Anda di halaman 1dari 21

QASHASHUL QURAN

Disusun oleh :

SITTI YUSTIAH ADYANI HUMONGGIO 80100222154

PASCASARJANA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan ………………………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3

A. Definisi Qashashul Quran ............................................................. 3


B. Tujuan dan Fungsi Qashashul Quran ......................................... 4
C. Bentuk-bentuk Kisah dalam Al’Quran …………………………… 7
D. Manfaat Kisah-kisah dalam Al’Quran …………………..……… 14

BAB III PENUTUP ................................................................................... 16

A. Kesimpulan .................................................................................... 16
B. Saran .............................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 17


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas rahmat, hidayah
dan taufik-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
rampung dalam bentuk yang sederhana. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Sang revolusioner sejati, pembawa rahmat yang
mengantar dari alam biadab menuju alam beradab, dan semoga kita semua menjadi
pengikutnya yang setia dalam ajarannya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, 27 Mei 2023

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang dianggap sebagai
wahyu langsung dari Allah SWT. Al-Quran tidak hanya berisi ajaran agama
dan hukum, tetapi juga memuat berbagai kisah dan narasi yang memiliki
nilai-nilai moral dan petunjuk hidup. Qasasul Quran, yang secara harfiah
berarti "kisah-kisah Al-Quran," merupakan studi yang mendalam terhadap
kisah-kisah tersebut, dengan tujuan memahami pesan moral, hikmah, dan
pelajaran yang dapat diambil dari setiap kisah yang terkandung di dalamnya.
Studi Qasasul Quran memiliki pentingnya yang besar dalam
kehidupan seorang Muslim. Melalui kisah-kisah yang terdapat dalam Al-
Quran, kita dapat mempelajari tentang perjalanan hidup para Nabi dan rasul,
kisah-kisah umat terdahulu, serta peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah.
Kisah-kisah ini tidak hanya memberikan pemahaman sejarah, tetapi juga
menyampaikan pesan moral, nilai-nilai kebaikan, dan petunjuk hidup yang
relevan bagi setiap individu.
Dalam konteks studi Qasasul Quran, para peneliti dan ulama telah
mengembangkan berbagai metode dan pendekatan untuk memahami dan
menafsirkan kisah-kisah dalam Al-Quran. Metode ini mencakup penelitian
terhadap konteks sejarah, analisis linguistik, dan penelitian komparatif
dengan sumber-sumber lain. Dengan menggunakan metodologi yang tepat,
studi Qasasul Quran dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam
tentang pesan-pesan yang ingin disampaikan melalui kisah-kisah tersebut.
Selain menjadi sumber ajaran agama, kisah-kisah dalam Al-Quran
juga memiliki keunikan tersendiri. Kisah-kisah ini tidak hanya bercerita
tentang perjalanan hidup para Nabi dan rasul, tetapi juga menyajikan situasi,
konflik, dan penyelesaian yang memberikan wawasan tentang berbagai
aspek kehidupan manusia. Dalam Qasasul Quran, setiap kisah memiliki
pesan moral dan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman untuk
menghadapi berbagai situasi kehidupan.

1
Studi Qasasul Quran juga memberikan gambaran tentang keadilan,
kasih sayang, keberanian, kesabaran, dan keteladanan yang ditunjukkan
oleh tokoh-tokoh dalam kisah-kisah tersebut. Dengan mempelajari kisah-
kisah ini, kita dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang
karakter yang diharapkan dalam agama Islam dan bagaimana kita dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Selain itu, studi Qasasul Quran juga memungkinkan kita untuk
memahami konsep takdir dan hikmah di balik peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam kehidupan kita. Kisah-kisah dalam Al-Quran seringkali
menunjukkan bagaimana Allah SWT mengatur dan mengendalikan segala
hal dalam kehidupan ini untuk tujuan yang lebih besar. Dengan mempelajari
kisah-kisah ini, kita dapat mengembangkan rasa percaya diri dan
ketenangan dalam menghadapi tantangan hidup, karena kita menyadari
bahwa takdir dan keputusan Allah SWT adalah yang terbaik bagi kita.
Dengan demikian, makalah ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya studi Qasasul Quran
dalam mengembangkan karakter, memperkuat iman, dan mengambil
hikmah dari kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Quran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Qashahul Quran?
2. Apa tujuan dan fungsi Qashahul Quran?
3. Apa saja Bentuk-bentuk Kisah dalam Al-Quran?
4. Apa saja Manfaat dari Kisah-kisah dalam Al-Quran?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi Qashashul Quran
2. Untuk mengetahui apa tujuan dan fungsi Qashashul Quran
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kisah dalam Alquran
4. Untuk mengetahui apa saja Manfaat dari kisah-kisah dalam Al-Quran

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Qashashul Quran

Dari segi bahasa, Qashash al-Qur’an merupakan kata yang tersusun dari dua
kalimat yang berasal dari bahasa arab, yakni dari kata Qashash dan al-Qur’an. Kata
qashash merupakan jamak dari qishshah yang berarti kisah, cerita, atau hikayat.1
Kalimat qishash bentuk plural dari kata qish-shah, apabila disambung dengan al-
Qur’an maka boleh dibaca qashash atau qishash, maka menjadi qashashul Qur’an
atau Qishashul Qur’an, kedua-duanya dalam bahasa Indonesia berarti kisah-kisah
al-Qur’an. 2 Dalam Alquran sendiri kata Qashashul bisa memiliki arti mencari jejak
atau dan berita-berita yang berurutan.

Secara terminologi, pengertian Qashashul Quran adalah kabar-kabar dalam


Alquran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu,
serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. 3 Sedangkan menurut Manna’ Khalil
Al-Qattan, mendefinisikan Qashashul Quran sebagai pemberitaan Alquran tentang
hal ihwal umat-umat dahulu dan para nabi, serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi secara empiris. 4

Imam Fakhruddin al-Razi mendefinisikan kisah al-Qur’an sebagai kumpulan


perkataan-perkataan yang memuat petunjuk yang membawa manusia kepada
hidayah agama Allah dan menunjukkan kepada kebenaran serta memerintahkann
untuk mencari sebuah keselamatan5. Ada juga yang mendefinisikan dengan
pemberitaan al-Qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, Nubuwat/Kenabian
yang terdahulu, dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. 6 Musa Syahin Lasin
mendefinisikan dengan cerita-cerita al-Qur’an tentang keadaan umat-umat dan para
Nabi-Nabi terdahulu, serta kejadian-kejadian nyata lainnya. 7

1
Ahmad Warson Munawwir. 1997. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Progressif
2
Abdul Karim Zaidan, Al-Mustafad Min Qashash Al-Qur’an Wa As-Sunnah, Jil. I, (Beirut :
Muassasa Al-Risalah, 2002)
3
Ash-Shiddieqy, TM Hasbi. 1972. Ilmu-Ilmu Alquran. Jakarta: Bulan Bintang.
4
Al-Qaththan, Manna’ Khalil. 2007. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa.
5
Fakhruddin al-Razi, Mafâtîhu al-Ghaib, Cet. III, 1420 H, 250
6
Badri khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’anCet. I, (Bandung : Pustaka Setia, 2004)
7
Musa Syahin Lasin, Al-Lâlil Hisan Fi ‘Ulumul Al-Qur’an, Darusy Syuruq, 219

3
Dari beberapa definisi di atas, bahwasannya kisah al-Qur’an itu informasi dari
al-Qur’an yakni dari Allah yang terdapat dalam al-Qur’an untuk seluruh manusia
yang mau menjadikan al-Qur’an petunjuk hidup, informasi itu tentang kisah umat-
umat terdahulu, tentang kenabian, orang-orang yang tidak dapat dipastikan apakah
mereka dari golongan Nabi atau orang-orang pilihan, juga menceritakan tentang
peristiwa-peristiwa yang lama terjadi termasuk peristiwa- peristiwa yang pernah
terjadi pada masa Nabi Muhammad, jadi kisah al-Qur’an itu berisi pelajaran bagi
manusia untuk membawa kepada petunjuk agama yang akhirnya manusia sampai
kepada jalan keselamatan dunia akhirat.

B. Tujuan dan Fungsi Qashashul Quran

Menurut Manna Khalil Qathan, sebagaimana dikutip Muhammad Chirzin,


dari keseluruhan Kisah-kisah dalam AlQur‟an, secara terperinci memiliki
beberapa tujuan. 8

Pertama, menetapkan adanya wahyu dan kerasulan. Kisah para nabi terdahulu
dilukiskan dengan indah dalam Al-Quran dalam Al-Quran terutama ketika para
nabi sedang berdakwah menyebarkan agama allah Yang Maha Esa. Dalam Al-
Qur‟an hal ini diterangkan dengan jelas dalam Surah Yusuf: 2-3, dan al-Qashahs.

Kedua, menunjukkan kehebatan Al-Qur‟an. Ketiga, mengandung kisah-kisah


besar terhadap kisah-kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantab dan
melekat dalam jiwa. Kisah semacam ini bisa diamati dari Kisah Nabi Musa dan
Firaun yang begitu sengit pertaruhan antara yang hak dan batil. Menurut as-
Suyuthi, kisah dalam Al-Qur‟an sama sekali tidak dimasksudkan untuk
mengingkari sejarah, melainkan petikan dari sejarah yang memiliki fungsi dan
tujuan mulia, yakni sebagai pelajaran bagi manusia dan bagaimana mestinya
mereka menarik pelajaran bagi manusia dan bagaimana mestinya mereka
menarik pelajaran dari sejarah tersebut9.

8
Muhammad Chirzin, Permata Al- ur’ n, terj. Abdul Syukur Abdurrazaq, (Jakarta: Cendekia
Sentra Muslim, 2005), h. 38-39
9
Ahmad as-Syirbashi, Sejarah Tafsir Al- ur’ n , terj. Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta: Tim Pustaka
Firdaus, 1985), h. 59.

