Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA TAJAM MATA

I. Definisi Penyakit Trauma Tajam Mata


1.1 Definisi
Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT) yang dimaksud
trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk"
terjadinya luka (injury with an entance wound) yang menembus ke
intraokular. Mekanisme terjadinya trauma tembus pada mata ini adalah
trauma terbuka (open globe).

Trauma tembus menyebabkan gangguan pada lapisan mata terluar tanpa


menganggu kontinuitas anatomi keseluruhan mata, tidak sampai terjadi
prolapsus dari isi bola mata. Namun demikian trauma ini menjadi hal yang
sangat serius dan mengancam fungsi penglihatan yang memakan waktu serta
biaya yang mahal dan prognosis kebanyakan kasus adalah buruk.

Skema berikut ini menjelaskan terminologi yang digunakan untuk


membedakan istilah-istilah trauma pada mata

Gambar 1. Klarifikasi trauma mekanik pada mata menurut BETT.8


Trauma tembus pada mata merupakan laserasi dengan luka yang tunggal
dengan ketebalan penuh disebabkan objek yang tajam tanpa adanya jaringan
yang keluar (exit wound) sedangkan perforasi akibat trauma terdapat laserasi
akibat trauma yang mengakibatkan keluamya jaringan disebabkan oleh benda
yang sama.

Gambar 3. Ilustrasi trauma tembus pada mata.

Trauma tembus maupun perforasi penting untuk dibedakan. Apabila yang


terjadi adalah trauma tembus (penetrasi), objek menembus masuk struktur
tertentu di dalam mata, namun apabila yang terjadi adalah perforasi, luka
akan berjalan melewati struktur tersebut. Sebagai contoh, suatu objek yang
berhasil melewati kornea dan tersangkut di segmen anterior melubangi
(terjadi perforasi) kornea tetapi menembus mata. Perforasi menyebabkan
gangguan anatomi yang komplit dari sklera maupun kornea, dan bisa saja
berhubungan dengan prolapsus struktur internal.

1.2 Etiologi
Trauma tembus pada mata merupakan salah satu ancaman bagi penglihatan
dan dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Hal-hal yang berkaitan
dengan kejadian trauma ini antara lain,
Pekerja industri terbanyak pada industri logam

Pekerja pertanian misahiya karena tusukan duri ranting atau dirunduk


oleh hewan seperti sapi seperti yang terjadi di India
Peralatan rumah tangga seperti pisau, gunting, jarum olahraga seperti
bola kaki, bola basket, baseball, biasanya sering dialami anak-anak dan
dewasa muda. Pada orang yang bepergian dibawah pengaruh alkohol
bisa saja terjadi trauma secara tidak sadar mengakibatkan kecelakaan

kelalaian yang mengakibatkan cedera akibat benda tajam seperti pisau,


pecahan kaca

bencana perang

penggunaan senjata api.

Smith, Wrenn, Lawrence (2002) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil


dari 372 kasus trauma tembus, 26.1% berkaitan dengan pekerjaan industri,
23.1 % disebabkan kelalaian berakibat cedera, 22.9% terjadi pada anak-anak,
14.9% karena kecelakaan lalu lintas, dan 12% terjadi sehari-hari akibat
kelalaian penggunaan alat rumah tangga.

1.3 Gejala klinis


Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola
mata maka akan terlihat tanda-tanda trauma tembus seperti:
- Nyeri

- Tajam penglihatan yang menurun

Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Boo Sup Oum, dkk di Korea
trauma tembus menjadi penyebab teratas terhadap terjadinya penurunan
akuisi visual dilanjutkan berturut-turut dengan IOF, retinal detachment,
corneal ulcer, chemical burn, dan penyebab lainnya
- Defek kehitaman (prolapsus koroid) atau prolapsus vitreous

- Injeksi sklera dan perdarahan subkonjungtiva

- Kebocoran cairan vitreous

- Hyphaema

- Prolapsus iris

- Lensa yang dislokasi, katarak traumatik

- Tekanan bola mata rendah


- Bilik mata dangkal

- Bentuk dan letak pupil yang berubah

- Pupil yang tidak sama; berdilatasi dan nonreaktif pada sisi yang terkena

- Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera

Gejala yang muncul dari trauma tembus mata dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Efek mekanik langsung
Efek yang segera muncul setelah terjadinya trauma okular yang terlihat
bergantung bagaimana efek mekanik pada struktur yang terlibat.Yang
paling umum ditemukan adalah laserasi di kornea maupun sklera dengan
atau tanpa keterlibatan struktur mata lainnya. Dapat muncul dalam
beberapa variasi seperti:
- Simple corneal laceration, melibatkan kornea dan tertahan sampai di
limbus, tidak ada keterlibatan iris, lensa maupun vitreous

- Stellat corneal laceration

- Corneal laceration with iris incarseration, laserasi kornea lebih


lanjut dengan bagian anterior mengalami pendangkalan dengan
tertahannya iris maupun prolapsus iris

- Corneal laceration with lens involvement, laserasi yang besar pada


kornea disertai prolapsus iris sering melibatkan lensa. Trauma
minimal karena tembakan atau tusukan juga dapat menyebabkan
kerusakan pada lensa. Kerasakan tersebut dapat melibatkan kapsul
anterior, korteks, kapsul posterior dan zonula. Dapat menyebabkan
katarak traumatik bergantung sejauh mana akibat dari trauma yang
ditimbulkan

- Corneal laceration with vitreous involvement, laserasi yang sudah


melibatkan lensa sering diikuti dengan terganggunya bagian vitreous

- Simple corneoscleral laceration, penyembuhan dari jaringan sklera


dapat begitu berbeda dari kornea dan limbus, hal ini dikarenakan
tidak terjadi pembengkakan pada seratnya namun cenderung ada
kontraksi akan tetapi tidak ada lapisan epitel maupun endotel untuk
menutup celah sehingga tujuan untuk pemulihan secara primer tidak
terjadi

- Posterior scleral laceration

- Corneoscleral laceration with tissue loss

- Irreparable penetrating injury

b. Efek kontusio
Kebanyakan kasus trauma tembus pada mata berhubungan dengan efek
kontusio, bervariasi mulai dari abrasi kornea yang sederhana sampai
rupturnya bola mata.Pada beberapa kasus, perubahan bisa saja lamban
atau malah progresif. Untuk itu pasien harus tetap dalam pengawasan
untuk beberapa bulan.9
c. Infeksi
Ada tiga mekanisme terjadinya infeksi:
- Infeksi primer; terjadi bersamaan dengan trauma

- Infeksi sekunder; infeksi ini terjadi sebelum luka pulih/sembuh

- Infeksi yang terjadi lambat; timbul akibat konsolidasi skar yang


buruk khususnya apabila ada fistula

Infeksi menjadi tantangan besar dalam manajemen trauma tembus oleh


karena bisa mengakibatkan komplikasi di kemudian hari seperti cincin
abses di kornea, iridocyclitis purulen dengan hipopion, skleritis infeksi
nekrotik, endophtalmitis, panopthahnitis, jarang namun bisa saja terjadi
yaitu adanya gas gangrene atau bahkan tetanus ocular
d. Iridocyclitis post trauma
Kejadiannya cukup sering, muncul tanda-tanda inflamasi pada pasien
eperti nyeri, mata kemerahan, fotofobia, dan penurunan kemampuan
melihat.
e. Sympathetic Ophtalmitis
Hal ini jarang terjadi, sifatnya bilateral, merupakan suatu granuloma dari
panuveitis yang terjadi setelah pembedahan atau trauma pada uvea salah
satu nata.Onset klinis didahului oleh inflamasi ringan oleh mata yang
tidak ada trauma dan perburukan inflamasi pada mata yang terkena
trauma.
Gejala seperti nyeri, fotofobia, lakrimasi dan penglihatan
kabur.Pencegahannya yaitu dengan melakukan enukleasi pada mata yang
terpapar trauma dalam 2 minggu setelah onset trauma. Ini dikerjakan
pada mata yang sudah terpapar trauma sangat berat dan tidak ada lagi
potensi untuk mengembalikan penglihatannya.
f. Benda asing intraokular yang tertahan
Materi atau partikel yang sering tertahan misalnya potongan besi atau
logam, batu, pecahan, sampai yang jarang seperti duri rerumputan

1.4 Patofisiologi
Keutuhan struktur anatomi mata dapat terganggu karena adanya paparan
benda seperti jarum, stik, pensil, pisau, mata panah, pulpen, kaca maupun
benda tajam lainnya yang menyebabkan perlukaan pada mata atau bisa juga
karena peluru berkecepatan tinggi atau potongan logam.Beratnya trauma
bergantung pada ukuran objek, kecepatan menembus dan kandungan yang
terdapat didalamnya. Benda yang tajam seperti pisau akan mengakibatkan
laserasi sempurna pada mata. Sementara benda yang melayang ditentukan
oleh energi kinetik dalam hal menyebabkan berat ringannya trauma yang
dialami penderita.

Luka bisa saja hanya terkena pada kornea dan tidak sampai menembus
segmen anterior yang mungkin kecil kemungkinan hilang penglihatan namun
dalam proses penyembuhannya akan meninggalkan bekas (skar). Lentikular
difus atau lokalisata terjadi akibat trauma di segmen anterior yang melibatkan
kapsul anterior dari lensa.Terbentuknya traksi pada vitreo-retina dan skar
beberapa saat setelah terjadinya luka di bagian posterior berperan penting
terhadap kejadian lepasnya retina (retinal detachment.

Enukleasi pada mata bisa diakibatkan oleh infeksi, abses vitreous, sinekia
anterior, katarak dan fractional retinal detachment.Trauma tembus pada salah
satu mata (unilateral) dapat menyebabkan reaksi inflamasi simpatis pada
mata yang tidak terkena trauma kapanpun mulai 2 minggu sampai hitungan
tahun dimana terjadi penyakit autoimun saat pigmen uveal dikeluarkan dan
masuk aliran darah menyebabkan produksi antibodi dan akibatnya terjadi
uveitis di kedua mata baik yang terpapar trauma maupun yang tidak. Faktor
resiko akan terminimalisasi apabila jaringan mata yang terpapar trauma ini
dibuang dalam waktu 2 minggu jika tidak ada lagi bukti untuk
menyelamatkan fiingsi penglihatannya dan jika pada mata yang terpapar
trauma ini tetap berlangsung proses inflamasi.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Apabila diduga sebagai suatu trauma tembus pada mata maka dapat
dilakukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan antara lain dengan plain radiography, USG dan CT scan yang
dapat memberikan informasi yang adekuat apabila ada benda asing yang
tertinggal di dalam mata

1.6 Komplikasi
- Nyeri
- Prolapsus struktur intraokular
- Perdarahan suprakoroidal
- Kontaminasi mikroba pada jaringan
- Proliferasi mikroba ke dalam mata
- Migrasi epitel ke dalam jaringan
- Inflamasi intraokular
- Ketidakmampuan lensa ditembus cahaya
- Hilangnya penglihatan yang ireversibel
- Endophtalmitis
- Oftahnia simpatik
- Ablasio retina
- Katarak
- Perdarahan di vitreous
- Retinal detachment
Suatu penelitian yang dilakukan Rao Laavanya, dkk dari 166 pasien sejumlah
komplikasi yang dijumpai adalah sebagai berikut:
- 56.7% pasien dengan prolapsus iris

- 21.6% pasien dengan perdarahan vitreous

- 13.5% pasien dengan delayed endophtalmitis

- 12% pasien dengan katarak


- 8.1% pasien dengan benda asing intraocular

- 6.6% pasien dengan hifema

- 5.4% pasien dengan retinal detachment

- 5.4% pasien dengan phthisis bulbi

- 2.7% pasien dengan eviserasi

Studi lainnya yang dilakukan oleh Christopher A. Girkin, dkk yaitu suatu
studi kohort dari 3.627 pasien yang mengalami trauma tembus mata selama
periode tahun 1988 sampai Januari 2003 di Amerika Serikat, didapatkan 97
orang mengalami glaukoma sekunder post-traumatik, secara akumulasi angka
kejadiannya 2.67% selama follow-up 6 bulan pada masing-masing subjek.
Peningkatan usia berhubungan dengan perkembangan glaukoma pada pasien
post trauma tembus ini. Selain itu akuisi visual awal yang krang dari 20/200
secara signifikan berhubungan dengan terjadinya glaukoma paska trauma ini,
demikian juga pada pasien yang mempunyai kelainan pada matanya sebelum
terpajan trauma. Kerusakan iris atau lensa, perdarahan vitreous dan inflamasi,
merupakan faktor resiko terbesar untuk berkembangnya glaukoma paska
trauma ini

Gambar Katarak Paska Trauma Tembus mata

1.7 Penatalaksanaan
Jika penanganan dengan teknik pembedahan diperlukan, maka waktu untuk
melakukannya sangat penting. Meskipun beberapa studi belum bisa mencatat
beberapa kerugian apabila dilakukan penundaan untuk perbaikan pada trauma
terbuka sampai 36 jam setelah kejadian, intervensi yang ideal sesegera
mungkin dilakukan pada pasien. Perbaikan segera dapat menolong untuk
meminimalisir sejumlah komplikasi termasuk
- Nyeri

- Prolapsus struktur intraokular

- Perdarahan suprakoroidal

- Kontaminasimikrobapadajaringan

- Proliferasi mikroba ke dalam mata

- Migrasi epitel ke dalam jaringan

- Inflamasi intraokular

- Ketidakmampuan lensa ditembus cahaya12

- Hal-hal berikut ini sementara dapat dilakukan selama periode


preoperatif:
- Menggunakan pelindung pada mata

- Hindari penggunaan obat topikal atau intervensi lainnya yang membuat


kelopak mata harus dibuka

- Pasien dipuasakan untuk persiapan operasi

Sediakan medikasi yang sesuai untuk sedasi dan kontrol nyeri


- Mulailah pemberian antibiotik IV

- Profilaksis tetanus

- Konsul bagian anestesi

Trauma berhubungan dengan kontaminasi hal-hal yang kotor dan atau benda
asing intraokular yang tertahan membutuhkan perhatian khusus akan resiko
Bacillus endophtalmitis. Karena organisme ini dapat menghancurkan jaringan
mata dalam 24 jam, terapi antibiotik yang efektif terhadap Bacillus diberikan
intravena maupun intravitreal, biasanya golongan fluoroquinolone (seperti
levofloxacin, moxifloxacin), clindamycin atau vancomycin dapat
dipertimbangkan. Pembedahan untuk perbaikan harus dilakukan sesegera
mungkin pada kasus beresiko terinfeksi organisme ini
II. Rencana Asuahan Klien dengan Gangguan Trauma Tajam Mata
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
2.1.1.1 Keluhan utama
Nyeri akibat dari terkena benda tajam ataupun terkena
benturan yang mengakibatkan mata mengalami luka.
2.1.1.2 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien datang dengan keluhan terkena benda-benda
tajam atau trauma lain
2.1.1.3 Riwayat penyakit dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit Paget menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan
luka dikaki sangat beresiko mengalami osteomilitis akut
dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
2.1.1.4 Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang
adalah faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan
dan kanker tulang yang diturunkan secara genetik.
2.1.1.5 Riwayat psikososial spiritual
Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik


2.1.2.1 Keadaan umum
B1 (Breathing) : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi.
2.1.2.2 B2 (Blood)
2.1.2.3 B3 (Brain) : Pengkajian fungsi serebral, Pengkajian saraf
kranial, Pengkajian sistem motorik, Pengkajian Refleks,
Pengkajian sistem sensorik.
2.1.2.4 B4 (Bladder)
2.1.2.5 B5 (Bowel)
2.1.2.6 B6 (Bone)
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
2.1.3.1 Radiografi pada dua bidang (untuk mencari lusensi dan
diskuntinuitas pada korteks tulang)
2.1.3.2 Tomografi, CT scan, MRI (jarang dilakukan)
2.1.3.3 Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop (scan
tulang terutama berguna ketika radiografi/ Ct scan
memberikan hasil negatif pada kecurigaan fraktur secara
klinis)
2.1.3.4 Pemeriksaan Laboratorium
1) Hitung darah lengkap : HB mungkin
meningkat/menurun.
2) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal.
3) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada
kehilangan darah, transfusi multiple, atau cedera hati.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa 1 : Nyeri akut (NANDA, 2015).
2.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan actual atau potensial yang digambarkan
sebagai kerusakan.
2.1.2 Batasan karakteristik
Perubahan selera makan
Perubahan tekanan darah
Perubahan frekuensi jantung
Perubahan frekuensi pernafasan
Diaforesis
Perilaku distraksi
Sikap melindungi area nyeri
Sikap melindungi
Dilatasi pupil
Melaporkan nyeri secara verbal
Gangguan tidur
2.2.2 Faktor yang berhubungan
Agen cedera (fisik, biologis, kimiawi)

