Anda di halaman 1dari 20

QASAS AL-QUR’AN

Makalah ini disusun dan dipresentasikan untuk memenuhi tugas Studi al-Qur’an pada
Program Studi Magister Studi Islam

Pengampu:
Prof. Dr. H. Ridwan Nasir, M.Ag

Oleh:
Hasyim Asy’ari
02040122006

MAGISTER STUDI ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2022
Daftra Isi

Cover ........................................................................................................................ i
Daftar Isi ................................................................................................................... ii
Pendahuluan ............................................................................................................. 1
Pengertian Qasas Al-Qur’an ..................................................................................... 1
Macam-Macam Qasas Al-Qur’an ............................................................................. 3
Tujuan Qasas Al-Qur’an ........................................................................................... 6
Karakteristik Qasas Al-Qur’an ................................................................................. 9
Gaya Cerita Qasas Al-Qur’an ................................................................................... 10
Hikmah Pengulangan ................................................................................................ 12
Kesitimewaan Qasas Al-Qur’an dan Hikmahnya ..................................................... 13
Simpulan ................................................................................................................... 16
Daftar Isi .................................................................................................................... 17

ii
A. Pendahuluan
Kalangan umat Islam yakin bila kisah-kisah al-Quran mengandung nilai
filosofis, khususnya sebagai i’tibar dalam kehidupan. Meskipun demikian, perlu
mendapat perhatian, apakah kebenaran kisah tersebut dapat diterima oleh setiap
orang, khusunya para nonmuslim? Di samping itu dalam tatanan keilmuan hal ini
perlu mendapat tanggapan serius, sebab tidak selamanya kisah dapat dibuktikan
melalui data ilmiah.
Banyak tulisan, diskusi dan analisa ilmiah mengenai hal diatas. Masing
masing penelitian cenderung memiliki pandangan positif tentang hal ini. Izutsu
berpendapat; fakta sejarah yang diungkapkan al-Quran melalui untaian kata yang
indah dan mempesona, merupakan bukti bahwa kisah itu adalah suatu kenyataan.
Apalagi al-quran memiliki konsep-konsep etis religius yang cukup asasi dalam
sudut pandang moralitas.1 Dalam tulisan ini, penulis juga akan memaparkan hal-
hal yang berkenaan dengan kisah al-Quran, namun materinya dibatasi pada
petunjuk yang ada.
Secara garis besar, tulisan ini dimulai dengan pendekatan definitif tentang
kisah. Kemudian dilanjutkan dengan macam-macam kisah, kisah para nabi dalam
pandangan Arab Jahiliyyah, bentuk pengungkapan dan lain-lain. Semoga
deskripsi dan analisa dalam makalah ini mendapat perhatian secara objektif dari
para peserta diskusi.

B. Pengertian Qasas al-Qur’an


Qashash al-Qur’an adalah pemberitaan al-Qur’an tentang hal-ihwal umat-
umat terdahulu, kisah-kisah para Nabi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi masa
lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang.2
Kata kisah juga berarti pengulangan kembali dengan tatabbu’ul athar yang
berarti pengulangan kembali hal-hal masa lampau. Kisah didalam al- Qur’an
disebut juga dengan Al-Qiṣṣah. Secara leksikal, Al-Qiṣṣah diambil dari kata
‘qaṣṣa-yaquṣṣu’ yang berarti menceritakan. Al-Qiṣṣah sama artinya dengan al-
hadith, yang atinya cerita, sedangkan Al-Qiṣṣah sebagai salah satu bentuk sastra

1
Toshihiko Izutsu, Ethico Religious Concepts in the Quran (Canada: McGill University, 1996), 252.
2
Muhammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Kalimedia, 2017), 53.

1
yang dalam bahasa Indonesia disebut cerpen atau novel, didefinisikan sebagai
media untuk mengungkapkan kehidupan atau fragmen-fragmennya yang
menyangkut suatu peristiwa atau sejumlah peristiwa yang terkait satu sama
lainnya.3
Ada definisi kisah menurut al-Sibā’I al-Bajūmi, sebagaimana dikutip oleh A.
Hanafi dalam bukunya Segi-Segi Kesusastraan adalah: Kisah dewasa ini adalah
setiap tulisan yang bersifat kesusastraan dan indah serta keluar dari seorang
penulis dengan maksud untuk menggambarkan suatu keadaan (mengenai sejarah
atau kesusastraan atau akhlak atau susunan masyarakat dan sebagiannya), dengan
suatu cara dimana penulis melepaskan diri dari perasaan pribadinya dan fikiran
yang timbul dari perasaan tersebut dan dari arah yang dituju oleh pendapatnya itu
yang sesuai dengan perasaan dan fikirannya, sehingga pribadinya tercermin dalam
penggambara itu yang dapat mengadakannya dari orang lain yang mempunyai
tulisan yang sama.4
Sedangkan Mannā al-Qattān dalam bukunya, Studi Ilmu-ilmu al- Qur’an yang
diterjemahkan oleh Mudzakir mengatakan, bahwa kisah adalah pemberitaan al-
Qur’an tentang hal ihwal umat-umat terdahulu, Nubuwwah (Kenabian), yang
terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dengan cara yang menarik
dan mempesona.5 Secara istilah Kisah didefinisikan oleh Mustafa Muhammad
Sulaiman sebagai suatu kepercayaan atas kebenaran sebuah sejarah yang jauh dari
kebohongan atau khayalan.6
Abd al-Karim al-Khatib menyatakan bahwa: seluruh kisah dalam al-Quran
menceritakan peristiwa sejarah (al-ahdats al-tarikhiyah). Ia juga menegaskan bila
hal ini dipahami secara umum, khabar dan naba’ dapat pula bermakna kisah.7
Selanjutnya, perlu dibedakan terma-terma yang berkaitan atau hampir memiliki
persamaan dengan terma kisah; seperti, sejarah, khabar, naba’, dan hikayat.8 Bila

