01 KEMATIAN 02 JENAZAH 01 SEPUTAR MASALAH KEMATIAN Kita pasti tahu dan sadar bahwa suatu kehidupan itu pasti ada akhirnya yaitu kematian. Kematian merupakan sesuatu peristiwa keluarnya ruh dari jasad manusia. Dalam Islam, kematian menjadi awal perpindahan dari alam dunia ke alam barzah, roh manusia yang wafat akan tinggal di alam barzah hingga kebangkitan manusia dari kuburnya saat kiamat kelak. Kematian menjadi permulaan menuju alam akhirat yang kekal, setelah kematian pun masih melewati masa pertanggung jawaban atas semua apa yang kita lakukan dan perbuat di dunia. Saat di alam kubur ada siksa kubur dan nikmat kubur, barang siapa yang saat di dunia banyak amal shaleh pasti akan beruntung dan mendapat nikmat kubur, dan sebaliknya. Penyesalan pun tidak ada gunaya lagi bagi ruh yang saat masih ada dalam jasad saat di dunia banyak melakukan dosa. Di dunia ini makhluk yang bernyawa pasti akan mengalami kematian, suatu kejadian yang rahasia bagi kita kapan dan dimana itu akan terjadi. Hanya Allah SWT yang Maha Tahu dan Maha Kuasa yang mengetahui kematian makhlukNya. Hanya saja dalam dunia nyata, banyak yang mengabaikan tentang kematian itu. Kita sering lalai bahwa kematian itu pasti akan datang, kita terlalu sibuk dengan hiruk-pikuk dunia, gemerlap dunia, keindahan dunia, kenikmatan dunia, sampai kita lalai. Sehari-hari kita hanya meluangkan sedikit waktu untuk beribadah kepada Allah SWT 02 PENYELENGGARAAN JENAZAH A.MEMANDIKAN JENAZAH 1.Keutamaan Memandikan Jemazah “Siapa yang memandikan mayat lalu dia meyembunyikan (aibnya), Allah ampuni dia empat puluh (dosa) besar. Dan siapa yang menggali kuburan untuk saudaranya hingga dikuburkan maka seakan-akan dia telah memberinya tempat tinggal hingga dia dibangkitkan”. (Riwayat Tabrani dalam al-kabir, dan Hakim). 2. Hukum Memandikan Jenazah Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah atas setiap muslim yang mengetahuinya. Jika ada orang dengan jumlah cukup untuk melaksanakannya, maka gugurlah dosa bagi yang lainnya. 3. Orang yang Memandikan Jenazah Orang yang memandikan jenazah disyaratkan orang muslim. Disunnahkan orang yang terpercaya, amanah dan mengetahui hukum- hukum memandikan. Jika jenzahnya laki-laki maka yang memandikannya harus lakilaki, tidak dibolehkan bagi wanita untuk memandikannya kecuali istrinya, karena dibolehkan oleh istri untuk memandikan suaminya. Jika jenazahnya wanita maka yang memandikannya adalah wanita, tidak boleh bagi laki-laki untuk memandikannya kecuali suaminya karena dibolehkan bagi suami untuk memandikan istrinya. Adapun jika jenzahnya anak kecil dibawah tujuh tahun, maka baik laki-laki maupun wanita boleh memandikannya. 4. Cara Memandikan Jenazah ➢ Hendaknya petugas yang memandikan mengangkat kepala jenzah hingga mendekati posisi duduk, kemudian tanganya menyentuh perutnya dengan perlahan agar keluar apa yang seharusnya keluar darinya. Saat itu perbanyak menyiramkan air kepadanya agar apa yang keluar segera tersapu bersih. Kemudian petugas yang memandikan membungkus tangannya dengan kain yang agak kasar lalu membersihkan kemaluan jenazah dan meyiramnya dengan air. ➢ Kemudian dia mulai niat memandikan lalu membaca basmalah, lalu mewudhukan jenazah sebagaimana wudhu untuk shalat, kecuali dalam masalah berkumur dan istinsyaq (memasukan air ke hidung), untuk mengganti kedua hal tersebut cukup baginya untuk mengusap gigi-gigi jenazah dan kedua lubang hidungnya dengan jari-jarinya yang telah basah atau yang telah dibungkus dengan kain basah dan tidak dimasukan air dalam mulutnya dan hidungnya. ➢ Kemudian basulah kepalanya dan jenggotnya dengan busa sidr atau sabun, lalu basuhlah bagian kanan tubuhnya. Dimulai dari belahan kanan lehernya, lalu tangan kananya hingga punggungnya. Kemudian dada sebelah kanannya, betis kanannya dan paha kananny. Kemudian balikkan di atas sisi kiri dan basuh bagian punggung kanannya. Setelah itu mandikan bagian kiri tubuhnya seperti itu juga lalu balikan di atas sisi kanannya dan basuh bagian punggung kirinya. Gunakan sidr atau sabun saat membasuh. Disunnahkan saat memandikan, petugas yang memandikan membungkus tangannya dengan kain. 5. Aturan Memandikan Jenazah ➢ Tempat memandikan hendaknya yang sepi dari pandangan banyak orang. ➢ Tempat pemandian hendaknya tidak dibawah langit langsung. ➢ Hendaknya yang ada dalam tempat memandikan hanyalah yang memandikan, kecuali bagi wali maka diperbolehkan meskipun tidak memandikan. ➢ Hendaknya ada mijmarah fiha bukhur (wewangian) agar bau tidak sedap yang barangkali keluar tidak sangat tercium. ➢ Hendaknya ada kain penutup tubuh mayat saat dimandikan. ➢ Air dingin lebih baik daripada air hangat kecuali jika air hangat memang dibutuhkan. ➢ Tidak diperbolehkan bagi yang memandikan untuk memandang aurat mayat dan memegangnya kecuali dengan lapis kain / sarung tangan. ➢ Persiapkan dua buah lapis kain untuk tangan (satu untuk mengistinja’ dan satu lagi untuk anggota badan yang lain). ➢ Membasuh seluruh tubuh jenazah dengan rata dengan jumlah ganjil. Berapapun diperbolehkan sesuai dengan kebutuhan. Ketika sudah bersih pada basuhan genap, maka sempurnakanlah dengan satu basuhan lagi agar ganjil. ➢ Basuhan terakhir dicampur dengan kapur barus atau cendana B. Mengkafani Jenazah 1. Keutamaan Mengkafani Jenazah “Barangsiapa memandikan mayit lalu menyembunyikan aib-aibnya, Allah akan mengampuninya dengan empat puluh kali ampunan. Dan barangsiapa menggali (kubur) untuknya maka akan diberikan pahala baginya seperti pahala orang yang memberikan tempat tinggal hingga hari kiamat. Dan barangsiapa mengkafani mayit, Allah akan mengkafaninya dengan sutra halus dan bludru dari surga di hari kiamat nanti.” (HR Al-Hakim dalam Mustadrak : 1/354, 1/362, Ath-Thabarani dalam Mu’jam Al-Kabir : 929 dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shaihut Targib Wat Tarhib : 3492 Lihat pula Ahkamul Janaiz : 69 oleh Imam Al-Albani). 2. Hukum Mengkafani Jenazah Hukum mengkafani jenazah adalah fardhu kifayah atas setiap muslim yang mengetahuinya. Jika ada orang dengan jumlah cukup untuk melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Mengkafani jenazah berarti membungkus jenazah dengan selembar kain atau lebih yang biasanya berwarna putih , setelah mayat selesai dimandikan dan sebelum dishalatkan serta dikuburkan. 3. Ukuran Kain Kafan Kain kafan wajib menutupi seluruh tubuh. Kain kafan bagi jenazah lakilaki disunnahkan terdiri dari tiga lembar. Sedangkan bagi jenazah wanita lima lapis untuk kain (bagian bawah), kerudung, baju dan dua lembar kain kafan . Sedangkan jenazah anak kecil laki-laki cukup dengan satu lembar, boleh juga dengan tiga lapis, sedangkan anak kecil perempuan dengan satu baju dan dua lembar kain kafan. Disunnahkan mengusapi kain kafan dengan bukhur (wewangian) setelah dipercikan dengan air kembang mawar dan yang semacamnya agar wangi bukhur tetap melekat. 4. Tata Cara Mengakafani Jenazah Laki-laki Tiga lembar kain kafan dibentangkan satu di atas yang lainnya. Kemudian letakkan jenazah di atasnya dan wajib ditutup auratnya dengan kain atau dengan semacamnya. Jenazah diletakkan dengan terlentang, kemudian ambil hanuth yaitu sejenis wangi-wangian dan letakkan pada kapas kemudian letakkan dia antara bokong jenazah dan ditampal dengan kain tampal. Kemudian letakkan juga kapas yang telah diberi wewangian dikedua matanya, kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya, anggota-anggota sujudnya; keningnya, hidungnya, kedua tangannya, kedua lututnya, ujung kedua kakinya dan lipatan-lipatan diperutnya; seperti kedua ketiaknya, lekukan kedua lututnya dan pusatnya. Berikan juga wewangian diantara kain kafannya dan di kepala mayat. Kemudian ujung kain kafan sebelah kiri ditarik ke sebelah kanan, lalu ujung atas sebelah kanan ditarik ke sebelah kiri, demikian berikutnya lapisan kedua dan lapisan ketiga. Bagian yang lebih pada sisi kepala hendaknya lebih panjang dari bagian yang lebih pada kakinya. kemudian bagian yang lebih di kepalanya dikumpulkan lalu ditekuk ke arah mukanya sementara sisa di kakinya juga dikumpulkan dan ditekuk di kakinya. Lalu kain kafannya diikat agar tidak terlepas dan ikatannya baru dibuka ketika di kubur. 5. Tata Cara Mengkafani Jenazah Wanita Wanita dikafani lima lapis; kain, baju, kerudung untuk kepalanya lalu dibungkus dengan dua lapis kain kafan. C. Menshalati Jenazah 1. Keutamaan Shalat Jenazah Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang menyaksikan jenazah sampai ia menyolatkannya, maka baginya satu qiroth. Lalu barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga dimakamkan, maka baginya dua qiroth." Ada yang bertanya, "Apa yang dimaksud dua qiroth?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas menjawab, "Dua qiroth itu semisal dua gunung yang besar." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Malik bin Hubairah radhiyallahuanhu berkata bahwa
Rasulullah bersabda: "Tidaklah seorang muslim mati lalu dishalatkan oleh tiga shaf kaum muslimin melainkan do'a mereka akan dikabulkan." (HR.Tirmidzi dan Abu Daud). 2. Hukum Shalat Jenazah Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Dimana bila sudah ada satu orang yang mengerjakannya, gugurlah kewajiban orang lain. Namun Al-Ashbagh berkata bahwa hukumnya sunnah kifayah, sehingga bila tak seorang pun yang melakukannya, tidak ada yang berdosa kecuali hanya kehilangan kesunnahan. 3. Rukun Shalat Jenazah Rukun ini maksudnya adalah kerangka yang bila ditinggalkan, shalat itu menjadi tidak sah. Dalam pandangan mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa shalat jenazah terdiri dari 7 rukun. Rukun-rukunnya adalah niat, 4 takbir dengan takbiratul ihram, membaca surat Al-Fatihah setelah takbir yang pertama, shalawat kepada Rasulullah SAW, doa untuk mayit setelah takbir ketiga, salam dan berdiri. Sedangkan dalam pandangan mazhab Al Malikiyah rukun shalat jenazah ada 5 perkara. Rukun- rukunnya adalah : niat, empat kali takbir, mendoakan mayit di antara takbir itu, dan berdiri. Dan menurut mazhab Al-Hanafiyah, cukup 2 rukun saja. Rukun yang pertama 4 kali takbir dan rukun yang kedua berdiri. 4. Syarat Shalat Jenazah Agar shalat jenazah yang dilakukan menjadi sah hukumnya, para ulama telah menetapkan ada beberapa syarat sah sebagaimana berikut ini : ➢ Muslim. ➢ Suci dari najis pada badan, pakaian dan tempat. ➢ Suci dari hadats kecil dan besar. ➢ Menutup aurat. ➢ Menghadap ke kiblat. 5. Posisi Imam Ada beda pendapat di kalangan fuqoha tentang dimanakah sebaiknya posisi imam ketika mengimami shalat jenazah. Al-Hanafiyah mengatakan posisi imam tepat di bagian dada jenazah, tanpa dibedakan antara jenazah laki-laki atau perempuan. Karena dada adalah tempatnya iman. Dan syafaat itu karena imannya. Selain itu karena memang ada riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Masud radhiyallahuanhu. Al-Malikiyah membedakan posisi imam berdasarkan jenis kelamin jenazah. Bila jenazah itu laki-laki maka posisi imam berdiri di tengah jenazah laki- laki. Akan tetapi bila jenazah itu seorang perempuan, maka imam diutamakan untuk berdiri di daerah pundak bila jenazahnya perempuan. 3.6. Tata Cara Menshalati Jenazah ➢ Imam berada di depan kepala jenazah laki-laki dan ditengah jenazah wanita. ➢ Boleh shalat jenazah sendirian. ➢ Perempuan boleh ikut menjadi peserta shalat jenazah. ➢ Boleh mengulangi shalat jenazah bila telat. ➢ Boleh melakukan shalat jenazah diataskuburannya. ➢ Boleh melakukan shalat jenazah meski berada di tempat yang jauh (shalat ghaib) D. Menguburkan Jenazah 1. Keutamaan Menguburkan Jenazah “Barangsiapa memandikan mayit lalu menyembunyikan aib-aibnya, Allah akan mengampuninya dengan empat puluh kali ampunan. Dan barangsiapa menggali (kubur) untuknya maka akan diberikan pahala baginya seperti pahala orang yang memberikan tempat tinggal hingga hari kiamat. Dan barangsiapa mengkafani mayit, Allah akan mengkafaninya dengan sutra halus dan bludru dari surga di hari kiamat nanti.” (HR Al-Hakim dalam Mustadrak : 1/354, 1/362, Ath-Thabarani dalam Mu’jam Al-Kabir : 929 dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shaihut Targib Wat Tarhib : 3492 Lihat pula Ahkamul Janaiz : 69 oleh Imam Al-Albani). 2. Hukum Menguburkan Jenazah Setelah Islam datang, maka terdapat ketentuan-ketentuan dan syaratsyarat yang harus di lakukan di dalam penyelenggaraan jenazah itu yang dimulai dari persiapan menjelang kematian hingga setelah penguburan dilakukan. Karena dalam syariat Islam, mengubur jenazah merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap orang yang telah meninggal dunia. Oleh karena itulah, Islam memerintahkan penguburan jenazah. Para ulama pun telah sepakat bahwa hukum mengubur jenazah adalah fardu kifayah seperti halnya memandikan, mengkafani dan menshalatkan. Jika sebagian kaum muslimin telah melakukannya, maka kewajiban itu gugur dari kaum muslimin yang lain. 3. Bentuk kuburan Islam Secara hukum asal, bentuk kuburan ada dua, yaitu lahad dan syaq. Cara membuat syaq adalah menggali lubang kuburan sedalam orang yang berdiri dan mengangkat tangannya (kurang lebih 2,25 m), lalu dibuat liang di dasarnya seluas tubuh jenazah. Dalam prosesi penguburan, jenazah dibaringkan di liang tersebut di atas sisi kanan tubuhnya dengan wajah menghadap ke arah kiblat. Tubuh jenazah itu diberi penahan dan tangannya diletakkan di sisi tubuhnya. Lalu permukaan lubang itu ditutup dengan batu bata atau batu biasa. Setelah itu lubang kuburan itu ditutup dengan tanah.
