Anda di halaman 1dari 11

Dosen Pembimbing Mata Kuliah

Ferlan Niko, S,Hi, M.Si. Studi Al-Quran

MUHKAM DAN MUTASYABIH

Disusun oleh :

Muhammad Aulia Rizky Pulungan

Muhammad Bakri

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SULTAN SYARIF KASIM


RIAU
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr wb

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang senantiasa memberikan kekuatan lahir batin kepada kami sehinngga makalah ini dapat
terselesaikan. Dengan tersusunnya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu. Akhirnya hanya kepada Allah, semoga makalah ini bermanfaat serta
menjadi bagian dari amal sholeh dan semoga Allah membalas semua pihak yang telah membantu
dengan balasan yang sebaik – baiknya. Fiddunnya wal akhirat. Amin

Wassalamu’alaikum wr wb

Pekanbaru, 19 September 2019

Kelompok penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman judul……………………………………………...……..………………………..i

Kata pengantar………………………………………………...……..……………………....ii

Daftar isi………………………………………………...……..………………………………iii

BAB I Pendahuluan................................................................................................................1
A. Latar belakang masalah………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………......1
C. Tujuan…………………………………………………………………….………………1

BAB II Pembahasan………………………………………………………………………...………2
A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih…………………………….……………………….2
a. Pengertian Muhkam……………………………………………………….………2
b. Pengertian Mutasyabih…………………………………………………..……..….2
B. Macam-macam Mutasyabih…………………………………………………………….…3
C. Pendapat Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabih…………………………………...…….4
D. Hikmah Diturunkannya Ayat-ayat Mutasyabih…………………………………………...5

BAB III Penutup……………………………………………………………………..……….7


A. Simpulan………………………………………………………………………………..…7

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...………………8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Al-Quran, kalam Tuhan yang dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan
umat Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam. Pemahaman Al-Quran dapat diperoleh
dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercangkup dalam ulumul quran. Dan
menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan ulumul quran adalah ilmu yang membahas
tentang Muhkam Mutasyabbih ayat.

Muhkam Mutasyabbih ayat hendaknya dapat dipahami secara mendalam. Hal ini
dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam objek yang urgen dalam kajian/pemahaman Al-Quran.
Jika kita tengok dalam Ilmu Kalam, hal yang mempengaruhi adanya perbedaan pendapat antara
firqoh satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah pemahaman tentang ayat muhkam dan
mutasyabbih. Bahasa Al-Quran ada kalimat yang jelas (muhkam) dan yang belum jelas
(mitasyabih), hingga dalam penafsiran Al-Quran (tentang ayat muhkam mutasyabih-red) terdapat
perbedaan-perbedaan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Muhkam dan Mutasyabih ?


2. Apa saja macam-macam Muhkam dan Mutasyabih?
3. Apa hikmah mengetahui Muhkam dan Mutasyabih?
4. Apa pendapat ulama tentang ayat-ayat Mutasyabih?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Muhkam dan Mutasyabih
2. Mengetahui macam-macam Muhkam dan Mutasyabih
3. Mengetahui hikmah dari mengetahui Muhkam dan Mutasyabih
4. mengetahui apa saja pendapat ulama tentang ayat-ayat Mutasyabih

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

a. Pengertian Muhkam
Kata muhkam, secara etimologis, merupakan bentuk ubahan dari kata ihkam yang
artinyaurusan itu baik atau pokok. Sedangkan muhkam ialah sesuatu yang dikokohkan, jelas,
fasih, indah dan membedakan antara yang hak dan yang bathil..

Sedangkan Menurut istilah Muhkam ialah lafal yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan
kuat secara berdiri sendiri tanpa dita’wilkan karena susunan terbitnya tepat, dan tidak musykil,
karena pengertiannya masuk akal, sehingga dapat diamalkan karena tidak dinasakh

Contoh: Surat Al-Baqarah ayat 83, yang Artinya:

“Dan (ingatlah) tatkala Kami membuat janji dengan Bani Israil, supaya jangan mereka
menyembah melainkan kepada Allah, dan terhadap kedua Ibu Bapak hendaklah berbuat baik,
dan (juga) kepada kerabat dekat, dan anak-anak yatim dan orang orang miskin , dan hendaklah
mengucapkan perkataan yang baik kepada manusia, dan dirikanlah sholat dan keluarkanlah
zakat. Kemudian, berpaling kamu , kecuali sedikit, padahal kamu tidak memperdulikan.”

Muhkam secara bahasa berasal dari kata dasar ‫ َحك َََم‬yang mana Ibnu Faris –rahimahullah-
mengatakan:

َ‫ظ ْل ِم‬ ِ ‫َوه َُوَاَ ْل َم ْن ُع‬


ُّ ‫َمنَ َال‬ َ ‫َوأَ َّولَُذَلِكَ َاَ ْل ُح ْك َُم‬.
َ ‫َ َوه َُوَاَ ْل َم ْن ُع‬,ٌ‫احد‬
ِ ‫ٌَو‬ ْ َ ‫َو ْال ِم ْي ُمَأ‬
َ ‫صل‬ ُ ‫َو ْالك‬
َ ‫َاف‬ َ ‫ا َ ْل َحا ُء‬
“Huruf al-Ha’, al-Kaf dan al-Mim adalah sebuah asal kata yang bermakna larangan. Kata
pertama yang berakar dari tiga huruf tersebut adalah Hukum yang berarti melarang dari sebuah
kedzhaliman.1

b. Pengertian Mutasyabih
Kata Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang secara bahasa berarti keserupaan dan
kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Tasyabaha, Isytabaha
sama dengan Asybaha (mirip, serupa, sama) satu dengan yang lain sehingga menjadi kabur,
tercampur. Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas
maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi,
dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya.
Contoh: Surat Thoha ayat 5, yang Artinya: (Allah) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di
atas ‘Arasy’

1 Abu al-Husein Ahmad bin Faris bin Zakariya w.395 H, Maqayisu al-Lughah, (Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2008 M) hal. 221.

2
Al-Mutasyabih secara bahasa berasal dari kata dasar ‫ شبه‬yang mana dikatakan oleh Ibnu Faris –
rahimahullah- :

ِّ َ ‫صل َو ْال َهاء َو ْالبَاء ا‬


‫لشيْن‬ ْ َ‫احد أ‬
ِّ ‫ْئ تَشَاب ِّه َعلَى يَدل َو‬ َّ ‫ال‬
ِّ ‫شي‬
“bahwa huruf asy-Syin, al-Ba’ dan al-Ha’ satu dasar kata yang menunjukkan kemiripan
sesuatu”2

B. Macam-macam Mutasyabih
Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Qur’an, maka ayat-
ayat tersebut dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, atau
kecuali Allah SWT. Contohnya seperti Dzat Allah SWT, hakikat sifat-sifatNya, waktu
datangnya hari kiamat, dan hal-hal ghoib lainnya. Seperti keterangan surah Al-An’am
ayat 59:
Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghoib: tidak ada yang
mengetahui kecuali Dia sendiri.”
2. Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui maksudnya oleh semua orang. Hal ini dapat
dilakukan dengan jalan pembahasan dan pengkajian/penelitian yang mendalam.
Contohnya ayat-ayat mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang,
urutan, dan seumpamanya.
Jadi, dalam menyikapi ayat-ayat ini adalah merinci yang mujmal, menentukan yang
musytarak, menqayidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dan sebagainya.
Seperti dalam firman Allah Q.S. An-Nisa ayat 3:
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita (lain).”
Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasannya timbul karena lafalnya yang ringkas.
Kalimat asalnya berbunyi:
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang
yatim sekiranya kamu kawini mereka, maka kawinilah wanita-wanita selain mereka.”
3. Al-Mutasyabih al-Idhafiy adalah bagian dari al-Qur’an yang sebenarnya maknanya bisa
dimengerti dalam syariat akan tetapi terkadang dirancukan oleh kejahilan atau hawa
nafsu sehingga dalam pandangannya menjadi mutasyabih yang sebenarnya lebih condong
kepada muhkam.3 Jenis kedua ini disebut juga dengan istilah al-Mutasyabih an-Nisbiy
yang relative dan hanya ulama tertentu saja yang dapat memahami maknanya.
4. Al-Mutasyabih dalam istinbat hukum bukan pada ayat atau dalilnya akan tetapi pada
‘illahnya. Contoh; ayat tentang haramnya bangkai dan halalnya hewan yang disembelih
secara syari sangatlah jelas, namun timbul syubhat saat kedua daging tersebut tercampur
apakah halal untuk dikonsumsi atau menjadi haram.4

2 Ibnu Faris, Maqayisu al-Lughah, hal. 469.


3 Ibrahim bin Musa bin al-Lakhamiy al-Gharnathiy al-Malikiy Abu Ishaq asy-Syatibiy w. 790 H, al-Muwafaqat fi Usul asy-
Syari’ah, (Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy, cet. 2013 M) hal. 73, Juz 3.
4 Khalid Utsman as-Sabt, Qawaid at-Tafsir Jam’an wa Dirasatan, (Kairo: Dar Ibnu Affan, cet. 2013 M) hal.214, jilid 2.

3
5. Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sain, bukan
semua orang. Ahmad Syadzali dalam bukunya tipe yang ketiga ini lebih menspesifikkan
lagi. Ia menyatakan maksudnya ayat-ayat tersebut hanya dapat diketahui oleh para ulama
tertentu dan bukan semua ulama. Jadi bukan semua ulama apalagi orang awam yang
dapat mengetahui maksudnya.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 7:
Artinya: “Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-
orang yang mendalam ilmunya.”

C. Pendapat Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabih


Pada dasarnya perbedaan pendapat para Ulama dalam menanggapi sifat-sifat
mutasyabihat dalam Al-Qur’an dilatarbelakangi oleh perbedaan pemahaman atas firman Allah
SWT dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 7.
Adapun mayoritas sahabat, tabi’in dan pengikut setelahnya terkhusus ahlusunnah maka
mereka berpendapat seperti pendapat pertama yaitu hanya Allahlah yang mengetahui al-
Mutasyaabih dan ini riwayat yang paling shahih dari Ibnu Abbas”.5

Pendapat jumhur ini diperkuat oleh qiraat Ibnu Abbas:

‫الرا ِّسخونَ فِّي ْال ِّع ْل ِّم آ َمنَّا ِّب ِّه‬ َّ ‫َو َما يَ ْعلَم ت َأ ْ ِّويلَه ِّإ ََّّل‬
َّ ‫َّللا َويَق ْول‬

“Dan tidaklah ada yang mengetahui ta’wilnya kecuali Allah, dan berkatalah orang yang kokoh
keilmuanya; kami beriman dengannya.6

Muhyiddin ad-Darwisy dalam kitabnya I’rab al-Qur’an membawakan perkataan wajibnya waqf
َّ ‫ إِّ ََّّل‬sehingga kalimat ‫الرا ِّسخونَ فِّي ْال ِّع ْلم‬
pada kalimat ‫َّللا‬ َّ ‫ َو‬menjadi kalimat permulaan.7

Subhi Al-Shalih membedakan pendapat para ulama ke dalam dua mazhab, yaitu:
1. Mazhab Salaf
Yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabihat ini dan
menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Para Ulama Salaf mengharuskan kita berwaqaf
(berhenti) dalam membaca QS. Ali Imran : 7 pada lafal jalalah. Hal ini memberikan pengertian
bahwa hanya Allah yang mengerti takwil dari ayat-ayat mutasyabihat yang ada. Mazhab ini juga
disebut mazhab Muwaffidah atau Tafwid

5 Imam as-Suyuthiy, al-Itqhan, hal. 7, Juz 3.


6 Manna’ Khalil al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, hal. 222.
7 Muhyiddin ad-Darwisy w. 1403 H/1982 M, I’rab al-Qur’an al-Karim wa Bayanuhu ,(Beirut: Dar al-Yamamah, cet. 11, 2011

M) hal. 395, Jilid 1.

4
2. Mazhab Khalaf
Yaitu orang-orang yang mentakwilkan (mempertangguhkan) lafal yang mustahil
dzahirnya kepada makna yang layak dengan zat Allah. Dalam memahami QS. Ali-Imran : 7
mazhab ini mewaqafkan bacaan mereka pada lafal “Warraasikhuuna fil ‘Ilmi”. Hal ini
memberikan pengertian bahwa yang mengetahui takwil dari ayat-ayat mutasyabih adalah Allah
dan orang-orang yang Rasikh (mendalam) dalam ilmunya. Mazhab ini disebut juga Mazhab
Muawwilah atau Mazhab Takwil.

Berikut ini adalah beberapa contoh sifat-sifat mutasyabih yang menjadikan perbedaan
pendapat antara mazhab Salaf dan mazhab Khalaf:
1. Lafal “Ístawa” pada Al-Qur’an surah Thaha ayat 5. Allah berfirman:
Artinya: “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas ‘Ars.”
Dalam ayat ini diterangkan bahwa pencipta langit dan bumi ini adalah Allah Yang Maha
Pemurah yang bersemayam di atas Arsy.
Menurut mazhab Salaf, arti kata Istiwa’ sudah jelas, yaitu bersemayam (duduk) di atas Arsy
(tahta). Namun tata cara dan kafiatnya tidak kita ketahui dan diharuskan bagi kita untuk
menyerahkan sepenuhnya urusan mengetahui hakikat kata Istiwa’ itu kepada Allah sendiri.
Sedangkan mazhab Khalaf memaknakan Istiwa’ dengan ketinggian yang abstrak berupa
pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan.
2. Lafal “yadun” pada Al-Qur’an surah Al-Fath ayat 10. Allah berfirman:
Artinya: ”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka
berjanji setia kepada Allah tangan Allah di atas tangan mereka.”
Pada ayat di atas terdapat lafal yadun yang secara bahasa berarti tangan. Para ulama salaf
mengartikan sebagaimana adanya dan menyerahkan hakikat maknanya kepada Allah. Sedangkah
ulama Khalaf memaknai lafal yadun dengan “kekuasaan” karena tidak mungkin Allah itu
mempunyai tangan seperti halnya pada makhluk.

َّ ‫ ْال ِّع ْل ِّم ِّفي َو‬bermakna al-athfu sebagai huruf atau kata
3. Huruf ‫ و‬pada firman Allah َ‫الرا ِّسخون‬
sambung dan َ‫ يَقولون‬menjadi keterangan hal, sehingga waqf bacaan terhenti pada َ‫الرا ِّسخون‬ َّ ‫فِّي َو‬
‫ ْال ِّع ْل ِّم‬sehingga berkonsekwensi maknanya bahwa yang memahami al-mutasyaabih adalah Allah
dan orang-orang yang diberi kekokohan dalam ilmu.8

D. Hikmah Diturunkannya Ayat-ayat Mutasyabih

hikmahnya adalah sebagai berikut;


1. Sebagai rahmat Allah SWT.
2. Ujian dan cobaan terhadap kekuatan iman umat manusia.
3. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia.
4. Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti.

8 Manna’ Khalil al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, cet. 3, 2000 M) hal.222.

5
5. Memperlihatkan kemukjizatan Al-Qur’an ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar
manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa,
melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
6. Memudahkan orang dalam memahami Al-Qur’an.
7. Menambah pahala umat manusia, dengan bertambah sukarnya memahami ayat-ayat
mutasyabihat.
8. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.
9. Beragamnya pendapat yang bisa ditoleran, sehingga tak bisa kita bayangkan kalaulah
semua ayat itu muhkam maka tidak akan ada madzhab kecuali hanya satu pendapat saja.9

9 Az-Zarqaniy, Manahil al-Qur’an, hal. 235-236, jilid 2.

6
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

1. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih diantaranya adalah apa yang disimpulkan oleh
Imam az-Zarkasyiy –rahimahullah- berkata:

‫ان ْال َح ََل ِّل وال َح َر ِّام‬


ِّ َ‫ص ِّط ََلحِّ فَه َو َما أَحْ َك َمتْه بِّاأل َ ْم ِّر َوالنَّ ْهي ِّ و َبي‬
ْ ‫َوأ َ َّما فِّ ْي ا َِّّل‬

“Adapun secara istilah al-Muhkam adalah apa yang telah ditetapkan atau dikuatkan dengan
perintah dan larangan dan penjelasan tentang halal dan haram.”

‫ف ْال َم َعانِّي‬ ْ َ ‫وأما ال َمتَشَا ِّبه فأ‬


َ ‫صله أن يَ ْشت َ ِّبهَ اللَ ْفظ في ال‬
ْ ‫ظاه ِِّّر مع‬
ِّ ‫اختِّ ََل‬

“Adapun al-mutasyabih pada dasarnya adalah kemiripin lafadz secara dhzahir sementara
maknanya berbeda.”

2. Macam-macam al-mutasyabih antara lain al-Mutasyabih al-Haqiqiy dan al-Idhafiy


3. diantara yang termasuk al-Mutasyabihat adalah Ayat-ayat Tentang Sifat-sifat Allah
4. Perdebatan Ulama Seputar Mutasyabihat yang penulis lebih cenderung kepada pendapat
jumhur ahlusunnah dari kalangan salaf.
5. Terdapat banyak hikmah saat mengetahui permasalahan muhkam dan mutasyabih
diantaranya sebagai ujian bagi kita apakah kita beriman kepada hal yang ghaib, atau juga
menjelaskan tentang hakikat lemah dan bodohnya kita sebagai insan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Abu al-Husein Ahmad bin Faris bin Zakariya. 2008. Maqayisu al-Lughah. Dar al-Hadits. Kairo.

Ibnu Faris, Maqayisu al-Lughah, hal. 469.

Ibrahim bin Musa bin al-Lakhamiy al-Gharnathiy al-Malikiy Abu Ishaq asy-Syatibiy. 2013. al-
Muwafaqat fi Usul asy-Syari’ah. Dar Ibnu al-Jauziy. Kairo.

Khalid Utsman as-Sabt. 2013. Qawaid at-Tafsir Jam’an wa Dirasatan. Dar Ibnu Affan. Kairo.

Imam as-Suyuthiy, al-Itqhan

Manna’ Khalil al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an

Muhyiddin ad-Darwisy. 2011. I’rab al-Qur’an al-Karim wa Bayanuhu. Dar al-Yamamah. Beirut.

Manna’ Khalil al-Qatthan. 2000. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Maktabah al-Ma’arif. Riyadh.

Az-Zarqaniy, Manahil al-Qur’an.

Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2013.

Abdul Djalal, Ulumul Qur’an , Dunia Ilmu, Surabaya, 1998.

Anda mungkin juga menyukai