Anda di halaman 1dari 16

KISAH – KISAH DALAM AL – QUR’AN

Mata Kuliah Al – Qur’an

Dosen Pengampu : Sayed Akhyar, MA

Disusun Oleh :

KELOMPOK 8

TADRIS BIOLOGI 4

NURHASANAH MARBUN (0310193136)

SITI FAUZIAH (0310193137)

RIZKI PUTRI ANANDA SRG (0310193138)

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

2019/ 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Kisah-Kisah Dalam Al-
Quran" ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak
Sayed Akhyar, MA pada mata kuliah Al-Qur'an. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan tentang "Kisah-Kisah Dalam Al-Qur'an" bagi para pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Sayed Akhyar , MA, selaku dosen pada
mata kuliah Al-Qur'an yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengna bidang studi yang kami tekuni. Sekian dan Terima
kasih dan semoga bermanfaat.

Medan, 8 Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I :PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II :PEMBAHASAN
A. Pengertian Kisah.......................................................................................3
B. Karakteristik Kisah dalam Al-qur’an.......................................................4
C. Teknik Pemaparan Kisah..........................................................................5
D. Tujuan Kisah dalam Al – qur’an..............................................................9
E. Hikmah Ulasan Al – Qur’an terhadap Kisah – Kisahnya........................10
BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................12
B. Saran......................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kisah–kisah dalam Al-Qur’an memiliki sisi urgensi yang sangat besar. Ia adalah unsur
terpenting dari proses pendidikan dan informasi. Dengan kisah-kisah itu, dakwah mampu
menembus relung hati yang dalam dari pendengarnya, objek dakwah. Dakwah Islam juga bisa
ditampilkan melalui media kisah, sehingga tujuan-tujuannya sebagai tugas agama bisa tercapai.
Kisah merupakan sarana yang sangat ampuh dalam proses pendidikan.

Oleh karenanya, kisah adalah variabel penting yang ditampilkan Al-Qur’an, dan untuk itu,
kisah-kisah di dalamnya sangat mendominasi mayoritas surah yang ada dalam Al-Qur’an.
Karena itu, merupakan sebuah tuntutan bagi kita, Kaum Muslimin yang menjadikan Al-Qur’an
sebagai pembimbing utama dalam hidup, untuk memahami kisah-kisah yang ada di dalamnya
dan memahami hikmah yang ada dibaliknya. Hal ini agar kita bisa mengambil pelajaran dan
tuntunan darinya.

A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kisah dalam Al-Qur'an?
2. Bagaimana karakteristik kisah dalam Al – Qur’an?
3. Bagaimana teknik pemaparan kisah?
4. Apa tujuan kisah dalam Al-Qur'an?
5. Apa hikmah ulasan AL – Qur’an terhadap kisah – kisahnya?

B. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kisah dalam Al-Qur'an

1
2. Mengetahui karakteristik kisah dalam Al – Qur’an
3. Mengetahui teknik pemaparan kisah.
4. Mengetahui tujuan kisah-kisah dalam Al-Qur'an.
5. Mengetahui hikmah ulasan Al – Qur’an terhadap kisah – kisahnya?

BAB II

PEMBAHASAN

2
Al – Qur’an berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran – ajarannya disampaikan secara variatif
dan dikemas sedemikian rupa. Ada yang berupa informasi, perintah dan larangan, dan ada juga
yang dimodifikasi dalam bentuk deskripsi kisah – kisah yang mengandung ‘ibrah, yang dikenal
dengan istilah kisah – kisah dalam Al – Qur’an.

Suatu kisah yang berhubungan dengan sebab – akibat dapat menarik perhatian para
pendengar apabila mengandung pesan – pesan dan pelajaran mengenai berita bangsa – bangsa
terdahulu. Rasa ingin tahu merupakan faktor yang paling kuat yang dapat menanamkan kesan
peristiwa tersebut ke dalam hati. Nasihat dengan tutur kata tanpa variasi kurang menarik
perhatian, bahkan isinya pun belum tentu dipahami dengan baik. Akan tetapi, bila nasihat itu
dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan, maka
akan tampak jelas tujuannya. Orang pun senang mendengarkan dan memperhatikan dengan
penuh rasa ingin tahu. Pada gilirannya ia akan terpengaruh oleh nasihat dan pelajaran yang
terkandung di dalamnya. Kisah yang benar tentang membuktikan kondisi ini dalam gaya bahasa
Arab dan menggambarkannya dalam bentuk paling tinggi, yaitu kisah – kisah Al – Qur’an.

