Anda di halaman 1dari 15

NAMA : MUHAMMAD SUFI

KELAS : KPI 5B

NIM : 2022022

KOMUNIKASI DAKWAH DALAM FILM QODRAT


(Analisis Semiotika Dalam Film)

1. Latar Belakang

Setiap individu memiliki hasrat untuk berbicara, agar bisa mengungkapkan pendapat dan
menyampaikan informasi yang dimilikinya. Karena pada dasarnya manusia serba ingin tahu.
Disisi lain, dengan adanya kemampuan berkomunikasi yang baik, seseorang bisa
merumuskan ide dan gagasan serta kemampuan daya nalar sehingga bisa menyebutkan apa
saja yang ditunjuk. Hal itu merupakan satu langkah terciptaanya ilmu pengetahuan.
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara langsung,
maupun tidak langsung melalui media.1

Komunikasi adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Sebagai
makhluk sosial tentunya tak lepas dari interaksi dengan manusia lainnya dalam
keberlangsungan hidupnya. Artinya adalah manusia memiliki ketergantungan dengan
manusia lainnya. Secara umum pengertian komunikasi sudah banyak dijelaskan oleh para
ahli. Secara sederhananya, komunikasi merupakan sebuah proses pengiriman pesan/informasi
antara komunikan dan komunikator dimana puncak dari komunikasi itu adalah umpan balik
atau feedback. Di era globalisasi sekarang ini, teknologi berkembang semakin pesat sehingga
membuat bentuk penyampaian pesan/informasi pun menjadi beragam, yang menjadi salah
satu bentuk penyampaian pesan tersebut dalam bentuk film, dimana dalam sebuah film pasti
akan ada pesan atau komunikasi di dalamnya. Fungsinya tidak hanya sekedar menghibur,
film juga memiliki fungsi lain , seperti fungsi edukatif dan fungsi informatif. Salah satu yang
disampaikan melalui film adalah pesan-pesan yang bersifat horror namun memiliki pesan
dakwah didalamnya atau ajaran agama.2

1
Onong Uchayan Effendi, Dinamika Komunikasi, (Bandung Remaja Rosdakarya, 1986), hlm. 5
2
Sri Wahyuningsih, “Memahami Representasi Pesan-Pesan Dakwah Dalam Film Melalui Analisis Semiotik”,
(Surabaya: Media Sahabat Cedikia, 2019), hlm. 16
Menurut Ariel Heryanto (2017), orang menonton film cenderung karena menyukai film
tersebut. Dalam perspektif teoritis, kesukaan (preferensi) juga akibat dari proses pengondisian
yang terus menerus. Teori pengondisian (conditioning theory), menyatakan bahwa proses
menjadi suka disebabkan pengulangan-pengulangan terpaan pesan.3 Film horor cukup
berkembang di Indonesia, dapat dilihat beberapa pertumbuhan film horor dari segi judul
cukup banyak di Indonesia. Dalam film-film horor terungkap secara implisit maupun eksplisit
pesan-pesan atau makna ajaran agama, baik itu melalui adegan non-verbal maupun verbal
yang dikemas dengan baik. Namun ada beberapa pesan atau amanat yang disampaikan di
dalam film tidak mudah untuk di tangkap.

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang sangat mempengaruhi pola
perilaku manusia. Sejak awal kemunculan film di Indonesia mengalami perkembangan yang
pasang surut pada periode 1998-2019. Periode tersebut diwarnai oleh film-film dengan genre
yang berbeda namun masih begitu banyak kelemahan sehingga menghambat kemajuan film
Indonesia. Film di bagi menjadi dua kategori, yaitu film cerita dan film non cerita. Film fitur
diproduksi berdasarkan cerita yang disusun dan dilakukan oleh aktor dan aktris lain.
Sedangkan film non cerita mengambil realitas sebagai subjeknya. 4 Media massa begitu
berkembang pesat di Indonesia yang harus di topang oleh institusi pengontrol serta
seperangkat aturan yang jelas konsepnya sekaligus pelaksanaanya.5

Film merupakan media elektronik yang paling tua diantara media lainnya, apalagi setelah
film berhasil menunjukkan gambar-gambar hidup yang seolah-seolah memindahkan realitas
kehidupan di sebuah layar. Film megandung fenomena sosial, psikologi, dan estetika secara
bersamaan yang kompleks yang berupa dokumen terdiri dari cerita dan gambar yang diiringi
kata-kata dan musik. Film akan selalu mempengaruhi dan membentuk kebiasaan masyarakat
berdasarkan muatan pesan dalam film yang di tonton.

Dalam menyampaikan pesan kepada khalayak, biasanya sutradara menggunakan


imajinasinya untuk mempresentasikan sebuah pesan melalui sebuah film dengan
menghubungkan unsur-unsur yang menyangkut eksposisi (penyajian langsung atau tidak
langsung).

3
Redi Panuju, “Film Sebagai Proses Kreatif”, (Malang: PT. Cita Intrans Selaras, 2019), hlm. 34-35
4
Said Rahmat Hidayat, Skripsi: Representasi Nilai-nilai Islam, Film “InsyaAllah Sah (Analisis Semiotika
Roland Barthes)” (RIAU: YLPI, 2020) hlm, 2
5
Kuswandi, Wawan, “Komunikasi Massa”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.13
Sistem semiotika yang lebih penting dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis,
yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu yang digunakan dalam film mengisyaratkan
pesan kepada penonton.6 Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Semiotika atau, dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).7 Film biasanya mempunyai
makna seperti yang telah dikemukakan oleh Roland Barthes, yaitu penanda (signifer) dan
pertanda (signified). Semiotika adalah suatu bidang studi ilmu atau metode analisis untuk
mengkaji tanda dalam suatu konteks skenario, gambar, teks, dan adegan dalam sebuah film
sehingga menjadi sesuatu yang dapat dimaknai. Kata “semiotika” berasal dari Yunani,
Semeion yang berarti “tanda” atau Seme yang berarti “penafsir tanda”. (Kurniawan, 2001 :49
dalam Mudjiono, 2011 :129).

Sofianjaya (2018) menulis 5 alasan menonton film di bioskop: 1) film yang diadaptasi
dari novel, 2) memiliki kesamaan dengan film tersebut, 3) suka dengan genrenya, 4) sensasi
menonton bersama-sama, 5) refreshing atau menemani teman. 8 Pada tahun 1980-an, banyak
film yang tayang merupakan film yang diadaptasi dari novel atau komik yang sedang sukses
dipasaran. Karena ada timbal balik antara siklus produksi novel-film. Ada beberapa hal yang
terjadi di khalayak, novel menjadi lebih terkenal setelah di filmkan, begitu juga sebaliknya.
Penyebabnya adalah mereka yang sudah menonton film merasa penasaran dengan cerita dari
novel, dan juga yang sudah membaca novel merasa penasaran dengan filmnya.

Qodrat adalah sebuah film horor aksi religi Indonesia tahun 2022 yang disutradarai oleh


Charles Gozali. Film yang dibintangi oleh pasutri Vino G. Bastian dan Marsha
Timothy sebagai pemeran utama ini ditayangkan di bioskop Indonesia pada 27 Oktober 2022.
Film yang becerita tentang Berpuluh-puluh tahun lalu, Ustaz Qodrat (Vino G. Bastian) selaku
pemilik ilmu rukiah, gagal merukiah Alif Al-Fatanah (Jason Bangun), anaknya sendiri, yang
dirasuki setan bernama Assuala. Qodrat pun memutuskan untuk pulang ke pesantren di desa
tempat ia menuntut ilmu. Namun, ketika sampai di sana, Qodrat justru kebingungan karena
pesantren tersebut diisi oleh gangguan-gangguan yang tak dapat dijelaskan. Hal ini
mengakibatkan Qodrat harus merukiah Alif Amri (Keanu Azka), anak bungsu Yasmin

6
Asnat Riwu dan Tri Pujiati, “Analisis Semiotika Roland Barthes pada Film 3 Dara”, Jurnal Sastra Indonesia
Pamulang, Vol. 10 No.03, September-Desember 2018, hlm. 212-223
7
Oseani Umi Damayanti, Ahmad Toni, “Analisis Film Dokumenter Citizen Four Karya Laura Poitras”, Jurnal
Lingkar Studi Komunikasi, Vol. 4 No. 2, September 2018, hlm.147
8
Redi Panuju, …hlm 35
(Marsha Timothy), yang memiliki kesamaan nama dengan almarhum anaknya.9 Laporan Box
Office: Film Qodrat Raih 865 Ribu Penonton dalam 8 Hari, Diprediksi Tembus 1 Juta Akhir
Pekan Ini, Pencapaian film Qodrat disampaikan Vino G. Bastian lewat akun Instagram
terverifikasi, Jumat (4/11/2022), seraya mengunggah infografis perolehan jumlah penonton
hingga Kamis (3/11/2022) malam.10
Dalam film “Qodrat” memiliki beberapa scene yang memperlihatkan nilai-nilai islam,
yaitu nilai aqidah, nilai moral, dan nilai sosial, nilai-nilai tersebut sangat berkaitan erat
dengan kehidupan sehari-hari.

Penelitian tentang analisis semiotika sebuah film tentunya bukan lagi sebuah penelitian
yang baru. Sebelumnya juga telah banyak penelitian yang menganalisis makna dari sebuah
film menggunakan analisis Roland Barthes maupun analisis lainnya.

Alasan peneliti memilih untuk menggunakan analisis semiotika adalah untuk


menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda di masyarakat, teori semiotika sangat penting
untuk dipelajari karena merupakan sistem bahasa kedua, yang mana bahasa yang digunakan
bukan bahasa biasa, sehingga memerlukan interpretasi makna untuk menyampaikan pesan
dengan makna yang serupa.

Dalam semiologi Barthes, denotasi merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, dan
konottasi berada ditingkat kedua. Namun dalam hal ini makna denitasi lebih diasosiasi
dengan ketertutupan makna. Untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif
tersebut, Barthes mencoba untuk melawan dan menyingkirkan serta menolaknya. Bagi
Barthes yang ada hanyalah Konotasi. Lebih lanjut Barthes mengatakan bahwa makna harfiah
ini adalah sesuatu yang bresifat alami yang biasa dikelan dengan teori signifikansi. Hal ini
berlandaskan teori tentang tanda yang pernah dikemukakan oleh Ferdinand De Saussare,
hanya saja setelah itu dilakukan perluasan makna yang berlangsung dalam dua tahap, yaitu
tanda Penanda dan Petanda. Pada tahap pertama, penanda dan petanda menyatu sehingga
dapat membentuk penanda pada tahap kedua, kemudian pada tahap kedua, penanda dan
petanda yang telah menyatu dapat membentuk petanda baru yang merupakan perluasan
makna dari tahap sebelumnya.

Sudah disebutkan sebelumnya bawah dalam film Qodrat terdapat begitu banyak pesan
dakwah yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu untuk mengungkap komunikasi
9
https://id.wikipedia.org/wiki/Qodrat, diakses 9 November 2022
10
https://www.liputan6.com/showbiz/read/5116331/laporan-box-office-film-qodrat-raih-865-ribu-penonton-
dalam-8-hari-diprediksi-tembus-1-juta-akhir-pekan-ini, diakses 9 November 2022
dakwah yang terkandung, maka peneliti menggunakan analisis semiotika Roland Barthes
melalui beberapa masalah.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uaraian yang ada pada latar belakang penelitian ini, maka penulis membuat
sebuah rumusan masalah, yakni; bagaimana representasi nilai-nilai islam dalam film
“Qodrat” dengan menggunakan teknik analisis semiotika Roland Barthes?

2. Tujuan Penelitian

Tujuan adanya penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang representasi nilai-nilai islam
dalam film “Qodrat” dengan menggunakan teknik analisis semiotika Roland Barthes.

3. Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini bisa bermanfaat untuk pembaca, baik itu secara teoritis
maupun praktis. Manfaat secara teoritis, penulis berharap agar penelitian ini bisa bermanfaat
baik untuk pengembangan teori pada analisis semiotika maupun referensi bagi peneliti lain
yang jika hendak melakukan penelitian yang serupa. Sedangkan secara praktis, diharapkan
penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai representasi nilai-nilai Islam dalam film
“Qodrat”.

BAB II

Landasan Teori
1. Teori Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes merupakan anak kelahiran tahun 1915, Ia lahir ditengah-tengah keluarga
kelas menengah Prostetandi Cherbourgh dan kemudian di besarkan di Bayonne, kota kecil
dekat pantai Atlantik disebelah barat daya Prancis. Barthes dikenal sebagai salah seorang
pemikir strukturalis yang suka mempraktikkan metode linguistik dan semiologi Saussaure. Ia
juga salah satu intelektual dan kritikus ternama sastra Prancis. Barthes adalah penerus
pemikiran Saussure. Saussure tertarik dengan cara pembentukan kalimat yang kompleks dan
cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi ia kurang tertarik dengan kenyataan
bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda dalam situasi yang
berbeda. Telah banyak buku yang ditulis oleh Barthes, dan beberapa diantaranya menjadi
rujukan penting untuk pembelajaran semiotika di Indonesia.