3
Muhammad Kamil Hasan, Al-Qur’an wa Al-Qishshat Al-Hadisat (Beirut: Dar al-Kutub Al- ilmiat, 1970),
9.
4
A. Hanafi, Segi-Segi kesusastraan pada Kisah-Kisah al-Qur’an (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1984), 14.
5
Mannā al-Qattān, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, terj. Mudzakir AS (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa,
2004), 436.
6
Mustafa Muhammad Sulaiman, Al-Qashas fi Al- Qur’an al-Karim (Qahirah, Mathbaah Amanah, 1994),
16.
7
Abd Karim Al-Khatib, al-Qasas al-Quran fi Mantuqih Mafhumih (Kairo: Dar al-Fikr Al-Arobi), 48.
8
Ibid, Abd Karim Al-Khatib, 51.

2
definisi al-Khatib dijadikan sebagai landasan, maka ada kecenderungan bahwa
kisah merupakan bagian dari sejarah, sementara khabar dan naba’ merupakan
bagian dari kisah.

C. Macam-Macam Qasas Al-Qur’an


Kisah-kisah yang termuat di dalam Al-Qur’an cukup banyak ragam dan
macamnya, akan tetapi secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kisah Dilihat dari Sisi Pelaku/Materi
Manna’ al-Qaththan membagi kisah-kisah (qashash) Al-Qur’an dalam
tiga bagian9, yaitu:
a. Kisah para Nabi dan Rasul terdahulu
Nabi dan Rasul yang dikisahkan dalam Al-Qur’an hanya berjumlah 25
orang, mulai Nabi Adam As sampai kepada Nabi Muhammad Saw. tidak
semua Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah SWT. dikisahkan di
dalamnya. Adapun fragmen kehidupan yang dikisahkan bermacam, sesuai
dengan pesan yang sedang disampaikan. Kisah Nabi Adam, Nabi Nuh,
Nabi Ibrahim, Nabi Yusuf, Nabi Musa dan Nabi Harun, Nabi Daud dan
Nabi Sulaiman serta Nabi Isa termasuk yang panjang dikisahkan. Bahkan
kisah Nabi Yusuf termasuk yang cukup lengkap dikisahkan. Sedangkan
kisah Nabi Hud, Nabi Shaleh, Nabi Luth, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi
Ya’qub, Nabi Zakariya dan Nabi Yahya ‘alaihimussalam diceritakan lebih
sedikit. Bahkan Nabi Idris, Nabi Ilyas dan Nabi Ilyasa dikisahkan selintas
saja. Sementara Nabi Muhammad Saw dikisahkan beberapa fragmen dari
kehidupan dan peristiwa yang terjadi pada zaman beliau.
b. Kisah umat, tokoh atau pribadi (bukan Nabi) dan peristiwa masa lalu.
Kisah tokoh atau pribadi pertama dari kalangan bukan Nabi yang dimuat
dalam Al-Qur’an adalah kisah dua orang putra Nabi Adam, yaitu Qabil
dan Habil di mana Qabil dengki dengan saudaranya sendiri Habil
kemudian membunuhnya (Q.S. al-Maidah 5:27). Kisah lainnya, yaitu
kisah Qarun yang hidup pada zaman Nabi Musa As. Qarun yang kaya raya
ditenggelamkan oleh Allah SWT. Ke dalam bumi bersama harta

9
Oom Mukarromah, Ulumul Qur’an (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), 55.

3
kekayaanya, karena ia sangat kikir dan sombong (Q.S. al-Qashash 28:76-
79). Dikisahkan juga dalam Al-Qur’an tentang peperangan antara Jalut
dan Thalut yang mana dimenangkan oleh Thalut. Dalam kisah ini muncul
nama Daud yang kemudian menjadi Nabi dan Raja (Q.S. al- Maidah 5: 27-
30). Kemudian kisah tentang ashhabul kahfi yang bersembunyi dalam gua
dari raja yang zalim dan ditidurkan Allah SWT. selama 300 tahun (Q.S.
al-Kahfi 18: 9-29) dan kisah lainnya.
c. Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah
Kisah dalam Al-Qur’an yang terjadi pada masa Nabi Muhamamd Saw.
misalnya yaitu kisah sebelum lahirnya Rasulullah Saw. mengenai
peristiwa penyerbuan Makkah oleh tentara gajah yang dipimpin Abrahah
(Q.S. al-Fil 105: 1-5). Beberapa peristiwa yang terjadi pada zaman Nabi
setelah menjadi Rasul juga diceritakan oleh Al-Qur’an, seperti peristiwa
Isra’ Mi’raj (Q.S. al-Isra’ 17: 1), hijrah (Q.S. Muhammad 47: 13), perang
Badar dan Uhud dalam Al-Qur’an surah Ali Imran, perang Khandaq dalam
surah al-Ahzab, perang Hunain dalam surah at-Taubah. Juga kisah-kisah
seputar Fathu Makkah (an-Nasr 110:1-3) dan peristiwa lainnya.10
2. Dilihat dari Panjang Pendeknya
Dilihat dari panjang pendeknya kisah-kisah dalam Al-Qur’an dapat dibagi
menjadi tiga bagian:
a. Kisah yang panjang, misalnya kisah Nabi Yusuf dalam surat Yusuf (12)
yang hampir seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf,
sejak masa anak-anak sampai dewasa dan memiliki kekuasaan. Contoh
lainnya adalah kisah Nabi Musa dalam surat al-Qashshas (28), kisah Nabi
Nuh dan kaumnya dalam surat Nuh (71), dan lain sebagainya.
b. Kisah yang lebih pendek dari bagian pertama, seperti kisah Maryam dalam
surat Maryam (19), kisah Ashab al-Kahfi (18), kisah Nabi Adam dalam
surat al-Baqarah (2) dan surat Thaha (20), yang terdiri atas sepuluh atau
beberapa belas ayat saja, dan lain sebagainya.

