Anda di halaman 1dari 10

Penulisan Al-Qur’an dari Masa ke Masa

Muhammad Fauzan Azhar


Sastra Inggris – Univeritas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email : 19320101@student.uin-malang.ac.id

Bagus Amantu Billa


Sastra Inggris – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email : 19320086@student.uin-malang.ac.id

ABSTRACT

Al-Quran was revealed by Allah SWT to the Prophet Muhammad, through a revelation from
the angel Gabriel. The Qur'an is the legal basis for Islam and a guide for all Muslims in the
world. The Qur'an we use today has a long way to go in its collection. Starting to make the
codifications collected by the companions of the Prophet Muhammad, until the time of
rewriting Utsman Bin Affan's Mushaf. The objectives of this article are: (1) Knowing the
history of the collection of the Al-Quran at the time of the Prophet Muhammad (2) Knowing
the history of the bookkeeping of the Al-Quran during the time of Abu Bakr (3) Knowing the
history of rewriting the Qur'an during the time of Ustman bin Affan. The results of the
discussion of this material are: (1) Understanding the history of the collection of the Al-Quran
at the time of Prophet Muhammad (2) Understanding the history of the bookkeeping of the
Al-Quran during the time of Abu Bakr (3) Understanding the rewriting of the Al-Qur'an at the
time of Ustman bin Affan.

Keywords : Al-Qur’an, History, Writing the Qur’an, Codification.

ABSTRAK

Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, melalui wahyu dari
malaikat Jibril. Al-Qur’an merupakan landasan hukum dalam islam serta pedoman bagi
seluruh umat muslim di dunia. Al-Qur’an yang kita gunakan pada saat ini memiliki
perjalanan panjang pada pengumpulannya. Mulai menjadikan tulisan dan pembukuan yang
dikumpulkan oleh para sahabat Nabi, hingga masa penulisan kembali mushaf Ustman Bin
Affan. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah : (1) Mengetahui sejarah pengumpulan Al-
Quran pada masa Nabi Muhammad (2) Mengetahui sejarah pengumpulan dan pembukuan
Al-Quran pada masa Abu Bakar (3) Mengetahui sejarah penulisan Al-Qur’an pada masa
Ustman bin Affan. Hasil dari pembahasan materi ini adalah : (1) Memahami sejarah
pengumpulan Al-Quran pada masa Nabi Muhammad (2) Memahami sejarah pembukuan
dan pengumpulan Al-Quran pada masa Abu Bakar (3) Memahami penulisan Al-Qur’an pada
masa Ustman bin Affan.

Kata Kunci: Al-Qur'an, Sejarah, Penulisan Al-Qur'an, Kodifikasi.

Pendahuluan

Al-Quran bagi kaum Muslimin adalah verbum dei (kalãmuAllãh) yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Jibril selama kurang lebih dua puluh tiga
tahun. (Kholis, 2001, h. 1). Al-quran pada masa nabi dikumpulkan dan dihimpun secara
berangsur-angsur dalam beberapa tahap. Kemudian dibukukan serta disempurnakan hingga
menjadi satu mushaf yang kita gunakan sekarang.

Sejarah penulisan Al-Qur’an menarik untuk dibahas untuk mengetahui bagaimana


sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Quran pada saat diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Kemudian perjuangan para sahabat Rasul untuk mengkodifikasi ayat-ayat Al-Quran
dan menyempurnakan bacaan Al-Quran agar menjadi hingga menjadi satu mushaf yang
digunakan oleh seluruh umat muslim di dunia.

Penting bagi kita untuk mengetahui sejarah dari penulisan Al-Qur’an dari masa ke
masa, mengingat masih minimnya pembahasan tentang bagaimana para sahabat Nabi
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunlan oleh malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad SAW, serta rentetan sejarah penulisan Al-Qur’an sampai dengan menjadi Al-
Qur’an yang kita baca saat ini.

Alasan dibuatnya artikel Penulisan Al-Qur’an dari masa ke masa adalah untuk
memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada para pembaca tentang sejarah penulisan
Al-Qur’an. Mengetahui bagaimana diturunkan Al -Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw, yang
tidak berupa tulisan langsung atau berbentuk satu jilid yang tersusun rapi, melainkan
berupa wahyu sampai dengan proses pembukuan.
Terdapat beberapa aritikel yang serupa dengan artikel yang kami bahas. Yang
pertama, artikel dari Ichsan Muhammad berjudul “Sejarah Penulisan Dan Pemeliharaan Al-
Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad SAW dan Sahabat” yang membahas tentang sejarah
penulisan dan pemeliharaan Al-Qur’an secara umum sampai pada masa khalifah Ustman bin
Affan. Penggunaan metode penelitian historis dengan menggambarkan kejadian masa lalu
pada saat pengumpulan Al- Qur’an, memberikan salah satu kesimpulan yaitu Al-Qur’an
sebagai kalam Allah yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad Saw untuk
disampaikan kepada umat telah dijamin langsung oleh Allah akan keotentikannya. Kedua,
terdapat artikel serupa dari Muhammad Muslimin dengan judul “Pembukuan dan
Pemeliharaan Al-Qur’an” yang membahas tentang sejarah pembukan dan pemeliharan Al-
Qur’am dari masa Abu Bakar sampai Ustman bin Affan dengan metode penelitian deskriptif,
menjelaskan pembukuan dan pemeliharaan Al-Qur’an dan memberikan kesimpulan
Pelestarian Alquran pada masa Nabi Muhammad lebih bergantung pada kemampuan
hafalan, sedangkan menulis hanya sedikit seperti pada daun kurma, tulang belulang, batu.
Hal itu karena periode itu kertas belum dikenal seperti sekarang ini, selain itu juga karena
banyak umat muslim yang buta huruf. Ketiga, artikel oleh Nasrudin Ibrahim yang berjudul
“Sejarah Penulisan Al-Qur’an (Sejarah Antropologi Budaya)” dengan metode penelitian
historis menggambarkan sejarah penulisan Al-Quran yang memberikan kesimpulan Cara
penulisan Alquran pada masa rasulullah adalah dengan mengangkat beberapa orang penulis
yang dianggap mahir dan dipercaya oleh Nabi. Sepeninggal Rasulullah SAW banyak
penghapal Al-Qur’an yang wafat di medang perang sehigga Umar ra. Mengajukan usulan
kepada Abu Bakar agar dilakukan pengumpulan hardkopy menjadi sebuah mushab dan
Pengumpulan atau penyalinan Alquran kembali dilakukan untuk memberi salinan tersebut
kepada wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh Islam, sebagai upaya untuk meminimalisir
perbedaan terutama bacaan pada masa Ustman bin Affan.

Berdasarkan ketiga artikel serupa yang telah disebutkan diatas, terdapat beberapa
kesamaan mengenai pembahasan sejarah pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an, dari masa
Rasulullah SAW mendapatkan wahyu secara berangsur-angsur sampai dengan pembukuan
dan penyebaran mushaf Al-Qur’an ke beberapa kota besar di Arab pada masa kekhalifahan
Ustman bin Affan.
Tujuan dari penulisan artikel “Penulisan Al-Qur’an dari Masa ke Masa” adalah, agar
para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang sejarah pengumpulan, dan
pembukuan Al-Qur’an dari masa ke masa. Diharapkan, hasil dari membaca aritkel ini, kita
semua dapat menjaga keaslian Al-Qur’an, sebagaimana para sahabat memperjuangkannya
serta dapat menyempurnakan iman kita terhadap kalamullah, untuk mempelajari tentang
Al-Qur’an lebih dalam.

1. Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an Pada Masa Nabi.

Pengumpulan Al-Qur’an pada masa nabi dilakukan secara berangsur-angsur


menurut turunnya ayat ataupun surah. Pada masa itu juga bangsa Arab merupakan bangsa
yang tidak bisa baca tulis, namun Allah memberikan berkah kepada bangsa Arab dengan
kepintarannya dalam menghafal. Nabi Muhammad SAW diberikan kelebihan oleh Allah SWT
dengan keistimewaan untuk otomatis bisa membaca, mengahafal, dan memahami Al-Qur’an.

Pengumpulan ayat-ayat tersebut paling dominan dilakukan dengan cara menghafal


dibandingkan denga cara menulis. Dengan menghafal umat islam memiliki pegangan dalam
penukilan Al-Qur’an. Dengan cara menghafal juga umat islam bisa meresapi dan memahami
ayat-ayat tersebut. Selain dengan cara menghafal, pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an juga
dilakukan dengan cara ditulis. Ada beberapa penulis Al-Qur’an terkemuka yang yang terbaik
dan memiliki tulisan yang indah seperti empat Khalifah Arrasyidin (Abu Bakar, Umar,
Utsman, dan Ali), adapun beberapa penulis lainnya yaitu Mu’awiyah, Ubai, Zaid dan Mua’dz.

Pada saat sebuah surah turun Nabi memanggil seorang penulis untuk menulis ayat-
ayat tersebut. Di masa itu alat-alat untuk menulis-pun terbatas, para penulis biasanya
menggunakan daun-daunan kulit unta atau kambing yang dikeringkan, permukaan batu,
pelepah kurma. Beberapa sahabat nabi juga ada yang berinisiatif menulis ayat-ayat Al-Qur’an
untuk dokumen pribadinya.

Penyusunan surah-surah Al-Qur’an pada saat itu diatur langsung oleh Nabi dengan
bimbingan Jibril. Para Ulama sepakat bahwa susunan surah dan ayat Al-Qur’an pada mushaf
di zaman sekarang ini merupakan susunan yang berdasarkan ketentuan dan petunjuk dari
Rasulullah yang sesuai wahyu dari Allah SWT.

Al-Zakarsyi menyebutkan alasan bahwa tidak ada pembukuan Al-Qur’an pada masa
Raasulullah adalah untuk mencegah terjadinya perubahan sewaktu-waktu. Setelah wafatnya
Rasululah maka turunnya surah-surah ataupun ayat-ayat Al-Qur’an juga berhenti. Kemudian
Allah menurunkan ilham penulisannya kepada Khulafah Al-rasyidin sebagaimana dengan
janji Allah tentang menjamin pemeliharaan Al-Qur’an sepanjang zaman.

2. Pembukuan Al-Qur’an Pada Masa Khallifah Abu Bakar.

Abu Bakar ditunjuk menjadi khalifah setelah Nabi Muhammad SAW meninggal
dunia. Seiring dengan meninggalnya Rasulullah banyak muncul orang-orang yang mulai
menyimpang dari ajaran Islam seperti berhenti membayar zakat, dan ada juga Musailamah
al-Kadzdzab orang yang mengaku sebagai nabi. Dia juga menjadi pemimpin pasukan murtad
yang akan berperang melawan Khalifah Abu Bakar. Abu Bakar memerangi orang-orang
murtad tersebut dengan mengirimkan pasukan tentara, dan terjadilah perang Yamamah
pada tahun 12H.

Disaat perang Umar bin Khattab mendengar kabar bahwa ada sekitar tujuh puluh
Huffadz Al-Qur’an (penghafal Al-Qur’an). Mendengar kabar tersebut Umar khawatir jika
penghafal Al-Qur’an tiada. Dengan membawa kekhawatirannya tersebut Umar menghadap
Abu Bakar lalu mengusulkan ide untuk membukukan Al-Qur’an menjadi satu mushaf.
Dikarenakan Rasulullah tidak pernah melakukannnya Abu Bakar menolak, namun Umar bin
Khattab terus meyakinkan Abu Bakar. Setelah perdebatan tersebut Abu Bakar dibukakan
hatinya oleh Allah SWT dan menerima untuk membukukan Al-Qur’an.

Zaid bin Tsabit, orang yang ditunjuk Abu Bakar untuk menulisakan Al-Qur’an dalam
satu mushaf. Dipilihnya Zaid bin Tsabit karena kecerdasaannya, pemahamannya terhadap Al-
Qur’an, kedudukannya dalam qiraat. Selain itu Zaid juga yang terakhir menghadap Rasulullah
untuk melakukan pembacaan Al-Qur’an sebelum Rasulullah meninggal dunia. Sama halnya
seperti Abu Bakar, Zain menolak perintah tersebut karena terlalu berat untuknya. Setelah
beberapa kali meyakinkan Zaid akhirnya dia tugas tersebut dengan ikhlas.

Terdapat tiga syarat pengerjaa’an tugas Zaid :

a. Pertama, catatan-catatan ayat tersebut harus yang pernah dibuat pada zaman
Rasulullah;
b. Kedua, surah atau ayat tersebut harus dihafal minimal dua orang;
c. Ketiga, penulisan ayat-ayat tersebut harus disaksikan dua orang. Zaid bin Tsabit
bekerja dengan sangat teliti untuk menghindari kesalahan penulisan kitab umat
Muslim yang akan digunakan sebagai pedoman hidup umat Islam di masa yang akan
datang. Zaid membukukan ayat-ayat tersebut sesuai urutan yang ditetapkan Nabi
Muhammad SAW.

Zaid bin Tsabit mengerjakan pembuukuan tersebut dalam satu tahun. Sesudah
perang Yamamah dan sebelum Abu Bakar meninggal. Setelah pembukuannya tersebut Zaid
menyerahkannya kepada Abu Bakar. Mushaf tersebut berada ditangan Abu Bakar hingga akir
hayatnya pada tahun 13H. Umar bin Khattab selaku khalifah selanjutnya menjaga mushaf Al-
Qur’an tersebut. Saat meninggalnya Umar bin Khattab mushaf tersebut disimpan dirumah
puterinya yang seorang istri Nabi Muhammad SAW. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan
mushaf tersebut dimintanya.

3. Penulisan Al-Quran pada masa Ustman Bin Affan

Pengumpulan pada masa Khalifah Utsman difokuskan pada penyamaan dialek,


mushaf ditulis dengan satu huruf (dialek), agar orang bersatu dalam satu qiraat. Adapun
pengumpulan pada masa Utsman dilatarbelakangi oleh banyaknya perbedaan hal qiraat
(dalam cara membaca Qur’an), sehingga mereka bebas membacanya menurut logat mereka
masing-masing dan ini menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan. Perbedaan
tersebut terjadi di saat Khilafah Islamiyah semakin meluas ke utara dan Afrika utara. Umat
Islam di masing-masing propinsi waktu itu mengikuti qiraah sahabat yang berbeda-beda.
Misalnya umat Islam di Syam Mengikuti qiraah Ubayya ibn Ka’ab, umat Islam di Kufah
mengikuti qiraah Abdullah ibn Mas’ud dan wilayah lain mengikuti qiraah Abu Musa Al-
Asy’ari. Perbedaan qiro'ah seperti itu menjadi masalah bagi sebagian umat Islam.

Imam Hakim berkata: (periode) penulisan Al-Qur’an yang ketiga adalah penertiban
surat-surat pada masa Utsman bin Affan. Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas,
sesungguhnya Hudzaifah ibnul Yaman pernah datang kepada Utsman, dan dia adalah orang
yang ditugaskan untuk memerangi ahlus Syam dalam misi penaklukan kota Armenia dan
Azarbeijan bersama ahlul Irak. Kemudian Hudzaifah dikejutkan dengan perbedaan mereka
tentang qira’ah (cara membaca Al-Qur’an) maka Hudzaifah berkata kepada Utsman,
“Selamatkan umat sebelum mereka berselisih seperti perselisihan kaum Yahudi dan
Nasrani.” Kemudian Utsman mengutus seseorang untuk menemui Hafshah, agar Hafshah
berkenan mengirimkan mushaf yang ada padanya untuk kemudian ditulis (disalin) kembali.

Kalau tidak segera diatasi, dikhawatirkan pada masa yang akan datang akan
menimbulkan fitnah dan malapetaka besar bagi umat Islam. Ternyata memang Utsman
khawatir, kehawatiran ‘Utsman dapat dibaca jelas dalam pidatonya waktu itu: “Anda semua
yang dekat denganku berbeda pendapat, apalagi orang-orang yang bertempat tinggal jauh
dariku, mereka pasti lebih berbeda lagi”. (HR Abu Daud).

Utsman segera mengambil langkah antisipatif dengan membentuk sebuah tim


penulisan kembali Al-Qur’an kedalam beberapa mushaf dengan acuan utama mushaf Abu
Bakar. Utsman meminjam mushaf yang disimpan Hafsah, selanjutnya menyerahkannya
kepad Tim yang terdiri dari empat orang sahabat terbaik dan terpercaya untuk melak
sanakan tugas suci tersebut. Ketua tim Zaid ibn Tsabit, anggota Abdullah ibn Zubair, Sa’ad ibn
Ash dan Abdurrahman ibn Harits ibn Hisyam. Tiga anggota berasal dari suku Quraisy,
berbeda dengan Zaid yang dari Madinah. Komposisi tiga orang dari Quraisy itu diperlukan
dalam memenangkan logat atau dialek Quraisy apabila terjadi perbedaan pendapat antara
anggota tim dengan Zaid. Utsman memang memberi petunjuk seperti itu, apabila terjadi
perbedaan pendapat dengan Zaid, maka tulislah dengan logat Quraisy, karena Al-Qur’an
diturunkan dalam logat mereka dan tim tetap bekerja di bawah arahan Utsman. Sistem
penulisan inilah kemudian dikenal dengan sebutan ar-Rasmul-Usmani, Utsman berkata
kepada tiga orang Quraisy itu:

“Bila kamu berselisih pendapat dengan Zaid bin Tsabit tentang sesuatu dari Qur’an, maka
tulislah dengan logat Quraisy, karena sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dalam bahasa
Quraisy.”

Dengan usahanya tersebut Utsman ibn Affan telah berhasil menghindarkan


timbulnya fitnah dan mengikis sumber perselisihan serta menjaga Al-Qur’an dari
penambahan dan penyimpangan.

