Anda di halaman 1dari 15

Dosen Pembimbing Mata Kuliah

Ferlan Niko, S,Hi, M.Si. Studi Al-Quran

KISAH-KISAH AL-QUR’AN

Disusun oleh :

Muhammad Kaffi Suryana

Muhammad Rezza

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM


RIAU
2019/2020
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr wb

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang senantiasa memberikan kekuatan lahir batin kepada kami sehinngga makalah ini dapat
terselesaikan. Dengan tersusunnya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu. Akhirnya hanya kepada Allah, semoga makalah ini bermanfaat serta
menjadi bagian dari amal sholeh dan semoga Allah membalas semua pihak yang telah membantu
dengan balasan yang sebaik – baiknya. Fiddunnya wal akhirat. Amin

Wassalamu’alaikum wr wb

Pekanbaru, 12 September 2019

Kelompok penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….…………...i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...…..iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..……..1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………….…..1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………….2
C. Tujuan………………………………………………………………..………………..2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….………. 3
A. Definisi Kisah dalam Al-qur’an………………………………………..……………..3
B. Keistimewaan dan Isi Kisah dalam Al-qur’an………………………………..………5
C. Fakta Tentang Kisah dalam Al-qur’an………………………………………….…….6
D. Contoh kisah dalam Al-Qur’an dan penafsirannya menurut pendapat ahli…….……7
E. Hikmah dalam Kisah-Kisah Dalam Al-Quran ……………………………………….9
BAB III PENUTUP……………………………………………………………...…………11
A. Kesimpulan …………………………………………………………………...……..11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...…..12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Mengkaji Al-Qur’an, memang sangat jarang kita lakukan dan mungkin belum pernah kita
lakukan karena kita lebih sering “mengaji” yang mana kita artikan sebagai membaca saja tanpa
memahami makna. Memang membaca saja pun sudah mengandung nilai ibadah, namun hanya
dengan membaca tanpa memahami kita belum bisa mengerti berbagai keajaiban yang ada di
dalam Al-Qur’an. Seperti kita ketahui bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat yang diberikan kepada
nabi Muhammad SAW yang merupakan mukjizat terdahsyat yang tidak akan termakan zaman.
Baginda nabi pun berpesan bahwa kita sebagai umatnya harus selalu berpegang pada Al-Qur’an
agar selamat dunia dan akhirat. Maka tentunya sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk
mengkaji makna dalam Al-Qur’an, bukan hanya sekedar membacanya dan menjadikannya
pajangan atau hiasan saja.

Wahyu Allah dalam Al-Qur’an menyangkut berbagai hal yang dapat dijadikan petunjuk bagi
manusia, diantaranya adalah melalui kisah-kisah yang dimuat di dalamnya. Yang pasti adalah
semua itu merupakan Wahyu atau Kalam Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW
melalui Malaikat ibril. Meskipun kalimat yang digunakan adalah berbahasa Arab, namun orang
Arab sekalipun tidak bisa seutuhnya memahami bahasa dan makna di dalamnya. itulah salah satu
bukti kemukjizatan Al-Qur’an yang tidak mungkin merupakan karya manusia. Sampai sekarang
pun tidak akan pernah habis untuk dikaji isi dalam Al-Qur’an dan tidak akan pernah termakan
zaman.

Kisah atau cerita dalam Al-Qur’an sangat sering disebutkan meskipun masih jarang yang
mengkajinya dibandingkan dengan petunjuk tentang perintah atau hukum-hukum. Dalam
makalah ini akan menyebutkan kajian kisah menurut beberapa ilmuwan, diantaranya karya dari
Ahmad Khalafullah dengan judul Al fann al qashashi fi Al-Qur’an yang dinilai kontroversial.
Dalam Al-Qur’an banyak surat-surat yang berupa kisah-kisah baik berupa kisah tokoh, ajaran,
sejarah, dan lain-lain. Oleh karena itu makalah ini akan mencoba membahas tentang beberapa
kisah yang adadalam Al-Qur’an secara umum.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa keistimewaan kisah dalam Al-Qur’an?
2. Apa saja keistimewaan dan isi kisah yang ada dalam Al-Qur’an?
3. Apa saja fakta yang ada dalam kisah dalam Al-Qur’an?
4. Bagaimana contoh penafsiran ulama atau ilmuan tentang kisah dalam Al-Qur’an?
5. Apa hikmah yang didapat dari kisah dalam Al-Qur’an?

C. Tujuan
1. Mengetahui kisah dalam Al-Qur’an
2. Mengetahui keistimewaan dan isi kisah yang ada dalam Al-Qur’an
3. Mengetahui fakta kisah yang ada dalam Al-Qur’an
4. Mengetahui contoh penafsiran ulama atau ilmuan tentang kisah dalam Al-Qur’an
5. Mengetahui hikmah yang di dapat dalam Al-Qur’an

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kisah Dalam Al-Qur’an

Kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an memang bukan semata-mata untuk hiburan saja.
Kisah yang dimuat di dalamnya pun merupakan kisah dari para Nabi dan Rasul, orang-orang
yang dimuliakan serta kaum atau golongan yang terpilih tentu saja dengan tujuan agar menjadi
contoh dan dapat diambil sebagai pelajaran. Beberapa bahkan ada yang di abadikan dalam
sebuah nama surat. Seperti surat Ibrahim, Musa, Yusuf, Muhammad, dan lain-lain. Kemudian
ada juga kisah dari kaum atau golongan seperti dalam surat Al-Kahfi. Kisah-kisah yang
disebutkan dalam Al-Qur’an memang sangat menarik untuk dikaji, karena kesemuanya
merupakan tanda-tanda kebesaran Allah untuk dijadikan pedoman hidup manusia.

Firman Allah dalam QS. Yusuf ayat 111:

... ‫ث يُ ْفت َ َرى‬


ً ‫َان َح ِد ْي‬ ِ ‫ص ِص ِه ْم ِع ْب َرةٌ ِِلُو ِلى األ َ ْلبَا‬
َ ‫ َما ك‬,‫ب‬ َ َ‫َان فِي ق‬
َ ‫لَقَ ْد ك‬

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat...”.

Allah telah menyatakan bahwa kisah-kisah yang tertera dalam Al-Quran adalah sebaik-baik
kisah. Sebab, kisah-kisah yang terkandung dalam Al-Quran al Karim memuat kesempurnaan
tingkat tinggi dalam hal balaghah dan kemuliaan makna.

Firman Allah dalam QS. Yusuf ayat 3:

... َ‫ص ِب َما أ َ ْو َح ْينَا ِإلَي َْك َهذَا القُ ْرآن‬ َ َ‫س ُن ْالق‬
ِ ‫ص‬ َ ‫علَي َْك أ َ ْح‬ ُّ ُ‫ن َْح ُن نَق‬
َ ‫ص‬

“Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Quran ini
kepadamu…”.

3
Terminologi pengertian kisah (khususnya dalam Al-Qur’an) secara etimologis dapat diartikan
sebagai suatu fragmen atau potongan-potongan dari berita-berita tokoh atau umat terdahulu yang
dimuat dalam Al-Qur’an.
Di dalam Al-Qur’an kisah seringkali digunakan sebagai media untuk menyampaikan ajaran,
bahkan ada beberapa surah secara dominan menyajikannya, seperti surah Yusuf, Al-Kahfi,
Maryam, Al-Anbiya, dan Al-Qashash.

Kisah dalam Al-Qur’an bukan merupakan karya sastra yang bebas baik dalam tema, teknik
pemaparan ataupun setting peristiwa-peristiwanya, sebagaimana terdapat dalam kisah pada
umumnya, melainkan sebagai suatu media Al-Qur’an untuk mencapai tujuan yang mulia.

Tema, teknik pemaparan dan setting peristiwa, kisah-kisah dalam Al-Qur’an senantiasa tunduk
kepada tujuan keagamaan, namun ketundukan ini tidak menghalangi munculnya karaketeristik
seni dalam pemaparannya (Sayyid Qutb, 1975, hal. 11), sehingga kisah dalam Al-Qur’an
merupakan perpaduan antara aspek seni dan aspek keagamaan.1

Menurut Muhammad Ahmad Khalafullah, kisah adalah karya sastra yang merupakan hasil
inajinasi pembuat kisah bagi peristiwa yang telah terjadi dari tokoh yang tidak ada, atau
peristiwanya ada tapi tokohnya imajinatif, atau tokohnya ada tapi peristiwanya imajinatif, atau
peristiwanya ada, tokohnya ada, tapi dalam tuturan kisah didasarkan pada seni sastra, atau
memasukkan hal realistis dalam hal yang imajinatif. Kemudian ia membagi kisah dalam Al-
Qur’an dalam tiga kriteria, yaitu tarikhiyyah (sejarah, tokohnya memang benar ada), tamsiliyyah
(perumpamaan),dan usthurah (legenda, tidak nyata)2.

Pendapat Ahmad Khalufflah tersebut menimbulkan banyak kritikan karena dinilai sangat
kontroversial oleh kalangan ulama’ bahkan mungkin sampai sekarang. Namun sebagai pegangan
kita agar menambah keyakinan yaitu kembali kepada QS. Yusuf ayat 111 bahwa kisah dalam Al-
Qur’an bukanlah kisah yang dibuat-buat. Ini menunjukkan bahwa kisah yang ada adalah benar
adanya.

1SyihabuddinQalyubi, Stilistika al-Qur’an PengantarOrientasiStudi al-Qur’an, (Yogyakarta: Titian Ilahi, 1997), hlm. 65-66.

2Muhammad Ahmad Khalafullah, The Narrative Art in the Holy Qur’an (Al-fann al-Qashashiy Fi Al-Qur’an) hlm.152.

4
Kemudian masih menurut Ahmad Khalufflah, pendistribusian unsur-unsur kisah pada kisah-
kisah dalam Al-Qur’an selaras dengan perkembangan dakwah Islam. Oleh karena itu, terkadang
yang menonjol adalah unsur-unsur peristiwa jika kisah itu dimaksudkan untuk menakut-nakuti
dan memberi peringatan. Terkadang yang menonjol adalah unsur pelaku jika kisah itu
dimaksudkan untuk memberi kekuatan moral dan kemantapan hati Nabi Muhammad beserta
pengikutnya. Akan tetapi, terkadang yang menonjol adalah unsur dialog jika kisah itu
dimaksudkan untuk memertahankan dakwah Islam dan membantah para penentangnya3.

B. Keistimewaan dan Isi Kisah Dalam Al-Qur’an

Kita semua telah mengetahui bahwa tidak akan ada keraguan tentang segala yang ada dalam
Al-Qur’an. Kebenarannya sudah tidak dapat lagi disangkal oleh siapapun dari zaman dulu dan
sampai kiamat nanti. Kurang lebih seperti itulah yang dapat kita pahami dari jaminan kebenaran
dan keabsolutan Al-Qur’an seperti yang Allah firmankan di dalamnya. Kemukjizatan Al-Qur’an
tidak dapat ditandingi oleh kitab atau karya apapun di dunia ini karena juga merupakan bukti
kekuasaan Allah yang diwahyukan kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW. Maka apapun
yang secara tertulis ada dalam Al-Qur’an adalah sempurna baik dari segi bahasa, tata bahasa, dan
lain-lain. Begitu juga kisah-kisah yang ada di dalamnya adalah kisah terbaik karena bersumber
dari sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT.

Berikut ini adalah beberapa kisah dari banyaknya kisah yang ada di dalam Al-Qur’an yang
dapat diambil garis besar kisahnya.

1) Kisah tentang proses kenabian, contohnya seperti dalam kisah Nabi Muhammad, Nabi
Ibrahim dan Nabi Yusuf.
2) Kisah tentang asal-usul kelahiran Nabi, seperti dalam kisah Nabi Isa.
3) Kisah yang mendung ujian kesabaran, seperti kisah Nabi Ismail semasa kecil.
4) Kisah kaum yang dihancurkan, contohnya kisah kaum sodom pada masa Nabi Luth dan
kaum Nabi Nuh yang membangkang.

3 Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an Makna di Balik Kisah Ibrahim, (Yogyakarta: LkiS, 2008), hlm. 182.

5
5) Kisah orang yang berhasil disesatkan setan, seperti dalam kisah dua anak Adam Qabil dan
Habil.
6) Kisah tentang sebuah Negeri, seperti kisah Saba’.
7) Kisah seseorang yang diselamatkan, seperti kisah seorang pria yang melewati sebuah
negeri yang sudah hancur kemudian ia dimatikan selama seratus tahun dan dihidupkan
kembali.4
8) Kisah kaum yang diselamatkan, seperti kisah Ashabul Kahfi.
9) Kisah orang yang diberi hikmah, seperti kisah Luqman.
10) Kisah pelajaran untuk berlaku rendah hati, seperti dalam kisah Nabi Khadlir dan Nabi
Musa.

Itulah beberapa kisah dari banyak kisah yang ada di dalam Al-Qur’an yang belum bisa
semuanya tertulis dalam makalah ini karena tentunya merupakan keterbatasan penulis. Namun
yang dapat diambil kesimpulan adalah semua kisah yang ada di dalam Al-Qur’an adalah mutlak
bersumber dari Allah, dan dapat dipahami banhwa semua kisah itu merupakan pelajaran bagi
umat manusia sesudahnya sampai akhir zaman nanti. Di dalam kisah-kisah tersebut ada yang
mengandung ajaran atau perintah agama, pedoman berperilaku sesuai perintah Allah, larangan
yang dilarang Allah, dan lain-lain.

C. Fakta Tentang Kisah Dalam Al-Qur’an

Setelah membaca beberapa referensi penafsiran kisah dalam Al-Qur’an, maka mungkin dapat
disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan kisah dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah
sebagai berikut:

1) Tema sentral ayat-ayat yang memuat kisah dalam Al-Qur’an adalah kisah nabi dan umat
terdahulu. Akan tetapi, secara perlahan, para pembaca atau pendengar digiring ke ajaran-

4Shalah Al-Khalidi, Kisah-Kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu Jilid-3, penerjemah:Setiawan Budi Utomo,
(Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 57.

6
ajaran agama yang universal. Hal ini bisa dijadikan bukti atas komitmen kisah-kisah dalam
Al-Qur’an ke dalam tujuan keagamaan.5
2) Kisah-kisah tentang nabi seperti kisah Nabi Musa, Nabi Ibrahim, dan Nabi Adam tidak
terhimpun dalam satu surat dan diceritakan tidak secara runtut, atau dapat dikatakan
berpencar dalam surat-surat atau ayat yang berbeda.
3) Tidak semua kisah menceritakan sejarah asal usul seseorang atau Nabi secara detail.
Misalnya seperti kisah Luqman yang tidak dijelaskan asal-usulnya dan sebagainya.
Mungkin bisa dibandingkan dengan kisah Nabi Ibrahim yang lebih detail. Namun pada
intinya semua yang dikisahkan adalah sebagai petunjuk dan pelajaran dari Allah SWT.
4) Kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an juga merupakan bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah
karya Nabi Muhammad SAW seperti yang dituduhkan orang-orang kafir, melainkan
wahyu dari Allah dan hanya Allah Yang Maha Mengetahui hakikat kebenaran kisah-kisah
tersebut.
5) Keabsolutan atau keabadian Al-Qur’an juga dibuktikan melalui kisah-kisah yang ada di
dalamnya. Karena dalam kisah tersebut tidak akan pernah habis untuk diambil hikmahnya
sampai kapanpun meskipun sudah terjadi pada puluhan abad yang lampau.
6) Kisah yang tidak diceritakan secara rinci kemudian dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW
melalui hadits.
Itulah beberapa fakta yang dapat “dibaca” dari kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an,
karena masih sangat banyak fakta yang bisa ditemukan bila dikaji menggunakan disiplin
ilmu tertentu, misalnya dengan pendekatan ilmu stilistika.

