Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Islam menganjurkan ummatnya agar selalu ingat akan mati, Islam juga menganjurkan
ummatnya untuk mengunjungi orang yang sedang sakit menghibur dan mendo’akannya.
Apabila seseorang telah meninggal dunia, hendaklah seorang dari mahramnya yang paling
dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan terhadap
jenazah, yaitu memandikan, mengkafani, menyembahyangkan dan menguburkannya.
Menyelenggarakan jenazah, yaitu sejak dari menyiapkannya, memandikannya,
mengkafaninya, menshalatkannya, membawanya ke kubur sampai kepada
menguburkannya adalah perintah agama yang ditujukan kepada kaum muslimin sebagai
kelompok. Apabila perintah itu telah dikerjakan oleh sebahagian mereka sebagaimana
mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu berarti sudah terbayar. Kewajiban
yang demikian sifatnya dalam istilah agama dinamakan fardhu kifayah.
Karena semua amal ibadah harus dikerjakan dengan ilmu, maka mempelajari ilmu
tentang peraturan-peraturan di sekitar penyelengaraan jenazah itupun merupakan fardhu
kifayah juga. Bagaimana sikap seorang mukmin jika ada muslim lain yang baru saja
meninggal dunia? Bagaimana cara memandikan jenazah ? Akan berdosalah seluruh
anggota sesuatu kelompok kaum muslimin apabila dalam kelompok tersebut tidak terdapat
orang yang berilmu cukup untuk melaksanakan fardhu kifayah di sekitar penyelenggaraan
jenazah itu.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah tentang
Memandikan Jenazah
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian memandikan jenazah yang baik dan benar
2. Mengetahui syarat-syarat memandikan jenazah
3. Memperhatikan hal-hal sebelum memandikan jenazah
4. Untuk mengetahui alat-alat yang dipakai dalam memandikan jenazah
5. Mengetahui cara-cara memandikan jenazah yang benar

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. MEMANDIKAN JENAZAH
Jenazah seorang muslim wajib dimandikan oleh muslim yang lain sebelum ia
dikuburkan. kecuali  jenazah para Syuhada yang mati syahid di jalan Allah (berperang)
tidak perlu dimandikan, namun hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat di
tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan."Bahwa para Syuhada Uhud
tak dimandikan, & mereka dikubur dengan darah mereka (lumuran darah yang pada
jenazah mereka), serta tak dishalatkan." (HR. Abu Daud 2728).

Hal ini dilakukan karena  darah para Syuhada itu kelak akan berwangikan kasturi di
hari kiamat. Selain jenazah para Syuhada, Janin yang gugur sebelum mencapai usia 4
bulan dalam kandungan, hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja
tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.

Hukum memandikan dan mengkafani mayit adalah fardhu kifayah. Apabila telah
dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin, maka bagi yang lain gugur kewajibannya.
Dengan dalil sabda Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam  tentang seorang muhrim (orang
yang mengerjakan ihram) yang terjatuh dan terlempar dari untanya:

‫س ْد ٍر َو َكفِّنُوهُ فِي ثَ ْوبَ ْي ِه‬ ِ ‫ا ْغ‬


ِ ‫سلُوهُ بِ َما ٍء َو‬

“Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah dengan dua helai
kainnya:” [Muttafaqun 'alaih].

Orang yang paling berhak memandikan seorang mayit, ialah orang yang diberi wasiat
untuk mengerjakan hal ini. Seseorang terkadang berwasiat karena ingin dimandikan oleh
orang yang bertaqwa, orang yang mengetahui hukum-hukum memandikan mayit.

Setelah orang yang diberi wasiat, orang yang paling berhak untuk memandikan ialah
bapaknya, kemudian kakeknya, kemudian kerabat dekat dari ashabahnya (kerabat lelaki).
Jika mereka semua sama di dalam hak ini, maka diutamakan orang yang paling
mengetahui hukum-hukum mengurus jenazah.

