Anda di halaman 1dari 12

ILMU KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:


Ulumul Quran
Dosen Pengampu: Drs.Zikri

Disusun Oleh Kelompok 10 :

Muhammad Bintang Fahrezi (1921020385)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengkaji Al-Qur’an, memang sangat jarang kita lakukan dan mungkin belum pernah
kita lakukan karena kita lebih sering “mengaji” yang mana kita artikan sebagai membaca saja
tanpa memahami makna. Memang membaca saja pun sudah mengandung nilai ibadah, namun
hanya dengan membaca tanpa memahami kita belum bisa mengerti berbagai keajaiban yang
ada di dalam Al-Qur’an. Seperti kita ketahui bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat yang
diberikan kepada nabi Muhammad SAW yang merupakan mukjizat terdahsyat yang tidak
akan termakan zaman. Baginda Nabi pun berpesan bahwa kita sebagai umatnya harus selalu
berpegang pada Al-Qur’an agar selamat dunia dan akhirat. Maka tentunya sudah menjadi
kewajiban bagi kita untuk mengkaji makna dalam Al-Qur’an, bukan hanya sekedar
membacanya dan menjadikannya pajangan atau hiasan saja.

Wahyu Allah dalam Al-Qur’an menyangkut berbagai hal yang dapat dijadikan petunjuk
bagi manusia, diantaranya adalah melalui kisah-kisah yang dimuat di dalamnya. Yang pasti
adalah semua itu merupakan Wahyu atau Kalam Allah yang diturunkan kepada Rasulullah
SAW melalui Malaikat Jibril. Meskipun kalimat yang digunakan adalah berbahasa Arab,
namun orang Arab sekalipun tidak bisa seutuhnya memahami bahasa dan makna di dalamnya.
Itulah salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur’an yang tidak mungkin merupakan karya
manusia. Sampai sekarang pun tidak akan pernah habis untuk dikaji isi dalam Al-Qur’an dan
tidak akan pernah termakan zaman.

Kisah atau cerita dalam Al-Qur’an sangat sering disebutkan meskipun masih jarang
yang mengkajinya dibandingkan dengan petunjuk tentang perintah atau hukum-hukum.
Dalam makalah ini akan menyebutkan kajian kisah menurut beberapa ilmuwan, diantaranya
karya dari Ahmad Khalafullah dengan judul Al fann al qashashi fi Al-Qur’an yang dinilai
kontroversial. Dalam Al-Qur’an banyak surat-surat yang berupa kisah-kisah baik berupa kisah

2
tokoh, ajaran, sejarah, dan lain-lain. Oleh karena itu makalah ini akan mencoba membahas
tentang beberapa kisah yang ada dalam Al-Qur’an secara umum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa keistimewaan kisah dalam Al-Qur’an?
2. Apa saja keistimewaan dan isi kisah yang ada dalam Al-Qur’an?
3. Apa saja fakta yang ada dalam kisah dalam Al-Qur’an?
4. Bagaimana contoh penafsiran ulama atau ilmuan tentang kisah dalam Al-Qur’an?
5. Apa hikmah yang didapat dari kisah dalam Al-Qur’an?

BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Kisah Dalam Al-Qur’an

Kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an memang bukan semata-mata untuk hiburan
saja. Kisah yang dimuat di dalamnya pun merupakan kisah dari para Nabi dan Rasul, orang-
orang yang dimuliakan serta kaum atau golongan yang terpilih tentu saja dengan tujuan agar
menjadi contoh dan dapat diambil sebagai pelajaran. Beberapa bahkan ada yang diabadikan
dalam sebuah nama surat. Seperti surat Ibrahim, Musa, Yusuf, Muhammad, dan lain-lain.
Kemudian ada juga kisah dari kaum atau golongan seperti dalam surat Al-Kahfi. Kisah-kisah
yang disebutkan dalam Al-Qur’an memang sangat menarik untuk dikaji, karena kesemuanya
merupakan tanda-tanda kebesaran Allah untuk dijadikan pedoman hidup manusia.

Firman Allah dalam QS. Yusuf ayat 111:

‫ َم ا َك اَن َح ِد ْيًث ُيْفَتَر ى‬,‫ َلَقْد َك اَن ِفي َقَص ِص ِهْم ِعْبَر ٌة ُاِلوِلى اَألْلَباِب‬...

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat...”.

3
Allah telah menyatakan bahwa kisah-kisah yang tertera dalam Al-Quran adalah sebaik-
baik kisah. Sebab, kisah-kisah yang terkandung dalam Al-Quran al Karim memuat
kesempurnaan tingkat tinggi dalam hal balaghah dan kemuliaan makna.

Firman Allah dalam QS. Yusuf ayat 3:

‫َنْح ُن َنُقُّص َع َلْيَك َأْح َس ُن اْلَقَص ِص ِبَم ا َأْو َح ْيَنا ِإَلْيَك َهَذ ا الُقْر آَن‬...

“Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Quran ini
kepadamu…”.
Kisah berasal dari bahasa Arab qashsha yaqushshu qishshatan artinya potongan, berita
yang diikuti, dan pelacakan jejak. Kisah dalam ketiga arti ini dipergunakan juga dalam surah
Ali ‘Imran [3: 62], al A’raf [7: 7, 176], Yusuf [12: 3, 111], al-Kahfi [18: 64], Taha [20: 99], al-
Qashas [28: 11, 25], Ali ‘Imran [3: 62], Yusuf [12: 3, 111], al-A’raf [7: 7, 176], dan an-Naml
[27: 76].

Terminologi pengertian kisah (khususnya dalam Al-Qur’an) secara etimologis dapat diartikan
sebagai suatu fragmen atau potongan-potongan dari berita-berita tokoh atau umat terdahulu
yang dimuat dalam Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an kisah seringkali digunakan sebagai media untuk menyampaikan ajaran,
bahkan ada beberapa surah secara dominan menyajikannya, seperti surah Yusuf, Al-Kahfi,
Maryam, Al-Anbiya, dan Al-Qashash.

Kisah dalam Al-Qur’an bukan merupakan karya sastra yang bebas baik dalam tema,
teknik pemaparan ataupun setting peristiwa-peristiwanya, sebagaimana terdapat dalam kisah
pada umumnya, melainkan sebagai suatu media Al-Qur’an untuk mencapai tujuan yang
mulia.

Tema, teknik pemaparan dan setting peristiwa, kisah-kisah dalam Al-Qur’an senantiasa
tunduk kepada tujuan keagamaan, namun ketundukan ini tidak menghalangi munculnya

4
karaketeristik seni dalam pemaparannya (Sayyid Qutb, 1975, hal. 11), sehingga kisah dalam
Al-Qur’an merupakan perpaduan antara aspek seni dan aspek keagamaan.1

Menurut Muhammad Ahmad Khalafullah, kisah adalah karya sastra yang merupakan
hasil inajinasi pembuat kisah bagi peristiwa yang telah terjadi dari tokoh yang tidak ada, atau
peristiwanya ada tapi tokohnya imajinatif, atau tokohnya ada tapi peristiwanya imajinatif, atau
peristiwanya ada, tokohnya ada, tapi dalam tuturan kisah didasarkan pada seni sastra, atau
memasukkan hal realistis dalam hal yang imajinatif. Kemudian ia membagi kisah dalam Al-
Qur’an dalam tiga kriteria, yaitu tarikhiyyah (sejarah, tokohnya memang benar ada),
tamsiliyyah (perumpamaan), dan usthurah (legenda, tidak nyata) 2.

Pendapat Ahmad Khalufflah tersebut menimbulkan banyak kritikan karena dinilai


sangat kontroversial oleh kalangan ulama’ bahkan mungkin sampai sekarang. Namun sebagai
pegangan kita agar menambah keyakinan yaitu kembali kepada QS. Yusuf ayat 111 bahwa
kisah dalam Al-Qur’an bukanlah kisah yang dibuat-buat. Ini menunjukkan bahwa kisah yang
ada adalah benar adanya.

Kemudian mas ih menurut Ahmad Khalufflah, pendistribusian unsur-unsur kisah pada


kisah-kisah dalam Al-Qur’an selaras dengan perkembangan dakwah Islam. Oleh karena itu,
terkadang yang menonjol adalah unsur-unsur peristiwa jika kisah itu dimaksudkan untuk
menakut-nakuti dan memberi peringatan. Terkadang yang menonjol adalah unsur pelaku jika
kisah itu dimaksudkan untuk memberi kekuatan moral dan kemantapan hati Nabi Muhammad
beserta pengikutnya. Akan tetapi, terkadang yang menonjol adalah unsur dialog jika kisah itu
dimaksudkan untuk memertahankan dakwah Islam dan membantah para penentangnya3.