D. Contoh Kisah Dalam Al-Qur’an dan Penafsirannya Menurut Ahli

Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman kita terhadap kisah yang ada di dalam Al-
Qur’an maka berikut ini akan diambil salah satu kisah beserta pendapat ahli mengenai kisah
tersebut. Pendapat ini adalah menurut seorang mufasir ternama Mesir, yaitu Imam Sayyid Quthb.
Kisah yang akan dikaji adalah “Kisah Seorang Pria Yang Melewati Sebuah Negeri”.

Kisah ini bersunber dari Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 259 yang artinya:

5SyihabuddinQalyubi, Stilistika al-Qur’an Makna., hlm. 29.

7
“Atau apakah (kamu tidak memperhatikan ) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya)
telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata, “bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri
ini setelah hancur?”. Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian
menghidupkannya kembali. Allah bertanya, “berapa lama kamu tinggal disini?” ia menjawab
“saya telah tinggal disini sehari atau setengah hari.” Allah berfirman: “sebenarnya kamu telah
tinggal disini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum
lagi berubah dan lihatlah kepada keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Kami akan
menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang-belulang
keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan
daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah
mati), dia pun berkata, “saya yakin sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.””

Para ulama tafsir dan ahli kisah telah meriwayatkan perincian kisah seorang pria yang
melewati sebuah negeri. Mereka menafsirkan kalam Allah ini dengan keterangan-keterangan
detail tersebut, padahal keterangan-keterangan rincian itu sama sekali tidak diriwayatkan dengan
hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah SAW6. Keterangan ini menunjukkan bahwa kisah
yang tidak terlalu detail, dalam arti hanya secara umum disebutkan dalam Al-Qur’an kemudian
akan dijelaskan melalui hadits Rasulullah SAW jika memang kisah ini penting untuk diketahui
secara rinci. Jika tidak dijelaskan oleh Rasulullah, maka sepatutnya kita tidak mengada-ada
tentang kisah itu.

Adapun yang menceritakan secara rinci adalah menurut riwayat Israiliyat yang mana tidak
bersumber dari hadits dan petunjuk Nabi. Dalam versinya tersebut dikisahkan bahwa pria yang
melewati negeri tersebut adalah Uzair, sedangkan tempat tersebut adalah Baitul Maqdis setelah
dihancurkan oleh Bakhtanashir yang mengusir bangsa Yahudi dari wilayah tersebut ke
Babilonia7, dan seterusnya. Penafsiran mereka ini mungkin memang perlu kita waspadai karena
bisa juga menyesatkan karena tidak bersumber pada keterangan Rasulullah SAW.

Imam Sayyid Quthb memiliki pendapat yang bijak serta sikap yang tegas mengenai
keterangan-keterangan israiliat tersebut. Ia berkata, “siapakah orang yang melalui negeri itu?

6Shalah Al-Khalidi, Kisah-Kisah Al-Qur’an..., hlm. 58.


7Ibid., hlm. 58.

8
Dan, negeri apakah yang ketika dilaluinya tampak telah hancur bangunan-bangunan menutupi
atap-atapnya?”.

Al-Qur’an tidak pernah menjelaskan dua hal itu. Jika Allah berkehendak, tentu Ia
menjelaskannya. Kalau saja hikmah ayat tersebut terletak pada penjelasan kedua hal tersebut,
tentu Al-Qur’an tidak mengabaikannya. Maka marilah kita bersikap dengan memperhatikan
rambu-rambu yang terdapat pada jalan kemuliaan ini.

Ilustrasi dalam ayat-ayat tersebut yang mampu memberikan pengaruh yang kuat, jelas, dan
hidup dalam jiwa- bermaksud menggambarkan suasana kematian, berserakannya tulang-
belulang, serta keruntuhan, yang dalam ayat tersebut diceritakan sebagai berikut. “Dan rumah-
rumah itu hancur runtuh menutupi atap-atapnya”, lumat di atas fondasi-fondasinya. Juga
menggambarkan sisi emosi laki-laki tersebut, yaitu kumpulan perasaan yang terpecik dalam
ungkapannya, “Bagaimana Allah menghidupkannya kembali negeri ini sesudah musnahnya?”.8

Kisah di atas merupakan salah satu kisah yang dapat kita jadikan contoh untuk memahami
berbagai kisah lain yang ada dalam Al-Qura’an. Serta pendapat atau cara penafsiran yang
dilakukan oleh Sayyid Quthb mungkin dapat kita jadikan referensi atau acuan.

