Anda di halaman 1dari 17

KISAH – KISAH DALAM AL QURAN DAN RELEVANSINYA

DENGAN PENDIDIKAN

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Al-Quran
Dosen Pengampu :
Dr.Suja’i,M.Ag

Disusun oleh :
ABDUL KHANIP

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO

SEMARANG

2019

1
KISAH – KISAH DALAM AL QURAN DAN RELEVANSINYA
DENGAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Al-Qur’an merupakan bacaan sempurna dan mulia karena tidak ada


satu bacaanpun sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang
lalu dapat menandingi Al-Qur‟an. Tidak ada bacaan yang dibaca oleh
ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis
aksaranya. Bahkan dihafal huruf demi huruf oleh anak-anak, remaja, dan
dewasa. Tiada bacaan melebihi Al-Qur‟an dalam perhatian yang
diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat demi ayat
baik segi waktu dan saat turunnya, maupun sampai kepada sebab-sebab
serta turunnya.

Kisah-kisah dalam Al-Quran atau disebut juga ilmu Qashashil


Qur’an adalah khabar-khabar Al-Quran tentang keadaan-keadaaan umat
yang telah lalu dan kenabian masa dahulu.1

Al-Quran meliputi keterangan-keterangan tentang peristiwa-


peristiwa yang telah terjadi,sejarah bangsa-bangsa,keadaan negri-negri
serta menerangkan bekasan-bekasan dari kaum purba itu.

Dalam Al-Quran diungkapkan bahwa ilmu pengetahuan dan Al-


Quran merupakan dua aspek kebenaran yang sama,dan tidak ada
pertentangan antara keduanya.

1
Teungku Muhamad Hasbi Ash Shiddieqy,Prof.DR ilmu-ilmu Al-Quran (Semarang:PT PUSTAKA
RIZKI PUTRA,2002)cet.kedua,hal.191

2
Wahyu pertama Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
S.A.W adalah agar menuntut ilmu pengetahuan dan menekankan
pentingnya arti belajar dalam kehidupan umat manusia (Q.S Al-Alaq:1-5)
Al-Quran juga menganjurkan manusia untuk berdo’a semoga Allah SWT
menambah ilmu pengetahuan kepadanya.2

Al-Qur’an datang dengan membuka mata manusia agar menyadari


jati diri dan hakikat keberadaan mereka di bumi ini. Dan juga agar mereka
tidak terlena dengan kehidupan dunia sehingga mereka tidak menduga
bahwa hidup mereka hanya dimulai dengan kelahiran dan berakhir dengan
kematian.

Oleh karena itu kisah dalam Al-Qur‟an memiliki makna


tersendiri bila dibandingkan isi kandungan yang lain. Maka perlu kiranya
kita sebagai umat Islam untuk mengetahui isi kisah-kisah yang ada
dalam Al-Qur‟an sehingga kita dapat mengambil pelajaran. Al-Qur‟an
selain memuat ajaran akidah (keyakinan), syari‟ah (hukum Islam), akhlak,
janji dan ancaman, filsafat, isyarat-isyarat, juga berisi kisah-kisah,
terutama kisah seputar para Nabi dan umat mereka sebelum Nabi
Muhammad SAW serta umat lainnya yang hancur karena keangkuhan
mereka.

Al-Quran mengajarkan untuk mempelajari sejarah dengan


pendekatan baru yang menyeluruh.Ia tidak setuju bila studi tentang sejarah
umat manusia hanya mempelajari pertumbuhan dan kemajuannya,yang
berlanjut sejak dulu,atau hanya mencatat kemajuan dalam bidang materi
dan arsitektur.3

2
Afzalur Rahman.Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan (Jakarta :PT RINEKA CIPTA,2000)cet.ketiga
hal.1
3
Afzalur Rahman.Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan (Jakarta :PT RINEKA CIPTA,2000)cet.ketiga
hal.116

3
B. RUMUSAN MASALAH.

Dari beberapa uraian di atas, maka permasalahan yang terkait


dengan penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Kisah dalam Al-Qur’an?
2. Apa saja Macam-macam kisah dalam Al-Qur’an?
3. Apa contoh kisah dalam Al-Qur’an?
4. Apa relevansi kisah dalam Al-Qur’an dengan pendidikan ?