3.1 Karakteristik Mushaf Utsman

Banyak pendapat yang meungungkapkan bahwa susunan huruf dalam mushaf


utsmani adalah ijt ihadi. Al-Suyuthi mengutip pandangan bahwa Utsman mengumpulkan
halaman-halaman Alquran (shuhuf) ke dalam kitab Musharraf (murattaban li-suwarihi)
sesuai dengan urutan surat-suratnya. Pada saat yang sama, di tempat lain, dia
mengemukakan suatu riwayat yang menyatakan bahwa Ustman memerintahkan panitia
untuk menyusun surat-surat panjang secara berurutan. Gagasan di atas menunjukkan prinsip
Alquran dalam mushaf utsmani, yaitu: dari surat panjang sampai ke surat pendek.
Kebanyakan sahabat nabi biasanya mengikuti prinsip ini ketika menyusun surat-surat pada
mushaf mereka termasuk Ali, Ibn Mas’ud dan Ubay.

Jumlah huruf dalam mushaf utsmani adalah 114, yaitu berada di tengah antara
jumlah huruf di mushaf Ubay (116 huruf) dan Ibn Mas'ud (111 atau 112 huruf). Surat-surat
ini diberi berbagai nama pada awal sejarah Islam. Tidak jarang sebuah surat memiliki dua
nama atau lebih. Dalam literatur Islam awal, nama lain yang digunakan untuk sementara
waktu tetapi kemudian dibuang atau ditinggalkan disebutkan. Misalnya, selain dinamai al-
Fãtihah, huruf 1 juga disebut fãtihatu-l-kitãb (pembuka kitab) atau ummalkitãb / al-qur'ãn
(induk kitab/al-Quran), al-kãfîyah atau al-wafiyah ( " yang mencukupi"), al-asãs ("fondasi"),
al-syifã 'atau al-syafîyah ("penawar"), al-shalãt ("doa") dan al-hamd ("puji-pujian"). Tidak
ada kesepakatan formal di antara para cendekiawan Muslim tentang penamaan 114 Alquran,
bahkan jika urutan atau urutannya dijelaskan dengan jelas dalam Musharraf Usmani.

Tidak jelas kapan nama dari berbagai surat itu muncul. Namun demikian, dapat diduga
bahwa segera setelah Alquran dihimpun, nama surat diperlukan untuk rujukan yang mudah,
dan yang pasti di pertengahan abad kedelapan, nama-nama dari berbagai huruf mulai
populer di masyarakat.
Daftar Pustaka

Buku
Abidin S, Zainal. (1992). Seluk Beluk Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta.
Al-Abyadi, Ibrahim. (1996). Sejarah Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta.
Amin Suma, Muhammad. (2000). Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an I. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Amal, Taufik Adnan. (2011). Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an. Jakarta: Divisi Muslim
Demokratis.
Ansyory, Anhar. (2012). Pengantar Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Lembaga Pengembangan
Study Islam Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Drajat, Amroeni. (2017). Ulumul Qur’an Pengantar Ilmu-Ilmu Qur’an. Depok: Kencana.
Marzuki, Kamaluddin. (1994). ‘Ulum Qur’an. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suyuthi, Imam. (2008). Study Al-Qur’an Komprehensif. Surakarta: Indiva Pustaka.
Yasir, Muhammad dan Ade Jamaruddin. (2016). Study Al-Qur’an. Riau: Asa Riau.
Wahid, Abdul dan Muhammad Zaini. (2016). Pengantar ‘Ulumul Qur’an dan ‘Ulumul Hadis.
Aceh: Yayasan PeNA Banda Aceh, Divisi Penerbitan.
Jurnal
Ibrahim, Nasruddin. (2015). “Sejarah Penulisan Al-Qur’an (Sejarah Antropologi Budaya)”
dalam Jurnal Rihlah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan, Fakultas Adab dan Humaniora,
Universitas Islam Alauddin, Makassar, Vol. 2, No. 1, Hal 53-68, Mei Tahun 2015.
Ichsan, Muhammad. (2012). “Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Nabi
Muhammad SAW dan Sahabat.” dalam Jurnal Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu
Ushuluddin, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Ar-Raniry, Banda
Aceh, Vol. 14, No. 1, Hal 1-8, April Tahun 2012.
Muslimin, Muhammad. (2014). “Pembukuan dan Pemeliharaan Al-Qur’an.” dalam Jurnal
Tribakti: Jurnal Pemikiran Keisalaman. Vol. 25, No. 2, Hal 279-294, September Tahun
2014.

Anda mungkin juga menyukai