2. Keistimewaan dan Isi Kisah Dalam Al-Qur’an

Kita semua telah mengetahui bahwa tidak akan ada keraguan tentang segala yang ada
dalam Al-Qur’an. Kebenarannya sudah tidak dapat lagi disangkal oleh siapapun dari zaman
dulu dan sampai kiamat nanti. Kurang lebih seperti itulah yang dapat kita pahami dari jaminan
1
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an, (Yogyakarta: Titian Ilahi, 1997),
hlm. 65-66.
2
Muhammad Ahmad Khalafullah, The Narrative Art in the Holy Qur’an (Al-fann al-Qashashiy Fi Al-Qur’an)
hlm.152. (file pdf diunduh dari www.Muhammadanism.org)
3
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an Makna di Balik Kisah Ibrahim, (Yogyakarta: LkiS, 2008), hlm. 182.

5
kebenaran dan keabsolutan Al-Qur’an seperti yang Allah firmankan di dalamnya.
Kemukjizatan Al-Qur’an tidak dapat ditandingi oleh kitab atau karya apapun di dunia ini
karena juga merupakan bukti kekuasaan Allah yang diwahyukan kepada panutan kita Nabi
Muhammad SAW. Maka apapun yang secara tertulis ada dalam Al-Qur’an adalah sempurna
baik dari segi bahasa, tata bahasa, dan lain-lain. Begitu juga kisah-kisah yang ada di dalamnya
adalah kisah terbaik karena bersumber dari sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT.
Berikut ini adalah beberapa kisah dari banyaknya kisah yang ada di dalam Al-Qur’an
yang dapat diambil garis besar kisahnya.
1) Kisah tentang proses kenabian, contohnya seperti dalam kisah Nabi Muhammad, Nabi
Ibrahim dan Nabi Yusuf
2) Kisah tentang asal-usul kelahiran Nabi, seperti dalam kisah Nabi Isa
3) Kisah yang mendung ujian kesabaran, seperti kisah Nabi Ismail semasa kecil
4) Kisah kaum yang dihancurkan, contohnya kisah kaum sodom pada masa Nabi Luth dan
kaum Nabi Nuh yang membangkang
5) Kisah orang yang berhasil disesatkan setan, seperti dalam kisah dua anak Adam Qabil dan
Habil
6) Kisah tentang sebuah Negeri, seperti kisah Saba’
7) Kisah seseorang yang diselamatkan, seperti kisah seorang pria yang melewati sebuah
negeri yang sudah hancur kemudian ia dimatikan selama seratus tahun dan dihidupkan
kembali4
8) Kisah kaum yang diselamatkan, seperti kisah Ashabul Kahfi
9) Kisah orang yang diberi hikmah, seperti kisah Luqman
10) Kisah pelajaran untuk berlaku rendah hati, seperti dalam kisah Nabi Khadlir dan Nabi
Musa.

Itulah beberapa kisah dari banyak kisah yang ada di dalam Al-Qur’an yang belum bisa
semuanya tertulis dalam makalah ini karena tentunya merupakan keterbatasan penulis. Namun
yang dapat diambil kesimpulan adalah semua kisah yang ada di dalam Al-Qur’an adalah
mutlak bersumber dari Allah, dan dapat dipahami banhwa semua kisah itu merupakan
pelajaran bagi umat manusia sesudahnya sampai akhir zaman nanti. Di dalam kisah-kisah

4
Shalah Al-Khalidi, Kisah-Kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu Jilid-3, penerjemah:Setiawan
Budi Utomo, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 57.

6
tersebut ada yang mengandung ajaran atau perintah agama, pedoman berperilaku sesuai
perintah Allah, larangan yang dilarang Allah, dan lain-lain.

3. Fakta Tentang Kisah Dalam Al-Qur’an


Setelah membaca beberapa referensi penafsiran kisah dalam Al-Qur’an, maka mungkin
dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan kisah dalam Al-Qur’an. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
1) Tema sentral ayat-ayat yang memuat kisah dalam Al-Qur’an adalah kisah nabi dan umat
terdahulu. Akan tetapi, secara perlahan, para pembaca atau pendengar digiring ke ajaran-
ajaran agama yang universal. Hal ini bisa dijadikan bukti atas komitmen kisah-kisah dalam
Al-Qur’an ke dalam tujuan keagamaan.5
2) Kisah-kisah tentang nabi seperti kisah Nabi Musa, Nabi Ibrahim, dan Nabi Adam tidak
terhimpun dalam satu surat dan diceritakan tidak secara runtut, atau dapat dikatakan
berpencar dalam surat-surat atau ayat yang berbeda.
3) Tidak semua kisah menceritakan sejarah asal usul seseorang atau Nabi secara detail.
Misalnya seperti kisah Luqman yang tidak dijelaskan asal-usulnya dan sebagainya.
Mungkin bisa dibandingkan dengan kisah Nabi Ibrahim yang lebih detail. Namun pada
intinya semua yang dikisahkan adalah sebagai petunjuk dan pelajaran dari Allah SWT.
4) Kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an juga merupakan bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah
karya Nabi Muhammad SAW seperti yang dituduhkan orang-orang kafir, melainkan wahyu
dari Allah dan hanya Allah Yang Maha Mengetahui hakikat kebenaran kisah-kisah tersebut.
5) Keabsolutan atau keabadian Al-Qur’an juga dibuktikan melalui kisah-kisah yang ada di
dalamnya. Karena dalam kisah tersebut tidak akan pernah habis untuk diambil hikmahnya
sampai kapanpun meskipun sudah terjadi pada puluhan abad yang lampau.
6) Kisah yang tidak diceritakan secara rinci kemudian dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW
melalui hadits.
Itulah beberapa fakta yang dapat “dibaca” dari kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an,
karena masih sangat banyak fakta yang bisa ditemukan bila dikaji menggunakan disiplin
ilmu tertentu, misalnya dengan pendekatan ilmu stilistika.

