Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada sekian banyak hal yang tidak mungkin diketahui manusia dalam

kehidupan ini, misalnya kapan terjadinya hari kiamat, atau kapan datangnya

kematian. Dari sini terlihat bahwa gaib itu bertingkat-tingkat, ada yang nisbi,

dalam arti ia gaib bagi seseorang tapi bagi lainnya tidak, atau pada waktu

tertentu gaib tetapi pada waktu yang lain tidak lagi. Misalnya dahulu orang

mengetahuinya tetapi kini setelah berlalu sekian waktu tidak lagi diketahui,

atau sebaliknya dahulu orang tidak mengetahuinya tetapi kini telah diketahui,

sehingga tidak gaib lagi. Ada juga gaib mutlak yang tidak dapat diketahui

selama manusia berada di atas pentas bumi ini, atau tidak akan mampu

diketahuinya sama sekali, yaitu hakikat Allah swt.1

Al-Qur’an mengungkap sekian banyak ragam hal gaib. Al-Qur’an

mengungkap kejadian masa lampau yang tidak diketahui lagi oleh manusia,

karena masanya yang telah demikian lama, dan juga mengungkap peristiwa

masa datang atau masa kini yang belum diketahui manusia.2 Hal semacam ini

populer disebut sebagai kisah-kisah al-Qur’an.

Kitab samawi terakhir ini menaruh perhatian serius akan keberadaan

masalah kisah di dalamnya. Dalam al-Qur’an tersebut 26 kali kata qas}as} dan

seakar dengannya, tersebar dalam 12 surat dan 21 ayat. Lebih dari itu, dalam

1
M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,
dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 2007), 193-194.
2
Ibid.

1
2

al-Qur’an ada surat khusus yang dinamakan surat al-Qas}as}, yakni surat ke-28

yang terdiri atas 88 ayat, 1.441 kata, dan 5.800 huruf.3

Masih dalam kaitan ini, pentingnya kisah dalam pandangan al-Qur’an

terlihat pula pada amat banyaknya jumlah ayat al-Qas}as}, jika diperhatikan

dengan seksama, hampir semua surat dalam al-Qur’an –termasuk di dalamnya

surat-surat pendek (surat-surat al-munfas}s}al)– memuat tentang kisah.4

Kisah yang ada pada al-Qur’an, pastilah kisah benar dan baik yang

bermanfaat bagi umat manusia. Sebab, al-Qur’an sendiri menjuluki dirinya

dengan kisah-kisah terbaik (ahsan al-qas}as}). Adapun tujuan dari

pengungkapan kisah itu sendiri seperti ditegaskan al-Qur’an antara lain ialah

agar mampu memetik peringatan dan pelajaran berharga (‘ibrah) daripadanya

disamping mendorong mereka supaya berfikir.5

Kisah yang ditampilkan al-Qur’an disampaikan secara global dan

berpencar dalam beberapa surat. Ini berbeda dengan kisah-kisah pada

umumnya, yang disampaikan secara terperinci dan serial, yang antara satu

dengan lainnya saling berkaitan. Perbedaan penyampaian ini, bagi al-Qur’an,

mengandung tujuan dan maksud tersendiri, yaitu menjaga kesuciannya dari

penyerupaan dan peniruan, sehingga kedudukan (tinggi) dan keistimewaan al-

Qur’an lestari. Metode khusus kisah al-Qur’an, ditempuh pula dalam

penggambaran dan penetapan kisah al-Qur’an.6

3
Muhammad Amin Suna, Ulumul Qur’an (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), 107-
108.
4
Ibid.
5
Ibid.
6
Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Keistimewaan-Keistimewaan al-Qur’an, terj. Nur
Faizin (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), 46.
3

