1. air bening
2. daun bidara
3. kafur
4. Dzarirah
Jenazah (Mayat atau Jasad) adalah orang yang telah meninggal dunia. Setelah proses
pengurusan jenazah, termasuk di dalamnya memandikan, mengkafani, dan
menyolatkannya, atau proses lainnya berdasar ajaran agama masing-masing, biasanya
mayat dikuburkan atau dikremasi (dibakar). Proses pengurusan jenazah ini biasanya
dilakukan oleh keluarga jenazah dengan dukungan pemuka agama.
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan
terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum
memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya,
kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan
oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang
menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah
SAW, yakninya:
1208 ( :
1206
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda mengenai orang yang melakukan ihram, yang
dicampakkan oleh untanya: Mandikanlah dia dengan air dan bidara. (H.R. al-Bukhari:
1208, dan Muslim: 1206) Waqashathu: unta itu mencampakkannya lalu menginjak
lehernya.
: :
Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arofah, tiba-tiba dia terjatuh dari hewan
tunggangannya dan patah lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi shollallohu alaihi wa
sallam berkata: Mandikanlah ia dengan air campur sidr (bidara( (HR Bukhori)
Nabi shollallohu alaihi wa sallam memasuki tempat kami, sedangkan kami tengah
memandikan jenazah anak beliau (yaitu Zainab(. Maka beliau bersabda: Mandikanlah dia
dengan tiga atau lima atau lebih jika hal itu diperlukan (HR. Bukhori dan Muslim(
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu
diperhatikan yaitu:
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang
diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk
mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
1. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya
laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki
meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak
mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup
ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis
tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakninya:
( (
Artinya: Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan
lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki
selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya
sama seperti tidak mendapat air. (H.R Abu Daud dan Baihaqi(
b.Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak
dimandikan
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang
dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim
dan bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai
berikut:
, ,
( (
Artinya: Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah
SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada
yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mashab
bin Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali
selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya
tertutup, maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi
kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya. (H.R Bukhari)
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi
seluruh tubuh mayat.
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat
perempuan 5 lapis.
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain
kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:
Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
( (
Artinya: Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu
1. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bidah.
2. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
3. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
4. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
5. Keluarga terdekat.
6. Kaum muslimim seluruhnya.
1. Niat
Ushalli alaa haadzal mayyiti arbaa takbiirotin fardlal kifaayatin makmuuman lillaahi
taaalaa
Setiap shalat dan ibadah lainnya kalo tidak ada niat dianggap tidak sah, termasuk niat
melakukan Shalat jenazah. Niat dalam hati dengan tekad dan menyengaja akan melakukan
shalat tertentu saat ini untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah : 5).
Hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai
niatnya. (HR. Muttafaq Alaihi(
Catatan:
Doa yang saya berikan di atas adalah untuk mayit lelaki satu orang.
Kalau dua orang laki-laki atau perempuan, diganti dengan: HUMA.
Kalau perempuan satu orang, diganti dengan: HA.
Kalau banyak mayit lelaki: HUM.
Kalau banyak mayit wanita: HUNNA.
Kalau gabung banyak mayat lelaki dan wanita, bisa pakai: HUM.
Contoh : Allahummaghfir lahum warhamhum, waaafihi wafu anhum
2. 5. Menguburkan Jenazah
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak
dari keempat sudut usungan.
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan
binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda:
Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim(. (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam
Ahkamul Janaaiz hal. 145(
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur
pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk
huruf U memanjang).
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam
posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan
kedua kaki.
Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab
tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya,
kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah
dijelaskan.
Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan
kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan
kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu
yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang
kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk( tanah ke atas jenazah
tersebut.
Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam (HR. Bukhari(.
Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam (dalam masalah ini
terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat Irwaul Ghalil II/206(. Lalu
diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu
nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar
padanya. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut.
(HR. Muslim)
Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa
hikmah, antara lain:
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam
posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan
kedua kaki.
Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab
tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya,
kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah
dijelaskan.