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

Tujuan utama penelitian ini dilakukan untuk mengetahui,


membahas dan menganalisa secara sistematis terhadap teori kisah dan
nilai-nilai pendidikan kisah dalam Al-Qur’an. Apabila tujuan utama
tersebut diatas tercapai, maka kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut
1. Dapat memahami maksud Kisah dalam Al-Qur’an
2. Dapat mengerti Macam-macam kisah dalam Al-Qur’an
3. Dapat mengetahui contoh kisah dalam Al-Qur’an
4. Dapat merelevansikan kisah dalam Al-Qur’an dengan pendidikan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN.

Kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an memang bukan


semata-mata untuk hiburan saja. Kisah yang dimuat di dalamnya pun
merupakan kisah dari para Nabi dan Rasul, orang-orang yang dimuliakan
serta kaum atau golongan yang terpilih tentu saja dengan tujuan agar
menjadi contoh dan dapat diambil sebagai pelajaran. Beberapa bahkan
ada yang diabadikan dalam sebuah nama surat. Seperti surat Ibrahim,
Musa, Yusuf, Muhammad, dan lain-lain. Kemudian ada juga kisah dari
kaum atau golongan seperti dalam surat Al-Kahfi. Kisah-kisah yang
disebutkan dalam Al-Qur’an memang sangat menarik untuk dikaji,
karena kesemuanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah untuk
dijadikan pedoman hidup manusia.

Firman Allah dalam QS. Yusuf ayat 111:

!‫ث يُ ْفتَ َرى‬ ِ ‫ص ِه ْم ِع ْب َرةٌ اِل ُولِى األَ ْلبَا‬


ً ‫ َما َكانَ َح ِد ْي‬,‫ب‬ َ َ‫ لَقَ ْد َكانَ فِي ق‬...
ِ ‫ص‬

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran


bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah
cerita yang dibuat-buat...”.

Allah telah menyatakan bahwa kisah-kisah yang tertera dalam Al-


Quran adalah sebaik-baik kisah. Sebab, kisah-kisah yang terkandung
dalam Al-Quran al Karim memuat kesempurnaan tingkat tinggi dalam
hal balaghah dan kemuliaan makna.

Firman Allah dalam QS. Yusuf ayat 3:

َ‫ص بِ َما أَوْ َح ْينَا إِلَ ْيكَ هَ َذا القُرْ آن‬ َ َ‫ك أَحْ َس ُن ْالق‬
ِ ‫ص‬ َ ‫نَحْ ُن نَقُصُّ َعلَ ْي‬...

5
“Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al-Quran ini kepadamu…”.

Kisah berasal dari bahasa Arab qashsha yaqushshu qishshatan


artinya potongan, berita yang diikuti, dan pelacakan jejak. Kisah dalam
ketiga arti ini dipergunakan juga dalam surah Ali ‘Imran [3: 62], al
A’raf [7: 7, 176], Yusuf [12: 3, 111], al-Kahfi [18: 64], Taha [20: 99],
al-Qashas [28: 11, 25], Ali ‘Imran [3: 62], Yusuf [12: 3, 111], al-A’raf
[7: 7, 176], dan an-Naml [27: 76].

Terminologi pengertian kisah (khususnya dalam Al-Qur’an)


secara etimologis dapat diartikan sebagai suatu fragmen atau potongan-
potongan dari berita-berita tokoh atau umat terdahulu yang dimuat
dalam Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an kisah seringkali digunakan sebagai media


untuk menyampaikan ajaran, bahkan ada beberapa surah secara
dominan menyajikannya, seperti surah Yusuf, Al-Kahfi, Maryam, Al-
Anbiya, dan Al-Qashash.

Kisah dalam Al-Qur’an bukan merupakan karya sastra yang


bebas baik dalam tema, teknik pemaparan ataupun setting peristiwa-
peristiwanya, sebagaimana terdapat dalam kisah pada umumnya,
melainkan sebagai suatu media Al-Qur’an untuk mencapai tujuan yang
mulia.

