Anda di halaman 1dari 11

Pengertian

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan cedera pada mata. Trauma
mata adalah penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan dewasa. (Augsburger & Asbury,
2014).

Klasifikasi

Berdasarkan Birmingham Eye TraumaTerminology (BETT), (Kuhn F, 2002b) mengklasifikasikan trauma


mata berdasarkan diagram dibawah ini

Berdasarkan diagram yang dikategorikan oleh Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT), berikut
adalah penjelasannya yaitu :

1. Trauma tertutup adalah luka pada dinding bola mata (sklera atau kornea) dan luka ini tidak
merusak bagian dari intraokuler.
a. Kontusio adalah tidak ada luka (no full-thickness). Trauma disebabkan oleh energi
langsung dari objek (mis., pecahnya koroid) atau perubahan bentuk bola dunia
(misalnya, resesi sudut)
b. Laserasi lamellar adalah trauma tertutup pada bola mata yang ditandai oleh luka yang
mengenai sebagian ketebalan dinding bola mata. Trauma ini biasa disebabkan oleh
benda tajam ataupun benda tumpul.
2. Trauma terbuka pada bola mata adalah trauma yang menyebabkan luka dan mengenai
keseluruhan dinding dari bola mata (sklera dan kornea).
a. Ruptur adalah adanya luka yang mengenai dari seluruh ketebalan dinding bola mata,
yang disebabkan oleh trauma tumpul dan mekanisme ini dapat mempengaruhi
terjadinya peningkatan tekanan intraokuli. Luka terjadi akbat mekanisme dari dalam ke
luar mata.
b. Laserasi adalah luka yang mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang
disebabkan oleh benda tajam. Keadaan ini akan menimbulkan adanya trauma penetrasi
ataupun trauma perforasi. Luka terjadi akbat mekanisme dari luar ke dalam mata.
c. Trauma penetrasi adalah luka yang masuk (entrance wound). Jika terdapat lebih dari
satu luka, setiap luka memiliki penyebab yang berbeda.
d. Trauma perforasi adalah luka yang masuk dan keluar (entrance and exit wound). Kedua
luka memiliki penyebab yang sama.
e. Intraocular foreign body (IOFB) adalah adanya benda asing pada intraokular yang
keadaan ini sangat berhubungan dengan adanya trauma penetrasi

Etiologi

a. Mekanik, meliputi:
1. Trauma oleh benda tumpul, misalnya:
Terkena tonjokan tangan, terkena lemparan batu, terkena lemparan bola, terkena
jepretan ketapel, dan lain-lain.

2. Trauma oleh benda tajam, misalnya:


Terkena pecahan kaca, terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu,
terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin tenun.
b. Non Mekanik, meliputi:
1. Trauma oleh bahan kimia:
Air accu, asam cuka, cairan HCL, air keras, coustic soda, kaporit, jodium tincture,
baygon, bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya, miyak putih.
2. Trauma fisis
 Trauma termik (hipermetik) misalnya terkena percikan api dan terkena air panas.
 Trauma radiasi misalnya terkena sinar ultra violet, sinar infra merah, sinar ionisasi
dan sinar X.
Berdasarkan British Medical Journal (BMJ), trauma mata dapat di golongkan berdasarkan
penyebabnya yaitu, trauma mekanik, trauma non mekanik yaitu trauma kimiawi, trauma termal, dan
trauma radiasi.

1. Trauma Mekanik Trauma mekanik dapat dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma tajam.
Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau
bendatidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan
kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah
sekitarnya (Augsburger & Asbury, 2014). Trauma tumpul pada mata lebih sering disebabkan
oleh trauma yang berasal dari benda tumpul seperti pukulan, terbentur bola. Trauma tumpul
dengan kekuatan yang besar akan menghasilkan tekanan anteroposterior, sehingga keadaan
ini dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli, ruptur, dan robekan pada
struktur intamata lainnya. Keadaan ini juga dapat meluas sehingga dapat menyebabkan
kerusakan segmen posterior.
a. Trauma tumpul pada bola mata dapat menyebabkan kerusakan dengan nilai yang
maksimum karena gelombang tekanan yang menyusuri cairan mata akan mencapai
kamera mata anterior sehingga cairan mata ini akan terdorong ke dapan bersama
lensa, iris, dan kopus vitreus ke polus posterior. Gelombang tekanan ini juga dapat
mencapai retina dan koroid sehingga dapat menimbulkan kerusakan. Setelah
gelombang tekanan bagian luar tertutupi, maka gelombang ini akan di pantulkan ke
arah posterior sehingga dapat merusak foveal. Setelah gelombang tekanan mencapai
dinding posterior pada bola mata, gelombang tekanan ini dipantulkan kearah
belakang secara anterior. Pada keadaan ini dapat merusak retina juga koroid.
Kelainan-kelainan yang dapat ditimbulkan oleh trauma tumpul dapat berupa hipema,
sbuluksasio lentis, luksasio lentis, katarak traumatika, pendarahan pada korpus
vitreus, ruptur kornea, ruptur koroid dan lain sebagainya.
b. Trauma tajam adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran kecil dengan
kecepatan tinggi yang menembus kornea atau sklera, trauma tajam mata dapat
diklasifikasikan atas luka tajam tanpa preforasi dan luka tajam dengan perforasi yang
meliputi perforasi tanpa benda asing inta okuler dan perforasi benda asing intra
okuler.
2. Trauma non mekanik
a. Trauma Kimia Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata
akibat terpapar bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak
struktur bola mata tersebut. Kerusakan yang terjadi tergantung pada beberapa faktor
yaitu: kekuatan agen kimiawi, konsentrasi, volume larutan dan lamanya paparan.
Kebanyakan trauma terjadi secara tidak disengaja pada tempat kerja terutama di area
industri.
b. Trauma bakar termal Trauma bakar termal dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:
flame dan contact burns. Pada flame terjadi paparan secara sekunder antara mata
dengan api, dan pada contact burn terjadi paparan secara langsung misalnya dengan
air panas, atau benda-benda panas.
c. Trauma Radiasi Trauma radiasi yang sering terjadi akibat paparan sinar UV sehingga
menyebabkan keratitis pada permukaan kornea, yang akan tampak dengan
pewarnaan fluorescein. Rasa sakit yang sangat parah, fotofobia, dan berntuk kornea
yang tidak teratur akan timbul 6-10 jam setelah paparan diikuti dengan penurunan
ketajaman penglihatan. Nyeri dapat dihilangkan dengan pemberian obat anastesi
topikal untuk jangka pendek. Selain itu juga diberikan obat antibiotik secara topikal
dan pengukuran tekanan mata tempel selama 24 jam. Pada umumnya, prognosis baik
dan kornea akan kembali normal dalam waktu 24 jam. Namun, sisi mata yang terkena
paparan sebelumnya akan lebih sensitif terhadap cahaya untuk beberapa bulan
(Augsburger & Asbury, 2014).

Ausburger J, A. T. (2014). Trauma mata dan orbita dalam buku Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC.

Ilyas S, S. R. (2014). Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Manifestasi klinis

Gejala klinis yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain :

1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya Pada trauma mata perdarahan dapat
terjadi akibat luka atau robeknya kelopak mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada
trauma tembus caian humor akueus dapat keluar dari mata.

2. Memar pada sekitar mata Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra.
Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur basis kranii.

3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak Penurunan visus pada trauma mata dapat
disebabkan oleh dua hal, yang pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di
segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat terlepasnya lensa atau
retina dan avulsi nervus optikus.

4. Penglihatan ganda Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena
robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak bulat. Hal ini dapat
menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.

5. Mata bewarna merah Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan
pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah sentral. Hal ini dapat pula
ditemui pada trauma mata dengan perdarahan subkonjungtiva.

6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema
pada palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri pada mata.

7. Sakit kepala Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga menimbulkan nyeri
kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat menyebabkan sakit kepala.

8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata Pada trauma mata dengan benda asing
baik pada konjungtiva ataupun segmen anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan
mengganjal. Jika terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi air mata
sebagai salah satu mekanisme perlindungan pada mata.

9. Fotofobia. Fotofobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama adanya benda
asing pada. jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea, benda asing pada segmen anterior bola
mata menyebabkan jalur sinar yang masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan
silau pada pasien. Penyebab lain fotofobia pada pasien trauma mata adalah lumpuhnya iris.
Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil dan cenderung melebar sehingga banyak
sinar yang masuk ke dalam mata

1. Hematoma palpebra Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di


bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Bila perdarahan terletak lebih dalam
dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam (raccon eye) yang sedang
dipakai, terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada
pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita.
Penanganan pertama dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan. Selanjutnya
untuk memudahkan absorpsi darah dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak4,6 .

2. Edema konjungtiva Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada
setiap kelainan termasuk akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan konjungtiva
secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan
edema pada konjungtiva. Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak
menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. Pada edema konjungtiva dapat
diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva.
Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar
melalui insisi tersebut4,6 .

3. Hematoma subkonjungtiva Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah


yang terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya
pembuluh darah ini bisa akibat dari batuk rejan, trauma tumpul atau pada keadaan pembuluh darah
yang mudah pecah. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan
menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk
mencari kemungkinan adanya ruptut bulbus oculi4,6 .
4. Edema kornea Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan terlihatnya
pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji
plasedo yang positif. Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang
dan neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea. Pengobatan yang diberikan adalah larutan
hiertonik seperti NaCL 5% atau larutan garam hipertonik 2 – 8%, glukosa 40% dan larutan albumin.
Bila terjadi peninggian tekanan bola mata maka dapat diberikan asetozolamida. Dapat diberikan lensa
kontak lembek untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan4,6 . 8

5. Erosi kornea Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan
oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal. Dalam
waktu singkat epitel sekitar dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut. Erosi
di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewatu mata dan kelopak mata
digerakkan. Pola tanda goresan vertikal di kornea mengisyaratkan adanya benda asing tertanam di
permukaan konjungtiva tarsalis di kelopak mata atas. Pemakaian berlebihan lensa kontak
menimbulkan edema kornea.Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea
yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu
oleh media yang keruh. Pada kornea akan terlihat adanya defek epitel kornea yang bila diberi
fuorosein akan berwarna hijau4,6 . Gambar 4. Erosi Kornea Anestesi topikal dapat diberikan untuk
memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan
dengan hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel, yang lebih tepatnya jangan pernah
memberi larutan anestetik topikal kepada pasien untuk dipakai berulang setelah cedera kornea,
karena hal ini dapat memperlambat penyembuhan, menutupi kerusakan lebih lanjut, dan dapat
menyebabkan pembentukan jaringan parut kornea permanen. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup
kembali setelah 48 jam1,3,8 . Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran
basal. Epitel akan sukar menutup dikarenakan terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea
sebagai sebagai tempat duduknya sel basal epitel kornea. Umumnya membrane basal yang rusak akan
kembali normal setelah 6 minggu. Permukaan kornea perlu diberi pelumas untuk membentuk
membran basal kornea. Pemberian siklopegik bertujuan untuk mengurangi rasa sakit ataupun untuk
mengurangi gejala radang uvea yang 9 mungkn timbul. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes
dan mata ditutup untuk mempercepat pertumbuhan epitel baru dan mencegah infeksi skunder. Dapat
digunakan lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren pada kornea dengan maksud untuk
mempertahankan epitel berada ditempatnya1,4,6.

6. Iridoplegia Kelumpuhan otot sfingter pupil yang bisa diakibatkan karena trauma tumpul pada uvea
sehingga menyebabkan pupil menjadi lebar atau midriasis. Pasien akan sukar melihat dekat karena
gangguan akomodasi dan merasakan silau karena gangguan pengaturan masuknya cahaya ke pupil.
Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil biasanya
tidak bereaksi terhadap sinar. Penanganan pada pasien dengan iridoplegia post trauma sebaiknya
diberikan istirahat untuk mencegah terjadinnya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia3,4,6 .

7. Iridodialisa Iridodialisis adalah keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya sehingga bentuk pupil
tidak bulat dan pada pangkal iris terdapat lubang. Saat mata kita berkontak dengan benda asing, maka
mata akan bereaksi dengan menutup kelopak mata dan mata memutar ke atas. Ini alasannya mengapa
titik cedera yang paling sering terjadi adalah pada temporal bawah pada mata. Pada daerah inilah iris
sering terlihat seperti peripheral iris tears (iridodialisis). Saat mata tertekan maka iris perifer akan
robek pada akarnya dan meninggalkan crescentic gap yang berwarna hitam tetapi reflek fundus masih
dapat diobservasi9 . Hal ini mudah terjadi karena bagian iris yang berdekatan dengan badan silier
gampang robek. Lubang pupil pada pangkal iris tersebut merupakan lubang permanen karena iris tidak
mempunyai kemampuan regenerasi1 . Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal
iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Perubahan bentuk pupil maupun perubahan ukuran pupil
akibat trauma tumpul tidak banyak mengganggu tajam penglihatan penderita. Pasien akan melihat
ganda dengan satu matanya. Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi
bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya
dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas1,3,5 .

8. Hifema Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul
sehingga merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif (trauma tumpul) sering
merobek pembuluh-pembuluh darah iris atau badan siliar dan merusak sudut kamera okuli anterior.
Darah di dalam cairan dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut
terjadi apabila jaringan trabekular 10 tersumbat oleh fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan
darah menyebabkan sumbatan pupil1,3,5 .

9. Iridosiklitis Yaitu radang pada uvea anterior yang terjadi akibat reaksi jaringan uvea pada post
trauma. Pada mata akan terlihat mata merah, akbat danya darah yang berada di dalam bilik mata
depan maka akan terdapat suar dan pupil mata yang mengecil yang mengakibatkan visus menurun.
Sebaiknya pada mata diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus dengan
midriatika. Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal, bila terlihat tanda
radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik. Penanganan aktif dengan cara bedah mata.

10. Subluksasi Lensa Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya sebagian
zonula zinn ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau zonula zinn yang rapuh 11 (sindrom
Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Gambaran pada iris berupa
iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada, maka lensa akan menjadi cembung dan
mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang cembung akan membuat iris terdorong ke depan sehingga
bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder. Penanganan pada subluksasi lensa adalah dengan
pembedahan. Bila tidak terjadi penyulit seperti glaukoma dan uveitis, maka dapat diberi kaca mata
koreksi yang sesuai.

11. Luksasi Lensa Anterior Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma
sehingga lensa masuk ke dalam bilik mata depan. Pasien akan mengeluh penglihatan menurun
mendadak. Muncul gejala-gejala glaukoma kongestif akut yang disebabkan karena lensa terletak di
bilik mata depan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata.
Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke
belakang dengan pupil yang lebar. Sebaiknya pasien segera dilakukan pembedahan untuk mengambil
lensa. Pemberian asetazolamida dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan bola mata

12. Luksasi Lensa Posterior Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma
sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah fundus okuli. Pasien akan
mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya karena lensa mengganggu kampus. Mata
menunjukan gejala afakia, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.Penanganan yaitu dengan
melakukan ekstraksi lensa. Bila terjadi penyulit maka diatasi penyulitnya.

13. Edema Retina dan Koroid Terjadinya sembab pada daerah retina yang bisa diakibatkan oleh trauma
tumpul. Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan
koroid melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan edema
makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan menurun. Penanganan yaitu
dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan
tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya daerah makula oleh sel pigmen epitel.
14. Ablasi Retina Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma. Biasanya
pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina. Pada pasien akan terdapat keluhan
ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya. Pada
pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina 12 berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang
terangkat dan berkelok-kelok. Ablasi retina ditangani dengan melakukan pembedahan oleh dokter
mata.

15. Ruptur Koroid Ruptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan melingkar konsentris
di sekitar papil saraf optik, biasanya terjadi perdarahan subretina akibat dari ruptur koroid. Bila ruptur
koroid terletak atau mengenai daerah makula lutea maka akan terjadi penurunan ketajaman
penglihatan. 16. Avulsi papil saraf optik Saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang
bisa diakibatkan karena trauma tumpul. Penderita akan mengalami penurunan tajam penglihatan
yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan. Penderita perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi
retina dan saraf optiknya.

Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Fisik: dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan.


b. Slit lamp: untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
c. Tes fluoresin: digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.
d. Tonometri: untuk mengetahui tekakan bola mata.
e. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk
mengetahui adanya benda asing intraokuler.
f. Tes Seidel: untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan
dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada
strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru,
sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran
cairan mata.
g. Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan: digunakan untuk mengetahui posisi benda asing.
h. Electroretinography (ERG): untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.
i. Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami
penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai
untuk retina.
j. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata
(normal 12-25 mmHg).
k. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
l. Pemeriksaan Radiologi: pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
m. Kertas Lakmus: pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa
trauma asam atau basa.

Penatalaksanaan
a. Trauma Mata Benda Tumpul

1. Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi guna
membantu keluarnya hifema dari mata.
2. Berikan kompres es.
3. Pemnatauan ketajam penglihatan.
4. Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan perdarahan
ulang.
5. Batasi membaca dan melihat Televisi.
6. Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.
7. Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.
8. Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.
9. Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.
10. Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
11. Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin indikasi
perdarahan ulang.
12. Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema). Indikasi Parasentesis:
 Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam.
 Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan konvensional
selama 5 hari.
 Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak dapat
diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma.
 Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.

b. Trauma Mata Benda Tajam

1. Penatalaksanaan sebelum tiba di Rumah Sakit


 Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
 Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
 Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
 Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
2. Penatalaksanaan setelah tiba di Rumah Sakit
 Pemberian antibiotik spektrum luas.
 Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
 Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
 Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata
intak).
 Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.

c. Trauma mata bahan kimia

1. Trauma alkali

 Irigasi secepatnya dengan air keran. Bila tersedia, sebaiknya dengan lrutan garam

fisiologis yang isotonis minimal selama 15 menit. Lebih lama lebih baik. Irigasi

sebersih mungkin termasuk daerah forniks dengan swab kapas.

 EDTA diberikan segera setelah trauma, 1 tetes tiap 5 menit selama 2 jam

selanjutnya beberapa kali ssehari.

 Antibiotik lokal untuk mencegah infeksi.

 Sikoplegik (sulfas atropin 1%) 3x1 tetes perhari.

 Steroid secara lokal atau sistemik diberikanbila peradangan sangat hebat dengan

pemantauan ketat. Pemberian setelah 2 minggu dapat menghambat epitilisasi.

 Analgesik dan anatetik topikal dapat diberikan.

 Rawat.

(Mansjoer, arif, dkk, 2002).

2. Trauma Asam

 Irigasi secepatnya dengan air keran atau larutan garam fisiologis minimal 15

menit. Lebih lama lebih bik. Irigasi sebersih mungkin termasuk daerah forniks

dengan menggunakan swab kapas.


 Antibiotik topikal untuk mencegah infeksi.

 Sikloplegik (sulfa atropin 1%) bila trjadi ulkus kornea atau kerusakan lebih

dalam.

 EDTA diberikan 1 minggu etelah trauma.

(Mansjoer, arif, dkk, 2002).

2.1. Patofisiologi/ WOC


Trauma mata bisa disebabkan oleh karena mekanik dan non mekanik, semua ini
menciderai organ-organ mata yang menyebabkan terjadinya trauma mata. Trauma mata
yang diakibatkan oleh cedera mekanik pada jaringan bola mata akan menimbulkan suatu
atau berbagai akibat klasik seperti: rasa sakit akibat trauma, gangguan penglihatan berupa
penglihatan kabur, perabengkalan, perdarahan atau luka terbuka dan bentuk mata berubah.
Trauma oleh bahan kimia basa menyebabkan proses penyabunan membrane sel
disertai dehidrasi sel. Terjadi kerusakan jaringan yang menembus sampai ke lapisan yang
lebih dalam dengan cepat dan berlangsung terus hingga kerusakan terus terjadi lama
setelah trauma. Terbentuk koagulase yang akan menambah kerusakan kolagen kornea.
Bila menembus bola mata, akan merusak retina dan berakhir dengan kebutaan. Bahan
kaustik soda dapat menebus bilik mata depan dalam waktu 7 detik. (Mansjoer, Arif, 2002).
Bahan kimia asam menyebabkan pengendapan atau pengumpalan protein
permukaan sel, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan destruktif seperti alkali.
Asam membentuk suatu sawar prespitat pada jaringan yang terkena, sehingga membatasi
kerusakan lebih lanjut. Konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan yang lebih
dalam seperti trauma alkali.(Mansjoer, Arif, 2002).

Anda mungkin juga menyukai