Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Selama ini kendala utama yang dihadapi khususnya masyarakat umum

khususnya kaum muallaf adalah tentang jenazah. Secara teori mungkin mereka sudah
menguasai, namun ternyata masih banyak di kalangan awam yang mempertanyakan
bagaimana tata cara dan apa saja yang harus dilakukan mengenai jenazah.
Seorang muslim hendaknya muslim hendaknya senantiasa mempersiapkan diri untuk
menyongsong kematian dengan memperbanyak amal shalih dan menjauhkan diri dari
perkara haram. Hendaklah kematian itu selalu berada direlung hatinya berdasarkan
sabda Nabi saw, yang berbunyi :


Perbanyaklah mengingat sang pemutus kelezatan.! ( yakni kematian ). (HR. atTirmidzi dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam kitab al-irwa hal 682).
1.2

Rumusan Masalah

Dalam rumusan masalah ini kita akan mengetahui tentang :


1. Apa saja kewajiban seorang yang masih hidup terhadap seorang yang sudah mati
2.
3.
4.
5.

(jenazah) ?
Tata cara memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan jenazah ?
Hukum dan syarat terhadap jenazah ?
Shalat-shalat apa saja yang bisa dilakukan untuk jenazah ?
Bagaimana ziarah kubur bagi laki-laki dan perempuan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa saja kewajiban seorang yang masih hidup terhadap
seorang yang sudah mati (jenazah)

2. Untuk mengetahui tata cara memandikan, mengafani, menyalatkan, dan


menguburkan jenazah
3. Untuk mengetahui hukum dan syarat terhadap jenazah
4. Untuk mengetahui shalat-shalat apa saja yang bisa dilakukan untuk jenazah
5. Untuk mengetahui bagaimana ziarah kubur bagi laki-laki dan perempuan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Kewajiban Terhadap Jenazah

Apabila seorang muslim meninggal dunia, ada dua kewajiba yang harus
segera diselesaikan oleh pihak yang masih hidup, yaitu pertama kewajiban terhadap
jenazah, dan kedua kewajiban terhadap harta waris. Kewajiban kaum muslimin yang
masih hidup terhadap jenazzah terdiri dari empat macam, yaitu termasuk fardhu
kifayah. Kewajiban itu adalah:1
1. Membimbing Sakaratul Maut
2. Memandikan
3. Mengafani
4. Menyalatkan
5. Menguburkan
Dibawah ini akan dijabarkan satu persatu tentang pelaksanaan kewajiban umat
muslim yang masih hidup terhadap jenazah.
2.2 Membimbing Sakaratul Maut
Sakaratul maut merupakan kondisi orang yang sedang menghadapi kematian,
yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Dalam istilah
sehari-hari sering disebut dengansekarat, menjelang ajal, atau najal. Diutamakan bagi
orang-orang yang shaleh untuk mendampingi orang-orang yang akan meninggal
dunia, guna mengingarkan kepada Allah. Dianjurkan berdo'a. Fase sakaratul maut
seringkali di sebutkan oleh Rasulullah sebagai fase yang sangat berat dan
menyakitkan sehingga kita diajarkan doa untuk diringankan dalam fase sakaratul
maut.

Sakaratul

maut

itu sakitnya

sama

dengan

tusukan

tiga

ratus

pedang (HR Tirmidzi). Hal-hal yang disunatkan tatkala dekatnya ajal seseorang:2
1. Talqi yaitu mengajarnya membaca " La ilaha illallah." Berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud dan Turmudzi dari Abu Sa'id al-Khudri,
bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Ajarkanlah orang-orangmu yang akan
meninggal membaca La ilaha illallah!" Dan diriwaytkan pula oleh Abu
1 Ayub, Hasan, Fiqih Ibadah , Jakarta: Cakra Lintas Media, 2010
2 http://www.jadipintar.com/2013/10/Tata-Cara-Membimbing-Orang-Yang-SedangSakaratul-Maut.html diakses pada tanggal 1 november 2016

Daud dari Mu'adz bin Jabal r.a. yang dinyatakan sah oleh Hakim, bahwa
Rasulullah saw. bersabda: "Siapa-siapa yang ucapan terakhirnya berbunyi La
ilaha illallah, pastilah ia masuk surga!".
2. Menghadapkannya ke arah kiblat, dalam keadaan berbaring pada sisi badan yang
kanan.

Berdasarkan

hadits

yang

diriwayatkan

oleh Baihaqi dari Abu

Qatadah, juga oleh Hakim yang menyatakan sahnya. "Bahwa tatkala Nabi saw.
tiba di Madinah, ia menanyakan Barra'bin Ma'rar, Ujar mereka: 'Ia sudah wafat
dan mewasiatkan sepertiga hartanya buat Anda, juga agar ia dihadapkan ke arah
kiblat sewaktu hendak meninggal.
3. Membacakan Surah Yasin. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad,
Abu Daud, Nasa'i, juga oleh Hakim dan Ibnu Hibban yang menyatakannya sah
dari ma'qil bin Yasar: "Yasin adalah jantung Al-Qur'an, dan tidak seorang pun
yang membacanya dengan mengharapkan keridhaan Allah dan pahala akhirat,
kecuali ia kan diampuni-Nya. Dan bacakanlah ia kepada manusia, yakni orang
yag hendak meninggal diantaramu!"
4. Menutupkan kedua matanya bila telah meninggal. berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim yang lalu, artinya: "Bahwa Nabi saw. datang melawat
Abu Salamah. Didapatinya matanya terbuka, maka ditutupkannya, lalu katanya:
'Jika nyawa seseorang dicabut, akan diikuti oleh pandangan matanya'."
5. Menyelimutinya agar tidak tidak terbuka dan supaya rupanya yang berubah
tertutup dari pandangan. Diterima dari 'Aisyah r.a.: "Bahwa Nabi saw. ketika
beliau wafat, jasadnya ditutupi dengan selimut Yaman.
6. Segera menyelenggarakan pemakamannya, bila telah diyakini kematiannya.
Maka

hendaklah

walinya

segera

memandikan,

menyalatkan

dan

menguburkannyaa sebelum timbul perubahan.


7. Membayar utangnya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
r.a. oleh Ahmad dan Ibnu Majah, juga oleh Turmudzi yang menyatakan sebagai
hadits hasan, bahwa Nabi saw. bersabda: "Nyawa seorang mukmin itu tergantung
kepada utangnya sampai dibayar lebih dulu.
2.3 Memandikan Jenazah
2.3.1 Hukum Memandikan

Kebanyakan ahli fiqih mengatakan bahwa hokum memandikan jenazah


seorang muslim adalah fardhu kifayah. Akan tetapi masih ada diantara ahli fiqih yang
mengatakan hukumnya sunah kifayah. Perbedaan pendapat ini muncul disebabkan
adanya hadits Nabi saw berikut:3


( )
Dari Ibn Abbas ra., sesungguhnya Nabi saw bersabda mandikanlah mayat itu
dengan air dan bidara dan kafanilah ia dengan kedua pakaiannya. (HR Muttafaq
alaih).
1. Orang yang Berhak Memandikan
Para ahli fiqih sepakat mengatakan bahwa yang akan memandikan mayat lakilaki adalah laki-laki dan yang memandikan mayat perempuan adalah perempuan.
Sebagian ahli fiqih berpendapat atas bolehnya suami memandikan mayat istrinya
atau sebaliknya dengan syarat perkawinan mereka tidak terputus oleh talak
sampai salah seorang diantara keduanya wafat. Namun demikian mereka
mengatakan bahwa antara suami istri itu tidak boleh memandikan dengan tangan
telanjang, tidak pula dibolehkan memandang ke bagian yang terlarang dari
mayat.
2. Syarat-Syarat Orang yang Memandikan
Fuqaha telah menetapkan beberapa hal yang menjadi syarat bagi keabsahan
a.
b.
c.
3.

orang untuk memandikan jenazah yaitu:


Beragama Islam
Niat
Berakal
Cara Memandikan
Sebelum memulai jenazah seharusnya lebih dahulu menyiapkan segala sesuatu
yang diperlupakan pada saat memandikan, yaitu:4

3 Ritonga M.A, A. Rahman dan Zainuddin M.A, Fiqih Ibadah , Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997
4 Ibid, hal 59