Sebagai produk wahyu, kisah – kisah dalam Al – Qur’an berbeda dengan cerita atau
dongeng umumnya. Kisah – kisah dalam Al – Qur’an yang diyakini kebenarannya sangat erat
dengan sejarah. Menurut As – Suyuthi kisah dalam Al – Qur’an sama sekali tidak dimaksudkan
untuk mengingkari sejarah. Kisah kisah dalam Al – Qur’an merupakan petikan dari sejarah
sebagai pelajaran kepada umat manusia dan bagaimana mestinya mereka menarik manfaat dari
peristiwa sejarah tersebut. Hal ini dapat dilihat bagaimana Al – Qur’an secara eksplisit berbicara
tentang pentingnya sejarah.

Muhammad Iqbal menyatakan “Al –Qur’an dalam memperbincangan kisah jarang


bersifat historis, hampir selamanya ia bertujuan hendak memberikan suatu pengertian moral atau
filosofis yang sifatnya universal”.

A. Pengertian Kisah

Dari segi bahasa, kata kisah berasal dari kata bahasa Arab al – qashshu atau al –
qishshatu yang berarti cerita. Ia searti dengan tatabbu’ul atsar, pengulangan kembali hal masa
lalu. Kata al – qashash adalah bentuk masdar, seperti tersebut dalam Al – Qur’an Surat Al –
Kahfi ayat 64 yang berbunyi:

3
Mu
sa berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari”. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak merdeka
semula”. (Al – Kahfi : 64).

Dari segi istilah, kisah berarti mengenai suatu permasalahan dalam masa yang saling
berturut – turut. Qashash Al – Qur’an adalah pemberitaan Al – Qur’an mengenai hal – ihwal
umat yang telah lalu, kenabian dan peristiwa yang telah terjadi.

Kisah – kisah dalam Al – Qur’an ada tiga macam. Pertama, kisah para Nabi terdahulu.
Kisah ini mengandung informasi mengenai dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat yang
memperkuat dakwahnya, sikap orang – orang yang memusuhinya, tahapan dakwah dan
perkembangannya serta akibat – akibat yang diterima mereka yang mempercayai dan golongan
yang mendustakan. Misalnya kisah Nabi Nuh, Ibrahim, Harun, dan Isa.

Kedua, kisah – kisah menyangkut pribadi – pribadi dan golongan dengan segala
kejadiannya yang dinukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, seperti kisah Maryam, Lukman,
Dzulqarnain, dan Ashabul Kahfi. Ketiga, kisah – kisah menyangkut peristiwa pada rasulullah
saw,. Seperti perang Badar, perang Uhud, perang Ahzab, Bani Quraizhah, Bani Nadzir, Zaid bin
Haritsah dan Abu Lahab.

B. Karakteristik Kisah – Kisah dalam Al – Qur’an

Al – Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara kronologis, dan tidak pula
memaparkan kisah – kisah itu panjang lebar. Al – Qur’an terkadang mengemukakan sebuah
kisah berulang kali dalam berbagia bentuk yang berbeda. Di satu tempat ada bagian – bagian
yang didahulukan, sedangkan di tempat lain diakhirkan, terkadang dikemukakan secara secara
ringkas dan kadang – kadang relatif panjang dan lebar. Hal ini menimbulkan perdebatan di
kalangan orang – orang yang meyakini dan orang – orang yang meragukan Al – Qur’an. Mereka
yang meragukan seringkali mempertanyakan, mengapa kisah – kisah tersebut tidak tersusun
secara kroologis dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami. Karena itu, pengulangan kisah –
kisah dalam Al – Qur’an semacam itu mereka pandang kurang efektif dan efisien.

4
Menurut Manna’ Khalil Al – Qaththan, penyajian kisah – kisah dalm Al – Qur’an
begitu rupa mengandung beberapa hikmah. Di antaranya, pertama, menjelaskan balaghah Al –
Qur’an dalam tingkat paling tinggi. Kisah yang berulang itu dikemukakan di setiap tempat
dengan uslub yang berbeda satu dengan yang lain serta tertuang dalam pola yang berlainan,
sehingga tidak membosankan, bahkan dapat menambahkan ke dalam jiwa makna – makna baru
yang tidak diperoleh saat membacanya di tempat yang lain.

Kedua, menunjukkan kehebatan Al – Qur’an, sebab mengemukakan sesuatu makna


dalam berbagai bentuk susunan kalimat yang tidak dapat ditandingi oleh sastrawan Arab
merupakan tantangan dasyat dan bukti bahwa Al – Qur’an itu datang dari Allah. Ketiga,
mengundang perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesan – pesannya lebih mantap dan
melekat dalam jiwa. Hal ini karena pengulangan merupakan salah satu cara pengkuhan dan tanda
betapa besarnya perhatian Al – Qur’an terhadap masalah tersebut.

