Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FARDHU KIFAYAH

KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH


( Mengenai tata cara memandikan, mengkainkafani,
menyalatkan serta menguburkan , dan Ziarah Kubur )

NAMA

: M.FAUZI MURGANI RITONGA

NIM

: 7123141074

KELAS

: ADP A REGULER 2012

PRODI ADMINISTRASI PERKANTORAN


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2012

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum ..
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. Karena dengan berkat taufik dan
hidayahNya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam tercurah kepada
Nabi Muhammad saw serta sahabat dan keluarga hingga akhir zaman.
Pada makalah ini kami membahas tentang kewajiban terhadap jenazah, shalat jenazah
dan ziarah kubur. Pembahasan tentang jenazah, dewasa ini banyak dikalangan masyarakat
sekitar yang belum sepenuhnya mengetahui bagaimana mengurus jenazah dengan tertib dan
sesuai ajaran Islam. Semoga dengan makalah ini pendidikan ajaran Islam khususnya Fiqih
Ibadah akan lebih sesuai dengan sumber yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
Namun demikian, disadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan dan terdapat
kesalahan pada penulisan ataupun referensi yang masih kurang memadai. Pemakalah
memohon maap dan semoga upaya pemakalah ini mendapat bimbingan dan Ridha Allah swt
.
Amin yaa Rabbal Alamin

Desember, 2014

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Kewajiban Terhadap Jenazah
B. Shalat Jenazah dan Ziarah Kubur
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Selama ini kendala utama yang dihadapi khususnya masyarakat umum khususnya
kaum muallaf- adalah tentang jenazah. Secara teori mungkin mereka sudah menguasai,
namun ternyata masih banyak di kalangan awam yang mempertanyakan bagaimana tata cara
dan apa saja yang harus dilakukan mengenai jenazah.
Seorang muslim hendaknya muslim hendaknya senantiasa mempersiapkan diri untuk
menyongsong kematian dengan memperbanyak amal shalih dan menjauhkan diri dari perkara
haram. Hendaklah kematian itu selalu berada direlung hatinya berdasarkan sabda Nabi saw,
yang berbunyi :


Perbanyaklah mengingat sang pemutus kelezatan.! ( yakni kematian ). (HR. atTirmidzi dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam kitab al-irwa hal 682).
B.

Rumusan Masalah
Dalam rumusan masalah ini kita akan mengetahui tentang
1.
Apa saja kewajiban seorang yang masih hidup terhadap seorang yang sudah
mati (jenazah) ?
2. Tata cara memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan jenazah ?
3. Hukum dan syarat terhadap jenazah ?
4. Shalat-shalat apa saja yang bisa dilakukan untuk jenazah ?
5. Bagaimana ziarah kubur bagi laki-laki dan perempuan ?

PEMBAHASAN

A.

KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH


Apabila seorang muslim meninggal dunia, ada dua kewajiba yang harus segera
diselesaikan oleh pihak yang masih hidup, yaitu pertama kewajiban terhadap jenazah, dan
kedua kewajiban terhadap harta waris.
Kewajiban kaum muslimin yang masih hidup terhadap jenazzah terdiri dari empat
macam, yaitu termasuk fardhu kifayah. Kewajiban itu adalah ;
1.
Memandikan
2.
Mengafani
3.
Menyalatkan
4.
Menguburkan
Dibawah ini akan dijabarkan satu persatu tentang pelaksanaan kewajiban umat muslim
yang masih hidup terhadap jenazah.
1.

MEMANDIKAN JENAZAH

a.

Hukum Memandikan
Kebanyakan ahli fiqih mengatakan bahwa hokum memandikan jenazah seorang
muslim adalah fardhu kifayah. Akan tetapi masih ada diantara ahli fiqih yang mengatakan
hukumnya sunah kifayah. Perbedaan pendapat ini muncul disebabkan adanya hadits Nabi
saw berikut :


( )
Dari Ibn Abbas ra., sesungguhnya Nabi saw bersabda mandikanlah mayat itu dengan air
dan bidara dan kafanilah ia dengan kedua pakaiannya. (HR Muttafaq alaih).
b.

Orang yang Berhak Memandikan


Para ahli fiqih sepakat mengatakan bahwa yang akan memandikan mayat lakilaki adalah laki-laki dan yang memandikan mayat perempuan adalah perempuan.
Sebagian ahli fiqih berpendapat atas bolehnya suami memandikan mayat
istrinya atau sebaliknya dengan syarat perkawinan mereka tidak terputus oleh talak
sampai salah seorang diantara keduanya wafat. Namun demikian mereka mengatakan
bahwa antara suami istri itu tidak boleh memandikan dengan tangan telanjang, tidak
pula dibolehkan memandang ke bagian yang terlarang dari mayat.

c.

Syarat-Syarat Orang yang Memandikan


Fuqaha telah menetapkan beberapa hal yang menjadi syarat bagi keabsahan
orang untuk memandikan jenazah yaitu,
1.beragama Islam
2.niat
3.berakal

d. Cara Memandikan
Sebelum memulai jenazah seharusnya lebih dahulu menyiapkan segala
sesuatu yang diperlupakan pada saat memandikan, yaitu :
1.
Tempat memandikan terletak pada ruangan tertutup untuk menghindari fitnah
2.
Menyediakan air bersih, sabun, air kapur, dan wangi-wangian secukupnya
3.
Menyediakan sarung tangan dan potongan serta gulungan kain kecil sebagai alat
penggosok tubuh jenazah
4.
Kain basahan dan handuk atau kain lain yang dapat mengeringkan jenazah
setelah dimandikan
Setelah semuanya terrsedia, jenazah diangkat dan diletakkan pada tempat yang
sudah disiapkan. Sebelum mulai memandikan lebih dahulu membersihkan tubuhnya
dari najis atau kotoran dengan cara sebagai berikut:
1.
Menutupi sekujur tubuhnya dengan kain panjang. Jenazah tidak boleh dalam
keadaan telanjang
2.
Memasang kain sarung tangan bagi yang memandikan, kemudian memulai
membersihkan tubuh jenazah dari semua kotoran dan najis. Untuk mengeluarkan
kotoran dari rongga tubuhnya dapat dengan menekan perutnya secara perlahanlahan
3.
Selama membersihkan badannya sebaiknya air terus dialirkan mulai dari bagian
kepala ke bagian kaki
4.
Setelah semua badannya dianggap bersih baru jenazah diwudhukan seperti
wudhu orang yang hidup
Selesai membersihkan dan mewudhukan jenazah, maka kegiatan selanjutnya
adalah memandikannya dengan cara sebagai berikut:
1.
Mengalirkan air ke sekujur tubuhnya dengan memulai dari bagian kepala
sebelah kanan sampai ke kaki, kemudian melanjutkannya ke bagian kiri dengan
cara yang sama
2.
Membersihkannya dengan air sabun yang berakhir dengan air bersih yang telah
bercampur dengan wangi-wangian
3.
Memandikan jenazah itu sebaiknya dilakukan tiga kali atau lebih dengan cara
yang sama sehingga diyakini kebersihannya, sebagaimana yang diperintahkan
Nabi saw melalui sabdanya :



.
Dari Ummi Athiyah ia berkata Nabi saw mendatangi kami, ketika kami sedang
memandikan jenazah putrinya ketika itu beliau berkata: mandikanlah dia tiga
atau lima kali atau jika dipandang perlu, lebih dari itu, dengan air dan daun
bidara, dan basuhlah yang terakhir dengan air yang bercampur dengan kapur
barus atau dari wangi-wangian yang sebangsa kapur barus. (HR Muttafaq
Alaih)
3
4.
Setelah selesai memandikan, maka tubuhnya dikeringkan dengan handuk yang
halus, dan kemudian menutupi baddannya kembali untuk dipindahkan ketempat
pengafanan.
2.

MENGAFANI JENAZAH
a.

Hukum Mengafani Jenazah


Seperti memandikan, hokum mengafani pun fardhu kifayah. Kewajiban
mengafani jenazah ini ditetapkan berdasarkan hadits:


.
Dari Ibn Abbas ra., sesungguhnya Nabi saw berkata:kafanilah dia (orang yang mati ketika
ihram) dengan kedua pakaiannya. (HR al-jamaah)
b.
Ketentuan Kafan
Kain yang digunakan untuk pengkafan jenazah minimal satu lapis yang dapat
menitupi seluruh tubuhnya, baik terhadap jenazah laki-laki ataupun perempuan.
Sedang warna yang paling afdol adalah warna putih.
Kain kafan yang digunakan untuk jenazah laki-laki maksimal tiga lapis tanpa
baju dan sorban. Sedangkan kain kafan untuk jenazah perempuan maksimal lima lapis
yang terdiri dari selendang, baju, kain sarung, dan dua lapis untuk pembungkus
seluruh tubuhnya.
c.
Cara Mengafani
Jika jenazah itu laki-laki maka cara mengkafaninya adalah sebagai barikut:
1.
Membentangkan kain-kain kafan yang telah disediakan sebelumnya sehelai
demi sehelei. Kemudian menaburinya dengan wangi-wangian. Lembaran yang
paling bawah hendaknya dibuat lebih lebar dan luas. Di bawah kain itu,

sebelumnya, telah dibentangkan tali pengikat sebanyak lima helai yaitu masingmasing pada arah kepala, dada, punggung, lutut, dan tumit.
2.
Setelah itu, secara perlahan-lahan mayat diletakkan diatas kain-kain tersebut
dalm posisi membujur, dan kalau mungkin menaburi tubuhnya lagi dengan wangiwangian.
3.
Selanjutnya menyelimutkan kain kafan yang dimulai dari kafan sebelah
kanan paling atas, kemudian ujung lembaran kain sebelah kiri paling atas, dan
disusul dengan lembaran kain berikutnya dengan cara yang sama.
4.
Jika semua kain kafan telah memballut jasad jenazah baru diikat dengan tali
yang telah disiapkan dibawahnya.
Jika mayat itu perempuan maka cara mengafaninya adalah sebagai berikut:
1.
Kain kafan sebaiknya disediakan lima lapis dengan ketentuan sebagai
berikut:
a.
Lapis pertama dibentangkan paling bawah sebagai paembungkus
jasadnya
b.
Lapis kedua dibentangkan diselah kepala sebagai penutup kepala
c.
Lapis ketiga dibentangknan dari bahu ke pinggang sebagai baju kurung
d.
Lapis keempat dibentangkan dari pinggang sampai ke kaki sebagai kain
sarung
e.
Lapis kelima dibentangkan pada bagian pinggul yang berfungsi sebagai
rok
4
2.
Sebelumnya tali pengikat telah disediakan dibawah jasadnya jenazah yang
sudah diletakkan diatas kain tersebut mulai dibungkus dengan cara:
a.
Pertama, memakaikan kain kelima yang terletak dibagian pinggulnya
sebagai rok.
b.
Kedua, memakaikan kain keempat sebagai sarung.
c.
Ketiga, memakaikan kain ketiga sebagai baju kurung.
d.
Keempat, memakaikan kain kedua sebagai penutup kepala.
e.
Kelima, membungkuskan kain pertamakeseluruh tubuh dengan
mempertemukan kedua tepi kain dan menggulungkan keduanya kearah
kanan ke bagian dalam.
3.
Setelah semua kain di pakaikan menurut fungsinya baru mengikatkan tali
yang sudah disediakan dibawahnya.
Kain yang dianjurkan untuk di jadikan kafan, ialah kain yang sederhana, tidak
berlebih-lebihan baik dari segi harga maupun jumlahnya. Nabi saw bersabda:


.
Dari ali ra, ia berkata: aku mendegar Rasulallah saw berkata :janganlah kamu
jadikan kain kafan yang mahal harganya, karena sebentar saja kain itu akan
hancur. (HR Abu Dawud).
3.