Adapun cara membuat lahad adalah dengan menggali lubang kuburan
sedalam dua pertiga dari tubuh orang yang berdiri, lalu dibuat liang seluas ukuran tubuh jenazah yang di salah satu sisi di dasar lubang kuburan tersebut. Lalu permukaan liang lahad itu ditutup dengan batu bata atau batu biasa. Setelah itu, lubang kuburan ditimbun dengan tanah. Didalam Alqur’an memang tidak di sebutkan secara langsung adanya kewajiban untuk meletakkan jenazah di dalam kubur pada posisi miring kearah kiblat, sehingga para ulama fikih pun berbeda pendapat tentang hukumnya, Menurut mazhab Maliki dan Hanafi, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Wahbah Az-Zuhayli, hukum menghadapkan jenazah ke arah kiblat di dalam liang lahad adalah sunnah. Ini berbeda dengan mazhab Hanbali yang mewajibkannya sebagaimana umumnya ulama mazhab Syafi‟i. Semua itu berdasarkan sabda Rasulullah SAW: Dari Umair bin qatadah, bahwasahnya nabi Muhammad SAW berkata tentang masjidil haram, (Ka‟bah adalah) kiblat kalian, kalian dalam kondisi hidup dan mati,‟ (HR Abu Dawud dan Al-Hakim yang mengatakan, “(Hadits ini)shahih sanadnya,‟) 4. Tata Cara Menguburkan Jenazah Menurut Empat Mazhab Abdurrahman al-Juzairi dalam Kitabnya al- fiqh „ala mazahibil arba‟ah menyebutkan tatacara penguburan menurut empat mazhab adalah sebagai berikut: 1) Membuat lubang galian yang dalam, sekiranya tidak tercemar bau dan terhindar oleh gangguan binatang buas. Para ulama berbeda pendapat tentang ukuran dalamnya galian kubur itu: a. Malikiyyah berpendapat bahwa makruh hukumnya mendalaminya lagi jika tanpa adanya kebutuhan. b. Hanafiyyah mengatakan bahwa minimal ukuran dalamnya galian adalah setengah dari orang yang berdiri, jika lebih dalam lagi maka itu lebih baik. c. Syafi’iyyah berpendapat bahwa di sunnahkan mendalami lubang galian seukuran orang yang berdiri dan mengangkat kedua tangannya ke langit. d. Sedangkan menurut Hanabilah, di sunnah mendalami lubang galian tanpa ada batasan tertentu. Yang terpenting adalah tanah galian itu cukup untuk memasukkan jenazah itu ke dalam tanah dan tidak boleh di letakkan di atas permukaan tanah. 2) Membuat liang lahad di dalam kubur jika tanahnya tidak gembur. Malikiyyah berpendapat bahwa membuat lahad di tanah yang tidak gembur adalah Mustahab bukan Sunnah, sedangkan membuat syaq di tanah yang tidak gembur adalah Mubah. Sedangkan menurut Syafi’iyyah bahwa membuat liang lahad pada tanah yang tidak gembur adalah lebih afdhal, bukan hanya sekedar mubah. 3) Meletakkan jenazah ke dalam kubur. a. Mazhab Hanafi, Syâfi'i dan Hambali ➢ Jenazah wajib dihadapkan kearah kiblat, alasannya karena disamakan dengan orang yang sedang shalat. ➢ Disunahkan meletakkan kepala jenazah di sebelah utara dengan posisi miring kekanan, dan makruh meletakkan kepala jenazah di sebelah selatan, dengan posisi miring kekiri. Kewajiban menghadapkan jenazah ke arah kiblat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari sayyidina Ali :“Diriwayatkan dari sayyidina Ali Bin Abi Thâlib, Ia berkata: “Seseorang dari keturunan Abdul Mutollib meninggal dunia, dan Nabi perintah terhadap Ali: “Hadapkanlah jenazah tersebut kearah kiblat” ➢ Menutup kuburan jenazah dengan semisal papan atau lainnya supaya jenazah tidak tersentuh galian tanah yang digunakan memenuhi liang kuburan, dan untuk memuliakan jenazah. Tata cara ini berdasarkan riwayat bahwa ketika Nabi dikubur dan setelah di hadapkan kearah kiblat, lubang tempat jenazah Beliau ditutup dengan batu bata. b. Mazhab Mâliki ➢ Hukum menghadapkan jenazah ke arah kiblat ketika dikubur adalah sunah, berdasarkan firman Allah surat Al Mursalât : 25: “Allah berfirman: “Bukankah Kami (Allah) telah menjadikan bumi (tempat) berkumpul, bagi orang yang masih hidup dan yang sudah mati”. Dalam ayat tersebut, Allah tidak menyatakan secara jelas kewajiban menghadapkan jenazah kearah kiblat. Sehingga Imam Mâliki memberikan hukum sunah. ➢ Wajib menutup jenazah dengan semisal papan atau lainnya supaya jenazah tidak tersentuh galian tanah yang digunakan untuk memenuhi liang kuburan, dan untuk memuliakan jenazah. Bila tidakmemungkinkan menguburkannya seperti halnya ia mati diatas kapal, dan jauh serta sulit dari tempat untuk mendarat, sedangkan baunya sudah mulai tercemar, maka jenazah boleh diikatkan dengan benda yang berat kemudian di masukkan ke dalam laut. 4.5. Tata Cara Menguburkan Jenazah 1) Membuat galian kubur yang dalam, yaitu seukuran orang yang berdiri dan mengangkat kedua tangannya, dan mendalaminya sekira tidak tercemar bau dan tercium oleh binatang buas. Hal ini di dasarkan kepada hadis Rasulullah SAW yang di riwayatkan oleh Abu Daud dan Turmuzi, dari Hisyam bin Amir r.a, ia berkata: Rasulullah saw bersabda teruntuk para syuhada‟ perang uhud: “ perdalamlah (kuburnya), luaskanlah dan baguskanlah (kuburnya).” 2) Wajib membaringkan jenazah kesebelah kanan dan menghadapkannya ke arah kiblat. 3) Di sunnahkan atasnya membuat liang lahat jika memungkinkan. Namun apabila tidak, cukup membuat semacam belahan tanah pada tengahtengah galian seukuran jenazah. 4) Di sunnahkan memasukkan jenazah dari arah kaki kubur. “Diriwayatkan dari Abi Daud, bahwasahnya seorang sahabat bernama Abdullah Bin Yazid al-Huthami, memasukkan seorang sahabat yang bernama Harits ke kuburnya melalui kaki kubur, lalu ia berkata: “ini adalah sunnah”. 5) Mayat diletakkan di atas pinggang kanannya menghadap kiblat. 6) Setelah mayat diletakkan di lahad, letakkan papan di atas lahad dan tambal sela-selanya dengan tanah yang lembek agar tanah tidak menimbun mayat secara langsung. 7) Tidak dibolehkan menguburkan dalam tiga waktu: ➢ Tatkala matahari terbit hingga setinggi tombak. ➢ Tatkala matahari persis berada di atas hingga tergelincir. ➢ Jika matahari tinggal seukuran tombak sebelum terbenam hingga terbenam. Kadar waktu pertama dan terakhir sekitar seperempat jam, sedangkan kadar waktu kedua sekitar tujuh menit. 8) Di anjurkan membuat tiga gumpalan dari tanah yang di letakkan di arah kepala jenazah. 9) Di anjurkan mendoakan jenazah setelah proses penguburan selesai dan men-talqinkannya dengan membaca “Laa Ilahaillallah/ Asyhadu anlaa ilahaillallah” sebanyak tiga kali.