4
َ ‫ۚ فُ َؤادَكَ بِِۦه نُث َ ِبتُ ا ََم ٱلرسُ ِل أ َ ۢنبَا ٓ ِء ِم ْن‬
Sebagaimana firman-Nya: ‫علَيْكَ نَّقُص َو ُك ًّل‬

َ‫ظة ْٱل َحق َٰ َه ِذ ِه فِى َو َجا ٓ َءك‬


َ ‫ِل ْل ُمؤْ ِمنِينَ َو ِذ ْك َر َٰى َو َم ْو ِع‬

“Dan semua Kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-
kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam Surah ini telah datang
kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman.” QS Hȗd (11): 120).

Kisah-kisah dalam Alquran merupakan salah satu cara yang digunakan


Alquran untuk mewujudkan tujuan yang bersifat agama. Sebab Alquran sebagai
kitab dakwah agama dan kisah menjadi salah satumedianya untuk menyampaikan
dan memantapkan dakwah tersebut. Oleh karena itu, tujuan-tujuan yang bersifat
religius ini, maka keseluruhan kisah dalam Alquran tunduk pada tujuan agama baik
tema-temanya, cara-cara pengungkapan-nya maupun penyebutan peristiwanya.10

Namun ketundukan secara mutlak terhadap tujuan agama bukan berarti ciri-
ciri kesusasteraan pada kisah-kisah tersebut sudah menghilang sama sekali,
terutama dalam penggambarannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan agama
dan kesusasteraan dapat terkumpul pada pengungkapan Alquran.11 Jadi, dapat
disimpulkan bahwa tujuan kisah Alquran adalah untuk tujuan agama, meskipun
demikian tidak mengabaikan segi-segi sastranya. Adapun tujuan dan fungsi
Qashashul Quran antara lain:

1. Untuk menunjukkan bukti kerasulan Muhammad Saw. Sebab beliau


meskipun tidak pernah belajar tentang sejarah umat-umat terdahulu, tetapi
beliau dapat mengetahui tentang kisah tersebut. Semua itu tidak lain
berasal dari wahyu Allah.
2. Untuk menjadikan uswatun hasanah suri tauladan bagi kita semua, yaitu
dengan mencontoh akhlak terpuji dari para Nabi dan orang-orang shaleh
yang disebutkan dalam Alquran.

10
Qutb, Sayyid. 1981.Seni Penggambaran dalam al-Qur’an,terj. Khadijah Nasution.Yogyakarta:
Nur Cahaya.
11
Hanafi A. 1984.Segi-segi Kesusasteraan pada Kisah-kisah Al-Qur’an. Cet. I; Jakarta:Pustaka
al-Husna.

5
3. Untuk mengokohkan hati Nabi Muhammad Saw dan umatnya
dalam beragama Islam dan menguatkan kepercayaan orang-orang mukmin
tentang datangnya pertolongan Allah SWT dan hancurnya kebatilan, (lihat
QS.Hud/11: 120).
4. Untuk menarik perhatian para pendengar dan menggugah kesadaran diri
mereka melalui penuturan kisah.
5. Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah agama Allah, yaitu bahwa semua
ajaran para Rasul intinya adalah tauhid.
6. Memelihara dan mempertahankan martabat kemanusiaan (lihat QS. at-
Tiin/95:4-6).
7. Memelihara dan mempertahankan kesucian manusia.12
Jika dilihat dari keseluruhan kisah yang ada maka tujuan-tujuan tersebut
dapat dirinci sebagai berikut:
1. Pertama, salah satu tujuan cerita itu ialah menetapkan adanya wahyu dan
kerasulan. Dalam Alquran tujuan ini diterangkan dengan jelas di antaranya
dalam QS. Yusuf/12:2-3 dan QS. Al-Qashash/28. Sebelum mengutarakan
cerita Nabi Musa, lebih dahulu Alquran menegaskan, “Kami membacakan
kepadamu sebagian dari cerita Musa dan Fir’aun dengan sebenarnya
untuk kamu yang beriman”. Dalam QS. Ali Imran/3:44 pada permulaan
cerita Maryam disebutkan, “Itulah berita yang ghaib, yang kami wahyukan
kepadamu”.
2. Kedua, menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa Nabi
Nuh sampai dengan masa Nabi Muhammad saw, bahwa kaum muslimin
semuanya merupakan satu umat. Bahwa Allah Yang Maha Esa adalah
Tuhan bagi semuanya (QS. Al-Anbiyaa/21: 51-92).
3. Ketiga, menerangkan bahwa agama itu semuanya dasarnya satu dan itu
semuanya dari Tuhan Yang Maha Esa (QS. Al-A’raaf/7: 59).
4. Keempat, menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam
berdakwah itu satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu
juga serupa (QS.Hud/11).

12
Aizid, Rizem. 2015. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Cet. 1; Yogyakarta: DIVA
Press.

6
5. Kelima, menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad saw., dengan agama Nabi Ibrahim as., secara
khusus, dengan agama-agama bangsa Israil pada umumnya dan
menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hubungan yang
umum antara semua agama. Keterangan ini berulang-ulang disebutkan
dalam cerita Nabi Ibrahim, Musa dan Isa AS.13
C. Bentuk-bentuk Kisah dalam Al-Quran
Dimensi yang digambarkan Al-Qur‟an ketika mengisahkan suatu
kejadian tidak monoton. Al-Qur‟an sungguh menarik, unik, dan
mengagumkan. Betapa tidak. Makna yang dikandung Al-Qur‟an tidak
hannya menyentuh dimensi dahulu, kala Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw., melainkan juga menyentuh dimensi masa kini dan yang
akan datang.
Ditinjau dari segi waktu, kisah-kisah dalam Al-Qur‟an ada tiga,
yaitu: 14
1. Kisah yang terjadi di masa lalu.
Kisah tentang dialog Malaikat dengan tuhannya mengenai
penciptaan khalifah bumi, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur‟an
Surah al-Baqarah: 30-34, merupakan salah satu contohnya. Kisah
Ashab Al-Kahfi, Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir serta kisah
Zulkarnain dan Ya’juj Ma’juj, yang ter-Surah dalam Surah al-Kahfi
merupakan contohnya. Selain contoh tersebut, Al-Qur‟an masih
mempunyai kisah yang banyak dan penuh dengan hikmah di
dalamnya.
2. Kisah yang terjadi di masa kini.
Tentu sangat disayangkan sekali jika kitab suci yang dijadikan
pedoman seluruh umat manusia hanya berbicara masa lampau. Itulah
sebab, sebagai kitab yang selalu relevan dengan perkembangan
zaman, Al-Qur‟an mengisahkan suatu kejadian pada dimensi saat
ini. Kisah tentang turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul

13
Chirjin, Muhammad. 1989.Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an.Yogyakarta: Dana Bakti Prima
Yasa
14
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i ‟ Ulumul Quran II, (Bandung: pustaka Setia), h. 27-28

7
Qadar seperti diungkapkan dalam QS. Al-Qadar: 1-5 adalah salah
satu bukti yang tidak bisa diganggu gugat lagi.
3. Kisah yang terjadi pada masa yang akan datang.
Dari sekian banyak kemu’jizatan Al-Qur‟an adalah
mengisahkan suatu kejadian yang akan terjadi pada masa akan
datang seperti akan datangnya hari kiamat, yang dijelaskan dalam
QS. Al-Qari’ah al-Zalzalah, dan lainya. Banyaknya kalangan
terutama orang non islam terkagum-kagum pada Qur‟an karena Al-
Qur‟an mampu memprediksikan sesuatu yang belum terjadi. Salah
satu contohnya adalah prediksi AlQur‟an yang menceritakan
kemenangan bangsa Romawi atas persia seperti diungkapkan Surah
Ar-Rȗm: 1-5. Padahal kala itu, Romawi sudah tidak ada harapan lagi
untuk bangkit, bahkan mengalahkan persia karena Bizantium telah
mengalami kekalahan yang amat besar. Terkait peristiwa itu, Al-
Qur‟an justru mengatakan bahwa Bangsa Romawi akan
mengalahksan Persia. Ahasil, isyarat Al-Qur‟an itu benar-benar
terjadi di tengah-tengah kondisi bangsa Romawi yang mengalami
kekalahan terlebih dahulu, sehingga fakta pun berbalik, dan bangsa
Romawi meraih kemenangan atas Persia.

Nur Faizin membagi kisah al-Qur’an terdiri dari beberapa bentuk yaitu:15

1. Kisah para Nabi terdahulu. Kisah mengandung informasi mengenai dakwah


mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya,
sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan
perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang
mempercayai dan golongan yang mendustakan syariat yang dibawa Nabi
mereka, seperti kisah Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Nabi Isa dan Nabi-Nabi yang
lainnya.
2. Kisah-kisah yang menyangkut pribadi-pribadi yang bukan termasuk Nabi
dan golongan-golongan dengan segala kejadiannya yang dinukil oleh Allah

15
Nur Faizin, 10 Tema Kontroversial ‘Ulumul Qur’an, Cet. I (Jawa Timur : Azhar Risalah, 2011)
156- 163

8
untuk dijadikan pelajaran, seperti kisah Maryam, Dzulqarnain, Lukmanul
Hakim, dan Ashabul Kahfi.
3. Kisah yang menyangkut peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
Rasulallah, seperti perang Badar, Uhud, Ahzab, dan perang Bani Nadzir.

Sedangkan menurut Mardan, macam-macam kisah dalam Al-quran, dapat dilihat


berdasarkan:16
1. Dari segi pengungkapannya. Dalam hal ini, dapat dibedakan;
a) kadang-kadang Allah menyebut suatu kisah berulang-ulang yang berbeda
tanpa memberi kesan membosankan, karenanya kadang-kadang dijumpai
dalam Alquran kisah seorang nabi disebut dalam beberapa surah, seperti
kisah Nabi Musa;
b) kadang-kadang pula Allah menyebu kisah seorang nabi dalam surah
tertentu, seperti kisah Nabi Yusuf.
2. Dari segi urutan permasalahan yang dikemukakan. Dalam hal ini dapat
dibedakan;
a) Pengungkapan kisah dimulai terlebih dahulu dengan intisari atau ringkasan
kisah, setelah itu diuraikan perinciannya dari awal sampai akhir, seperti kisah
ashabul kahfi.
b) Pengungkapan kisah dimulai dari akhir cerita, kemudian kisah itu kembali
diulangi dari awal sampai akhir, seperti kisah Nabi Musa dengan Fir’aun,
c) Kadang-kadang pula suatu kisah diuraikan secara langsung tanpa didahului
oleh pendahuluan dan kesimpulan, seperti kisah Maryam di saat kelahiran
Nabi Isa,
d) Kadang-kadang juga suatu kisah diungkap seperti drama, misalnya kisah
Nabi Ibrahim dan Ismail ketika membangun Ka’bah.
3. Dilihat dari sudut dimulainya kisah dan perkembangan tokohnya. Dalam hal ini
dapat dibedakan menjadi;
a) Ada kisah Alquran dimulai dari awal kelahiran tokohnya, seperti kisah Nabi
Adam, kisah Nabi Isa, dan lain-lain,

