Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas laporan magang merdeka terintegrasi 2
Disusun oleh:
Afif Fachrur Rozi (30120025)
ABSTRAK
Kisah Dzu Al-Qarnain disebutkan dalam rangkaian ayat dalam Surat Al-Kahfi,
khususnya ayat 83 hingga 98. Kisah ini memiliki keunikan jika dibandingkan
dengan kisah-kisah lain dalam Surat Al-Kahfi dan lainnya. Kisah tersebut juga
tidak memberikan keterangan secara gamblang dan jelas tentang hakikat Dzu Al-
Qarnain yang sebenarnya, asal usulnya, silsilahnya, dan letak tempat tinggalnya,
Turunnya ayat-ayat terkait kisah Dzu Al-Qarnain tidak lepas dari fungsinya dalam
konteks kegiatan dakwah dan tujuan cerita untuk dakwah Nabi Muhammad SAW.
Penting untuk diketahui bahwa Al-Quran diturunkan bukan kepada masyarakat
yang belum mengetahui segalanya, melainkan kepada masyarakat yang sudah
mempunyai kebudayaan sendiri bahkan agama lain. Kondisi sosial budaya
masyarakat Arab pada saat diturunkannya Al-Quran berperan penting dalam
membentuk pesan dalam kisah Dzu Al-Qarnain.
Kata kunci: Al-Qur’an, Dzu Al-Qarnain, Dakwah
LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang Allah turunkan kepada umat manusia
sebagai petunjuk. Dengan berbagai keindahan dan kebaikan kandungan-
kandungan yang ada di dalamnya. Keindahan yang tampak dan yang tak tampak
ini saling berkesinambungan menjadikan Al-Qur’an sebagai mukjizat terbaik yang
Allah berikan kepada manusia dan juga sebagai petunjuk bagi manusia.
Oleh karena kemukjizatan Al-Qur’an ini tak dapat dipungkiri jika di
dalamnya terdapat teguran dan nasehat bagi manusia. Nasehat-nasehat tidak hanya
diungkapkan dengan kata pembenaran atau koreksian untuk perbuatan manusia,
1
Hamdi bin Hamzah Abu Zaid, Munculnya Ya’juj dan Ma’juj di Asia; Mengungkap Misteri
Perjalanan Zulkarnain ke Cina (Jakarta: Almahira, 2010), hlm. 1
2
Siti Chamamah Soeratno, Hikayat Iskandar Zulkarnain: Analisis Resepsi (Jakarta: Balai
Pustaka, 1991), hlm.1
3
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam II (Jakarta: CV Andi Utama, 1993), hlm. 475
4
Hamdi bin Hamzah Abu Zaid, Munculnya Ya’juj dan Ma’juj di Asia, hlm. 23
5
Rukimin, Kisah Żū al-Qarnain dalam al-Qur’an Surat al-Kahfi: 83-101 (Pendekatan
Hermeneutik), hlm. 138-159
6
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2006), jilid 7, hlm. 361
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan pendekatan kajian pustaka, dimana dengan metode ini penulis dapat
menggali informasi sebanyak mungkin dengan didasari suatu fenomena kisah
dalam Al-Qur’an. Penelitian kualitatif yang memperhatikan humanisme atau
individu manusia dan perilaku manusia merupakan jawaban atas kesadaran bahwa
semua akibat dari perbuatan manusia terpengaruh pada aspek-aspek internal
individu,7 dimana sangat pas untuk digunakan dalam penelitian ini.
Penelitian kualitatif memiliki objek kajian berupa seluruh aspek dalam
kehidupan manusia, yakni manusia dan segala hal yang dapat dipengaruhi oleh
manusia. Untuk itulah maka penelitian kualitatif menjadi sangat dekat dengan
bidang ilmu-ilmu kemanusiaan, seperti yang telah disampaikan sebelumnya.