Keempat, menunjukkan perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu diungkapkan.


Sebagian dari makna – maknanya diterangkan di satu tempat, karena hanya itulah yang
diperlukan, sedangkan makna – makna lainnya dikemukakan di tempat lain, sesuai tuntunan
keadaan.

C. Teknik Pemaparan Kisah

Pemaparan kisah – kisah dalam Al – Qur’an memiliki cara yang sangat spesifik.
Dikatakan demikian karena pendekatan yang digunakan menggunakan aspek seni dan
keagamaan secara bersamaan, bahkan sangat dominan. Beberapa bukti bahwa teknik pemaparan
Al – Qur’an itu bersifat sangat spesifik itu adalah penjelasannya berawal dari kesimpulan,
adanya ringkasan kisah, adegan klimaks, tanpa pendahuluan, sebagaimana layaknya sebuah buku
cerita, melibatkan imajinasi manusia, dan memasukkan nasihat agama.

Ada banyak kisah yang dipaparkan dalam Al – Qur’an yang dimulai dari kesimpulan, lalu
diikuti oleh rincinya, yakni dari fragmen pertama hingga akhir. Misalnya, kisah tentang
perjalanan dakwah Nabi Yusuf yang diawali oleh mimpi dan dipilihnya Yusuf sebagai nabi
Allah.

5
“Dan, demikianlah Tuhanmu memilikimu (untuk menjadi nabi) dan diajarkan – Nya kepadamu
sebagian dari tabir mimpi – mimpi dan disempurnakan – Nya nikmat – Nya kepadamu dan
kepada keluarga Ya’qub sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat – Nya kepada dua
orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya, Tuhanmu Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya ada beberapa tanda – tanda kekuasaan Allah
dalam (kisah) Yusuf dan saudara – saudaranya bagi orang – orang yang bertanya. (Q. S. Yusuf:
6 – 7).

Kisah tersebut berlanjut pada penuturan fragmen pertama, yakni Yusuf dengan saudara –
saudara (ayat 8 – 20); kedua, Yusuf berada di Mesir untuk menjalani perjalanan kenabiannya
(ayat 21 – 33); ketiga, Yusuf di penjara (ayat 34 – 53); keempat, Yusuf mendapat kepercayaan
dari raja untuk mengemban amanah sebagai seorang abdi dalam istana (ayat 54 – 57); kelima,
yusuf bertemu kembali dengan saudara – saudaranya (ayat 58 – 93); dan keenam, Yusuf bertemu
kembali dengan orang tua nya (ayat 94 – 101).

Karakteristik yang spesifik kedua dari kisah dalam Al – Qur’an diawali oleh ringkasan
kisah. Dalam hal ini, kisah dimulai dari ringkasan, lalu diikuti oleh rinciannya dari awal hingga
akhir. Kisah yang menggunakan pola ini, antara lain Ashab al – Kahf dalam surah al – Kahf yang
dimulai oleh ringkasan kisah secara garis besar.

6
“(Ingatlah) tatkala pemuda – pemuda itu mencari tempat berlindunng ke dalam gua, lalu
mereka berdoa: “Ya Robbana, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi – Mu dan
sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”. Maka kami tutup
telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu, kemudian Kami bangunkan mereka agar Kami
mengetahui manakah diantara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa
lamanya mereka tinggal (dalam gua itu)”. (Q.S. Al – Kahf : 10 – 12).

Alquran juga menggunakan pengungkapan adegan klimaks sebagai pembuka sebuah


kisah. Pola pemaparan kisah yang berawal dari adegan klimaks ini dilanjutkan dengan perincian
kisah dari awal hingga akhir. Misalnya, kisah Nabi Musa dan Firaun dalam surat al-Qashas yang
diawali oleh adegan klimaks yaitu, keganasan Firaun.

