Anda di halaman 1dari 16

LEMBAR PENGESAHAN

“Tata Cara Pengurusan Jenazah”

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran


Pendidikan Agama Islam Tahun 2019

Narasumber Penyusun

___________________ ____________________

Guru Mata Pelajaran

______________________
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syariat islam mengajarkan kita bahwa setiap orang di dunia ini akan
mengalami kematian. Akan tetapi, kita tidak ada yang tahu kapan kita akan
mengalami hal tersebut. Manusia ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka
dari itu islam sangat menghormati seseorang yang meninggal dunia.

Dalam ketentuan hukum islam jika seorang muslim meninggal maka


hukumnya fardhu kifayah. Orang orang yang masih hidup untuk melaksanakan
4 perkara, yaitu memandikan,mengkafani,menshalatkan dan menguburkan
orang yang telah meninggal tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana tatacara memandikan jenazah?
2. Bagaimana tatacara mengkafani jenazah?
3. Bagaimana tatacara menshalatkan jenazah?
4. Bagaimana tatacara mengkuburkan jenazah?
BAB 2
PEMBAHASAN
1.1 Teori Pengurusan Jenazah
Jenazah (Mayat atau Jasad) adalah orang yang telah meninggal dunia.
Setelah proses pengurusan jenazah, termasuk di dalamnya memandikan,
mengkafani, dan menyolatkannya, atau proses lainnya berdasar ajaran agama
masing-masing, biasanya mayat dikuburkan atau dikremasi (dibakar). Proses
pengurusan jenazah ini biasanya dilakukan oleh keluarga jenazah dengan
dukungan pemuka agama.
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai hal-hal tersebut:

1. Memandikan Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan
dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang
yang mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur
ulama adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh
mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka
gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban
memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW,
yakninya:

َّ َ ‫ل ا‬
‫ن‬ ُ ‫صلَى للاهَّ َر‬
َُّ ‫س ْو‬ َّ ‫علَ ْي هَّه‬
َ ُ‫للا‬ َ ‫سل ََّم‬ ََّ َ ‫صتْ َّهُ الذهى ْال ُمحْ هر هَّم فهى قا‬
َ ‫ل َو‬ َ ُ‫رواه(و هسدْرَّ به َماءَّ اه ْغ هسلُ ْوَّه‬
َ َ‫وق‬: َ ‫ البخار‬1208
‫ ومسلم‬1206

Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda mengenai orang yang melakukan


ihram, yang dicampakkan oleh untanya: “Mandikanlah dia dengan air dan
bidara.” (H.R. al-Bukhari: 1208, dan Muslim: 1206) Waqashathu: unta itu
mencampakkannya lalu menginjak lehernya.
Hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma:
‫بعرفة واقف رجل بينما‬، ‫فوقصته راحلته عن وقع إذ‬، ‫قال أو‬: ‫فأقعصته‬، ‫وسلم عليه للا صلى النبي فقال‬:
‫الحديث…وسدر بماء اغسلوه‬

“Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arofah, tiba-tiba dia terjatuh


dari hewan tunggangannya dan patah lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata: “Mandikanlah ia dengan air campur sidr
(bidara)…” (HR Bukhori)

Hadits Ummu ‘Athiyah rodhiyallohu ‘anha:


‫وسلم عليه للا صلى النبي علينا دخل‬، ‫)زينب( ابنته نغسل ونحن‬، ‫فقال‬: ‫ثالثا اغسلنها‬، ‫أكثر أو خمسا أو‬
‫ذلك من‬، ‫الحديث…ذلك رأيتن إن‬

“Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam memasuki tempat kami, sedangkan kami


tengah memandikan jenazah anak beliau (yaitu Zainab). Maka beliau bersabda:
“Mandikanlah dia dengan tiga atau lima atau lebih jika hal itu diperlukan…” (HR.
Bukhori dan Muslim)

Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah


yang perlu diperhatikan yaitu:
Orang yang utama memandikan jenazah
 Untuk mayat laki-laki
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah
orang yang diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat,
muhrimnya dan istrinya.
 Untuk mayat perempuan
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya,
neneknya,keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
 Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan
sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup
semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya
seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja
dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi
cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis
tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakninya:
‫جل ر معهن ليس ء النسا مع جل لر ا و ها غير ة أ مر ا معحم ليس ل جا لر ا مع ة أ لمر ا تت ما اذ‬
‫)لبيحقى ا و داود بو ه رواه( ء لما ا يجد لم من لة بمنز هما و ن فنا يد و ييممان نهما فأ غيره‬
Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak
ada perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan
dan tidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu
dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu
Daud dan Baihaqi)
Syarat bagi orang yang memandikan jenazah:
a.Muslim, berakal, dan baligh
b.Berniat memandikan jenazah
c.Jujur dan sholeh
d.Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan
memandikannya sebagaimana yang diaajarkan sunnah serta mampu menutupi
aib si mayat.
Mayat yang wajib untuk dimandikan:
a. Mayat seorang muslim dan bukan kafir
b.Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal
tidak dimandikan
c.Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
d.Bukan mayat yang mati syahid
Tatacara memandikan jenazah:
hal-hal yang perlu dipersiapkan
1.Sediakan tempat mandi.
2.Air bersih.
3.Sabun mandi.
4.Sarung tangan
5.Sedikit kapas.
6.Air kapur barus.
Cara memandikan:
1.Letakkan mayat di tempat mandi yang disediakan.
2.Yang memandikan jenazah hendaklah memakai sarung tangan.
3.Air bersih
4.Sediakan air sabun.
5.Sediakan air kapur barus.
6.Istinjakkan mayat terlebih dahulu.
7.Kemudian bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah
ketiaknya, celah jari tangan dan kaki dan rambutnya.
8.Mengeluarkan kotoran dalam perutnya dengan menekan perutnya secara
perlahan-lahan.
9.Siram atau basuh seluruh anggota mayat dengan air sabun juga.
10.Kemudian siram dengan air yang bersih seluruh anggota mayat sambil
berniat :
Lafaz niat memandikan jenazah lelaki :
ََّ ‫ت ْالغُ ْس‬
ُ ‫ل ن ََوي‬
َّ‫ْت‬ ْ ‫ت َ َعالَى للهَّ هل َه َذ‬
َّ‫اال َم هي ه‬
Lafaz niat memandikan jenazah perempuan :
ََّ ‫ت َ َعالَى للهَّ ْال َم هيت َ هَّة هل َه هذهَّه ْالغُ ْس‬
ُ ‫ل ن ََوي‬
َّ‫ْت‬
11.Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki 3 kali dengan air bersih.
12.Siram sebelah kanan 3 kali.
13.Siram sebelah kiri 3 kali.
14.Kemudian memiringkan mayat ke kiri basuh bahagian lambung kanan
sebelah belakang.
15.Memiringkan mayat ke kanan basuh bahagian lambung sebelah kirinya.
16’Siram kembali dari kepala hingga ujung kaki.
17.Setelah itu siram dengan air kapur barus.
18.Setelah itu jenazahnya diwudukkan .

Lafaz niat mewudukkan jenazah lelaki :


ُ ‫ت ْال ُو‬
ُ ‫ض ْو ََّء ن ََوي‬
َّ‫ْت‬ ْ ‫ت َ َعالَى للهَّ هل َه َذ‬
َّ‫اال َمَّيه ه‬
“aku berniat mewudukkan jenazah (lelaki) ini karena Allah s.w.t”
ُ ‫ت َ َعالَى للهَّ ْال َم هيت َ هَّة هل َه هذهَّه ْال ُو‬
ُ ‫ض ْو ََّء ن ََوي‬
َّ‫ْت‬
“aku berniat mewudukkan jenazah (perempuan) ini karena Allah s.w.t”
Cara mewudukkan jenazah ini yaitu dengan mencucurkan air ke atas
jenazah itu mulai dari muka dan terakhir pada kakinya, sebagaimana
melaksanakan wuduk biasanya. Jenazah lelaki hendaklah
dimandikan oleh lelaki dan mayat wanita hendaklah dimandikan oleh
perempuan. Setelah selesai dimandikan dan diwudukkan dengan baik, dilap
menggunakan lap pada seluruh badan mayat.

2. Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan
sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum
mengkafani jenazah muslim dan bukan mati syahid adalah fardhu kifayah.
Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
‫ت ما من فمنا للا على جرنا ا قع فو لل ا جه و كلتمس سلم و عليه لل ا صلى لل ا ل سو ر سع نا جر ها‬
‫ة د بر ال ا لكفنه ما نجد فلم حد ا م يو قتل عمير بن ا مصعب منهم شأ ه جر ا من كل يأ لم‬, ‫أ ر بها غطينا ذا ا‬
‫ه جال ر جت خر سه‬, ‫نغطي ن ا سلم و عليه لل ا صلى لنبي ا نا مر فأ سه أ ر ج حر جليه ر بها غطينا ذا ا و‬
‫)ى ر لبخا ا رواه( خر ذ ال ا من جليه ر على نجعل ن ا و سه أ ر‬

Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan


keridhaan Allah SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah,
karena diantara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi
sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin Umair dia tewas terbunuh diperang
Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika
kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka
tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi
kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R Bukhari)

Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:

 Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih
dan menutupi seluruh tubuh mayat.
 Kain kafan hendaknya berwarna putih.
 Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis,
sedangkan bagi mayat perempuan 5 lapis.
 Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau
mengkafani jenazah, kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian
terlebih dahulu.
 Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.

Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:


Untuk mayat laki-laki
1) Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah
lebih lebar dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
2) Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan
letakkan diatas kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
3) Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur)
yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
4) Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian
ujung lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar
demi selembar dengan cara yang lembut.
5) Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain
kafan tiga atau lima ikatan.
6) Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat
maka tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka
boleh ditutup dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika
seandainya tidak ada kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya
saja, maka tutuplah dengan apa saja yang ada.

Untuk mayat perempuan


Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang
terdiri dari:

 Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.


 Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
 Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
 Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
 Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.

Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:


1) Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-
masing bagian dengan tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam
keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan
sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur
barus.
2) Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan
kotoran dengan kapas.
3) Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
4) Pakaikan sarung.
5) Pakaikan baju kurung.
6) Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan
kebelakang.
7) Pakaikan kerudung.
8) Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara
menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan
kedalam.
9) Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.

3. Menshalatkan Jenazah
Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu
kifayah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
‫)جه ما ابن رواه( كم تا مو على ا صلو‬
Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang paling utama untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
 Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak
ahli bid’ah.
 Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
 Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
 Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
 Keluarga terdekat.
 Kaum muslimim seluruhnya.
Rukun shalat jenazah ialah:
 Berniat menshalatkan jenazah.
 Takbir empat kali.
 Berdiri bagi yang kuasa.
4. Menguburkan Jenazah

Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di


atas pundak dari keempat sudut usungan.
Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus
tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di
belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam
sunnah Nabi.

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari
jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.

Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam
masalah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain
kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani
dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di
dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya
(membentuk huruf U memanjang).
– Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.
– Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
– Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke
liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara
perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
– Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan:
“BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan
berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika
menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan
jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya
selain tali kepala dan kedua kaki.

– Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya,
sebab tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap
wajahnya, kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram
sebagaimana yang telah dijelaskan.

– Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain
kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu
bata atau papan kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
– Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar
menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
– Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke
dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan
(diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.

– Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak


dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah
bentuk makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
– Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan
diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam
(dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat
“Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar
mudah dikenali.
– Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula
menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya
serta bersandar padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah
melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
– Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam
menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena
ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka
disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti
sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan
secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa
mendapatkan manfaat dari doa mereka.

1.2 Tata Cara Pengurusan Jenazah


1. Niat
“Ushalli ‘alaa haadzal mayyiti arba’a takbiirotin fardlal kifaayatin makmuuman
lillaahi ta’aalaa”

Setiap shalat dan ibadah lainnya kalo tidak ada niat dianggap tidak sah,
termasuk niat melakukan Shalat jenazah. Niat dalam hati dengan tekad dan
menyengaja akan melakukan shalat tertentu saat ini untuk melakukan
ibadah kepada Allah SWT.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5).
Hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang
mendapatkan sesuai niatnya.” (HR. Muttafaq Alaihi)
2. membaca alfatihah

3. Setelah Takbir Kedua


Bersholawat kepada Nabi SAW

4. Setelah Takbir Keempat


Berdoa untuk Mayit
sabda Rasulullah SAW : Bila kalian menyalati jenazah, maka murnikanlah
doa untuknya. (HR.
Abu Daud : 3199 dan Ibnu Majah : 1947).
Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :
“Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu,
wa wassi’madkhalahu, waghsilhu bil-ma’i watstsalji wal-baradi, wanaqqohi
minal khotoya kamaayunaqqottsaubu abyadhu minadanasi, waabdilhu daaron
khoiron in daarihi, waahlankhoiron min ahlihi, wazaujan khoiron minzaujihi,
waqihi fitnatal qobri wa’adaabinnar”.
5. Doa Setelah Takbir Keempat

“Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana


walahu, walilladiinasabaquuna biliimaani walaataj’al fii quluubinaa gillan
lilladiina amanuu robbanaa innakarouufurrohiim”.
6. Salam
“Assalamu’aliakum warahmatullohi wabarokaatuhu”. “kekanan dan kekiri”
BAB 3

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai