kinayah karena khusus atau
tertentunya
makna yang dikehendaki. Seperti firman All
ah SWT.:
1. ( ) = “Dan langit digulu
ng
dengan kekuasaan-Nya.” (Az-Zumar:
67)
2. ( ) = “Yaitu Tuh
an Yang
Maha Pemurah, Yang berkuasa d
iatas Arasy.”
(Thaha: 5)
Contoh tersebut sebagai kinayah terh
adap kesem-
purnaan kekuasaan-Nya.
Jadi, Kinayah menurut Ulama Ilmu
Bayan ada-
lah:
“Lafaz yang diucapkan dan yang dikehe
ndakinya adalah
kelaziman maknanya, serta boleh jug
a menhendaki
makna dari lafaz tersebut.”
Seperti lafaz
dikehendaki adalah orang yang bertubuh ti
nggi. Namun
boleh juga menghendaki arti panjang tem
pat penyan-
dang pedangnya. Ringkasnya, kinayah
itu berbeda
dengan majaz dari segi dapat menghend
aki arti hakiki
bersama menghendaki makna kelazimannn
ya.
Berlainan dengan majaz. Sebab, d
alam majaz
tidak boleh menghendaki makna hakiki ka
rena adanya
pertanda atau qarinah yang memang men
ghalanginya.
Contoh lain tentang kinayah adalah
lafaz
, artinya orang yang banyak abunya. T
etapi para
Ulama Ilmu Bayan menghendaki bahwa la
faz tersebut
maksudnya adalah orang yang banyak
memberikan
kedermawanan.
Dan seperti ucapan Al-Hadhrami:
“Sebagian dari mereka merasa kagum,
terhadap kepribadianku,
sehingga mereka memperhatikan
cara dehem dan batukku.”
Penyair membuat kinayah menge
nai usia tua
dengan segala yang mengikutinya, yaitu d
ehem-dehem
dan batuk-batuk.
Orang Arab mengucapkan:
“Keluhuran itu berada di antara kedua p
akaiannya, dan
kemuliaan itu di antara dua selimutnya”.
Penyair mengucapkan:
yang baik,
adab
“Sesungguhnya
kemurahan dan kebajikan,
ada di kubab yang dipasang,
untuk Ibnil Hasyraj.”
Penyair juga mengucapkan:
Ilmu Bay
an | 99
“Tiada cacat bagi diriku,
karena sesungguhnya aku,
adalah pengecut
anjingnya,
dan kurus anak sapinya.”
Lafaz adalah kinayah, dan de
mikian
juga lafaz yang dikehendaki dari ke
duanya
adalah “kedermawanan”. Masing-masing
dari keduanya
secara tersendiri dapat menunjukkan makn
a tersebut.
Dan banyak sekali kinayah-
kinayah yang telah
dikemukakan oleh orang Arab. Di antara
nya ucapan
penyair:
“Orang-orang yang putih tempat
masaknya,
Para budak perempuannya tak mengadu
kan,
Tentang masak pada belanga,
dan tidak mencuci kain-kain serbet.”
Diceritakan bahwasanya perselisiha
n pernah ter-
jadi antara sebagian khalifah dengan se
orang kawan
minumnya. Keduanya sepakat untuk me
ngajukan ke
pangadilan. Pada saat yang telah ditentuka
n, hakim pun
memutuskan bahwa yang salah adalah kh
alifah. Maka
beliau berkata:
“Orang yang mengucapkan perkataan
Amirul Muk-
minin lebih banyak.”
Maksud Ulama tadi adalah orang-orang
bodoh.
Apabila seseorang itu dungu atau
pandir, maka
dikatakan:
= Na'atnya
tidak munsharif.
100 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Al-Badi' Al-Hmdzani pernah melih
at seorang
lelaki bertubuh tinggi dan kedinginan, lalu d
ikatakan:
= Telah datang malam
musim
penghujan.
Termasuk contoh-contoh kinayah
juga ialah
menempatkan sifat sesuatu ditempat n
amanya, se-
bagaimana dalam Al-Qur'an:
“Dan Kami angkat Nuh ke atas (bahter
a) yang terbuat
dari papan dan paku.” (Al-Qamar: 13)
Maksudnya adalah perahu. Allah menempa
tkan sifatnya
ditempat namanya.
B. PEMBAGIAN KINAYAH:
1. Kinayah dengan melihat makna yan
g dikehendaki
terbagi menjadi tiga macam. Sebab
makna yang
dikehendaki itu terkadang berupa suatu
sifat dari be-
berapa sifat. Kadang-kadang berupa hal
yang disifati
atau mausuf, dan kadang-kadang
berupa nisbat.
a. Kinayah dimana yang dikehendakiny
a merupakan
suatu sifat dari beberapa macam s
ifat, terbagi
menjadi dua macam, yaitu:
a). Kinayah Qaribah (), yaitu:
“Kinayah dimana berpindah ke
pada makna
yang dikehendaki itu dengan t
anpa lantaran
antara makna yang dipindahka
n dan makna
yang dipindahi.”
Contoh:
Ilmu Baya
n | 101
“Dia itu tinggi tiangnya, panjan
g tempat pen-
yandang pedangnya, menguasa
i keluarganya,
dalam keadaan muda
dan be
lum tumbuh
janggutnya.”
b). Kinayah Ba'idah (), yaitu:
“Kinayah yang perpindahan m
akna didalam
menuju makana yang
dikehehendaki,
menggunakan suatu perantara
atau beberapa
perantara.”
Contoh:
() = Si Fulan banyak ab
unya.
Contoh tersebut merupaka
n sindiran
atau kinayah tentang sikap bany
ak mejamu.
Perantara-perantaranya
adalah
berpindah
dari banyak abunya menuju bany
ak memba-
kar kayu. Dari membakar kayu b
erarti ban-
yak memasak masakan dan roti.
Dari banyak
memasak ini berpindah kepada
pengertian
banyaknya tamu. Dari sisilah sam
pai pada arti
yang dimaksudkan, yaitu
seorang yang
dermawan.
b. Kinayah yang dengannya dikeheh
endaki me-
nisbat-kan suatu hal kepada hal ya
ng lain, baik
menetapkan atau meniadakan. Jadi
yang di-
kinayah-kan adalah nisbat.
Contoh seperti:
“Sesungguhnya kemurahan,
102 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
a,
Ini sebagai kinayah dari hati, sebagai
mana dalam
ucapan penyair:
Ilmu Baya
n | 103
“Maka setelah aku meminumnya,
dan telah berjalan binatang melata
nya,
hingga sampai ditempat rahasi
a-rahasia
maka aku berkata kepadany
a; 'Berhenti-
lah!.”
Dan adakalanya kumpulan beberapa
makna, sep-
erti ucapan anda:
() = Telahd da-
tang padaku makhluk hidup yang l
urus tubuhnya,
yang lebar kuku-kukunya.
Contoh diatas adalah sebagai
kinayah dari
“manusia”. Sebab, terkumpulnya sif
at-sifat terse-
but secara khusus dimiliki manusia.
Contoh yang lain:
“Aku menyanjung orang-orang yang
memukul,
dengan setiap pedang yang meoto
ng,
dan orang-orang yang
menusuk,
ditempat terkumpulnya keden
gkian.”
Penyair membuat kinayah d
engan per-
kataan “di tempat terkumpulnya ke
dengakian”
tentang hati. Perkataan itu bukan sifa
t dan bukan
nisbat. Tetapi merupakan mausuf.
Dalam kinayah macam ini diisya
ratkan hen-
daknya suatu sifat atau beberapa sif
at itu khusus
dengan mausuf dan tidak melewatiny
a. Ini dimak-
sudkan agar dapat dicapai perpindah
an dari sifat
menuju mausuf.
104 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
2. Kinayah terbagi lagi dengan melihat pera
ntara atau ke-
lazimannya dan susunannya, menjadi e
mpat macam,
yiatu:
a. Ta'ridh ()
b. Talwiih ()
c. Ramzu ()
d. Iima' ()
1. Ta'ridh () menurut bahasa iala
h, perkataan
yang tidak terang maksudnya.
Menurut pengertian terminologi ialah:
“Mengucapkan kalimat dan denga
n kalimat itu
diisyaratkan kepada makna yang l
ain yang dipa-
hami dari susunannya.”
Seperti ucpan anda kepada orang yan
g menyakit-
kan:
“Seorang muslim yang sebenarnya a
dalah yang tid-
ak mengganggu muslim yang lainn
ya dengan lisan
dan tangannya.”
Contoh tersebut untuk mengisyaratkan
tiadanya si-
fat Islam dari orang yang menyakiti.
Dan seperti ucapan penyair:
“Bila kedermawanan tidak diberi rez
eki,
keselamatan dari gangguan,
maka pujian tak bisa dicapai,
dan tiada harta itu abadi.”
2. Talwih (), menurut pengertian
etimologi
ialah, berisyarat kepada orang lain dari
jauh.
Ilmu Baya
n | 105
Menurut pengertian terminologi adalah:
“Kalimat sindiran yang perantaranya
cukup banyak
tetapi tanpa perkataan yang tak t
erang maksud-
nya.”
contoh:
“Tiada cacat bagi diriku,
Karena sesungguhnya aku,
Adalah
pengecut anjingnya
Dan kurus anak sapinya”
Penyair menyindir pada kede
rmawanan
orang yang dipuji dengan keadaann
ya sebagai
orang yang pengecut anjingnya dan
kurus anak
sapinya. Menanggapi Kinayah tersebu
t pikiran ten-
tu berpindah kepada sejumlah perantar
a.
3. Ramzu (), menurut pengertian
etimologi
adalah : berisyarat kepada orang ya
ng berjarak
dekat dengan memakai bibir atau alis
mata.
Menurut pengertian terminology adalah
:
“Kalimat sindiran yang sedikit per
antaranya dan
samar kelazimannya maknanya ta
npa perkataan
yang tak terang maksudnya.”
Contoh:
“Si Fulan itu lebar tengkuknya, ata
u lebar bantal-
nya.”
Contoh di atas sebagai sindiran tenta
ng kebodo-
hannya.
Contoh yang lain:
() = Dia adalah orang yang te
bal dan
keras dagingnya, sebagai
sindiran
tentang sifat
keberaniannya.
( ) = Dia orang yang sesuai
dengan
anggota tubuh, sebagai sindiran t
entang kecer-
dasannya.
( ) = Dia adalah orang yang
tebal hat-
inya, sebagai sindiran tentang sifat k
eras hatinya.
Dan seterusnya, sebagaimana contoh-
contoh yang
lain:
4. Iima' () atau Al-Isyarah ()
adalah:
“Kalimat sindiran yang sedikit pera
ndaranya serta
jelas kelaziman maknaya tanpa perk
ataan yang tak
terang maksudnya.”
seperti ucapan penyair:
“Apakah anda tidak melihat keluhura
nnya,
yang telah menjatuhkan tempat pem
ondokannya,
pada keluarga Tahlhah,
kemudian ia tiak berpindah-pindah.”
syair tersebut sebagai kinayah tent
ang keadaan
keluarga Thalhal yang meamng luhur
dan derma-
wan.
Termasuk dari kehalusan kinayah adalah uc
apan sebagian
Ulama:
a. ()
“Aku bertanya pada kemurahan dan ked
ermawanan,
mengapa aku tak dapat melihat kalian,
Ilmu Baya
n | 107
Kinayah termasuk susunan kalimat
yang bernilai
sastra sangat halus. Kinayah lebih sempur
na dari pada
haqiqah dan kata yang terang maksudnya.
Sebab berpin-
dahnya makan dalamiKinayah itu dari yan
g ditetapkan
kepada yang tetap. Jadi perpindahan itu sep
erti dakwaan
dengan saksi. Seolah-olah saat anda
mengucapkan:
() = Zaid itu banyak abunya.
Dimaksudkan bahwa Zaid itu dermaw
an. Karena
banyak abunya itu menetapkan bahwa dia it
u orang yang
banyak tamunya.
108 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Betapa tidak demikian, sedangkan
kinayah itu
dapat memungkinkan seorang manusia me
ngatakan be-
berapa hal yang cukup banyak yang ia me
njauhkan diri
untuk berterus terang menuturkannya. Hal
ini dimak-
sudkan untuk menghormati mkhathab, atau
untuk
menyamarkan pada pendengar, atau untuk
memperoleh
kemenangan dari lawan mutakallim tanpa
meninggalkan
jalan terhadapnya, atau untuk memberishka
n telinga dari
hal yang disukai mendengarkannya. Dan se
bagainya dari
berbagai tujuan dan kehalusan sastra.
C. KESEMPURNAAN KINAYAH-KINAYAH
Kinayah adalah suatu manifestasi d
ari beberapa
manifestasi kesempurnaan sastra, dan me
rupakan suatu
puncak yang tidak akan sampai padanya k
ecuali orang
yang halus karakternya, dan jernih pemikir
annya.
Rahasia dalam segi
kesempurnaannya ialah
bahwa kinayah itu dalam beberapa bentu
k yang cukup
banyak, memberikan kepada anda suatu ha
kikat dengan
disertai dalilnya. Disamping itu juga mem
berikan suatu
keputusan. Dan didalam susunannya trda
pat bukti da-
ripadanya. Seperti ucapan Al-Bukhturi dala
m suatu pu-
jian berikut ini:
“Mereka memejamkan kelebihan p
englihatan,
dari arah yang tampak bagi merek
a,
terhadap orang yang ditakuti,
dan dicintai dalam beberapa h
ati.”
Ilmu Baya
n | 109
Penyair meng-kinayah-kan
mengenai sikap
manusia mengagungkan kepada orang ya
ng dipuji dan
rasa takut mereka terhadapnya, dengan
memejamkan
mata yang hal itu menurut kenyataannya
sebagai bukti
atas rasa takut dan mengagungkan. Keis
timewaan ini
tampak jelas dalam beberapa kinayah ten
tang sifat dan
nisbat.
Diantara sebab-sebab yang menjadi
kan kinayah
merupakan susunan yang bernilai semp
urna, adalah
bahwasanya kinayah tersebut dapat men
etapkan kepa-
da anda beberapa makana dalam bentuk
yang dapat
dilihat. Tak ragu lagi bahwasanya hal itu
merupakan
keistimewaan seni. Sebab, seorang yan
g menggam-
barkan kepada anda dengan suatu gambar
an yang ber-
tujuan harapan atau putus asa, maka dia
mengalahkan
anda dan menjadikan anda dapat melihat
suatu yang
mana anda tidak mampu untuk mengatak
annya secara
jelas.
Jadi semisal contoh: ( ), artiny
a ban-
yak abunya, yang sebagai kinayah dari s
ifat kederma-
wanan, dan lafaz (), artinya utusan ke
burukan,
yang sebagai kinayah dari gurau dan
ucapan Al-
Bukhturi:
“Apakah anda tidak melihat kemul
iaan
yang telah menjatuhkan tempat
pemondokann-
ya,
pada keluarga Tahlhah,
kemudian ia tidak berpindah-
pindah.”
110 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Syair tersebut sebagai kinayah t
entang me-
nisbat-kan kemuliaan pada keluar Thalh
ah. Masing-
masing dari contoh tersebut itu, menampa
kkan kepada
anda tentang beberapa makna dalam
bentuk yang
hati pun merasa
dapat disaksikan dan sen
ang terhadap-
nya.
Keistimewaan lain dari kinayah ada
lah, kinayah
itu memungkinkan anda sembuh dari ked
engakian ter-
hadap musuh anda dengan tanpa mening
galkan jalan
apapun kepadanya, dan tnapa
merobek-robek
kesopanan. Inilah yang dinamakan “ta'ridh”
Contohnya seperti ucapan Al-
Mutanabbi dalam
suatu qasidah yang denannya ia memuj
i Kafur dan
mengucapkan perkataan yang tak teran
g maksudnya
terhadap Saifuddaulah:
1. ()
“Aku telah pergi, maka banyaklah or
ang menangis-
iku,
dengan beberapa kelopak mata anak
kijang,
dan banyak juga orang yang menagi
si,
dengan kelopak mata singa.”
2. ( )
“Dan tiadalah pemilik anting-anting
yang cantik,
posisinya lebih mengeluh,
daripada pemilik pedang yang
memotong,
dan mengenai persendian-
persendian.”
Maksudnya: Tidaklah perempuan
cantik itu
lebih berkeluh kesah terhadap perpis
ahanku da-
ripada lelaki pemberani.
3. ()
Ilmu Baya
n | 111
(
)
“Apabila aku tak punya kekasih y
ang menutup
muka,
maka aku memaafkan, tetapi ter
hadap kekasih
yang bersorban,
ia memanah dan berlindung
dari panahku
dan ia turun,
dari lindungannya memecahk
an tanganku,
busurku, dan panahku.”
4. ()
“Jika perbuatan seseorang telah buru
k,
maka buruk juga dugaannya,
dan ia membenarkan,
prasangka yang ia biasakan it
u.”
Penyair Al-Mutanabbi menyindir Sai
fuddaulah,
yang pertama dengan kekasih yang bersor
ban. Kemudi-
an ia menyifatinya dengan penghianat y
ang mana ia
menyatakan bahwa Saifudaulah itu berwat
ak perempu-
an. Lalu ia mencelanya karena Saifuddau
lah tiba-tiba
memusuhinya, selanjutnya ia mendakwan
ya dengan si-
fat pengecut. Sebab ia melepaskan pa
nah dengan
bersembunyi di belakang orang lain.
Hanya saja Al-Mutanabbi tidak me
mbalasnya
dengan keburukan semisalnya. Sebab i
a senantiasa
membawakan kepadanya keinginan lama,
yaitu meutus
tangannya, busurnya dan anak panahny
a bila akan
melakukan perlawanan. Setelah itu
semua Al-
Mutanabbi menyifatinya bahwa Saifudda
ulah adalah
orang yang buruk sangka terhadap tema
n-temannya.
Sebab perbuatannyaburuk, banyak
dugaan dan
112 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
prasangkanya, sehingga ia menyangka ba
hwa manusia
seluruhnya adalah seperti di dalam hal b
uruknya per-
buatan dan lemahnya kesetiaan.
Maka perhatiakanlah bagaimana Al
-Mutanabbi
dapat mencapai maksudnya terhadap
saifuddaulah
secara menyeluruh tanpa menyebutkan s
atu huruf pun
dari namanya. Demikianlah yang perlu dim
engerti.
Termasuk keistimewaan kinayah a
dalah dapat
menyatakan hal buruk tetapi dengan kat
a-kata yang
enak didengarkan oleh telinga. Cukup ba
nyak contoh
dalam hal ini, baik di dalam Al-Qur'an ma
upun dalam
kalimat-kalimat Arah lainnya. Orang Arab
memang tid-
ak mengucapkan kata yang tidak baik di tu
rukan kecuali
dengan kinayah. Mereka membuat kinaya
h untuk orang
perempuan dengan kata () dan kat
a (),
artinya “telur” dan “biri-biri”.
Termasuk contoh kinayah yang i
ndah ialah
ucpan sebagian penyair arab:
()
“Ingatlah wahai pohon kurma,
yang datang dari Dzatu 'Irqin,
bagimu rahmat Allah,
dan juga kesejahteraan.”
Dzatu 'Irqin adalah satu tempat dipe
desaan, yai-
tu tempat Ihrabya penduduk 'Iraq.
Dengan syair itu penyair membuat
kinayah un-
tuk orang perempuan yang dicintainya
dengan per-
kataan () untuk lebih jelasnya, baca
kitab Al-
Balaghatul Wadhihh.
Ilmu Baya
n | 113
114 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
BAB V
PENUTUP
Ilmu Baya
n | 115
wanan. Para raja berkeinginan agar dapa
t mencapai
kedudukannya. Namun mereka tidak
maumemberli
sanjungand engan ahrta seperti orang yang d
isanjung pen-
yair. Padahal dia tidak lebih kaya, dan tidak l
ebih banyak
hartanya dari pada para raja.
Terkadang seorang penyair tatkala
menyifatid
engan kedermawanan sengaja menggunaka
n susunan ka-
limat yang lain, lalu berkata”
“Dia laksana laut yang memberikan,
mutiara-mutiara kepada orang yang
dekat,
dan mengirimkan kepada oran
g yang jauh,
awan-awan bermendung
secara murah.”
Penyair menyerupakan orang yang
pujianya
dengan laut yang melemparkan mutiara-
mutiara kepada
orang yang dekat dan mengirimkan mendu
ng-mendung
kepada orang yang jauh.
Atau ia mengatakan:
“Dia laksana laut dari segala penjuru
,
yang anda mendatanginya,
kedalamannya adalah kebaika
n,
dan pantainya adalah kederm
awanan.”
Penyair menetapkan bahwa orang yan
g dipujinya
adalah laut itu sendiri. Ia mengingkari penye
rupaan yang
menunjukkan kepada bentuk mubalaghah
dan mengakui
persamaan yang empurna.
Atau mengatakan:
116 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Atau ia mengatakan:
“Sungai telah mengalir sehingga aku
mengiranya,
sebagai beberapa kenikamatan dari
anda,
yang diberikan tanpa kekikiran
,
dan diberikan tanpa menyeb
ut-nyebu ke-
baikannya.”
Penyair membalik tasybih untuk men
ambah nilai
sastra dan seni dalam menyusun keindaha
n kalimat. Ia
menyerupakan air sungai dengan keistimewa
an orang yang
dipuji, setelah penyerupaan yang dikenal ada
lah menyeru-
pakan beberapa kenikamatan dengan sungai
yang mengalir
deras.
Atau mengatakan:
“Seolah-olah dia ketika memberikan
harta dengan
senyum,
awan bermendung yang mengalir de
ngan bercaya.”
Ilmu Baya
n | 117
Penyair menggunakan bentuk tasybi
h murakkab,
dan memberikan gambaran, sedangkan sen
yum gembira
menghiasi kedua bibirnya.
Atau ia mengatakan:
“Tangannya kemenangan telah berla
ku murah,
sedangkan hujan berlaku kikir,
dan pemberiannya menjadi ca
ri,
sedangkan hujan telah membe
ku.”
Penyair menyerupakan antara
kedermawanan
orang yang dipuji dan curah hujan. Ia meny
atakan bah-
wasanya edermawanan orang yang dipujinya
tak terputus
ketika hujan yang turun menjadi bhenti, ata
u justrumalah
memberku.
Atau ia mengatakan:
“Ia datang berjalan diatas permadani,
lalu ia tidak mengerti,
adakah ia berjalan kelaut,
ataukah ia naik ke bulan purn
ama?”
Penyair menyifati utusan Raja Romawi
yang sedang
datang pada Saifuddaulah, kemudian ia m
engambilnya
untuk menyifati orang yang dipujinya deng
an kederma-
wanan. Ia mengambil contoh ini untuk isti'
arah tashrihi-
yah. Dan isti'arah itu sebagaimana dike
tahui adalah
didasarkan pada aturan melupakan tasyb
ih. Membuat
isti'arah secara sempurna adalah lebih agung
, dan kesannya
di dalam hati lebih sempurna.
Atau ia mengatakan:
118 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
dan ia
berisyarat untuknya dengan beberapa kelazi
mannya. Con-
toh ini merupakan macam yang lain dair ber
bagai macam
kesempurnaan yang dituju oleh isti'arah.
Atau ia mengatakan:
Barang siapa menuju laut, maka ia
membebaskan
diri dari sungai-sungai kecil.
Seolah-olah perkataan mutakallim ber
upa matsal,
artinya berupa peribahasa. Ia menggambark
an kepada an-
da bahwasanya orang yang datang kepada
orang yang
dipujinya tentulah ia tidak memerlukan
orang yang
selainnya. Sperti halnya orang yang ke laut,
maka ia tidak
mempeduliakan anak sungai. Ia memberikan
kepada anda
bentuk isti'arah tamtsiliyah yang mempun
yai keindahan.