7
Yoni Ardianto, Memahami Metode Penelitian Kualitatif (Kemenkeu, 2019), hlm. 1
10
Umar Sulaiman Al-Asyqor, Kisah-Kisah Shohih dalam Al-Qur’an dan Sunnah Terj. Tim
Pustaka ELBA, (Pustaka ELBA), hlm. 14
11
Faikar Faaris, hlm. 17
12
Ahmad Khalafullah, Al-Fann Al-Qashash Fi Al-Qur’an Al-Karim (Beirut: Muassasah al-Intisyar
al-‘Arabi, 1999), hlm. 152-153
13
Nor Faridatunnisa, Kisah Dzu al-Qarnain dalam Al-Qur’an: Fungsi dan Urgensinya bagi
Dakwah Nabi Muhammad (IAIN Palangkaraya: El-Afkar, 2022), hlm. 266
14
Ibid, hlm. 267
15
Syekh Mustofa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Jilid XVI, terj. Bahrun Abu Bakar dkk.,
(Semarang: Toha Putra, 1987), hlm. 19
10 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
dengan menganugerahkan kepadanya pengetahuan tentang tata cara
mengendalikan wilayah, serta mempermudah baginya perolehan saranan dan
prasarana guna mencapai maksudnya. Sementara kata (sababan) pada mulanya
berarti tali, kemudian makna ini berkembang sehingga mencakup segala sesuatu
yang dapat mengantar guna meraih apa yang dikehendaki. Dengan menggunakan
tali, timba dapat diturunkan ke sumur untuk memperoleh air. Dengan tali juga
seseorang dapat memanjat ke atas.23
Kemudian tentang sambungan ayat selanjutnya, Ibnu Abbas mengatakan,
“Ilmu tentang segala sesuatu untuk mencapai apa yang dikehendaki”. Al-Hasan
mengatakan, “Untuk mencapai apa yang dikehendakinya”. Ada juga yang
mengatakan, “Segala sesuatu yang dibutuhkan segala makhluk”. Ada juga yang
mengatakan, “Segala sesuatu yang diperlukan oleh para raja untuk menaklukkan
kota-kota dan menundukkan para musuh”.24
11 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
berat, tidak berat sebelah, tidak memihak dan tidak sewenang-wenang. Adil
adalah meletakkan sesuatu pada tempat yang benar dan tepat. Keadilan adalah
salah satu tujuan setiap agama yang ada di dunia ini, termasuk Islam yang
menempatkan keadilan di tempat yang sangat penting dalam kehidupan manusia.26
َۙقاَل َم ا َم َّك ْيِّن ِفْيِه َرْيِّب َخ ْيٌر َفَاِعْيُنْو ْيِن ِبُقَّوٍة َاْجَعْل َبْيَنُك ْم َو َبْيَنُه ْم َرْد ًم ا
Dia (Dzu Al-Qarnain) berkata, “Apa yang telah dikuasakan kepadaku oleh
Tuhanku lebih baik (daripada apa yang kamu tawarkan). Maka, bantulah aku
dengan kekuatan agar aku dapat membuatkan tembok penghalang antara kamu
dan mereka.(QS. Al-Kahfi (18):95)
Ayat ini menerangkan tentang penerimaan bantuan yang dikaruniai Allah
kepadanya dengan penegasan “Apa yang telah dikuasakan kepadaku oleh
Tuhanku lebih baik (daripada apa yang kamu tawarkan)” sebagai bukti
kebijaksanaan Dzu Al-Qarnain. teridentifikasi dua masalah, yakni perihal
dukungan Allah dan dalil bagi pemimpin.27
Meski mereka menawarkan harta sebagai bayaran atas bantuan yang akan
dilakukan Dzu Al-Qarnain perihal membangun penghalang tersebut, akan tetapi
Dzu Al-Qarnain menjawab dengan “aku tidak membutuhkannya”, melainkan dia
membutuhkan bantuan orang-orang tersebut “fa‟inūnī biquwwah,” menurut al-
Qurṭubi, maknanya “tolonglah aku dengan (kekuatan) manusia dan alat-alat,
yakni mengerahkan seluruh tenaga bersamanya (Dzu Al-Qarnain)”, karena biaya
ada pada Dzu Al-Qarnain sedang tenaga ada pada mereka. Maksudnya bahwa
pandangan Dzu Al-Qarnain perihal harta yang akan diberikan sebagai upah adalah
lebih mereka butuh kan, maka ia mengembalikan kebutuhan itu untuk
kepentingan mereka, sehingga yang lebih utama adalah dukungan atau bantuan
fisik dari manusia.28
Imam al-Qurthubi memulai penafsiran Qs. al-Kahf/ 18: 86 dengan
mengutarakan pendapat siapa sebenarnya Dzu Al-Qarnain melalui penggalan ayat
26
Nuraila Harun, Makna Keadilan Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Perundang-undangan.
