Anda di halaman 1dari 13

2.

5 PERAWATAN JENAZAH
Dengan adanya seorang Muslim yang meninggal dunia, maka timbul
kewajiban bagi umat islam untuk merawat jenazah. Dalam islam hukum
merawat jenazah adalah fardhu kifayah.
Adapun fardhu kifayah yang berkaitan dengan kematian seorang
muslim adalah memandikan, mengkafani, menyalatkan, dan
menguburkannya. Dibawah ini akan dijelaskan tentang hal-hal tersebut :
1. MEMANDIKAN JENAZAH
Memandikan mayat dalam Islam merupakan suatu ibadah yang
mutawatir,baik dalam bentuk ungkapannya maupun dalam bentuk
prakteknya. Nabi Shalallohu alaihi wa salam yang telah suci dan disucikan
juga dimandikan.
Syarat wajib mandi:
a. Mayat orang Islam
b. Ada tubuhnya walaupun sedikit
c. Mayat itu bukan mati syahid
Yang berhak memandikan mayat
Mayat laki-laki dimandikan oleh orang laki-laki. Utamanya untuk
memandikan. Mayat dengan memilih orang yang terpecaya dan mengerti
hukum-hukum dan tata cara memandikan mayat, karena memandikan
mayat memiliki hukum syar’i dan sifat (tata cara) yang khusus sesuai
syariat.
Diutamakan dalam memandikan mayat adalah orang yang
disebutkan dalam wasiatnya jika mayat telah berwasiat agar dimandikan
oleh orang tertentu, hal itu dikarenakan Anas Radhiallohu anhu berwasiat
agar jasadnya dimandikan oleh Muhammad bin Sirin.
Setelah wasiat berkenaan orang yang harus memandikan mayat,
berikutnya adalah ayah mayat. Dia adalah orang yang paling utama untuk
memandikan anaknya karena dia memiliki hal yang khusus dalam
menyayangi dan belas kasih (lembut) kepada anaknya.

73
Kemudian berikutnya adalah kakeknya, karena ia sama dengan
seorang ayah dalam hal-hal tersebut.
Disusul kemudian oleh orang yang lebih dekat dari kerabatnya
yang menerima ashabah dalam warisan, barulah kemudian orang asing
dari selain kerabatnya.
Urutan dalam prioritas ini adalah jika mereka semua pandai dalam
perkara memandikan mayat dan telah banyak mempelajarinya.Jika tidak
demikian, maka diutamakan orang mengerti hukum-hukum dalam
memandikan mayat dari pada orang yang tidak mengerti perkara itu.
Adapun jika mayat itu perempuan, maka ia dimandikan oleh
perempuan pula; tidak boleh laki-laki memandikan perempuan begitupun
sebaliknya, kecuali bila mereka adalah sepasang suami istri, Abu Bakar
Radhiallohu anhu berwasiat agar jasadnya dimandikan oleh istrinya,
Asma’ bintu Umais, begitu juga Ali Radhiallohu Anhu memandikan
Fathimah.
Pria maupun wanita boleh memandikan mayat anak dibawah
umur tujuh tahun,baik mayat laki-laki maupun perempuan,sebaimana
ibrahim putra Nabi Shalallohu Alaihi Wasalam dimandikan oleh para
wanita. Ibnul Mundzir berkata, “Seluruh ahli ilmu yang kami ketahui
sepakat bahwa wanita boleh memandikan mayat anak kecil” Dikarenakan
anak kecil itu belum memiliki aurat dalam hidupnya dan demikian pula
setelah kematiannya. Dengan demikian, wanita tidak boleh memandikan
mayat laki-laki yang telah berumur diatas tujuh tahun, pria juga tidak
boleh memandikan mayat perempuan yang telah berumur di atas tujuh
tahun.