16
Mardan. 2009. Al-Qur’an Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh. Cet. I;Jakarta:
Pustaka Mapan.

9
b) Kadang-kadang suatu kisah dimulai dari tidak terlalu awal kelahiran dan
akhir kehidupan tokohnya, seperti kisah Nabi Yusuf, demikian juga
dengan kisah Nabi Ibrahim,
c) Kadang-kadang pula kisah dimulai pada akhir perkembangan kehidupan
tokohnya, seperti kisah Nabi Nuh, Hud, dan lain-lain.
4. Dilihat dari segi penyebutan tempat dan tokohnya. Dalam hal ini dapat
dibedakan menjadi;
a) Kisah yang ditunjukkan tempat, tokoh dan gambaran peristiwanya,
seperti kisah Nabi Musa dengan Fir’aun, kisah Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail, kisah Nabi Syuaib, kisah Nabi Nuh, dan lain-lain,
b) Kisah yang mengemukakan peristiwa atau keadaan tertentu pelaku sejarah
tanpa menyebutkan nama tokoh dan tempatnya, seperti kisah dua putra
Nabi Adam yang melaksanakan kurban dalam QS. Al-Maaidah/5:27-30.
c) Kisah dalam bentuk dialog yang tidak menyebut pelaku dan tempatnya,
seperti kisah dua orang pemilik kebun dalam QS. Al-Kahf/18: 32-43.5)
5. Dilihat dari segi isi dan kandungan. Dalam hal ini dapat dibedakan atas;
a) Kisah para nabi dan rasul, kisah seperti ini berisi gambaran seruan para
nabi dan rasul kepada kaumnya,
b) Kisah yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa lampau,
c) Kisah yang ada keterkaitannya dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi
pada masa Nabi Muhammad saw.,seperti kisah hijrah, kisah isra’, dan lain-
lain.

Menurut Fajrul Munawir Adapun unsur-unsur kisah dalam Alquran adalah:17


4. Pelaku (Al-Syaksy).
Dalam Alquran para aktor dari kisah tersebut tidak hanya manusia, tetapi juga
malaikat, jin dan bahkan hewan seperti semut dan burung hud.
5. Peristiwa (Al-Haditsah).
Unsur peristiwa merupakan unsur pokok dalam suatu cerita, sebab tidak
mungkin, ada suatu kisah tanpa ada peristiwanya. Berkaitan peristiwa, sebagian
ahli membagi menjadi tiga, yaitu pertama, peristiwa yang merupakan akibat

17
Munawir, Fajrul et.,al. 2005.Al-Qur’an.Yogyakarta: Pokja Akademik UIN SunanKalijaga.

10
dari suatu pendustaan dan campur tangan qada-qadar Allah swt., dalam suatu
kisah. Kedua, peristiwa yang dianggap luar biasa atau yang disebut
mukjizat sebagai tanda bukti kebenaran, lalu datanglah ayat-ayat Allah
swt., namun mereka tetap mendustakannya lalu turunlah azab. Ketiga, peristiwa
biasa yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal sebagai tokoh yang
baik atau buruk, baik merupakan Rasul maupun manusia biasa.
6. Percakapan (Hiwar).
Biasanya percakapan ini terdapat pada kisah yang banyak pelakunya, seperti
kisah Nabi Yusuf, kisah Nabi Musa dan sebagainya. Isi percakapan dalam
Alquran pada umumnya adalah soal-soal agama, misalnya masalah kebangkitan
manusia, keesaan Allah swt, pendidikan dan sebagainya. Dalam hal ini Alquran
menempuh model percakapan langsung. Jadi, Alquran menceritakan pelaku
dalam bentuk aslinya.
Sedangkan menurut Ahmad Jamil al-‘Umar, kisah-kisah dalam Al-quran dapat
diklasifikasikan menjadi tiga macam:
1. al-Waqi’ah.
Adalah kisah yang benar-benar terjadi pada masa lampau agar manusia dapat
memetik pelajaran dari kisah tersebut. Contoh kisah seperti ini adalah, kisah
Qabil dan Habil yang terdapat dalam surah al-Maidah ayat 27-28:

‫علَ ْي ِه ْم َواتْ ُل‬ َ َ ‫ي نَ َبأ‬ْ َ‫ق َءادَ َم ا ْبن‬ ِ ‫قَالَ ْاْلخ َِر ِمنَ يُتَقَب َّْل َولَ ْم أ َ َح ِد ِه َما ِم ْن فَتُقُ ِب َل قُ ْر َبانًا قَ َّر َبا ِإذْ ِب ْال َح‬
َ‫ّللاُ يَتَقَ َّب ُل إِنَّ َما قَا َل ََل َ ْقتُلَنَّك‬
َّ َ‫(ال ُمتَّقِينَ ِمن‬27 ْ ) ‫طتَ لَئِ ْن‬ ْ ‫س‬ َ َ‫ي ب‬َّ َ‫اسط أَنَا َما ِلت َ ْقتُلَنِي يَدَكَ إِل‬ ِ َ‫بِب‬
َ ‫َاف إِنِي َِل َ ْقتُلَكَ إِلَيْكَ يَد‬
‫ِي‬ ُ ‫ّللا أَخ‬ ْ
َ َّ َّ‫(العَالَ ِمينَ َرب‬28)
“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil)
menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka
diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari
yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
bertakwa". "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk
membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu
untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru
sekalian alam." (QS al-Maidah: 27-28).

11
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini adalah seperti yang diuraikan dalam
ayat lain, yakni:

‫سا قَت َ َل َم ْن أَنَّهُ ِإس َْرائِي َل بَنِي َعلَى َكت َ ْبنَا ذَلِكَ أ َ ْج ِل م ِْن‬ً ‫ساد أ َ ْو نَ ْفس ِبغَي ِْر نَ ْف‬ َ َ‫ض فِي ف‬ ِ ‫اس قَت َ َل فَ َكأَنَّ َما ْاَل َ ْر‬
َ ‫ال َّن‬
‫اس أَحْ َيا فَ َكأَنَّ َما أ َ ْح َياهَا َو َم ْن َجمِي ًعا‬
َ َّ‫سلُنَا َجا َءتْ ُه ْم َولَقَدْ َجمِي ًعا الن‬ُ ‫ت ُر‬ِ ‫ِيرا ِإ َّن ث ُ َّم ِب ْال َب ِينَا‬
ً ‫فِي ذَلِكَ َب ْعدَ ِم ْن ُه ْم َكث‬
‫ض‬ ِ ‫(لَ ُمس ِْرفُونَ ْاَل َ ْر‬32)

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan
yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh
melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi”. (QS al-Maidah: 32).

2. at-Tamliyah
Yakni kisah yang bersifat simbolik, yang mungkin terjadi pada masa dan tempat
tertentu, seperti kisah yang terdapat dalam surah al-Kahfi:

ْ‫بَ ْينَ ُه َما َو َجعَ ْلنَا بِن َْخل َو َحفَ ْفنَاهُ َما أ َ ْعنَاب ِم ْن َجنَّتَي ِْن َِل َ َح ِد ِه َما َجعَ ْلنَا َر ُجلَي ِْن َمث َ ًّل لَ ُه ْم َواض ِْرب‬
‫عا‬ً ‫(زَ ْر‬32)‫َت ْال َج َّنتَي ِْن ِك ْلت َا‬ْ ‫َظ ِل ْم َولَ ْم أُكُلَ َها َءات‬
ْ ‫ش ْيئًا ِم ْنهُ ت‬
َ ‫(نَ َه ًرا ِخ َّللَ ُه َما َوفَ َّج ْرنَا‬33) َ‫لَهُ َو َكان‬
‫احبِ ِه فَقَا َل ث َ َمر‬ِ ‫ص‬ ِ ‫عز َم ًال ِم ْنكَ أ َ ْكثَ ُر أَنَا يُ َح‬
َ ‫او ُرهُ َوه َُو ِل‬ َ َ ‫(نَفَ ًرا َوأ‬34)‫َوه َُو َجنَّتَهُ َودَ َخ َل‬
َ ‫(أَبَدًا َه ِذ ِه تَبِيدَ أ َ ْن أَظُن َما َقا َل ِلنَ ْف ِس ِه‬35)‫عةَ أَظُن َو َما‬
‫ظا ِلم‬ َّ ‫إِلَى ُر ِددْتُ َولَئِ ْن قَائِ َمةً ال‬
َ ‫سا‬
‫( ُم ْنقَلَبًا ِم ْن َها َخي ًْرا ََل َ ِجدَ َّن َربِي‬36)

“Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami
jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan
Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua

12
kebun itu Kami buatkan ladang.# Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya,
dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun dan Kami alirkan sungai di celah-
celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata
kepada kawannya (yang mu'min) ketika ia bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku
lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat". Dan dia
memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku
kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,# dan aku tidak mengira hari
kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku di kembalikan kepada Tuhanku,
pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun
itu". (QS al-Kahfi: 32-36).

3. at-Tarkhiyah
Yakni kisah-kisah yang bersifat kesejarahan yang mengetengahkan tokoh-tokoh
dan tempat masanya. Misalnya kisah pengejaran Fir’aun terhadap nabi Musa as.,
seperti yang terdapat dalam surah Yunus ayat 90-91:

‫ع ْونُ فَأَتْبَعَ ُه ْم ْالبَحْ َر إِس َْرا ِئي َل بِبَ ِني َو َج َاو ْزنَا‬ َ ‫قَالَ ْالغ ََر ُق أَد َْر َكهُ إِذَا َحتَّى َو‬
َ ‫عد ًْوا بَ ْغيًا َو ُجنُودُهُ فِ ْر‬
ُ‫َت الَّذِي إِ َّل إِلَهَ َل أَنَّهُ َءا َم ْنت‬ْ ‫(ال ُم ْس ِل ِمينَ ِمنَ َوأَنَا إِس َْرائِي َل بَنُو بِ ِه َءا َمن‬90)
ْ َ‫صيْتَ َوقَدْ ْآْلن‬ َ ‫ع‬َ
ْ
‫(ال ُم ْف ِسدِينَ ِمنَ َوكُ ْنتَ قَ ْب ُل‬91)

“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh
Fir`aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka);
hingga bila Fir`aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya
bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan
saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". Apakah sekarang
(baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu,
dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Yunus: 90-91).

D. Manfat kisah-kisah dalam Al-Quran

Salah satu tujuan Allah menyampaikan kisah adalah agar manusia mau
berfikir dan mengambil ibrah. Kisah dalam al-Qur’an bukanlah suatu cerita

13
yang hanya bernilai sastra yang sangat tinggi saja, tetapi juga merupakan salah
satu media untuk mewujudkan tujuannya, sedangkan tujuan pokok dari kisah
al-Qur’an adalah pencapaian hidayah Allah bagi manusia, agar manusia mau
belajar dari kisah tersebut dan mendapat hidayah dari Allah.18

Kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an memiliki tujuan dan banyak


banyak manfaat tujuan pokok dari kisah al-Qur’an dan manfaatnya ini
diantaranya:19

1. Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok- pokok


syariat yang dibawa oleh para Nabi Allah untuk umatnya, firman Allah

ٓ ‫س ْلنَا َو َما‬
َ ‫ى إِ َّل َّرسُول ِمن قَ ْبلِكَ ِمن أ َ ْر‬ ٓ َ َ‫ل إِ َٰلَه‬
ِ ُ‫ل أ َنَّهۥ ُ إِلَ ْي ِه ن‬
ٓ ‫وح‬ ٓ َّ ِ‫ُون أَنَا إ‬
ِ ‫فَٱ ْعبُد‬
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan
Kami wahyukan kepadanya "Bahwasanya tidak ada Tuhan (Yang hak) melainkan
Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiya Ayat 25)

2. Meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya atas agama, meneguhkan


kepercayaan orang-orang yang beriman tentang menangnya kebenaran serta
musnahnya kebatilan bersama orang-orang pembelanya, firman Allah

َ ‫ظة ْٱل َحق َٰ َه ِذ ِه فِى َو َجا ٓ َءكَ ۚ ادَكَ ََفُؤ بِِۦه نُثَبِتُ َما ٱلرسُ ِل أ َ ۢنبَا ٓ ِء ِم ْن‬
‫علَيْكَ نَّقُص َوكُ ًّل‬ َ ‫َو ِذ ْك َر َٰى َو َم ْو ِع‬
َ‫ِل ْل ُمؤْ ِمنِين‬

“Semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah


yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang
kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman.” (QS. Hud Ayat 120)

3. Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka


serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.

18
Mustafa al-Bagha dan Mahyudin Mustawa, al-Wâdheh Fî ‘Ulum al-Qur’an, Cet. II (Damskus :
Darl Ulumul Insaniyah, 1998)
19
Moh. Samin Halabi, Keagungan Kitab Suci al-Qur’an, Cet. I (Jakarta : Kalam Mulia, 2002) 96-
121

14
4. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwanhya dengan apa yang
diberitakan tentang informasi orang-orang terdahulu disepanjang kurun dan
generasi.
5. Mengungkap kebohongan para ahli kitab dengan hujjah yang menyingkap
keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan menentang mereka
dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu dirubah dan diganti. Allah
berfirman

َّ ‫ى ِح ًّل َكانَ ٱ‬ ٓ ٓ َ ‫تُن ََّزلَ أَن قَ ْب ِل ِمن نَ ْف ِس ِهۦ‬


‫لط َع ِام كُل‬ ٓ ِ‫علَ َٰى ِإس َٰ َْر ِءي ُل َح َّر َم َما ِإ َّل ِإ ْس َٰ َر ِءي َل ِلبَن‬
ُ‫ص ِدقِينَ كُنت ُ ْم ِإن فَٱتْلُو َها ٓ ِبٱلت َّ ْو َر َٰى ِة فَأْتُوا قُ ْل ۗ ٱلت َّ ْو َر َٰىة‬ َ َٰ

“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang
diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat
diturunkan. Katakanlan "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan
sebelum turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah Dia jika kamu
orang-orang yang benar". (QS. Ali ‘Imran Ayat 93)

6. Kisah dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan- pesan
yang terkandung didalamya ke dalam jiwa manusia. firman Allah
ْ‫ص ِه ْم ِفى َكانَ لَقَد‬ ِ ‫ص‬ ِ ‫صدِيقَ َو َٰلَ ِكن يُ ْفت ََر َٰى َحدِيثًا َكانَ َما ۗ ٱ َْل َ ْل َٰ َب‬
َ َ‫ب َِلُو ِلى ِعب َْرة ق‬ ْ َ ‫َبيْنَ ٱلَّذِى ت‬
ِ ‫ىء ُك ِل َوت َ ْف‬
‫صي َل يَدَ ْي ِه‬ َ ‫يُؤْ ِمنُونَ ِلقَ ْوم َو َرحْ َمةً َوهُدًى‬
ْ ‫ش‬