MENSHALATKAN JENAZAH
a.
Hukum Menshalatkan Jenazah
Para ahli telah sepakat menetapkan bahwa hokum shalat jenazah itu adalah
wajib atau fardhu kifayah berdasarkan hadits Nabi saw, berikut :



.
Dari Abu Hurairah ra., ia mengatakan bahwa Rasulullah saw pernah
berkata: shalatkanlah (jenazah) sahabatmu. (HR Muslim dan al-Bukhari).
b.
Syarat-Syarat Shalat Jenazah
Para ahli fiqih menetapkan beberapa syarat untuk sahnya shalat jenazah yaitu :
1.
pada shalat jenazah disyaratkan seperti yang disyaratkan pada shalat wajib, yaitu
menutup aurat, suci badan, tempat dan pakaian dari najis dan hadats, serta
menghadap kiblat
2.
jenazah yang akan dishalatkan itu sudah lebih dahulu dimandikan dan dikafani
bagi yang wajib dimandikan dan dikafani
3.
meletakkan jenazah di sebelah kiblat yang menshalatkan

5
c.
Rukun Shalat Jenazah
Jumhur ahli fiqh menetapkan tiga hal sebagai rukun shalat jenazah yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Niat
Berdiri selama shalat
Takbir sebanyak empat kali
Membaca surat al-Fatihah
Membaca salawat atas Nabi saw setelah takbbir kedua
Membacakan doa mayat pada takbir ketiga
Salam setelah doa pada takbir keempat

d.

Cara Melaksanakan Shalat Jenazah


Sebagaimana disebut diatas bahwa shalat jenazah sedapat mungkin dilakukan
dengan cara berjamaah. Dalam berjamaah, jika jenazah itu laki-laki maka imam
mengambil posisi disamping kepala, dan makmum mengambil tempat dibelakangnya
secara berbaris-baris. Jika jenazah itu perempuan, maka imam berdiri disamping
perutnya.
Setelah imam dan makmum mengambil posisi seperti ketentuan diatas, maka shalat
jenazah dilaksanakan dengan empat takbir. Pada takbir pertama disertai dengan niat
menshalatkan jenazah ini empat kali takbir karena Allah.
1.
pada takbir pertama, membaca surat al-Fatihah

. . . .
2.

pada takbir kedua membaca shalawat atas Nabi dengan ucapan :



.
Ya Allah, berilah shalawat (rahmat) atas Nabi dan atas keluarganya,
sebagaimana Engkau pernah member rahmat kepada Nabi Ibrahim dan
keluarganya. Dan limpahkanlah berkah atas Nabi Muhammad dan para
keluarganya, sebagaimana Engkau pernah melimpahkannya kepada Nabi
Ibrahim dan keluarganya. Diseluruh ala mini, Engkaulah yang Maha Terpuji dan
Maha Mulia.
3.

pada takbir ketiga membaca doa :


Allah, ampunilah dia, berilah rahmat dan sejahtera dan maafkanlah dia.
Atau juga bisa dilanjutkan dengan membaca doa yang panjang. ( bisa dibaca
atau tidak dibaca dalam sholat)
" wa akrim nuzulahu (haa) wawassamadkhalahu (haa) waghsilhu (haa) bilmaaI watstsalji wal-baradi wanaqqihi (haa) minal-khathaayaa kamaa yu-naqqatatstsaubul-abyadhu minad-danasi waabdilhu (haa) daaran khairan min daarihi (haa)
wa ahlan khairan min ahlihi (haa) wa zaujan khairan min zaujihi (haa) wa adkhilhul
jannata wa aiduhu min adabil qabri wa adabin nar"

Artinya:
Ya Allah, ampunilah dia, dan kasihanilah dia, sejahterakan ia dan ampunilah
dosa dan kesalahannya, hormatilah kedatangannya, dan luaskanlah tempat tinggalnya,
bersihkanlah ia dengan air, salju dan embun. Bersihkanlah ia dari segala dosa
sebagaimana kain putih yang bersih dari segala kotoran, dan gantikanlah baginya
rumah yang lebih baik dari rumahnya yang dahulu, dan gantikanlah baginya ahli
keluarga yang lebih baik daripada ahli keluarganya yang dahulu, dan peliharalah ia
dari siksa kubur dan azab api neraka. (HR. Muslim)
Keterangan:
Jika mayit perempuan kata lahu menjadi lahaa.
Jika mayit anak-anak doanya adalah:
"Allahummajalhu faratan li abawaihi wa salafan wa dzukhro waidhotaw
watibaaraw wa syafiian wa tsaqqil bihii mawaa ziinahuma wa-afri-ghish-shabra
alaa quluu bihimaa wa laa taf-tin-humaa badahu wa laa tahrim humaa ajrahu"
Artinya:
Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan pendahuluan bagi ayah bundanya
dan sebagai titipan, kebajikan yang didahulukan, dan menjadi pengajaran ibarat serta
syafaat bagi orangtuanya. Dan beratkanlah timbangan ibu-bapaknya karenanya, serta
berilah kesabaran dalam hati kedua ibu bapaknya. Dan janganlah menjadikan fitnah
bagi ayah bundanya sepeninggalnya, dan janganlah Tuhan menghalangi pahala
kepada dua orang tuanya.