Tema, teknik pemaparan dan setting peristiwa, kisah-kisah


dalam Al-Qur’an senantiasa tunduk kepada tujuan keagamaan, namun
ketundukan ini tidak menghalangi munculnya karaketeristik seni dalam
pemaparannya (Sayyid Qutb, 1975, hal. 11), sehingga kisah dalam Al-
Qur’an merupakan perpaduan antara aspek seni dan aspek keagamaan.4

4
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an,
(Yogyakarta: Titian Ilahi, 1997), hlm. 65-66.

6
Menurut Muhammad Ahmad Khalafullah, kisah adalah karya
sastra yang merupakan hasil inajinasi pembuat kisah bagi peristiwa
yang telah terjadi dari tokoh yang tidak ada, atau peristiwanya ada tapi
tokohnya imajinatif, atau tokohnya ada tapi peristiwanya imajinatif,
atau peristiwanya ada, tokohnya ada, tapi dalam tuturan kisah
didasarkan pada seni sastra, atau memasukkan hal realistis dalam hal
yang imajinatif. Kemudian ia membagi kisah dalam Al-Qur’an dalam
tiga kriteria, yaitu tarikhiyyah (sejarah, tokohnya memang benar ada),
tamsiliyyah (perumpamaan), dan usthurah (legenda, tidak nyata) 5.

Pendapat Ahmad Khalufflah tersebut menimbulkan banyak


kritikan karena dinilai sangat kontroversial oleh kalangan ulama’
bahkan mungkin sampai sekarang. Namun sebagai pegangan kita agar
menambah keyakinan yaitu kembali kepada QS. Yusuf ayat 111 bahwa
kisah dalam Al-Qur’an bukanlah kisah yang dibuat-buat. Ini
menunjukkan bahwa kisah yang ada adalah benar adanya.

Kemudian masih menurut Ahmad Khalufflah, pendistribusian


unsur-unsur kisah pada kisah-kisah dalam Al-Qur’an selaras dengan
perkembangan dakwah Islam. Oleh karena itu, terkadang yang
menonjol adalah unsur-unsur peristiwa jika kisah itu dimaksudkan
untuk menakut-nakuti dan memberi peringatan. Terkadang yang
menonjol adalah unsur pelaku jika kisah itu dimaksudkan untuk
memberi kekuatan moral dan kemantapan hati Nabi Muhammad beserta
pengikutnya. Akan tetapi, terkadang yang menonjol adalah unsur dialog
jika kisah itu dimaksudkan untuk memertahankan dakwah Islam dan
membantah para penentangnya6.

B. MACAM-MACAM KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN.

5
Muhammad Ahmad Khalafullah, The Narrative Art in the Holy Qur’an (Al-fann al-
Qashashiy Fi Al-Qur’an) hlm.152. (file pdf diunduh dari www.Muhammadanism.org)
6
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an Makna di Balik Kisah Ibrahim, (Yogyakarta:
LkiS, 2008), hlm. 182.

7
Kisah dalam al-Quran diklasisfikasikan menjadi beberapa
macam. Pertama: dari segi Waktu. Ditinjau dari segi waktu, kisah-kisah
dalam al-Quran ada tiga tahap, yaitu :

1. Kisah hal gaib yang terjadi pada masa lalu. Contohnya kisah
tentang dialog malaikat dengan Tuhannya mengenai penciptaan
khalifah di muka bumi.
2. Kisah gaib yang terjadi pada masa kini. Contohnya kisah tentang
turunnya malaikat-malaikat pada malam lailatul qadar.
3. Kisah hal gaib yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Contohnya kisah tentang Abu Lahab kelak di akhirat.
Kedua: dari segi Materi. Ditinjau dari segi materi kisah kisah dalam al-
Quran ada tiga tahap, yaitu:
1. Kisah-kisah Para Nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka
kepada kaumnya, mukizatnya yang memperkuat dakwah serta
akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan
golongan yang mendustakan.
Adapun Nabi Muhammad saw menyampaikan kisah
terdahulu kepada kaum muslimin dari wahyu, bukan melalui
proses belajar. Walaupun menegerti bahwa Nabi Muhammad saw
adalah orang yang buta huruf, mereka silih berganti menanyakan
tentang kisah-kisah kepada beliau, yang tidak mereka ketahui.
Dalam menceritakan tentang kisah-kisah para Nabi, ini
biasanya mempunyai pengikut masing-masing sesuai zaman yang
mereka alami pada waktu yang berbeda dan para Nabi di sini tidak
hanya berperan sebagai dai saja, namun beiau juga bergerak dalam
segala kepemimpinan, baik dalsm bidsng keagamaan.
2. Kisah Tentang Peristiwa-peristiwa yang telah terjadi pada masa
lampau yang tidak dapat dipastika kenabiannya (menyangkut
pribadi-pribadi dan golongan-golongan dengan segala kejadiannya