1. Tempat memandikan terletak pada ruangan tertutup untuk menghindari fitnah


2. Menyediakan air bersih, sabun, air kapur, dan wangi-wangian secukupnya
3. Menyediakan sarung tangan dan potongan serta gulungan kain kecil sebagai alat
penggosok tubuh jenazah
4. Kain basahan dan handuk atau kain lain yang dapat mengeringkan jenazah
setelah dimandikan
Setelah semuanya tersedia, jenazah diangkat dan diletakkan pada tempat yang
sudah disiapkan. Sebelum mulai memandikan lebih dahulu membersihkan tubuhnya
dari najis atau kotoran dengan cara sebagai berikut:
1. Menutupi sekujur tubuhnya dengan kain panjang. Jenazah tidak boleh dalam
keadaan telanjang
2. Memasang kain sarung tangan bagi yang memandikan, kemudian memulai
membersihkan tubuh jenazah dari semua kotoran dan najis. Untuk mengeluarkan
kotoran dari rongga tubuhnya dapat dengan menekan perutnya secara perlahanlahan
3. Selama membersihkan badannya sebaiknya air terus dialirkan mulai dari bagian
kepala ke bagian kaki
4. Setelah semua badannya dianggap bersih baru jenazah diwudhukan seperti
wudhu orang yang hidup
Selesai membersihkan dan mewudhukan jenazah, maka kegiatan selanjutnya
adalah memandikannya dengan cara sebagai berikut:
1. Mengalirkan air ke sekujur tubuhnya dengan memulai dari bagian kepala sebelah
kanan sampai ke kaki, kemudian melanjutkannya ke bagian kiri dengan cara
yang sama
2. Membersihkannya dengan air sabun yang berakhir dengan air bersih yang telah
bercampur dengan wangi-wangian
3. Memandikan jenazah itu sebaiknya dilakukan tiga kali atau lebih dengan cara
yang sama sehingga diyakini kebersihannya, sebagaimana yang diperintahkan
Nabi saw melalui sabdanya:



.
Dari Ummi Athiyah ia berkata Nabi saw mendatangi kami, ketika kami sedang
memandikan jenazah putrinya ketika itu beliau berkata: mandikanlah dia tiga atau
lima kali atau jika dipandang perlu, lebih dari itu, dengan air dan daun bidara, dan
basuhlah yang terakhir dengan air yang bercampur dengan kapur barus atau dari
wangi-wangian yang sebangsa kapur barus. (HR Muttafaq Alaih)
4. Setelah selesai memandikan, maka tubuhnya dikeringkan dengan handuk yang
halus, dan kemudian menutupi baddannya kembali untuk dipindahkan ketempat
pengafanan.
2.4 Mengafani Jenazah
1. Hukum Mengafani Jenazah
Seperti memandikan, hokum mengafani pun fardhu kifayah. Kewajiban
mengafani jenazah ini ditetapkan berdasarkan hadits:5

.

Dari Ibn Abbas ra., sesungguhnya Nabi saw berkata:kafanilah dia (orang yang
mati ketika ihram) dengan kedua pakaiannya. (HR al-jamaah)
2. Ketentuan Kafan
Kain yang digunakan untuk pengkafan jenazah minimal satu lapis yang dapat
menitupi seluruh tubuhnya, baik terhadap jenazah laki-laki ataupun perempuan.
Sedang warna yang paling afdol adalah warna putih. Kain kafan yang digunakan
untuk jenazah laki-laki maksimal tiga lapis tanpa baju dan sorban. Sedangkan kain
kafan untuk jenazah perempuan maksimal lima lapis yang terdiri dari selendang, baju,
kain sarung, dan dua lapis untuk pembungkus seluruh tubuhnya.
3. Cara Mengafani
5 Darajat, Zakiah, Ilmu Fiqih . Jakarta, 1982

Jika jenazah itu laki-laki maka cara mengkafaninya adalah sebagai berikut:
a. Membentangkan kain-kain kafan yang telah disediakan sebelumnya sehelai demi
sehelei. Kemudian menaburinya dengan wangi-wangian. Lembaran yang paling
bawah hendaknya dibuat lebih lebar dan luas. Di bawah kain itu, sebelumnya,
telah dibentangkan tali pengikat sebanyak lima helai yaitu masing-masing pada
arah kepala, dada, punggung, lutut, dan tumit.
b. Setelah itu, secara perlahan-lahan mayat diletakkan diatas kain-kain tersebut
dalm posisi membujur, dan kalau mungkin menaburi tubuhnya lagi dengan
wangi-wangian.
c. Selanjutnya menyelimutkan kain kafan yang dimulai dari kafan sebelah kanan
paling atas, kemudian ujung lembaran kain sebelah kiri paling atas, dan disusul
dengan lembaran kain berikutnya dengan cara yang sama.
d. Jika semua kain kafan telah memballut jasad jenazah baru diikat dengan tali
yang telah disiapkan dibawahnya.
Jika mayat itu perempuan maka cara mengafaninya adalah sebagai berikut:
1) Kain kafan sebaiknya disediakan lima lapis dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Lapis pertama dibentangkan paling bawah sebagai paembungkus jasadnya
b.
Lapis kedua dibentangkan diselah kepala sebagai penutup kepala
c. Lapis ketiga dibentangknan dari bahu ke pinggang sebagai baju kurung
d. Lapis keempat dibentangkan dari pinggang sampai ke kaki sebagai kain
e.
f.

sarung
Lapis kelima dibentangkan pada bagian pinggul yang berfungsi sebagai rok
Sebelumnya tali pengikat telah disediakan dibawah jasadnya jenazah yang

g.

sudah diletakkan diatas kain tersebut mulai dibungkus dengan cara:


Pertama, memakaikan kain kelima yang terletak dibagian pinggulnya sebagai

rok.
h.
Kedua, memakaikan kain keempat sebagai sarung.
i.
Ketiga, memakaikan kain ketiga sebagai baju kurung.
j.
Keempat, memakaikan kain kedua sebagai penutup kepala.
k. Kelima, membungkuskan kain pertamakeseluruh

tubuh

dengan

mempertemukan kedua tepi kain dan menggulungkan keduanya kearah kanan


ke bagian dalam.

4. Setelah semua kain di pakaikan menurut fungsinya baru mengikatkan tali yang
sudah disediakan dibawahnya.
Kain yang dianjurkan untuk di jadikan kafan, ialah kain yang sederhana, tidak
berlebih-lebihan baik dari segi harga maupun jumlahnya. Nabi saw bersabda:


.
Dari ali ra, ia berkata: aku mendegar Rasulallah saw berkata :janganlah
kamu jadikan kain kafan yang mahal harganya, karena sebentar saja kain itu
akan hancur. (HR Abu Dawud).
2.5 Mensholatkan Jenazah
1. Hukum Menshalatkan Jenazah
Para ahli telah sepakat menetapkan bahwa hokum shalat jenazah itu adalah wajib
atau fardhu kifayah berdasarkan hadits Nabi saw, berikut:6

Dari Abu Hurairah ra., ia mengatakan bahwa Rasulullah saw pernah berkata:
shalatkanlah (jenazah) sahabatmu. (HR Muslim dan al-Bukhari).
2. Syarat-Syarat Shalat Jenazah
Para ahli fiqih menetapkan beberapa syarat untuk sahnya shalat jenazah yaitu:
a. Pada shalat jenazah disyaratkan seperti yang disyaratkan pada shalat wajib,
yaitu menutup aurat, suci badan, tempat dan pakaian dari najis dan hadats,
serta menghadap kiblat
b. Jenazah yang akan dishalatkan itu sudah lebih dahulu dimandikan dan
dikafani bagi yang wajib dimandikan dan dikafani
c. Meletakkan jenazah di sebelah kiblat yang menshalatkan
3. Rukun Shalat Jenazah
Jumhur ahli fiqh menetapkan tiga hal sebagai rukun shalat jenazah yaitu:
a. Niat
b. Berdiri selama shalat
6 Ibid, hal 37

c.
d.
e.
f.
g.