3.

pada takbir keempat membaca doa sebagai berikut :

( )( )( )
"Allahumma laa tahrimnaa ajrahu wa laa taftinnaa badahu waghfir lanaa wa lahu"
Artinya:
Ya Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepada kami (janganlah Engkau
meluputkan kami akan pahalanya), dan janganlah Engkau member kami fitnah
sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia.

Setelah selesai membaca doa pada takbir keempat, maka shalat jenazah ditutup
dengan mengucapkan salam :


"As-sallamu alaikum warahmatullahi wa barakaatuh"
Artinya: Keselamatan, rahmat, dan berkah atas kamu sekalian.

4.

MENGUBURKAN JENAZAH
a.
Hukum Menguburkan Jenazah
Para ahli telah sepakat bahwa memakam atau menguburkan jenazah itu adalah
fardhu kifayah sebagaimana halnya memandikan, mengafani dan menyalatkan.
Kewajiban ini di tetapkan berdasar ayat Al-Quran berikut :

Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur. (QS. 80:21)
b.
Cara Menguburkan
Untuk memasukkan jenazah ke dalam kubur yang telah dipersiapkan, satu atau
dua rang turun ke dalam kubur untuk menyambut dan mengatur posisi jenazah di
dalamnya. Kemudian pengantar yang ada diatas memasukkan jenazah dengan
memulai dari bagian kaki kamudian menyusul bagian kepalanya. Orang yang lebih
baik memasukkannya adalah kerabatnya, jika meraka tidak ada baru yang lain. Jika
jenazahnya perempuan, maka yang lebih utama menguburkannya ialah mahramnya.
Setelah meletakkan jenazah di dalam kubur, posisinya diatur dengan
memiringkan tubuhnya ke arah kiblat. Setelah itu menutupinya dengan papan
pelindung dan selanjutnya menimbuninya dengan tanah. Tanah penimbunnya
dianjurkan memiliki ketinggian lebih kurang 20 cm dari kedataran tanah. Hal seperti
itu diisyaratkan dalam hadits Nabi saw :

.
Dari Jabir ra., diceritakan bahwa kubur Nabi saw ditinggikan dari tanah sekedar satu
jengkan. (HR al-Syafii)
Di samping meninggikan, di anjurkan pula member tanda dengan batu nisan atau sejenisnya
di atas kuburnya, seperti diisyaratkan dalam hadits:


.
Dari jafar bin Muhammad dari bapaknya, bahwa Nabi saw meletakkan batu di atas kubur
anaknya Ibrahim. (HR al-Syafii)

B.

SHALAT JENAZAH DAN ZIARAH KUBUR


1.