(Jurnal Ilmiah Al-Syir‟ah, 2013), vol.11, no.1, hlm. 43
27
Faikar Faaris, Pesan Moral Kisah Zulqarnain (Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, 2021),
hlm. 52
28
Al-Qurṭubi, Tafsir al-Qurṭubi, hlm. 160
12 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
ُقْلَنا ٰيَذ ا الَق ْرَنِنْي
Hermeneutika) (Profetika: Jurnal Studi Islam, 2014), vol. 15, no. 2, hlm. 150
13 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
(maghrib asy-syams), Dzu Al-Qarnain menemukan suatu kaum yang ingkar dan
Dzu Al-Qarnain pun berdakwah mengajak kepada kebaikan dan keimanan,
sedangkan pada perjalan ke Timur (masyriq asy-syams), ia menemukan suatu
kaum yang sepertinya masih primitif jika dilihat dari tafsiran ayatnya. Secara
psikologis dapatlah dipahami bahwasanya Allah hendak menginformasikan
kepada kita bahwsanya secara garis besar, suatu umat digolongkan menjadi dua;
yaitu umat yang ingkar dan umat yang beriman. Sebelum suatu umat itu beriman
tentu saja mereka dikatakan sebagai umat yang primitif atau belum mendapatkan
ajakan dakwah untuk beriman kepada Allah.
Lebih lanjut jika ditilik dari pembacaan secara historis-humanistik
bahwasanya rangkaian ayat-ayat di atas menunjukkan Islam sebagai rahmatan lil
‘alamin. Hal ini dapat dibuktikan dari sikap bijak yang penuh kebaikan dan tanpa
kekerasan yang ditonjolkan oleh Dzulqarnain, bahwasanya kepada umat yang
ingkar hendaknya diajak bertobat dan kembali kepada keimanan dengan
diperingatkan akan kekufurannya bahwa Allah akan mengazab orang-orang yang
ingkar. Kepada orang-orang yang ingkar sekalipun Dzulqarnain dapat bersikap
dan berbuat bijak, apalagi kepada orang-orang yang masih primitif dan belum
mendapatkan ajakan kepada agama yang hak. Tentu saja Dzulqarnain akan lebih
menonjolkan sikap rahmatan.30
َح ّٰت ِاَذا َبَلَغ َبَنْي الَّس َّد ْيِن َوَج َد ِم ْن ُدْو ِهِنَم ا َقْوًم ۙا اَّل َيَك اُدْو َن َيْف َق ُه ْو َن َقْواًل
ِض َاْل ا ْف ِس ُد ْو َن ىِف ْأ ْأ َّن) َق اُل ا ٰيَذ ا اْل ِنْي ِا93(
ْل َه
َف ْر ُم ُج َم
ْوَج َو ْوَج ُج َي َق ْرَن ْو
)94( ْجَنَعُل َلَك َخ ْرًج ا َعٰٓلى َاْن ْجَتَعَل َبْيَنَنا َو َبْيَنُه ْم َس ًّدا
Hingga ketika sampai di antara dua gunung, dia mendapati di balik
keduanya (kedua gunung itu) suatu kaum yang hampir tidak memahami
pembicaraan. Mereka berkata, “Wahai Zulqarnain, sesungguhnya Ya’juj dan
Hermeneutika) (Profetika: Jurnal Studi Islam, 2014), vol. 15, no. 2, hlm. 151
14 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
Ma’juj) adalah (bangsa) pembuat kerusakan di bumi, bolehkah kami memberimu
imbalan agar engkau membuatkan tembok penghalang antara kami dan
mereka?” (QS. Al-Kahfi/18: 93-94)
Selanjutnya Dzulqarnain melanjutkan perjalanannya, hingga apabila dia
telah sampai dalam perjalanan ketiga ini di antara dua buah gunung yang sangat
tinggi yang menyulitkan orang yang di belakangnya dapat melampauinya, dia
yakni Dzulqarnain mendapati di keduanya, yakni di belakang atau di dekat kedua
gunung itu dari arah kedatangan Dzulqarnain – dia mendapati – suatu kaum yang
hampir tidak mengerti pembicaraan kecuali dengan susah payah karena bahasanya
asing, atau dan kecerdasannya rendah. Mereka berkata melalui penerjemah atau
dengan bahasa isyarat, “Hai Dzulqarnain, kami sedang terancam dan menderita
oleh sekolompok orang yang bernama Ya’juj dan Ma’juj. Sesungguhnya Ya’juj
dan Ma’juj itu adalah perusak-perusakdi muka bumi dengan aneka macam
perusakan, maka dapatkah kami memberikan suatu pembayaran kepadamu,
supaya engkau membuat suatu dinding antara kami dan mereka sehingga
menghalangi mereka menyerang kami?”
Farid Wajdi dalam karyanya Dairah al-Ma’arif berpendapat Dzu Al-
Qarnain, yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surah al-Kahfi, adalah Iskandar
Agung (Alexander The Great). Sementara secara kontras Sayid Qutub dalam
tafsirnya Fi Zilal al-Qur’an menyatakan bahwa Dzu Al-Qarnain yang disebutkan
dalam al-Qur’an Surah al-Kahfi bukanlah Iskandar Dzu Al-Qarnain atau
Alexander Agung (The Great) yang berasal dari Macedonia, Yunani, salah-
seorang murid Filosof Aristoteles. Alasannya Alexander/Iskandar The Great
adalah seorang penyembah berhala, sedangkan Dzu Al-Qarnain yang disebut
dalam Al-Qur’an seorang mu’min (yang beriman), bertauhid dan meyakini adanya
kebangkitan dan kehidupan akhirat. Pendapat yang lain, seperti dikutip oleh al-
Maraghi, menyebutkan bahwa Dzu Al-Qarnain adalah seorang raja Himyar (Arab)
bernama Abu Bakar Bin Ifriqash, yang pernah pergi bersama tentaranya ke Laut
Tengah, lalu ke Afrika dan membangun kota di sana dengan namanya.31
Kisah Ya’yuj dan Ma’juj
31
Muhammad Farid Wajdi, Dairah al-Ma’arif al-Qarn al-‘Ishrin (juz 1), hlm. 312-318
15 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
Kisah lanjutan yang terdapat di kisah Dzu Al-Qarnain ini adalah kisah
tentang tembok Ya’juj dan Ma’juj yang digambarkan sebagai tembok besar
penghalang agar Ya’juj dan Ma’juj tidak keluar dari tempatnya dan
menghancurkan isi bumi. Ya’juj dan Ma’juj ini dikaitkan dengan kisah Dzu Al-
Qarnain karena sifatnya yang ingin menghancurkan bumi. Dzu Al-Qarnain
menemukannya ketika sedang dalam pengembaraan.32
Sejarah Ya’juj dan Ma’juj ini tidak hanya ada di kisah Islam saja, tetapi juga
ada dalam sejarah Nashara dan Kristen. Al-Qur’an tidak hanya menyebutkan
Ya’juj dan Ma’juj saja, tapi juga menyebut kisah Dzu Al-Qarnain secara
berkesinambungan. Perjalanan Dzu Al-Qarnain dalam menempuh perjalanan ke
barat tempat matahari terbenam, dan ke timur tempat matahari terbit.
Pengembaraan yang dilakukan Dzu Al-Qarnain yang ketiga menghantarkannya ke
Ya’juj dan Ma’juj.
Ya’juj dan Ma’juj terkenal sebagai bangsa yang senantiasa membuat
kerusakan di bumi. Secara etimologi, Ya’juj dan Ma’juj berasal dari kata ‘aja atau
‘ajij dengan wazan yaf’ul berarti penduduk atau bangsa yang mendiami Asia.
Kata Ya’juj dan Ma’juj sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Cina, dalam
bahasa Cina, “Ya” (berarti Asia) dan “Jou” (berarti bangsa), sedangkan Ma’juj,
kata “Ma” (berarti kuda) dan “Jou” (berarti bangsa) yang dapat disimpulkan
sebagai bangsa (benua) kuda. Jika digabungkan Ya’juj dan Ma’juj adalha
penduduk yang mendiami wilayah yang sebagian besar dihuni oleh kaum
berkuda.33
Penggambaran kisah Ya’juj dan Ma’juj sebagai kaum perusah, penghabis
segala sesuatu dan makhluk yang bengis di muka bumi, bertubuh pendek,
bertelinga lebar dan berparas buruk, begitulah mereka digambarkan oleh sejarah
Bani Israil.34
32
Fildzah Nida, Kisah Zulqarnain dan Ya’juj wa Ma’juj dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an (Menurut
Quraish Shihab, al-Maraghi dan Buya Hamka) (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Skripsi, 2019),
hlm. 2
33
Taufik, Zulqarnain dalam Al-Qur’an (Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta: Skripsi, 2007), hlm. 16-17
34
Syaikh Utsmani, Tafsir Al-Kahfi (Jakarta Timur: Pustaka as-Sunnah, 2005), hlm. 94
16 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
Pesan yang disampiakan oleh Allah kepada umat Nabi Muhammad atau
bahkan orang-orang yang secara khusus memang diberi kisah tersebut sebagai
bukti kenabian Nabi Muhammad dan sebagai pencerah hati mereka agar bertauhid
kepada Allah swt. serta mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan Allah swt.
Memang dengan keadaan masyarakat di saat itu dimana keadaan budaya
masyarakatnya sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam yang diturunkan
Allah sebagai penyempurna agama samawi sebelumnya akan sangat
menimbulkan banyak penolakan. Namun dengan kemukjizatan Al-Qur’an dan
Nabi Muhammad, serta kehendak Allah swt. menjadikan peristiwa semacam ini
tidak sulit untuk terjadi. Wallahu a’lam bisshowwaab.
35
Nashr Hamid Abu Zayd, Mafhum al-Nash: Dirasat fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Al-Markaz Al-
Saqafi Al-Arabi, 2000), jilid IV, hlm. 369
36
Nor Faridatunnisa, Kisah Dzu al-Qarnain dalam Al-Qur’an: Fungsi dan Urgensinya bagi
Dakwah Nabi Muhammad (IAIN Palangkaraya: El-Afkar, 2022), hlm. 281
17 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
Qarnain yang merupakan sosok pemimpin yang sangat baik, bijaksana, qana’ah
dan adil sangat berkebalikan dengan kondisi masyarakat Makkah saat itu.
Perlu diketahui bahwa kondisi masyarakat pada saat diturunkan ayat ini
adalah masyarakat yang masih memegang prinsip yang kita kenal saat ini dengan
istilah jahiliyyah. Budaya-budaya yang masih materialistis, perundungan anak dan
perempuan yang masih merajalela dan banyak kejahatan yang menyebar
diberbagai wilayah. Ini sesuai dengan salah satu tujuan diturukannya kisah-kisah
dalam Al-Qur’an yaitu sebagai peringatan dan pembelajaran bagi umat manusia.