Persiapan
1. Menyediakan air yang suci dan mensucikan secukupnya, diutamakan air yang
dingin, terkecuali jika diperukan untuk menghilangkan suatu kotoran dari
tubuh mayat atau dalam keadaan dingin, maka tidak mengapa airnya
dihangatkan.

74
2. Mempersiakan perlengkapan mandi, seperti handuk, sabun, wangi-wangian,
kapur barus, dan lain-lain.
3. Mengusahakan tempat yang tertutup dari pandangan untuk memandikan
mayat sehingga hanya orang-orang yang berkepentingan saja yang ada di
situ.
4. Menyediakan kain kafan secukupnya.

Tata cara memandikan jenazah


1. Menutup bagian tubuhnya antara pusar hingga kedua lututnya
2. Melepaskan semua pakaiannya serta perhiasan dan gigi palsuny bila
memungkinkan
3. Orang yang memandikan mengankat kepala mayat ke dekat tempat
duduknya, lalu mengurut perutnya dan menekannya dengan lembut dan
pelan untuk mengeluarkan kotoran yang masih ada dalam perutnya dan
hendaknya memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-
kotoran yang keluar.
4. Bagi yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada
tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit
(membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau
menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
5. Apabila kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu
ketiaknya. Adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu
merupakan aurat besar
6. Mewudhukan jenazah
Berniat dalam (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca
basmalah. Lalu mewudhukannya sebagaimana wudhu untuk shalat, (kecuali
dalam hal kumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung, cukup
dengan menggosok gigi dan kedua lubang hidung dengan dua jarinya yang
telah dibasahi atau dengan kain yang telah dibasahi.

75
Selanjutnya, dianjurkan mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa
perasan daun bidara atau sabun dan sisa perasan daun bidara tersebut
digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.
7. Membasuh atau memandikan tubuh jenazah
Kemudian membasuh atau mencuci bagian kanan badannya, yakni: dari
leher, pundak, tangan kanan, dadanya bagian kanan, perut bagian kanan,
paha kanan betis kanan, dan kaki kanan. Lalu memiringkannya bertumpu di
atas sisi kirinya dan mulai mencuci punggungnya yang sebelah kanan dan sisi
kirinya sekalius. Kemudian dengan cara yang sama membasuhanggota tubuh
mayat yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah
kanan dan membasuh punggung yang sebelah kiri.
Yang wajib dalam memanikan mayat adalah sekali saja jika telah tercapai
tingkat kebersihan, sedangkan memandikan tiga kali adalah sunnah.
Imam Syafi’i berkata: Anas bin Malik berkata: “Memandikan jenazah tidak
memiliki batas akhir, akan tetapi-harus- dimandikan sampai bersih.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dari Ummu Athiyah, bahwa
Rasululloh Shalalloh alaihi wasalam berkata pada para wanita yang
memandikan jenazah putrinya:
“ Mandikanlah tiga kali, lima kali atau lebih dari itu apabila kalian
menganggap hal itu baik dengan air dan daun pohon bidara, dan akhirilah
dengan kapur barus atau sesuatu dari kapur barus.”
Disunnahkan pada pemandiannya kali terakhir dengan menggunakan kapur
barus, karena berkhasiat memadatkan, menjadikan wangi dan mendinginkan
badan mayat.
8. Kemudian mayat dikeringkan dengan kain atau lainnya. Kumisnya
dipendekkan. Kukunya dipotong jika panjang. Bulu ketiaknya dicabut.
Apabila jenazah adalah seorang wanita, maka rambut keplanya dibuat
menjadi tiga ikatan; dua bagian berada pada tepi kepalanya dan yang satu
pada bagian ubun-ubun, kemudian meletakkannya ke bagian belakang
tubuhnya.

76
9. Obat pengawet dan kapur barus diletakkan di atas kapas, kemudian
diletakkan pada kedua lubang hidungnya, mulut, kedua telinga dan
duburnya. Apabila si mayat mempunyai luka yang berlubang, maka
diletakkan juga pada lubang yang luka itu.