Pemikiran Barthes dipengaruhi oleh Saussure tentang semiotika, hanya saja keduanya
memiliki perbedaan, yakni; Saussure mengintrodusir istilah signifier dan signified yang
berkenaan dengan lambang atau teks dalam suatu pesan, sedangkan Barthes menggunakan
istilah denotasi dan konotasi untuk menunjukkan tingkatan-tingkatan makna. Sistem denotasi
adalah sistem pertanda tingkat pertama, yang terdiri dari rantai penanda dan petanda, yaitu
hubungan materialitas. Sedangkan pada sistem konotasi, yaitu sistem penanda tingkat kedua
rantai penanda atau petanda pada sistem denotasi menjadi penanda dan selanjutnya berkaitan
dengan petanda yang lain pada rantai pertandaan yang lebih tinggi.

Makna denotasi bersifat objektif (first order) yang berada ditingkat pertama, makna ini
dapat diberikan kepada lambang-lambang, yaitu dengan mengaitkan secara langsung antara
lambang-lambang dengan realitas atau gejala yang ditunjuk. Adapun makna konotasi adalah
makna yang dapat diberikan kepada lambang-lambang dengan mengacu pada nila-nilai
budaya oleh karena itu berada ditingkatan kedua (second order).

Barthes meneruskan pemikirannya dengan menekankan interaksi antara teks bersamaan


dengan pengalaman personal serta kultural sang pengguna. Gagasan ini dikenal dengan “Two
order of signification” mencakup makna denotasi (makna yang sebenarnya) dan juga makna
konotasi (makna ganda yang terlahir dari dari pengalaman budaya dan personal).

Makna denotasi bersifat langsung, maksudnya adalah makna khusus yang terdapat dalam
suatu tanda dan pada intinya bisa disebut juga sebagai gambaran dari sebuah petanda. Makna
ini biasanya mengacu pada penggunaan bahasa yang sesuai dengan makna yang sebenarnya
seperti apa yang diucapkan. Barthes juga menggunakan makna konotasi, yang mana makna
ini menunjukkan signifikansi terhadap kedua. Hal ini dapat digambarkan sebagai interaksi
yang terjadi ketikka tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari para pembaca serta nilai-
nilai dari kebudayaan. Konotasi juga memiliki makna yang subjektif atau paling tidak
intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah sesuatu yang dapat digambarkan tanda
terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah begaimana cara menggambarkannya.
Makna konotasi bekerja dalam tingkatan subjektif sehingga kehadirannya seringkali tidak
disadari. Para pembaca kerap membaca makna konotasi sebagai makna denotasi. Karena itu,
salah satu tujuan analisis semiotika adalah menyediakan metode analisis dan kerangka
berpikir dan mengatasi terjadinya salah baca atau salah dalam mengartikan makna suatu
tanda.11

Peta Semiotika Roland Barthes

1. Signifier (penanda)
2. Signified (petanda)
3. Denotative Sign (tanda denotatif)
4. Connotative Sign (tanda konotatif)
Tabel 1.1

Dari peta diatas, dapat dilihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan
petanda(2). Akan tetapi, disaat yang bersamaan, tanda denotatif juga merupakan tanda
konotatif (4). Jadi, dalam konsep Barthes ini, benda konotatif tidak sekedar memiliki makna
tambahan tetapi juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang mejadi landasan
keberadaannya.

Selain dua teori signifikansi dan mitos yang sudah disebutkan sebelumnya, Barthes juga
mengemukakan ada lima jenis kode penandaan, kode tersebut seringkali digunakan dalam
teks;

a. Kode Hermeneutik, yang merupakan harapan yang dimiliki para pembaca untuk
mendapatkan kebenaran atas pertanyaan yang muncul dalam sebuah teks.
b. Kode Proaretik, kode ini umumnya dimiliki oleh karya fiksi seperti novel. Barthes
mengatakan bahwa tidak ada karya fiksi yang tidak memiliki kode ini. Kode ini juga
biasa disebut sebagai suara empirik. Barthes juga mengemukakan bahwa kode ini
merupakan perlengkapan utama teks yang dibaca orang.

11
Indiawan Seto wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi
Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), hal. 21-22.
c. Kode budaya, kode ini merupakan kode yang bersumber dari pengalaman manusia,
sebagai referensi kepada sebuah lembaga ilmu pengetahuan.
d. Kode semik, yang merupakan kode penghubung konotasi dari orang, objek, dan
tempat yang pertandanya adalah karakter.
e. Kode simbolik, adalah suatu yang bersifat tidak stabil, dan bisa ditentukan dengan
berbagai bentuk sesuai dengan pendekatan sudut pandang yang digunakan.

