Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengkaji Al-Qur’an, memang sangat jarang kita lakukan dan mungkin


belum pernah kita lakukan karena kita lebih sering “mengaji” yang mana
kita artikan sebagai membaca saja tanpa memahami makna. Memang
membaca saja pun sudah mengandung nilai ibadah, namun hanya dengan
membaca tanpa memahami kita belum bisa mengerti berbagai keajaiban
yang ada di dalam Al-Qur’an. Seperti kita ketahui bahwa Al-Qur’an adalah
mukjizat yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW yang merupakan
mukjizat terdahsyat yang tidak akan termakan zaman. Baginda Nabi pun
berpesan bahwa kita sebagai umatnya harus selalu berpegang pada Al-
Qur’an agar selamat dunia dan akhirat. Maka tentunya sudah menjadi
kewajiban bagi kita untuk mengkaji makna dalam Al-Qur’an, bukan hanya
sekedar membacanya dan menjadikannya pajangan atau hiasan saja.

Wahyu Allah dalam Al-Qur’an menyangkut berbagai hal yang dapat


dijadikan petunjuk bagi manusia, diantaranya adalah melalui kisah-kisah
yang dimuat di dalamnya. Yang pasti adalah semua itu merupakan Wahyu
atau Kalam Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW melalui Malaikat
Jibril. Meskipun kalimat yang digunakan adalah berbahasa Arab, namun
orang Arab sekalipun tidak bisa seutuhnya memahami bahasa dan makna di
dalamnya. Itulah salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur’an yang tidak
mungkin merupakan karya manusia. Sampai sekarang pun tidak akan pernah
habis untuk dikaji isi dalam Al-Qur’an dan tidak akan pernah termakan
zaman.

Kisah atau cerita dalam Al-Qur’an sangat sering disebutkan meskipun


masih jarang yang mengkajinya dibandingkan dengan petunjuk tentang

1
perintah atau hukum-hukum. Dalam Al-Qur’an banyak surat-surat yang
berupa kisah-kisah baik berupa kisah tokoh, ajaran, sejarah, dan lain-lain.
Oleh karena itu makalah ini akan mencoba membahas tentang beberapa
kisah yang ada dalam Al-Qur’an secara umum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi kisah dalam Al-Qur’an?
2. Apa saja macam-macam kisah yang ada dalam Al-Qur’an?
3. Apa saja keistimewaan dan isi dalam kisah dalam Al-Qur’an?
4. Apa saja fakta yang ada dalam Al-Qur’an?
5. Apa hikmah yang didapat dari kisah dalam Al-Qur’an?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengertahui Definisi kisah dalam Al-Qur’an
2. Untuk mengertahui macam-macam kisah yang ada dalam Al-Qur’an.
3. Untuk mengertahui keistimewaan dan isi dalam kisah dalam Al-Qur’an
4. Untuk mengertahui fakta yang ada dalam Al-Qur’an
5. Untuk mengertahui hikmah yang didapat dari kisah dalam Al-Qur’an

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Kisah Dalam Al-Qur’an

Secara terminologi, kata kisah berasal dari bahasa arab, yaitu Qassas.
Kata Qassas sendiri merupakan bentuk jamak dari qisas atau berasal dari
kata al qashasu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Dikatakan, “
qashastu atsarahu” yang artinya saya mengikuti jejaknya. Kata al qashas
adalah bentuk masdar. Seperti fiman Allah:1

ۙ‫قَا َل ذٰكِل َ َما ُكنَّا ن َ ْبغ ِۖ فَ ْارتَدَّ ا عَلٰ ٓى اٰاَث ِرمِه َا قَ َص ًصا‬

Artinya: “Dia (Musa) berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu
keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.”

Maksudnya, kedua orang dalam ayat itu kembali lagi untuk mengikuti
jejak dari mana itu datang. Dan firmannya melalui lisan ibu Musa.

ۖ‫َوقَالَتۡ اِل ُخۡ ِتهٖ قُ ّ ِصيۡ ِه‬


Dan dia (ibunya Musa) berkata kepada saudara perempanMusa, “
ikutilah dia (Musa)...” maksutnya, ikutilah jejaknya sampai kamu melihat
siapa yang mengambilnya.

