Anda di halaman 1dari 43

PENYELENGGARAAN JENAZAH

KELOMPOK:2 KELAS:X TKR 1

ANGGOTA KELOMPOK:
1.KHAIRIL RAMADHAN PRASETYO
2.DIYAN SAPUTRA
3.HAFIDHUR RAIHAN
4.AKHMAD ROMADON
5.MUHAMAD BAGUS SETIANTO
6.FARHAN HABIBI
PENYELENGGARAAN JENAZAH

SEPUTAR MASALAH PENYELENGGARAAN


01 KEMATIAN 02 JENAZAH
01
SEPUTAR MASALAH KEMATIAN
Kita pasti tahu dan sadar bahwa suatu kehidupan itu pasti ada
akhirnya yaitu kematian. Kematian merupakan sesuatu peristiwa
keluarnya ruh dari jasad manusia. Dalam Islam, kematian menjadi
awal perpindahan dari alam dunia ke alam barzah, roh manusia
yang wafat akan tinggal di alam barzah hingga kebangkitan
manusia dari kuburnya saat kiamat kelak. Kematian menjadi
permulaan menuju alam akhirat yang kekal, setelah kematian pun
masih melewati masa pertanggung jawaban atas semua apa yang
kita lakukan dan perbuat di dunia.
Saat di alam kubur ada siksa kubur dan nikmat kubur, barang siapa
yang saat di dunia banyak amal shaleh pasti akan beruntung dan
mendapat nikmat kubur, dan sebaliknya. Penyesalan pun tidak ada
gunaya lagi bagi ruh yang saat masih ada dalam jasad saat di dunia
banyak melakukan dosa. Di dunia ini makhluk yang bernyawa pasti
akan mengalami kematian, suatu kejadian yang rahasia bagi kita
kapan dan dimana itu akan terjadi. Hanya Allah SWT yang Maha
Tahu dan Maha Kuasa yang mengetahui kematian makhlukNya.
Hanya saja dalam dunia nyata, banyak yang mengabaikan tentang
kematian itu. Kita sering lalai bahwa kematian itu pasti akan
datang, kita terlalu sibuk dengan hiruk-pikuk dunia, gemerlap dunia,
keindahan dunia, kenikmatan dunia, sampai kita lalai. Sehari-hari
kita hanya meluangkan sedikit waktu untuk beribadah kepada Allah
SWT
02
PENYELENGGARAAN JENAZAH
A.MEMANDIKAN JENAZAH
1.Keutamaan Memandikan Jemazah “Siapa yang memandikan
mayat lalu dia meyembunyikan (aibnya), Allah ampuni dia
empat puluh (dosa) besar. Dan siapa yang menggali kuburan
untuk saudaranya hingga dikuburkan maka seakan-akan dia
telah memberinya tempat tinggal hingga dia dibangkitkan”.
(Riwayat Tabrani dalam al-kabir, dan Hakim).
2. Hukum Memandikan Jenazah
Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah atas
setiap muslim yang mengetahuinya. Jika ada orang
dengan jumlah cukup untuk melaksanakannya, maka
gugurlah dosa bagi yang lainnya.
3. Orang yang Memandikan Jenazah
Orang yang memandikan jenazah disyaratkan orang muslim.
Disunnahkan orang yang terpercaya, amanah dan mengetahui hukum-
hukum memandikan. Jika jenzahnya laki-laki maka yang
memandikannya harus lakilaki, tidak dibolehkan bagi wanita
untuk memandikannya kecuali istrinya, karena dibolehkan oleh
istri untuk memandikan suaminya. Jika jenazahnya wanita maka
yang memandikannya adalah wanita, tidak boleh bagi laki-laki
untuk memandikannya kecuali suaminya karena dibolehkan bagi
suami untuk memandikan istrinya. Adapun jika jenzahnya anak
kecil dibawah tujuh tahun, maka baik laki-laki maupun wanita
boleh memandikannya.
4. Cara Memandikan Jenazah
➢ Hendaknya petugas yang memandikan mengangkat
kepala jenzah hingga mendekati posisi duduk,
kemudian tanganya menyentuh perutnya dengan
perlahan agar keluar apa yang seharusnya keluar
darinya. Saat itu perbanyak menyiramkan air
kepadanya agar apa yang keluar segera tersapu bersih.