Selain sebagai peringatan, dengan kemukjizatan Al-Qur’an tentang
kebenaran seluruh isinya dan kerelevanannya dengan berbagai zaman, maka kisah
Dzu Al-Qarnain ini adalah sebagai pendukung dari keindahan sastra Al-Qur’an.
Sastra sendiri bukan hanya tentang teknik penyusunan bahasa yang indah tapi juga
tentang bagaimana bahasa-bahasa yang disusun tersebut dapat bermakna dan bisa
menyentuh hati pembacanya. Bahkan kisah Dzu Al-Qarnain ini membuat
banyaknya perbedaan pendapat para ulama tentang kisah ini baik tentang sosok
Dzu Al-Qarnain maupun tentang sebab turunnya kisah ini. Bahkan tentang sifat
dan kedudukan kisahnya saja banyak perbedaan diantara para ulama.
2. Aspek Khusus
Secara khusus, kisah ini jika dikaitkan dengan sebab turunnya bahwa cerita
ini muncul untuk menjawab pertanyaan. Maka dapat dipahami bahwa fungsi
diturunkannya ayat terkait cerita ini ialah untuk membuktikan kompetensi Nabi
Muhammad bahwa dia benar-benar utusan Allah yang memahami pengetahuan
luas, tidak hanya pengetahuan yang ada pada masanya, tetapi juga yang berkaitan
dengan sejarah pada masa lampau.37 Seperti yang penulis kisahkan bahwa ada
pendapat bahwa mengapa muncul pertanyaan tersebut adalah karena kamu
musyrik meminta saran pertanyaan untuk menguji Nabi Muhammad di kala itu
dengan tujuan mempermalukan Nabi Muhammad dan membuktikan bahwa Nabi
Muhammad bukan utusan Tuhan. Namun pada akhirnya tetaplah terbukti bahwa
Nabi Muhammad adalah benar-benar utusan Allah karena pertanyaan dari kaum
37
Nor Faridatunnisa, Kisah Dzu al-Qarnain dalam Al-Qur’an: Fungsi dan Urgensinya bagi
Dakwah Nabi Muhammad (IAIN Palangkaraya: El-Afkar, 2022), hlm. 282
18 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
musyrik yang didapat dari ahli kitab dapat dijawab oleh Nabi Muhammad dengan
diturunkannya wahyu kisah ini.
Sehingga, secara garis besar dapat dinyatakan bahwa kisah Dzu Al-Qarnain
mengandung pesan-pesan dakwah yang penting bagi Nabi Muhammad selaku
tokoh utama dakwah pada masa itu.
Selain itu, jika dilihat dari aspek sasarannya, metode dakwah dengan kisah
Dzu Al-Qarnain ini mempunyai multiefek. Bagi Nabi Muhammad dan para
sahabat, berfungsi sebagai sarana pengajaran dan penyampaian contoh sikap yang
baik untuk kepemimpinan. Sementara itu, bagi orang-orang Yahudi dan Nasrani
yang sudah terbiasa dengan kisah-kisah, kisah yang dituturkan Muhammad
menjadi bukti kenabian beliau. Adapun efek bagi orang-orang kafir Mekkah
adalah keterpukauan mereka dengan sastra yang bernilai tinggi yang dikandung
oleh kisah tersebut. Dengan kebenaran jawaban Nabi Muhammad terhadap
pertanyaan yang diajukan kaum kafir Makkah yang didapat dari ahli kitab
terdahulu tentang kisah tersebut. Kemudian Nabi Muhammad menjawab dengan
kisah yang turun langsung dari Allah swt. membuat kebenaran kerasulan Nabi
meningkat di kalangan bangsa Arab terutama kepada kaum kafir Makkah.
Selain tentang kebenaran kisah tersebut. Isi kisah tersebut sudah tercantum
dalam kitab-kitab samawi sebelumnya yang dibawa oleh ahli kitab dan para
pendeta. Seperti penjabaran diatas bahwa ide untuk menanyakan kisah ini didasari
oleh para ahli kitab, dan kebenaran bahwa kisah Dzu Al-Qarnain ini serta kisah
Ya’juj dan Ma’juj ini yang telah tertuang dalam kitab samawi sebelumnya,
mengindikasikan kebenaran bahwa agama Islam memang merupakan agama
penyempurna bagi agama-agama samawi sebelum Islam. Dan turunnya Nabi
Muhammad adalah sebagia penyempurna sekaligus penutup dari para nabi.
Ajaran Islam yang ada juga telah bertahan sekian lama dan tetap terjaga
tanpa adanya kehilangan dari sifat asli agama Islam yang rahmatan li al-‘alamin.
Nilai-nilai etika profetik, kemanusiaan universal dan eksistensi peradaban
nya menjadi salah-satu ciri khas orientasi dakwah Dzu Al-Qarnain. Di dalam Al-
Qur’an disebutkan bahwa misi utama Dzu Al-Qarnain membuat benteng bagi
komunitas suku-suku di Wilayah China adalah mencegah serangan Ya’juj dan
19 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
Ma’juj yang dapat menghancurkan suku-suku tersebut dan memusnahkan
kebudayaannya, karena serangannya yang brutal dan tidak memperhatikan aspek
kemanusiaan. Untuk menyelamatkan komunitas sukunya dan eksistensi
peradabannya, mereka berani membayar Dzu Al-Qarnain untuk membuat benteng
besar sebagai pelindung dengan sistem barter. Dengan dibangunnya benteng besar
yang sangat kokoh selama ribuan tahun dan masih eksis hingga kini, suku-suku
China tersebut dapat melindungi diri dan jiwa mereka, karena Ya’juj dan Ma’juj
konon disebutkan tidak mampu menembusnya.38
38
Nurul Haq, Zul Qarnain, Dakwah dan Peradaban: Kajian Dakwah Sejarah Perspektif Tekstual
dan Kontekstual (Yogyakarta: Jurnal Dakwah, 2012), vol. 13, no. 2, hlm. 158
20 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
KESIMPULAN
Kata Dzu Al-Qarnain adalah bahasa berarti (orang) yang memiliki dua
tanduk, orang yang rambutnya berkepang dua; kiri-kanan, barat-timur. Istilah ini
merujuk kepada beberapa makna baik secara konotatif, denotatif maupun
simbolik. Sebagian mengatakan bahwa sebutan istilah Dzu Al-Qarnain itu
merujuk kepada fakta bahwa dia mamakai mahkota kepala yang bertanduk dua,
sedangkan sebagian yang lainnya menyebutkan bahwa istilah itu disebutkan bagai
kiasan bahwa dia adalah orang yang menguasai ujung barat dan ujung timur.
Dari pemaparan penulis tentang sosok Dzu Al-Qarnain dan pendapat para
ulama tentangnya, dapat diambil inti dari kisah Dzu Al-Qarnain. Kisah Dzu Al-
Qarnain adalah cerita tentang seorang pemimpin yang berhasil menaklukkan
setiap wilayah yang didatanginya. Adil adalah sifat terpuji yang harus dimiliki
oleh seluruh insan yang membaca kisahnya. Oleh karena itu, bila membahas pesan
moral yang terkandung di dalam kisahnya, maka pesan yang dapat diambil itu
akan relevan baik oleh seorang pemimpin ataupun bukan.
Sejarah Ya'juj dan Ma'juj ini tidak hanya ada di kisah Islam saja, tidak ada
dalam sejarah Nashara dan Kristen. Al-Qur’an tidak hanya menyebutkan Ya'juj
dan Ma'juj saja, tapi juga menyebut kisah Dzu Al-Qarnain secara
berkesinambungan. Perjalanan Dzu Al-Qarnain dalam menempuh perjalanan ke
barat tempat matahari terbenam, dan ke timur tempat matahari terbit.
21 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
Pengembaraan yang dilakukan Dzu Al-Qarnain ketiga menghantarkannya ke
Ya'juj dan Ma'juj.
22 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Khalafullah, Al-Fann Al-Qashash Fi Al-Qur’an Al-Karim (Beirut:
Muassasah al-Intisyar al-‘Arabi, 1999)
Al-Qurṭubi, Tafsir al-Qurṭubi
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam II (Jakarta: CV Andi Utama, 1993)
Faikar Faaris, Pesan Moral Kisah Zulqarnain (Jakarta: Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah, 2021)
Fildzah Nida, Kisah Zulqarnain dan Ya’juj wa Ma’juj dalam Kajian Tafsir Al-
Qur’an (Menurut Quraish Shihab, al-Maraghi dan Buya Hamka) (UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta: Skripsi, 2019)
Hamdi bin Hamzah Abu Zaid, Munculnya Ya’juj dan Ma’juj di Asia;
Mengungkap Misteri Perjalanan Zulkarnain ke Cina (Jakarta: Almahira,
2010)
Ibn Kaṡir, Tafsir Ibn Kaṡir jilid 5, terj. Abdullah bin Muhammad (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2003)
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2005), vol. 8
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, 2006), jilid 7
Muhammad Farid Wajdi, Dairah al-Ma’arif al-Qarn al-‘Ishrin (juz 1)
Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al-Qurthubi
(Syaikh Imam Al-Qurthubi) (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008)
Nashr Hamid Abu Zayd, Mafhum al-Nash: Dirasat fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut:
Al-Markaz Al-Saqafi Al-Arabi, 2000), jilid IV
Nor Faridatunnisa, Kisah Dzu al-Qarnain dalam Al-Qur’an: Fungsi dan
Urgensinya bagi Dakwah Nabi Muhammad (IAIN Palangkaraya: El-
Afkar, 2022)
Nuraila Harun, Makna Keadilan Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Perundang-
undangan. (Jurnal Ilmiah Al-Syir‟ah, 2013), vol.11, no.1, hlm. 43
Nurul Haq, Zul Qarnain, Dakwah dan Peradaban: Kajian Dakwah Sejarah
Perspektif Tekstual dan Kontekstual (Yogyakarta: Jurnal Dakwah, 2012),
vol. 13, no. 2
23 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2
Rahmat, Puput Saeful, Penelitian Kualitatif (Jurnal Equilibrium, 2009) vol. 5,
no. 9
Rukimin, Kisah Dzulqarnain dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi: 83-101
(Pendekatan Hermeneutika) (Profetika: Jurnal Studi Islam, 2014), vol. 15,
no. 2
Rukimin, Kisah Żū al-Qarnain dalam al-Qur’an Surat al-Kahfi: 83-101
(Pendekatan Hermeneutik)
Siti Chamamah Soeratno, Hikayat Iskandar Zulkarnain: Analisis Resepsi
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991)
Syaikh Utsmani, Tafsir Al-Kahfi (Jakarta Timur: Pustaka as-Sunnah, 2005)
Syekh Mustofa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Jilid XVI, terj. Bahrun
Abu Bakar dkk., (Semarang: Toha Putra, 1987)
Taufik, Zulqarnain dalam Al-Qur’an (Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas
Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta: Skripsi, 2007)
Umar Sulaiman Al-Asyqor, Kisah-Kisah Shohih dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Terj. Tim Pustaka ELBA, (Pustaka ELBA)
Yoni Ardianto, Memahami Metode Penelitian Kualitatif (Kemenkeu, 2019)
24 | A r t i k e l M a g a n g M e r d e k a T e r i n t e g r a s i 2