Penempatan dan pemuatan berbagai kisah nyata (sejati) dalam al-

Qur’an, jelas selaras dengan karakter manusia yang ada pada umumnya

menyukai sejarah, berita bahkan tidak jarang berita gosip yang buruk

sekalipun. Di sinilah terletak manfaat keberadaan kisah sejati yang diangkat

dan diungkap al-Qur’an.7

Suatu peristiwa yang berhubungan dengan hukum kausalitas (sebab dan

akibat) dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu

terselip pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu,

rasa ingin tahu merupakan faktor terpenting yang dapat menanamkan kesan

peristiwa tersebut ke dalam hati. Dan nasihat dengar tutur kata yang

disampaikan tanpa variasi tidak mampu menarik perhatian akal, bahkan

isinya pun tidak akan bisa dipahami. Akan tetapi bila nasihat itu dituangkan

dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan

maka akan terwujudlah dengan jelas tujuannya. Orang pun akan merasa

senang mendengarkannya, memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan

rasa ingin tahu, dan pada gilirannya ia akan terpengaruh dengan nasihat dan

pelajaran yang terkandung di dalamnya. Kesusastraan kisah dewasa ini telah

menjadi seni yang khas di antara seni-seni bahasa dan kesusastraan. Dan

“kisah yang benar” telah membuktikan kondisi ini dalam uslub arabi secara

jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-

kisah al-Qur’an.8

7
Suna, Ulumul Qur’an., 109.
8
Manna>’ Khali>l Al-Qat}t}a>n, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, terj. Mudzakir (Jakarta: PT. Pustaka
Lentera AntarNusa, 2010), 435.
4

Kisah-kisah dalam al-Qur’an seringkali digunakan sebagai alat untuk

berdebat, berdialog, menyapaikan berita gembira, mengancam, dan sekaligus

menjelaskan dasar-dasar dakwah Islam.9 Hal ini dikarenakan kisah dapat

merangsang pembaca untuk terus mengikuti peristiwa dan pelakunya, terlepas

ia suka atau tidak terhadap perbuatan tokoh-tokohnya. Pengaruh kisah juga

dapat menembus berbagai kalangan, baik mereka yang berpendidikan tinggi

maupun mereka yang masih awan sekalipun. Bagi seorang sastrawan, tentu

kisah merupakan media yang baik untuk menyampaikan pesan-pesan yang

hendak disampaikan.10

Kisah-kisah al-Qur’an merupakan khazanah yang tidak akan habis dan

sebuah mata air yang tidak akan kering, tentang pelajaran, petunjuk, dan

peringatannya, tentang keimanan dan akidah, tentang amal dan dakwah,

tentang jihad dan perlawanan, tentang logika dan retorika, tentang kesabaran

dan keteguhan, dan tentang parameter aksiomatika.11

Penuturan kisah dalam al-Qur’an tidak berarti ia sebagai buku cerita,

namun mempunyai tujuan yang tinggi, yaitu menanamkan nasihat dan

pelajaran yang dipetik dari peristiwa masa lalu. Manfaat yang bisa diambil

berupa hakikat peristiwa, kemurnian akidah dan kesempurnaan sastra, serta

meninggalkan selainnya.12

9
Muhammad A. Khalafullah, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah: Seni, Sastra dan Moralitas
dalam Kisah-Kisah al-Qur’an, terj. Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin (Jakarta: Paramadina,
2002), 15.
10
A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Alhusna,
1984), 20-21.
11
Shalah al-Khalidy, Kisah-Kisah al-Qur’an: Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu, terj.
Setiawan Budi Utomo (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), I., 33.
12
al-Maliki, Keistimewaan., 47.
5

Kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an sangat istimewa dan

berkualitas tinggi serta sarat dengan pesan moral. Pada beberapa bagian al-

Qur’an menceritakan tentang sekelompok orang beriman, yang menjalani

hidup dengan tenang dan bahagia serta anugerah yang diberikan Allah kepada

mereka di dunia. Di lain sisi, ada pula kisah tentang seorang atau sekelompok

orang durhaka dan kufur akan nikmat yang Allah berikan kepadanya serta

bagaimana Allah menurunkan azab atas mereka.13

Dengan diungkapkannya berbagai kisah tengtang kehidupan orang-

orang terdahulu dalam al-Qur’an serta konsekuensi dari perbuatan dan

perilaku mereka, maka kita dapat mengambil pelajaran dari peristiwa-

peristiwa tersebut; sehingga dapat menghindarkan diri dari perbuatan-

perbuatan yang tercela dalam menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan al-