Takbir sebanyak empat kali


Membaca surat al-Fatihah
Membaca salawat atas Nabi saw setelah takbbir kedua
Membacakan doa mayat pada takbir ketiga
Salam setelah doa pada takbir keempat

4. Cara Melaksanakan Shalat Jenazah


Sebagaimana disebut diatas bahwa shalat jenazah sedapat mungkin dilakukan
dengan cara berjamaah. Dalam berjamaah, jika jenazah itu laki-laki maka imam
mengambil posisi disamping kepala, dan makmum mengambil tempat dibelakangnya
secara berbaris-baris. Jika jenazah itu perempuan, maka imam berdiri disamping
perutnya.
Setelah imam dan makmum mengambil posisi seperti ketentuan diatas, maka
shalat jenazah dilaksanakan dengan empat takbir. Pada takbir pertama disertai dengan
niat menshalatkan jenazah ini empat kali takbir karena Allah.
a. Pada takbir pertama, membaca surat al-Fatihah

. . . .
b. Pada takbir kedua membaca shalawat atas Nabi dengan ucapan :



.
Ya Allah, berilah shalawat (rahmat) atas Nabi dan atas keluarganya, sebagaimana
Engkau pernah member rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan
limpahkanlah berkah atas Nabi Muhammad dan para keluarganya, sebagaimana
Engkau pernah melimpahkannya kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Diseluruh
ala mini, Engkaulah yang Maha Terpuji dan Maha Mulia.
c. Pada takbir ketiga membaca doa :
( )( )( )( )

10

Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat dan sejahtera dan maafkanlah dia.
d. Pada takbir keempat membaca doa sebagai berikut :

( )( )( )
Ya Allah, janganlah Engkau halangi kami memperoleh pahalanya dan janganlah
Engkau member fitnah kepada kami sepeninggalnya dan ampunilah kami dan
dia.
Setelah selesai membaca doa pada takbir keempat, maka shalat jenazah ditutup
dengan mengucapkan salam :


Keselamatan, rahmat, dan berkah atas kamu sekalian.
2.6 Menguburkan Jenazah
1. Hukum Menguburkan Jenazah
Para ahli telah sepakat bahwa memakam atau menguburkan jenazah itu adalah
fardhu kifayah sebagaimana halnya memandikan, mengafani dan menyalatkan.
Kewajiban ini di tetapkan berdasar ayat Al-Quran berikut :


Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur. (QS. 80:21)
2. Cara Menguburkan
Untuk memasukkan jenazah ke dalam kubur yang telah dipersiapkan, satu atau
dua rang turun ke dalam kubur untuk menyambut dan mengatur posisi jenazah di
dalamnya. Kemudian pengantar yang ada diatas memasukkan jenazah dengan
memulai dari bagian kaki kamudian menyusul bagian kepalanya. Orang yang lebih
baik memasukkannya adalah kerabatnya, jika meraka tidak ada baru yang lain. Jika
jenazahnya perempuan, maka yang lebih utama menguburkannya ialah mahramnya.
Setelah meletakkan jenazah di dalam kubur, posisinya diatur dengan
memiringkan tubuhnya ke arah kiblat. Setelah itu menutupinya dengan papan
pelindung dan selanjutnya menimbuninya dengan tanah. Tanah penimbunnya
dianjurkan memiliki ketinggian lebih kurang 20 cm dari kedataran tanah. Hal seperti
itu diisyaratkan dalam hadits Nabi saw :

11

Dari Jabir ra., diceritakan bahwa kubur Nabi saw ditinggikan dari tanah
sekedar satu jengkan. (HR al-Syafii)
Di samping meninggikan, di anjurkan pula member tanda dengan batu nisan atau
sejenisnya di atas kuburnya, seperti diisyaratkan dalam hadits:

Dari jafar bin Muhammad dari bapaknya, bahwa Nabi saw meletakkan batu di
atas kubur anaknya Ibrahim. (HR al-Syafi
2.7 Shalat Jenazah dan Ziarah Kubur
2.7.1 Shalat Jenazah
Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah. Bila dikerjakan sebagian orang,
kewajiba gugur dari bagi yang lain. Shalat jenazah disyariatkan Rasulullah saw
Beliau dan para sahabat beliau mengerjakan dan memerintahkannya. Bila jenazahnya
laki-laki, imam berdiri disebelah kepalanya dan bila jenazahnya wanita, imam berdiri
di tengah-tengahnya. Ini dianjurkan. Imam boleh berdiri di selain posisi tersebut
dengan syarat jenazah berada di depan. Shalat jenazah pada asalnya dilakukan secara
berjamaah yang dipimpin oleh seorang imam. Imam dianjurkan berasal dari kalangan
wali jenazah atau pemimpin suatu tempat. Shalat jenazah boleh dilakukan secara
tidak berjamaah seperti yang dilakukan para sahabat ketika meyalati Rasulullah saw.
untuk sahnya shalat jenazah disyaratkan beberapa hal seperti yang disyaratkan untuk
sahnya shalat biasa. Tidak disyaratkan waktu tertentu dan boleh digunakan di seluruh
waktu bahkan pada waktu-waktu terlarang.7
Rukun shalat jenazah adalah sebagai berikut :
7 Abdurrahman al-jibrin, Abdullah, Shalat Jenazah . Solo : At-Tibyan