E. Hikmah dalam Kisah-Kisah Dalam Al-Quran


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin v menyebutkan sejumlah hikmah di balik
kisah-kisah yang berterbaran dalam Al-Quran, antara lain9:
1) Menjelaskan hikmah Allah Ta’ala yang terkandung dalam kisah-kisah tersebut.
2) Menjelaskan keadilan Allah dengan memberikan siksa kepada para pendusta.
3) Menjelaskan karunia Allah yang telah memberikan pahala kepada orang-orang mukmin.
4) Sebagai hiburan bagi Nabi Muhammad saat menghadapi orang-orang yang mendustakan
beliau.
5) Memberikan motifasi kepada kaum mukminin untuk teguh di atas keimanan dan
berusaha menambahnya. Hal tersebut dapat terwujud dengan mengetahui kesuksesan
orang-orang mukmin terdahulu. Allah Ta’ala berfirman, “Maka Kami telah

8
Ibid., hlm. 63.
9http://majudenganilmu.wordpress.com/author/majudenganilmu/ . Diakses pada 14 Oktober 2014.

9
memperkenankan do`anya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikianlah
Kami selamatkan orang-orang yang beriman.”(Al-Anbiya’ : 88).
6) Memberikan peringatan kepada orang-orang kafir agar tidak berkelanjutan dalam
kekafiran mereka.
7) Membuktikan kebenaran risalah Nabi Muhammad. Sebab, yang mengetahui hakikat
kisah umat-umat terdahulu hanyalah Allah.

10
BAB III
PENUTUP
A.SIMPULAN
Berdasarkan beberapa pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan antara lain:

1. Kisah-kisah yang ada di dalam Al-Qur’an adalah murni datangnya dari Allah sebagai
petunjuk bagi orang-orang yang berakal.
2. Kisah-kisah dari orang terdahulu yang ada dalam Al-Qur’an bertujuan untuk memberikan
pelajaran kepada umat sesudahnya.
3. Tidak penting dan tidak layak bagi kita menambah-nambahi kisah yang Allah tidak
menceritakannya dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW. tidak memberi
penjelasannya melalui hadits karena itu artinya tidak perlu untuk diketahui.
4. Setiap kajian keilmuan, dalam hal ini tentang kisah dalam Al-Qur’an merupakan hazanah
keilmuan yang dapat kita ambil manfaat jika itu baik dan dapat kita renungkan kembali
apabila dirasa ada kekeliruan di dalamnya untuk menambah keyakinan dan keimanan kita.
5. Yang terpenting dari semua kisah yang ada adalah dapat diambil hikmah dari setiap kisah
yang telah terjadi, bukan lagi tentang identitas atau asal-usul pelaku cerita melainkan sosok
tersebut kita jadikan panutan bila menunjukkankan kebaikan dan kita tidak tiru jika
merupakan contoh dari yang dimurkai Allah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khalidi, Shalah. 2000. Kisah-Kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu Jilid-3.

(penerjemah:Setiawan Budi Utomo). Jakarta: Gema Insani.

Khalafullah, Muhammad Ahmad. 1999. The Narrative Art in the Holy Qur’an (Al-fann al

Qashashiy Fi Al-Qur’an).

Qalyubi, Syihabuddin. 2008. Stilistika al-Qur’an Makna di Balik Kisah Ibrahim.Yogyakarta:

LkiS.

Qalyubi, Syihabuddin. 1997. Stilistika al-Qur’an PengantarOrientasiStudi al-Qur’an.

Yogyakarta: Titian Ilahi.

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an PengantarOrientasiStudi al-Qur’an, (Yogyakarta:

Titian Ilahi, 1997)

Muhammad Ahmad Khalafullah, The Narrative Art in the Holy Qur’an (Al-fann al-Qashashiy Fi

Al-Qur’an)

12

Anda mungkin juga menyukai