Maka dari itu Qoshos Al Qur’an adalah pemberitaan Al Qur’an tentang


hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Al Qur’an banyak mengandung
keterangan tentang kejadian masalalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan

1
Manna al Qattan, Mabaith fi ‘Ulum al Qur’an (t.k.t: Maktabah Wahbah. 2000), 300

3
negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua
dengan cara yang menarik dan mempesona.

Kisah memiliki fungsi edukatif yang sangat berharga dalam suatu


proses penanaman nilai-nilai dan ajaran Islam. Islam menyadari sifat
alamiah manusia yang menyenangi seni dan keindahan. Sifat alamiah
tersebut mampu memberikan pengalaman emosional yang mendalam dan
dapat menghilangkan kebosanan serta kejenuhan dan menimbulkan kesan
yang sangat mendalam. Oleh karena itu, Islam menjadikan kisah sebagai
salah satu metode dalam sebuah proses pembelajaran tentang kehidupan. 2

Suatu kejadian yang berkaitan dengan sebab dan akibat dapat menarik
perhatian para pembaca dan pendengar. Apabila kejadian yang tersebut
terselib beberapa macam pesan dan pelajaran yang berkaitan dengan berita
orang-orang terdahulu, rasa ingin tahu merupakan faktor yang paling kuat
yang dapat menanamkan kesan sebuah peristiwa ke dalam hati seseorang.
Nasihat dengan tutur kata yang disampaikan tanpa variasi, tidak akan
mampu menarik perhatian akal bahkan semua isinya tidak akan mudah untuk
dipahami. Akan tetapi, jika nasihat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang
menggambarkan peristiwa dalam realitas kehidupan umat manusia, maka
akan terwujud dengan jelas tujuannya. Orang akan merasa senang
mendengar dan memperhatikan dengan penuh kerinduan

Kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an memang bukan semata-mata


untuk hiburan saja. Kisah yang dimuat di dalamnya pun merupakan kisah
dari para Nabi dan Rasul, orang-orang yang dimuliakan serta kaum atau
golongan yang terpilih tentu saja dengan tujuan agar menjadi contoh dan
dapat diambil sebagai pelajaran. Beberapa bahkan ada yang diabadikan
dalam sebuah nama surat. Seperti surat Ibrahim, Musa, Yusuf, Muhammad,
dan lain-lain. Kemudian ada juga kisah dari kaum atau golongan seperti
dalam surat Al-Kahfi. Kisah-kisah yang disebutkan dalam Al-Qur’an
2
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1997), 97

4
memang sangat menarik untuk dikaji, karena kesemuanya merupakan tanda-
tanda kebesaran Allah untuk dijadikan pedoman hidup manusia.

Firman Allah dalam QS. Yusuf ayat 111:

‫ َما اَك َن َح ِديْ ًث يُ ْفرَت َ ى‬,‫ لَ َقدْ اَك َن يِف قَ َص ِصه ِْم ِعرْب َ ٌة اِل ُوىِل اَأللْ َب ِاب‬...

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi


orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat...”.

Allah telah menyatakan bahwa kisah-kisah yang tertera dalam Al-


Quran adalah sebaik-baik kisah. Sebab, kisah-kisah yang terkandung dalam
Al-Quran al Karim memuat kesempurnaan tingkat tinggi dalam hal balaghah
dan kemuliaan makna.

Firman Allah dalam QS. Yusuf ayat 3:

‫حَن ْ ُن ن َ ُق ُّص عَلَ ْي َك َْأح َس ُن الْ َق َص ِص ِب َما َأ ْو َح ْينَا ل َ ْي َك َه َذا ال ُق ْرآ َن‬...
‫ِإ‬
“Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al-Quran ini kepadamu…”.
Kisah berasal dari bahasa Arab qashsha yaqushshu qishshatan artinya
potongan, berita yang diikuti, dan pelacakan jejak. Kisah dalam ketiga arti
ini dipergunakan juga dalam surah Ali ‘Imran [3: 62], al A’raf [7: 7, 176],
Yusuf [12: 3, 111], al-Kahfi [18: 64], Taha [20: 99], al-Qashas [28: 11, 25],
Ali ‘Imran [3: 62], Yusuf [12: 3, 111], al-A’raf [7: 7, 176], dan an-Naml [27:
76].

Terminologi pengertian kisah (khususnya dalam Al-Qur’an) secara


etimologis dapat diartikan sebagai suatu fragmen atau potongan-potongan
dari berita-berita tokoh atau umat terdahulu yang dimuat dalam Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an kisah seringkali digunakan sebagai media untuk


menyampaikan ajaran, bahkan ada beberapa surah secara dominan

5
menyajikannya, seperti surah Yusuf, Al-Kahfi, Maryam, Al-Anbiya, dan Al-
Qashash.

Kisah dalam Al-Qur’an bukan merupakan karya sastra yang bebas baik
dalam tema, teknik pemaparan ataupun setting peristiwa-peristiwanya,
sebagaimana terdapat dalam kisah pada umumnya, melainkan sebagai suatu
media Al-Qur’an untuk mencapai tujuan yang mulia. Tema, teknik
pemaparan dan setting peristiwa, kisah-kisah dalam Al-Qur’an senantiasa
tunduk kepada tujuan keagamaan, namun ketundukan ini tidak menghalangi
munculnya karaketeristik seni dalam pemaparannya, sehingga kisah dalam
Al-Qur’an merupakan perpaduan antara aspek seni dan aspek keagamaan.3

Menurut Muhammad Ahmad Khalafullah, kisah adalah karya sastra


yang merupakan hasil imajinasi pembuat kisah bagi peristiwa yang telah
terjadi dari tokoh yang tidak ada, atau peristiwanya ada tapi tokohnya
imajinatif, atau tokohnya ada tapi peristiwanya imajinatif, atau peristiwanya
ada, tokohnya ada, tapi dalam tuturan kisah didasarkan pada seni sastra, atau
memasukkan hal realistis dalam hal yang imajinatif. Kemudian ia membagi
kisah dalam Al-Qur’an dalam tiga kriteria, yaitu tarikhiyyah (sejarah,
tokohnya memang benar ada), tamsiliyyah (perumpamaan), dan usthurah
(legenda, tidak nyata) .

Pendapat Ahmad Khalufflah tersebut menimbulkan banyak kritikan


karena dinilai sangat kontroversial oleh kalangan ulama’ bahkan mungkin
sampai sekarang. Namun sebagai pegangan kita agar menambah keyakinan
yaitu kembali kepada QS. Yusuf ayat 111 bahwa kisah dalam Al-Qur’an
bukanlah kisah yang dibuat-buat. Ini menunjukkan bahwa kisah yang ada
adalah benar adanya.

3
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an, (Yogyakarta:
Titian Ilahi, 1997), hlm. 65-66.
Muhammad Ahmad Khalafullah, The Narrative Art in the Holy Qur’an (Al-fann al-Qashashiy
Fi Al-Qur’an) hlm.152. (file pdf diunduh dari www.Muhammadanism.org)

6
Kemudian masih menurut Ahmad Khalufflah, pendistribusian unsur-
unsur kisah pada kisah-kisah dalam Al-Qur’an selaras dengan perkembangan
dakwah Islam. Oleh karena itu, terkadang yang menonjol adalah unsur-unsur
peristiwa jika kisah itu dimaksudkan untuk menakut-nakuti dan memberi
peringatan. Terkadang yang menonjol adalah unsur pelaku jika kisah itu
dimaksudkan untuk memberi kekuatan moral dan kemantapan hati Nabi
Muhammad beserta pengikutnya. Akan tetapi, terkadang yang menonjol
adalah unsur dialog jika kisah itu dimaksudkan untuk memertahankan
dakwah Islam dan membantah para penentangnya4.

Tujuan kisah dalam al-Qur’an menjadi bukti yang kuat bagi umat
manusia bahwa al-Qur’an sangat sesuai dengan kondisi mereka. Karena
sejak kecil sampai dewasa dan tua sangat suka dengan kisah. Apalagi jika
kisah itu memiliki tujuan yang ganda, yakni di samping pengajaran dan
pendidikan juga berfungsi sebagai hiburan. Bahkan di samping tujuan yang
mulia itu, kisah-kisah tersebut diungkapkan dalam bahasa yang sangat indah
dan menarik. Menjadikan orang yang mendengar dan membacanya sangat
menikmatinya.5

Menurut Nashruddin Baidan, maksud dari tujuan pokok ialah


merealisir tujuan umum yang dibawa oleh al-Qur’an untuk menyeru dan
memberi petunjuk kepada manusia ke jalan yang benar. Agar mereka selamat
di dunia dan akhirat.6 Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki menyatakan bahwa
kisah dalam al-Qur’an mempunyai tujuan yang tinggi. Tujuan tersebut ialah
menanamkan nasihat dan pelajaran yang dapat di ambil dari peristiwa masa
lalu.

4
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an Makna di Balik Kisah Ibrahim, (Yogyakarta: LkiS,
2008), hlm. 182.
5
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 230.
6
Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Keistimewaan-keistimewaan al-Qur’an, ter. Nur Faizin,
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), 46

7
2. Macam-macam kisah dalam Al Qur’an
Pembagian kisah dapat pula ditinjau dari dua segi, yaitu segi waktu dan
materi:7
a. Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam al
Qur’an, maka dapat di bagi menjadi tiga macam. Tiga macam kisah
tersebut ialah sebagai berikut: 1) Kisah ghaib pada masa lalu, Kisah
ghaib pada masa lalu ialah kisah yang menceritakan kejadian-kejadian
ghaib yang sudah tidak bisa di tangkap oleh panca indera yang terjadi
pada masa lampau, seperti kisah Maryam, kisah Nabi Nuh, dan kisah
ashab al-Kahf.8 2) Kisah ghaib pada masa kini, Kisah ghaib pada masa
kini adalah kisah yang menerangkan keghaiban pada masa sekarang, dan
yang menyingkap rahasia orang-orang munafik, seperti kisah yang
menerangkan kaum munafik, kisah yang menerangkan keadaan manusia
saat terjadinya hari akhir, dan pencabutan nyawa manusia oleh para
malaikat. 3) Kisah ghaib pada masa yang akan datang Kisah ghaib pada
masa yang akan datang ialah kisah kisah yang menceritakan beberapa
peristiwa yang akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya al-
Qur’an. Kemudian peristiwa tersebut benar benar terjadi. Oleh karena
itu, pada masa sekarang merupakan peristiwa yang di kisahkan telah
terjadi, seperti jaminan Allah swt. Terhadap keselamatan Nabi
Muhammad sawdari penganiayaan orang banyak orang yang mengancam
akan membunuhnya pada saat itu (surat al-Ma‟idah [05]: 64),
kemenangan bangsa Romawi atas Persia (surat ar- Rum: 1-4), dan
kebenaran mimpi Nabi Muhammad saw yang dapat masuk Masjidil
Haram bersama para sahabat dalam keadaan sebagian dari mereka
bercukur rambut dan yang lain tidak (surat al-Fath: 27).

7
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), 293-294
8
Ibid, 296-297

8
b. Di tinjau dari segi materi, Jika ditinjau dari segi materi yang diceritakan,
maka kisah al-Qur’an di bagi menjadi tiga macam, yaitu: Kisah para
nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-
mukjizat yang memeperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang
memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta
akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan
golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa,
Muhammad dan nabi-nabi serta rasul lainnya. Kisah-kisah yang
berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu
dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiaanya. Misalnya kisah
orang yang keluar dari kampung halaman, yang beribu-ribu jumlahnya
karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang putra adam, penghuni
Gua. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa Rasulullah, seperti perang badar dan perang Uhud
dalam surah Ali Imran, perang Humain dan Tabuk dalam surah at
Taubah, perang Ahzab dalam surah Al Ahzab.
3. Keistimewaan dan Isi Kisah Dalam Al-Qur’an
Kita semua telah mengetahui bahwa tidak akan ada keraguan tentang
segala yang ada dalam Al-Qur’an. Kebenarannya sudah tidak dapat lagi
disangkal oleh siapapun dari zaman dulu dan sampai kiamat nanti. Kurang
lebih seperti itulah yang dapat kita pahami dari jaminan kebenaran dan
keabsolutan Al-Qur’an seperti yang Allah firmankan di dalamnya.
Kemukjizatan Al-Qur’an tidak dapat ditandingi oleh kitab atau karya apapun
di dunia ini karena juga merupakan bukti kekuasaan Allah yang diwahyukan
kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW. Maka apapun yang secara
tertulis ada dalam Al-Qur’an adalah sempurna baik dari segi bahasa, tata
bahasa, dan lain-lain. Begitu juga kisah-kisah yang ada di dalamnya adalah
kisah terbaik karena bersumber dari sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT.

9
Berikut ini adalah beberapa kisah dari banyaknya kisah yang ada di
dalam Al-Qur’an yang dapat diambil garis besar kisahnya.
1) Kisah tentang proses kenabian, contohnya seperti dalam kisah Nabi
Muhammad, Nabi Ibrahim dan Nabi Yusuf
2) Kisah tentang asal-usul kelahiran Nabi, seperti dalam kisah Nabi Isa
3) Kisah yang mendung ujian kesabaran, seperti kisah Nabi Ismail semasa
kecil
4) Kisah kaum yang dihancurkan, contohnya kisah kaum sodom pada masa
Nabi Luth dan kaum Nabi Nuh yang membangkang
5) Kisah orang yang berhasil disesatkan setan, seperti dalam kisah dua anak
Adam Qabil dan Habil
6) Kisah tentang sebuah Negeri, seperti kisah Saba’
7) Kisah seseorang yang diselamatkan, seperti kisah seorang pria yang
melewati sebuah negeri yang sudah hancur kemudian ia dimatikan
selama seratus tahun dan dihidupkan kembali9
8) Kisah kaum yang diselamatkan, seperti kisah Ashabul Kahfi
9) Kisah orang yang diberi hikmah, seperti kisah Luqman
10) Kisah pelajaran untuk berlaku rendah hati, seperti dalam kisah Nabi
Khadlir dan Nabi Musa.

Itulah beberapa kisah dari banyak kisah yang ada di dalam Al-Qur’an
yang belum bisa semuanya tertulis dalam makalah ini karena tentunya
merupakan keterbatasan penulis. Namun yang dapat diambil kesimpulan
adalah semua kisah yang ada di dalam Al-Qur’an adalah mutlak bersumber
dari Allah, dan dapat dipahami banhwa semua kisah itu merupakan pelajaran
bagi umat manusia sesudahnya sampai akhir zaman nanti. Di dalam kisah-
kisah tersebut ada yang mengandung ajaran atau perintah agama, pedoman
berperilaku sesuai perintah Allah, larangan yang dilarang Allah, dan lain-
lain.
9
Shalah Al-Khalidi, Kisah-Kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu Jilid-3,
penerjemah:Setiawan Budi Utomo, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 57.

10
4. Fakta Tentang Kisah Dalam Al-Qur’an
Setelah membaca beberapa referensi penafsiran kisah dalam Al-
Qur’an, maka mungkin dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan
dengan kisah dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Tema sentral ayat-ayat yang memuat kisah dalam Al-Qur’an adalah kisah
nabi dan umat terdahulu. Akan tetapi, secara perlahan, para pembaca atau
pendengar digiring ke ajaran-ajaran agama yang universal. Hal ini bisa
dijadikan bukti atas komitmen kisah-kisah dalam Al-Qur’an ke dalam
tujuan keagamaan.10
2) Kisah-kisah tentang nabi seperti kisah Nabi Musa, Nabi Ibrahim, dan
Nabi Adam tidak terhimpun dalam satu surat dan diceritakan tidak secara
runtut, atau dapat dikatakan berpencar dalam surat-surat atau ayat yang
berbeda.
3) Tidak semua kisah menceritakan sejarah asal usul seseorang atau Nabi
secara detail. Misalnya seperti kisah Luqman yang tidak dijelaskan asal-
usulnya dan sebagainya. Mungkin bisa dibandingkan dengan kisah Nabi
Ibrahim yang lebih detail. Namun pada intinya semua yang dikisahkan
adalah sebagai petunjuk dan pelajaran dari Allah SWT.
4) Kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an juga merupakan bukti bahwa Al-
Qur’an bukanlah karya Nabi Muhammad SAW seperti yang dituduhkan
orang-orang kafir, melainkan wahyu dari Allah dan hanya Allah Yang
Maha Mengetahui hakikat kebenaran kisah-kisah tersebut.
5) Keabsolutan atau keabadian Al-Qur’an juga dibuktikan melalui kisah-
kisah yang ada di dalamnya. Karena dalam kisah tersebut tidak akan
pernah habis untuk diambil hikmahnya sampai kapanpun meskipun sudah
terjadi pada puluhan abad yang lampau.
6) Kisah yang tidak diceritakan secara rinci kemudian dijelaskan oleh Nabi
Muhammad SAW melalui hadits.
10
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an Makna..., hlm. 29.

11
Itulah beberapa fakta yang dapat “dibaca” dari kisah-kisah yang ada
dalam Al-Qur’an, karena masih sangat banyak fakta yang bisa ditemukan
bila dikaji menggunakan disiplin ilmu tertentu, misalnya dengan
pendekatan ilmu stilistika.
5. Hikmah Kisah-Kisah Dalam Al-Quran
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin v menyebutkan sejumlah
hikmah di balik kisah-kisah yang berterbaran dalam Al-Quran, antara lain11:
1) Menjelaskan hikmah Allah Ta’ala yang terkandung dalam kisah-kisah
tersebut.
2) Menjelaskan keadilan Allah dengan memberikan siksa kepada para
pendusta.
3) Menjelaskan karunia Allah yang telah memberikan pahala kepada
orang-orang mukmin.
4) Sebagai hiburan bagi Nabi Muhammad saat menghadapi orang-orang
yang mendustakan beliau.
5) Memberikan motifasi kepada kaum mukminin untuk teguh di atas
keimanan dan berusaha menambahnya. Hal tersebut dapat terwujud
dengan mengetahui kesuksesan orang-orang mukmin terdahulu. Allah
Ta’ala berfirman, “Maka Kami telah memperkenankan do`anya dan
menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikianlah Kami
selamatkan orang-orang yang beriman.” (Al-Anbiya’ : 88).
6) Memberikan peringatan kepada orang-orang kafir agar tidak
berkelanjutan dalam kekafiran mereka.
7) Membuktikan kebenaran risalah Nabi Muhammad. Sebab, yang
mengetahui hakikat kisah umat-umat terdahulu hanyalah Allah.

11
http://majudenganilmu.wordpress.com/author/majudenganilmu/ . Diakses pada 18 Oktober
2022.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan antara


lain:

1. Kisah-kisah yang ada di dalam Al-Qur’an adalah murni datangnya dari


Allah sebagai petunjuk bagi orang-orang yang berakal.
2. Kisah-kisah dari orang terdahulu yang ada dalam Al-Qur’an bertujuan
untuk memberikan pelajaran kepada umat sesudahnya.
3. Tidak penting dan tidak layak bagi kita menambah-nambahi kisah yang
Allah tidak menceritakannya dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad
SAW. tidak memberi penjelasannya melalui hadits karena itu artinya tidak
perlu untuk diketahui.
4. Setiap kajian keilmuan, dalam hal ini tentang kisah dalam Al-Qur’an
merupakan hazanah keilmuan yang dapat kita ambil manfaat jika itu baik
dan dapat kita renungkan kembali apabila dirasa ada kekeliruan di
dalamnya untuk menambah keyakinan dan keimanan kita.
5. Yang terpenting dari semua kisah yang ada adalah dapat diambil hikmah
dari setiap kisah yang telah terjadi, bukan lagi tentang identitas atau asal-
usul pelaku cerita melainkan sosok tersebut kita jadikan panutan bila
menunjukkankan kebaikan dan kita tidak tiru jika merupakan contoh dari
yang dimurkai Allah.
B.

13
C. Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwasannya masih banyak kesalahan
yang terdapat di makalah ini. Jadi kami mohon terhadap pembaca teman-
teman mahasiswa ataupun dosen yang membacanya tolong memberi
tanggapan supaya kedepannya penulis bisa menulis dengan lebih baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al Qattan, Manna, 2000. Mabaith fi ‘Ulum al Qur’an .t.k.t: Maktabah Wahbah

Al-Khalidi, Shalah. 2000. Kisah-Kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-Orang

Dahulu Jilid-3. (penerjemah:Setiawan Budi Utomo). Jakarta: Gema

Insani.

Baidan, Nashruddin 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Djalal, Abdul, 2008. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.

http://majudenganilmu.wordpress.com/author/majudenganilmu/

Khalafullah, Muhammad Ahmad. 1999. The Narrative Art in the Holy Qur’an

(Al-fann al-Qashashiy Fi Al-Qur’an). (file pdf tahun 2006, diunduh dari

www.Muhammadanism.org).

Muhammad Alwi al-Maliki, Sayyid, 2001. Keistimewaan-keistimewaan al-

Qur’an, ter. Nur Faizin. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Nata, Abudin, 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.

Qalyubi, Syihabuddin. 1997. Stilistika al-Qur’an Pengantar Orientasi Studi al-

Qur’an. Yogyakarta: Titian Ilahi.

Qalyubi, Syihabuddin. 2008. Stilistika al-Qur’an Makna di Balik Kisah

Ibrahim.Yogyakarta: LkiS.

15
16

Anda mungkin juga menyukai