12

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Niat
Berdiri bagi yang mampu
Beberapa kali takbir
Doa untuk jenazah
Sebagian fuqaha menambahkan fatihah
Shalat dilakukan secara pelan (suara tidak dikeraskan) baik dilaksanakan di siang

atau di malam hari


7. Empat kali takbir dan tidak masalah bila ditambah.
8. Mendoakan si mayit dengan doa yang telah dicontohkan dan itu yang lebih baik.
9. Mengangkat kedua tangan selain takbir pertama, tidak ada landasan hukum yang
bisa dijadikan pedoman dari Rasulullah Diriwayatkan dari sahabat, ada yang
mengangkat tangan setiap kali takbir dan ada juga yang tidak mengangkat
tangan. Dalil yang kuat adalah tidak mengangkat

tangan dan bagi yang

mengangkat tangan tidak perlu diingkari.


Diriwayatkan dari Auf ibnu Malik, ia berkata,Aku pernah mendengar
Rasulullah saw berdoa ketika shalat jenazah,
Ya Allah! Ampuni dan rahmatilah dia, maafkan dan berilah dia keselamatan,
muliakanlah tempat tinggalnya, lapangkanlah tempat masuknya, mandikanlah dia
dengan air, salju, dan es. Bersihkanlah dia dari kesalahan-kesalahan seperti baju
putih yang dibersihkan dari kotoran. Berilah ia tempat tinggal yang lebih baik dari
rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, istri yang lebih baik dari
istrinya dan jagalah dia dari fitnah kubur dan siksa neraka. (HR. Muslim dan
Nasai)
Shalat jenazah hukumnya fardhu bagi setiap muslim, muda ataupun tua. Bahkan
bagi keguguran yang lahir dalam keadaan hidup kemudian mati, bahkan orang keji,
fasik, pembunuh, bunuh diri dan ahli bidah selama tidak sampai pada tingkat
kekufuran secara terang-terangan. Boleh mengulang-ulang doa untuk mayit meski
dilakukan di atas kubur. Jenazah yang dikubur tanpa dishalatkan wajib dishalati
meski sudah berada didalam kubur dan meski sudah lama berlalu karena tidak ada
dalil yang membatasi shalat jenazah sebagaimana shalat jenazah juga boleh dilakukan
terhadap jenazah yang jauh (shalat ghaib).

13

Imam mengatur makmum shalat jenazah menjadi tiga shaf atau lebih.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw :

.
Barang siapa menshalatkannya dengan tiga baris, maka telah dipastikan
pahalanya. (HR. At-Tirmidzi, hadits hasan).
Shalat jenazah boleh dilakukan dimasjid namun tidak boleh dijadikan
kebiasaan karena hal itu bukanlah kebiasaan Rasulullah saw dan tidak pula sahabat
sepeninggal beliau. Bila jenazah lebih dari satu, imam boleh meletakkannya menjadi
satu baris dan semuanya dishalatkan satu kali. Bila jenazah yang ada beberapa lakilaki dan perempuan, imam mengedepankan jenazah lelaki di hadapannya dan jenazah
perempuan ditempatkan setelah jenazah lelaki.8
1. Shalat Ghaib
Dibolehkan seseorang jenazah yang berada di tempat (daerah) lain. Shalat
jenazah ini disebut dengan shalat ghaib. Caranya sama dengan cara menyalatkan
shalat jenazah yang ada dihadapannya. Orang yang melakukan shalat ghaib tetap
harus menghadap kiblat, meskipun jenazah yang dishalatkan berada si tempat
(daerah) yang tidak pada arah kiblat. Dalam hadits Nabi diterangkan bahwa
Rasulullah saw bersabda :