Qur’an dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan

oleh umat yang lalu agar tidak terjadi lagi di masa kini.14

Sebagai produk wahyu, kisah dalam al-Qur’an tentu saja berbeda

dengan cerita atau dongen pada umumnya, karena perbedaan karakteristik

yang terdapat dalam masing-masing kisah. Ada beberapa kisah yang

aksentuasinya terletak pada aspek tertentu dari kehidupan mereka, hubungan

antar sesama manusia, antar kelompok dalam kaitannya dengan pemimpin

mereka, dan antar bangsa (seperti kaum Yahudi dan penduduk Mesir).15

13
Muh}ammad Ah}mad Ja>dul Mawla>, et. al., Buku Induk Kisah-Kisah al-Qur’an, terj.
Abdurahman Assegaf (Jakarta: Zaman, 2009), 9-10.
14
Nashiruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 239.
15
Ahmad as-Shouwy, et. al, Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah tentang Iptek (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), 87.
6

Harus diakui, bahwa memang kisah-kisah yang dipaparkan al-Qur’an

tidak diceritakan secara kronologis dan juga tidak dijelaskan secara rinci,

dimana dan kapan peristiwa itu terjadi. Hal ini dimaksudkan sebagai

peringatan tentang berlakunya hukum dalam kehidupan sosial serta pengaruh

baik dan buruknya dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, kisah-kisah al-

Qur’an memiliki realitas yang diyakini kebenarannya, termasuk peristiwa

yang ada di dalamnya. Maka bagi orang mukmin, tidak ada kata lain kecuali

menerima dan mengambil ‘ibrah (pelajaran) darinya.16 Meskipun sebagian

dari kisah-kisah yang disajikan belum dapat dibutikan secara ilmiah. Namun

demikian, beberapa kisah yang ada di dalam al-Qur’an sudah dapat

dibuktikan, salah satunya dengan penelitian arkeologi. Kendati ada beberapa

kisah yang belum dapat dibuktikan, bukan berarti kisah tersebut harus di tolak

secara serta merta. Karena apa yang belum terbukti kebenarannya, juga belum

terbukti kekeliruannya.17

Berapa banyak kisah-kisah al-Qur’an telah memberikan hikmah kepada

kita berupa pelajaran dan petunjuk, nilai, aksiomatika, dan sunnatullah

(hukum alam), bekal hidup, persiapan dan senjata, ketentraman, keyakinan,

kebahagiaan, dan keteguhan.18

Di antara beberapa kisah yang dituangkan terdapat kisah tentang Qarun,

seseorang yang sangat kaya raya dan hidup di zaman nabi Musa as namun ia

belaku aniaya terhadap kaumnya. Kisah ini, menurut Quraish Shihab

16
Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2013), 129-130.
17
Shihab, Mukjizat al-Qur’an., 195.
18
al-Khalidy, Kisah-Kisah., 33.
7

ditampilkan sebagai peringatan kepada kaum musyrikin Makah yang

menindas kaum muslimin antara lain disebabkan oleh kekayaan yang mereka

miliki dan percaya bahwa kekayaan pertanda keterbebasan dari siksa.19

Maka dari itu, penulis berkeinginan untuk mengkaji kisah Qarun dan

sepak terjangnya lebih mendalam dengan harapan menemukan sebuah

singkroniasi dalam kaitannya dengan konsep kepemilikan harta dalam

kehidupan sosial. Dalam hal ini, menurut hemat penulis, dari berbagai kisah

yang dipaparkan dalam al-Qur’an, kisah Qarun lah yang paling dominan

ketika kaitannya dengan harta dan kehidupan sosial.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis

mencoba merumuskan beberapa pokok yang menjadi objek kajian dalam

penelitian ini, yaitu meliputi:

1. Bagaimana deskripsi kisah Qarun dalam al-Qur’an?

2. Apa pesan moral dari kisah Qarun dalam al-Qur’an?

3. Apa relevansi kisah Qarun dalam al-Qur’an dengan kepemilikan harta

dalam kehidupan sosial?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, secara garis besar penelitian ini

memiliki dua tujuan. Pertama, tujuan teoritis untuk mengaplikasikan teori

19
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), X, 403.
8

histori untuk mengungkap kisah Qarun dalam al-Qur’an. Dan kedua, tujuan

praktis yaitu:

1. Untuk mengetahui deskripsi mengenai kisah Qarun yang dinarasikan

dalam al-Qur’an.

2. Mengungkap isi kandungan serta pesan moral yang tersirat dari kisah

Qarun dalam al-Qur’an.

3. Untuk mengetahui relevansi kisah Qarun dalam al-Qur’an dengan

kepemilikan harta dalam kehidupan sosial.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari hasil penelitian ini, diharapkan mampu memberikan

kontribusi yang positif serta bermanfaat, diantaranya adalah:

1. Secara akademik, penelitian ini di harapkan dapat memberikan kontribusi

bagi perkembangan pemikiran dan wacana keagamaan serta menambah

khazanah literatur studi tafsir di Indonesia khususnya yang berkaitan

dengan Qas}as{u al-Qur’a>n.

2. Secara sosial, penelitian ini di harapkan dapat berguna bagi masyarakat

dan khalayak umum untuk memahamkan mengenai urgensi kisah dalam

al-Qur’an agar senantiasa menjadi cerminan dan pedoman serta pelajaran

dalam menjalani kehidupan sosialnya.

3. Secara pribadi, penelitian ini berguna untuk mengembangkan keilmuan

pribadi penulis serta untuk tugas akhir dalam menyelesaikan program

studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

(STAIN) Kediri
9

E. Telaah Pustaka

Aktivitas penelitian mengenai topik kisah-kisah dalam al-Qur’an sudah

berlangsung sejak dulu seiring berkembangnya keilmuan al-Qur’an itu

sendiri. Dari berbagai literatur yang penulis baca dan teliti, belum ada yang

membahas kisah Qarun secara spesifik kecuali dijadikan cerita anak sebagai

dongeng pengantar tidur semata. Hampir semua literatur yang banyak

membahas mengenai kisah Qarun dalam al-Qur’an tidak membahas secara

spesifik, melainkan serangkaian kisah naratif mulai nabi Adam as sampai

nabi Muhammad saw.

Salah satu buku yang membahas kisah Qarun adalah Qis}as}u al-

Anbiya>.` 20 Buku ini mengulas secara lengkap semua kisah yang tertuang di

dalam al-Qur’an, dari nabi Adam hingga nabi Muhammad saw. Dalam buku

ini, Ibnu Katsir banyak menggunakan riwayat-riwayat sebelumnya dalam

pembahasannya, disamping itu buku ini juga terkesan menceritakan sejarah

saja tanpa mengungkap fakta-fakta di baliknya. Buku lain yang membahas

kisah Qarun adalah Muhammad Ahmad Ja>dul Mawla> dkk. dengan karyanya

Qas}as}u al-Qur’a>n.21 Karya ini hampir sama dengan sebelumnya, yaitu

membahas kisah dalam al-Qur’an berdasarkan alur cerita dengan

menggunakan pendekatan historis.

Disamping beberapa karya ulama yang memberikan ulasan tentang

bagaimana struktur kisah, kronologi hingga nilai yang terkadung di

dalamnya, ada beberapa karya yang sifatnya mengkritik dan menggugat


20
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, terj. Dudi Rosyadi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011).
21
Mawla>, et. al., Buku Induk Kisah-Kisah al-Qur’an, terj. Abdurahman Assegaf (Jakarta:
Zaman, 2009).
10

karya-karya ulama-ulama tersebut. Salah satunya adalah sebuah buku

berjudul al-fann al-Qas}as}i fi> al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muhammad A.

Khalafullah22 seorang kritikus sastra asal Mesir. buku ini sudah

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Zuhairi Misrawi dan Anis

Maftukhin. Melalui karyanya ini, Khalafullah menegaskan bahwa di dalam

al-Qur’an terdapat banyak kisah fiktif dan hanya merupakan tamthi>l

(perumpamaan) yang sarat dengan nilai dan makna. Tentu, argumentasinya

ini menuai banyak kecaman dan kontroversi.

Beberapa buku lain yang membahas hal serupa diantaranya adalah

Untaian Kisah dalam al-Qur’an23 yang ditulis oleh Ali Muhammad al-

Bajawi. Hampir semua kisah dalam al-Qur’an disebutkan di dalamnya

termasuk kisah Qarun. Kelebihan dari karya ini tidak hanya terletak pada

muatan riwayat-riwayat yang baku, tapi juga disuguhkan dengan rangkaian

bahasa dalam bingkai sastra yang menyentuh hati dan pikiran sehingga

memberi kesan layak direnungkan. Buku selanjutnya adalah Hikmah Kisah-

Kisah dalam al-Qur’an24 karya Dr. Abdul Karim Zaidan yang terdiri dari 2

jilid. Jilid pertama menampilkan kisah nabi dan rasul terdahulu beserta

dengan kaumnya sejak nabi Adam as hingga nabi Isa as, termasuk di

dalamnya beberapa kisah individu atau kelompok yang diabadikan oleh al-

Qur’an. Sedangkan jilid kedua, mengisahkan sejarah kehidupan nabi

22
Muhammad A. Khalafullah, al-Qur’an bukan Kitab Sejarah: Seni, Sastra dan Moralitas
dalam Kisah-Kisah al-Qur’an, terj. Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin (Jakarta: Paramadina,
2002).
23
Ali Muhammad Al-Bajawi, Untaian Kisah dalam al-Qur’an (Jakarta: Darul Haq, 2007).
24
Abdul Karim Zaidan, Hikmah Kisah-Kisah Dalam al-Qur’an (Jakarta: Darus Sunnah,
2010).
11

Muhammad saw mulai dari turunnya wahyu pertama kali sampai beliau

wafat. Penulis menggunakan sistematika tematik ayat sehingga uraiannya

tersaji dengan runtut dan keotentikannya tetap terjaga.

Karya selanjutnya adalah buku yang berjudul 50 Misteri Dunia

Menurut al-Qur’an25 karya Adrie Mesapati, Luki Andriansyah dan Gemma

A. Buku ini merupakan buku penunjang yang bisa melengkapi kisah Qarun

dalam al-Qur’an. Hal itu dikarenakan buku ini berisi tentang penjelasan

ilmiah mengenai fenomena yang tampak tak masuk akal. Diperkaya dengan

keterangan ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi bukti kebenaran ilmiah al-

Qur’an, salah satu tema penting dalam buku ini adalah keberadaan Danau

Qarun. Selain itu ada juga buku berjudul Kisah Teladan dalam al-Qur’an26

karya Hamid Ahmad Ath-Thahir. Buku ini sedikit berbeda dengan buku-buku

sebelumnya, hal itu dikarenakan buku ini hanya menyajikan 14 kisah dalam

al-Qur’an saja. Buku ini lebih banyak mengulas kisah-kisah perorangan selain

nabi atau rasul, seperti Qarun, Dzul Qarnain dan beberapa tokoh yang lain.

Hanya dua nabi yang dimasukkan dalam buku ini yaitu nabi Musa as dan nabi

Sulaiman as, itupun sebagai pelengkap kisah-kisah lain yang disajikan di

dalamnya.

Untuk penelitian berjenis skripsi di lingkungan STAIN Kediri, sejauh

ini penulis belum menemukan topik pembahasan yang sama mengenai kisah

Qarun. Namun ada satu skripsi yang membahas tentang kisah dengan judul

Makna Kisah-Kisah al-Qur’an Perspektif Sayyid Qutb; Kajian Kitab al-

25
Adrie Mesapati et. al. 50 Misteri Dunia Menurut al-Qur’an (Bandung: Mizania, 2014).
26
Hamid Ahmad Ath-Thahir, Kisah Teladan dalam al-Qur’an (Jakarta: Aqwam, 2014).
12

Taswir al-Fanni fi al-Qur’an. Penulis skripsi ini adalah Muttaqin (2009).