10
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an (Yogyakarta: ITQAN Publishhing, 2014). 228-230.

4
c. Kisah yang pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat,
misalnya kisah Nabi Hud dan Nabi Luth dalam surat al’A’raf (7), kisah
Nabi Shalih dalam surat Hud (11), dan lain sebagainya.11
3. Dilihat dari Segi Waktu
a. Kisah hal-hal ghaib pada masa lalu (Al-Qashashul Ghuyub Al-Madhiyah),
yaitu kisah yang menceritakan peristiwa-perstiwa ghaib yang tidak dapat
ditanggap oleh panca indera terjadinya di masa lalu. Misalnya, kisah
tentang dialog malaikat dengan Tuhannya mengenai penciptaan bumi
(Q.S. al-Baqarah 30-34), kisah tentang pencitaan alam semesta (Q.S. al-
Furqan 59, Q.S. Qaf:38), kisah penciptaan Nabi Adam dan kehidupannya
ketika disurga (Q.S. al-A’raf 13-14).
b. Kisah hal-hal ghaib pada masa kini (Al-Qashashul Ghuyub Al-Hadhiroh),
yaitu kisah yang menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang (meski
sudah ada sejak dulu dan akan tetap ada sampai masa yang akan datang).
Misalnya, kisah tentang turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul
Qadar (Q.S. al-Qadar 1-5), Kisah tentang makhluk-makhluk ghaib seperti
setan, jin atau iblis (Q.S. al-A’raf 13-14).
c. Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang (Al-Qashashul Ghuyub
Al-Mustaqbilah), yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa
mendatang yang benar-benar terjadi. Misalnya, kisah tentang akan
datangnya hari kiamat seperti dijelaskan dalam surah al-Qari’ah, surah al-
Zalzalah dan lainnya, kisah tentang Abu Lahab kelak di akhirat seperti
diungkapkan dalam surah al-Lahab, kisah tentang kehidupan orang-orang
di surga dan orang-orang yang hidup di neraka seperti diungkapkan dalam
surah al- Ghasyiah.12
4. Dilihat dari Jenisnya
Menurut M. Khalafullah, dilihat dari segi jenisnya kisah-kisah Al-Qur’an
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu13:

11
Oom Mukarromah, Ulumul Qur’an, 56.
12
Umar Sidiq, ‘Urgensi Qashas Al-Quran Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran Yang Efektif Bagi
Anak’, Jurnal Cendekia, Vol. 9, No. 1, Januari-Juni 2015, 116.
13
Oom Mukarromah, Ulumul Qur’an, 56.

5
a. Kisah sejarah (al-qashash al-tarkihiyah), yakni kisah yang berkaisar
tentang tokoh-tokoh sejarah, seperti para Nabi dan rasul.
b. Kisah sejarah (al-qashash al-tamsiliyah), Yakni kisah yang menyebutkan
suatu peristiwa itu tidak benar-benar terjadi, tetapi hanya perkiraan dan
khayalan semata.
c. Kisah asatir, yakni kisah yang didasarkan atas suatu asatir. Pada
umumnya, kisah semacarn ini bertujuan mewujudkan tujuan ilmiah atau
menafsirkan, gejala-gejala yang ada, atau menguraikan suatu persoalan
yang sukar diterima akal.

D. Tujuan Qasas Al-Qur’an


Segala sesuatu yang telah ditetapkan Allah SWT. sebagaimana yang ada
dalam Al-Qur’an mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Hal tersebut juga mencakup
tentang kisah-kisah yang terdapat di dalamnya yang mempunyai tujuan-tujuan
tertentu. Adapun tujuan kisah-kisah Al-Qur’an sebagaimana dikemukakan oleh
Manna Khalil al-Qaththan, sebagai berikut:
1. Menjelaskan dasar-dasar dakwah dan menjelaskan pokok-pokok syaria’at
yang dibawa oleh para rasul (QS. Al-Anbiya, 21:25).
2. Memantapkan hati Rasulullah Saw dan umatnya agar tetap berpegang kepada
agama Allah SWT dan memperkuat keyakinan orang-orang mukmin bahwa
kebenaran itu pasti akan menang dan kebatilan pasti hancur (QS. Hud,
11:120).
3. Membenarkan para nabi terdahulu, mengenang dan mengabadikan jejak
peninggalan mereka (QS. Al-Qashash, 28:3).
4. Memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad Swt dalam dakwahnya dengan
berita-berita yang dibawanya mengenai umat terdahulu.
5. Mengungkap kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan
kebenarandan merubah isi Al-Kitab (QS. Ali „Imran, 3:93).
6. Menarik perhatian para pendengar dan pembacanya serta memantapkan
penerimaan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya (QS. Yusuf, 12:111).14

14
Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an..., hlm. 307.