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-


orang yang mempunyai akal.Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf :
11)

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam simpulan, dapat disimpulkan bahwa Qasasul Quran, atau kisah-kisah
dalam Al-Qur'an, memiliki nilai penting dalam Islam. Kisah-kisah ini bukan hanya
menceritakan sejarah dan peristiwa-peristiwa penting, tetapi juga mengandung
pelajaran moral, nilai-nilai etika, dan pesan-pesan keagamaan yang relevan dengan
kehidupan manusia. Kisah-kisah para nabi dan rasul dalam Al-Qur'an memberikan
inspirasi, keteladanan, dan panduan bagi umat Muslim dalam menjalani kehidupan
yang benar dan bermakna. Melalui pemahaman dan penelitian yang mendalam
tentang kisah-kisah ini, umat Muslim dapat memperoleh wawasan spiritual,
memperkuat iman, dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-
hari. Qasasul Quran menjadi sumber pengetahuan, inspirasi, dan teladan bagi umat
Muslim dalam memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an.
B. Saran
Sebagai saran, sangat dianjurkan untuk menginvestasikan waktu dan upaya dalam
mempelajari Qasasul Quran, kisah-kisah dalam Al-Qur'an. Disarankan untuk
membaca Al-Qur'an secara teratur dan memperdalam pemahaman terhadap kisah-
kisah yang terdapat di dalamnya. Selain itu, merujuk kepada tafsir Al-Qur'an dan
penelitian akademik yang telah dilakukan tentang kisah-kisah tersebut dapat
memberikan pemahaman yang lebih mendalam. Selain itu, penting untuk
merefleksikan dan mengambil pelajaran moral serta nilai-nilai yang terkandung
dalam kisah-kisah tersebut, dan berusaha menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari. Diskusi dengan komunitas atau kelompok studi yang serupa juga bisa menjadi
sarana untuk memperdalam pemahaman dan berbagi pemikiran seputar Qasasul
Quran. Dengan mengambil langkah-langkah ini, kita dapat menghargai dan
memanfaatkan warisan berharga dari kisah-kisah Al-Qur'an dalam memperkaya
spiritualitas dan moralitas kita.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan, Al-Mustafad Min Qashash Al-Qur’an Wa As-Sunnah, Jil. I,


(Beirut : Muassasa Al-Risalah, 2002)
Ahmad as-Syirbashi, Sejarah Tafsir Al- ur’ n , terj. Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta:
Tim Pustaka Firdaus, 1985), h. 59.
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i ‟ Ulumul Quran II, (Bandung: pustaka Setia), h.
27-28
Ahmad Warson Munawwir. 1997. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia,
Surabaya: Progressif
Aizid, Rizem. 2015. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Cet. 1; Yogyakarta:
DIVA Press.
Al-Qaththan, Manna’ Khalil. 2007. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor : Pustaka Litera
Antar Nusa.
Ash-Shiddieqy, TM Hasbi. 1972. Ilmu-Ilmu Alquran. Jakarta: Bulan Bintang.
Badri khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Cet. I, (Bandung :
Pustaka Setia, 2004)
Chirjin, Muhammad. 1989.Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an.Yogyakarta: Dana
Bakti Prima Yasa
Fakhruddin al-Razi, Mafâtîhu al-Ghaib, Cet. III, 1420 H, 250
Hanafi A. 1984. Segi-segi Kesusasteraan pada Kisah-kisah Al-Qur’an. Cet. I;
Jakarta:Pustaka al-Husna.
Mardan. 2009. Al-Qur’an Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh.
Cet. I;Jakarta: Pustaka Mapan.
Moh. Samin Halabi, Keagungan Kitab Suci al-Qur’an, Cet. I (Jakarta : Kalam
Mulia, 2002) 96-121
Muhammad Chirzin, Permata Al- ur’ n, terj. Abdul Syukur Abdurrazaq, (Jakarta:
Cendekia Sentra Muslim, 2005), h. 38-39
Munawir, Fajrul et.,al. 2005. Al-Qur’an.Yogyakarta: Pokja Akademik UIN
SunanKalijaga.
Musa Syahin Lasin, Al-Lâlil Hisan Fi ‘Ulumul Al-Qur’an, Darusy Syuruq, 219

17
Mustafa al-Bagha dan Mahyudin Mustawa, al-Wâdheh Fî ‘Ulum al-Qur’an, Cet. II
(Damskus : Darl Ulumul Insaniyah, 1998)
Nur Faizin, 10 Tema Kontroversial ‘Ulumul Qur’an, Cet. I (Jawa Timur : Azhar
Risalah, 2011) 156- 163
Qutb, Sayyid. 1981. Seni Penggambaran dalam al-Qur’an,terj. Khadijah
Nasution.Yogyakarta: Nur Cahaya.

18

Anda mungkin juga menyukai