Fokus penelitiannya terletak pada pandangan Sayyid Qutb tentang kisah-

kisah dalam al-Qur’an, bukan pada salah satu tema kisah itu sendiri.

Penelitian tersebut berbeda dengan tema yang penulis usung.

F. Kerangka Teoritik

Agar penelitian lebih terarah dan tidak melebar, maka peneliti akan

memberikan batasan-batasan fokus kajian dalam penelitian ini, beberapa poin

yang akan dibahas, diantaranya:

1. Konsep Kisah dalam al-Qur’an (Qas}as} al-Qur’a>n)

Kisah berasal dari kata al-qas}s}u yang memiliki arti mencari atau

mengikuti jejak, sedangkan al-qas}as} adalah bentuk masdar-nya. Secara

terminologi, Manna>` al-Qat}t}a>n mendefinisikan Qas}as} dengan berita yang

beruruta, sedangkan al-Qis}s}ah berarti urusan, berita, perkara dan

keadaan.

Disamping itu, Manna>` al-Qat}t}a>n juga menambahkan penjelasan

bahwa Qas}as} al-Qu’a>n adalah pemberitaan al-Qur’an tentang hal ihwal

umat yang telah lalu, nubuwwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-

peristiwa yang telah terjadi. Al-Qur’an banyak mengandung keterangan

tentang kejadian masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri

dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan

mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.27

27
Al-Qat}t}a>n, Studi-Studi Ilmu.., 436.
13

2. Objek Kajian (Kisah Qarun)

Tokoh yang dimaksud disini adalah Qarun yang hidup di zaman

nabi Musa as. Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai silsilah dan

hubungannya dengan nabi Musa as. Namun sebagian besar ulama

berpendapat bahwa ia merupakan sepupu nabi Musa as. Menurut

beberapa mufassir Qarun dalam al-Qur’an sama dengan “Korah” dalam

Kitab Perjanjian Lama.28

Dalam penelitian ini, penulis akan berusaha menyajikan kisah

perjalanan hidup Qarun dari awal hingga waktu kebinasaannya dari

berbagai perspektif ulama tafsir. Hal ini tentu perlu dilakukan oleh

penulis agar mampu memahami setiap detail kisah secara runtut dan

dapat di pahami secara mendalam serta mampu menangkap pesan moral

yang ingin disampaikan.

3. Kepemilikan Harta dalam Kehidupan Sosial

Al-Qur’an mengajarkan kepada kita agar selalu menegakkan nilai-

nilai keadilan dalam kehidupan sosial. Salah satunya, menuntut orang-

orang kaya agar memberikan sesuatu yang dimiliki kepada orang-orang

miskin sesuai kadar yang telah di tentukan oleh syara’. Pemerataan

ekonomi menuntut setiap muslim agar melakukan kebaikan di luar

kewajiaban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh syara’ (ibadah ‘am).

Dalam sistem ekonomi Islam, terdapat kewajiban sirkulasi ekonomi yang

28
Ali Audah, Nama dan Kata dalam al-Qur’an: Pembahasan dan Perbandingan (Bogor: PT.
Pustaka Litera AntarNusa, 2011), 611.
14

merata bagi semua warga. Hal ini guna mengantisipasi terjadinya

peredaran kekayaan hanya kepada orang-orang kaya. Atas dasar inilah,

sesungguhnya Islam menjamin kemaslahatan umum atau kesejahteraan

sosial.29

Di dalam al-Qur’an, masyarakat yang sejahtera dinamakan al-

muflih}u>n, yang secara harfiah berarti orang-orang yang beruntung.

Indikatornya sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah, 2: 3-5:

۞
Artinya: (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang
Kami anugerahkan kepada mereka (3). Dan mereka yang
beriman kepada kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu,
serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat (4). Mereka
Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan
merekalah orang-orang yang beruntung (5).