6
Sementara itu, Syekh Imad Zuhair Hafizh juga menjelaskan tujuan dari kisah-
kisah dalam Al-Quran, sebagai berikut:
1. Kisah-kisah Al-Qur’an adalah kisah tentang kejadian atau peristiwa masa lalu
yang benar-benar terjadi. Kisah tersebut ditujukan untuk umat manusia agar
dijadikan pelajaran dan teladan dari apa yang dikisahkan di dalamnya
mengenai orang-orang yang tersesat dan yang mendapatkan petunjuk serta
menunjukkan kebenaran akan dakwah yang dibawa oleh para Nabi.
2. Kisah-kisah Al-Qur’an memaparkan bagaimana dakwah yang dilakukan para
Nabi serta tanggapan dari dakwah tersebut. Ada yang menerima dakwah
tersebut dan ada yang menolaknya. Oleh karena itu, ini menggambarkan
bagaiamana keimanan dan kekufuran ada pada diri manusia. Dari kisah-kisah
tersebut hendaknya umat manusia untuk selalu memegang teguh keimanan.
3. Dalam dakwah Islam kisah-kisah Al-Qur’an berperan penting untuk
dijadikan pedoman. Ini karena kisah-kisah Al-Qur’an, beberapa berkisah
mengenai dakwah Nabi kepada umatnya serta konsekuensi dari orang-orang
yang menerima dakwah dan menolaknya.
4. Adanya kisah-kisah dalam Al-Qur’an bertujuan untuk meneguhkan hati Nabi
Muhammad Saw. beserta umatnya dan orang-orang sesudahnya agar tetap
berpegang teguh kepada agama Allah (Islam). Di samping itu, untuk
menambah ketakwaan orang-orang mukmin bahwa Allah SWT. Akan
menolong yang hak dan yang batil akan hancur.
5. Kisah-kisah Al-Qur’an bertujuan untuk menjelaskan asas-asas dakwah dan
pokok-pok syari’at yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul. Menjelaskan
bahwa agama yang dibawa para Nabi dan Rasul semuanya berasal dari Allah
SWT. Seluruh orang-orang mukmin adalah umat yang satu
6. Untuk meneguhkan hati Rasulullah Saw. beserta umatnya dalam menegakkan
agama Allah dan menjelaskan keutamaan kedudukan mereka di sisi Allah
SWT.
7. Untuk menyatakan kebenaran dakwah Rasulullah Saw. Apa yang dikisahkan
dalam Al-Qur’an tidak diketahui oleh Nabi dan umatnya hingga turunnya
wahyu.

7
8. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an bertujuan mengungkap kebohongan ahli kitab
yang telah menyembunyikan kebenaran.
9. Kisah-kisah Al-Qur’an yang sarat akan nilai pendidikan ini bertujuan agar
manusia mendapat pendidikan dari adanya kisah-kisah tersebut. Seperti,
pendidikan akal, metode pendidikan, teladan, dan lain sebagainya.
10. Kisah-kisah Al-Qur’an memuat di dalamnya penjelasan dan ketetapan
mengenai hukum-hukum Islam. Karena Al-Qur’an merupakan kitab hukum
tertinggi dalam agama Islam.
11. Kisah-kisah Al-Qur’an merupakan karya sastra paling baik dan tidak ada
yang dapat menandingi. Ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an tidak sama
dengan kitab cerita atau dongeng pada umumnya.15
Sementara Khalafulla>h menyimpulkan tujuan pengungkapan kisah dalam al-
Qur’an adalah sebagai berikut16:
1. Menerangkan bahwa semua agama yang dibawa para Nabi dan Rasul adalah
sama, dan semuanya berasal dari Allah.
2. Menerangkan bahwa karena agama-agama yang dibawa para nabi adalah
sama, maka dasarnya pun sama yaitu mengajak manusia untuk mengesakan
Allah.
3. Menerangkan bahwa akhirnya kebenaran yang dibawa oleh para Rasul beserta
para pengikutnya akan dapat menghancurkan kebatilan.
4. Mengingatkan manusia tentang adanya permusuhan abadi antara manusia
dengan iblis, sehingga manusia senantiasa waspada terhadap tipu dayanya.
5. Menerangkan bahwa Allah memiliki kuasa untuk mewujudkan sesuatu yang
mungkin tidak diperhitungkan oleh akal manusia.
6. Membentuk pribadi mukmin yang kuat dan tangguh serta membangkitkan
motivasi untuk mengikuti kebenaran dan melawan kebatilan.
7. Meringankan tekanan yang dihadapi oleh Nabi dan para pengikutnya sebagai
akibat intimidasi dan provokasi kaum musyrik terhadap dakwah
yang disampaikan.

15
Ira Puspita Jati, “Kisah-Kisah Dalam Al-Qur‟an..., hlm. 84.
16
Muhammad Ahmad Khalafullah, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah: Seni, Sastra dan Moralitas
dalamKisah-kisah dalam al-Qur’an, Terj. Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin (Jakarta: Paramadina,
2002), 159-176.

8
Selain yang disebutkan di atas, tujuan kisah dalam Al-Quran juga menjadi
bukti yang kuat bagi umat manusia bahwa Al-Qur’an sangat sesuai dengan
kondisi mereka, karena sejak kecil sampai dewasa dan tua sangat suka dengan
kisah. Apalagi kisah itu memiliki tujuan yang berpengaruh pada manusia, yakni
sebagai pembelajaran dan pendidikan yang berfungsi sebagai teladan. Karena itu
kisah-kisah tersebut di ungkapkan dalam bahasa yang sangat indah dan menarik
yang menjadikan orang yang mendengar dan membacanya akan menikmati.17

E. Karakteristik Qasas Al-Qur’an


Sebagai produk wahyu, kisah-kisah dalam Al-Qur’an berbeda dengan kisah
atau dongeng hasil kreasi manusia, karena karakteristik yang dimilikinya.
Beberapa karakteristik yang ada dalam kisah Al-Qur’an diantaranya:
1. Al-Fanni al-balaghi, yaitu kisah-kisah tersebut diungkapkan dengan cara yang
indah dan mengesankan. Meski ada beberapa kisah yang diulang-ulang akan
tetapi cara pengulangannya tidak monoton, melainkan variatif dan kreatif
sesuai dengan pesan yang ingin dituju. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an
merupakan karya sastra agung yang memiliki tema-tema tertentu, tujuan-
tujuan, materi dan gaya Bahasa yang indah, mempesona dan sederhana.
Banyak kisah yang disebutkan berulang kali dalam Al-Qur’an bahkan
penyebutannya sampai beberapa puluh kali. Ada kisah yang disebutkan
sampai 126 kali, seperti kisah Nabi Musa, kisah Nabi Adam yang disebutkan
dalam surat al-Baqarah, Ali Imran, al-Maidah. Kisah Nabi Ismail disebutkan
sampai 12 kali, Nabi Dawud disebutkan 16 kali, Nabi Ishaq disebut17 kali,
Nabi Luth disebutkan 27 kali, Nabi Ibrahim disebut 99 kali dan nabi Musa
126 kali dan lain-lain.18
2. Kedua, ta’limi wa al-tarbawi, yaitu bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur’an
mengandung pesan-pesan moral bagi pendidikan manusia. Kisah-kisah dalam
Al-Qur’an materinya hidup, bersifat uiversal dan menggambarkan suatu
peristiwa yang pada akhirnya, kisah tersebut memberi implikasi makna yang
positif bagi pembacanya atau pendengarnya baik makna itu menyentuh ruhani

17
Nasrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 230.
18
Hani Darmayanti, “Kisah-Kisah dalam Al-Qur‟an dalam Perspektif Pendidikan”, Jurnal Edukatif IAIS
Sambas, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019, hlm. 60-61.

9
imannya, intelektual perasaan ataupun perilaku perkataan, perbuatan dan
sikap hidupnya yang pada akhirnya dijadikan way of life dalam hidupnya.19
3. Haqiqi-waqi’i, artinya bahwa kisah itu benar-benar terjadi dan nyata bukan
fiktif. Kebenarannya dapat dibuktikan melalui bukti-bukti sejarah. Misalnya,
kisah tentang kaum „Ad dan Tsamud dan hancurnya kota ‘Iram (Q.S. alFajr
89: 6-9). Kisah tersebut sesuai degan fakta historis. Pada tahun 1964-1969
dilakukan penggalian arkeologis di mana dari hasil penelitian dan analisis
ditemukan informasi bahwa salah satu lempeng tentang adanya kaum ‘Ad dan
Tsamud serta kota yang disebut‘Iram. Pettinato (arkeolog) mengidentifikasi
bahwa nama-nama tersebut adalah nama lokasi yang disebutkan dalam Al-
Qur’an.20

F. Gaya Cerita Qasas Al-Qur’an


Pemaparan kisah dalam al-Quran memiliki cara yang sangat spesifik. Dikatakan
demikian karena pendekatan yang digunakan menggunakan aspek seni dan
keagamaan secara bersamaan, bahkan sangat dominan. Beberapa bukti bahwa
gaya pemaparan cerita al-Qur’an itu bersifat spesifik itu adalah21:
1. Pertama, ada banyak kisah yang dipaparkan al-Quran yang dimulai dari
kesimpulan, lalu diikuti rinciannya, yakni dari fragmen pertama hingga
terakhir. Misalnya, kisah tentang perjalanan dakwah Nabi Yusuf yang diawali
oleh mimpi dan dipilihnya Yusuf sebagai Nabi Allah dalam surat Yusuf ayat
6-7. Kisah tersebut berlanjut dengan penuturan fragmen-fragmen setelahnya.
2. Kedua, kisah al-Quran diawali dengan ringkasan. Dalam hal ini, kisah dimulai
dari ringkasan, lalu diikuti rinciannya dari awal hingga akhir. Kisah yang
menggunakan pola ini antara lain kisah Ashabul Kahfi dalam surat al-Kahfi.
3. Ketiga, al-Quran menggunakan pengungkapan adegan klimaks sebagai
pembuka sebuah kisah. Pola pemaparan kisah yang berawal dari adegan
klimaks ini dilanjutkan dengan perincian kisah dari awal hingga akhir.

19
Abd. Haris, “Kajian Kisah-Kisah Dalam Al-Qur‟an (tinjauan historis dalam memahami Al-Qur‟an)”,
Jurnal Penelitian dan Pemikiran Islam, Vol. 5, No.1, Februari 2018, hlm. 69.
20
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Berita
Ghaib (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 198.
21
Ahmad Izzan, Ulumul Qur’an; Telaah Tekstualitas Dan Kontekstualitas Al-Qur’an (Bandung: Tafakur,
2005), 212-216.