Kemudian petugas yang memandikan membungkus
tangannya dengan kain yang agak kasar lalu
membersihkan kemaluan jenazah dan meyiramnya
dengan air.
➢ Kemudian dia mulai niat memandikan lalu membaca
basmalah, lalu mewudhukan jenazah sebagaimana
wudhu untuk shalat, kecuali dalam masalah berkumur
dan istinsyaq (memasukan air ke hidung), untuk
mengganti kedua hal tersebut cukup baginya untuk
mengusap gigi-gigi jenazah dan kedua lubang
hidungnya dengan jari-jarinya yang telah basah atau
yang telah dibungkus dengan kain basah dan tidak
dimasukan air dalam mulutnya dan hidungnya.
➢ Kemudian basulah kepalanya dan jenggotnya dengan busa sidr
atau sabun, lalu basuhlah bagian kanan tubuhnya. Dimulai dari
belahan kanan lehernya, lalu tangan kananya hingga
punggungnya. Kemudian dada sebelah kanannya, betis kanannya
dan paha kananny. Kemudian balikkan di atas sisi kiri dan basuh
bagian punggung kanannya. Setelah itu mandikan bagian kiri
tubuhnya seperti itu juga lalu balikan di atas sisi kanannya dan
basuh bagian punggung kirinya. Gunakan sidr atau sabun saat
membasuh. Disunnahkan saat memandikan, petugas yang
memandikan membungkus tangannya dengan kain.
5. Aturan Memandikan Jenazah
➢ Tempat memandikan hendaknya yang sepi dari
pandangan banyak orang.
➢ Tempat pemandian hendaknya tidak dibawah langit
langsung.
➢ Hendaknya yang ada dalam tempat memandikan
hanyalah yang memandikan, kecuali bagi wali maka
diperbolehkan meskipun tidak memandikan.
➢ Hendaknya ada mijmarah fiha bukhur (wewangian) agar
bau tidak
sedap yang barangkali keluar tidak sangat tercium.
➢ Hendaknya ada kain penutup tubuh mayat saat
dimandikan.
➢ Air dingin lebih baik daripada air hangat kecuali jika air
hangat memang dibutuhkan.
➢ Tidak diperbolehkan bagi yang memandikan untuk
memandang
aurat mayat dan memegangnya kecuali dengan lapis kain /
sarung
tangan.
➢ Persiapkan dua buah lapis kain untuk tangan (satu untuk
mengistinja’ dan satu lagi untuk anggota badan yang
lain).
➢ Membasuh seluruh tubuh jenazah dengan rata dengan
jumlah ganjil. Berapapun diperbolehkan sesuai dengan
kebutuhan. Ketika sudah bersih pada basuhan genap,
maka sempurnakanlah dengan satu basuhan lagi agar
ganjil.
➢ Basuhan terakhir dicampur dengan kapur barus atau
cendana
B. Mengkafani Jenazah
1. Keutamaan Mengkafani Jenazah
“Barangsiapa memandikan mayit lalu menyembunyikan aib-aibnya, Allah
akan mengampuninya dengan empat puluh kali ampunan. Dan barangsiapa
menggali (kubur) untuknya maka akan diberikan pahala baginya seperti pahala
orang yang memberikan tempat tinggal hingga hari kiamat. Dan barangsiapa mengkafani mayit, Allah akan mengkafaninya
dengan sutra halus dan bludru dari surga di hari kiamat nanti.”
(HR Al-Hakim dalam Mustadrak : 1/354, 1/362, Ath-Thabarani dalam
Mu’jam Al-Kabir : 929 dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shaihut Targib Wat
Tarhib : 3492 Lihat pula Ahkamul Janaiz : 69 oleh Imam Al-Albani).
2. Hukum Mengkafani Jenazah
Hukum mengkafani jenazah adalah fardhu kifayah atas setiap muslim
yang mengetahuinya. Jika ada orang dengan jumlah cukup untuk
melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Mengkafani
jenazah berarti membungkus jenazah dengan selembar kain atau lebih yang
biasanya berwarna putih , setelah mayat selesai dimandikan dan sebelum
dishalatkan serta dikuburkan.
3. Ukuran Kain Kafan
Kain kafan wajib menutupi seluruh tubuh. Kain kafan bagi jenazah lakilaki
disunnahkan terdiri dari tiga lembar. Sedangkan bagi jenazah wanita lima
lapis untuk kain (bagian bawah), kerudung, baju dan dua lembar kain kafan .
Sedangkan jenazah anak kecil laki-laki cukup dengan satu lembar, boleh juga
dengan tiga lapis, sedangkan anak kecil perempuan dengan satu baju dan dua
lembar kain kafan.
Disunnahkan mengusapi kain kafan dengan bukhur (wewangian) setelah
dipercikan dengan air kembang mawar dan yang semacamnya agar wangi
bukhur tetap melekat.
4. Tata Cara Mengakafani Jenazah Laki-laki
Tiga lembar kain kafan dibentangkan satu di atas yang lainnya.
Kemudian letakkan jenazah di atasnya dan wajib ditutup auratnya dengan kain
atau dengan semacamnya. Jenazah diletakkan dengan terlentang, kemudian
ambil hanuth yaitu sejenis wangi-wangian dan letakkan pada kapas kemudian
letakkan dia antara bokong jenazah dan ditampal dengan kain tampal.
Kemudian letakkan juga kapas yang telah diberi wewangian dikedua matanya,
kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya, anggota-anggota
sujudnya; keningnya, hidungnya, kedua tangannya, kedua lututnya, ujung
kedua kakinya dan lipatan-lipatan diperutnya; seperti kedua ketiaknya,
lekukan kedua lututnya dan pusatnya. Berikan juga wewangian diantara kain
kafannya dan di kepala mayat.
Kemudian ujung kain kafan sebelah kiri ditarik ke sebelah kanan, lalu
ujung atas sebelah kanan ditarik ke sebelah kiri, demikian berikutnya lapisan
kedua dan lapisan ketiga. Bagian yang lebih pada sisi kepala hendaknya lebih
panjang dari bagian yang lebih pada kakinya. kemudian bagian yang lebih di
kepalanya dikumpulkan lalu ditekuk ke arah mukanya sementara sisa di
kakinya juga dikumpulkan dan ditekuk di kakinya. Lalu kain kafannya diikat
agar tidak terlepas dan ikatannya baru dibuka ketika di kubur.
5. Tata Cara Mengkafani Jenazah Wanita
Wanita dikafani lima lapis; kain, baju, kerudung untuk kepalanya lalu
dibungkus dengan dua lapis kain kafan.
C. Menshalati Jenazah
1. Keutamaan Shalat Jenazah
Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah
SAW bersabda:
"Barangsiapa yang menyaksikan jenazah sampai ia
menyolatkannya, maka baginya satu qiroth. Lalu
barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga
dimakamkan, maka baginya dua qiroth." Ada yang
bertanya, "Apa yang dimaksud dua qiroth?" Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam lantas menjawab, "Dua qiroth
itu semisal dua gunung yang besar." (HR. Bukhari dan
Muslim).

Dari Malik bin Hubairah radhiyallahuanhu berkata bahwa


Rasulullah bersabda:
"Tidaklah seorang muslim mati lalu dishalatkan oleh tiga shaf
kaum muslimin melainkan do'a mereka akan dikabulkan."
(HR.Tirmidzi dan Abu Daud).
2. Hukum Shalat Jenazah
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum shalat jenazah
adalah fardhu kifayah. Dimana bila sudah ada satu
orang yang mengerjakannya, gugurlah kewajiban
orang lain. Namun Al-Ashbagh berkata bahwa
hukumnya sunnah kifayah, sehingga bila tak
seorang pun yang melakukannya, tidak ada yang
berdosa kecuali hanya kehilangan kesunnahan.
3. Rukun Shalat Jenazah
Rukun ini maksudnya adalah kerangka yang bila
ditinggalkan, shalat itu menjadi tidak sah. Dalam
pandangan mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah
mengatakan bahwa shalat jenazah terdiri dari 7
rukun. Rukun-rukunnya adalah niat, 4 takbir dengan
takbiratul ihram, membaca surat Al-Fatihah setelah
takbir yang pertama, shalawat kepada Rasulullah
SAW, doa untuk mayit setelah takbir ketiga, salam
dan berdiri.
Sedangkan dalam pandangan mazhab Al Malikiyah
rukun shalat jenazah ada 5 perkara. Rukun-
rukunnya adalah : niat, empat kali takbir,
mendoakan mayit di antara takbir itu, dan berdiri.
Dan menurut mazhab Al-Hanafiyah, cukup 2 rukun
saja. Rukun yang pertama 4 kali takbir dan rukun
yang kedua berdiri.
4. Syarat Shalat Jenazah
Agar shalat jenazah yang dilakukan menjadi sah
hukumnya, para ulama telah menetapkan ada
beberapa syarat sah sebagaimana berikut ini :
➢ Muslim.
➢ Suci dari najis pada badan, pakaian dan tempat.
➢ Suci dari hadats kecil dan besar.
➢ Menutup aurat.
➢ Menghadap ke kiblat.
5. Posisi Imam
Ada beda pendapat di kalangan fuqoha tentang
dimanakah sebaiknya posisi imam ketika
mengimami shalat jenazah. Al-Hanafiyah
mengatakan posisi imam tepat di bagian dada
jenazah, tanpa dibedakan antara jenazah laki-laki
atau perempuan. Karena dada adalah tempatnya
iman. Dan syafaat itu karena imannya. Selain itu
karena memang ada riwayat yang disampaikan oleh
Ibnu Masud radhiyallahuanhu.
Al-Malikiyah membedakan posisi imam berdasarkan
jenis kelamin jenazah. Bila jenazah itu laki-laki
maka posisi imam berdiri di tengah jenazah laki-
laki. Akan tetapi bila jenazah itu seorang
perempuan, maka imam diutamakan untuk berdiri di
daerah pundak bila jenazahnya perempuan.
3.6. Tata Cara Menshalati Jenazah
➢ Imam berada di depan kepala jenazah laki-laki dan
ditengah
jenazah wanita.
➢ Boleh shalat jenazah sendirian.
➢ Perempuan boleh ikut menjadi peserta shalat jenazah.
➢ Boleh mengulangi shalat jenazah bila telat.
➢ Boleh melakukan shalat jenazah diataskuburannya.
➢ Boleh melakukan shalat jenazah meski berada di
tempat yang jauh (shalat ghaib)
D. Menguburkan Jenazah
1. Keutamaan Menguburkan Jenazah
“Barangsiapa memandikan mayit lalu menyembunyikan aib-aibnya, Allah
akan mengampuninya dengan empat puluh kali ampunan. Dan barangsiapa
menggali (kubur) untuknya maka akan diberikan pahala baginya seperti pahala
orang yang memberikan tempat tinggal hingga hari kiamat. Dan barangsiapa
mengkafani mayit, Allah akan mengkafaninya dengan sutra halus dan bludru
dari surga di hari kiamat nanti.”
(HR Al-Hakim dalam Mustadrak : 1/354, 1/362, Ath-Thabarani dalam
Mu’jam Al-Kabir : 929 dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shaihut Targib Wat
Tarhib : 3492 Lihat pula Ahkamul Janaiz : 69 oleh Imam Al-Albani).
2. Hukum Menguburkan Jenazah
Setelah Islam datang, maka terdapat ketentuan-ketentuan dan syaratsyarat
yang harus di lakukan di dalam penyelenggaraan jenazah itu yang
dimulai dari persiapan menjelang kematian hingga setelah penguburan
dilakukan. Karena dalam syariat Islam, mengubur jenazah merupakan salah
satu bentuk penghormatan terhadap orang yang telah meninggal dunia.
Oleh karena itulah, Islam memerintahkan penguburan jenazah. Para
ulama pun telah sepakat bahwa hukum mengubur jenazah adalah fardu kifayah
seperti halnya memandikan, mengkafani dan menshalatkan. Jika sebagian kaum muslimin telah
melakukannya, maka kewajiban itu gugur dari kaum
muslimin yang lain.
