BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah sumber pertama dan utama bagi umat Islam dalam
berbagai aspek dan segi kehidupan. Terlebih lagi dalam masalah pendidikanyang
merupakan masalah paling sentral dan sangat menentukan kualitas
individu maupun masyarakat. Jika pendidikan dimaknai sebagai jalan untuk
mengoptimalkan potensi akal, jiwa dan raga manusia menuju level tertinggi
sebagai manusia yang mulia, maka bisa kita katakan al-Qur’an adalah kitab
pendidikan dalam pengertian yang sesungguhnya. Allah Swt, menurunkan al-
Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw, yang mengandung tuntunan-
tuntunan bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat,
serta kebahagiaan lahir dan batin. Selain menggunakan cara langsung,
yaitu berbentuk perintah dan larangan, adakalanya tuntunan tersebut
disampaikan melalui kisah-kisah, dengan tujuan untuk menjelaskkan
bantahan terhadap kepercayaan-kepercayaan yang salah dan bantahan terhadap
setiap bujukan untuk berbuat ingkar serta menerangkan prinsip-prinsip Islamiyah
dalam berdakwah.1
Kisah-kisah tersebut memakan tempat yang tidak sedikit dari
keseluruhan ayat-ayat al-Qur’an. Bahkan, banyak pula surat yang
dikhususkan untuk kisah semata, seperti surat Yusuf (18) Al-Anbiya (21),
Al-Qashash (28), dan surat Nuh (17). Suatu peristiwa yang berhubungan
dengan sebab dan akibat dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila
dalam peristiwa itu terselip pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-
berita bangsa terdahulu, rasa ingin tahu merupakan faktor paling kuat yang
dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut ke dalam hati. Dan nasihat
dengan tutur kata yang disampaikan tanpa variasi tidak mampu menarik
perhatian akal, bahkan semua isinya tidak akan bisa dipahami. Akan tetapi bila
melihat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan
1
Muh Anshori, “Pengaruh Kisah-Kisah Al-Qur’an dalam Aktivitas Pendidikan”, Dirasah, Vol.3
No.2. Agustus 2020, 156.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qashsul Qur'an
Qashash al-Qur’an merupakan kata yang tersusun dari dua kalimat yang
berasal dari bahasa arab, yakni dari kata Qashash dan al-Qur’an. Kata qashash
merupakan jamak dari qishshah yang berarti kisah, cerita, atau hikayat.2 Kata
kisah mempunyai persamaan makna dalam bahasa arab dengan lafaz sejarah,
tarikh, sirah, dan atsar3. akan tetapi kata-kata itu tidak terdapat dalam al-
Qur’an, hanya kata kisah yang dipakai al-Qur’an setelah menceritakan suatu
rangkaian, baik itu kisah Nabi dengan umatnya maupun kisah-kisah lainnya.
Maka kisah secara bahasa mempunyai banyak arti ada yang artinya mengikuti
jejak, berita yang berurutan dan urusan, berita, perkara, dan keadaan. Jadi, dari
keterangan kata kisah menurut bahasa, dapatlah dikatakan bahwa kisah al-
Qur’an adalah kisah-kisah yang tedapat dalam al-Qur’an. Ada juga yang
mendefinisikan dengan pemberitaan al-Qur’an tentang hal ihwal umat yang
telah lalu, Nubuwat/Kenabian yang terdahulu, dan peristiwa-peristiwa yang
telah terjadi4.
Sementara yang lain seperti Quraish Shihab dalam buku Kaidah
Tafsirnya mengatakan bahwa kisah al-Qur’an adalah menelusuri peristiwa atau
kejadian dengan jalan menyampaikan atau menceritakannya tahap demi tahap
sesuai dengan kronologi kejadiannya.5 Berdasarkan hal di atas, dapat
disimpulkan bahwasannya kisah al-Qur’an itu informasi dari al-Qur’an yakni
dari Allah yang terdapat dalam al-Qur’an untuk seluruh manusia yang mau
menjadikan al-Qur’an petunjuk hidup, informasi itu tentang kisah umat-umat
terdahulu, tentang kenabian, orang-orang yang tidak dapat dipastikan apakah
mereka dari golongan Nabi atau orang-orang pilihan, juga menceritakan
tentang peristiwa-peristiwa yang lama terjadi termasuk peristiwa- peristiwa
2
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya : Progressif, 1997),
1126
3
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Cet. I, (Bandung: Pustaka Setia,
2004), 48.
4
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2004) 49.
5
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang : Lentera Hati, 2013), 319.
4
yang pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad, jadi kisah al-Qur’an itu berisi
pelajaran bagi manusia untuk membawa kepada petunjuk agama yang akhirnya
manusia sampai kepada jalan keselamatan dunia akhirat.
