PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Al-Quran merupakan kalamullah yang Allah wahyukan kepada Nabi
Muhammad Saw. melalui malaikat Jibril. Di dalam kitab suci ini terangkum
berbagai kekuasaan Allah tentang segala yang ada di bumi maupun di langit.
Kitab suci Al-quran merupakan kitab terakhir dan penyempurna bagi kitab-kitab
sebelumnya, sehingga kaedah dalam membaca dan menjaganya pun telah Allah
atur dan benar-benar harus diperhatikan.
Dari sini sangat penting kita mendalami pengetahuan tentang Ilmu Tajwid
(kaedah serta cara-cara membaca Al-Quran) dan wajib kiranya kita memelihara
bacaan al-Quran dari kesalahan dan perubahan serta memelihara lisan (mulut) dari
kesalahan membaca.
Sama halnya dengan Al-Quran, Ilmu Tajwid (kaedah serta cara-cara
membaca Al-Quran) juga berkembang secara bertahap sejak zaman Khulafa ArRasyidin sampai pada zaman modern seperti sekarang ini1. Tentunya dalam
perkembangan Ilmu Tajwid dari zaman Khulafa Ar-Rasyidin sampai pada zaman
modern, ada perawi-perawi dan pencetus perkembangan Ilmu Tajwid tersebut.
1.2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rumusan Masalah
Pengertian Al-Quran
Cara-cara Al-Quran Diturunkan
Hikmah Diturunkannya Al-Quran Secara Berangsur-angsur
Pengertian Ilmu Tajwid
Sejarah Ilmu Tajwid
Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Al-Quran
2.1.1
Pengertian Al-Quran
Malaikat memasukkan wahyu itu kedalam hatinya. Dalam hal ini, Nabi saw
tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja
dalam kalbunya. Mengenai hal ini, Nabi mengatakan: Ruhul qudus
mewahyukan kedalam kalbuku, (lihat surat (42) Asy Syuura ayat (51).
2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang
mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar
akan kata-kata itu.
3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang
amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran
keringat, meskipun turunnya wahyu dimusim dingin yang sangat. Kadang-kadang
unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu
turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleg Zaid bin Tsabit:
Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat
2 Abduh Zulfika akaha, Al-Quran dan Qiroat, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar), hal. 44
Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang
keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai
turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa.
4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki
seperti keadaan nomor 2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini
tersebut dalam Al Quran surat (53) An Najm ayat 13 dan 14 :
Nama-nama Al-Quran
Allah juga memberi beberapa nama lain selain dengan sebutan Al-Quran,
diantaranya:
1. Al-Kitab ( )atau Kitabullah, adalah padanan dari kata Al-Quran,
sepertitersebut dalam surat Al-Baqarah ayat 2:
benar dan yang salah, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Furqan ayat 1:
Artinya: Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran)
kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh
alam.
3. Adz-Dzikru, artinya Peringatan, sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat
Al-Hijr ayat
Artinya:
Sesungguhnya
Kami-lah
yang
menurunkan
Al
Quran,
dan
Adapun
pertengahan
Al
Al-Kahfi ayat 19 pada lafazh :
Quran
terdapat
pada
surat
3 Abdul Ghani Azmi Hj Idris, Drs., Mengenal Al-Quran dan Asas-Asas Ulumul Quran,
cet.1, 1999, Kuala Lumpur, Al-Hidayah Publishers.
2.1.8
Terdapat 4 tingkatan bacaan Al Quran yaitu bacaan dari segi cepat atau
lambatnya membaca Al quran :
1.
2.
3.
4.
hukum tajwid.
Al-Hadar : Bacaan yang dilakukan dengan tingkatan paling cepat serta
memelihara hukum-hukum bacaan tajwid. Tingkatan bacaan hadar ini biasanya
bagi mereka yang telah menghafal Al Quran, supaya mereka dapat mengulang
bacaannya dalam waktu yang singkat.
2.2
Tajwid
2.2.1
menunjukkan bahwa ilmu ini telah bermula sejak dari al-Quran itu diturunkan
kepada Rasulullah SAW4. Ini kerena Rasulullah SAW sendiri diperintah untuk
membaca al-Quran dengan tajwid dan tartil seperti yang disebut dalam surat alMuzammil ayat 4.
"Bacalah al-Quran itu dengan tartil (perlahan-lahan)."
Kemudian Nabi Muhammad SAW mengajar ayat-ayat tersebut kepada
para sahabat dengan bacaan yang tartil. Sayyidina Ali r.a apabila ditanya tentang
apakah maksud bacaan al-Quran secara tartil itu, maka beliau menjawab "adalah
membaguskan sebutan atau pelafalan bacaan pada setiap huruf dan berhenti pada
tempat yang betul.
Ini menunjukkan bahwa pembacaan al-Quran bukanlah suatu ilmu hasil
dari Ijtihad (fatwa) para ulama' yang diolah berdasarkan dalil-dalil dari al-Quran
dan Sunnah, tetapi pembacaan al-Quran adalah suatu yang Taufiqi (diambil terus)
melalui riwayat dari sumbernya yang asli, yaitu sebutan dan bacaan Rasulullah
SAW.
Para sahabat r.a adalah orang-orang yang amanah dalam mewariskan
bacaan ini kepada generasi umat Islam selanjutnya. Mereka tidak akan menambah
atau mengurangi apa yang telah mereka pelajari itu, karena rasa takut mereka
yang tinggi kepada Allah SWT dan begitulah juga generasi setelah mereka.
Walau bagaimanapun, apa yang dikira sebagai penulisan ilmu Tajwid yang
paling awal ialah apabila bermulanya kesadaran perlunya Mushaf Utsmaniah yang
ditulis oleh Sayyidina Utsman itu diletakkan titik-titik kemudiannya, baris-baris
bagi setiap huruf dan perkataannya. Gerakan ini telah diketuai oleh Abu Aswad
Ad-Duali dan Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi. Apabila pada masa itu Khalifah
umat Islam memikul tugas untuk berbuat demikian ketika umat Islam
mulai melakukan-kesalahan dalam bacaan.
Ini karena semasa Sayyidina Utsman menyiapkan Mushaf al-Quran
dalam enam atau tujuh buah itu. beliau telah membiarkannya tanpa titik-titik huruf
4 Tarib Moh.Sejarah Ilmu Tajwid.http://refrensiaku-ku.blogspot.com: Diakses pada
tanggal 22 Mei 2016, Pukul 10.00.
dan baris-barisnya karena memberi keluasan kepada para sahabat dan tabiin pada
masa itu untuk membacanya sebagaimana yang mereka telah ambil dari
Rasulullah SAW sesuai dengan Lahjah (dialek) bangsa Arab yang bermacammacam. Tetapi setelah berkembang luasnya agama Islam ke seluruh tanah Arab
serta jatuhnya Roma dan Parsi ke tangan umat Islam pada tahun 1 dan 2 Hijriah,
bahasa Arab mulai bercampur dengan bahasa penduduk-penduduk yang
ditaklukkan umat Islam. Ini telah menyebabkan berlakunya kesalahan yang
banyak dalam penggunaan bahasa Arab dan begitu juga pembacaan al-Quran.
Maka al-Quran Mushaf Utsmaniah telah diusahakan untuk menghindari
kesalahan-kesalahan dalam membacanya dengan penambahan baris dan titik pada
huruf-hurufnya bagi karangan ilmu qiraat yang paling awal sepakat, yang
diketahui oleh para penyelidik ialah apa yang telah dihimpun oleh Abu 'Ubaid AlQasim Ibnu Salam dalam kitabnya "Al-Qiraat" pada kurun ke-3 Hijriah.
Akan tetapi ada yang mengatakan, apa yang telah disusun oleh Abu 'Umar
Hafs Ad-Duri dalam ilmu Qiraat adalah lebih awal. Pada kurun ke-4 Hijriah pula,
lahir Ibnu Mujahid Al-Baghdadi dengan karangannya "Kitabus Sab'ah", dimana
beliau adalah orang yang mula-mula mengasingkan qiraat kepada tujuh imam
bersesuaian dengan tujuh perbedaan dan Mushaf Utsmaniah yang berjumlah tujuh
naskah. Kesemuanya pada masa itu karangan ilmu tajwid yang paling awal,
barangkali tulisan Abu Mazahim Al-Haqani dalam bentuk qasidah (puisi) ilmu
tajwid pada akhir kurun ke-3 Hijriah adalah yang terulung.
Selepas itu lahirlah para ulama yang tampil memelihara kedua ilmu ini
dengan karangan-karangan mereka dari masa ke masa seperti Abu 'Amr Ad-Dani
dengan kitabnya At-Taysir, Imam Asy-Syatibi Tahani dengan kitabnya "Hirzul
Amani wa Wajhut Tahani" yang menjadi tonggak kepada karangan-karangan
tokoh-tokoh lain yang sezaman dan yang setelah mereka. Tetapi yang jelas dari
karangan-karangan mereka ialah ilmu tajwid dan ilmu qiraat senantiasa
bergandengan, ditulis dalam satu kitab tanpa dipisahkan pembahasannya,
penulisan ini juga diajarkan kepada murid-murid mereka. Kemudian lahir pula
seorang tokoh yang amat penting dalam ilmu tajwid dan qiraat yaitu Imam
(ulama) yang lebih terkenal dengan nama Ibnul Jazari dengan karangan beliau
diyakini oleh ahli sejarah Islam bahawa perkembangan pengajian al-Quran dan
tajwid juga bermula dari tarikh dan tempat tersebut5.
Mengikut sejarah perkembangan ilmu tajwid, penyusun ilmu tajwid yang
pertama dalam bahasa Melayu adalah seorang ulama yang bernama Muhammad
Salih bin Ibnu Muti bin Syeikh Muhammad Salih al- Kalantani. Asal usulnya
tidak diketahui tetapi mengikut sejarah nama di akhir adalah al-Kalantani,
berkemungkinan beliau berasal dari Kelantan. (nama ini terdapat dalam sebuah
buku karya beliau).
Berdasarkan
kepada
bukunya
mengenai
ilmu
tajwid,
yang
bagian awal ditulis dalam Bahasa Arab yang diberi makna dalam bahasa Melayu.
Bagian kedua semuanya menggunakan bahasa Melayu. Manuskrip ini diperoleh di
Pontianak Kalimantan Barat. Ia pernah dimiliki oleh salah seorang keturunan
Kerabat Diraja Kerajaan Pontianak. Tarikh Perolehan ialah pada 11 Rabiulawal
1423 H hari Jumat bersamaan 24 Mei 2002 M.
2.2.3
Pengertian Tajwid
Tajwd ( )secara harfiah bermakna melakukan sesuatu dengan elok
dan indah atau bagus dan membaguskan, tajwid berasal dari kata Jawwada (--
-- )dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti mengeluarkan
huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi
ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara membunyikan
atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci al-Quran maupun
bukan.
Sebagian besar ulama mengatakan, bahwa tajwid itu adalah suatu cabang
ilmu
yang
sangat
penting
untuk
dipelajari
sebelum
mempelajari
dan
Keutamaan
mempelajari
Ilmu
Tajwid
Tujuan mempelajari ilmu Tajwid adalah agar dapat membaca ayat-ayat AlQuran secara betul (fasih) sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah saw serta
dapat memelihara lisannya dari kesalahan-kesalahan ketika membaca al-Quran 7.
Kesalahan dalam membaca Al-Quran dikategorikan dalam dua macam, yaitu:
1. Al-Lakhnu al-Jaliy (Kesalahan besar / fatal)
Adalah kesalahan dalam membaca Al-Quran yang dapat mengubah arti dan
menyalahi urf qurro. Melakukan kesalahan ini hukumnya Haram. Yang termasuk
diantaranya ialah:
- Kesalahan makhraj huruf. biasanya terjadi pada pengucapan huruf-huruf yang
7 Ahmad Masud Syafii, Buku Tajwid, MG Smarang, 1967, Hal 13
serupa seperti ain dan hamzah, kho dan ghain, dan sebagainya.
- Salah membaca mad, seperti bacaan pendek dibaca panjang atau sebaliknya.
2. Al-Lakhnu al-Khofiy (Kesalahan kecil).
Kesalahan ringan yang tidak diketahui secara umum, kecuali oleh orang yang
memiliki pengetahuan mengenai kesempurnaan membaca AlQuran.
Diantaranya:
- Hukum-hukum pembacaan seperti membaca mad wajib muttashil atau lazim
dengan dua atau tiga harakat
Tidak menerapkan kaidah ghunnah pada huruf-huruf yang seharusnya dibaca
dengan ghunnah.
2.2.5
2.2.6
menurut kedudukan salah satu dari huruf mad11. Terdapat tiga huruf mad yaitu alif,
wau, dan ya dan huruf tersebut haruslah berbaris mati atau saktah. Panjang
pendeknya bacaan mad diukur dengan menggunakan harakat.
f. Hukum ra
Hukum ra adalah hukum bagaimana membunyikan huruf ra dalam bacaan.
Terdapat tiga cara yaitu kasar atau tebal, halus atau tipis, atau harus dikasarkan
dan ditipiskan.
* Bacaan ra harus dikasarkan apabila:
1. Setiap ra yang berharakat atas atau fathah.
Contoh:
2. Setiap ra yang berbaris mati atau berharakat sukun dan huruf sebelumnya
berbaris atas atau fathah.
Contoh:
3. Ra berbaris mati yang huruf sebelumnya berbaris bawah atau kasrah.
Contoh:
4. Ra berbaris mati dan sebelumnya huruf yang berbaris bawah atau kasrah tetapi
ra tadi berjumpa dengan huruf istila12.
Contoh:
* Bacaan ra yang ditipiskan adalah apabila:
1. Setiap ra yang berbaris bawah atau kasrah.
Contoh:
2. Ra mati yang sebelumnya juga huruf berbaris bawah atau kasrah tetapi tidak
berjumpa dengan huruf istila.
Contoh:
* Bacaan ra yang harus dikasarkan dan ditipiskan adalah apabila setiap ra yang
berbaris mati yang huruf sebelumnya berbaris bawah dan kemudian berjumpa
dengan salah satu huruf istila.
Contoh:
11 Ahmad Masud Syafii, Buku Tajwid, MG Smarang, 1967, Hal 26
12 Ahmad Masud Syafii, Buku Tajwid, MG Smarang, 1967, Hal 27
Istila () : terdapat tujuh huruf yaitu kha (), sod (), dhad (), tha (),
qaf (), dan zha ().
g. Qalqalah
Qalqalah ( )adalah bacaan pada huruf-huruf qalqalah dengan bunyi seakanakan berdetik atau memantul. Huruf qalqalah ada lima yaitu qaf (), tha (), ba (
), jim (), dan dal (-). Qalqalah terbagi menjadi dua jenis:
Qalqalah kecil yaitu apabila salah satu daripada huruf qalqalah itu berbaris mati
dan baris matinya adalah asli karena harakat sukun dan bukan karena waqaf.
Contoh: ,
Qalqalah besar yaitu apabila salah satu daripada huruf qalqalah itu dimatikan
karena waqaf atau berhenti. Dalam keadaan ini, qalqalah dilakukan apabila bacaan
diwaqafkan tetapi tidak diqalqalahkan apabila bacaan diteruskan.
Contoh: ,
DAFTAR PUSTAKA
AF. Hasanuddin.1995.Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath
Hukum dalam Al-Quran.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Ahmad Masud Syafii, Buku Tajwid, MG Smarang, 1967.
Abdul Fatah El-Qadhi, Sejarah Al-Quran (Terjemahan Ismail Mohd Hassan),
cet.1, 1999, Kuala Terengganu, Penerbitan Yayasan Islam Negeri Terengganu.