Anda di halaman 1dari 12

Mengkaji Sejarah Al-Qur`an Masa Abu Bakar dan Umar

Mata Kuliah: Sejarah Al-Qur`an


Semester/Kelas/Prodi: III/A/IAT
Dosen: A. Saifudin, M. Hum

oleh
Achmad Fattah Abdurrohman (21010125)
Ivan Tri Heni (21010145)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYUBBANUL WATHON
KABUPATEN MAGELANG
2022
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber ajaran Islam yang pertama dari dua sumber paling utama adalah Al-Qur`an.
Menurut Al-Lihyani, lafal Al-Qur`an bermula dari kata kerja qara`a yang memliki arti
Membaca. Kata Al-Qur`an itu sendiri memiliki beberapa padanan kata misalnya, al-Kitab,
al-Furqan, al-Arabi, dan al-Majid. Lagi pula, definisi Al-Qur`an menurut Said Ramadhan
Al-Buthi adalah lafal arab yang mu`jiz yang diwahyukan kepada baginda Muhammad Al-
Musthafa, yang membacanya dihitung sebagai ibadah, dan sampai kepada kita secara
mutawatir.1
Al-Qur`an itu terdiri dari 30 bagian yang memuat 114 surah dan mengandung 6.218
ayat sebagaimana perkataan Sahabat Ali bin Abi Thalib.2 Pembagian semacam itu dapat
memudahkan para pembacanya. Namun, jauh sebelum Al-Qur`an terkodifikasi seperti
sekarang, Al-Qur`an masih acak. Pada zaman Rasulullah, tulisan-tulisan Al-Qur`an masih
tersebar di antara para sahabat.3
Pada masa Nabi Al-Musthafa Saw., dokumentasi Al-Qur`an hanya berbentuk ingatan
para sahabat dan tulisan-tulisan di atas pelepah kurma, lembaran kulit binatang, dan lain
sebagainya yang disimpan oleh para sahabat yang menyaksikan turunnya Al-Qur`an.4
Bentuk dokumentasi semacam itu sebenarnya tidak bermasalah karena wilayah
peradabannya masih kecil dan jumlah anggota komunitasnya masih sedikit. Meski
demikian, seiring majunya peradaban dan membesarnya komunitas, pendokumentasian
semacam itu menuntut untuk bertransformasi.
Sebenarnya, susunan peruntutan isi Al-Qur`an, seperti sekarang ayat demi ayat, sudah
ada sejak zaman Rasulullah Saw. Hanya saja, pada periode masa itu Al-Qur`an belum
seperti yang sekarang dari segi himpunan tulisan ayat Al-Qur`an yang memiliki dua sampul
sebagai kulit atau, orang-orang menyebutnya dengan istilah Mushaf.
Oleh karena adanya perbedaan rupa dari segi himpunan pada masa sekarang dan
dahulu, kami akan sedikit mengulas sejarah Al-Qur`an pada periode awal. Uraian kami ini
akan terfokuskan pada masa dua Sahabat Nabi: Abu Bakar dan Umar Ibn Khathab. Uraian

1
Athaillah, Sejarah Al-Quran: Verifikasi Tentang Otensitas Al-Quran. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), Hlm. 1 – 22.
2
Muhammad bin Abdullah Az- Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulum Al-Qur`an, (Tk: Tp, Tt). Hlm. 251.
3
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), Hlm. 80. Lihat juga… Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Al Imam Al
Hafizh Ibnu Hajar, Terj. Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008) Vol. 24, Hlm. 703.
4
Athaillah, Sejarah Al-Quran: Verifikasi Tentang Otensitas Al-Quran. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), Hlm. 195.
kami ini berjudul Mengkaji Sejarah Al-Qur`an Pada Masa Abu Bakar dan Umar. Tulisan
kami ini memiliki dua sumber: Sumber Primer dari buku Sejarah Al-Qur`an karya
Athaillah dan Sumber Sekunder dari buku dan jurnal yang membahas sejarah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Al-Qur`an pada masa Abu Bakar dan Umar?
2. Apa kontribusi Abu Bakar dan Umar dalam sejarah Al-Qur`an?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah Al-Qur`an pada masa Abu Bakar dan Umar.
2. Mengetahui kontribusi Abu Bakar dan Umar dalam sejarah Al-Qur`an.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Al-Qur`an pada Masa Nabi
Setiap kali wahyu Allah turun ke bumi, penerimanya, yang dalam konteks ini kita sebut
sebagai Rasul dan lebih eksplisitnya dia yang bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muthalib Al-Quraisy, langsung menyampaikan kepada umatnya. Tidak hanya itu, penerima
wahyu tersebut juga memerintahkan sahabat yang menerima darinya untuk langsung
menuliskan wahyu itu.5 Barangkali, fenomena tersebutlah yang membuat para orang-orang
tidak bertanggung jawab mempartanyakan autentisitas Al-Qur`an. Namun, fenomena
tersebut tidak berarti Muhammad menambahkan ataupun mengurangi amanat berupa
wahyu itu dengan perkataannya sendiri.
Sebelum Muhammad menduduki derajat kerasulan, kehidupan 39 tahunnya banyak
terisi dengan akhlak terpuji. Ia mendapat predikat dari semua orang sebagia pribadi yang
tepercaya dan memperoleh predikat sebagai pribadi yang bijaksana saat meredam
perselisiahan antarkelompok yang sedang berseteru terkait kejadian batu hajar aswad. Dia
juga masyhur dengan julukan ummi (seorang yang tidak bisa membaca dan menulis).6
Oleh karena beberapa sifat-sifat tersebut, tidaklah mungkin dia menyampaikan sesuatu
yang sakral berdasarkan bisikan orang lain ataupun mendapat bisikan dari fikirannya
sendiri. Saat di gua Hira, dia hanya seorang diri dan Surah Al-Ihlas tentu bukan hasil
pemikiran manusia.
Pada masa Nabi masih hidup, setidaknya ada dua usaha yang telah beliau lakukan untuk
menjaga keautentikan Al-Qur`an. Pertama, Dia memerintah sahabatnya untuk menuliskan
wahyu itu. Kedua, Dia memotivasi umatnya untuk memahami Al-Qur`an dan
menghapalkannya.7
Akan tetapi, kedua usaha tersebut tidak akan mampu bertahan selamanya. Dua usaha
itu hanya efektif pada komunitas yang terbilang masih kecil. Setidaknya, perlu adanya
inovasi untuk mempertahankan keotentikan Al-Quran mengingat perkembangan anggota
komunitas itu terus bertambah banyak dengan cepat. Alasannya, di dalam komunitas,
jumlah anggota penghafal jauh lebih sedikit daripada anggota yang baru masuk sehingga
pengajaran Al-Qur`an yang masih bersifat oral ada sedikit hambatan.

5
Athaillah, Sejarah Al-Quran: Verifikasi Tentang Otensitas Al-Quran, Hlm. 180 – 212.
6
Ajid Thohir, Sirah Nabawiyah: Nabi Muhammad Saw Dalam Kajian Ilmu Sosial-Humaniora,
(Bandung: Marja, 2014), Hlm. 155 – 166.
7
Athaillah, Sejarah Al-Quran: Verifikasi Tentang Otensitas Al-Quran, Hlm. 180 – 212.
Sebelum Rasulullah wafat, beliau telah meninggalkan beberapa motivasi belajar dan
mengajar Al-Qur`an. Motivasi-motivasi tersebut terdokumentasi rapi di dalam ingatan para
sahabatnya.8 Kemudian, juga sebagai suatu bukti penjagaanya atas autentisitas Al-Qur`an,
beliau memberikan peringatan secara tegas kepada para sahabatnya untuk tidak menulis
motivasi-motivasi tersebut agar tidak ada percampuran antara wahyu Allah Swt dan
ucapannya sendiri.9
B. Kepemimpinan Abu Bakar dan Umar
1. Kepemimpinan
Tekanan mental umat Islam pascawafatnya Rasulullah sangatlah tinggi. Mereka
sangat terpukul karena sang kekasih telah meninggalkan mereka untuk selamanya.
Bahkan, ada seorang sahabat yang tidak memercayai kabar atas wafatnya sosok panutan
itu, sehingga ia nampak emosi mendengar informasi itu.
Namun, emosi seorang sahabat tersebut pada akhirnya mereda ketika
mendengarkan pidato dari sahabat Nabi yang bernama Abu Bakar. Pidato dari Abu
Bakar itu, yang mengingatkan bahwa Nabi Muhammad adalah manusia, mampu
memadamkan api emosi dari sahabat yang temperamental itu.10 Dan sahabat Nabi yang
dimaksud sangat tempramen itu dikenal dengan sebutan Umar Al-Faruq.
Abu Bakar dan Umar merupakan dua dari beberapa sahabat Nabi Saw yang sangat
berpengaruh. Mereka berdua adalah pemimpin kaum muslimin setelah Rasulullah Saw
wafat. Abu Bakar menjadi Khalifah setelah dibaiat oleh beberapa sahabat Nabi Saw di
Saqifah Bani Saidah.11 Sedangkan, Umar Al-Faruq menjadi khalifah karena beliau
mendapatkan surat tugas menjadi pemimpin umat Islam setelah Abu Bakar wafat.12
Mengangkat seseorang menjadi pemimpin adalah sebuah kewajiban ketika tidak
ada dalil Nash baik Al-Qur`an maupun As-sunnah dan tidak ada wasiat takhta
kepemimpinan kepada seseorang dari pemimpin sebelumnya. Menurut Ibrahim al-
Bajuri, kewajiban tersebut berdasarkan hukum syar`i, bukan hukum aqli sebagaimana
kaum mu`tazilah menyakininya. Kewajiban syar`i pengangkatan seorang pemimpin
tersebut berdasarkan bahwa Shahibu as-Syariah (pemilik syariat) memerintahkan untuk

8
Athaillah, Sejarah Al-Quran: Verifikasi Tentang Otensitas Al-Quran, Hlm. 183.
9
Ibid. Hlm. 183. Lihat juga… Agus Salim, “Studi Analisis Kodifikasi Hadis”, Jurnal Hikmah, Volume
16, No. 2, (Juli – Desember, 2019), Hlm. 14 – 19.
10
Al- Hafidz Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah rasul, Terj. Abu Ihsan Al-Atsari, (Jakarta:
Darul Haq, 2014), Hlm. 44.
11
Ibid Hlm. 49 – 54.
12
Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2017), Hlm.
214 – 216.
menegakkan keadilan dan hal itu tidak akan tercapai tanpa adanya sosok pemimpin.13
Oleh karena itu,, kepemimpinan Abu Bakar dan Umar merupakan kepemimpinan yang
sah secara hukum meskipun kelompok oposisi selalu menyangsikannya.

2. Kebijakan Pemimpin
Abu Bakar menjabat sebagai pemimpin hingga ajal menjemputnya. Dia wafat pada
23 Agustuss 634 di Madinah. Dia mememerintah selama 2 tahun lebih 3 bulan. Pada
masa kehalifahannya, beliau berhasil menyelesaikan permasalahan di dalam tubuh
Islam, seperti menumpas para pengkhianat dan orang-orang yang enggan membayar
zakat.14
Pada periode Abu Bakar menjadi Khalifah, Umar merupakan sosok penting di
dalam tubuh pemerintahan. Usulan-usulan Al-Faruq kepada pememipinnya terkait
kebijakan untuk kemajuan agama Islam selalu dipertimbangkan. Contoh masukan dari
Umar yang dipertimbangkan hingga memunculkan kebijakan yang mengguncang kaum
muslimin adalah penghimpunan Al-Qur`an. Kebijakan itu ada setelah Umar dan Abu
Bakar bermusyawarah mengevaluasi dampak peperangan melawan pasukan
Musailamah Al-Kadzab di Yamamah.15

3. Perang melawan Nabi Palsu.


Pada penghujung tahun 11 H. hingga awal 12 H., Abu Bakar memimpin kaum
muslimin untuk menumpas para pengkhianat Islam. Abu Bakar memberikan surat tugas
kepada Khalid bin Walid untuk memberantas pengkhianat Islam dari Bani Hanifah di
Yamamah. Sebelum sang Khalifah memberikan mandat itu kepada Khalid, sejatinya
Khalifah itu telah memberikan tugas yang sama kepada Ikrimah bin Abu Jahal dan
Syurahbil bin Hasanah yang membawa 40.000 tentara perang. Hanya saja, pertempuran
yang dipimpin oleh Ikrimah telah dipukul mundur oleh musuh.16
Tatkala pemimpin Bani Hanifah di Yamamah mendengar bahwa pasukan kaum
muslimin yang dipimpin oleh Khalid bin walid akan menyerang kembali, Musailamah
bergegas memerintahkan pasukannya untuk siaga militer. Musailamah sebagai

13
Ibrahim bin Muhammad bin Achmad, Tuhfatul Murid Syarh Jauharatu At-Tauhid, (Beirut: Dar al-
Kutub al-`Alamiyyah, 2004), Hlm. 219 – 221.
14
Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik, Hlm. 208 – 213.
15
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar, Terj. Amiruddin, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008) Vol. 24, Hlm. 700 – 706.
16
Ibnu Katsir, Sejarah Lengkap Khulafaur Rasyidin, Terj. Muhammad Ahsan bin Usman, (Depok: Senja
Media Utama, 2018), Hlm. 133 – 139.
pemimpin menempatkan dua panglima perangnya yang bernama al-Muhakkam bin
Thufail dan ar-Rajjal bin Unfuwah di dua barisan sayap batalionnya.17
Saat kedua pasukan Kaum Muslimin dan Kaum Pengkhianat berhadap-hadapan,
Musailamah menyeru kepada pasukannya dengan berkata “Hari ini adalah hari
penentuan. Jika kalian kalah, istri-istri kalian akan dinikahi oleh orang lain dan
ditawan”. Di sisi yang berbeda, Khalid dan pasukannya terus maju dan membuat
pertahanan di perbatasan Yamamah. Khalid mengutus Salim Maula Abi Hudzaifah
pemegang panji Muhajiran dan Tsabit bin Qais bin Syammas sebagai pemegang panji
Anshar.18
Peperangan yang memakan waktu sangat lama itu, pada akhirnya, dimenangkan
oleh kaum muslimin. Kemenangan kaum muslimin itu ditandai oleh terbunuhnya
Musailamah di tangan Wahsyi bin Harb Maula Jubair bin Mut`im dan Abu Dujanah
Simak bin Kharasyah. Akibat pepernagan itu, korban tewas dari pihak pengkhianat
sekitar 21.000 orang. Sementara pasukan yang syahid dari kaum muslimin sekitar 600
orang, termasuk seorang penghafal Al-Qur`an yang bernama Salim Maula Abu
Hudzaifah.19

C. Perjalanan Al-Qur`an Masa Abu Bakar dan Umar


1. Kegelisahan Umar bin Khattab
Setelah memberikan laporan kepada pemerintah pusat atas kemenangan kaum
muslimin menumpas Nabi palsu bernama Musailamah Al-Kadzab, Khalid
menyerahkan sebagian tawanan perang dan harta rampasan kepada Abu Bakar.
Sebagian yang lain, tawanan dan harta rampasan itu, oleh Khalid bin Walid
dikembalikan kepada kaum Bani Hanifah setelah mereka menerima tawaran untuk
bertaubat dan masuk Islam.20
Laporan terkait kemenangan kaum misliminpun juga sampai kepada Umar bin Khattab.
Namun, berita tersebut justru membuat orang yang kelak menjadi khalifah pengganti
Abu Bakar itu cemas.21 Pasalnya, di dalam pertempuran itu ada sekitar 70 penghafal
Al-Qur`an yang gugur.22

17
Ibid, Hlm. 133 – 139.
18
Ibid, Hlm. 133 – 139.
19
Al- Hafidz Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul. Hlm 124 – 131.
20
Ibnu Katsir, Sejarah Lengkap Khulafaur Rasyidin, Hlm. 133 – 139.
21
Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qura`an dan Tafsir, (Semarang: Asy- Syifa`, 1994) Hlm. 110.
22
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Al Imam, Vol 24. Hlm. 706.
Kecemasan Umar bin Khattab itu muncul setelah ia bertanya kepada sahabat lain
terkait suatu ayat Al-Qur`an. Kemudian, Dia mendapatkan jawaban, bahwa ayat yang
ia maksud ada pada seorang sahabat yang telah syahid di pertempuran Yamamah.23
Pada akhirnya, Umar bin Khattabpun berinisiatif untuk mengumpulkan Al-Qur`an.
Ia mendatangi Sang Khalifah, menceritakan kecemasannya, dan menyampaikan ide
pengumpulan Al-Qur`an. Meskipun idenya itu tidak langsung mendapatkan respons
dari sang Khalifah, Umar tetap bersikukuh membujuk Abu Bakar agar idenya
terealisasi.24
Sejatinya, sikap Umar tersebut adalah sikap yang wajar, mengingat beliau
merupakan sahabat dekat Khalifah dan termasuk orang yang sangat berpengaruh di
komunitas Muslim. Kemudian, peristiwa gugurnya para Qari di Yamamah tentu
merupakan pukulan telak bagi agama Islam, karena Al-Qur`an merupakan sumber
utama bagi norma-norma Agama Islam. Tidak hanya peristiwa itu, kejadian serupa,
yang mewafatkan ahli qura, juga pernah terjadi pada masa Rasulullah yaitu, peristiwa
sumur Ma`unah.25 Oleh karena beberapa alasan tersebut, inisiatif Umar mengumpulkan
Al-Qur`an merupakan suatu ijtihad yang harus terealisasi,26 karena hal terebut adalah
suatu upaya menjaga autentisitas Al-Qur`an pada masa itu.

2. Sikap Abu Bakar


Setelah Umar bin Khattab mempresentasikan gagasannya di hadapan sang
Khalifah, Abu Bakar tidak serta merta langsung menerima ide cemerlang itu. Dia
sebagai pemimpin yang memiliki sifat adil, penyabar, dan bijaksana tidak mau
melakukan sesuatu yang belum pernah Nabi Saw. lakukan. Namun, beliau mau
menerima gagasan itu untuk menjadi renungan dan pertimbangan beliau.
Pada akhirnya, President umat Islam setelah Nabi Saw itu bersedia untuk
merialisasikan gagasan sahabat dekatnya tersebut. Hasil renungan dan pertimbangnnya
terkait gagasan Umar bukanlah perilaku pengkhianatan kepada Nabi Saw.27 Oleh
karena itu, dengan penuh bijaksana, sang Khalifah memanggil Zaid bin Tsabit untuk
menghadap kepadanya sebagai langkah awal merealisasikan proyek besar tersebut.28

23
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Al Imam, Vol 24. Hlm. 702
24
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur`an, (Yogyakarta: Itqan Publishing, 2014), Hlm. 86. Lihat Juga …
Athaillah, Sejarah Al-Quran: Verifikasi Tentang Otensitas Al-Quran, Hlm. 215.
25
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Al Imam, Vol 20. Hlm. 342 – 390.
26
Ibid, Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur`an, (Yogyakarta: Itqan Publishing, 2014), Hlm. 86.
27
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Al Imam, Vol 24. Hlm. 706.
28
Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qura`an dan Tafsir, (Semarang: Asy- Syifa`, 1994), Hlm. 111 – 112.
3. Tugas Zaid bin Tsabit
Zaid bin Tsabit adalah sahabat Nabi dari golongan Anshar. Dia adalah sahabat yang
memiliki kepandaian dalam hal bacaan, penulisan, dan pemahaman. Dia juga
merupakan sekretaris pribadi Rasulullah Saw. Bahkan, ia adalah sahabat terakhir yang
menashihkan tulisan Al-Qur`annya kepada Rasulullah Saw.29
Tatkala Zaid mendapat surat panggilan dari sang Khalifah, Iapun segera menghadap
kepadanya. Ketika dia menghadap kepada khalifah, ia mendapati sang pemimpin itu
sedang bersama sahabat Umar bin Khattab. Lantas, iapun terkejut karena secara tiba-
tiba Abu Bakar memberikan mandat kepadanya untuk mengumpulkan tulisan Al-
Qur`an yang tersebar. Pada mulanya, ia ragu untuk menerima tugas yang ia rasa adalah
proyek yang sangat berat. Bahkan apabila tugasnya adalah memindahkan suatu gunung,
menurutnya hal itu lebih ringan daripada menghimpun Al-Qur`an. Akan tetapi, pada
akhirnya, dia menerima perintah tersebut setelah Abu Bakar dan Umar mampu
meyakinkannya untuk menulis dan menghimpun Al-Qur`an dengan berbekal
hafalannya, hafalan para sahabat yang lain, serta tulisan-tulisan Al-Qur`an.30
Saat melaksanakan tugasnya, Zaid dibantu oleh beberapa sahabat senior Nabi Saw
seperti Ubay bin Ka`ab, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan.31 Iapun juga
mematuhi aturan penghimpunan yang telah Abu Bakar dan Umar instruksikan
sebagaimana perkataan Umar bin Khattab “Barangsiapa menerima dari Rasulullah
Saw. sesuatu dari Al-Qur`an, maka hendaklah datang membawanya” dan “Tidak
diterima apa pun dari seseorang hingga dipersaksikan dua saksi.” Dan perkataan Abu
Bakar “Hendaklah kalian berdua duduk di pintu Masjid. Barangsiapa datang kepada
kalian dengan membawa dua saksi bahwa itu termasuk dari kitab Allah Swt, maka
hendaklah kalian berdua menulisnya”.32
Hal di atas menunjukkan proses penghimpunan Al-Qur`an masa itu tidak hanya
bermodal ingatan verbatim para sahabat, namun harus menyertakan tulisan yang pernah
mendapatkan persetujuan dari Nabi Saw. serta adanya dua saksi.33 Aturan semacam itu
juga dipatuhi oleh semua panitia penghimpunan. Oleh karena itu, Zaid bin Tsabit tidak

29
Manna` Al – Qatthan, Dasar- Dasar Ilmu Alquran, Terj. Umar Mujtahid, (Jakarta: Ummul Qura,
2016), Hlm. 196 – 200.
30
Athaillah, Sejarah Al-Quran: Verifikasi Tentang Otensitas Al-Quran, 215 – 220.
31
Ibid, Hlm. 222.
32
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Al Imam, Vol 24. Hlm. 708 – 709.
33
Ibid. Hlm. 708. Lihat juga … Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qura`an dan Tafsir, Hlm. 113.
menerima suatu ayat rajam dari Umar karena hanya Umar seorang diri yang
membawanya dalam artian, tanpa saksi. Menurut suatu riwayat, Sayyidah Hafsah,
seorang putri Umar bin Khatab sekaligus Istri Nabi, yang memerintahkan panitia
penghimpun Al-Qur`an untuk menulis kalimat “wa hiya sholat Al-`Ashri” setelah ayat
‫ حافظوا على الصلوات وصالة الوصطى‬tidak diterima oleh panitia karena tidak adanya bukti.34
Setelah berjalan sekitar 1 tahun, proyek besar itu selesai. Tim penghimpun yang
dipimpin oleh Zaid menyerahkan hasilnya kepada Sang Khalifah. Kemudian, para
sahabat menyebut himpunan itu dengan istilah Al-Mushaf.35
4. Transmisi Al-Mushaf
Semasa Abu Bakar menjadi Khalifah, Al-Mushaf disimpan oleh pengganti
Rasulullah Saw itu. Setelah Abu Bakar wafat, penyimpan dan perawat Al-Mushaf
selanjutnya adalah Umar bin Khattab.36
Pada periode Umar menjadi Khalifah, penjagaan Al-Qur`an tidak mengalami
transformasi. Nampaknya, periode itu tidak ada urgensi untuk meningkatkan penjagaan
keotentikan Al-Qur`an sehingga kebijakan yang muncul dari Sang Khalifah lebih
terfokuskan untuk memperluas pengajaran Al-Qur`an.37
Di penghujung hayatnya, Umar membuat suatu kebijakan. Beliau menyerahkan Al-
Mushaf kepada putrinya yang sekaligus adalah janda Rasulullah Saw untuk menyimpan
dan menjaga Mushaf itu. Barangkali, kebijakan tersebut muncul karena para sahabat
belum memutuskan siapa yang akan menggantikannya menjadi Khalifah.38
Umar bin Khattab menjadi pemimpin umat Islam kurang lebih selama 10 tahun.
Beliau wafat setelah terkena tikaman berkali-kali dari seseorang yang bernama Abu
Lu`luah di masjid Madinah ketika hendak mendirikan shalat Subuh. Setelah beliau
wafat, posisinya sebagai Khalifah digantikan oleh sahabat yang bernama Utsman bin
Affan.39

34
Athaillah, Sejarah Al-Quran: Verifikasi Tentang Otensitas Al-Quran, Hlm. 223 – 224.
35
Ibid, Hlm. 225 – 226.
36
Ibid, Hlm. 231.
37
Ibid, Hlm. 232 – 233.
38
Ibid, Hlm. 234 – 235.
39
Faisal Ismail, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, Hlm. 214 – 224.
PENUTUP
(Kesimpulan)
Pada masa Abu Bakar dan Umar, Al-Qur`an mengalami transformasi penjagaan
keotentikannya. Peristiwa itu terjadi setelah umat Islam berhasil menumpas para penghianat di
Yamamah. Seseorang yang memiliki ide pertama kali untuk pembaharuan penjagaan Al-
Qur`an adalah Sahabat yang bernama Umar. Akan tetapi, ide tersebut tidak akan terrealisasi
ketika tidak mendapat persetujuan dari Khalifah yang bernama Abu Bakar. Di dalam
prosesnya, realisasi transformasi tersebut melibatkan banyak sahabat Nabi seperti Zaid bin
Tsabit sebagai ketua tim penghimpun Al-Qur`an, Ali bin Abi Thalib sebagai anggota, dan
Utsman bin Affan yang juga sebagai anggota. Hasil dari realisasi pembaruan penjagaan
keotentikan Al-Qur`an itu adalah himpunan Al-Qur`an yang menjadi satu bundel.
Sebelum Al-Qur`an menjadi satu bundel seperti masa kini, keberadaan Al-Qur`an masih
acak dan tersebar di antara para sahabat. Hal ini menimbulkan kecemasan di hati para sahabat
karena peperangan di Yamamah menewaskan banyak sahabat penghafal Al-Qur`an seperti
Salim Maula Abu Hudzaifah. Dengan demikian, Al-Qur`an yang semula acak kemudian
dihimpun oleh para sahabat atas kebijakan Abu Bakar dari inisiatif Umar merupakan kontribusi
para sahabat Nabi untuk umat ini karena hal itu termasuk bagian bukti sejarah terkait
autentisitas Al-Qur`an sehingga keasliannya tidak dapat disangkal oleh siapapun di zaman
modern ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al – Qatthan, Manna`. (2016). Dasar- Dasar Ilmu Alquran. (Terj. Umar Mujtahid). Jakarta:
Ummul Qura.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. (2008). Fathul Baari Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar. (Terj.
Amiruddin). Vol. 24. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. (2008). Fathul Baari Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar. (Terj.
Amiruddin). Vol. 20. Jakarta: Pustaka Azzam.
Amanah. (1994). Pengantar Ilmu Al-Qura`an dan Tafsir. Semarang: Asy- Syifa`.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi (1997). Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur`an
dan Tafsir. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Athaillah. (2010). Sejarah Al-Quran: Verifikasi Tentang Otensitas Al-Quran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Az- Zarkasyi, Muhammad bin Abdullah. (tt). Al-Burhan Fi Ulum Al-Qur`an. Tk: Tp.
Ibn Achmad, Ibrahim bin Muhammad. (2004). Tuhfatul Murid Syarh Jauharatu At-Tauhid,
Beirut: Dar al-Kutub al-`Alamiyyah.
Ibnu Katsir, Al- Hafidz. (2014). Perjalanan Hidup Empat Khalifah rasul. (Terj. Abu Ihsan Al-
Atsari). Jakarta: Darul Haq.
Ibnu Katsir, Al- Hafidz. (2018). Sejarah Lengkap Khulafaur Rasyidin. (Terj. Muhammad
Ahsan bin Usman). Depok: Senja Media Utama.
Ilyas, Yunahar. (2014). Kuliah Ulumul Qur`an. Yogyakarta: Itqan Publishing.
Ismail, Faisal. (2017). Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik. Yogyakarta: IRCiSoD.
S, Agus. (2019). “Studi Analisis Kodifikasi Hadis”. Jurnal Hikmah. Vol. 16, No. 2. Hlm. 14 –
19.
Thohir, Ajid. (2014). Sirah Nabawiyah: Nabi Muhammad Saw Dalam Kajian Ilmu Sosial-
Humaniora. Bandung: Marja.

Anda mungkin juga menyukai