2
B. SYARAT MEMANDIKAN JENAZAH
1. Baligh (sudah mencapai kedewasaan)
a) Sudah mencapai usia 19 tahun dan atau sudah mengalami mimpi basah bagi laki-laki
b)Sudah mencapai usia   9 tahun dan atau sudah mengalami menstruasi bagi
perempuan.
2. Berakal (tidak gila)
3. Beriman (muslim)
4. Sesama jenis kelamin antara yang memandikan dan yang dimandikan. kecuali;
a)Anak kecil yang usianya belum lebih dari tiga tahun.
b)Suami/istri. masing-masing boleh memandikan yang lain.
c)Mahram. (apabila tidak ada orang yang sejenis kelamin dengan si mayit)

C.HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN SEBELUM MEMANDIKAN


JENAZAH
1. Jenazah laki-laki harus dimandikan oleh laki-laki dan jenazah wanita dimandikan oleh
wanita pula, kecuali suami istri. Diperbolehkan suami memandikan jenazah istrinya
dan sebaliknya istri boleh memandikan jenazah suaminya menurut pendapat jumhur
ulama (Syarhus Sunnah, Al-Baghawi, 5/309, Al-Muhalla 3/405, Nailul Authar 4/37,
Asy-Syarhul Mumti’ ‘ala Zadil Mustaqni’ 2/489).
2. Sesuai wasiat si Jenazah. Jika si Jenazah Sebelum meninggal telah mewasiatkan
kepada seseorang tertentu untuk memandikan jenazahnya, maka orang itulah yang
berhak memandikan Jenazah .
3. Jika si jenazah tidak mewasiatkan kepada siapapun, maka yang berhak adalah
ayahnya atau kakek-kakeknya, Ataupu anak laki-laki, cucu-cucunya yang laki-laki.
4. Jika tidak ada yang mampu keluarga Jenazah boleh menunjuk oranng yang amanah
lagi terpercaya untuk memandikannya.
5. Jika si Jenazah adalah seorang wanita, jika tidak ada maka ibunya atau nenek-
neneknya, kemudian anak perempuannya atau cucu-cucunya yang perempuan. Jika
tidak ada, maka keluarganya boleh menunjuk seorang wanita yang amanah lagi
terpercaya untuk memandikannya
6. Yang memandikan jenazah hendaklah orang yang memiliki pengetahuan tentang tata
caranya, terlebih lagi bila orang tersebut dari kalangan keluarganya (Ahkamul Jana`iz,
Asy-Syaikh Al-Albani  hal. 68). Dan diutamakan seorang yang shalih, karena ia dapat

3
menahan dirinya untuk menceritakan aib (cacat/ cela) yang dilihatnya dari si mayit
bahkan menutupinya.
Rasulullah  bersabda:
“Siapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada
hari kiamat.”
Sebagaimana pula beliau  bersabda:
“Siapa yang memandikan (jenazah) seorang muslim lalu ia menyembunyikan (apa
yang dilihatnya dari aib si mayit) maka Allah akan mengampuninya 40 kali.”
7. Jenazah yang akan dimandikan jangan diletakkan di atas tanah karena akan
mempercepat kerusakan jasadnya, tapi diletakkan di atas tempat tidur atau papan yang
lurus. Papan tersebut pada bagian kaki mayit agak dimiringkan sehingga air basuhan
dapat mengalir ke bawah kaki, tidak mengalir ke kepala mayat atau menggenang di
bawah tubuhnya. (Al-Mughni 2/164, Al-Majmu’ 5/131, Asy-Syarhul Mumti’ 2/479).

D. ALAT DAN BAHAN YANG DIPERGUNAKAN


Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:
1) Kapas
2) Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
3) Sebuah spon penggosok
4) Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus.
5) Shampho
6) Sidrin (daun bidara)
7) Kapur barus
8) Masker penutup hidung bagi petugas
9) Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
10) Air
11) Pengusir bau busuk dan  Minyak wangi
12) Menutup aurat si mayit
Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas
pakaiannya, serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit
barangkali berada dalam kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan
pemandian sedikit miring ke arah kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar
dari jasadnya mudah mengalir darinya.

4
E. TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH
1. Meletakkan jenazah ditempat pemandian jenazah
Setelah jenazah diletakkan di atas ranjang yang biasa digunakan untuk
memandikan jenazah, dan setelah pakaiannya ditanggalkan dan ditutupi auratnya
ditutupi dengan kain mulailah dengan :
a) Membengkokkan tubuh mayat secara perlahan dan mendudukkannya sampai
posisi hampir duduk kemudian, 
b) Letakkan tangan kanan pada perut jenazah lalu tekan secara perlahan sebanyak
tiga atau lima kali supaya sisa-sisa kotoran dapat dikeluarkan.

Tujuan menekan perut secara perlahan bukanlah untuk memaksa isi perut keluar
namun untuk mengeluarkan sisa kotoran yang memang sudah mau keluar. Jika tidak
dikeluarkan terlebih dahulu terkadang ia keluar ketika proses pemandian sedang
berlangsung atau sedang dikafani, jika hal tersebut terjadi maka jenazah harus
dimandikan dan diwudhukan kembali. Dalil yang mendasari adalah hadits yang
diriwayatkan dari Ummu Sulaim RA, bahwa Rasulullah bersabda :

[Jika seorang wanita meninggal, maka orang yang ingin memandikannya harus
terlebih dahulu menekan perutnya secara perlahan-lahan, jika ia tidak sedang
mengandung, jika sedang mengandung maka janganlah menggerak-gerakan
perutnya][HR Baihaqi]

2. Menggunakan sarung tangan


Jika yang memandikan tidak memperoleh sarung tangan, maka lapisi tangan
kirinya dengan kain, untuk membersihkan tubuh jenazah.
a) Bersihkan tubuh jenazah dari bawah kain penutupnya dan berusaha sebisa
mungkin untuk melebarkan telapak tangannya ketika membersihkan kemaluan
jenazah.
b) Jangan berlama-lama didaerah itu hingga bisa mengetahui ukurannya, untuk
menghormati jenazah.
c) Untuk bagian dubur, maka gerak-gerakan tangan di daerah itu sampai sekira-
kiranya bersih.
d) Ketika sedang membersihkan orang yang mendampinginya menyiramkan air ke
bagian yang sedang dibersihkan tersebut.

5
3. Mengganti Sarung tangan
Hendaklah mengganti sarung tangan atau kain pelapis yang sudah digunakan untuk
membersihkan dengan yang baru jika memungkinkan untuk menjaga kebersihan.
a. Ketika hendak dimandikan, pakaian yang masih menutupi tubuh mayat dilepas
seluruhnya, sebagaimana hal ini biasa dilakukan di masa Nabi  yang ditunjukkan
dalam hadits Aisyah  di atas. Dan bagian auratnya ditutup (Asy-Syarhul Mumti’
2/492), karena Rasulullah  bersabda:
“Seorang lelaki tidak boleh melihat aurat laki-laki yang lain dan seorang wanita
tidak boleh melihat aurat wanita lain.”
Ibnu Qudamah t berkata: “Disenangi melepas pakaian si mayat ketika hendak
dimandikan dan auratnya ditutup dengan kain.” (Al-Mughni 2/163)
Mayat dimandikan di tempat yang tertutup dari pandangan mata, yang hanya
dihadiri oleh orang yang memandikannya beserta orang yang membantunya bila
memang diperlukan. Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin  berkata: “Sepantasnya mayat
dimandikan di tempat yang tidak terlihat manusia, bisa di kamar atau di kemah dan
semisalnya. Karena menutup mayat dari pandangan mata lebih utama dari
menyingkapnya. Hal ini disebabkan karena mayat itu terkadang berada dalam
keadaan yang tidak disenangi (untuk dipandang) sehingga menampakkannya di
hadapan manusia merupakan satu bentuk penghinaan terhadapnya. Dan juga
terkadang mayat itu menakutkan bagi orang yang melihatnya, terlebih lagi bagi
sebagian manusia yang mereka ini sangat ketakutan bila melihat mayat. Dengan
demikian, menutup mayat dari pandangan manusia lebih utama dan lebih
menjaga.” (Asy-Syarhul Mumti’ 2/493).
b. Mayat mulai dicuci anggota-anggota wudhunya.
Ibnu Qudamah  mengatakan: “Setelah dihilangkan najis dari si mayat (dan
dibersihkan, pen.), ia diwudhukan oleh orang yang memandikannya seperti wudhu
untuk shalat. Dicuci kedua telapak tangannya. Lalu diambil kain yang kasar,
dibasahi dan diletakkan pada jari orang yang memandikan si mayat. Kemudian
dengan jari yang dibalut kain tersebut gigi geligi mayat diusap. Demikian pula
bagian dalam hidungnya hingga bersih. Hal ini dilakukan dengan lemah lembut.
Kemudian wajah mayat dicuci dan disempurnakan wudhunya.” (Al-Mughni 2/165)
Setelah mayat diwudhukan, rambutnya digerai dengan perlahan dan dicuci bersih.
(Al-Hawil Kabir 3/10, Al Majmu’ 5/132).

6
Bila mayat itu seorang wanita, rambutnya disisir dan dikepang tiga, dua
kepangan pada dua sisi kepala dan satunya lagi di bagian rambut depan/ jambul,
sebagaimana dinyatakan Sufyan Ats-Tsauri 12. Kemudian, sebagaimana kata Ummu
‘Athiyyah : “Kami menjalin rambutnya menjadi tiga pintalan dan meletakkannya di
belakangnya.”
1) Pertama bacalah basmalah.
2) Cuci kedua telapak tangannya.
3) Ambil sedikit kapas yang telah dibasahi air setelah itu gosoklah mulutnya, gigi
serta gusinya, lakukan sebanyak tiga kali, dengan mengganti kapas setiap
membersihkan.
4) Ambil kapas lagi yang telah dibasahi air untuk membersihkan bagian dalam
hidungnya sebanyak tiga kali.
5) Basuhlah wajahnya sebanyak tiga kali dengan menekan bagian hidung dan
mulutnya untuk menghindari air masuk.
6) Basuhlah kedua tangannya sampai siku sebanyak tiga kali.
7) Usaplah kepalanya dilanjutkan dengan kedua telinganya.
8) Basuhlah kedua kakinya hingga kedua mata kaki.
c. Setelahnya dimulai membasuh bagian kanan tubuh mayat.
Mayat dimandikan dengan tiga kali siraman atau lebih bila dipandang perlu oleh
yang memandikan, namun tetap dalam hitungan ganjil. Pada sebagian siraman,
mayat dibasuh dengan air yang dicampur dengan daun sidr (bidara) yang dihaluskan.
Namun bila tidak didapatkan, bisa digantikan dengan pembersih lainnya seperti
sabun atau yang lainnya (Ahkamul Jana`iz, hal. 64) karena Allah  berfirman:
“Bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian.”
“Allah tidak membebani satu jiwa kecuali sekadar kemampuannya.”
Pada akhir basuhan, air dicampur dengan wewangian, lebih utama lagi dicampur
dengan kapur barus yang dihaluskan. (Ahkamul Jana`iz, hal. 65, Asy Syarhul
Mumti’ 2/497). Air yang digunakan untuk memandikan mayat sebaiknya air dingin,
namun bila ada kebutuhan dan melihat kemanfaatan bagi kebersihan tubuh si mayat,
bisa digunakan air hangat (Al-Hawil Kabir 3/9, Asy Syarhul Mumti’ 2/497).

7
d. Ketika dimandikan, bagian-bagian tubuh mayat digosok perlahan dengan kain perca/
washlap atau semisalnya.
Caranya, orang yang memandikan membungkus tangannya dengan kain tersebut
atau menggunakan kaos tangan. Kemudian tubuh mayat digosok perlahan dari
bawah kain penutup tubuhnya. Hal ini dilakukan agar orang yang memandikan tidak
menyentuh aurat si mayit. Sebaiknya disiapkan lebih dari satu kain perca/ kaos
tangan, sehingga setelah kain/ kaos tangan yang satu dipakai untuk menggosok
bagian pembuangan si mayat, kain/ kaos tangan tersebut diganti dengan yang lain.
(Al-Umm 1/302, Al-Hawil Kabir 3/9, Al-Majmu’ 5/130, Asy Syarhul Mumti’,
2/494).
Setiap kali basuhan, tangan orang yang memandikan tidak lepas dari mengurut-
urut perut mayat agar sisa kotoran yang mungkin tertinggal dapat keluar. (Asy
Syarhul Mumti’, 2/496)
Al-Imam Asy-Syafi’i t berkata: “Kemudian mayat dimandikan (mulai) dari sisi
kanan lehernya, belahan (kanan) dadanya, rusuknya, paha dan betis (kanan)nya.
Kemudian kembali ke bagian kiri tubuhnya dan diperbuat semisal bagian kanan
tubuhnya. Setelahnya mayat dimiringkan ke rusuk kirinya, lalu dicuci punggungnya,
tengkuk, paha dan betis kanannya. Kemudian dimiringkan ke rusuk kanannya dan
dilakukan hal yang sama dengan sebelumnya. Setelah itu dicuci bagian bawah kedua
telapak kakinya, antara dua pahanya dan belahan pantatnya dengan kain perca ”(Al-
Hawil Kabir 3/10, Al Majmu’ 5/133).
Selesai dari semua itu, seluruh tubuh mayat disiram dengan air yang dicampur
dengan kapur barus. Usai basuhan terakhir, kedua tangan mayat dirapatkan pada
rusuknya dan kedua kakinya dirapatkan hingga kedua mata kakinya saling
menempel, kedua pahanya pun saling dirapatkan. Bila keluar sesuatu dari tubuh
mayat setelah selesai dimandikan maka dibersihkan dan tubuhnya dibasuh sekali
lagi. Terakhir, tubuh mayat dikeringkan dengan kain. Setelah kering, diletakkan di
atas kafan yang telah disiapkan. (Al-Umm 1/303, Al-Hawil Kabir 5/12).

8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dalam pengurusan jenazah walaupun hukumnya fardhu kifayah, tidak menutup


pribadi kita untuk mengurusi jenazah, terlebih kita berada dalam suatu lingkungan
dengan kita. Untuk selanjutnya dalam pengurusan jenazah ini kita dianjurkan untuk
lebih mendalami pengetahuan baik memandikan, mengafankan, menyolatkan dan juga
menguburkan.
Apabila seorang muslim meninggal, maka fardhu kifayah atas orang yang hidup
menyelenggarakan empat perkara, yaitu:
  Memandikan mayat
Syarat wajib mandi ialah mayat orang Islam, ada tubuhnya walaupun sedikit, dan mayat
itu bukan mati syahid.
  Mengkafani mayat
Kain kafan sekurang-kurangnya selapis kain yang menutupi seluruh badan mayat.
Tetapi sebaiknya tiga lembar untuk laki-laki dan lima lembar untuk perempuan.
  Menshalatkan mayat
Syarat-syaratnya yaitu:
a) Sebagaimana syarat-syarat shalat lainnya, seperti menutup aurat; suci badan;
dll.
b) Dilakukan sesudah mayat dimandikan dan dikafani.
c) Letak mayat di sebelah kiblat orang yang menyalatkan.

B. SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami cara-cara dalam
penyelenggaraan memandikan jenazah

Anda mungkin juga menyukai