Anda di halaman 1dari 4

MEMANDIKAN JENAZAH

1. Hukum Penyelenggaraan Jenazah


Jumhur Ulama berpendapat bahwa memandikan jenazah seorang muslim hukumnya
fardhu kifayah. Artinya, jika sebagian orang telah melakukannya maka yang lain sudah
terwakili. Ini merujuk kepada perintah Rasulullah SAW, dan selalu dilaksanakan oleh
kaum muslimin.
Ketika seseorang meninggal dunia, wajib bagi yang lain untuk segera memandikannya.
Nabi SAW bersabda kepada orang yang sedang ihram lalu ia meninggal karena unta yang
ditungganginya terperosok, “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara…”
Nabi SAW bersabda pada saat putrinya yang bernama zainab wafat, “Basuhkan
(mandikan) ia tiga kali basuhan, lima kali, tujuh kali, atau lebih dari itu…”

2. Tata Cara Memandikan Jenazah


Suatu prinsip dalam memandikan jenazah adalah mengguyur sekujur tubuh jenazah
dengan air sekali guyuran, walaupun jenazah itu adalah orang haid atau junub. Sunnah
memandikan jenazah adalah meletakkannya di tempat yang tinggi dan melepas
pakaiannya. Kemudian bagian auratnya di tutupi dengan kain penutup, kecuali manyat
anak kecil. Orang yang mengikuti proses pemandian jenazah hanyalah orang yang di
perlukan keikut sertaannya. Hendaklah orang yang memandikan jenazah adalah orang
yang dapat dipercaya dan orang yang saleh agar menyebarkan kebaikan dilihatnya dan
menyimpan keburukan dilihatnya. Di dalam sebuah hadist Rasullah Saw bersabda, :

‫ع َم َر قَا َل‬ ُ ‫ي َحدَّثَنَا بَ ِقیَّةُ ْبنُ ْال َو ِلی ِد َع ْن ُمبَش ِِر ب ِْن‬
ُ ‫عبَ ْی ٍد َع ْن زَ ْی ِد ب ِْن أَ ْسلَ َم َع ْن َع ْب ِد َّ ِ ب ِْن‬ ُّ ‫ص‬ ِ ‫صفَّى ْالحِ ْم‬
َ ‫ال ُم‬ْ ُ‫َحدَّثَنَا ُم َح َّمد ُ ْبن‬
‫سلَّ َم ِلیُغَس ِْل َم ْو ت َا ُك ْم ْال َمأ ْ ُمونُون‬
َ ‫علَ ْیه َو‬َ ُ‫صلَّى للا‬َ ِ‫سو ُل للا‬ ُ ‫قَا َل َر‬

Artinya :

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mushaffa Al Himshi berkata, telah
menceritakan kepada kami Baqiyyah bin Al Walid dari Mubasysyir bin Ubaid dari Zaid
bin Aslam dari Abdullah bin Umar ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Yang memandikan mayat hendaknya orang-orang yang dapat dipercaya.
"(HR. Ibn Majah, Hadits No 1450).
Ada beberapa tahap ataupun yang harus dipersiapkan dan tiperhatikan dalam
memandikan jenazah :

1) Jenazah di hadapkan ke qiblat dan wajib tertutup antara perut dan lutut bagi jenazah
laki-laki, sampai dada untuk jenazah perempuan.
2) Posisi kepala jenazah sedikit ditinggikan.
3) Tekanlah perutnya perlahan untuk mengeluarkan kotoran kemudian dibersikan
dengan air dan kain dengan memakai sarung tangan.
4) Dibersikan dari kotoran yang melekat pada bagian tertentu seperti cat, oil/minyak dan
lain-lain.
5) Membaca “bismillahirrohmanirrohim”.
6) Niat memandikan jenazah, boleh di jaharkan suara niat
Lafaz niat memandikan jenazah lelaki :
ِ ِ‫ن ََو یْتُ ْالغُ ْس َل ِل َھذَا ْال َمی‬
‫ت للاِ تَعَا َلى‬
Lafaz niat memandikan jenazah perempuan :
‫ن ََو یْتُ ْالغُ ْس َل ِل َھ ِذ ِه ْال َم ِیت َ ِة للاِ ت َ َعا َلى‬
7) Mewudlukan jenazah terlebih dahulu, niat mewudlukan jenazah:
‫ ِل َھ ِذ ِه ْال َمیِت َ ِة للاِ تَعَالَى‬/ ‫ت‬
ِ ِ‫ن ََو یْتُ ْال ُو ض ُْو َء ِل َھـذَا ْال َمی‬
8) Dimulai membersikan anggota tubuhnya terlebih dahulu.
9) Menyiramkan air ke seluruh anggota badannya.
10) Menggosok dimulai sebelah kanan dari mulai kepala, pundak, dada, perut tangan dan
terus kebawah sampai kaki dengan memakai air bunga atau sabun dan setelah itu
dilanjutkan dari sebelah kiri.
11) Kemudian membersikan punggungnya dimulai dari sebelah kanan lalu sebelah kiri.
12) Menyiramkan air bersih keseluruh badannya.
13) Di anjurkan membasuh jenazah dengan 3X, 5X, 7X dengan bilangan ganjil sesuai
dengan kebutuhan dan keadaan.
14) Membersikan dua telingah, dua alisnya, dua lubang hidungnya, giginya dengan kain
sugi yang di gulung (potongan kain gulung).
15) Menyiramkan air kapur atau sejenisnya.
16) Mengeringkan anggota badan dengan kain bersih kemudian bersiap-siap untuk di
kafani
3. Syarat-Syarat Orang yang Memandikan Jenazah
Menurut mazhab Hanbali, orang yang memandikan jenazah disyaratkan hal berikut:
1) Islam
Tidak sah bila orang yang memandikan jenazah itu seorang kafir, karena
memandikan adalah ritual ibadah sedang orang kafir tidak berhak melakukannya.
2) Membaca niat karena Allah Subhanah Wa Ta’ala.
3) Berakal

4. Orang-Orang yang Berhak Memandikan Jenazah


a. Mayat laki-laki dimandikan oleh laki-laki, sebaliknya mayat wanita dimandikan pula
oleh wanita, kecuali muhrimnya laki-laki diperbolehkan. Setiap jenis lebih berhak
untuk jenisnya menurut kesepakatan ulama. Seandainya pun seorang mayat laki-laki
sedang sakratul maut dan orang yang hadir hanya seorang laki-laki kafir dan seorang
muslimah non-muhrim maka yang berhak memandikan mayat itu adalah lelaki kafir,
menurut mayoritas ulama. Adapun wanita non-muhrim lebih berhak memandikan
suaminya sendiri agar keluar dari perdebatan. Diutamakan dalam memandikan mayat
adalah orang yang disebutkan dalam wasiatnya jika jenazah telah berwasiat agar
dimandikan oleh orang-orang tertentu.
b. Sebaiknya orang yang memandikan si mayat adalah orang yang dekat dengan mayat
seperti keluarganya.
c. Suami boleh memandikan istrinya dan sebaliknya. Terdapat perbedaan pendapat di
kalangan ulama mazhab mengenai kebolehan memandikan jenazah suami/istrinya
yaitu:
1) Hanafiyah : Mereka berpendapat bila seorang istri meninggal dunia, maka suami
tidak boleh memandikannya, karena hak nikahnya berarti telah berakhir, maka
suami menjadi asing bagi istrinya (putus hubungan nikah). Apabila yang
meninggal dunia itu suami, maka istri boleh memandikannya, karena ia masih
dalam masa ‘iddah, maka (ikatan) pernikahan itu tetap menjadi haknya, sekalipun
ia ditalak raj’i sebelum sang suami meninggal. Apabila ia ditalak ba’in (talak
tiga), maka ia tidak boleh memandikannya sekalipun masih dalam masa iddah.
2) Malikiyah dan Syafi’iyyah : Mereka berpendapat bahwa suami boleh memandikan
jenazah istrinya ataupun sebaliknya, kecuali apabila wanita tersebut telah ditalak
sekalipun talak raj’i (talak satu atau dua yang masih boleh ruju’), maka pada saat
itu salah satu dari kedua suami istri tidak boleh memandikan yang lain.
3) Hanabilah : Mereka berpendapat bahwa wanita yang ditalak raj’i boleh
memandikan suaminya, apabila ditalak ba’in tidak boleh.

Kesimpulan dari pendapat ulama tersebut adalah istri boleh memandikan


suaminya berdasarkan ijma’ kaum muslimin, sedangkan suami boleh memandikan
istrinya menurut ulama Syafi’iyah dan ulama Malikiyah serta ulama Hanabilah,
namun tidak boleh menurut ulama Hanafiyah (Shalih 2013,357).

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, Syaikh. 2015. Tata Cara Mengurus Jenazah : Praktis
Dan Lengkap Sesuai Sunnah Nabi Muhammad. Jakarta : Qisthi Press
2. Sulaiman Rasyid. 2011. Fikih Islam. Bandung: sinar baru algensido
3. Sayyid Sabiq. 2013. Fikih Sunnah 2. Jakarta: Tinta Abadi Gemilang
4. Kusen Ms. 2011. Panduan Tata Cara Penyelenggaraan Fardhu Kifayah. Riau : Depag

Anda mungkin juga menyukai