KATA PENGANTAR
Terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada Bapak Ismail K Usman
selaku dosen pembimbing mata kuliah fikih yang telah memberikan tugas ini
sehingga kami dapat menambah wawasan kami tentang kewarisan.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah
membagi pengetahuan dan telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah kelompok ini masih banyak kesalahan dan
kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan, kritik, dan
saran dari semua pihak agar makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN................................................................................................................2
A. Pengertian Mawaris atau Kewarisan......................................................................2
B. Rukun dan Syarat Waris.........................................................................................3
a. Rukun Waris.......................................................................................................3
b. Syarat Waris.......................................................................................................3
C. Dasar-Dasar Hukum Mawaris................................................................................4
1. Al-qur’an............................................................................................................4
2. As-Sunnah..........................................................................................................4
3. Posisi hukum kewarisan islam di Indonesia.......................................................4
D. Hikmah Pembagian Warisan...................................................................................5
E. Sebab-sebab Timbulnya Waris-mewarisi................................................................5
a. Perkawinan.........................................................................................................5
b. Hubungan darah.................................................................................................6
c. Wala’..................................................................................................................6
d. Karena Memerdekakan Si Mayat.......................................................................6
e. Karena Sesama Islam.........................................................................................7
F. Sebab-Sebab Tidak Mendapatkan Warisan.............................................................7
1. Karena Halangan kewarisan...............................................................................7
2. Kelompok Keutamaan dan Hijab........................................................................7
G. Hukum Mempelajari dan Mengajarkan Fiqh Mawaris...........................................8
H. Bagian-bagian Warisan...........................................................................................8
BAB III............................................................................................................................12
PENUTUP.......................................................................................................................12
1. Kesimpulan..........................................................................................................12
2
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mawaris ?
2. Apa sebab – sebab seseorang mendapatkan warisan?
3. Apa sebab – sebab seseoang tidak mendapatkan warisan?
4. Bagaiman pembagian warisan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian mawaris
2. Untuk mengetahui penyebab seseorang mendapatkan warisan
3. Untuk mengetahui penyebab seseorang tidak mendapatkan warisan
4. Untuk mengetahui bagaimana pembagian warisan tersebut
1
BAB II
PEMBAHASAN
1 Feisal Ghozaly, dkk, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan kebudayaan, 2015, h. 142
2 Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fikih untuk MA Jilid 2 untuk Kelas XI. Jakarta: Erlangga, 2011,
h. 118
2
B. Rukun dan syarat waris
a. Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan
bagian harta waris dimana bagian harta waris tidak akan ditemukan bila
tidak ada rukun-rukunnya. Rukun-rukun untuk mewarisi ada tiga yaitu:
1. Al-Muwarrits, yaitu orang yang meninggal dunia atau mati, baik
mati hakiki maupun mati hukmiy (suatu kematian yang dinyatakan
oleh keputusan hakim atas dasar beberapa sebab, kendati sebenarnya ia
belum mati, yang meninggalkan harta atau hak).
2. Al-warits, yaitu orang hidup atau anak dalam kandungan yang
mempunyai hak mewarisi, meskipun dalam kasus tertentu akan
terhalang.
3. Al-mauruts, yaitu harta benda yang menjadi warisan.sebagian
ulama faraidh menyebutkannya dengan mirats atau irts. Termasuk
dalam kategori kewarisan adalah harta-harta atau hak-hak yang
mungkin dapat diwariskan, seperti hak qishsh (perdata), hak yang
menahan barang yang belum dilunasi pembayarannya, dan hak
menahan barang gadaian.
b. Syarat Waris
1. Matinya orang yang mewariskan. Kematian orang yang
mewariskan, menurut ulama dibedakan menjadi tiga:
a. Mati hakiki atau sejati
b. Mati hukmiy atau menurut putusan hakim
c. Mati taqdiriy atau menurut perkiraan
2. Ahli waris yang hidup, baik secara hakiki maupun secara hukmiy,
setelah kematian si mayit, sekalipun hanya sebentar, memiliki hak atas
harta waris. Sebab, Allah swt didalam ayat-ayat waris menyebutkan
hak mendapatkan harta waris dengan huruf lam yang menunjukkan
kepemilikan, dimana kepemilikkan tidak berwujud, kecuali hanya bagi
orang yang hidup.
3. Mengetahui sebab-sebab yang mengikat ahli waris dengan si
mayit, seperti garis kekerabatan, perkawinan, dan perwalian.3
C. Dasar - dasar hukum mawaris
1. Al-qur’an
3 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar,Mesir, Hukum Waris. Jakarta: Senayan Abadi
Publishing, 2004, h. 120
3
Dalam islam saling mewarisi diantara kaum muslimin hukumnya
adalah wajib berdasarkan al-qur’an dan hadis Rasulullah. Diantara firman
Allah yang terdapat dalam Q.S an-Nisa/4:7 yang artinya: “Bagi orang laki-
laki dan hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian(pula) dari harta peninggalan ibu bapak
dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah
ditetapan.
2. As-Sunnah
Terdapat hadis dari Ibnu Mas’ud yang artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud, katanya: Bersabda Rasulullah saw…’pelajarilah al-
qur’an dan ajarkanlah ia kepada manusia, dan pelajarilah al faraidh dan
ajarkanlah ia kepada manusia. Maka sesungguhnya aku ini manusia yang
akan mati, dan ilmu pun akan diangkat. Hampir saja nanti akan terjadi dua
orang yang berselisih tentang pembagian harta warisan dan masalahnya;
maka mereka berdua pun tidak menemukan seseorang yang
memberitahukan pemecahan masalahnya kepada mereka”. (H.R.Ahmad).
3. Posisi hukum kewarisan islam di Indonesia
Hukum kewarisan islam di Indonesia merujuk kepada ketentuan dalam
Kompilasi Hukum Islam(KHI), mulai pasal 171 diatur tentang pengertian
pewaris, harta warisan dan ahli waris. Kompilasi Hukum Islam merupakan
kesepakatan para ulama dan perguruan tinggi berdasarkan Inpres No. 1
tahun 1991. Yang masih menjadi perdebatan hangat adalah keberadaan
pasal 185 tentang ahli waris pengganti yang memang tidak diatur dalam
fiqih islam.4
4 Feisal Ghozaly, dkk, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan kebudayaan, 2015, h. 143
4
4. Meringankan beban orang yang tertimpa musibah (kehilangan
anggota keluarganya)
5. Menegakkan ajaran-ajaran Islam5
5 Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fikih untuk MA Jilid 2 untuk Kelas XI. Jakarta: Erlangga, 2011,
h. 125
5
talak yang dilakukan terhadapnya tersebut menyebabkan dia tidak dapat
memperoleh warisan.
b. Hubungan darah, mereka inilah yang disebut dengan dengan
hubungan keturunan yang sebenarnya, sebagaimana yang difirmankan
Allah Azza wa Jalla: “Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah
satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam kitab Allah.” (Al-
Ahzab:6)
Kaum kerabat dilihat dari pembagian harta warisan ada tiga:
1. Ashabul Furud (ahli waris yang berhak mendapatkan bagian yang
telah ditentukan)
2. Ashabah
3. Hubungan kekeluargaan
c. Wala’
Atau yang biasa disebut dengan nasab hukmi, adalah hubungan yang
memerdekakanbudak dan budak itu meninggal, maka orang yang
memerdekakan itu berhak mewarisi harta budaknya, tetapi tidak
sebaliknya.6
d. Karena memerdekakan si mayat
Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris) dari si
mayat disebabkan seseorang itu memerdekakan si mayat dari perbudakan,
dalam hal ini dapat saja seorang laki-laki atau seorang perempuan.
6
Perbuatan membunuh yang dilakukan oleh seseorang ahli waris
terhadap si pewaris menjadi penghalang baginya(ahli waris yang
membunuh tersebut) untuk mendapatkan warisan dari pewaris. Pada
dasarnya pembunuhan itu adalah tindak pidana kejahatan, namun
dalam beberapa hal tertentu pembunuhan tersebut tidak dipandang
sebagai tindak pidana dan oleh karena itu tidak dipandang sebagai
dosa.
b. Karena perbedaan/berlainan agama
Yang dimaksud dengan berlainan agama adalah berbedanya agama
yang dianut antara pewaris dengan ahli waris, artinya seorang muslim
tidaklah mewaris dari yang bukan muslim, begitu pula sebaliknya
seseorang yang bukan muslim tidaklah mewaris dari seeorang muslim.
2. Kelompok keutamaan dan Hijab
Dengan adanya kelompok keutamaan diantara para ahli waris ini dengan
sendirinya menimbulkan akibat adanya pihak keluarga yang tertutup(terhalang
atau terhijab) oleh ahli waris yang lain, dengan demikian didalam hukum
waris islam dikenallah “lembaga hijab”.8
7
a. Anak atau
b. Cucu
2. Yang dapat 1/6
1. Bapak dapat seperenam, jika si mati ada meninggalkan:
a. Anak atau
b. Cucu
2. Datuk dapat seperenam, jika si mati ada meninggalkan:
a. Anak atau
b. Cucu
c. Dan tidak meninggalkan bapak
3. Ibu dapat seperenam, jika si mati ada meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu, atau
c. Saudara lebih dari seorang
4. Nenek sebelah ibu, dapat seperenam, jika si mati tidak
meninggalkan ibu.
5. Nenek sebelah bapak, seorang atau lebih, dapat seperenam, jika si
mati tidak meninggalkan bapak dan tidak meninggalkan ibu.
Kalau nenek dari dua golongan itu ada, maka seperenam tersebut,
dibagi diantara mereka.
6. Cucu perempuan, seorang atau lebih, dapat seperenam, jika simati
ada meninggalkan seorang anak perempuan tidak lebih, dan tidak
meninggalkan anak laki-laki.
7. Saudara perempuan sebapak, seorang atau lebih, dapat seperenam,
jika si mati ada meninggalkan seorang saudara perempuan seibu
sebapak, tidak lebih, dan tidak meninggalkan:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki
c. Bapak
d. Saudara laki-laki seibu sebapak
e. Saudara laki-laki sebapak
8. Seorang saudara seibu, laki-laki atau perempuan dapat seperenam,
jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu
c. Bapak
d. datuk10
3. Yang dapat 1/4
1. Suami dapat seperempat, jika si mati meninggalkan:
a. Anak atau
b. Cucu
2. Istri, seorang atau lebih dapat seperempat, jika si mati tidak
meninggalkan:
8
a. Anak atau
b. Cucu
4. Yang dapat 1/3
1. Saudara seibu (saudara tiri), lebih dari seorang dapat sepertiga, jika
si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu
c. Bapak, atau
d. Datuk
2. Ibu dapat sepertiga, jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu, atau
c. Saudara lebih dari seorang
5. Yang dapat 1/2
1. Seorang anak perempuan tidak lebih,dapat seperdua, jika si mati
tidak meninggalkan anak laki-laki
2. Seorang cucu perempuan tidak lebih, dapat seperdua, jika si mati
tidak meninggalkan
a. Anak, atau
b. Cucu laki-laki
3. Seorang saudara perempuan seibu sebapak tidak lebih, dapat
seperdua, jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki
c. Anak perempuan, lebih dari seorang
d. Cucu perempuan, lebih dari seorang
e. Saudara laki-laki seibu sebapak
f. Bapak atau
g. datuk11
4. Seorang saudara perempuan sebapak tidak lebih, dapat seperdua,
jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki
c. Anak perempuan, lebih dari seorang
d. Cucu perempuan, lebih dari seorang
e. Bapak
f. Datuk
g. Saudara laki-laki seibu sebapak
h. Saudara perempuan seibu sebapak atau
i. Saudara laki-laki sebapak.
5. Suami dapat seperdua, jika simati tidak meninggalkan:
a. Anak, atau
b. Cucu
6. Yang dapat 2/3
11 Ibid h. 35
9
1. Dua anak perempuan atau lebih, dapat dua pertiga, jika si mati
tidak meninggalkan, anak laki-laki.
2. Dua cucu perempuan atau lebih, dapat dua pertiga, jika si mati
tidak meninggalkan:
a. Anak, atau
b. Cucu laki-laki
3. Dua saudara perempuan seibu sebapak atau lebih, dapat dua
pertiga, jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu
c. Bapak
d. Datuk, atau
e. Saudara laki-laki seibu sebapak
4. Saudara perempuan sebapak, dua orang atau lebih, dapat dua
pertiga, jika si mati tidak meninggalkan:
a. Anak
b. Cucu
c. Bapak
d. Datuk
e. Saudara laki-laki sebapak, atau
f. Saudara perempuan seibu sebapak.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Mawaris adalah serangkaian kejadian mengenai pengalihan pemilikan harta
benda seorang yang meninggal dunia kepada seseorang yang masih hidup
Mawaris menurut bahasa disebut al-miras merupakan bebtuk masdar dari kata
warisa-yarisu-irsan-mirasan yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Menurut istilah warisan adalah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang
meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu
berupa harta(uang),tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i
Hukum Mawaris “fardu kifayah”, artinya kewajiban secara kolektif bukan
individu. Sedangkan membagi harta dengan ilmu faraid adalah menjadi kewajiban
orang-orang Islam untuk menjalankan ajaran agamanya
- Rukun waris
a. Al-Muwarrits
10
b. Al-warits
c. Al-mauruts
- Syarat Waris
a. Matinya orang yang mewariskan
b. Ahli waris yang hidup
c. Mengetahui sebab-sebab yang mengikat ahli waris dengan si mayit
-Dasar-Dasar Hukum Mawaris
a. Al-qur’an
b. As-Sunnah
-Sebab-sebab Timbulnya Waris-mewarisi
a. Perkawinan
b. Hubungan darah
c. Wala’
d. Karena sesama Islam
e. Karena memerdekakan si mayat
- Sebab-sebab tidak mendapatkan warisan
a. Pembunuhan
b. Karena perbedaan/berlainan agama
11
- Menghindari timbulnya fitnah, karena pembagian harta warisan yang tidak
benar.
- Mewujudkan keadilan dalam suatu keluarga, berarti memberikan dampak
positif dalam kehidupan bermasyarakat
- Meringankan beban orang yang tertimpa musibah (kehilangan anggota
keluarganya)
- Menegakkan ajaran-ajaran islam
12
Menurut istilah warisan adalah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang
meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan
DAFTAR PUSTAKA
13