Diagnosa 2 : Resiko infeksi (NANDA, 2016).


2.3.2 Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
2.4.2 Faktor resiko
Penyakit kronis
Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemanjanan
pathogen
Prosedur invasive
Malnutrisi

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Nyeri akut
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil
a. Nyeri terkontrol
b. Klien melaporkan nyeri berkurang
2.3.2 Intervensi dan Rasional
1. Beri penjelasan tentang penyebab nyeri
R/ Akibat pembedahan terjadi trauma jaringan sehingga terjadi
pelepasan mediator kimia yaitu prostaglandin, bradikinin dan
histamin yang kemudian berikatan dengan nosiceptor sehingga
menimbulkan sensasi nyeri.
2. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
R/ Relaksasi: meningkatkan sekresi endorphin dan enkafelin pada
sel inhibitor kornu dorsalis medulla spinalis yang dapat menghambat
transmisi nyeri. Distraksi: meningkatkan aktifitas dalam sistem
kontrol pada tulang untuk mencegah transmisi terus menerus
stimulus nyeri ke otak.
3. Berikan posisi yang nyaman
R/Merelaksasikan semua jaringan sehingga mengurangi nyeri
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
R/ Analgesik menekan sistem syaraf pusat pada talamus dan korteks
cerebri.
5. Observasi keluhan nyeri, tensi, nadi, respirasi, skala nyeri
R/Nyeri merupakan respon subyektif yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri, tanda, tanda vital dapat meningkat dengan
adanya nyeri.

Diagnosa 2 : Resiko infeksi


2.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil
I. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
II. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
2.3.4 Intervensi dan Rasional
1. Jelaskan kepada pasien masalah yang dapat terjadi bila luka
tidak terawat dengan baik yaitu infeksi
R/ Infeksi terjadi karena masuknya mikroorganisme sekunder akibat
adanya lukaterbuka.
2. Pertahankan hidrasi dan nutrisi yang adekuat
R/ Membantu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan
mengurangi resiko infeksi akibat sekresi yang stasis.
3. Lakukan perawatan luka secara steril
R/ Teknik perawatan luka secara steril dapat mengurangi
kontaminasi kuman.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik sesuai
indikasi
R/ Menghambat perkembangan dan pertumbuhan kuman.
5. Pantau luka operasi setiap hari
R/ Mendeteksi secara dini gejala-gejala inflamasi yang mungkin
timbul sebagai dampak adanya luka bekas operasi.
6. Observasi tanda dan gejala infeksi, keluhan dan TTV
(suhu, nadi)
R/ Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, peningkatan
suhu dan nadi pembengkakan sebagai indikator adanya infeksi.
III. Daftar Pustaka