“Kami membacakan kepadamu sebagaimana dari kisah Musa dan Firaun dengan benar untuk
orang-orang yang beriman. Sesungguhnya, Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka

7
bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah dengan menindak segolongan dari mereka,
menyembelih anak laki-laki mereka, dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka.
Sesungguhnya, Firaun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan, Kami hendak
memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan
mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi) (QS al-Qashas,
28:3-5)”

Kisah Alquran juga tanpa didahului oleh pendahuluan sebagaimana lazimnya sebuah
buku cerita. Secara umum kata-kata pendahuluan digunakan pada kisah-kisah Alquran apakah itu
dengan menggunakan pola pertama, kedua, ketiga, atau bentuk pertanyaan seperti kisah tentara
bergajah pada Surat al-Fil [105: 1-5] yang didahului oleh pertanyaan: “Apakah kamu tidak
memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?” Kisah
Ibrahim a.s. dengan malaikat dalam surat ad-Dzariat [51: 24-30] dimulai oleh pertanyaan
“Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (malaikat) yang
dimuliakan?” Juga kisah Nabi Musa a.s. dalam An-Naziat [79: 15-26] yang dimulai oleh
pertanyaan “Sudahkah sampai kepada (Muhammad) kisah tentang Musa?”

Sungguh demikian, ada juga kisah-kisah dalam Alquran yang tidak didahului oleh
pendahuluan. Kisah ini dimulai secara langsung dari inti materi kisah seperti kisah tentang Nabi
Musa A.s. mencari ilmu yang diceritakan dalam surah al-Kahf [18: 60-82]. Dalam kisah tersebut,
pembahasan langsung diarahkan pada inti materi kisah tanpa didahului oleh pendahuluan.
Sekalipun pemaparan kisah-kisah ini tanpa didahului oleh pendahuluan, namun di dalamnya
dimuat dialog atau peristiwa yang mengandung daya tarik minat bagi pembaca atau pendengar
untuk mengetahui kisah tersebut sampai tuntas. Dalam kisah Nabi Musa a.s. di tampilkan adegan
Nabi Khidir melubangi perahu nya [ayat 71] dan Nabi Khidir membunuh seorang pemuda [ayat
77]. Dalam hal ini para pembaca atau pendengar kisah akan terus bertanya-tanya mengapa Nabi
Khidir berbuat demikian.

Kisah-kisah dalam Alquran juga banyak disusun secara garis besar (global) karena
kelengkapannya diserahkan kepada imajinasi manusia untuk terus mencari jawabannya.
Penelitian sejarawan terkemuka W. Montgemory Watt dalam buku “Bell’s introduction to the
Qur’an” membuktikan bahwa Alquran disusun dalam ragam bahasa lisan [oral], dan untuk

8
memahaminya, hendaklah membaca menggunakan tambahan yang dikehendaki-Nya, dan
diakhiri oleh penjelasan Alquran itu sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman [ayat
111]. Jadi, tema sentral dari ayat yang memuat kisah dalam Alquran adalah kisah para nabi dan
umat terdahulu. Namun secara perlahan-lahan para pembaca atau pendengar digiring ke ajaran-
ajaran agama yang universal. Ini bisa dijadikan bukti bahwa komitmen kisah-kisah dalam
Alquran terhadap tujuan keagamaan sangat tinggi yang tidak akan pernah ditemukan
tandingannya.

D. Tujuan Kisah dalam Al – Qur’an

Cerita kisah dalam Al – Qur’an bukanlah rekayasa – gubahan yang hanya bernilai sastra
saja, baik gaya bahasa maupun cara menggambarkan peristiwa – peristiwanya. Memang
demikianlah wujud cerita hasil kesusastraan murni. Bentuknya hanya semata – mata
menggambarkan seni bahasa saja. Tetapi cerita dalam Al – Qur’an merupakan salah satu media
untuk mewujudkan tujuan yang asli. Bagaimanapun, Al – Qur’an adalah kitab dakwah dan kitab
yang meyakinkan objeknya.

Kisah – kisah dalam Al – Qur’an, secara umum bertujuan untuk mencipta kebenaran dan
semata – mata tujuan keagamaan. Dari keseluruhan kisah yang ada, tujuan – tujuan tersebut
dapat diperinci sebagai berikut:

a. Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan, seperti yang diterangkan dalam Al – Qur’an
surat Yusuf ayat 2 – 3 dan Al – Qasash ayat 3. Misalnya, sebelum menuturkan cerita Nabi
Musa, lebih dahulu Al – Qur’an menegaskan bahwa “kami membacakan kepadamu
sebagian cerita Musa dan Firaun dengan sebenarnya untuk kaum yang beriman”. Pada
surat Ali Imran ayat 44 dipermulaan cerita Maryam disebutkan bahwa “Itulah berita yang
ghaib yang kami wahyukan kepadamu”.
b. Menerangkan bahwa semua agama yang dibawa para nabi berasal dari Allah, sejak masa
Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad Saw. dan bahwa seluruh kaum muslimin merupakan
satu umat, serta bahwa Allah Yang Maha Esa adalah Tuhan bagi semuanya. (Q.S. Al –
Anbiya: 51 – 92).
c. Menerangkan bahwa semua agama dasarnya hanya satu, dan itu semua berasal dari Tuhan
Yang Maha Esa (Q. S. Al – Araf: 59)