.
Pada hari ini telah meninggal dunia seorang yang shalih dan habsyi, maka marilah
kita menyalatkannya. Kemudian kami berbaris dibelakang beliau lalu Rasulullah
saw menyalatkannya dan kami terdiri dari beberapa baris. HR Al Bukhari dan
Muslim dari Jabir.
2. Shalat Jenazah di Mesjid
Tradisi masyarakat Islam di Indonesia, terutama yang tinggal di perkotaan,
umumnya lebih menyukai menyelenggarakan shalat jenazah di mesjid. Kemudian
dari masjid itu jenazah diusung langsung ke pemakaman. Sedang masyarakat Islam
8 Ibid, hal 45

14

yang tinggal di pedesaan umumnya menyelenggarakan shalat jenazah itu di rumahnya


sendiri, dan dari rumah itu jenazah diusung langsung ke pemakaman. Para ulama
sepakat membolehkan shalat jenazah di rumah kediamannya. Akan tetapi mengenai
hukum shalat jenazah di mesjid terdapat perbedaan pendapat mereka. Para ahli fiqh
dari mazhab Hanafi dan Maliki memandang makruh menyelenggarakan shalat
jenazah di mesjid, baik jenazah itu berada di dalam atau di luar masjid. Alasan
mereka adalah hadits Nabi saw seperti berikut :
Dari Abi Hurairah r.a., bahwa Nabi saw bersabda: Siapa yang menshalatkan
jenazah dalam masjid, maka dia tidak memperoleh apa-apa (dari shalat itu). (HR
Abu Daud dan Ibn Majah).
Jika Nabi menyatakan tidak memperoleh apa-apa orang yang shalat jenazah di
mesjid berarti sama dengan pekerjaan sia-sia. Mereka memandang pekerjaan yang
sia-sia itu sebagai hal yang makruh. Jika dalam pelaksanaan shalat itu dikhawatirkan
dapat mengotori mesjid maka hukumnya menjadi haram, sebab mesjid adalah rumah
suci yang dibangun untuk empat peribadatan dan pekerjaan-pekerjaan yang disukai
Allah swt.
3. Shalat Jenazah di atas Kubur
Dibolehkan seorang untuk menyalatkan jenazah yang telah dikubur, dengan
melakukannya di atas kuburnya. Diterangkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas
bahwa :
Rasulullah saw sampai ke suatu kubur yang masih basah, kemudian
menyalatkannya dan mereka (para sahabat) berbaris dibelakang beliau dan
bertakbir empat kali. HR Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas.
2.8 Ziarah Kubur
Menurut mazhab ahlussunnah wal jamah, ruh orang yang telah wafat itu tetap hidup
dan mendengar pembicaraan orang yang hidup. Ruh tidak ikut hancuran jasadnya.
Jadi yang merasakan azab dan nikmat adalah ruh semata, sedang jasadnya. Tidak
merasakan apa-apa lagi setelah ruh pergi meninggalkannya. Ulama Salaf mengatakan
bahwa ruh bersama badan dapat sama-sama merasakan azab dan nikmat, dan ruh

15

dapat merasakan azab dan nikmat meskipun telah berpisah dengan jasad. Akan tetapi
terkadang ruh itu bertemu lagi dengan jasad, saat itu keduanya sama-sama merasakan
azab dan nikmat. Jadi melalui ruhnya, ia dapat mendengar dan melihat orang yang
datang meziarahi kuburnya, serta merasakan kenikmatan bertemu dengan keluarga.9
1. Hukum Ziarah Kubur.
Para ahli telah sepakat menetapkan bolehnya kaum laki-laki ziarah kubur,
berdasarkan hadits:


.
Dari Abdallah bin Burairah. Dari bapaknya, sesungguhnya Nabi SAW berkara:
Dulu aku melarang kamu menziarahi kubur, sekarang ziarahilah kubur itu (HR
Ahmad dan Muslim )
Pada masa awal kelahiran Islam, Nabi SAW melarang menziarah kubur, sebab
saat itu masih terbawa oleh kebiasaan kaum jahiliyah yang menghambur-hamburkan
pembicaraan dan penyesalan di atas kubur. Mereka juga sering berbuat hal-hal yang
bidah dan khurafat di sekitar pekuburan. Setelah mereka ada yang masuk Islam,
Nabi SAW membolehkan ziarah kubur. Hal itu disebabkan karana tujuan menziarahi
kubur itu adalah mengingatkan diri kepada akhirat dan mengambil pelajaran
sebanyak mungkin dari kematian itu. Jadi ziarah bukan untuk menyampaikan
perasaan dan harapan orang yang sudah mati.
Adapun hukum ziarah kubur bagi kaum perempuan, terdapat perbedaan pendapat
para ahli fiqh dari Hanafiyah berpendapat, ziarah kubur disunatkan bagi kaum lakilaki dan perempuan. Akan tetapi kebolehan bagi kaum perempuan menziarahi kubur
terbatas kepada mereka yang benar-benar ingin memperoleh ridha Allah pelajaran
atau iktibar untuk mempertebal iman kepada Allah SWT dan hari akhirat. Perempuan
yang ziarah hanya untuk membangkit-bangkitkan emosi, sebagaimaan kebiasaan

9 Uwaidah, Kamil Muhammad, Fiqih Wanita . Jakarta : Al-Kautsar, 1998

16

orang jahiliyah, tidak dibolehkan bahkan hukumnya haram, berdasarkan hadits Nabi
saw:

Dari Abi Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah SAW melaknat wanita-wanita yang
menziarahi kubur.(HR: At-Tarmizi)
Ancaman Rasul saw dengan melaknat Wanita yang ziarah kubur adalah wanita
yang menyesali keluarganya dengan cara meratapinya dari atas kubur, karena wanita
tidak memiliki kekuatan mental, sedikit penyabar dan emosinya cepat terpengaruh,
maka Rasulullah saw, mengancamnya dengan laknat, dan ancaman itu menunjukkan
hukumnya makruh. Jika mereka dapat menahan diri dan mengambil hikmah dari
ziarah itu, maka hukumnya menjadi sunat. Jumhur ulama mengatakan bahwa ziarah
kubur disunatkatkan bagi kaum laki-laki untuk mengambil pelajaran dari ziarah itu.
Sedangkan bagi kaum perempuan hukumnya makruh, kerana ada dugaan kuat mereka
akan bersadih hati yang mengakibatkan mereka menangis dan meratap.
2. Hal-hal yang Dianjurkan dalam Berziarah
Orang yang menziarahi kubur dianjurkan membaca salam setelah sampai di sana,
yaitu dengan menghadapkan wajah ke arah kubur sambil membaca:


Kesejahteraan buat kalian penghuni kaumpung orang yang beriman, sesungguhnya
kami, insya Allah, akan menyusul.
Memperbanyak berdoa memohon keampunan untuk mayat penghuni kubur,
sesuai dengan firman Allah:
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berdoa: Ya Tuhan kami,
beri ampunlah kami dan saudara-suadara kami yang telah beriman lebih dari
kami . . . (QS.59:10)

17

Nabi pernah berdoa untuk semua jenazah umat Islam yang ada di pemakaman
penduduk Madinah, beliau membaca:


Ya Allah, ampunilah penghuni pemakaman Baqi ini
Dari beberapa doa yang dianjurkan itu, dipahami bahwa doa yang lebih baik
adalah doa untuk semua penghuni kubur, meskipun yang diziarahi itu hanya satu atau
dua kubur dari pamili, karana doa kepada semua umat Islam tidak mengurangi
manfaat terhadap arwah orang yang kita utamakan.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang jenazah di atas dapat ditelaah bahwa

kewajiban seorang muslim satu dengan yang lainnya saling membantu. Begitu pula
kewajiban seorang yang hidup terhadap seorang yang mati ialah mengurus
jenazahnya. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan jenazah haruslah didasarkan atas
perintah-perintah yang telah diajarkan sejak dulu oleh Rasulullah dan para
sahabatnya. Demikian pula dengan ziarah kubur yang yang disunnatkan bagi kaum
laki-laki dan bagi kaum perempuan dimakruhkan.

18

3.2

Saran
Kami menyadari dalam penulisan makalah kami ini mungkin terdapat

kekurangan-kekurangan dalam penyampaian materi. Maka dari itu kami harap saran
dan kritikannya untuk membangun isi makalah kami ini agar kedepannya menjadi
lebih baik. Semoga makalah jenazah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan bisa di
terapkan.

19

Anda mungkin juga menyukai