Lebih dari itu isti'arah tersebut membuktik
an kebenaran
pernyataan dan menguatkan keadaan yang di
nyatakannya.
Atau ia mengatakan:
“Senantiasa anda mengikuti,
apa yang anda berikan secara serah
terima,
sehingga
aku
menyangka hidu
pku,
dari seg ala nikmat-
nikmatmu.”
Ilmu Baya
n | 119
120 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
Jadi anda dapat mengatkan tentang ca
ra menyifati
seorang manusia dengan “sifat dermawan”
dengan
menggunkan 14 susunan kalimat yang
masing-masing
mempunyai keindahan. Dan bisa juga kami m
enambahkan
susunan kalimat yang lain yang cukup banya
k dalam mak-
na ini. Sebab para penyair dan para pujangg
a mempunyai
kemampuan membuat susunan kalimat yan
g bermacam-
macam pada sifat-sifat yang lain, sperti sif
at keberanian
(), sifat enggan (), sifat kokok dan teliti
(),
dan lain-lainya.
Namun kami bermaksud meringkasny
a, dan kami
yakin ketika anda membaca sya'ir Arab dan
peninggalan-
paninggalan sastra, maka anda melihat sendi
ri tentang hal
itu.
Dan tentunya anda akan tercengan
g kebaikan
struktur kalimat yang mereka pergunakan
untuk lebih
jelasnya, baca Al-Balaghatul Wadhihah.
Sampai disini selesailah pembahasan
Ilmu Bayan
dengan diiringi pujian kepada Allah. Pada bag
ian selanjut-
nya kan dibahas tentang Ilmu Badi'. Denga
n memohon
pertolongan Allah SWT.
Ilmu Baya
n | 121
122 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zayid Zayad, Abdu al-Roziy, Tatawuru
Mafhum Al-
Balaghah. Siria 1992.
Al-Hasyimi, Saleh Muhammad, AI-Balaghah
al-Wadhihatu.
King Ibnu Suud Riyadh, 1987.
Ali Ahmad Madkur, Tadriis Funuuni al-
Lughah al-Arabiyah.
Maktabah Falah. Jld 1. Kuwait. 1983.
Amin Ahmad. Fajru I-Islam. Kairo, 1955
Ash-shabuny, Muhammad Ali. 'Ijazu l-
Bayani fi suwari aI-
Qurani. Maktabah Al-Ghazali Makkah,
1979.
Basyir Hasan Kamal, Binau al-Surah al-
Fanniyah fi Bayan
aI-Arabi. Damaskus Bairut. 1987.
George. M. Abdul Masih. Dictionary of Arab
ic Grammar.
Libanon. 1985.
Jama' Syari, Balaghah. Bairot. Tanpa Tahun.
Mina Ibrahim al-Labudi, al-Hiwar wa Fa
niyaatihi wa
Istirajiyaatihi wa Asaaliibi Ta’liimihi.
Jld 1. Makta-
bah Wahbah. 1423 H. 2003
Ridwan Muhammad Mustafa, dkk. Al-Tamhid
fi al-Nahw
wa al-Sharf. Jami'ah kari YunusLibanon,
1973.
Said Fuad. Pengantar Sastra Arab. Pustaka
Babussalam Me-
dan, 1984.
Shobri Ibrahim al-Yad, Ilm Lughah al-Ijtima’.
Tanpa Kota.
Daru al-Ma’rifah al-Jami’iyah. 1995.
Ilmu Baya
n | 123
Siregar Said Ahmad. Fakultas Sastra USU. Sej
arah Studi Ba-
hasa Indonesia. Fakultas Sastra USU 1
982.
Sayyid Ahmad al-Hasyimy, Jawahir al-
Balaghah. Darul
Fikri. Bairut. Lubnan. 1994.
Tadriis al-Lughah, Tarjemahan Abd Hamid
al-Dawakhili
dan M. al-Qishah. Kairo. Lajnatul Baya
n al-Araby.
1980.
Watt Mentegomerry. Kejayaan Islam. Tiara W
acana Yogya
1990.
124 | Teori Praktis dalam Ilmu Balaghah