1. Havens Shane, Kosoko-Lasaki Omofolasade, Palmer Millicent. 2009. Penetrating Eye


Injury: A Case Study. American Journal of Clinical Medicine Winter
2009;6(l):42-44,48
2. Sukati VN. 2012. Ocular injuries-a review. The South African Optometrist
2012;71(2):86,89. Available from: http://www.saoptometrist.co.za/SUKATI
JUN2012.pdf
3. Daza Ana Beleen Larque, Calvo Jesus Paralta, Andrade Jesus Lopez. 2010.
Epidemiology of Open Globe Trauma in The Southeast of Spain. Eur J
Opthamol 2010;20(3):578,581-582. Available from:
http://www.ephpo.es/UNIP/Produccion Cientifica/2010/1014.pdf
4. Potockova A, Strmen ?.,et al. 2010. Clinical Study: Mechanical Injuries of The Eye.
Bratisl Lek Listy 2010:111(6):329-333. Available from:
http://www.bmi.Sk/2010/l 1106-05.pdf
5. Hung Kuo Hsuan, Yang Chang Sue.,et al. 2011. Management of Double- Penetrating
Ocular Injury with Retained Intraorbital Metallic Foreign Body. Journal of
The Chinese Medical Association 2011;74:525. Available from:
http://homepage.vghtpe.gov.tw/~jcma/74/11/523.pdf
6. Pandita Archana, Merriman Michael. 2012. Ocular Trauma Epidemiology: 10-year
Retrospective Study. The New Zealand Medical Journal 2012;125(1348):64.
Available from:http://iournal.nzma.org.nz/iournal/l 25-1348/5025/content.pdf
7. Aldy F., 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata Di Kabupaten Tapanuli
Selatan. Available from:
http://repositorv.usu.ac.id/bitstream/123456789/6381/l/10E00180.pdf
8. Kuhn Ferenc, Morris Robert.,et al. Terminology of Mechanical Injuries: The
Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT). In: Kurun Ferenc. Ocular
Traumatology. Birmingham:Springe;4,8-9,347-348
9. Prakash Amit. 2010. Penetrating Ocular Trauma Study. Department of Ophtalmology
J.J.M Medical College Davangere, page 4-5,9,14-36. Available from:
http.7/14.139.159.4:8080/ispui/bitstream/123456789/l 722/1/CDMOPTHO
0050.pdf
10.Mattera Connie J. Ocular Trauma, page 13. Available from:
https://www.vdh.virginia.gov/OEMS/Files page/svmposium/2010Presenta
tions/TRA-4021.pdf
11. Briffa Benedict Vella Agius Maria. 2010. Penetrating Eye Injuries at The Workplace:
Case Report and Discussion 2010;22(4):34-35. Available from:
http://www.um.edu.mt/umms/mmi/PDF/307.pdf
12. American Academy of Ophtalmology. 2012. Clinical Aspects of Toxic and Traumatic
Injuries of The Anterior Segment. In: American Academy of Ophtalmology.
External Disease and Cornea, 373-376
13.Dingwall Douglas. 2010. Synopsis of Causation: Eye Injuries. London: Ministry of
Defence,8,12 Available from: http://www.veterans-uk.info/publications/eve
injuries.pdf
14. Smith David, Wrenn Keith, Stack Lawrence B. 2002. The Epidemiology and Diagnosis
of Penetrating Eye Injuries. Academic Emergency Medicine
2002;9(3):209,212-213
15. Ilyas Sidarta, Yulianti R Sri. 2011. Hmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan
PenerbitFKUI,274
16.Oum Boo Sup, Lee Jong Soo, Ham Young Sang. 2004. Clinical Features of Ocular
Trauma in Emergency Department. Korean J Ophtalmol
2004;18:75.Availablefrom:http://svnapse.koreamed.org/Svnapse/Data/PDFDat
a/0065KJO/kio-18-70.pdf
17. Riordan- Eva Paul, Whitcher John P. 2010. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum
edisi ke-17. Jakarta: EGC, 375-376
18. Rao Laavanya G.,et al. 2010. Penetrating Ocular Trauma-Comparison of Visual
Outcome, Ocular Survival and Complication in <18 and >18 Yrs. AIOC 2010
Proceedings,696. Available from:
http://www.aioseducation.org/PDF/AIOS%20Proceedings%202010/TRA
LVTrau3.pdf
19. Girkin Christopher A.,et al. 2005. Glaucoma Following Penetrating Ocular Trauma: A
Cohort Study of the United States Eye Injury Registry. American Journal of
Ophtalmology 2005;139(l):101. Available from:
http://www.rima.org/web/medline pdf/AmJOphthalmo 100-5.pdf
20. Scribbick Frank, Antonio San. 2009. The Pathology of Ocular Trauma. San
Fransisco:ATPO, page 8. Available from:
http://www.atpo.org/documents/handouts/atap 1140.pdf
Banjarmasin, Desember 2016

Preseptor Akademik Preceptor Klinik

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai