Anda di halaman 1dari 17

1

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT karena atas limpahan


karunia dan rahmatnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah fikih dengan
judul “Mawaris” ini dengan tepat waktu. Tak lupa shalawat dan salam kita
haturkan kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi teladan dan yang membawa
kita dari kegelapan menuju cahaya.

Terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada Bapak Ismail K Usman
selaku dosen pembimbing mata kuliah fikih yang telah memberikan tugas ini
sehingga kami dapat menambah wawasan kami tentang kewarisan.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah
membagi pengetahuan dan telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah kelompok ini masih banyak kesalahan dan
kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan, kritik, dan
saran dari semua pihak agar makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi.

Manado,28 Agustus 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN................................................................................................................2
A. Pengertian Mawaris atau Kewarisan......................................................................2
B. Rukun dan Syarat Waris.........................................................................................3
a. Rukun Waris.......................................................................................................3
b. Syarat Waris.......................................................................................................3
C. Dasar-Dasar Hukum Mawaris................................................................................4
1. Al-qur’an............................................................................................................4
2. As-Sunnah..........................................................................................................4
3. Posisi hukum kewarisan islam di Indonesia.......................................................4
D. Hikmah Pembagian Warisan...................................................................................5
E. Sebab-sebab Timbulnya Waris-mewarisi................................................................5
a. Perkawinan.........................................................................................................5
b. Hubungan darah.................................................................................................6
c. Wala’..................................................................................................................6
d. Karena Memerdekakan Si Mayat.......................................................................6
e. Karena Sesama Islam.........................................................................................7
F. Sebab-Sebab Tidak Mendapatkan Warisan.............................................................7
1. Karena Halangan kewarisan...............................................................................7
2. Kelompok Keutamaan dan Hijab........................................................................7
G. Hukum Mempelajari dan Mengajarkan Fiqh Mawaris...........................................8
H. Bagian-bagian Warisan...........................................................................................8
BAB III............................................................................................................................12
PENUTUP.......................................................................................................................12
1. Kesimpulan..........................................................................................................12

2
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Warisan merupakan sebuah peninggalan yang diberikan atau diwasiatkan


oleh pewaris kepada orang yang diwariskan (ahli waris). Peninggalan tersebut
bisa berupa harta, benda dsb. Waris dalam lingkup islam adalah sejumlah harta
benda dan semua hak dari orang yang telah meninggal dalam keadaan bersih.

Di lingkungan keluarga Indonesia sudah sering sekali terjadi fenomena


perebutan harta warisan antara sesama saudara yang mengakibatkan percekcokan
dan perselisihan antar saudara itu sendiri. Untuk itu, kita sebagai umat muslim
terkhususnya kita sebagai mahasiswa dianjurkan untuk mempelajari dan
mengamalkan ilmu mawaris dengan benar. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW
dalam hadistnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. “pelajarilah ilmu
waris dan amalkan karena ilmu waris adalah sebagian dari ilmu. Ilmu waris adalah
ilmu yang mudah dilupakan dan yang pertama kali dicabut dari umatku”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mawaris ?
2. Apa sebab – sebab seseorang mendapatkan warisan?
3. Apa sebab – sebab seseoang tidak mendapatkan warisan?
4. Bagaiman pembagian warisan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian mawaris
2. Untuk mengetahui penyebab seseorang mendapatkan warisan
3. Untuk mengetahui penyebab seseorang tidak mendapatkan warisan
4. Untuk mengetahui bagaimana pembagian warisan tersebut

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian mawaris atau kewarisan

Mawaris adalah serangkaian kejadian mengenai pengalihan pemilikan


harta benda seorang yang meninggal dunia kepada seseorang yang masih
hidup. Dengan demikian, untuk terwujudnya kewarisan harus ada 3 unsur
yaitu:

1. Orang mati, yang disebut pewaris atau yang mewariskan


2. Harta milik orang yang mati atau orang yang mati meninggalkan
harta waris
3. Satu atau beberapa orang hidup sebagai keluarga dari orang yang
mati, yang disebut sebagai ahli waris.

Mawaris menurut bahasa disebut al-miras merupakan bebtuk masdar


dari kata warisa-yarisu-irsan-mirasan yang berarti berpindahnya sesuatu dari
seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.

Menurut istilah warisan adalah berpindahnya hak kepemilikan dari


orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang
ditinggalkan itu berupa harta(uang),tanah, atau apa saja yang berupa hak milik
legal secara syar’i.1

Hukum Mawaris “fardu kifayah”, artinya kewajiban secara kolektif


bukan individu. Sedangkan membagi harta dengan ilmu faraid adalah menjadi
kewajiban orang-orang Islam untuk menjalankan ajaran agamanya.2

1 Feisal Ghozaly, dkk, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan kebudayaan, 2015, h. 142

2 Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fikih untuk MA Jilid 2 untuk Kelas XI. Jakarta: Erlangga, 2011,
h. 118

2
B. Rukun dan syarat waris
a. Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan
bagian harta waris dimana bagian harta waris tidak akan ditemukan bila
tidak ada rukun-rukunnya. Rukun-rukun untuk mewarisi ada tiga yaitu:
1. Al-Muwarrits, yaitu orang yang meninggal dunia atau mati, baik
mati hakiki maupun mati hukmiy (suatu kematian yang dinyatakan
oleh keputusan hakim atas dasar beberapa sebab, kendati sebenarnya ia
belum mati, yang meninggalkan harta atau hak).
2. Al-warits, yaitu orang hidup atau anak dalam kandungan yang
mempunyai hak mewarisi, meskipun dalam kasus tertentu akan
terhalang.
3. Al-mauruts, yaitu harta benda yang menjadi warisan.sebagian
ulama faraidh menyebutkannya dengan mirats atau irts. Termasuk
dalam kategori kewarisan adalah harta-harta atau hak-hak yang
mungkin dapat diwariskan, seperti hak qishsh (perdata), hak yang
menahan barang yang belum dilunasi pembayarannya, dan hak
menahan barang gadaian.
b. Syarat Waris
1. Matinya orang yang mewariskan. Kematian orang yang
mewariskan, menurut ulama dibedakan menjadi tiga:
a. Mati hakiki atau sejati
b. Mati hukmiy atau menurut putusan hakim
c. Mati taqdiriy atau menurut perkiraan
2. Ahli waris yang hidup, baik secara hakiki maupun secara hukmiy,
setelah kematian si mayit, sekalipun hanya sebentar, memiliki hak atas
harta waris. Sebab, Allah swt didalam ayat-ayat waris menyebutkan
hak mendapatkan harta waris dengan huruf lam yang menunjukkan
kepemilikan, dimana kepemilikkan tidak berwujud, kecuali hanya bagi
orang yang hidup.
3. Mengetahui sebab-sebab yang mengikat ahli waris dengan si
mayit, seperti garis kekerabatan, perkawinan, dan perwalian.3
C. Dasar - dasar hukum mawaris
1. Al-qur’an

3 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar,Mesir, Hukum Waris. Jakarta: Senayan Abadi
Publishing, 2004, h. 120

3
Dalam islam saling mewarisi diantara kaum muslimin hukumnya
adalah wajib berdasarkan al-qur’an dan hadis Rasulullah. Diantara firman
Allah yang terdapat dalam Q.S an-Nisa/4:7 yang artinya: “Bagi orang laki-
laki dan hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian(pula) dari harta peninggalan ibu bapak
dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah
ditetapan.
2. As-Sunnah
Terdapat hadis dari Ibnu Mas’ud yang artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud, katanya: Bersabda Rasulullah saw…’pelajarilah al-
qur’an dan ajarkanlah ia kepada manusia, dan pelajarilah al faraidh dan
ajarkanlah ia kepada manusia. Maka sesungguhnya aku ini manusia yang
akan mati, dan ilmu pun akan diangkat. Hampir saja nanti akan terjadi dua
orang yang berselisih tentang pembagian harta warisan dan masalahnya;
maka mereka berdua pun tidak menemukan seseorang yang
memberitahukan pemecahan masalahnya kepada mereka”. (H.R.Ahmad).
3. Posisi hukum kewarisan islam di Indonesia
Hukum kewarisan islam di Indonesia merujuk kepada ketentuan dalam
Kompilasi Hukum Islam(KHI), mulai pasal 171 diatur tentang pengertian
pewaris, harta warisan dan ahli waris. Kompilasi Hukum Islam merupakan
kesepakatan para ulama dan perguruan tinggi berdasarkan Inpres No. 1
tahun 1991. Yang masih menjadi perdebatan hangat adalah keberadaan
pasal 185 tentang ahli waris pengganti yang memang tidak diatur dalam
fiqih islam.4

D. Hikmah pembagian warisan


1. Menghindari munculnya permusuhan dan persengketaan dalam
hubungan kekeluargaan yang dipicu oleh pembagian harta warisan
2. Menghindari timbulnya fitnah, karena pembagian harta warisan
yang tidak benar.
3. Mewujudkan keadilan dalam suatu keluarga, berarti memberikan
dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat

4 Feisal Ghozaly, dkk, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan kebudayaan, 2015, h. 143

4
4. Meringankan beban orang yang tertimpa musibah (kehilangan
anggota keluarganya)
5. Menegakkan ajaran-ajaran Islam5

E. Sebab - sebab timbulnya waris - mewarisi


Berkenaan dengan pembagian harta warisan ini terdapat tiga sebab:
a. Perkawinan, Jika salah seorang dari pasangan suami istri
meninggal dunia, maka dia meninggalkan warisan kepada yang masih
hidup. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt: “Dan bagi kalian (suami-
istri) seperdua dari harta yang ditinggalkan istri-istri kalian, jika mereka
tidak mempunyai anak.”(An-Nisa:12)
Dalam hal waris-mewarisi karena sebab perkawinan disyaratkan
adanya kehidupan rumah tangga antara suami istri tersebut tetap langgeng
sampai salah satu dari keduanya meninggal dunia. Tetapi dikhususkan
dalam hal ini wanita yang ditalak oleh suaminya, lalu salah satu dari
keduanya meninggal sebelum selesai masa iddah talaknya. Sebagaimana
seorang istri menjadi ahli waris dari suami yang mentalaknya.
Sebagaimana seorang istri menjadi ahli waris dari suami yang mentalak
ba’in padanya ketika dalam keadaan sakit yang menyebabkan kematian.
Jumhur ulama berpendapat, bahwa istri tersebut berhak mendapatkan
warisan darinya, tetapi mereka masih berbeda pendapat dalam hal sejauh
mana haknya tersebut dapat dipenuhi. Menurut para ulama menganut
madzhab hanafi, istri tersebut berhak mendapatkan warisan selama dia
masih dalam masa iddah, namun selesai masa iddahnya, maka si istri tidak
berhak mendapatkan warisan. Karena selesai masa iddahnya tersebut dia
menjadi wanita yang tidak memiliki hubungan dengan mantan suaminya.
Sedangkan menurut ulama penganut madzhab Hanbali, istri tersebut tetap
mendapatkan warisan, walau habis masa iddahnya selama belum menikah
dengan laki-laki lain. Jika telah menikah, maka tidak ada hak baginya
mendapatkan warisan.
“Istri tersebut tetap mendapatkan warisan, walau sudah sudah habis
masa iddahnya, meskipun telah menikah dengan laki-laki lain.” Demikian
menurut ulama penganut madzhab Maliki. Tetapi jika si istri itu yang
meninggal, maka suaminya tidak mendapatkan warisan darinya, karena

5 Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fikih untuk MA Jilid 2 untuk Kelas XI. Jakarta: Erlangga, 2011,
h. 125

5
talak yang dilakukan terhadapnya tersebut menyebabkan dia tidak dapat
memperoleh warisan.
b. Hubungan darah, mereka inilah yang disebut dengan dengan
hubungan keturunan yang sebenarnya, sebagaimana yang difirmankan
Allah Azza wa Jalla: “Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah
satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam kitab Allah.” (Al-
Ahzab:6)
Kaum kerabat dilihat dari pembagian harta warisan ada tiga:
1. Ashabul Furud (ahli waris yang berhak mendapatkan bagian yang
telah ditentukan)
2. Ashabah
3. Hubungan kekeluargaan
c. Wala’
Atau yang biasa disebut dengan nasab hukmi, adalah hubungan yang
memerdekakanbudak dan budak itu meninggal, maka orang yang
memerdekakan itu berhak mewarisi harta budaknya, tetapi tidak
sebaliknya.6
d. Karena memerdekakan si mayat
Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris) dari si
mayat disebabkan seseorang itu memerdekakan si mayat dari perbudakan,
dalam hal ini dapat saja seorang laki-laki atau seorang perempuan.

e. Karena sesama Islam


Seorang muslim yang mrninggal dunia, dan ia tidak ada meninggalkan
ahli waris sama sekali(punah), maka harta warisannya diserahkan kepada
Baitul Maal, dan lebih lanjut akan dipergunakan untuk kepentingan kaum
muslimin.7

F. Sebab-sebab tidak mendapatkan warisan


Adapun yang menjadi sebab seseorang itu tidak mendapat warisan
(hilangnya hak kewarisan/penghalang mempusakai) adalah disebabkan:
1. Karena halangan kewarisan
Dalam hal hukum kewarisan Islam, yang menjadi penghalang bagi
seorang ahli waris untuk mendapatkan warisan adalah disebabkan:
a. Pembunuhan

6 Syaikh Uwaidah, Fikih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2008, h. 534

7 Suhrawardi Lubis, Hukum Waris Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 1999, h. 53

6
Perbuatan membunuh yang dilakukan oleh seseorang ahli waris
terhadap si pewaris menjadi penghalang baginya(ahli waris yang
membunuh tersebut) untuk mendapatkan warisan dari pewaris. Pada
dasarnya pembunuhan itu adalah tindak pidana kejahatan, namun
dalam beberapa hal tertentu pembunuhan tersebut tidak dipandang
sebagai tindak pidana dan oleh karena itu tidak dipandang sebagai
dosa.
b. Karena perbedaan/berlainan agama
Yang dimaksud dengan berlainan agama adalah berbedanya agama
yang dianut antara pewaris dengan ahli waris, artinya seorang muslim
tidaklah mewaris dari yang bukan muslim, begitu pula sebaliknya
seseorang yang bukan muslim tidaklah mewaris dari seeorang muslim.
2. Kelompok keutamaan dan Hijab
Dengan adanya kelompok keutamaan diantara para ahli waris ini dengan
sendirinya menimbulkan akibat adanya pihak keluarga yang tertutup(terhalang
atau terhijab) oleh ahli waris yang lain, dengan demikian didalam hukum
waris islam dikenallah “lembaga hijab”.8

G. Hukum mempelajari dan mengajarkan fiqh mawaris


Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan fiqh
mawaris adalah wajib kifayah (kewajiban kolektif). Artinya, suatu kewajiban
yang apabila telah ada sebagian orang yang memenuhinya, maka dapat
menggugurkan kewajiban semua orang. Akan tetapi apabila tidak ada seorang
pun yang menjalani kewajiban itu, maka semua orang dalam lingkungan itu
akan menanggung dosa.
Oleh karena itu, dilihat dari kegunaannya mempelajari dan mengajarkan
fiqh mawaris yang semula wajib kifayah dapat berubah statusnya menjadi
wajib ain (kewajiban individual), terutama bagi orang-orang yang oleh
masyarakat dipandang sebagai pimpinan atau panutan, terutama para
pemimpin keagamaan.9

H. Bagian - bagian warisan


1. Yang dapat 1/8
Istri, seorang atau lebih, dapat seperdelapan, jika si mati ada
meninggalkan:
8 Ibid h. 58

9 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris. Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2001, h. 6

7
a. Anak atau
b. Cucu
2. Yang dapat 1/6
1. Bapak dapat seperenam, jika si mati ada meninggalkan:
a. Anak atau
b. Cucu
2. Datuk dapat seperenam, jika si mati ada meninggalkan:
a. Anak atau
b. Cucu
c. Dan tidak meninggalkan bapak
3. Ibu dapat seperenam, jika si mati ada meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu, atau
c. Saudara lebih dari seorang
4. Nenek sebelah ibu, dapat seperenam, jika si mati tidak
meninggalkan ibu.
5. Nenek sebelah bapak, seorang atau lebih, dapat seperenam, jika si
mati tidak meninggalkan bapak dan tidak meninggalkan ibu.
Kalau nenek dari dua golongan itu ada, maka seperenam tersebut,
dibagi diantara mereka.
6. Cucu perempuan, seorang atau lebih, dapat seperenam, jika simati
ada meninggalkan seorang anak perempuan tidak lebih, dan tidak
meninggalkan anak laki-laki.
7. Saudara perempuan sebapak, seorang atau lebih, dapat seperenam,
jika si mati ada meninggalkan seorang saudara perempuan seibu
sebapak, tidak lebih, dan tidak meninggalkan:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki
c. Bapak
d. Saudara laki-laki seibu sebapak
e. Saudara laki-laki sebapak
8. Seorang saudara seibu, laki-laki atau perempuan dapat seperenam,
jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu
c. Bapak
d. datuk10
3. Yang dapat 1/4
1. Suami dapat seperempat, jika si mati meninggalkan:
a. Anak atau
b. Cucu
2. Istri, seorang atau lebih dapat seperempat, jika si mati tidak
meninggalkan:

10 Abdul Hasan, Al-faraid, Jakarta: Pustaka Progressif, 2003, h. 34

8
a. Anak atau
b. Cucu
4. Yang dapat 1/3
1. Saudara seibu (saudara tiri), lebih dari seorang dapat sepertiga, jika
si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu
c. Bapak, atau
d. Datuk
2. Ibu dapat sepertiga, jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu, atau
c. Saudara lebih dari seorang
5. Yang dapat 1/2
1. Seorang anak perempuan tidak lebih,dapat seperdua, jika si mati
tidak meninggalkan anak laki-laki
2. Seorang cucu perempuan tidak lebih, dapat seperdua, jika si mati
tidak meninggalkan
a. Anak, atau
b. Cucu laki-laki
3. Seorang saudara perempuan seibu sebapak tidak lebih, dapat
seperdua, jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki
c. Anak perempuan, lebih dari seorang
d. Cucu perempuan, lebih dari seorang
e. Saudara laki-laki seibu sebapak
f. Bapak atau
g. datuk11
4. Seorang saudara perempuan sebapak tidak lebih, dapat seperdua,
jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki
c. Anak perempuan, lebih dari seorang
d. Cucu perempuan, lebih dari seorang
e. Bapak
f. Datuk
g. Saudara laki-laki seibu sebapak
h. Saudara perempuan seibu sebapak atau
i. Saudara laki-laki sebapak.
5. Suami dapat seperdua, jika simati tidak meninggalkan:
a. Anak, atau
b. Cucu
6. Yang dapat 2/3

11 Ibid h. 35

9
1. Dua anak perempuan atau lebih, dapat dua pertiga, jika si mati
tidak meninggalkan, anak laki-laki.
2. Dua cucu perempuan atau lebih, dapat dua pertiga, jika si mati
tidak meninggalkan:
a. Anak, atau
b. Cucu laki-laki
3. Dua saudara perempuan seibu sebapak atau lebih, dapat dua
pertiga, jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu
c. Bapak
d. Datuk, atau
e. Saudara laki-laki seibu sebapak
4. Saudara perempuan sebapak, dua orang atau lebih, dapat dua
pertiga, jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu
c. Bapak
d. Datuk
e. Saudara laki-laki sebapak, atau
f. Saudara perempuan seibu sebapak.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Mawaris adalah serangkaian kejadian mengenai pengalihan pemilikan harta
benda seorang yang meninggal dunia kepada seseorang yang masih hidup
Mawaris menurut bahasa disebut al-miras merupakan bebtuk masdar dari kata
warisa-yarisu-irsan-mirasan yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Menurut istilah warisan adalah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang
meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu
berupa harta(uang),tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i
Hukum Mawaris “fardu kifayah”, artinya kewajiban secara kolektif bukan
individu. Sedangkan membagi harta dengan ilmu faraid adalah menjadi kewajiban
orang-orang Islam untuk menjalankan ajaran agamanya
- Rukun waris
a. Al-Muwarrits

10
b. Al-warits
c. Al-mauruts
- Syarat Waris
a. Matinya orang yang mewariskan
b. Ahli waris yang hidup
c. Mengetahui sebab-sebab yang mengikat ahli waris dengan si mayit
-Dasar-Dasar Hukum Mawaris
a. Al-qur’an
b. As-Sunnah
-Sebab-sebab Timbulnya Waris-mewarisi
a. Perkawinan
b. Hubungan darah
c. Wala’
d. Karena sesama Islam
e. Karena memerdekakan si mayat
- Sebab-sebab tidak mendapatkan warisan
a. Pembunuhan
b. Karena perbedaan/berlainan agama

1. Apa pengertian dari mawaris?


Jawaban : Mawaris adalah serangkaian kejadian mengenai pengalihan pemilikan
harta benda seorang yang meninggal dunia kepada seseorang yang masih hidup

2. Apa hukum mawaris?


Jawaban : Hukum Mawaris “fardu kifayah”, artinya kewajiban secara kolektif
bukan individu

3. Sebutkan rukun dan syarat waris!


Jawaban :
-Rukun waris
1. Al-Muwarrits
2. Al-warits,
3. Al-mauruts
- Syarat waris
1. Matinya orang yang mewariskan.
2. Ahli waris yang hidup
3. Mengetahui sebab-sebab yang mengikat ahli waris dengan si
mayit, seperti garis kekerabatan, perkawinan, dan perwalian.

4. Apa saja dasar-dasar hukum mawaris?


Jawaban : Al-qur’an dan As-sunnah

5. Sebutkan hikmah pembagian warisan!


Jawaban : Hikmah Pembagian Warisan
- Menghindari munculnya permusuhan dan persengketaan dalam hubungan
kekeluargaan yang dipicu oleh pembagian harta warisan

11
- Menghindari timbulnya fitnah, karena pembagian harta warisan yang tidak
benar.
- Mewujudkan keadilan dalam suatu keluarga, berarti memberikan dampak
positif dalam kehidupan bermasyarakat
- Meringankan beban orang yang tertimpa musibah (kehilangan anggota
keluarganya)
- Menegakkan ajaran-ajaran islam

6. Sebutkan Sebab-sebab timbulnya waris-mewarisi!


Jawaban : perkawinan, hubungan darah, wala’ dank arena memerdekakan si mayat

7. Apa Hukum mempelajari dan mengajarkan fiqh mawaris


Jawaban : wajib kifayah (kewajiban kolektif). Artinya, suatu kewajiban yang
apabila telah ada sebagian orang yang memenuhinya, maka dapat menggugurkan
kewajiban semua orang. Akan tetapi apabila tidak ada seorang pun yang menjalani
kewajiban itu, maka semua orang dalam lingkungan itu akan menanggung dosa.

8. Tuliskan siapa saja yang berhak mendapatkan warisan 1/3!


Jawaban : Yang dapat 1/3
1. Saudara seibu (saudara tiri), lebih dari seorang dapat
sepertiga, jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu
c. Bapak, atau
d. Datuk
2. Ibu dapat sepertiga, jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu, atau
c. Saudara lebih dari seorang

9. Sebutkan 3 unsur terwujudnya kewarisan!


Jawaban :
-Orang mati, yang disebut pewaris atau yang mewariskan
-Harta milik orang yang mati atau orang yang mati meninggalkan
harta waris
-Satu atau beberapa orang hidup sebagai keluarga dari orang yang
mati, yang disebut sebagai ahli waris.

10. Tuliskan pengertian mawaris menurut bahasa dan istilah!

Jawaban: Mawaris menurut bahasa disebut al-miras, merupakan bentuk masdar


dari kata warisa-yarisu-irsan-mirasan yang berarti berpindahnya sesuatu dari
seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.

12
Menurut istilah warisan adalah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang
meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan
DAFTAR PUSTAKA

Aidizar, Addys dan Fathurrahman (Penerjemah). 2004. Hukum Waris. Jakarta


Selatan: Senayan Abadi Publishing.
D, Otje Salman dan Mustofa Haffas. 2002. Hukum Waris Islam. Bandung:
PT.Refika Aditama.
Hadna, A. Musthofa. 2011. Ayo Mengkaji Fikih untuk MA Kelas XI Jilid 2 Jakarta:
Erlangga.
Hassan, A. 2003. AL-FARAID. Surabaya: Pustaka Progressif.
Lubis, Suhrawardi K dan Komis Simanjuntak. 1999. HUKUM WARIS ISLAM.
Jakarta: Sinar Grafika.
Mulyo, Hadi dan Shobahussurur (Penterjemah). 1992. Falsafah dan Hikmah
Hukum Islam. Semarang: CV.Andi Grafika.
Rofiq, Ahmad. 2002. Fiqh Mawaris. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Yani, Achmad. 2016. Faraid dan Mawaris: Bunga Rampai Hukum Waris Islam.
Jakarta: KENCANA.

13

Anda mungkin juga menyukai