Anda di halaman 1dari 14

Tata Cara Pengurusan Jenazah Lengkap

dengan Bacaannya

Tata Cara Pengurusan Jenazah


2.1. Pengertian Jenazah

Jenazah (Mayat atau Jasad) adalah orang yang telah meninggal dunia. Setelah proses
pengurusan jenazah, termasuk di dalamnya memandikan, mengkafani, dan menyolatkannya,
atau proses lainnya berdasar ajaran agama masing-masing, biasanya mayat dikuburkan atau
dikremasi (dibakar). Proses pengurusan jenazah ini biasanya dilakukan oleh keluarga jenazah
dengan dukungan pemuka agama.

2.2. Memandikan Jenazah

Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan
terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum
memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya,
kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan
oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang
menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah
SAW, yakninya:

‫صولىِ اه وعلوديسه وووسللوم قا وول سفىِ ادلهمدحسرسم اللسذىِ ووقو و‬


1206 ‫ ومسلم‬1208 ‫ اسدغسسلهدوهه بسومارء ووسسددرر)رواه البخار‬:‫صدتهه‬ ‫اولن ورهسدوهل اس و‬

Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda mengenai orang yang melakukan ihram, yang
dicampakkan oleh untanya: “Mandikanlah dia dengan air dan bidara.” (H.R. al-Bukhari:
1208, dan Muslim: 1206) Waqashathu: unta itu mencampakkannya lalu menginjak lehernya.

Hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma:

‫ اغسلوه بماء‬:‫ فقال النبي صلىِ ا عليه وسلم‬،‫ فأقعصته‬:‫ أو قال‬،‫ إذ وقع عن راحلته فوقصته‬،‫بينما رجل واقف بعرفة‬
‫وسدر…الحديث‬

“Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arofah, tiba-tiba dia terjatuh dari hewan
tunggangannya dan patah lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi shollallohu ‘alaihi wa
sallam berkata: “Mandikanlah ia dengan air campur sidr (bidara)…” (HR Bukhori)

Hadits Ummu ‘Athiyah rodhiyallohu ‘anha:

‫ إن رأيتن‬،‫ أو خمسا أو أكثر من ذلك‬،‫ اغسلنها ثالثاا‬:‫ فقال‬،(‫ ونحن نغسل ابنته )زينب‬،‫دخل علينا النبي صلىِ ا عليه وسلم‬
‫ذلك…الحديث‬
“Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam memasuki tempat kami, sedangkan kami tengah
memandikan jenazah anak beliau (yaitu Zainab). Maka beliau bersabda: “Mandikanlah dia
dengan tiga atau lima atau lebih jika hal itu diperlukan…” (HR. Bukhori dan Muslim)

Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu
diperhatikan yaitu:

1. Orang yang utama memandikan jenazah

2. Untuk mayat laki-laki

Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang
diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.

1. Untuk mayat perempuan

Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya,keluarga terdekat
dari pihak wanita serta suaminya.

1. Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan

Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk
mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.

1. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya
laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal
sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri,
maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang
dari mereka dengan memakai lapis tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
SAW, yakninya:

‫اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و‬
(ِ‫يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء )رواه ه بو داود و ا لبيحقى‬

Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan
lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki
selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama
seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)

2. Syarat bagi orang yang memandikan jenazah

a.Muslim, berakal, dan baligh

b.Berniat memandikan jenazah

c.Jujur dan sholeh

d.Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya


sebagaimana yang diaajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.
3. Mayat yang wajib untuk dimandikan

4. Mayat seorang muslim dan bukan kafir

b.Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak
dimandikan

c.Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan

d.Bukan mayat yang mati syahid

4. Tatacara memandikan jenazah

hal-hal yang perlu dipersiapkan


1.Sediakan tempat mandi.
2.Air bersih.
3.Sabun mandi.
4.Sarung tangan
5.Sedikit kapas.
6.Air kapur barus.
Cara memandikan
1.Letakkan mayat di tempat mandi yang disediakan.
2.Yang memandikan jenazah hendaklah memakai sarung tangan.
3.Air bersih
4.Sediakan air sabun.
5.Sediakan air kapur barus.
6.Istinjakkan mayat terlebih dahulu.
7.Kemudian bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya, celah jari
tangan dan kaki dan rambutnya.
8.Mengeluarkan kotoran dalam perutnya dengan menekan perutnya secara perlahan-lahan.
9.Siram atau basuh seluruh anggota mayat dengan air sabun juga.
10.Kemudian siram dengan air yang bersih seluruh anggota mayat sambil berniat :
Lafaz niat memandikan jenazah lelaki :
ِ‫ت لس تووعاولى‬‫ت ادلهغدسول لسهووذاادلوميي س‬ ‫نووودي ه‬
Lafaz niat memandikan jenazah perempuan :
ِ‫ت ادلهغدسول لسهوسذسه ادلومييتوسة لس تووعاولى‬‫نووودي ه‬
11.Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki 3 kali dengan air bersih.
12.Siram sebelah kanan 3 kali.
13.Siram sebelah kiri 3 kali.
14.Kemudian memiringkan mayat ke kiri basuh bahagian lambung kanan sebelah belakang.
15.Memiringkan mayat ke kanan basuh bahagian lambung sebelah kirinya.
16’Siram kembali dari kepala hingga ujung kaki.
17.Setelah itu siram dengan air kapur barus.
18.Setelah itu jenazahnya diwudukkan .

Lafaz niat mewudukkan jenazah lelaki :


َ‫ت لل تللعاَللى‬‫ضلولء لللهلذاالللميي ل‬ ‫ت اللضو ض‬‫نللولي ض‬
“aku berniat mewudukkan jenazah (lelaki) ini kerana Allah s.w.t”
َ‫ضلولء لللهلذله الللمييتللة لل تللعاَللى‬‫ت اللضو ض‬‫نللولي ض‬
“aku berniat mewudukkan jenazah (perempuan) ini kerana Allah
s.w.t”
Cara mewudukkan jenazah ini yaitu dengan mencucurkan air ke atas
jenazah itu mulai dari muka dan terakhir pada kakinya, sebagaimana
melaksanakan wuduk biasanya. Jenazah lelaki hendaklah
dimandikan oleh lelaki dan mayat wanita hendaklah dimandikan oleh perempuan.
Setelah selesai dimandikan dan diwudukkan dengan baik, dilap menggunakan
lap pada seluruh badan mayat.

2.3. Mengkafani Jenazah

Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat
menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan bukan
mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:

‫ها جر نا سع ر سو ل ا ل صلىِ ا ل عليه و سلم كلتمس و جه ا ل فو قع ا جرنا علىِ ا فمنا من ما ت لم يأ كل من ا جر ه‬


‫ و ا ذا‬,‫ ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت ر جل ه‬,‫شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا ل بر د ة‬
‫غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلىِ ا ل عليه و سلم ا ن نغطي ر أ سه و ا ن نجعل علىِ ر جليه من ا ل ذ‬
(ِ‫خر )رواه ا لبخا ر ى‬

Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah
SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang
meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin
Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar
kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka
tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan
menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R Bukhari)

Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:

1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi
seluruh tubuh mayat.

2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.

3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat
perempuan 5 lapis.

4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain
kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.

5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.

Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:

1. Untuk mayat laki-laki

2. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas
serta setiap lapisan diberi kapur barus.
3. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan
memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.

4. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin
masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.

5. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar
sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar dengan cara
yang lembut.

6. Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau
lima ikatan.

7. Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka tutuplah
bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup dengan daun kayu,
rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada kain kafan kecuali sekedar menutup
auratnya saja, maka tutuplah dengan apa saja yang ada.

2. Untuk mayat perempuan

Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:

1. Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.

2. Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.

3. Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.

4. Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.

5. Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.

Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:

1. Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian


dengan tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan
letakkan diatas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan
kapur barus.

2. Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.

3. Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.

4. Pakaikan sarung.

5. Pakaikan baju kurung.

6. Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.

7. Pakaikan kerudung.
8. Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain
kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.

9. Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.

2.4. Menshalatkan Jenazah

Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:

(‫صلو ا علىِ مو تا كم )رواه ابن ما جه‬

Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”

Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:

1. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.

2. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.

3. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.

4. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.

5. Keluarga terdekat.

6. Kaum muslimim seluruhnya.

Rukun shalat jenazah ialah:

1. Berniat menshalatkan jenazah.

2. Takbir empat kali.

3. Berdiri bagi yang kuasa.

Adapun tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai berikut:

1. Niat

“Ushalli ‘alaa haadzal mayyiti arba’a takbiirotin fardlal kifaayatin makmuuman lillaahi
ta’aalaa”

Setiap shalat dan ibadah lainnya kalo tidak ada niat dianggap tidak sah, termasuk niat
melakukan Shalat jenazah. Niat dalam hati dengan tekad dan menyengaja akan melakukan
shalat tertentu saat ini untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5).
Hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai
niatnya.” (HR. Muttafaq Alaihi)

Berdiri Bagi Yang Mampu


Shalat jenazah dilakukan dengan cara berdiri (seseorang mampu untuk berdiri dan tidak ada
uzurnya). Karena jika sambil duduk atau di atas kendaraan [hewan tunggangan], Shalat
jenazah dianggap tidak sah.
3. Takbir 4 kali
Dari Jabi ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib) dan
beliau takbir 4 kali. (HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355).
4. Setelah Takbir Pertama

2.membaca alfatihah

3.Setelah Takbir Kedua


Bersholawat kepada Nabi SAW

4.Setelah Takbir Keempat


Berdoa untuk Mayit
sabda Rasulullah SAW : Bila kalian menyalati jenazah, maka murnikanlah doa untuknya.
(HR.
Abu Daud : 3199 dan Ibnu Majah : 1947).
Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :
“Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa
wassi’madkhalahu, waghsilhu bil-ma’i watstsalji wal-baradi, wanaqqohi minal khotoya
kamaayunaqqottsaubu abyadhu minadanasi, waabdilhu daaron khoiron in daarihi,
waahlankhoiron min ahlihi, wazaujan khoiron minzaujihi, waqihi fitnatal qobri
wa’adaabinnar”.
5. Doa Setelah Takbir Keempat

“Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana walahu,


walilladiinasabaquuna biliimaani walaataj’al fii quluubinaa gillan lilladiina amanuu robbanaa
innakarouufurrohiim”.
8. Salam
“Assalamu’aliakum warahmatullohi wabarokaatuhu”. “kekanan dan kekiri”

Catatan:
· Doa yang saya berikan di atas adalah untuk mayit lelaki satu orang.
· Kalau dua orang laki-laki atau perempuan, diganti dengan: HUMA.
· Kalau perempuan satu orang, diganti dengan: HA.
· Kalau banyak mayit lelaki: HUM.
· Kalau banyak mayit wanita: HUNNA.
· Kalau gabung banyak mayat lelaki dan wanita, bisa pakai: HUM.
Contoh : Allahummaghfir lahum warhamhum, wa’aafihi wa’fu ‘anhum

2. 5. Menguburkan Jenazah
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari
keempat sudut usungan.

Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi


para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau
kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.

Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang
buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.

Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul
Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur
pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.

Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk
huruf U memanjang).

– Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.

– Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.

– Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari
arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak
memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.

– Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah


mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut
Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika
menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam
posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua
kaki.

– Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak
ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si
mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.

– Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu
dari atasnya (agak samping).
– Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu
yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.

– Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang
kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.

– Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).

– Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan
batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.

– Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu
nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya.
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR.
Muslim)

– Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab


pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai
menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit
(dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit
bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.

Wallahu a’lam bish-shawab.


Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa hikmah,
antara lain:

1. Memperoleh pahala yang besar.

2. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.

3. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa


atas musibah yang dideritanya.

4. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan
masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.

5. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila
salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya
menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi makhluk yang
mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu mendapat perhatian
khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah seorang
muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada
seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah
kewajiban seluruh mukallaf.

Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:

1. Memandikan

2. Mengkafani

3. Menshalatkan

4. Menguburkan

Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:
1. Memperoleh pahala yang besar.

2. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.

3. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa


atas musibah yang dideritanya.

4. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan
masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.

5. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila
salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya
menurut aturan Allah SWT dan RasulNya

Anda mungkin juga menyukai