8
yang dinukil Allah untuk dijadikan pelajaran) al-Quran
mengkisahkan sekian banyak peristiwa masa lampau.
Harus diakui bahwa sebagian dari kisah-kisahnya tidak atau
belum dapat dibuktikan kebenarannya hingga kini. Tetapi sebagin
lainnya telah terbukti, antar lain melalui penelitian arkeologi.
Sekian banyak yang belum terbukti, namun tidaklah wajar menoak
kisah-kisah lain tersebut hanya dengan alasan bahwa kisah itu
belum terbukti karena apa yang belum terbukti kebenarannya juga
belum terbukti kekeliruannya.
Banyak kisah al-Quran tentang hal ini, baik dari segi
pembangkangan terhadap Tuhan dan utusan-utusan-Nya. Contoh
tentang kisah ini adalah kisah Luqman, Dzul Qarnain, ashabul
Kahfi, Thalut dan Jalut, Ashabul Ukhdud, Habil dan Qabil, dan
lain-lain. Kisah yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi dimasa Rasulullah saw.
3. Kisah yang terjadi pada masa Rasulullah saw ini biasanya ada
runtutan perjalanan yang tidak lepas dari hijrah Nabi Muhammad
saw sampai jazirah Arab. Contohnya tentang Ababil dan hijrahnya
Nabi Muhammad saw. al-Quran memandang kenabian sebagai
fenomena yang bersifat universal. Di setiap pelosok dunia pernah
tampil seorang rasul Allah, baik yang disebutkan maupun yang
tidak disebutkan dalam al-Quran, sehingga kisah dalam al-Quran
merupakan peristiwa yang terjadi sesuai dengan situasi dan tempat
para Nabi dalam mengajarkan risalah.
Di antara metode pengajaran yang ada dalam al-Quran ialah
bahwa suatu kisah yang panjang dirangkum dalam beberapa
kalimat sederhana alalu dirinci sesuai alurnya. Sesuatu yan penting
diungkapkan mulai dari tingkatannya yang rendah ke yang lebih
tinggi. Kaidah ini sangat penting terutama kita dapat temukan
dalam al-Quran sebagai rincian yang akan dihasilkan suatu

9
penjelasan yang sempurna dala meneritakan kisah dlam al-Quran,
baik tentang kisah-kisah para Nabi maupun umat-umat terdahulu.7

C. CONTOH KISAH DALAM AL QUR’AN


a. Kisah Yusuf dalam Al-Qur’an

1. Kisah Nabi Yusuf sebagai kisah yang paling baik dalam Al-Qur’an

Al-Qur'an mengawali kisah Yusuf saat ia masih muda. Ia


bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan bersujud
padanya (Yusuf 12:4). Mimpi itu ia beritahukan kepada
ayahnya, Yaqub yang menyuruhnya agar tidak memberitahukan
mimpi itu kepada saudara-saudaranya yang pencemburu
(Yusuf 12:5). Yusuf juga merupakan anak yang paling disayangi
Yaqub, sehingga saudaranya merasa cemburu dan mereka
merencanakan suatu rencana untuk membuang Yusuf (Yusuf 12:8).
Saudara-saudara Yusuf meminta izin pada Yaqub untuk membawa
Yusuf pergi bersama mereka, dan mereka diizinkan. Dalam
perjalanan, Yusuf dimasukkan ke dalam sumur dan ditinggal pergi
oleh saudara-saudaranya hingga kemudian ia ditemukan oleh
kafilah dagang yang kemudian menjualnya di Mesir. Orang yang
membeli Yusuf adalah Qithfir, seorang raja Mesir yang mempunyai
julukan Al Aziz.

Yusuf di dalam Al-Qur'an dikatakan sebagai pria tertampan


di dunia. Pernyataan ini digambarkan ketika Yusuf tumbuh
remaja, istri tuannya yang bernama Zulaikha menggodanya
karena tidak bisa menahan daya tarik ketampanannya dan setiap
wanita yang melihatnya pasti terkesima, namun Yusuf
menolaknya (Yusuf 12:23). Sehingga ia mengancam Yusuf akan

7
https://www.referensimakalah.com/2013/06/macam-macam-kisah-dalam-al-quran.html
Diakses pada 4 Oktober 2019.

10
dipenjarakan, jika tidak mengikuti perintahnya (Yusuf 12:32).
Namun, Yusuf tetap teguh dan ia akhirnya dipenjarakan
(Yusuf 12:33). Yusuf dipenjarakan bersama dua orang tahanan.
Di dalam penjara, mereka mengetahui bahwa Yusuf
memiliki kejujuran yang tinggi dan dapat menafsirkan mimpi
(Yusuf 12:36). Yusuf berhasil dalam menafsirkan mimpi 2
tahanan lainnya, mimpi mereka adalah bahwa salah satu dari
mereka akan dihukum mati, dan yang lainnya akan dibebaskan
dan kembali bekerja sebagai penuang air minum raja. Maka,
Yusuf meminta pada temannya yang akan dibebaskan untuk
mengemukakan masalahnya kepada raja. Namun, ketika
dibebaskan, ia melupakan Yusuf, sehingga ia tetap dipenjara.
Beberapa tahun kemudian, raja bermimpi dan menanyakan apa
artinya. Penuang minuman tersebut akhirnya ingat pada Yusuf,
dan ia menanyakan Yusuf apa arti mimpi raja. Yusuf menafsirkan
mimpi raja bahwa akan terjadi tujuh panen yang berlimpah,
kemudian diikuti tujuh panen yang sedikit, dan kemudian ada
tahun yang penuh dengan hujan. Raja yang mendengar tafsir
Yusuf, akhirnya memanggilnya. Namun, sebelumnya Yusuf
meminta kepada orang-orang yang menuduhnya ditanyai apa
yang sebenarnya terjadi. Zulaikha akhirnya mengakui apa yang
dilakukannya pada Yusuf. Yusuf akhirnya dibebaskan dan raja
menghendaki ia bekerja untuknya. Yusuf akhirnya meminta agar
ia ditugaskan untuk mengurus hasil bumi di negeri itu.
Selama tahun-tahun yang diramalkan paceklik, saudara-
saudara Yusuf datang ke Mesir untuk meminta makanan. Mereka
diperbolehkan menghadap Yusuf yang mengenal mereka, namun
mereka tidak. Yusuf meminta mereka jika ingin meminta
makanan lagi, mereka diharuskan membawa adik laki-laki
bungsu mereka. Mereka akhirnya membawa adik bungsu mereka
pada pertemuan berikutnya. Pada adik bungsunya itulah, Yusuf

11
mengungkapkan kisahnya bahwa ia dipelakukan jahat oleh
kakak-kakaknya. Yusuf akhirnya bekerja sama dengan adiknya.
Adiknya untuk sementara ditinggal bersamanya. Yusuf berpura-
pura bahwa adiknya ditahan karena mencuri gelas minum raja.
Pada saat itu juga, Yaqub kehilangan penglihatannya karena
merasa kehilangan Yusuf dan saudaranya. Ketika saudara-
saudara Yusuf datang lagi kepadanya, Yusuf mengungkapkan jati
dirinya pada mereka. Saudara-saudara Yusuf akhirnya meminta
maaf atas tindakan mereka. Yusuf kemudian meminta mereka
membawakan bajunya kepada ayahnya dan mengusapkan pada
wajah ayahnya untuk memulihkan penglihatannya dan juga
memerintahkan mereka untuk membawa orangtua dan keluarga
mereka ke Mesir. Setelah tiba di Mesir, orang tua dan saudara-
saudaranya bersujud untuk menghormatinya. Yusuf kemudian
mengingatkan akan mimpinya di masa muda yang ditafsirkan
olehayahnya;sebelas planet, matahari,dan bulan bersujud padanya

Kisah Nabi Yusuf as dalam Al-Qur’an berbeda dengan kisah


nabi-nabi Allah SWT lainnya, sebagai berikut:

a. Kisah Nabi Yusuf as secara khusus diceritakan secara runtut dalam


satu surat tersendiri dalam Al-Qur’an, yakni Surat Yusuf sedangkan
nabi-nabi yang lain diceritakan dan disebutkan di beberapa surat.
b. Isi kisah Nabi Yusuf as dalam Al-Qur’an berbeda pula dengan nabi-
nabi yang lain, Allah SWT menitik beratkan kepada tantangan yang
bermacam-macam dari kaum mereka, kemudian mengakhiri kisah itu
dengan kemusnahan para penentang para nabi itu. Sedang dalam kisah
Yusuf as, Allah SWT menonjolkan akibat yang baik dari kesabaran,
serta menunjukkan bahwa kesenangan dan kebahagiaan datangnya
setelah penderitaan berupa berbagai ujian dan cobaan.

12
c. Sisi kehidupan keagamaan Nabi Yusuf as lebih ditonjolkan daripada
aspek kepribadiannya yang lain. Hal itu tersirat dalam tahapan-
tahapan dari peristiwa-peristiwa yang tejadi dalam kisah ini.
Karena sisi kehidupan keagamaan Yusuf as jauh lebih
ditekankan dalam Al-Qur’an daripada aspek kepribadianya yang lain.
Maka kisah ini mengandung nilai-nilai pendidikan abadi yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan ini. Diantara nilai-nilai itu adalah
kedamaian, penghargaan, cinta, toleransi, kejujuran, kerendahan hati,
kerjasama, kebahagiaan, tanggung jawab, kesederhanaan, kebebasan,
persatuan, dan kesabaran. Sifat dari nilai-nilai pendidikan ini bersifat
universal serta abadi sebagai pedoman dalam kehidupan. Lain dari
pada itu nilai-nilai tersebut menguatkan sendi-sendi kehidupan dalam
beragama, bermasayarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ada delapan pelajaran yang dapat kita petik dari kisah nabi
Yusuf dalam Al-Qur’an, diantaranya sebagai berikut :
a. Pelajaran tentang perlunya mewaspadai kaum pendengki dengan
cara merahasiakan berita yang mungkin dapat mengusik mereka
b. Pelajaran tentang pentingnya menghadirkan kesabaran dalam
menghadapi makar musuh
c. Pelajaran tentang kesadaran akan keniscayaan ujian yang akan
datang silih berganti
d. Pelajaran tentang dakwah yang tidak kenal henti
e. Pelajaran tentang pentingnya para da’i memiliki keunggulan ilmu
f. Pelajaran tentang perlunya melakukan upaya rehabilitasi citra
dakwah.
g. Pelajaran tentang kesiapan para da’i berkontribusi dan memikul
tanggung jawab kenegaraan.
h. Pelajaran tentang keharusan berbuat baik dan memaafkan
kesalahan kaum pendengki
D. RELEVANSINYA DALAM PENDIDIKAN KONTEMPORER.

13
Penuturan kisah-kisah al-Qur‟an sarat dengan muatan edukatif bagi manusia
khususnya pembaca dan pendengarnya. Kisah-kisah tersebut menjadi bagian dari
metode pendidikan yang efektif bagi pembentukan jiwa yang mentaukhidkan
Allah SWT.8 Karena itu ditegaskan Allah SWT “ faqshush alqashash la‟allahum
yatafakkarun”, maka kisahkanlah kisah-kisah agar mereka berpikir.9

Jika kita telaah lebih jauh, kebanyakan ayat-ayat Al-Qur‟an yang terdapat
muatan kisah-kisah turun saat nabi Muhammad SAW di kota Mekkah (periode
Makkiyah). Periode tersebut prioritas dakwah Rasulullah lebih banyak diarahkan
pada penanaman akidah dan tauhid. Hal ini memberikan isyarat bahwa kisah-
kisah sangat berpengaruh bagi upaya untuk mendidik seseorang yang awalnya
belum memiliki keyakinan tauhid menjadi hamba Allah yang bertauhid.

Selain itu pada periode Mekkah, nabi Muhammad juga banyak mengadakan
upaya penanaman akhlak karimah dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat jahilliyah
yang tidak bermoral. Pemberian contoh kisah-kisah umat terdahulu beserta akibat
yang dialami bagi orang yang menentang perintah Allah serta berperilaku tidak
baik secara tidak langsung mengetuk hati orang yang merenungkan hikmah
dibalik kisah tersebut. Kisah menjadi sarana yang lembut untuk merubah
kesalahan dan kekufuran suatu komunitas masyarakat, dengan tidak secara
langsung menggurui atau menyalahkan mereka.

Dalam dunia pendidikan, pola pendidikan yang hanya menggunakan metode


ceramah secara monolog tentu sangat membosankan bagi peserta didik, terlebih di
kalangan peserta didik pemula pada tingkat SD/MI. Seorang pendidik harus
mampu memberikan variasi metode pembelajaran dengan menyisipi berbagai
kisah dan cerita yang relevan dengan kompetensi dan materi pembelajaran.

Kita jumpai bagitu banyaknya penayangan film baik dalam layar lebar
maupun layarkaca, penayangan sinetron, tater, kesenian tradisional wayang dan
ketoprak merupakan bagian tak terpisahkan dari bentuk kisah-kisah atau cerita
yang dikemas dalam berbagai media.

Semua media kisah tersebut tentu memberikan pengaruh bagi sikap (afektif)
maupun kejiwaa para pemirsa maupun pendengarnya. Kenyataan ini menunjukkan
betapa pentingnya kisah-kisah bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, sangatlah
tepat jika dalam al-Qur‟an terdapat kisah-kisah ataupun cerita-cerita yang bisa
dijadikan rujukan bagi kehidupan manusia.

8
Hatta, Jauhar. 2009. “Urgensi Kisah-Kisah dalam Al-Qur‟an al-Karim bagi proses Pembelajaran PAI pada
MI/SD,” dalam Jurnal Al-Bidayah PGMI, Volume II:22

9
22 QS. Al-A‟raf :176

14
Dunia pendidikan pada hakikatnya menjadi upaya menjelaskan hasil
eksperimentasi sebuah kisah kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dalam
pendidikan kisah-kisah yang positif dijadikan rujukan. Pengambilan kisah teladan
ini sekaligus memiliki kesamaan dengan misi al-Qur‟an yaitu membawa manusia
kepada sosok insan paripurna (al-insan al-kamil) yang memiliki budi pekerti yang
luhur (al-akhlaq al-karimah).

Begitu pula selaras dengan misi Rasulullah SAW yang diutus untuk
membawa rahmat bagi alam semesta. Pendidikan yang baik adalah yang juga akan
membawa manusia serta kehidupan di dunia ini bisa sejahtera secara lahir dan
batin, suatu kehidupan yang dipenuhi dengan sikap saling merahmati antar sesama
manusia bahkan juga dengan makhluk lainnya.

Fenomena global warming (pemanasan global) yang saat ini menimpa


masyarakat dunia merupakan salah satu kasus masih jauhnya ralitas kehidupan
manusia di era globalisasi dan industrialisasi dari kesejahtaraan dan rahmat yang
sejati. Terlebih dengan masih banyaknya peperangan dan pertumpahan darah di
muka bumi. Karena itu kemajuan iptek yang tidak dilandasi akhlak yang mulia
bukanlah suatu hasil pendidikan, namun justru akan menghantarkan manusia pada
jurang kehancuran sebagaimana telah dikisahkan dalam al-Qur‟an atas bangsa-
bangsa terdahulu, seperti bangsa Tsamud, bangsa Ad, dan lain sebagainya.

Kisah juga menjadi media yang efektif untuk memberikan peringatan


kepada peserta didik agar tidak terjerumus dalam berbagai kemaksiatan maupun
kejahatan. Dengan suatu cerita atau kisah peserta didik akan mendapat sentuhan
nilai-nilai yang akan berpengaruh terhadap karakternya.

Seorang guru dapat menempatkan kisah atau cerita dalam proses


pembelajaran. Materi pelajaran sangat menentukan pemilihan metode ini. Selain
mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang memang berisi sejarah masa lalu,
pada materi Pendidikan Agama Islam yang lain seperti al-Qur‟an Hadist, Aqidah
Akhlak ataupun Fikih bisa juga memanfaatkan metode pembelajaran yang
menekankan pada kisah-kisah al-Qur‟an. Pemberian kisah-kisah tersebut bisa
disisipkan di tengah-tengah materi pelajaran agar anak didik tidak jenuh dan
bosan terhadap materi.

Disamping itu pula pada pembalajaran al-Qur‟an Hadist diperlukan uraian


dan penjelasan yang disertai cerita-cerita dalam al-Qur‟an untuk menguatkan
penjelasan seorang guru baik dari sebab-sebab turunnya ayat alQur‟an yang
dipelajari atau sebab-sebab munculnya suatu hadist. Sementara dalam
pembelajaran Akidah-Akhlak penggunaan kisah-kisah al-Qur‟an sangat

15
diperlukan agar internalisasi nilai-nilai keimanan benar-benar tertanam pada
pribadi peserta didik. Begitu pula dengan pembentukan pribadi yang berakhlak
mulia, sangat memerlukan contoh-contoh teladan yang bisa dijumpai pada kisah
al-Qur‟an. Sementara dalam pembelajaran Fikih, untuk memberikan semangat
pada peserta didik untuk menjalankan hukum Islam baik berupa ibadah shalat,
puasa, zakat, haji maupun ibadah-ibadah yang lain sangt tepat apabila diberikan
kisah-kisah yang mendukung upaya menunaikan ibadah tersebut, sehingga peserta
didik lebih mudah meneladani dan mengikutinya

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kisah berasal dari kata al-qashshu yang berarti mencari atau


mengikuti jejak. Dikatakan, “qashasshtu atsarahu” artinya, “saya
mengikuti atau mencari jejaknya.” Kata al-qashash adalah bentuk masdar.

Kisah dalam Al-Qur’an diklasisfikasikan menjadi dua macam.


Pertama: dari segi waktu, pertama; kisah hal gaib yang terjadi pada masa
lalu, kedua; kisah hal gaib yang terjadi pada masa Rasulullah, ketiga; kisah
hal gaib yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Kedua: dari segi
materi, pertama; kisah para nabi, kedua; kisah-kisah yang berhubungan
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang
yang tidak dipastikan kenabiannya, ketiga; Kisah-kisah yang berhubungan
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah.

kehidupan keagamaan Yusuf as jauh lebih ditekankan dalam Al-


Qur’an daripada aspek kepribadianya yang lain. Maka kisah ini
mengandung nilai-nilai pendidikan abadi yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan ini. Diantara nilai-nilai itu adalah kedamaian, penghargaan,

16
cinta, toleransi, kejujuran, kerendahan hati, kerjasama, kebahagiaan,
tanggung jawab, kesederhanaan, kebebasan, persatuan, dan kesabaran.
Sifat dari nilai-nilai pendidikan ini bersifat universal serta abadi sebagai
pedoman dalam kehidupan. Lain dari pada itu nilai-nilai tersebut
menguatkan sendi-sendi kehidupan dalam beragama, bermasayarakat,
berbangsa, dan bernegara.

DAFTAR PUSTAKA

Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain


Berikut Asbabun Nuzul Ayat Jilid 1 dan 2, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2013)

TM. Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir,


(Jakarta: Bulan Bintang, 1990)

S.M. Suhufi, Kisah-kisah dalam Al-Qur’an, (Bandung: PT. Al-Bayan, 1994)

Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. (Jakarta: Lentera Antar


Nusa dan Pustaka Islami, 2000)

Ahmad Syadzali, et.al., Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia, Cet. I, 1997).

Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Keistimewaan-keistimewaan Al-Qur’an, terj.


Nur Faizin, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, cet. I, 2001).

Syaikh Manna Al-Qathathan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka


Al-Kautsar, 2006)

17

Anda mungkin juga menyukai