Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI

“ Proses Penyelenggaraan Jenazah “

Disusun Oleh :

Imam Faris

M. Royan Nasruldiasnyah

Vica Widiyana Nurulita

Yoga Ismail

XI IPS -1

Jl. Kol. Masturi No. 64 Telp/Fax (022)2700050 Kec. Cisarua – Kabuparen


Bandung Barat

Website: http://www.smancis1cisarua.sh.id

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena hanya
dengan berkat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat
serta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari alam gelap ke alam yang terang benderang,
dari alam jahiliyah ke alamyang penuh berkah ini. Saya mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Heni Cakrawati selaku guru Agama Islam . Dan saya juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan
bantuannya berupa materiil maupun non materiil, karena tanpa bantuan pihak-
pihak tersebut saya tidak mungkin dapat menyelesaikan makalah ini. Selain itu,
saya pun mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang saya kutip
tulisannya sebagai bahan rujukan.

Saya menyusun makalah ini dengan sungguh-sungguh dan semampu saya. Saya
berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengalaman maupun
pelajaran yang berarti bagi siapa saja yang membacanya.

Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas Agama Islam Makalah ini saya buat
satu jilid yang berisi tentang “PROSES PENYELENGGARAAN JENAZAH”.

Dalam tiap subbab yang dibahas merupakan informasi yang sesuai dengan materi
yang sedang dibahas.
Akhir kata, manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini.
Jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Cisarua, 09 September 2016

1. LATAR BELAKANG

1.1. Pengertian Jenazah

Jenazah (Mayat atau Jasad) adalah orang yang telah meninggal dunia. Setelah
proses pengurusan jenazah, termasuk di dalamnya memandikan, mengkafani, dan
menyolatkannya, atau proses lainnya berdasar ajaran agama masing-masing,
biasanya mayat dikuburkan atau dikremasi (dibakar). Proses pengurusan jenazah
ini biasanya dilakukan oleh keluarga jenazah dengan dukungan pemuka agama.

1.2. Kewajiban Seorang Muslim


Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:
1. Memandikan jenazah
2. Mengkafani jenazah
3. Menshalatkan jenazah
4. Menguburkan jenazah

II. TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH

2.1. Memandikan Jenazah


Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan
dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang
mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama
adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh
mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka
gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban
memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, yakninya:

َ َ‫صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قا َ َل فِى ْال ُمحْ ِر ِم الَّ ِذى َوق‬
1208 ‫ اِ ْغ ِسلُوْ هُ بِ َما ٍء َو ِس ْد ٍر(رواه البخار‬:ُ‫ص ْته‬ َ ِ‫اَ َّن َرسُوْ ُل هللا‬
1206 ‫ومسلم‬

Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda mengenai orang yang melakukan ihram,


yang dicampakkan oleh untanya: “Mandikanlah dia dengan air dan bidara.” (H.R.
al-Bukhari: 1208, dan Muslim: 1206) Waqashathu: unta itu mencampakkannya
lalu menginjak lehernya.

Hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma:

:‫ فقال النبي صلى هللا عليه وسلم‬،‫ فأقعصته‬:‫ أو قال‬،‫ إذ وقع عن راحلته فوقصته‬،‫بينما رجل واقف بعرفة‬
‫اغسلوه بماء وسدر…الحديث‬
“Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arofah, tiba-tiba dia terjatuh dari
hewan tunggangannya dan patah lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata: “Mandikanlah ia dengan air campur sidr
(bidara)…” (HR Bukhori)

Hadits Ummu ‘Athiyah rodhiyallohu ‘anha:

‫ أو خمسا أو أكثر من‬،‫ اغسلنها ثالثا‬:‫ فقال‬،)‫ ونحن نغسل ابنته (زينب‬،‫دخل علينا النبي صلى هللا عليه وسلم‬
‫ إن رأيتن ذلك…الحديث‬،‫ذلك‬

“Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam memasuki tempat kami, sedangkan kami


tengah memandikan jenazah anak beliau (yaitu Zainab). Maka beliau bersabda:
“Mandikanlah dia dengan tiga atau lima atau lebih jika hal itu diperlukan…” (HR.
Bukhori dan Muslim).

Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang
perlu diperhatikan yaitu:

1. Orang yang utama memandikan jenazah


2. Untuk mayat laki-laki

Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang
yang diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan
istrinya.

Untuk mayat perempuan

Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya,


neneknya,keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan
sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.

1. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup


semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya
seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup hanya
perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak
dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka
dengan memakai lapis tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
SAW, yakninya:

‫اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ‬
)‫نهما ييممان و يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى‬

Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada
perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan
tidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu
dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu
Daud dan Baihaqi)

Syarat bagi orang yang memandikan jenazah

a.Muslim, berakal, dan baligh


b.Berniat memandikan jenazah
c.Jujur dan sholeh
d.Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan
memandikannya sebagaimana yang diaajarkan sunnah serta mampu menutupi aib
si mayat.
3. Mayat yang wajib untuk dimandikan
4. Mayat seorang muslim dan bukan kafir

b.Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak
dimandikan
c.Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
d.Bukan mayat yang mati syahid

Tatacara memandikan jenazah

hal-hal yang perlu dipersiapkan :


1.Sediakan tempat mandi.
2.Air bersih.
3.Sabun mandi.
4.Sarung tangan
5.Sedikit kapas.
6.Air kapur barus.
Cara memandikan
1.Letakkan mayat di tempat mandi yang disediakan.
2.Yang memandikan jenazah hendaklah memakai sarung tangan.
3.Air bersih
4.Sediakan air sabun.
5.Sediakan air kapur barus.
6.Istinjakkan mayat terlebih dahulu.
7.Kemudian bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya,
celah jari tangan dan kaki dan rambutnya.
8.Mengeluarkan kotoran dalam perutnya dengan menekan perutnya secara
perlahan-lahan.
9.Siram atau basuh seluruh anggota mayat dengan air sabun juga.
10.Kemudian siram dengan air yang bersih seluruh anggota mayat sambil berniat :
Lafaz niat memandikan jenazah lelaki :
‫ت هللِ تَ َعالَى‬ِ ِّ‫اال َمي‬ْ ‫ْت ْال ُغس َْل لِهَ َذ‬ ُ ‫ن ََوي‬
Lafaz niat memandikan jenazah perempuan :
‫ْت ْال ُغ ْس َل لِهَ ِذ ِه ْال َميِّتَ ِة هللِ تَ َعالَى‬
ُ ‫نَ َوي‬
11.Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki 3 kali dengan air bersih.
12.Siram sebelah kanan 3 kali.
13.Siram sebelah kiri 3 kali.
14.Kemudian memiringkan mayat ke kiri basuh bahagian lambung kanan sebelah
belakang.
15.Memiringkan mayat ke kanan basuh bahagian lambung sebelah kirinya.
16’Siram kembali dari kepala hingga ujung kaki.
17.Setelah itu siram dengan air kapur barus.
18.Setelah itu jenazahnya diwudukkan .

Lafaz niat mewudukkan jenazah lelaki :


‫ت هللِ تَ َعالَى‬ ِ ِّ‫ض ْو َء لِ َه َذاا ْل َمي‬ ُ ‫نَ َويْتُ ا ْل ُو‬
“aku berniat mewudukkan jenazah (lelaki) ini kerana Allah s.w.t”
‫ض ْو َء لِ َه ِذ ِه ا ْل َميِّتَ ِة هللِ تَ َعالَى‬ُ ‫نَ َويْتُ ا ْل ُو‬
“aku berniat mewudukkan jenazah (perempuan) ini kerana Allah s.w.t”
Cara mewudukkan jenazah ini yaitu dengan mencucurkan air ke atas jenazah itu
mulai dari muka dan terakhir pada kakinya, sebagaimana melaksanakan wuduk
biasanya. Jenazah lelaki hendaklah dimandikan oleh lelaki dan mayat wanita
hendaklah dimandikan oleh perempuan. Setelah selesai dimandikan dan
diwudukkan dengan baik, dilap menggunakan lap pada seluruh badan mayat.

2.2. Mengkafani Jenazah


Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu
yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani
jenazah muslim dan bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah
hadist diriwayatkan sebagai berikut:

‫ها جر نا سع ر سو ل ا هلل صلى ا هلل عليه و سلم كلتمس و جه ا هلل فو قع ا جرنا على هللا فمنا من ما ت لم يأ‬
‫ ا ذا غطينا بها ر أ سه‬,‫كل من ا جر ه شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا ال بر د ة‬
‫ و ا ذا غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم ا ن نغطي ر‬,‫خر جت ر جال ه‬
)‫أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا ال ذ خر (رواه ا لبخا ر ى‬

Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan


Allah SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena
diantara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun
juga. Misalnya, Mash’ab bin Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak
ada buat kain kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup,
akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka tersembul kepalanya.
Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan menaruh rumput
izhir pada kedua kakinya.” (H.R Bukhari)

Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:


1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan
menutupi seluruh tubuh mayat.
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi
mayat perempuan 5 lapis.

1. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani


jenazah, kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
2. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.

Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:


Untuk mayat laki-laki :

1. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar
dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
2. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas
kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
3. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang
mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
4. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung
lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi
selembar dengan cara yang lembut.
5. Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan
tiga atau lima ikatan.
6. Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka
tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup
dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada kain
kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan apa
saja yang ada.

Untuk mayat perempuan :

Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri
dari:
1. Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
2. Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
3. Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
4. Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
5. Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.

Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:

1. Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing


bagian dengan tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan
tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan sejajar, serta taburi
dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
2. Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran
dengan kapas.
3. Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
4. Pakaikan sarung.
5. Pakaikan baju kurung.
6. Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
7. Pakaikan kerudung.
8. Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua
ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.
9. Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.

2.3. Menshalatkan Jenazah

Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu


kifayah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
)‫صلو ا على مو تا كم (رواه ابن ما جه‬
Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
1. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli
bid’ah.
2. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
3. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
4. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
5. Keluarga terdekat.
6. Kaum muslimim seluruhnya.
Rukun shalat jenazah ialah:
1. Berniat menshalatkan jenazah.
2. Takbir empat kali.
3. Berdiri bagi yang kuasa.
Adapun tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai berikut:

1. Niat

“Ushalli ‘alaa haadzal mayyiti arba’a takbiirotin fardlal kifaayatin makmuuman


lillaahi ta’aalaa”

Setiap shalat dan ibadah lainnya kalo tidak ada niat dianggap tidak sah, termasuk
niat melakukan Shalat jenazah. Niat dalam hati dengan tekad dan menyengaja
akan melakukan shalat tertentu saat ini untuk melakukan ibadah kepada Allah
SWT.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5).
Hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan
sesuai niatnya.” (HR. Muttafaq Alaihi)
Berdiri Bagi Yang Mampu
Shalat jenazah dilakukan dengan cara berdiri (seseorang mampu untuk berdiri dan
tidak ada uzurnya). Karena jika sambil duduk atau di atas kendaraan [hewan
tunggangan], Shalat jenazah dianggap tidak sah.
3. Takbir 4 kali
Dari Jabi ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat
ghaib) dan beliau takbir 4 kali. (HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad
3:355).
4. Setelah Takbir Pertama

2.membaca alfatihah

3.Setelah Takbir Kedua


Bersholawat kepada Nabi SAW

4.Setelah Takbir Keempat


Berdoa untuk Mayit
sabda Rasulullah SAW : Bila kalian menyalati jenazah, maka murnikanlah doa
untuknya. (HR.
Abu Daud : 3199 dan Ibnu Majah : 1947).
Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :

“Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa


wassi’madkhalahu, waghsilhu bil-ma’i watstsalji wal-baradi, wanaqqohi minal
khotoya kamaayunaqqottsaubu abyadhu minadanasi, waabdilhu daaron khoiron in
daarihi, waahlankhoiron min ahlihi, wazaujan khoiron minzaujihi, waqihi fitnatal
qobri wa’adaabinnar”.
5. Doa Setelah Takbir Keempat

“Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana walahu,


walilladiinasabaquuna biliimaani walaataj’al fii quluubinaa gillan lilladiina
amanuu robbanaa innakarouufurrohiim”.
8. Salam
“Assalamu’aliakum warahmatullohi wabarokaatuhu”. “kekanan dan kekiri”

Catatan:
· Doa yang saya berikan di atas adalah untuk mayit lelaki satu orang.
· Kalau dua orang laki-laki atau perempuan, diganti dengan: HUMA.
· Kalau perempuan satu orang, diganti dengan: HA.
· Kalau banyak mayit lelaki: HUM.
· Kalau banyak mayit wanita: HUNNA.
· Kalau gabung banyak mayat lelaki dan wanita, bisa pakai: HUM.
Contoh : Allahummaghfir lahum warhamhum, wa’aafihi wa’fu ‘anhum
2.4. Menguburkan Jenazah
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas
pundak dari keempat sudut usungan.

Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-


gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di
samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.

Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari


jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.

Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam
masalah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain
kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-
Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)

Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di


dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.

Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya
(membentuk huruf U memanjang).

– Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.

– Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.

– Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke


liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara
perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.

– Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan:


“BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut
Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).”
ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya


(dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali
kepala dan kedua kaki.
– Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya,
sebab tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap
wajahnya, kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram
sebagaimana yang telah dijelaskan.

– Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain
kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu
bata atau papan kayu/bambu dari atasnya (agak samping).

– Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi
sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.

– Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke


dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan
(diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.

– Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak


dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah
bentuk makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).

– Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan
diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam
(dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat
“Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar
mudah dikenali.

– Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula


menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya
serta bersandar padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah
melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)

– Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam


menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena
ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka
disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti
sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan
secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan
manfaat dari doa mereka.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil


beberapa hikmah, antara lain:

1. Memperoleh pahala yang besar.


2. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
3. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan
belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
4. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati
dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah
mati.
5. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga
apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan
sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi


makhluk yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu
perlu mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana,
penyelengaraan jenazah seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah.
Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi
jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh
mukallaf.

Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara
lain:

1. Memperoleh pahala yang besar. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi


diantara sesame muslim. Membantu meringankan beban kelurga jenazah
dan sebagai ungkapan belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati
dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah
mati. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia,
sehingga apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus
dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya
Penyelenggaraan jenazah | Riyad Misqi - Academia.edu

Makalah Fiqih Ibadah : Penyelenggaraan Jenazah | Machallafri Iskandar - Academia.edu

Makalah Proses Penyelenggaraan Jenazah - www.vicawidiyananurulita.over-blog.com

Anda mungkin juga menyukai