2. MENGAFANI JENAZAH
Setelah selesai memandikan dan mengeringkan mayit,disyariatkan
mengafani mayit. Dipersyaratkan mengafani agar bisa menutupi. Disunahkan
agar bisa berwarna putih dan bersih baik baru (itu yang afdhal) atau yang
baru dicuci.Batasan/ukuran kafan yang wajib adalah kain yang mentupi
seluruh badan mayit.
Disunahkan mengafani mayit laki-laki dengan tiga lapisan kain dan
mengafani mayit perempuan dengan lima lembar kain yang terdiri dari:
sarung, kerudung,dan dua lembar pembungkus.Mayit anak kecil dikafani
dengan satu lapis kain dan boleh dikafani dengan tiga lapis kain.Sedangkan
mayit anak kecil wanita dikafani dengan satu baju dan dua lapis
kain.Disunahkan mengharumkan dengan dupa yang dibakar setelah kain
kafan itu diperciki dengan air mawar atau yang lainnya agar baunya harum
dan tetap lengket dengan kain kafan itu.

Cara mengkafani mayit laki-laki :


Dengan membeberi tiga lapis kain secara ditumpuk,lalu mayit itu
diletakkan dengan wajib ditutup dengan kain atau semisalnya,lalu diletakkan
di atas lapis-lapis kafan dengan terlentang.Berikutnya diberi wewangian yang
diletakkan pada kapas untuk diletakkan diantara kedua bokongmayit yang
diikat denagn sepotong kain.Kemudian sisa kapas yang diberi wewangian
untuk kedua mata,kedua lubang hidung,mulut,kedua lubang telinga,dan di
anggota sujudnya: dahi,hidung kedua tangan,kedua lutut dan ujung kedua
kakinya.
Demikian pula pada lipatan-lipatan tubuh: kedua ketiak,kedua lipatan
belakang lutut, dan pusar. Wewangian diberikan pada kain kafan dan kepala

77
mayit.Ujung kain kafan lembaran yang paling atas bagian kiri ditutupkan ke
bagian kanan mayit,lalu ujung kain kafan sebelah kanan ditutupkan ke bagian
kiri badan mayit.Demikian pula lembaran kedua dan ketiga.Sisa ujung kain
kafan diatas kepala lebih banyak daripada sisa ujung kain kafan dibawah
kedua kakinya.
Ujung kain kafan diatas kepala dikumpulkan dan diarahkan
kewajahnya,sedangkan sisa kain kafan bagian bawah kaki dikumpulkan dan
diarahkan keatas kedua kakinya. Semua lapisan itu diikat dengan pengikat
agar tidak pudar dan terlepasdidalam kubur.
Cara mengafani mayit perempuan :
Untuk mayit perempuan dikafani dengan lima lembar kain: sarung
untuk menyarunginya,dipakaikan baju,dipakaikan kerudung diatas kepalanya,
lalu dibalut dengan dua lembar kain kafan.

3. MENYALATKAN JENAZAH
Shalat Jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang
dilakukan umat Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia.
Hukum melakukan shalat jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya jika
dalam suatu wilayah tak ada seorang pun yang menyelenggarakan shalat
jenazah, maka seluruh penduduk wilayah itu akan menanggung dosa. Akan
tetapi jika ada beberapa orang saja yang menyelenggarakannya, maka
penduduk yang lain bebas akan kewajiban tersebut.
Jenazah yang boleh di shalati adalah jenazah orang islam yang bukan
mati syahid (yaitu mati dalam keadaan melawan orang kafir atau orang
musyrik). Sedangkan orang yang mati syahid dan bayi yang gugur dalam
kandungan (atau sejak dilahirkan, sebelum mati,belum dapat bersuara atau
menangis) tidak boleh di sholati, juga tidak boleh dimandikan. Shalat jenazah
ini boleh dikerjakan di setiap waktu, karena shalat ini termasuk shalat yang
mempunyai sebab. Shalat jenazah boleh dikerjakan kaum wanita. Beberapa
jenazah boleh di shalati secara bersama-sama.