Disamping itu, al-Qur’an juga menambahkan bahwa manusia yang

mencapai kualitas hidup al-muflih}u>n adalah manusia yang beriman

kepada Allah dan berhasil membangun masyarakat marhamah, yakni

masyarakat yang peduli dan berbagi yang satu terhadap yang lain atas

cinta dan kasih sayang, seperti Muhajirin dan Anshar sebagaimana

dilukiskan al-Qur’an dalam QS. Al-H}asyr, 59: 9.30

29
Sudarto, Wacana Islam Progresif (Yogyakarta: IRCiSod, 2014), 71-72.
30
Asep Usman Ismail, Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial (Tangerang: Lentera Hati, 2012),
3-4.
15

Ketiga topik diatas akan dikaji secara mendalam dan komprehensif

dengan menggunakan pendekatan analitis-filosofis dan analitis-kritis.

Analitis-Filosofis dimaksudkan agar peneliti dalam menguraikan data-data

harus selalu bertanya bukan hanya terhadap eksistensi data-data itu sendiri,

melainkan lebih mendalam dan relevan yang menyangkut aspek positif dan

negatif dari data yang terkumpul. Sedangkan analitis-kritis dimaksudkan agar

peneliti agar senantiasas bertanya mengenai keabsahan dan validas sumber

data yang telah diperoleh. Dengan begitu hasil penilitian akan dibawa kepada

kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan.31

G. Metode Penelitian

Yang dimaksud dengan metode penelitian disini adalah cara atau

prosedur yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian (yaitu, meliputi

kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis sampai penyusunan

laporan) untuk menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran suatu

pengetahuan atau masalah untuk mencari pemecahan terhadap masalah

tersebut berdasarkan fakta atau gejala secara ilmiah.32

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research),

yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah kepustakaan seperti buku-

buku, artikel, jurnal, skripsi, thesis, disertasi dan literatur-literatur yang

31
Syahrin Harahap, Metodologi Studi Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002), 8.
32
Dadan Rusmana, Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir (Bandung: CV Pustaka Setia,
2015), 21.
16

berkaitan dengan topik pembahasan.33 Disamping itu, penelitian ini juga

menggunakan pendekatan Historis. Meminjam istilah Fazlur Rahman,

yang dimaksud dengan pendekatan historis adalah pendekatan

kontekstual.34 Variabel penting dalam pendekatan ini adalah latar

belakang sosial historis dimana teks pertama kali diturunkan, dari praksis

(konteks) menjadi refleksi (teks).35

2. Data dan Sumber Data

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua:

yaitu data primer (pokok) dan data sekunder (penunjang). Adapun

sumber data primer dalam penelitian ini adalah Al-Qur’a>n al-Kari>m yang

memberikan informasi secara langsung kisah Qarun. Sedangkan sumber

sekunder dalam penelitian ini adalah Kitab-Kitab Tafsi>r yang Ijmali

(Global) baik klasik maupun kontemporer, seperti Tafsir al-Qurthubi,

Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Azhar, Tafsir Fathul Qadir karya Asy-

Syaukani, Tafsir Ath-Thabari, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, dan Tafsir al-

Misbah. Disamping itu, juga beberapa literatur lain yang secara spesifik

membahas kisah-kisah al-Qur’an secara tematis seperti Hikmah Kisah-

Kisah al-Qur’an karya Abdul Karim Zaidan, Buku Induk Kisah al-Qur’an

karya Muh}ammad Ah}mad Ja>dul Mawla>, Kisah Para Nabi karya Ibnu

Katsir, Kisah-Kisah Terindah yang Diabadikan al-Qur’an karya Syekh

33
Toto Syatori Nasehudin dan Nanang Gozali, Metode Penelitian Kuantitatif (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2012), 55.
34
Rosihun Anwar, Samudra Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 274.
35
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir: Dari Hermneutik hingga Ideologi (Jakarta: Teraju,
2003), 249.
17

Bakr Muhammad Ibrahim, dan beberapa literatur yang secara langsung

maupun tidak langsung berkaitan dengan topik yang dibahas.