9
d. Menerangkan bahwa cara yang ditempuh nabi – nabi dalam berdakwah itu satu, dan
sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa.
e. Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajukan Nabi Muhammad Saw.
dengan agama Nabi Ibrahim As. secara khusus, dengan agama – agama bangsa – bangsa
Israil pada umumnya dan menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hubungan
yang umum antara semua agama. Keterangan ini berulang – ulang disebutkan dalam cerita
Nabi Ibrahim, Musa, dan Isa As.
E. Hikmah Ulasan Al – Qur’an terhadap Kisah – Kisahnya

Al – Qur’an selalu memberikan ulasan atau komentar terhadap kisah – kisah yang terdapat di
dalamnya dengan beberapa potongan ayat. Dalam ulasan ini, Al – Qur’an mengetengahkan
makna – makna terpenting yang terkandung dalam ayat, petunjuk – petunjuk yang dapat diambil,
serta betapa pentingnya bagi manusia untuk mempelajari dan mengambil pelajaran darinya.

Ada beberapa hal yang dapat kita petik dari ulasan Al – Qur’an di antaranya sebagai berikut:

1. Kisah – kisah dalam Al – Qur’an bukan merupakan cerita semata, lebih dari itu
merupakan sarana yang efektif untuk mencapai tujuan dan maksud yang mulia.
2. Al – Qur’an mengajak kita agar mempelajari tujuan kisah tersebut
mengimplementasikan, mendalami, dan menyikapi dengan baik.
3. Al – Qur’an menganjurkan agar kita tidak menyibukkan diri dengan membahas perincian
– perincian kisah – kisah tersebut yang tidak terdapat dalam Al – Qur’an dan hadits yang
sahih, kita dianjurkan untuk mengambil pelajaran, mempelajari maksud dan tujuan kisah
itu.
4. Al – Qur’an juga mengajak kita agar meneladani apa yang kita dapatkan dalam kisah –
kisah, dimana kita mempunyai tujuan yang hendak kita wujudkan.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian yang dikemukakan oleh Manna’ al-Qaththan bahwa yang dimaksud dengan kisah
Al-qur’an ialah “Informasi Al-qur’an tentang umat-umat yang silam, para Nabi, dan peristiwa-
peristiwa yang terjadi”. Kisah – kisah dalam Al – Qur’an ada tiga macam. Pertama, kisah para
Nabi terdahulu. Kedua, kisah – kisah menyangkut pribadi – pribadi dna golongan dengan segala
kejadiannya yang dinukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, seperti kisah Maryam, Lukman,
Dzulqarnain, dan Ashabul Kahfi. Ketiga, kisah – kisah menyangkut peristiwa pada rasulullah
saw.

Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi.
Menguatkan hati nabi Muhammad dan memperkuat keyakinan kaum mukminin, Mengabadikan
11
jejak para nabi terdahulu, Membuktikan kebenaran informasi yang berasal dari nabi Muhammad,
Menarik minat pembaca, Menjelaskan tentang kerasulan kepada ummat, meringankan beban
jiwa nabi Muhammad dan para pengikutnya, Menumbuhkan kepercayaan diri dan ketentraman,
Membuktikan kerasulan Muhammad saw dan mu’jizatnya.

B. Saran

Jadi kita dapat berkata, bahwa tak disebutkan tempat dan waktu terjadinya suatu peristiwa,
punya tujuan yang lebih besar dan mulia, yakni mendorong umat untuk melakukan penyelidikan
intensif sehingga dapat membuktikan sendiri kebenaran Al-qur’an. Apabila semua telah
dijelaskan oleh Al-qur’an maka bidang penyelidikan ilmiah, terutama tentang sejarah akan
kurang mendapat perhatian dan motivasi untuk mengetahuinya tidak begitu kuat. Tapi jika hal itu
tak dijelaskan, maka akan memberikan motivasi yang kuat sekali bagi para ilmuwan yang
berminat terhadap sejarah dan kehidupan social lainnya untuk melakukan penelitian dan
penyelidikan ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Izzan, Ahmad. 2011. Ulumul Quran : Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas

Alquran. Bandung : Kelompok Humaniora.

Chirzin, Muhammad. 2014. Permata Al – Qur’an. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama.

Al – Khalidy, Shalah. 2000. Kisah – Kisah Al – Qur’an. Jakarta : Gema Insani

Press.

12
13

Anda mungkin juga menyukai