78
a. Syarat-syarat shalat jenazah
Ø Suci dari hadast besar atau kecil, badan, pakaian atau tempat suci dari
najis, menghadap kiblat, serta menutup aurat.
Ø Shalat jenazah baru didirikan jika jenazah sudah selesai dimandikan dan
dikafani.
Ø Jenazah diletakkan disebelah kiblat orang yang menshalatkan.

b. Rukun shalat jenazah


Ø Niat
Ø Berdiri bagi yang mampu
Ø Empat kali (termasuk takbiratul ikhram)
Ø Membaca surat Al-fatihah setelah takbir yang pertama (takbiratul ikhram)
Ø Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, setelah takbir kedua
Ø Membaca do’a untuk jenazah setelah takbir yang ketiga
Ø Membaca do’a untuk jenazah dan orang yang menyhalatinya setelah
takbir yang keempat
Ø Membaca salam ke kanan dan ke kiri

c. Sunah shalat jenazah


Ø Mengangkat kedua tangan saat bertakbir
Ø Merendahkan suara pada setiap bacaan (israr)
Ø Membaca isu’adzah (A’uudzu billaahi minasy syaithaanir rajlim)
Ø Disamping itu, posisi imam hendaknya didekat kepala jenazah laki-laki
atau didekat pinggul jenazah perempuan
Ø Shaf hendaknya dijadikan 3 shaf atau lebih. Satu shaf sekurang-kurangnya
2 orang.

d. Cara Melaksanakan Shalat Jenazah


Ø Berdiri tegak menghadap kiblat, kedua belah tangan berada disamping
sejajar dengan pinggul,menghadap kiblat, sedangkan kepala agak tunduk

79
ke sajadah. Hati dan fikiran berkonsentrasi,lalu membaca lafal shalat
jenazah,yaitu:
a. Jika jenazah orang laki-laki:
b. jika jenazah orang perempuan:
Ø Setelah selesai membaca lafal niat tersebut, kedua belah tangan diangkat,
sejajar dengan kedua bahu sambil mengucap “ALLAHU AKBAR”. Pada saat
tangan diangkat dan mulut mengucapkan kalimat takbir ini,dihati
mengatakan: “aku niat shalat atas jenazah ini,4 takbir, fardhu kifayah
mengikuti imam, karna Allah Ta’ala.
Ø Setelah takbir pertama membaca surat Al-fatihah
Ø Setelah takbir kedua membaca shalawat kepada Nabi SAW :
Shalawat yang lengkap :
Ø Selesai membaca shalawat, dilanjutkan dengan bertakbir yang ketiga, dan
membaca do’a yang ditujukan untuk jenazah:
a. Jika jenazah laki-laki:
b. Jika jenazah perempuan:
Ø Setelah membaca do’a untuk jenazah, dilanjutkan dengan takbir yang
keempat sambil mengangkat kedua tangan,tanpa ruku’ dan membaca:
a. Jika jenazah laki-laki:
b. Jika jenazah perempuan:
c. Jika ingin lebih sempurna maka di tambah dengan lafal:
Ø Setelah itu dilanjutkan dengan membaca salam sambil menoleh ke kanan
dan ke kiri:

4. MENGUBURKAN JENAZAH
Telah disepakati kaum muslimin bahwa menguburkan jenazah
merupakan fardhu kifayah. Adapun yang wajib dilakukan,paling sedikit
dengan membaringkannnya dalam sebuah lubang lalu menutup kembali
lubng tersebut dengan tanah,sehingga tidak terlihat lg jasadnya,tidak tercium
baunya,dan terhindar dari binatang buas dan sebagainya.Akan tetapi yang
lebih sempurna ialah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

80
a. Memperdalam lubang kuburan kira-kira 2 meter atau lebih dari
permukaan tanah.
b. Lubang untuk menguburkan mayit sebaiknya berbentuk lahd (lahad) ,
yaitu liang yang bagian bawahnya dikeruk sebelah ke kiblat,dan setelah
jenazah dibaringkan disana,liang tersebut ditutupi dengan bilah-bilah
papan yang di tegakkan,kemudian di timbun dengan tanah.Akan tetapi
jika tanah kuburan itu kurang keras,dan dikhawatirkan dapat longsor
boleh juga menguburkan jenazah dengan membaringkannya ditengah-
tengah lubang kemudian menutupinya dengan papan,ranting dan
dedaunan seperti di atas.
c. Ketika memasukkan mayit kedalam kubur,sebaiknya membaca Bismillah
wa ‘ala millati Rasulillah atau Bismillah wa ‘alasunnati
Rasulillah.Kemudian meletakannya dengan tubuhnya di miringkan ke
sebelah kanan dan wajahnya menghadap kiblat.Disamping itu,para ulama
menganjurkan agar kepala si mayitdi letakkan diatas bantal dari tanah liat
atau batu,kemudian ikatan-ikatan kafannya dilepaskan,dan bagian dari
kafannya di pipinya dibuka sedikit agar pipinya itu menempel danga
tanah.Dianjurkan pula bagi yang menghadiri penguburan,menebarkan
sedikit tanah kearah kepala si mayitsetelah dibaringkan kedalam
kuburannya sebanyak 3 kali,sambil mengucapkan bagian dari ayat al-
qur’an,pada kali pertama : Minha Khalaqnakum (yang artinya: Dari tanah
Kami menciptakanmu); pada yang kedua : wa fihanu’idukum (artinya :
dan kepada tanah Kami mengembalikanmu); dan pada yang ketiga: wa
minha nukhrijukum taratan ukhra(artinya :dan dari tanah pula Kami
mengeluarkanmu lagi).
d. Selesai penguburannya,yaitu ketika lubang telah ditimbuni kembali
dengan tanah,hendaknya mereka yang hadir mendo’akan bagi mayit
tersebut dan memohon ampunan baginya dari Allah SWT.Sebagian ulama
terutama dari kalangan madzhab Syafi’i,menganjurkan agar dibacakan

81
talqin(do’a yang biasa di baca di atas kuburan guna menuntun si mayit
untuk menjawab pertanyaan malaikat).

Berbagai Tata Cara Berkaitan Dengan Kuburan


1. Menurut Syafi’i dalam Al-Mukhtashar,sebaiknya tidak menggunakan tanah
tambahan untuk menimbuni kuburan,selain yang telah dikeluarkan ketika
menggalinya.
2. Dibolehkan menaikkan kuburan kira-kira sejengkal lebih tinggi dari permukaan
tanah,semata-mata agar diketahuibahwa itu adalah kuburan,sehingga tidak
diinjak atau diduduki.
3. Dianjurkan memercikkan air serta meletakkan kerikil(batu-batu kecil) diatas
kuburan Kemudian meletakkan sepotong batuatau kayu dan sebagainya diatas
kuburan sebagai tanda agar diketahui oleh para peziarah.
4.Sebaiknya tidak membuat bangunan diatas kuburan ataupun memoles
permukaannya dengan plester semen.,kapur dan sebagainya.Sebagian ulama
mengharamkan hal itu,dan sebagiannnya lagi meski tidak mengharamkan namun
menegaskan bahwa perbuatan seperti itu tidak disukai.

Ta’ziah (Pernyataan turut Berdukacita)


Ucapan ta’ziah terutama dari para kerabat,kawan-kawan serta para
tetangga yang ditunjukkan kepada keluarga yang kematian salah seorang
diantara mereka adalah perbuatan yang dianjurkan dalam agama. Yaitu demi
menghibur keluarga yang sedang berduka cita dan mendoakan bagi si mayit.

Waktu Berta’ziah
Sebagian ulama membatasi waktu berta’ziah hanya selama tiga
harisetelah kematian atau setelah mayit dikuburkan dengan maksud agar tidak
memperbarui kenangan duka anggota keluarga yang ditinggalkan. Kecuali bagi
orang yang tidak beradadi kota pada waktu itu,dibolehkan mengucapkan ta’ziah
ketika pulang walaupn setelah lewat tiga hari.

82
5. HUKUM TAHLILAN DALAM PANDANGAN AGAMA ISLAM DI BIDANG
SOSIOLOGIS
Tahlilan adalah acara ritual (serimonial) memperingati hari kematian
yang biasa dilakukan oleh umumnya masyarakat Indonesia. Acara tersebut
diselenggarakan ketika salah seorang dari anggota keluarga telah meninggal
dunia. Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai dilakukan,
seluruh keluarga, handai tau-lan, serta masyarakat sekitar berkumpul di
rumah keluarga mayit hendak menye-lenggarakan acara pembacaan
beberapa ayat al Qur’an, dzikir, dan do’a-do’a yang ditujukan untuk mayit di
“alam sana” karena dari sekian materi bacaannya ter-dapat kalimat tahlil ( َ‫ال‬
ُ‫ ) ِإلَ َه ِإالَّ هللا‬yang diulang-ulang (ratusan kali), maka acara tersebut biasa dikenal
dengan istilah “Tahlilan”.
Pada saat itu pula, keluarga mayit menghidangkan makanan serta
minuman untuk menjamu orang-orang yang se-dang berkumpul di rumahnya
tersebut. Biasanya acara seperti itu terus berlangsung setiap hari dari hari
pertama hingga hari ketujuh, kemudian dilanjutkan pada hari ke-40, hari ke-
100, hingga menginjak tempo setahun serta tiga tahun dari waktu kematian.
Di antara tujuan tahlilan bagi para undangan yang hadir dalam acara
ini adalah:
1. Menghibur keluarga almarhum/almarhumah
2. Mengurangi beban keluarga almarhum/almarhumah
3. Mengajak keluarga almarhum/almarhumah agar senantiasa bersabar
atas musibah yang telah dihadapinya.
Adapun tujuan tahlilan bagi keluarga almarhum/almarhumah adalah:
1. Dapat menyambung dan mempererat tali silaturahmi antara para
undangan dengan keluarga almarhum/almarhumah.
2. Meminta maaf atas kesalahan yang pernah diperbuat oleh
almarhum/almarhumah semasa hidupnya kepada para undangan.
3. Sebagai sarana penyelesaian terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban
almarhum/almarhumah terhadap orang-orang yang masih hidup.

83
4. Melakukan amal shaleh dan mengajak beramal shaleh dengan
bersilaturahmi, membaca doa dan ayat-ayat al-Qur’an, berdzikir, dan
bersedekah.
5. Berdoa kepada Allah agar segala dosa-dosa almarhum/almarhumah
diampuni, dihindarkan dari siksa neraka dan diberikan tempat terbaik di
sisi Allah.
6. Untuk mengingat akan kematian bagi para undangan dan keluarga
almarhum serta dapat mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

Dalil pembolehan perjamuan tahli-lan


Orang yang membolehkan acara per-jamuan tahlilan mempunyai dua
argumen yaitu argumen naqli (nash) dan argumen ‘aqli (akal).
Adapun argumen naqli, mereka berdalil-kan keterangan dari kitab
Hasyiyah ‘ala Maraqy al Falah karangan Ahmad ibn Ismail Ath Thahawy, yaitu
(yang artinya):
“Dimakruhkannya hukum penghidangan makanan oleh keluarga mayit,
bertenta-ngan dengan keterangan yang diriwayat-kan oleh Imam Ahmad dan
Abu Dawud dengan sanad yang shahih dari Ashim bin Kulaib dari bapaknya
dari laki-laki Anshar, ia berkata :

