2.1. Pengertian Jenazah
Jenazah (Mayat atau Jasad) adalah orang yang telah meninggal dunia. Setelah proses
pengurusan jenazah, termasuk di dalamnya memandikan, mengkafani, dan
menyolatkannya, atau proses lainnya berdasar ajaran agama masing-masing, biasanya
mayat dikuburkan atau dikremasi (dibakar). Proses pengurusan jenazah ini biasanya
dilakukan oleh keluarga jenazah dengan dukungan pemuka agama.
2.2. Memandikan Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan
terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid.
Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu
kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi
jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh
mukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat
dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, yakninya:
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda mengenai orang yang melakukan ihram, yang
dicampakkan oleh untanya: “Mandikanlah dia dengan air dan bidara.” (H.R. al-Bukhari:
1208, dan Muslim: 1206) Waqashathu: unta itu mencampakkannya lalu menginjak
lehernya.
اغسلوه بماء:عليه وسلم فقال النبي صلى هللا، فأقعصته: أو قال، إذ وقع عن راحلته فوقصته،رجل واقف بعرفة بينما
وسدر…الحديث
“Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arofah, tiba-tiba dia terjatuh dari hewan
tunggangannya dan patah lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi shollallohu ‘alaihi
wa sallam berkata: “Mandikanlah ia dengan air campur sidr (bidara)…” (HR Bukhori)
إن رأيتن،أو أكثر من ذلك خمسا أو، اغسلنها ثالثا: فقال،) ونحن نغسل ابنته (زينب،علينا النبي صلى هللا عليه وسلم دخل
ذلك…الحديث
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang
diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya
untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و
)يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى
b.Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak
dimandikan
2.3. Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang
dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah
muslim dan bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist
diriwayatkan sebagai berikut:
ها جر نا سع ر سو ل ا هلل صلى ا هلل عليه و سلم كلتمس و جه ا هلل فو قع ا جرنا على هللا فمنا من ما ت لم يأ كل من ا جر ه
و ا ذا غطينا, ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت ر جال ه,شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا ال بر د ة
بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم ا ن نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا ال ذ خر
)(رواه ا لبخا ر ى
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan
menutupi seluruh tubuh mayat.
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi
mayat perempuan 5 lapis.
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah,
kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:
2.4. Menshalatkan Jenazah
Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal
ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
1. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
2. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
3. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
4. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
5. Keluarga terdekat.
6. Kaum muslimim seluruhnya.
1. Niat
“Ushalli ‘alaa haadzal mayyiti arba’a takbiirotin fardlal kifaayatin makmuuman lillaahi
ta’aalaa”
Setiap shalat dan ibadah lainnya kalo tidak ada niat dianggap tidak sah, termasuk niat
melakukan Shalat jenazah. Niat dalam hati dengan tekad dan menyengaja akan
melakukan shalat tertentu saat ini untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat
dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-
Bayyinah : 5).
Hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai
niatnya.” (HR. Muttafaq Alaihi)
2.membaca alfatihah
Catatan:
· Doa yang saya berikan di atas adalah untuk mayit lelaki satu orang.
· Kalau dua orang laki-laki atau perempuan, diganti dengan: HUMA.
· Kalau perempuan satu orang, diganti dengan: HA.
· Kalau banyak mayit lelaki: HUM.
· Kalau banyak mayit wanita: HUNNA.
· Kalau gabung banyak mayat lelaki dan wanita, bisa pakai: HUM.
Contoh : Allahummaghfir lahum warhamhum, wa’aafihi wa’fu ‘anhum
2. 5. Menguburkan Jenazah
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan
binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam
“Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar
kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya
(membentuk huruf U memanjang).
– Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab
tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya,
kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang
telah dijelaskan.
– Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan
kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan
kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
– Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi
sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
– Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam
liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas
jenazah tersebut.
– Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini
terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu
diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
– Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu
nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar
padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal
tersebut. (HR. Muslim)
Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa
hikmah, antara lain: