Anda di halaman 1dari 21

Anggota: Faturochman P.

Andrianto Hafiz Albarr Iqbal Ridalta Putra Laudza Adi Nugraha

Pemandian

Pengkafanan

Pendahuluan

Pensholatan

Penguburan

Penyelenggaraan jenazah hukumnya Fardhu Kifayah bagi Muslim. Artinya apabila ada seorang muslim yang meninggal, bagi wajib untuk diselenggarakan jenazahnya bagi sebagian orang, dan sebagian lagi yang tidak menyelenggarakan maka gugurlah kewajibannya, namun rugi karena tidak mendapat pahala.

Adapun keempat jenis jenazah yang diperlukan pengurusan khusus adalah : 1. Mayat non-muslim (baik kafir harbiy maupun kafir dzimmi) Terhadap mayat non-muslim hanya ada 3 kewajiban, yakni memandikan, mengkafankan, dan menguburkan (tanpa menshalatkan). Menshalatkan mayat kafir hukumnya diharamkan. 2. Mayat muslim yang meninggal saat berihram (menunaikan ibadah haji) Bagi mayat yang meninggal saat berihram, maka ada 4 kewajiban pengurusan, hanya saja dalam hal mengkafankan kepala mayat tidak boleh ditutup.

3. Mayat syuhada (orang yang mati syahid). Mayat syahid pengurusannya ada dua kewajiban, yakni mengkafankan dan menguburkan. Dalam hal mengkafankan, pakaian yang penuh dengan bercak darah ikut dibungkuskan dan dikuburkan beserta mayat tersebut. 4. Mayat bayi yang lahir langsung meninggal sebelum ia mengeluarkan suara/tangisan yang keras. Bagi mayat bayi ini hanya ada dua kewajiban, yakni sama dengan kewajiban terhadap mayat syuhada. Adapun mayat bayi yang pernah mengeluarkan suara keras, maka pengurusannya sama dengan pengurusan mayat orang dewasa.

Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.

Hal-hal Penting dalam Pemandian Jenazah 1. Orang yang utama memandikan jenazah a. Untuk mayat laki-laki Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya. b. Untuk mayat perempuan Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.

c. Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya. d. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan

2.

Syarat bagi orang yang memandikan jenazah a. Muslim, berakal, dan baligh b. Berniat memandikan jenazah c. Jujur dan sholeh d. Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya sebagaimana yang diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.

Tata cara memandikan 1) Letakkan mayit di atas tempat pemandian. 2) Lepaskan pakaiannya dengan tetap menjaga dan menutup auratnya. 3) Dudukkan dan tekanlah perut mayit dengan tangan kanan sambil diurut-urut 3 atau 5 kali untuk mengeluarkan sisa kotoran yang ada (waredonan) 4) Gunakan sarung tangan atau kain untuk membersihkan mayit di bawah kain penutupnya. Pakai masker, celemek dan sepatu bot (bila perlu) 5) Mulailah dengan mewudukan mayit seperti wudhunya shalat. 6) Dilanjutkan dengan niat memandikan : Sumber : Ibnu Qasim Al Ghazi, Al Bajuri Jilid 1, hal. 246 baris ke-3) 7) Pemandian pertama dengan menggunakan air yg dicampur daun bidara hingga berbusa. Takaran dewasa lk. 1 ember air + 2,5 sloki daun bidara/1 cangkir. Anak kecil dari takaran dewasa. 8) Mulai dengan membasuh kepala, wajah, dada dan ketiak mayit 3x.

9) Mulai dengan bagian sisi kanan mayit. Membasuh tangan mulai dari pangkal hingga pergelangan tangan, pundak, pinggang hingga betis kanannya. Tuangkan air dari atas dan bawah kain penutup tanpa membuka aurat. Hal yang serupa dilakukan pada sisi yang kiri. Posisi mayit masih dalam keadaan terlentang. 10) Kemudian mayit dibalikkan dengan posisi bertumpu pada sisi kiri hingga punggung, pinggang, paha dan betis kanannya bisa dibersihkan. Mayit tidak boleh ditelungkupkan. Hal serupa dilakukan pada sisi kiri mayit. 11) Tuangkan air ke seluruh badan mulai dari kepala hingga kaki. Mayit dalam keadaan terlentang. 12) Lakukan hal tersebut untuk kedua kalinya. Yang ketiga menggunakan air yang dicampur dengan kapur barus. Bila kurang bersih, ulangi lima atau tujuh kali sesuai kebutuhan. Semuanya kembali kepada ijtihad yang memandikan. 13) Setelah selesai keringkan seluruh tubuhnya dengan kain/handuk. Ganti kain penutupnya dengan yang baru dan kering dengan tetap menjaga auratnya. 14) Pindahkan mayit dengan hati-hati ke tempat pengkafanan. 15) Memandikan jenazah wanita sebagaimana jenazah pria, hanya saja setelah selesai dimandikan, tambutnya digerai dan disisir kemudian dikepang menjadi tiga bagian kemudian dikebelakangkan.

Mengkafani jenazah dilakukan dengan menutup tubuhnya, walau hanya dengan sehelai kain. Mayat yang tak wajib dikafani ialah orang yang mati syahid. Hal ini diterangkan dalam hadist yang berartikan: Kami

hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mashab bin Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya. (H.R
Bukhari).

Ketentuan

Mengkafani

1) Mayat laki-laki sebanyak tiga lapisan tanpa gamis, sarung, dan penutup ikat kepala. 2) Mayat perempuan 5 (lima) lapis terdiri dari sarung, ghamis, khimar, dan dua helai kain. 3) Menggunakan kain yang bersih, baik dan menutupi aurat. 4) Memakai kain berwarna putih. 5) Memakai wewangian. 6) Tidak berlebih-lebihan dalam menggunakan kain kafan. 7) Menaburi kafur barus pada kain kafan. 8) Kain kafan yang lebih bagus diletakkan dibagian atas/luar.
Kain kafan yang ideal berukuran panjang 280 cm dan lebar 180 cm (seukuran kain seprei) untuk memudahkan pemotongan sesuai dengan kebutuhan.

Tata cara mengkafankan

1) Membuat kira-kira 7 ikatan dari kain kafan yang panjangnya sesuai dengan lebar kain yang telah diukur sesuai kebutuhan mayit. Lebar ikatan kira-kira 10 cm.
2) Membuat popok yang gunanya untuk menjaga kotoran yang dikhawatirkan keluar dari mayit. Dengan lebar kira-kira 30 cm dan panjang kira-kira 100 cm. 3) Siapkan tikar pada posisi mepet ke dinding arah kiblat, kemudian letakkan ikatan yang sudah dipersiapkan di atas tikar dengan jumlah ganjil. Simpan di daerah kepala, dada, perut, paha, lutut dan kaki. 4) Letakkan lipatan kain pertama, dan dianjurkan kain yang terbaik dan yang paling bersih untuk memperlihatkan kepada manusia dengan gambaran yang baik dan indah. Pada bagian kepala dilebihkan kira-kira 30 cm dan bagian kaki 20 cm. 5) Letakkan lipatan kedua dan ketiga di atas lipatan yang pertama dengan cara yang serupa. Letakkan popok di atas kafan dekat dengan daerah dubur dan selangkangan. Lalu tambahkan kapas di atasnya.

6) Kain kafan yang telah siap kemudian ditaburi wewangian dan kapur barus. Kemudian letakkan mayit di atasnya dengan hati-hati dan tetap menjaga auratnya. Letakkan kepala pada bagian yang telah dilebihkan serta duburnya di atas popok. 7) Buka kedua kakinya untuk mengikat popok yang telah siap diantara dua kaki dan perutnya. Lakukan hal itu dibawah kain penutup agar aurat mayit tetap terjaga. Setelah selesai rapatkan kembali kedua kakinya. 8) Oleskan minyak wangi pada tubuh mayit dan yang dianjurkan pada tujuh anggota sujud (kening, lutut, telapak kaki, telapak tangan, hidung), dan di selasela persendian. 9) Lalu ambil ujung kain yang pertama (paling bawah/dalam) arah kanan kemudian lipat ke sebelah kiri secara bersamaan mulai dari kaki hingga kepala. Setelah itu pegang ujungnya dengan kuat dan lipat atau putar. Lalu pegang lipatan ujung kain dengan tangan kiri, lalu ambil kain yang kedua dan lakukan seperti yang pertama, begitu juga dengan kain yang ketiga. 10) Ikat dengan kuat dan jadikan ikatannya di sebelah sisi kiri mayit. Selimuti mayit yang telah dikafani agar benar-benar tertutup dan terjaga sebelum dikuburkan. Untuk wanita lakukan hal serupa bila tdk terdapat 5 helai kain yg dibutuhkan.

Ketentuan Lain yang Berhubungan dengan Mangkafankan


1) Dimakruhkan melebihi batasan kain kafan dari yang ditentukan. 2) Yang paling utama mengkafani adalah yang diberi wasiat kemudian kerabat terdekat dan selanjutnya. 3) Membeli kain kafan dengan harta si mayit, kalau tidak ada maka keluarga yang menanggungnya, dan bila tidak ada juga diambil dari harta kaum Muslimin (Baitul Mal). 4) Dimakruhkan memberi kain kafan dari wol/rambut atau kain yang dicelup warna kuning. 5) Diharamkan mengkafani mayit dengan kulit. 6) Para Ulama membenci membakar kain kafan. 7) Dilarang memasukkan wewangian/kafur ke dalam mata mayit. 8) Disunnahkan bilangan ikatan berjumlah ganjil. 9) Bila kain kafan tidak mencukupi, maka tutup bagian kepalanya sedang sisanya ditutup dengan ilalang atau rumput.

Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu: a. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bidah. b. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu. c. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas. d. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah. e. Keluarga terdekat. f. Kaum muslimim seluruhnya. Rukun shalat jenazah ialah: a. Berniat menshalatkan jenazah. b. Takbir empat kali. c. Berdiri bagi yang kuasa.

Tata cara 1) Posisi imam berdiri di hadapan kepala mayit jika laki-laki. Jika mayitnya perempuan, maka imam berdiri di tengah-tengah mayit. Kemudian makmum berdiri di belakang imam. 2) Disunnahkan membuat tiga shaf (barisan) 3) Disukai yang menshalatinya jamaah yang banyak 4) Jika mayitnya anak laki-laki & perempuan, maka posisi imam berdiri seperti pada posisi mayit wanita dewasa 5) Tidak mengapa bagi imam meberitahukan jenis kelamin mayit kepada makmum, agar dapat berdoa sesuai dengan kata gantinya 6) Imam bertakbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangannya, kemudian meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada. Kepala menunduk dan pandangan tertuju kepada tempat sujud. 7) Bertaawudz, membaca basmallah, tidak membaca doa iftitah, membaca surat al-fatihah. Semuanya dibaca secara sir (pelan). 8) Imam takbir yang kedua seraya mengangkat tangan kemudian membaca shalawat. Bacaan shawalat paling sedikit : Bacaan shalawat yang lebih sempurna adalah bacaan shalawat yang biasa dibaca pada tasyahud/tahiyat akhir pada waktu shalat. 9) Kemudian bertakbir yang ketiga sambil mengangkat tangan terus berdoa bagi sang mayit. Pensholatan.docx 10) Lalu takbir keempat yang diikuti dengan doa 11) Diakhiri dengan bacaan salam.

Tata cara menguburkan jenazah adalah: 1. Masukkanlah mayat dari arah kakinya, jika tidak ada kesulitan. 2. Bagi mayat perempuan, ketika menguburkannya disunnahkan ditirai dengan kain. 3. Bagi mayat perempuan yang memasukkannya kedalam kuburan hendaklah muhrimnya. 4. Letakkan mayat di lahat dalam posisi miring ke kanan dan mukanya menghadap ke kiblat. Rapatkan ke dinding kuburan supaya tidak bergeser dan berikan bantalan di bagian belakang dengan gumpalan tanah agar tidak terbalik ke belakang. 5. Letakkan mayat di dalam kuburan dengan membaca doa Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah

6. Lepaskan ikatan kain kafan di bagian kepala dan kaki mayat. 7. Setelah selesai meletakkan mayat di dalam kuburan, terlebih dahulu mayat di tutup dengan kabin (kepingan-kepingan tanah, papan) barulah di timbun dengan tanah. 8. Disunnahkan sebelum menimbun kuburan meletakkan tiga gengam tanah pada bagian kepala, pinggang dan kaki.

Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa hikmah, antara lain: a. Memperoleh pahala yang besar. b. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim. c. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas musibah yang dideritanya. d. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati. e. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaikbaiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

Anda mungkin juga menyukai