10
Misalnya, kisah nabi Musa dengan Firaun dalam surat al-Qashas yang diawali
oleh adegan klimaks, yaitu keganasan Firaun.
4. Keempat, kisah al-Quran tanpa didahului oleh pendahuluan sebagai mana
lazimnya sebuah buku cerita. Secara umum, kata-kata pendahuluan digunakan
pada kisah-kisah al-Quran apakah itu dengan menggunakan pola pertama,
kedua, ketiga atau bentuk pertanyaan seperti kisah tentara bergajah dalam
surat al-Fill. Sungguhpun demikian, ada juga kisah-kisah dalam al-Quran
yang tidak didahului oleh pendahuluan. Kisah ini dimulai secara langsung dari
inti materi kisah seperti kisah tentang Nabi Musa a.s. mencari ilmu yang
diceritakan dalam surat al-Kahfi ayat 60-82. Dalam kisah tersebut,
pembahasan langsung diarahkan pada inti materi kisah tanpa didahului oleh
pendahuluan. Sekalipun pemaparan kisah-kisah ini tanpa dimulai oleh
pendahuluan, namun di dalamnya dimuat dialog atau peristiwa yang
mengandung daya-tarik-minat bagi pembaca atau pendengar untuk
mengetahui kisah tersebut sampai tuntas.
5. Kelima, kisah-kisah dalam al-Quran banyak yang disusun secara garis besar
(global) karena kelengkapannya diserahkan kepada imajinasi manusia untuk
terus menerus mencari jawabannya. Penelitian sejarawan terkemuka W.
Montgemory Watt dalam buku Bell’s Introduction To The Qur’an,
membuktikan bahwa al-Quran disusun dalam ragam bahasa lisan (oral), dan
untuk memahaminya hendaklah pembaca menggunakan (tambahan) daya
imajinasi yang dapat melengkapi gerakan yang dilukiskan oleh lafal-lafalnya.
Ayat-ayat yang mengandung unsur gaya bahasa ini, jika dibaca dengan
penyertaan dramatic action yang tepat dan sesuai, niscaya akan dapat
membantu pemahaman. Sebenarnya, gambaran gramatika yang sangata\
berkualitas ini merupakan ciri khas gaya bahasa al-Quran. Kisah Nabi Ibrahim
dan Ismail tatkala membangun Ka’bah yang dituturkan dalam surat al-
Baqarah ayat 27 merupakan salah satu buktinya.
6. Keenam, kisah al-Quran selalu ditutup oleh ajakan untuk merenungi nasehat
dari kisah itu. Artinya, pemaparan kisah dalam al-Quran selalu disisipi oleh
nasehat keagamaan. Nasehat ini berupa pengesaan Allah dan keharusan
percaya adanya kebangkitan manusia dari kubur. Jadi, tema sentral dari ayat-

11
ayat yang memuat kisah dalam al-Quran adalah kisah para Nabi dan umat
terdahulu. Namun, secara perlahan-lahan, para pembaca atau pendengar diring
ke ajaran-ajaran agama yang universal. Ini bisa dijadikan alat bukti bahwa
komitmen kisah-kisah dalam al-Quran terhadap tujuan keagamaan sangatlah
tinggi, yang tidak akan pernah ditemukan tandingannya.

G. Hikmah Pengulangan
Dalam hal ini, manna al-Qaththan menjelaskan hikmah pengulangan kisah-
kisah dalam al-Qur’an sebagai berlkut:
1. Menjelaskan ketinggian kualitas Al-Qur’an
Di antara keistimewaan suatu bahasa adalah pengungkapan suatu makna
dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda. Kisah yang berulang itu
diceritakan kembali di setiap tempat dengan gaya dan pola yang berbeda
sehingga tidak menyebabkan kejenuhan. Bahkan pengalaman itu dapat
menambah arti baru yang tidak didapatkan pada tempat lain.
2. Memberikan perhatian yang besar terhadap kisah untuk menguatkan kesan
dalam jiwa
Sesungguhnya pengulangan ini merupakan salah satu cara menggolongkan
dan menunjukkan perhatian yang besar. Hal itu umpamanya dapat dilihat
dalam kisah Nabi Musa dengan Fir’aun. Kisah ini menggambarkan
pertentangan antara kebenaran dan kebatilan dan format penyajian yang
sempurna walaupun sering diulang-ulang.
3. Menunjukkan kehebatan mukjizat Al-Qur’an
Yaitu menyebutkan suatu makna dalam berbagai bentuk susunan. Ini
membuktikan bahwa Al-Qur’an datang dari Allah dan juga memperlihatkan
suatu tantangan.
4. Memperlihatkan adanya perbedaan tujuan diungkapkannya kisah tersebut
Meskipun kisah-kisah Al-Qur’an mengalami banyak pengulangan,
penyebutan kisah-kisah tersebut pada tiap tempat berbeda-beda.

12
H. Keistimewaan Qasas Al-Qur’an dan Hikmahnya
Di dalam Al-Qur’an ada berbagai kisah tentang kehidupan orang-orang
terdahulu serta konsekuensi akibat dari perbuatan yang mereka lakukan. Ini agar
manusia dapat memetik uswatun hasanah (teladan) dan ibrah (pelajaran) dari
kejadiankejadian tersebut, sehingga dapat menjauhkan diri dari perbuatan-
perbuatan yang dilarang agama dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang
dilakukan umat terdahulu serta dapat menjalani kehidupan sesuai dengan petunjuk
Al-Qur’an.
Kisah-kisah yang termuat dalam Al-Qur’an berbeda dengan cerita atau
dongeng pada umumnya, ini karena karakteristik yang ada pada kisah-kisah
AlQur’an tidak dimiliki oleh cerita atau dongeng tersebut. Sehingga dengan
adanya kisah-kisah dalam Al-Qur’an bukan berarti kemudian Al-Qur’an dapat
disamakan dengan kitab-kitab cerita atau dongeng. Menurut Sayyid Quthb, kisah-
kisah yang diungkapkan dalam Al-Qur’an merupakan metode untuk
mengejawantahkan maksud yang ingin dituju, ini karena Al-Qur’an merupakan
kitab dakwah dan metode yang digunakan dalam menyampaikan materi/maksud
dengan melalui kisah-kisah tersebut.
Sayyid Quthb menjelaskan lebih jauh tentang hal ini dalam bukunya,
Tashwir al-Fanni fi al-Qur’an, bahwa kisah dalam AlQur’an bukanlah karya seni
yang terpisah, baik dalam subyek, metode penyajian, dan pengaturan kejadian-
kejadiannya, seperti yang terdapat pada kisah seni bebas yang bertujuan
menunaikan penyajian seninya tanpa ikatan tujuan. Kisah adalah salah satu sarana
Al-Qur’an diantara banyak sarananya yang mempunyai berbagai tujuan
keagamaan. Al-Qur’an adalah kitab dakwah sebelum segala sesuatunya. Maka
kisah adalah merupakan salah satu sarana al-Qur’an untuk menyampaikan
dakwah ini dan mengokohkannya. Kedudukan kisah dalam hal ini sama dengan
gambaran-gambaran yang disajikan tentang hari kiamat, nikmat surga dan azab
neraka.22
Sama dengan bukti-bukti yang diketengahkannya tentang hari berbangkit,
untuk menunjukan kekuasaan Allah. Juga sama dengan syariat-syariat yang

22
Ira Puspita Jati, ‘Kisah-Kisah Dalam Al-Qur‟an Dalam Perspektif Pendidikan’, Jurnal Didaktika
Islamika, Vol. 8, No. 2, Agustus 2016, hlm. 76.

13
dirincinya serta tamsil-tamsil yang dibuatnya, dan tema-tema lain yang disebutkan
dalam AlQur’an. Kisah dalam al-Qur’an baik temanya, metode penyajiannya,
hingga pengaturan-pengaturan kejadiannya tunduk kepada tuntutan tujuan-tujuan
agama. Pengaruh dari ketundukan ini terlihat menonjol melalui ciri-ciri tertentu.
Meski begitu, ketundukan total kepada tujuan agama ini tidak menghalangi
keberadaan karakteristik seni dalam penyajiannya, terutama keistimewaan al-
Qur’an yang terbesar dalam menyampaikan ungkapan, yaitu tashwir atau
gambaran.23
Jika diperhatikan dari segala sisinya Al-Qur’an selalu menarik untuk
dikaji. Berbagai aspek yang ada pada Al-Qur’an dapat dikaji baik itu secara parsial
maupun universal, termasuk berkaitan dengan kisah-kisah yang dimuat dalam Al-
Qur’an. Kisah-kisah tersebut merupakan satu dari sekian banyak aspek yang dapat
dikaji dan melalui kisah-kisah kemukjizatan Al-Qur’an serta kebenaran
nubuwwah Rasulullah Saw. dapat dibuktikan.24
Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan
dapat menembus relung jiwa manusia dengan mudah sehingga segenap perasaan
akan mengikuti alur kisahnya tersebut tanpa merasa jemu atau kesal. Akal pun
menelusurinya dengan baik, Akhirnya ia memetik dari keindahannya itu aneka
ragam bunga dan buah-buahan.25 Adapun hikmah mempelajari qasasul al-Qur’an
adalah sebagaimana berikut:
1. Supaya mereka berfikir
Mendengar kisah-kisah al-Qur’an, merenungkan dan memperhatikannya
akan mengiringi kita untuk berfikir. Berfikir merupakan kerja akal dimana
manusia mengaktifkan daya pikirnya dan mendayagunakan akalnya, lalu
merenungkan episode-episode kisah yang memuat nasihat dan pelajaran. Al-
Qur’an menginginkan kita untuk senantiasa berfikir dan mengambil
pelajaran.26

23
Sayyid Quthb, Keindahan Al-Qur’an Yang Menakjubkan (Jakarta, Rabbani Press, 2004), 275-276.
24
Abdul Mustaqim, “Kisah al-Qur‟an: Hakekat, Makna, dan Nilai-Nilai Pendidikannya”, Jurnal Ulumuna
Vol. XV, No. 2, Desember 2011, hlm. 267.
25
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar: 2011), 392.
26
M. Hafidz Ubaidillah Badr, Ikhtisar Ulumul Qur’an (Pati: PPASS, 2000), 29.

14
2. Dapat meneguhkan hati
Peneguhan hati atas kebenaran, superioritasnya dengan kebenaran atas semua
kekuatan batin, rangsangannya terhadap apa yang ada di sisi Allah,
keyakinannya terhadap musuh-musuh Allah, konsistennya dengan konsep
jalan hidup ini sampai bertemu dengan Allah. Semua nilai ini di dapatkan
oleh orang-orang mukmin dari kisah-kisah orang terdahulu dan kisah para
rasul yang diceritakan dalam Surah Hud: 120.
Ayat ini diturunkan kepada rasulullah saw pada masa krisis dan berat,
termasuk masa-masa yang paling krisis yang di lalui dakwah ummat islam di
makkah, maka rasul dan ummat islam membutuhkan hiburan untuk
membersihkan diri, menentramkan, dan meneguhkan hati
3. Menarik perhatian para pendengar
Kisah merupakan salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para
pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke
dalam jiwa.
4. Pelajaran bagi orang-orang yang berakal
Tujuan dari kisah-kisah al-Qur’an adalah terdapat dalam firman Allah:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-
orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat,
akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan
segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
(QS. Yusuf: 111)
Telah disebutkan sebelumnya ayat yang menjelasakan konsep kisah Al-
Qur’an dalam permulaan surat yusuf, yaitu tentang karakteristik kisah Al-
Qur’an adalah kisah yang terbaik. Ketika mengamati kedua ayat tersebut
maka akan di temukan suatu hal yang menarik. Ayat yang terdapat dalam
permulaan kisah Nabi Yusuf as tersebut menjelaskan kepada kita sumber
kisah-kisah alQur’an. Adapun ayat terakhir ini mengisyaratkan kepada kita
akan tujuan dari penyebutan kisah ini dalam Al-Qur’an seolah-seolah
mengajak kita untuk mewujudkan tujuan ini dalam diri kita.

15
5. Menyingkap kebohongan-kebohongan ahli kitab, yaitu mereka Yang telah
menyembunyikan isi kitab mereka yang murni dan mengoreksi pendapat
mereka.27

I. Simpulan
Kalangan umat Islam yakin bila kisah-kisah al-Quran mengandung nilai
filosofis, khususnya sebagai i’tibar dalam kehidupan. Qisshah adalah pemberitaan
al-Qur’an tentang hal ihwal umat-umat terdahulu, Nubuwwah (Kenabian), yang
terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi yang diyakini kebenarannya
jauh dari kebohongan atau khayalan.
Kisah-kisah yang termuat di dalam Al-Qur’an cukup banyak ragam dan
macamnya. Macam-macamnya adalah: kisah berdasarkan pelaku, kisah
berdasarkan panjang pendeknya, kisah berdasarkan waktunya, dan kisah
berdasarkan jenisnya. Tujuan Qishoh al-Qur’an secara umum menjelaskan hal-
hal berikut: pokok-pokok syariah Nabi, membenarkan Nabi terdahulu,
mengungkap kebohongan ahli kitab, mendidik umat melalui kisah.
Karakteristik yang ada dalam kisah Al-Qur’an diantaranya: al-fanni al-
balaghi, ta’limi wa al-tarbawi, Haqiqi-waqi’i. Gaya pemaparan qishoh al-Qur’an
dapat dikategorikan sebagaimana berikut: deduktif, induktif, gaya hiperbola,
cerita biasa, daya imajinasi, nasehat keagamaan. Hikmah pengulangan kisah-
kisah dalam al-Qur’an adalah Menjelaskan ketinggian kualitas Al-Qur’an,
Memberikan perhatian yang besar terhadap kisah untuk menguatkan kesan dalam
jiwa, Menunjukkan kehebatan mukjizat Al-Qur’an.
Kesitimewaan qishoh al-Qur’an adalah salah satu sarana al-Qur’an untuk
menyampaikan dakwah ini dan mengokohkannya, serta menunjukan kekuasaan
Allah. Juga sama dengan syariat-syariat yang dirincinya serta tamsil-tamsil yang
dibuatnya, dan tema-tema lain yang disebutkan dalam AlQur’an. Kisah dalam al-
Qur’an baik temanya, metode penyajiannya, hingga pengaturan-pengaturan
kejadiannya tunduk kepada tuntutan tujuan-tujuan agama. Adapun hikmah
mempelajari qasasul al-Qur’an adalah supaya mereka berfikir, meneguhkan hati,

27
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu ilmu Al Qur’an (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), 59.

16
menarik perhatian para pendengar, pelajaran bagi orang-orang yang berakal,
pembuktian kebohongan-kebohongan ahli kitab.

Daftar Pustaka

al-Khatib, Abd Karim. al-Qasas al-Quran fi Mantuqih Mafhumih. Kairo: Dar al-Fikr Al-
Arobi.

Al-Qaththan, Manna’. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta Timur, Pustaka Al-
Kautsar: 2011.

al-Qattān, Mannā. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an. terj. Mudzakir AS. Jakarta: Pustaka Litera
Antar Nusa, 2004.

Badr, M. Hafidz Ubaidillah. Ikhtisar Ulumul Qur’an. Pati: PPASS, 2000.

Baidan, Nasrudin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Darmayanti, Hani. “Kisah-Kisah dalam Al-Qur‟an dalam Perspektif Pendidikan”, Jurnal


Edukatif IAIS Sambas, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019.

Gufron, Muhammad; Rahmawati, Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Kalimedia, 2017.

Hanafi, A. Segi-Segi kesusastraan pada Kisah-Kisah al-Qur’an. Jakarta: Pustaka al-


Husna, 1984.

Haris, Abd. “Kajian Kisah-Kisah Dalam Al-Qur‟an (tinjauan historis dalam memahami
Al-Qur‟an)”, Jurnal Penelitian dan Pemikiran Islam, Vol. 5, No.1, Februari 2018,

Hasan, Muhammad Kamil. Al-Qur’an wa Al-Qishshat Al-Hadisat. Beirut: Dar al-Kutub


Al- ilmiat, 1970.

Ilyas, Yunahar. Kuliah Ulumul Qur’an. Yogyakarta: ITQAN Publishhing, 2014.

Izutsu, Toshihiko. Ethico Religious Concepts in the Quran. Canada: McGill University,
1996.

Izzan, Ahmad. Ulumul Qur’an; Telaah Tekstualitas Dan Kontekstualitas Al-Qur’an.


Bandung: Tafakur, 2005.

Jati, Ira Puspita. ‘Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an Dalam Perspektif Pendidikan’, Jurnal
Didaktika Islamika, Vol. 8, No. 2, Agustus 2016.

17
Khalafullah, Muhammad Ahmad. Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah: Seni, Sastra dan
Moralitas dalam Kisah-kisah dalam al-Qur’an, Terj. Zuhairi Misrawi dan Anis
Maftukhin. Jakarta: Paramadina, 2002.

Mukarromah, Oom. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.

Mustaqim, Abdul. “Kisah al-Qur‟an: Hakekat, Makna, dan Nilai-Nilai Pendidikannya”,


Jurnal Ulumuna Vol. XV, No. 2, Desember 2011.

Quthb, Sayyid. Keindahan Al-Qur’an Yang Menakjubkan. Jakarta, Rabbani Press, 2004.

Shiddieqy, T.M. Hasbi Ash. Ilmu ilmu Al Qur’an. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002.

Shihab, M. Quraish. Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat


Ilmiah, dan Berita Ghaib. Bandung: Mizan, 1998.

Sidiq, Umar. ‘Urgensi Qashas Al-Quran Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran Yang
Efektif Bagi Anak’, Jurnal Cendekia, Vol. 9, No. 1, Januari-Juni. 2015.

Sulaiman, Mustafa Muhammad. Al-Qashas fi Al- Qur’an al-Karim. Qahirah, Mathbaah


Amanah, 1994.

18

Anda mungkin juga menyukai