6
Abdul Jalal, HA, Ulum al-Qur’an, (Surbaya: Dunia Ilmu, 2000), 296-299
7
QS Al-Qari’ah/101: 1-6.
5
8
QS. Al-Rum/30: 1-4.
9
al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, .436
6
ikan pada hari sabtu (Ashab al-Sabti), Maryam, Ashab al-Ukhdud, Ashab
alFil dan lain lain.
c. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada masa Rasulullah SAW, seperti Perang Badar dan Perang Uhud
dalam Surat Ali ‘Imran, Perang Hunain dan Tabuk dalam Surat
alTaubah, Perang Ahzab dalam Surat al-Ahzab, Hijrah, Isra’ dan Mi’raj
dan lain-lain.
2. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati Muhammad atas agama Allah Swt,
memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan
para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.
3. Membenarkan para Nabi terdahulu menghidupkan kenangan terhadap
mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
4. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya dengan
apa yang diberitakan tentang hal-ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang
kurun dan generasi.
5. Menyimak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan
keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka
dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti.
Misalnya firman Allah Swt:
10
Hasbi ash-Shiddiqieqy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1972), 188-189
11
QS. Al-Anbiya’(21): 25
7
6. Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para
pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung didalamnya ke
dalam jiwa. Firman Allah Swt:
Artinya:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-
orang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat,
akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan
segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman
(QS. Yusuf: 111).13
yaitu nenek moyang nabi Muhammad saw.Oleh karena itu bangsa Yahudi dan
bangsa Arab masih satu keturunan nabi Ibrahim.
Ismail ibnu Katsir dalam tafsirnya mengemukakan: ‚Yang dimaksud
Israil adalah nabi Ya’kub berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud
yang sanadnya melalui Abdul Hamid, Mahram, Syarh bin Husyab dari Ibnu
Abbas ia berkata: Saya menghadiri kelompok dari Yahudi yang menemui Nabi
saw,beliau bertanya kepada mere-ka:Tahukah kalian bahwa Israil itu naabi
Ya’kub? Mereka menjawab ‚betul‛, Nabi bersabda lagi: Wahai Tuhanku aku
saksikan keterangan mereka.15
Ditinjau dari segi bahasa, kata israiliyyat adalah bentuk jamak dari kata
israiliyah, bentuk kata yang dinisbahkan pada kata Israil yang berasal dari
bahasa Ibrani yang berarti hamba Tuhan. Dalam deskriptif historis, Israil
berkaitan erat dengan Nabi Ya'kub bin Ishaq bin Ibrahim as, dimana keturunan
beliau yang berjumlah dua belas disebut Bani Israil. 16 Terkadang Israiliyyat
identik dengan Yahudi, Bani Israil merujuk kepada garis keturunan bangsa
sedangkan Yahudi merujuk kepada pola pikir termasuk di dalamnya agama dan
doqma. Menurut Muhammad Husein Al-Dzahabi, sebagaimana dikutip
Supiana dan M. Karman, perbedaan Yahudi dan Nasrani, bahwa yang
disebutkan yang terakhir (Nasrani) ditujukan kepada mereka yang beriman
kepada risalah Isa as.17 M.Quraish Shihab menyatakan bahwa hampir semua
ulama sepakat bahwa Yahudi dan Nasrani dinamakan Ahl al-Kitab. 18 Dari segi
terminologi, kata Israiliyyat walaupun mulanya hanyalah menunjukkan riwayat
yang bersumber dari kaum Yahudi, namun pada akhirnya ulama tafsir dan ahli
hadis menggunakan istilah tersebut dalam arti yang lebih luas lagi. Israiliyyat
adalah seluruh riwayat yang bersumber dari orang-orang Yahudi dan Nasrani
serta selain dari keduanya yang masuk dalam tafsir maupun hadis. Ada pula
ulama tafsir dan hadis yang memberi makna Israiliyyat sebagai cerita yang
15
Muhammad Husein Dzahabi, Israiliat dalam tafsir dan Hadits, (Jakarta: Litera Antar Nusa,
1993), 209
16
Muhammad Chirzin, Al-Quran dan Ulumul Quran, (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), 78
17
Supiana dan M. Karman, Ulumul Quran, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), 197.
18
M. Quraih Shihab, Wawasan Alquran, (Bandung: Mizan, 1996), 147.
9
22
QS. Al-Maidah: 78
23
Muhammad Husein al-Dzahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirin, (Kairo: Maktabah Wahbah 1990), 37
11
BAB III
PENUTUP
24
QS. Luqman (31): 27.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
Muhammad Husein Dzahabi, Israiliat dalam tafsir dan Hadits, Jakarta: Litera
Antar Nusa, 1993.
Muhammad Chirzin, Al-Quran dan Ulumul Quran, Jakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998.