3. Teknik Pengumpulan Data

Salah satu tujuan penting dalam penelitian adalah mendapatkan

data, maka teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena Tanpa mengetahui teknik pengumpulan

data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang dapat memenuhi

standarisasi yang ditetapkan.36

Teknik pengumpulan data diambil dalam penelitian ini adalah

dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan berbagai sumber data, baik

yang primer maupun sekunder. Selain itu penulis akan berusaha

mengklasifikan topik yang dikaji berdasarkan sub-sub pembahasan di

dalamnya.

4. Metode Pembahasan dan Analisis Data

Metode pembahasan dalam penelitian ini menggunakan metode

tematik (mawd}u’i), metode ini tidak menafsirkan al-Qur’an ayat demi

ayat sebagaimana metode Tahlili, melainkan berusaha mengkaji al-

Qur’an dengan cara mengambil tema tertentu dari berbagai isi kandungan

al-Qur’an.37

36
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2014), 62.
37
Zakiyuddin Baidhawy, Studi Islam: Pendekatan dan Metode (Yogyakarta: PT. Bintang
Pustaka Abadi, 2011), 90.
18

Untuk menerapkan metode ini, ada beberapa langkah yang akan

penulis tempuh, diantaranya adalah sebagaimana diuangkapkan al-

Farmawiy yang di kutip lagi oleh Zakiyuddin Baidhawy38, yaitu:

1. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan tema yang akan

dibahas.

2. Menelusuri asba>b al-nuzu>l atau setting sosial dimana ayat-tersebut

diturunkan.

3. Menyusun kerangka pembahasan ke dalam sub-sub bagian yang

dianggap penting dan relevan dengan topik yang dikaji.

4. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang topiknya bekaitan

dan pendapat-pendapat para ulama tafsir, baik klasik maupun

kontemporer.

5. Semua pembahasan akan dikaji secara tuntas dan koheren dengan

menggunakan penalaran yang obyektif serta akan di dukung dengan

fakta-fakta (jika ada). Dalam hal ini penulis akan menghindarkan diri

dari pemikiran-pemikiran yang bersifat subyektif.

Setelah semua langkah pembahasan diatas sudah dilakukan,

kemudian penulis akan menganalisisnya dengan menggunakan teknik

analisis isi (content analysis), tujuannya untuk menemukan esensi dan

pesan moral yang bisa di relevansikan dengan kondisi kekinian.

38
Ibid., 91.
19

H. Sistematika Pembahasan

Agar mudah dipahami, penulis akan berusaha mengidentifikasi dan

mengklasifikasikan antara substansi dan ide pokok pembahasan dalam

penelitian ini. Ini perlu dilakukan agar upaya penyusunan kerangka

pembahasan lebih teratur dan komprehensif sesuai dengan topik pembahasan.

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini penulis bagi menjadi

lima bab dengan sususan dan penjelasan sebagaimana berikut;

BAB I, sebagai pendahuluan berisi tentang rancangan penelitian, latar

belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka

dan dilengkapi dengan metodelogi penelitian serta sistematika pembahasan.

BAB II, berisi tentang tinjauan umum konsep kisah dalam al-Qur’an,

mulai dari pengertian, macam-macam, karakteristik dan faedah-faedah serta

tujuan kisah dalam al-Qur’an.

BAB III, berisi tentang kisah Qarum dari berbagai macam perspektif.

Seputar ayat serta perangkat penafsiran tentang Qarun, disamping itu bab ini

juga akan memuat berbagai pandangan dan pendapat tentang kisah Qarun dari

para ulama tafsir dan arkeolog modern.

BAB IV, berisi tentang analisis dalam bentuk pesan moral dari kisah

al-Qarun serta relevansinya dengan kepemilikan harta dalam kehidupan

sosial.

BAB V, merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dan

saran-saran serta kata penutup.

Anda mungkin juga menyukai