5
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an Makna..., hlm. 29.

7
4. Contoh kisah dalam Al-Qur’an dan penafsirannya menurut pendapat ahli
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman kita terhadap kisah yang ada di dalam
Al-Qur’an maka berikut ini akan diambil salah satu kisah beserta pendapat ahli mengenai
kisah tersebut. Pendapat ini adalah menurut seorang mufasir ternama Mesir, yaitu Imam
Sayyid Quthb. Kisah yang akan dikaji adalah “Kisah Seorang Pria Yang Melewati Sebuah
Negeri”.
Kisah ini bersunber dari Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 259 yang artinya:
“Atau apakah (kamu tidak memperhatikan ) orang yang melalui suatu negeri yang
(temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata, “bagaimana Allah
menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?”. Maka Allah mematikan orang itu
seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya, “berapa lama kamu
tinggal disini?” ia menjawab “saya telah tinggal disini sehari atau setengah hari.” Allah
berfirman: “sebenarnya kamu telah tinggal disini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada
makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah dan lihatlah kepada keledaimu (yang
telah menjadi tulang belulang). Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi
manusia; dan lihatlah kepada tulang-belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya
kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata
kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati), dia pun berkata, “saya
yakin sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.””

Para ulama tafsir dan ahli kisah telah meriwayatkan perincian kisah seorang pria yang
melewati sebuah negeri. Mereka menafsirkan kalam Allah ini dengan keterangan-keterangan
detail tersebut, padahal keterangan-keterangan rincian itu sama sekali tidak diriwayatkan
dengan hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah SAW 6. Keterangan ini menunjukkan
bahwa kisah yang tidak terlalu detail, dalam arti hanya secara umum disebutkan dalam Al-
Qur’an kemudian akan dijelaskan melalui hadits Rasulullah SAW jika memang kisah ini
penting untuk diketahui secara rinci. Jika tidak dijelaskan oleh Rasulullah, maka sepatutnya
kita tidak mengada-ada tentang kisah itu.
6
Shalah Al-Khalidi, Kisah-Kisah Al-Qur’an..., hlm. 58.

8
Adapun yang menceritakan secara rinci adalah menurut riwayat Israiliyat yang mana
tidak bersumber dari hadits dan petunjuk Nabi. Dalam versinya tersebut dikisahkan bahwa
pria yang melewati negeri tersebut adalah Uzair, sedangkan tempat tersebut adalah Baitul
Maqdis setelah dihancurkan oleh Bakhtanashir yang mengusir bangsa Yahudi dari wilayah
tersebut ke Babilonia7, dan seterusnya. Penafsiran mereka ini mungkin memang perlu kita
waspadai karena bisa juga menyesatkan karena tidak bersumber pada keterangan Rasulullah
SAW.

Imam Sayyid Quthb memiliki pendapat yang bijak serta sikap yang tegas mengenai
keterangan-keterangan israiliat tersebut. Ia berkata, “siapakah orang yang melalui negeri itu?
Dan, negeri apakah yang ketika dilaluinya tampak telah hancur bangunan-bangunan menutupi
atap-atapnya?”.

Al-Qur’an tidak pernah menjelaskan dua hal itu. Jika Allah berkehendak, tentu Ia
menjelaskannya. Kalau saja hikmah ayat tersebut terletak pada penjelasan kedua hal tersebut,
tentu Al-Qur’an tidak mengabaikannya. Maka marilah kita bersikap dengan memperhatikan
rambu-rambu yang terdapat pada jalan kemuliaan ini.

Ilustrasi dalam ayat-ayat tersebut yang mampu memberikan pengaruh yang kuat, jelas,
dan hidup dalam jiwa- bermaksud menggambarkan suasana kematian, berserakannya tulang-
belulang, serta keruntuhan, yang dalam ayat tersebut diceritakan sebagai berikut. “Dan rumah-
rumah itu hancur runtuh menutupi atap-atapnya”, lumat di atas fondasi-fondasinya. Juga
menggambarkan sisi emosi laki-laki tersebut, yaitu kumpulan perasaan yang terpecik dalam
ungkapannya, “Bagaimana Allah menghidupkannya kembali negeri ini sesudah
musnahnya?”.8

Kisah di atas merupakan salah satu kisah yang dapat kita jadikan contoh untuk
memahami berbagai kisah lain yang ada dalam Al-Qura’an. Serta pendapat atau cara
penafsiran yang dilakukan oleh Sayyid Quthb mungkin dapat kita jadikan referensi atau
acuan.

7
Ibid., hlm. 58.
8
Ibid., hlm. 63.

9
5. Hikmah dalam Kisah-Kisah Dalam Al-Quran
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin v menyebutkan sejumlah hikmah di balik
kisah-kisah yang berterbaran dalam Al-Quran, antara lain9:
1) Menjelaskan hikmah Allah Ta’ala yang terkandung dalam kisah-kisah tersebut.
2) Menjelaskan keadilan Allah dengan memberikan siksa kepada para pendusta.
3) Menjelaskan karunia Allah yang telah memberikan pahala kepada orang-orang mukmin.
4) Sebagai hiburan bagi Nabi Muhammad saat menghadapi orang-orang yang mendustakan
beliau.
5) Memberikan motifasi kepada kaum mukminin untuk teguh di atas keimanan dan
berusaha menambahnya. Hal tersebut dapat terwujud dengan mengetahui kesuksesan
orang-orang mukmin terdahulu. Allah Ta’ala berfirman, “Maka Kami telah
memperkenankan do`anya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikianlah
Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Al-Anbiya’ : 88).
6) Memberikan peringatan kepada orang-orang kafir agar tidak berkelanjutan dalam
kekafiran mereka.
7) Membuktikan kebenaran risalah Nabi Muhammad. Sebab, yang mengetahui hakikat
kisah umat-umat terdahulu hanyalah Allah.

9
http://majudenganilmu.wordpress.com/author/majudenganilmu/ . Diakses pada 14 Oktober 2014.
10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan antara lain:

1. Kisah-kisah yang ada di dalam Al-Qur’an adalah murni datangnya dari Allah sebagai
petunjuk bagi orang-orang yang berakal.
2. Kisah-kisah dari orang terdahulu yang ada dalam Al-Qur’an bertujuan untuk memberikan
pelajaran kepada umat sesudahnya.
3. Tidak penting dan tidak layak bagi kita menambah-nambahi kisah yang Allah tidak
menceritakannya dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW. tidak memberi
penjelasannya melalui hadits karena itu artinya tidak perlu untuk diketahui.
4. Setiap kajian keilmuan, dalam hal ini tentang kisah dalam Al-Qur’an merupakan hazanah
keilmuan yang dapat kita ambil manfaat jika itu baik dan dapat kita renungkan kembali
apabila dirasa ada kekeliruan di dalamnya untuk menambah keyakinan dan keimanan kita.
5. Yang terpenting dari semua kisah yang ada adalah dapat diambil hikmah dari setiap kisah
yang telah terjadi, bukan lagi tentang identitas atau asal-usul pelaku cerita melainkan sosok
tersebut kita jadikan panutan bila menunjukkankan kebaikan dan kita tidak tiru jika
merupakan contoh dari yang dimurkai Allah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khalidi, Shalah. 2000. Kisah-Kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu Jilid-3.

(penerjemah:Setiawan Budi Utomo). Jakarta: Gema Insani.

Khalafullah, Muhammad Ahmad. 1999. The Narrative Art in the Holy Qur’an (Al-fann al-Qashashiy Fi

Al-Qur’an). (file pdf tahun 2006, diunduh dari www.Muhammadanism.org).

Qalyubi, Syihabuddin. 2008. Stilistika al-Qur’an Makna di Balik Kisah Ibrahim.Yogyakarta:

LkiS.

Qalyubi, Syihabuddin. 1997. Stilistika al-Qur’an Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an.

Yogyakarta: Titian Ilahi.

http://majudenganilmu.wordpress.com/author/majudenganilmu/

12

Anda mungkin juga menyukai