3. Bentuk kuburan Islam
Secara hukum asal, bentuk kuburan ada dua, yaitu lahad dan syaq. Cara
membuat syaq adalah menggali lubang kuburan sedalam orang yang berdiri dan
mengangkat tangannya (kurang lebih 2,25 m), lalu dibuat liang di dasarnya
seluas tubuh jenazah. Dalam prosesi penguburan, jenazah dibaringkan di liang
tersebut di atas sisi kanan tubuhnya dengan wajah menghadap ke arah kiblat.
Tubuh jenazah itu diberi penahan dan tangannya diletakkan di sisi tubuhnya.
Lalu permukaan lubang itu ditutup dengan batu bata atau batu biasa. Setelah itu lubang kuburan itu ditutup
dengan tanah.

Adapun cara membuat lahad adalah dengan menggali lubang kuburan


sedalam dua pertiga dari tubuh orang yang berdiri, lalu dibuat liang seluas
ukuran tubuh jenazah yang di salah satu sisi di dasar lubang kuburan tersebut.
Lalu permukaan liang lahad itu ditutup dengan batu bata atau batu biasa.
Setelah itu, lubang kuburan ditimbun dengan tanah.
Didalam Alqur’an memang tidak di sebutkan secara langsung adanya
kewajiban untuk meletakkan jenazah di dalam kubur pada posisi miring
kearah kiblat, sehingga para ulama fikih pun berbeda pendapat tentang hukumnya, Menurut mazhab Maliki
dan Hanafi, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Wahbah Az-Zuhayli, hukum menghadapkan jenazah ke
arah kiblat di dalam liang lahad adalah sunnah. Ini berbeda dengan mazhab Hanbali yang mewajibkannya
sebagaimana umumnya ulama mazhab Syafi‟i. Semua itu berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
Dari Umair bin qatadah, bahwasahnya nabi Muhammad SAW berkata tentang masjidil haram, (Ka‟bah
adalah) kiblat kalian, kalian dalam kondisi hidup dan mati,‟ (HR Abu Dawud dan Al-Hakim yang
mengatakan, “(Hadits ini)shahih sanadnya,‟)
4. Tata Cara Menguburkan Jenazah Menurut Empat Mazhab Abdurrahman al-Juzairi dalam Kitabnya al-
fiqh „ala mazahibil arba‟ah menyebutkan tatacara penguburan menurut empat mazhab adalah sebagai
berikut:
1) Membuat lubang galian yang dalam, sekiranya tidak tercemar bau dan
terhindar oleh gangguan binatang buas. Para ulama berbeda pendapat
tentang ukuran dalamnya galian kubur itu:
a. Malikiyyah berpendapat bahwa makruh hukumnya mendalaminya lagi jika tanpa adanya kebutuhan.
b. Hanafiyyah mengatakan bahwa minimal ukuran dalamnya galian adalah
setengah dari orang yang berdiri, jika lebih dalam lagi maka itu lebih baik.
c. Syafi’iyyah berpendapat bahwa di sunnahkan mendalami lubang galian seukuran orang yang berdiri dan
mengangkat kedua tangannya ke langit.
d. Sedangkan menurut Hanabilah, di sunnah mendalami lubang galian tanpa ada batasan tertentu. Yang
terpenting adalah tanah galian itu cukup untuk memasukkan jenazah itu ke dalam tanah dan tidak boleh di
letakkan di atas permukaan tanah.
2) Membuat liang lahad di dalam kubur jika tanahnya tidak gembur. Malikiyyah berpendapat bahwa
membuat lahad di tanah yang tidak gembur adalah Mustahab bukan Sunnah, sedangkan membuat syaq di
tanah yang tidak gembur adalah Mubah. Sedangkan menurut Syafi’iyyah bahwa membuat liang lahad pada
tanah yang tidak gembur adalah lebih afdhal, bukan hanya sekedar mubah.
3) Meletakkan jenazah ke dalam kubur.
a. Mazhab Hanafi, Syâfi'i dan Hambali
➢ Jenazah wajib dihadapkan kearah kiblat, alasannya karena disamakan dengan orang yang sedang shalat.
➢ Disunahkan meletakkan kepala jenazah di sebelah utara dengan posisi miring kekanan, dan makruh
meletakkan kepala jenazah di sebelah selatan, dengan posisi miring kekiri. Kewajiban menghadapkan
jenazah ke arah kiblat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari sayyidina Ali :“Diriwayatkan dari
sayyidina Ali Bin Abi Thâlib, Ia berkata: “Seseorang dari keturunan Abdul Mutollib meninggal dunia, dan
Nabi perintah terhadap Ali: “Hadapkanlah jenazah tersebut kearah kiblat”
➢ Menutup kuburan jenazah dengan semisal papan atau lainnya supaya jenazah tidak tersentuh galian
tanah yang digunakan memenuhi liang kuburan, dan untuk memuliakan jenazah. Tata cara ini berdasarkan
riwayat bahwa ketika Nabi dikubur dan setelah di hadapkan kearah kiblat, lubang tempat jenazah Beliau
ditutup dengan batu bata.
b. Mazhab Mâliki
➢ Hukum menghadapkan jenazah ke arah kiblat ketika dikubur adalah sunah, berdasarkan firman Allah
surat Al Mursalât : 25: “Allah berfirman: “Bukankah Kami (Allah) telah menjadikan bumi (tempat)
berkumpul, bagi orang yang masih hidup dan yang sudah mati”. Dalam ayat tersebut, Allah tidak
menyatakan secara jelas kewajiban menghadapkan jenazah kearah kiblat. Sehingga Imam Mâliki
memberikan hukum sunah.
➢ Wajib menutup jenazah dengan semisal papan atau lainnya supaya jenazah tidak tersentuh galian tanah
yang digunakan untuk memenuhi liang kuburan, dan untuk memuliakan jenazah. Bila tidakmemungkinkan
menguburkannya seperti halnya ia mati diatas kapal, dan jauh serta sulit dari tempat untuk mendarat,
sedangkan baunya sudah mulai tercemar, maka jenazah boleh diikatkan dengan benda yang berat kemudian
di masukkan ke dalam laut.
4.5. Tata Cara Menguburkan Jenazah
1) Membuat galian kubur yang dalam, yaitu seukuran orang yang berdiri dan mengangkat kedua
tangannya, dan mendalaminya sekira tidak tercemar bau dan tercium oleh binatang buas. Hal ini di
dasarkan kepada hadis Rasulullah SAW yang di riwayatkan oleh Abu Daud dan Turmuzi, dari Hisyam
bin Amir r.a, ia berkata: Rasulullah saw bersabda teruntuk para syuhada‟ perang uhud: “ perdalamlah
(kuburnya), luaskanlah dan baguskanlah (kuburnya).”
2) Wajib membaringkan jenazah kesebelah kanan dan menghadapkannya ke arah kiblat.
3) Di sunnahkan atasnya membuat liang lahat jika memungkinkan. Namun apabila tidak, cukup membuat
semacam belahan tanah pada tengahtengah galian seukuran jenazah.
4) Di sunnahkan memasukkan jenazah dari arah kaki kubur.
“Diriwayatkan dari Abi Daud, bahwasahnya seorang sahabat bernama Abdullah Bin Yazid al-Huthami,
memasukkan seorang sahabat yang bernama Harits ke kuburnya melalui kaki kubur, lalu ia berkata: “ini
adalah sunnah”.
5) Mayat diletakkan di atas pinggang kanannya menghadap kiblat.
6) Setelah mayat diletakkan di lahad, letakkan papan di atas lahad dan
tambal sela-selanya dengan tanah yang lembek agar tanah tidak
menimbun mayat secara langsung.
7) Tidak dibolehkan menguburkan dalam tiga waktu:
➢ Tatkala matahari terbit hingga setinggi tombak.
➢ Tatkala matahari persis berada di atas hingga tergelincir.
➢ Jika matahari tinggal seukuran tombak sebelum terbenam hingga
terbenam. Kadar waktu pertama dan terakhir sekitar seperempat jam, sedangkan kadar waktu kedua sekitar
tujuh menit.
8) Di anjurkan membuat tiga gumpalan dari tanah yang di letakkan di arah kepala jenazah.
9) Di anjurkan mendoakan jenazah setelah proses penguburan selesai dan men-talqinkannya dengan
membaca “Laa Ilahaillallah/ Asyhadu anlaa ilahaillallah” sebanyak tiga kali.

Anda mungkin juga menyukai