2. Film sebagai Komunikasi

Film merupakan bagian dari media massa yang sifatnya sangat kompleks. Kemunculan
film tak lepas dari perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, sehingga mampu
menghadirkan pencapaian yang begitu besar dalam bahasa visual dalam bentuk seni film.
Sebagai bagian dari industri, film juga memiliki arti sebagai sesuatu bagian dari produksi
ekonomi di suatu masyarakat dan film mesti dipandang dalam hubungannya dengan produk-
produk lainnya.12

Melihat perkembangan dakwah di kalangan masyarakat, yang kini semakin mnegingkat,


maka tuntutan semakin beragam pula, sehingga membuat dakwah tidak lagi bisa dilakukan
dengan cara tradisional. Oleh karena itu dakwah harus dikemas secara tepat agar menarik
perhatian.

Film sangat memengaruhi kejiwaan para penontonnya. Hal ini seringkali di lihat dari pola
perilakunya, dari mulai cara makan, berpakaian, dan bersikap. Maka dari itu, film yang
berkualitas dan memuat pesan dakwah di dalamnya juga akan ikut memengaruhi pola
perilaku penontonnya, salah satu contohnya adalah film “Merindu Cahaya de Amstel”.
Dalam suatu proses menonton film, seringkali terjadi gejala yang disebut oleh ilmuwan jiwa
dengan istilah identifikasi psikologis, yakni penonton menyamakan atau meniru adegan yang
diperankan oleh pemain film.13 Hal tersebut seolah-olah membuat para penonton juga ikut
merasakan adegan yang dilakukan para pemeran, sehingga secara tidak langsung pesan-pesan
yang termuat didalam suatu film akan membekas di jiwa penonton dan membentuk karakter
para penonton. Dalam hal ini film merupakan media yang ampuh, tidak hanya sebagai media
hiburan namun juga sebagai penambah pengalaman nilai.
12
Muhammad Ali Mursid Alfathoni, Dani Manesah, “Pengantar Teori Film”, (Yogyakarta: CV Budi Utama,
2012), hlm.2
13
M. Ali Musyafak, “Film Sebagai Media Dakwah Islam”, Jurnal Islamic Review, Vol II No. 2, Oktober 2013,
hlm, 335-336
John Storey pernah mengatakan bahwa film dipelajari dari segi potensinya sebagai seni.
Film dianalisis berdasarkan perubahan teknologi film, film juga dikutuk sebagai industri
budaya dan film didiskusikan sebagai situs penting bagi produksi subjektivitas individu dan
identitas nasional.14 Begitu banyak pesan-pesan positif yang bisa diambil dari tayang-
tayangan film, namun tidak bisa disembunyikan bahwa ada juga pesan-pesan negatif yang
secara tidak langsung dapat memberikan efek yang buruk bagi penonton. Maka dari itu,
diharapkan kedepannya akan ada film-film yang memuat lebih banyak pesan-pesan positif
untuk diserap, salah satu contohnya adalah film “Qodrat” yang mengandung pesan-pesan
dakwah, moral, dan pendidikan.

3. Film Sebagai Media Dakwah


Sebagai umat muslim sudah merupakan kewajiban untuk menyiarkan juga
menyebarkan ajaran-ajaran Islam. Maka, dari itu islam mewajibkan umat muslim
untuk berdakwah sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.S Ali Imran (3:104).

ٓ
َ ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْٱل ُمن َك ِر ۚ َوُأ ۟و ٰلَِئ‬
َ‫ك هُ ُم ْٱل ُم ْفلِحُون‬ ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم ُأ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ ِإلَى ْٱل َخي ِْر َويَْأ ُمرُونَ بِ ْٱل َم ْعر‬
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ;
merekalah orang-orang yang beruntung.
M. Quraish Shihab menafsirankan ayat tersebut, bahwa telah terbukti
keniscayaan hari kiamat dan janji-janji baik untuk yang taat. Ayat tersebut
memberikan pengertian bahwa dakwah berarti menjadi tanggung jawab sebagian
saja.15 Kewajiban setiap muslim adalah untuk senantiasa mengingatkan pada
kebajikan dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, hal tersebut merupakan tugas
dan tanggung jawab bersama bukan hanya sebagian orang saja.
Untuk melakukan kegiatan dakwah, maka ada unsur-unsur yang harus
dipenuhi yaitu; 1.) Subjek dakwah (da’i), adalah orang yang menyampaikan dakwah,
dan juru bicaranya disebut dengan mubaligh. Da’i biasanya diberi tugas untuk
menyampaikan ajaran islam. Setiap orang yang menyampaikan dakwah, yang
mengajak kepada kebaikan, seringkali punya cara dan metodenya masing-masing. 2.)
Objek Dakwah (Mad’u), menurut pendapat Ali Mustafa Yaqub, mad’u adalah orang
yang didakwahi, yaitu pertama adalah orang non muslim. Visi misi Ali Mustafa

14
Acep Aripudin, Sosiologi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hal.36.
15
Irma Maharani, Nilai-Nilai Dakwah dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka,
Skripsi, (Makassar: UIN Alauddin Makassar, 2021)
Yaqub adalah untuk mengajak non muslim untuk menyembah Allah swt , dan supaya
manusia hanya menyembah kepada-Nya. Mad’u merupakan individu atau kelompok
yang disebut dengan nama jamaah. 3.) Materi Dakwah, adalah pesan-pesan atau
ajaran-ajaran yang disampaikan oleh da’i (subjek dakwah) kepada mad’u (objek
dakwah). Materi dakwah meliputi seluruh ajaran islam yang termuat dalam Al-Quran
dan hadits/ sunnah rasul. Selain yang bersumber dari Qur’an, dakwah juga meliputi
bidang akidah, syariah (ibadah dan muamalah) dan juga akhlak ke semua materi
dakwah. Ajaran-ajaran islam yang disampaikan dalam bentuk materi, diharapkan bisa
benar-benar dipahami oleh mad’u yang kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari. 4.) Media Dakwah (Wasilah), merupakan alat yang biasa digunakan sebagai
perantara dalam menyampaikan dakwahnya. Dengan begitu metode dakwah adalah
sesuatu yang dijadikan sebagai alat dalam menjalankan aktivitas dakwah dalam
rangka mencapai tujuan dakwah yang sudah direncanakan. Adapun media dakwah
yang digolongkan berdasarkan jenis dan peralatannya yaitu:
a. Media tradisional, dalam berdakwah setiap masyarakat tradisional selalu
menggunakan media yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat setempat,
dan menyesuaikan dengan komunikasi yang berkembang dalam pergaulan
tradisionalnya.
b. Media modern, dapat digolongkan berdasarkan jenis dan sifatnya sebagai
berikut; a) media auditif, media yang meliputi telepon, radio, dan tape
recorder, yang berhubungan dengan pendengaran. b) media visual, adalah
media yang tertulis atau disebut juga dengan cetak. c) media audiovisual,
media yang meliputi televisi, video, internet, dan lain-lain.
c. Perpaduan media tradisional, dan modern, perpaduan tersebut dimaksudkan
dengan pemakaian media tradisional dan media modern dalam suatu proses
dakwah. Contohnya adalah pagelaran wayang, teater yang berisi ajaran islam.

Media dakwah memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan aktivitas
dakwah, sebab tidak hanya berperan sebagai perantara, tetapi juga merupakan
bagian dari sistem yang menjadi penentu dalam efektivitas dan efisiensi dakwah.
5.) Metode dakwah (Tariqah), metode dakwah adalah cara atau strategi yang
harus dimiliki oleh seorang da’i dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya.

Seperti Firman Allah yang terdapat dalam Q.S An-Nahl / 16: 125
‫ َّل عَن‬z‫ض‬ َ ‫ َو َأ ْعلَ ُم بِ َمن‬zُ‫ك ه‬ َ َّ‫نُ ۚ ِإ َّن َرب‬z‫ٱلَّتِى ِه َى َأحْ َس‬zِ‫ج ِد ْلهُم ب‬
zَ ٰ ‫نَ ِة ۖ َو‬z‫ ِة ْٱل َح َس‬zَ‫ك بِ ْٱل ِح ْك َم ِة َو ْٱل َموْ ِعظ‬
َ ِّ‫ع ِإلَ ٰى َسبِي ِل َرب‬
ُ ‫ٱ ْد‬
َ‫َسبِيلِ ِهۦ ۖ َوهُ َو َأ ْعلَ ُم بِ ْٱل ُم ْهتَ ِدين‬

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
M. Quarish Shihab menafsirkan, terkait dengan surah An-Nahl ayat 125
Wahai nabi Muhammad serulah yakni lanjutkannlah usahamu untuk menyeru semua
yang engkau sanggup seru pada jalan yang ditunjukkan Tuhanmu, yakni ajaran islam
dengan hikmah pengajaran yang baik, serta bantahlah mereka yakni siapapun yang
menolat ataupun meragukan ajaran Islam dengan cara yang terbaik. Metode dakwah
memiliki peran penting dalam aktivitas dakwah karena pesan yang baik, apabila tidak
disampaikan dengan menggunakan metode yang benar, maka bisa saja pesan itu
ditolak oleh mad’u. Adapun macam-macam
a. Metode dakwah bil hikmah, merupakan metode dakwah yang memerhatikan
kondisi mad’u dengan bijaksana sesuai dengan kebutuhan mad’u, dakwah juga
harus disampaikan berlandaskan Al-Quran dan Sunnah serta argumen yang
benar sehingga dapat diterima dengan baik.
b. Metode dakwah al-mau’idzah al-hasanah, metode dakwah ini, dapat diartikan
sebagai sebuah usaha untuk mengajak orang-orang untuk melakukan
perbuatan baik dengan cara memberi nasihat lemah lembut dan membibingnya
dengan cara yang baik dan benar.
c. Metode dakwah Al-mujadalah Bi-al-lati hiya ahsan, metode ini merupakan
penyampaian gagasan kepada objek dakwah secara meluas, baik melalui
media atau bahkan lewat lisan dengan beradu argumen, namun hal tersebut
tetap dilakukan dengan perkataan yang baik, dan tidak melukai lawan bicara.

6.) Efek dakwah (Atsar), merupakan dampak yang terlihat dari mad’u setelah
disampaikan dakwah oleh da’i. Dalam setiap melakukan aktivitas dakwah, pasti
akan ada respons baik itu positif maupun negatif, yang artinya, setiap aktivitas
dakwah akan memiliki efek (atsar) pada objek (mad’u).

Nilai-nilai dakwah bersifat dinamis yang disesuaikan dengan semangat zaman


dan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada pada masyarakat. Nilai-nilai yang
ada dalam Al-Quran perlu didialogkan dengan kenyataan yang ada pada
masyarakat sebagai pengemban amanah di bumi. Adapun nilai-nilai yang harus
diperhatikan oleh seorang da’i yaitu; 1.) nilai akidah, artinya adalah sesuatu yang
dipercayai dan diyakini keberadaanya oleh hati nurani manusia sesuai dengan
ajaran islam. Dalam pengertian islam akidah adalah hal-hal yang harus diyakini
pemeluknya serta tidak boleh lepas dari kepercayaan yang menyangkut Tuhan.

Dalam Q.S Al-Baqarah ayat 2;

‫ْب ۛ فِ ْي ِه ۛ هُ ًدى لِّ ْل ُمتَّقِي ۙ َْن‬ َ ِ‫ٰذل‬


َ ‫ك ْال ِك ٰتبُ اَل َري‬
“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 2).

M. Quraish Shihab menafsirkan ayat tersebut, bahwa kata hudan adalah


bentuk kata jadian atau mashdar. Bentuk kata ini tidak mengandung informasi
tetang waktu, artunya Ia bisa berarti masa kini, masa yang akan datang, dan juga
masa lampau.

Menurut Azra akidah adalah ajaran tentang sesuatu yang harus dipercayai,
diimani, dan diyakini oleh setiap umat islam. Unsur akidah muncul dapat berupa
keyakinan dasar yang menguatkan atau bahkan meneguhkan jiwa sehingga
terbebas dari rasa bimbang dan ragu. Salah satu contoh kecil dalam film “Merindu
Cahaya de Amstel” adalah Khadijah tersenyum : “Allah Maha Pengasih. Kamu
diberikan bakat menari sehebat itu adalah anugerah dari Allah”. 2) Nilai syariah,
berkenaan dengan tata cara atau peraturan-peraturan tentang perilaku hidup
manusia secara lahir dan batin yang cara manusia berhubungan dengan Allah Swt
dengan manusia lain.

Allah Swt berfirman dalam Q.S An- Nahl ayat 89

‫اب ِت ْب َي ًان ا ل ُِك لِّ َش ْي ٍء َو ُه ًد ى َو َر حْ َم ًة َو ُب ْش َر ٰى‬


َ ‫ك ْال ِك َت‬
َ ‫َو َن َّز ْل َن ا َع َل ْي‬
َ ‫ل ِْل ُم سْ لِ ِم‬
‫ين‬
Artinya; ”Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri.”

M. Quraish Shihab menafsirkan ayat tersebut, wahai nabi, ingatkanlah orang-


orang kafir akan apa yang bakal terjadi saat kami menghadirkan seorang saksi dari
masing-masing umat, yaitu nabi yang berasal dari kalangan mereka sendiri. Setiap
nabi akan memberikan kesaksian dan akan mematahkan alasan mereka. Pada saat
itu kami akan menghadirkan mu, wahai Muhammad, sebagai saksi bagi orang-
orang yang mendustakanmu. Maka hendaknya orang-orang kafir itu
merenungkannya mulai saat ini. Kami telah menurunkan al-Quran yang berisi
penjelasan segala kebenaran. Di dalamnya terdapat petunjuk, rahmat, dan berita
suka cita tentang kesenangan hidup akhirat bagi orang-orang yang tunduk dan
beriman pada Al-Quran.

Kaitan film “Qodrat” dengan nilai syariah adalah pengamalan sholat, dan
puasa dalam adegan film tersebut. 3) Nilai akhlak, yaitu nilai tingkah laku, budi
pekerti yang melekat pada diri seseorang, dalam film “Merindu Cahaya de
Amstel” nilai akhlaknya terdapat pada rasa malu yang dimiliki oleh seorang gadis
dalam film tersebut. Adapun contoh lainnya adalah ketika Khadijah selalu
mengucapkan salam setiap akan memasuki apartement nya. 4) Nilai pengetahuan,
merujuk pada seberapa tinggi tingkat pengetahuan dan pemahaman seorang
muslim terhadap ajaran-ajaran pokok dari ajaran agamanya. 5) Nilai penghayatan,
merujuk pada seorang muslim yang merasakan dan mengalami perasaan-perasaan
serta pengalaman religius. Dalam dimensi islam, hal ini terwujud dalam bentuk
perasaan dekat dengan Allah, merasa tenang dan tentram. Saat seseorang mampu
menemukan agama sebagai jalan keluar masalahnya, mantap dalam menghayati
serta menjalaninya, maka orang tersebut dapat mencapai kematangan dalam
beragama.

A. Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan dan
bahan acuan. Selain itu, penelitian sebelumnya juga bertujuan untuk menghindari
adanya kesamaan dengan penelitian yang lainnya. Maka dalam kajian pustaka ini
peneliti mencantumkan hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai berikut:
1. Hasil Penelitian Hesti Meryantika (2021)
Dalam penelitian Hesti Meryantika, yang berjudul “Komunikasi Dakwah
Dalam Film CAHAYA CINTA PESANTREN KARYA IRA MADAN ”. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif – interpretatif, yang bertujuan untuk menganalisis
perbuatan atau sikap mengajak kepada kebaikan yang dilakukan oleh setiap
karakter yang ada dalam film tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, dakwah
melalui film animasi, merupakan hal yang baru tentang dakwah islamiyah dalam
film-film kartun, dengan memperkenalkan budaya dan ajaran islam juga nilai-nilai
kepahlawanan. Anak-anak menjadi sasaran utama dalam penayangan film animasi
ini. Dengan menonton film ini secara tidak langsung mengajarkan nilai-nilai
sabar, ikhlas, dan untuk melaksanakan ibadah tepat waktu, serta jangan pernah
mengambil barang orang lain tanpa izin dari pemiliknya.
1. Penelitian Muhammad Sufi (2022)
Penelitian Muhammad Sufi (2022) berjudul “Komunikasi Dakwah dalam Film
Qodrat (Analisis Semiotika Dalam Film”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui komunikasi dakwah yang ditinjau dengan menggunakan metode
analisis semiotika. Peneliti menggunakan analisis dari jurnal-jurnal
sebelumnya untuk mengumpulkan data. Adapun komunikasi dakwah yang
terkandung di dalam film ‘Qodrat” nilai akidah, moral, dan akhlak.
a. Persamaan
Kedua penelitian sebelumnya, membahas tentang komunikasi dakwah,
begitu juga dengan penelitian yang sekarang. Dari sisi kesamaan, yaitu
nilai-nilai kesabaran, ketaatan kepada Tuhan. Kesamaan lainnya berada di
metode penelitian yaitu pendekatan kualitatif.
b. Perbedaan
Perbedaan antara ketiga penelitian ini adalah, terletak pada metode
penelitian. Perbedaan lainnya adalah metode analisis, dan juga konsep
analisis.
c. Kebaruan penelitian
Kebaruan ini terletak pada metode analisis, untuk mengidentifikasi nilai-
nilai dakwah dalam film “Qodrat”. Penelitian terdahulu menggunakan
metode kualitatif-interpretatif dan juga riset lapangan untuk
mengumpulkan data.

Anda mungkin juga menyukai