َ ‫اس َت ْق َبلَ ُه دَ اعِي ا ْم َرَأتِ ِه َف َجا َء َو ِجي َء ِبال َّط َع ِام َف َو‬
‫ض َع َيدَ ُه َو‬ ْ ‫از ٍة َفلَ َّما َر َج َع‬
َ ‫ فِي َج َن‬r ِ‫ول هللا‬
ِ ‫س‬ُ ‫)) َخ َر ْج َنا َم َع َر‬

ُ ‫ض َع ا ْل َق ْو ُم َفَأ َكلُوا َو َر‬


‫ َيلُو ُك لُ ْق َم ًة فِي َف ِم ِه ((رواه أبو داود و أحمد‬r ِ‫سول َ هللا‬ َ ‫َو‬
“Kami bersama Rasulullah r keluar menuju pemakaman janazah, sewaktu
hendak pulang muncullah isterinya mayit, mengundang untuk singgah,
kemudian ia menghidangkan makanan. Rasulullah pun mengambil makanan
tersebut dan kemu-dian para shahabat turut mengambil pula dan
mencicipinya dan pada mulut Rasulullah r terdapat sekerat daging”.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa diperbolehkan keluarga mayit menghi-
dangkan makanan, berikut mengundang masyarakat terhadap hidangan
tersebut”.

84
Tahlilan dalam pandangan Islam
Acara perjamuan tahlilan merupakan hal yang diada-dakan di dalam agama.
Hal ini berdasarkan dalil naqli dan ‘aqli.
Adapun dalil naqli adalah hadits mauquf (atsar) yang shohih dari shahabat Jarir
bin Abdullah t beliau berkata :
َ ‫ص ْن َع َة ال َّط َع ِام مِنْ ال ِّن َي‬
‫اح ِة ((رواه ابن ماجه‬ ِ ‫اع ِإلَى َأهْ ِل ا ْل َم ِّي‬
َ ‫ت َو‬ َ ‫)) ُك َّنا َن َرى اِإل ْجتِ َم‬
“Kami (para shahabat) menganggap kegiatan berkumpul di rumah keluarga
mayit, serta menghidangkan makanan merupakan bagian dari niyahah (mera-
tapi mayat)” (R. Ibnu Majah)

Setelah kita perhatikan bersama, dari penjelasan di atas. Ternyata pendapat


yang menolak/ melarang acara perjamu-an tahlilan-lah yang memiliki argumen
yang kuat ; baik dari segi naqli maupun ‘aqli. Dengan demikian kesimpulan me-
ngenai hukum dari acara perjamuan tahlilan adalah merupakan perbuatan bid’ah
yang tidak disukai oleh agama. Rasulullah r bersabda :
‫ار ( رواه النسائي‬ َ ُّ ‫ضالَلَ ٌة َو ُكل‬
ِ ‫ضالَلَ ٍة فِي ال َّن‬ َ ‫) ُكل ُّ ِبدْ َع ٍة‬
“Semua bid’ah adalah sesat dan semua kesesatan tempatnya di Neraka” (HR. An
Nasa’ai)
Dan memang kesan dari acara perjamu-an tahlilan tersebut justru bertentangan
dengan pesan Rasulullah r :
َ ‫اص َن ُعوا آِل ِل َج ْع َف ٍر َط َعا ًما َفِإ َّن ُه َقدْ َأ َتا ُه ْم َأ ْم ٌر‬
‫ش َغلَ ُه ْم (رواه أبو داود‬ ْ )
“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena mereka sedang tertimpa
masalah yang menyibukkan” (HR. Abu Daud)
Jadi bukan keluarga mayit yang seharus-nya menghidangkan makanan, tetapi
kita-lah yang semestinya mengirim maka-nan kepada mereka, karena dengan de-
mikian berarti kita telah menolong sauda-ra kita yang sedang tertimpa musibah.

85

Anda mungkin juga menyukai