SHALAT JENAZAH
Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah. Bila dikerjakan sebagian orang, kewajiba
gugur dari bagi yang lain. Shalat jenazah disyariatkan Rasulullah saw Beliau dan para
sahabat beliau mengerjakan dan memerintahkannya. Bila jenazahnya laki-laki, imam
berdiri disebelah kepalanya dan bila jenazahnya wanita, imam berdiri di tengahtengahnya. Ini dianjurkan. Imam boleh berdiri di selain posisi tersebut dengan syarat
jenazah berada di depan.
Shalat jenazah pada asalnya dilakukan secara berjamaah yang dipimpin oleh seorang
imam. Imam dianjurkan berasal dari kalangan wali jenazah atau pemimpin suatu tempat.
Shalat jenazah boleh dilakukan secara tidak berjamaah seperti yang dilakukan para
sahabat ketika meyalati Rasulullah saw. untuk sahnya shalat jenazah disyaratkan beberapa
hal seperti yang disyaratkan untuk sahnya shalat biasa. Tidak disyaratkan waktu tertentu
dan boleh digunakan di seluruh waktu bahkan pada waktu-waktu terlarang.
Rukun shalat jenazah adalah sebagai berikut ;
1.
Niat
2.
Berdiri bagi yang mampu
3.
Beberapa kali takbir
4.
Doa untuk jenazah
5.
Sebagian fuqaha menambahkan fatihah
6.
Shalat dilakukan secara pelan (suara tidak dikeraskan) baik dilaksanakan di siang atau
di malam hari
7.
Empat kali takbir dan tidak masalah bila ditambah.
8.
Mendoakan si mayit dengan doa yang telah dicontohkan dan itu yang lebih baik.
9.
Mengangkat kedua tangan selain takbir pertama, tidak ada landasan hukum yang bisa
dijadikan pedoman dari Rasulullah Diriwayatkan dari sahabat, ada yang mengangkat tangan
setiap kali takbir dan ada juga yang tidak mengangkat tangan. Dalil yang kuat adalah tidak
mengangkat tangan dan bagi yang mengangkat tangan tidak perlu diingkari.
Diriwayatkan dari Auf ibnu Malik, ia berkata,Aku pernah mendengar Rasulullah saw
berdoa ketika shalat jenazah,
Ya Allah! Ampuni dan rahmatilah dia, maafkan dan berilah dia keselamatan,
muliakanlah tempat tinggalnya, lapangkanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan
air, salju, dan es. Bersihkanlah dia dari kesalahan-kesalahan seperti baju putih yang
dibersihkan dari kotoran. Berilah ia tempat tinggal yang lebih baik dari rumahnya, keluarga
yang lebih baik dari keluarganya, istri yang lebih baik dari istrinya dan jagalah dia dari
fitnah kubur dan siksa neraka. (HR. Muslim dan Nasai)
Shalat jenazah hukumnya fardhu bagi setiap muslim, muda ataupun tua. Bahkan bagi
keguguran yang lahir dalam keadaan hidup kemudian mati, bahkan orang keji, fasik,

pembunuh, bunuh diri dan ahli bidah selama tidak sampai pada tingkat kekufuran secara
terang-terangan.
Boleh mengulang-ulang doa untuk mayit meski dilakukan di atas kubur. Jenazah yang
dikubur tanpa dishalatkan wajib dishalati meski sudah berada didalam kubur dan meski sudah
lama berlalu karena tidak ada dalil yang membatasi shalat jenazah sebagaimana shalat
jenazah juga boleh dilakukan terhadap jenazah yang jauh (shalat ghaib).
Imam mengatur makmum shalat jenazah menjadi tiga shaf atau lebih. Sebagaimana
sabda Rasulullah saw :

.
Barang siapa menshalatkannya dengan tiga baris, maka telah dipastikan
pahalanya. (HR. At-Tirmidzi, hadits hasan).
Shalat jenazah boleh dilakukan dimasjid namun tidak boleh dijadikan kebiasaan
karena hal itu bukanlah kebiasaan Rasulullah saw dan tidak pula sahabat sepeninggal beliau.
Bila jenazah lebih dari satu, imam boleh meletakkannya menjadi satu baris dan
semuanya dishalatkan satu kali. Bila jenazah yang ada beberapa laki-laki dan perempuan,
imam mengedepankan jenazah lelaki di hadapannya dan jenazah perempuan ditempatkan
setelah jenazah lelaki.
a.
Shalat Ghaib
Dibolehkan seseorang jenazah yang berada di tempat (daerah) lain. Shalat jenazah ini disebut
dengan shalat ghaib. Caranya sama dengan cara menyalatkan shalat jenazah yang ada
dihadapannya. Orang yang melakukan shalat ghaib tetap harus menghadap kiblat, meskipun
jenazah yang dishalatkan berada si tempat (daerah) yang tidak pada arah kiblat. Dalam hadits
Nabi diterangkan bahwa Rasulullah saw bersabda :


.
Pada hari ini telah meninggal dunia seorang yang shalih dan habsyi, maka marilah kita
menyalatkannya. Kemudian kami berbaris dibelakang beliau lalu Rasulullah saw
menyalatkannya dan kami terdiri dari beberapa baris. HR Al Bukhari dan Muslim dari
Jabir.
b.
Shalat Jenazah di Mesjid
Tradisi masyarakat Islam di Indonesia, terutama yang tinggal di perkotaan, umumnya lebih
menyukai menyelenggarakan shalat jenazah di mesjid. Kemudian dari masjid itu jenazah
diusung langsung ke pemakaman. Sedang masyarakat Islam yang tinggal di pedesaan
umumnya menyelenggarakan shalat jenazah itu di rumahnya sendiri, dan dari rumah itu
jenazah diusung langsung ke pemakaman.

9
Para ulama sepakat membolehkan shalat jenazah di rumah kediamannya. Akan tetapi
mengenai hukum shalat jenazah di mesjid terdapat perbedaan pendapat mereka. Para ahli fiqh
dari mazhab Hanafi dan Maliki memandang makruh menyelenggarakan shalat jenazah di
mesjid, baik jenazah itu berada di dalam atau di luar masjid. Alasan mereka adalah hadits
Nabi saw seperti berikut :
Dari Abi Hurairah r.a., bahwa Nabi saw bersabda: Siapa yang menshalatkan jenazah
dalam masjid, maka dia tidak memperoleh apa-apa (dari shalat itu). (HR Abu Daud dan Ibn
Majah).
Jika Nabi menyatakan tidak memperoleh apa-apa orang yang shalat jenazah di mesjid berarti
sama dengan pekerjaan sia-sia. Mereka memandang pekerjaan yang sia-sia itu sebagai hal
yang makruh. Jika dalam pelaksanaan shalat itu dikhawatirkan dapat mengotori mesjid maka
hukumnya menjadi haram, sebab mesjid adalah rumah suci yang dibangun untuk empat
peribadatan dan pekerjaan-pekerjaan yang disukai Allah swt.
c.
Shalat Jenazah di atas Kubur
Dibolehkan seorang untuk menyalatkan jenazah yang telah dikubur, dengan melakukannya di
atas kuburnya. Diterangkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas bahwa :
Rasulullah saw sampai ke suatu kubur yang masih basah, kemudian menyalatkannya dan
mereka (para sahabat) berbaris dibelakang beliau dan bertakbir empat kali. HR Al Bukhari
dan Muslim dari Ibnu Abbas.
2.

ZIARAH KUBUR
Menurut mazhab ahlussunnah wal jamah, ruh orang yang telah wafat itu tetap hidup
dan mendengar pembicaraan orang yang hidup. Ruh tidak ikut hancuran jasadnya. Jadi yang
merasakan azab dan nikmat adalah ruh semata, sedang jasadnya. Tidak merasakan apa-apa
lagi setelah ruh pergi meninggalkannya.
Ulama Salaf mengatakan bahwa ruh bersama badan dapat sama-sama merasakan azab
dan nikmat, dan ruh dapat merasakan azab dan nikmat meskipun telah berpisah dengan jasad.
Akan tetapi terkadang ruh itu bertemu lagi dengan jasad, saat itu keduanya sama-sama
merasakan azab dan nikmat. Jadi melalui ruhnya, ia dapat mendengar dan melihat orang yang
datang meziarahi kuburnya, serta merasakan kenikmatan bertemu dengan keluarga.

1.
Hukum Ziarah Kubur.
Para ahli telah sepakat menetapkan bolehnya kaum laki-laki ziarah kubur, berdasarkan hadits:


.
10
Dari Abdallah bin Burairah. Dari bapaknya, sesungguhnya Nabi SAW berkara: Dulu aku
melarang kamu menziarahi kubur, sekarang ziarahilah kubur itu (HR Ahmad dan Muslim )
Pada masa awal kelahiran Islam, Nabi SAW melarang menziarah kubur, sebab saat itu
masih terbawa oleh kebiasaan kaum jahiliyah yang menghambur-hamburkan pembicaraan
dan penyesalan di atas kubur. Mereka juga sering berbuat hal-hal yang bidah dan khurafat di
sekitar pekuburan. Setelah mereka ada yang masuk Islam, Nabi SAW membolehkan ziarah
kubur. Hal itu disebabkan karana tujuan menziarahi kubur itu adalah mengingatkan diri
kepada akhirat dan mengambil pelajaran sebanyak mungkin dari kematian itu. Jadi ziarah
bukan untuk menyampaikan perasaan dan harapan orang yang sudah mati.
Adapun hukum ziarah kubur bagi kaum perempuan, terdapat perbedaan pendapat para
ahli fiqh dari Hanafiyah berpendapat, ziarah kubur disunatkan bagi kaum laki-laki dan
perempuan. Akan tetapi kebolehan bagi kaum perempuan menziarahi kubur terbatas kepada
mereka yang benar-benar ingin memperoleh ridha Allah pelajaran atau iktibar untuk
mempertebal iman kepada Allah SWT dan hari akhirat. Perempuan yang ziarah hanya untuk
membangkit-bangkitkan emosi, sebagaimaan kebiasaan orang jahiliyah, tidak dibolehkan
bahkan hukumnya haram, berdasarkan hadits Nabi saw:



.
Dari Abi Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah SAW melaknat wanita-wanita yang
menziarahi kubur.(HR al-Turmizi)
Ancaman Rasul saw dengan melaknat Wanita yang ziarah kubur adalah wanita yang
menyesali keluarganya dengan cara meratapinya dari atas kubur, karena wanita tidak
memiliki kekuatan mental, sedikit penyabar dan emosinya cepat terpengaruh, maka
Rasulullah saw, mengancamnya dengan laknat, dan ancaman itu menunjukkan hukumnya
makruh. Jika mereka dapat menahan diri dan mengambil hikmah dari ziarah itu, maka
hukumnya menjadi sunat.
Jumhur ulama mengatakan bahwa ziarah kubur disunatkatkan bagi kaum laki-laki untuk
mengambil pelajaran dari ziarah itu. Sedangkan bagi kaum perempuan hukumnya makruh,
kerana ada dugaan kuat mereka akan bersadih hati yang mengakibatkan mereka menangis
dan meratap.
2. Hal-hal yang Dianjurkan dalam Berziarah
Orang yang menziarahi kubur dianjurkan membaca salam setelah sampai di sana, yaitu
dengan menghadapkan wajah ke arah kubur sambil membaca:


Kesejahteraan buat kalian penghuni kaumpung orang yang beriman, sesungguhnya kami,
insya Allah, akan menyusul.
Memperbanyak berdoa memohon keampunan untuk mayat penghuni kubur, sesuai dengan
firman Allah:
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berdoa: Ya Tuhan kami, beri
ampunlah kami dan saudara-suadara kami yang telah beriman lebih dari
kami . . . (QS.59:10)
Nabi pernah berdoa untuk semua jenazah umat Islam yang ada di pemakaman penduduk
Madinah, beliau membaca:

Ya Allah, ampunilah penghuni pemakaman Baqi ini
Dari beberapa doa yang dianjurkan itu, dipahami bahwa doa yang lebih baik adalah doa
untuk semua penghuni kubur, meskipun yang diziarahi itu hanya satu atau dua kubur dari
pamili, karana doa kepada semua umat Islam tidak mengurangi manfaat terhadap arwah
orang yang kita utamakan.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang jenazah di atas dapat ditelaah bahwa kewajiban seorang
muslim satu dengan yang lainnya saling membantu. Begitu pula kewajiban seorang yang
hidup terhadap seorang yang mati ialah mengurus jenazahnya. Oleh karena itu, dalam
penyelenggaraan jenazah haruslah didasarkan atas perintah-perintah yang telah diajarkan
sejak dulu oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Demikian pula dengan ziarah kubur yang
yang disunnatkan bagi kaum laki-laki dan bagi kaum perempuan dimakruhkan.
B. Saran
Kami menyadari dalam penulisan makalah kami ini mungkin terdapat kekurangankekurangan dalam penyampaian materi. Maka dari itu kami harap saran dan kritikannya
untuk membangun isi makalah kami ini agar kedepannya menjadi lebih baik. Semoga
makalah jenazah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan bisa di terapkan.

Anda mungkin juga menyukai