Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya sehingga
pembuatan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah dalam judul “Trauma Mata” penulis
susun sebagai tugas dari salah satu dosen keperawatan Kegawat Daruratan.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak tidak lupa
pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Suryono, S.Kep,. Ns. MMRS selaku direktur “STIKES PAMENANG” Pare-
Kediri.

2. Bapak Suryono, S.Kep,.Ns.MMRS selaku dosen pembimbing

3. Rekan-rekan mahasiswa prodi D3 keperawatan “STIKES PAMENANG” Pare-Kediri


yang telah membantu dan atas kerjasamanya.

4. Seluruh pihak yang memberikan dukungan dan bantuan

Penulis sadar akan kekurangan yang dimiliki, oleh karena itu kritik dan saran dari
pembaca sangat diharapkan, semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat
bagi pembaca.

Pare-Kediri

25 September 2019

1
DAFTAR ISI

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegawatdaruratan mata adalah gangguan pada sistem penglihatan yang dapat bersifat
permanen apabila tidak ditangani segera akan menyebabkan kecacatan atau trauma yg bisa
bersifat permanen. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan
mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata (Ilyas, Sidarta,
2005). Keadaan ini bisa terjadi jika mata tergores benda kasar dan tajam seperti ranting
pohon. Trauma mata adalah rusaknya jaringan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata,
dan atau rongga orbital karena adanya benda tajam atau tumpul yang mengenai mata
dengan keras/cepat ataupun lambat. Trauma pada mata dikhawatirkan dapat merusak
penglihatan. Anak-anak yang berusia di bawah 3 tahun biasanya perlu diperiksa dokter
mata untuk mengetahui apakah penglihatan mereka menjadi terganggu atau tidak akibat
trauma mata.

Sebelum dibawa ke dokter kita dapat melindungi mata dengan kain bersih, kemudian
cuci luka hingga bersih dengan sabun dan air. Kemudian tekan selama 10 menit dengan
kasa steril untuk menghentikan perdarahan. Setelah pembengkakan biasanya terjadi luka
pada pada jaringan lunak atau tulang di sekitar mata. Kompreskan es selama 20 menit dan
minum aacetaminophen atau ibuprofen jika perlu untuk meredakan nyeri. Jangan heran
jika mata menghitam selama 2 hari ke depan. Mata hitam tidak berbahaya dan tidak
memerlukan perawatan khusus. Perdarahan subconjunctival (memar di bagian putih mata)
juga seharusnya tidak perlu dikhawatirkan. Keadaan memar biasanya tidak menyebar ke
dalam mata dan biasanya berlangsung selama 2 minggu, dan proses hilangnya tidak dapat
dipengaruhi oleh obat.

1.2 Tujuan

1.3 Rumusan Masalah

3
4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kegawatdaruratan mata adalah gangguan pada sistem penglihatan yang dapat bersifat
permanen apabila tidak ditangani segera. Tanda dan gejala dari kegawat daruratan mata perlu
diketahui agar penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Ketepatan
diagnosis dan pengobatan yang sesuai penting dilakukan untuk mendapat prognosis terbaik.
Hal yang perlu diperhatikan untuk mendapat prognosis terbaik pada kegawatdaruratan mata
adalah penilaian keadaan umum dan kondisi mata pasien secara cepat, penegakan diagnosis,
pengembangan strategi terapi, pengobatan yang sesuai, persiapan pasien dengan indikasi
operasi, penguasaan prinsip dan prosedur tindakan operasi kegawatdaruratan, dan konsultasi
dengan profesi lain yang terkait. Berbagai macam trauma pada mata merupakankeadaan
kegawatdaruratan mata.

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata.Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga
sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata (Ilyas, Sidarta, 2005).

2.2 Klasifikasi Trauma Mata

Trauma mata dapat terjadi secara mekanik dan non mekanik

1. Trauma Mekanik

Trauma tumpul yaitu trauma pada mata akibat benturan mata dengan benda yang relatif
besar, tumpul, keras maupun tidak keras. Trauma tumpul dapat menyebabkan cedera perforasi
dan non perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ eksterna (orbita dan
palpebra) atau interna (konjungtiva, kornea, iris atau badan silier, lensa, korpus vitreus, retina
dan nervus optikus (N.II).

Trauma tajam yaitu trauma pada mata akibat benda tajam atau benda asing yang masuk ke
dalam bola mata (Mansjoer, Arif, 2002).

2. Non Mekanik

 Trauma Kimia

- Trauma kimia asam yaitu trauma pada mata akibat substansi yang bersifat asam.

- Trauma kimia basa yaitu trauma pada mata akibat substansi yang bersifat basa.

 Trauma Fisis

- Trauma termal misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.

5
- Trauma bahan radioaktif misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.

2.3 Etiologi Trauma Mata

a. Mekanik, meliputi:

1. Trauma oleh benda tumpul, misalnya:

Terkena tonjokan tangan, terkena lemparan batu, terkena lemparan bola, terkena
jepretan ketapel, dan lain-lain.

2. Trauma oleh benda tajam, misalnya:

Terkena pecahan kaca, terkena pensil, lidi, pisau, besi,


kayu, terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin
tenun.

b. Non Mekanik, meliputi:

a. Trauma oleh bahan kimia:

Air accu, asam cuka, cairan HCL, air keras, coustic soda, kaporit, jodium tincture,
baygon, bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya, miyak putih.

b. Trauma fisis

- Trauma termik (hipermetik) misalnya terkena percikan api dan terkena air panas.

- Trauma radiasi misalnya terkena sinar ultra violet, sinar infra merah, sinar
ionisasi dan sinar X. (Ilyas, Sidarta, 2005)

2.4 Tanda dan Gejala Pada Trauma Mata

Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:

a. Trauma Tumpul

1. Rongga Orbita

Suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang membentuk dinding
orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila, platinum dan zigomatikus.Jika
pada trauma mengenai rongga orbita maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika
mengenai saraf), perdarahan didalam rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.

2. Palpebra

Kelopak atau palpebral mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra
merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap
trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang
tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang
disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak (lagoftalmos) akan

6
mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada
palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra yang
dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis),
kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).

3. Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Edema, robekan pembuluh darah
konjungtiva (injeksi konjunctiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika
konjungtiva terkena trauma.

4. Kornea

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak saraf. Edema kornea,
penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai tembusnya
kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan
gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea.

5. Iris atau badan silier

Merupakan bagian dari uvea. Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang
diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di
temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optic dan 7 buah arteri siliar anterior,
yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral.
Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri
sirkularis mayor pada badan siliar.Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20
buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf
optik.Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya)
merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.

6. Lensa

Lensa merupakan badan yang bening.Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu,
yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
penglihatan, terletak di tempatnya.Secara patologik jika lensa terkena trauma akan
terjadi subluksasi lensa mata (perpindahan tempat).

7. Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.

8. Retina

Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripa da
serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Letaknya antara
badan kaca dan koroid.1,2Bagian anterior berakhir pada oraserata. Dibagian retina yang

7
letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makulalutea (bintikkuning) kira-
kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah
makulaluteater dapat bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea. Secara patologik
jika retina terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio retina, fotopsia,
lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.

9. Nervus optikus: Nervus II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan


kebutaan.

b. Trauma Tajam

 Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan posisi bola


mata.

 Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis)

 Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.

 Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.

 Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan silier dan
koroid yang berwarna gelap).

 Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus: laserasi kornea yang disertai
penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada kornea,
edema.

 Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan korpus
vitreus dan ablasi retina.

c. Trauma Kimia

1. Trauma Asam

Kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea.

2. Trauma Basa/Alkali

- Kebutaan

- Penggumpalan sel kornea atau keratosis

- Edema dan ulkus kornea

- Tekanan intra ocular akan meninggi

- Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar

- Membentuk jaringan parut pada kelopak

- Mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar
asesoris air mata

8
- Pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada konjungtiva
bulbi yang akan menarik bola mata

- Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa

2.5 Patofisiologi/ WOC

Trauma mata bisa disebabkan oleh karena mekanik dan non mekanik, semua ini
menciderai organ-organ mata yang menyebabkan terjadinya trauma mata. Trauma mata yang
di akibatkan oleh cedera mekanik pada jaringan bola mata akan menimbulkan suatu atau
berbagai akibat klasik seperti: rasa sakit akibat trauma, gangguan penglihatan berupa
penglihatan kabur, perabengkalan, perdarahan atau luka terbuka dan bentuk mata berubah.

Trauma oleh bahan kimia basa menyebabkan proses penyabunan membrane sel
disertai dehidrasi sel. Terjaadi kerusakan jaringan yang menembus sampai ke lapisan yang
lebih dalam dengan cepat dan berlangsung terus hingga kerusakan terus terjadi lama setelah
trauma. Terbentuk koagulase yang akan menambah kerusakan kolagen kornea. Bila
menembus bola mata, akan merusak retina dan berakhir dengan kebutaan. Bahan kaustik soda
dapat menebus bilik mata depan dalam waktu 7 detik. (Mansjoer, Arif, 2002).

Bahan kimia asam menyebabkan pengendapan atau pengumpalan protein permukaan


sel, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan destruktif seperti alkali. Asam
membentuk suatu sawar prespitat pada jaringan yang terkena, sehingga membatasi kerusakan
lebih lanjut. Konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan yang lebih dalam seperti
trauma alkali.(Mansjoer, Arif, 2002).

9
Benturan benda tumpul pada mata

WOC Pukulan Langsung, Trauma Tarikan, (Shearing Injury), dan lain-lain

Trauma Tumpul
Benturan benda tumpul pada mata

Rongga Orbita Palpebra Konjungtiva Kornea Iris atau Lensa Korpus Retina Nervus
badan silier vitreus optikus

Frakturor Mengenai Hematom, robekan Edema, Hifema iridodialisis perdarahan Edema Terlepas
bita saraf edema pembuluh keruh, makula atau putus
darah erosi/abrasi, (avulsio)
Perdarahan Kebutaan Ptosis laserasi Subluksasi Ablasio retina,
lensa mata fotopsia
Edemadan (perpindahan Kebutaan
perdarahan Penglihatan tempat).
Lagoftalmos/tidak
Gangguanger subkonjungtiv kabur,
dapat menutup lapang pandang
akan bola a fotofobia
secara sempurna terganggu dan
mata.
tekanan bola mata
menurun

G3 rasa nyaman: nyeri G3 persepsi sensori: Visual Resiko Cedera

10
Trauma Tajam
Tusukan langsung, pecahan kaca, dan lain-lain

Orbita Palpebra Saluran lakrimal Konjungtiva Sklera Kornea, Koroid dan


iris, badan kornea
silier, lensa,
korpus
Proptosis (akibat vitreus
perdarahan Ptosis yang Gangguan sistem Robekan Iris, badan
Robekan
intraorbital) permanen eksresi air mata konjungtiva silier dan
konjungtiva
koroid yang
berwarna
Perubahan posisi gelap Edema,
bola mata Perdarahan Laserasi
subkonjungtiva

Penetrasi kornea,
Kebutaan
prolaps jaringan iris

Penurunan TIO

G3 rasa nyaman: nyeri Resiko Infeksi Ansietas G3 persepsi sensori: Resiko Cedera
Visual

11
Trauma Kimia
Trauma bahan kimia

Trauma Basa/ Alkali


Trauma Asam

Pengendapan/ pengumpalan Proses penyabunan sel dan dehidrasi


protein permukaan sel sel

Hiperemi Terjadi koagulasi Bila konsentrasi Kerusakan jaringan menembus sampai dalam
protein epitel kornea tinggi

Perdarahan Kekeruhan Terbentuk koagulase Perdarahan

G3 rasa nyaman: Membentuk Merusak retina Peningkatan TIO


nyeri sawar presipitat

G3 persepsi Kebutaan G3 rasa nyaman:


Resiko cedera
Sembuh sensori: visual nyeri

Ansietas
12
2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Fisik: dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman


penglihatan.

b. Slit lamp: untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.

c. Tes fluoresin: digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.

d. Tonometri: untuk mengetahui tekakan bola mata.

e. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk


mengetahui adanya benda asing intraokuler.

f. Tes Seidel: untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan
dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada
strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru,
sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada
pengeluaran cairan mata.

g. Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan: digunakan untuk mengetahui posisi benda
asing.

h. Electroretinography (ERG): untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.

i. Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami


penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai
untuk retina.

j. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola
mata (normal 12-25 mmHg).

k. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,


papiledema, retina hemoragi.

l. Pemeriksaan Radiologi: pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu


dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.

m. Kertas Lakmus: pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa
trauma asam atau basa.

2.7 Penatalaksanaan

 Trauma Mata Benda Tumpul

1. Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi guna
membantu keluarnya hifema dari mata.

2. Berikan kompres es.

13
3. Pemantauan ketajam penglihatan.

4. Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan


perdarahan ulang.

5. Batasi membaca dan melihat Televisi.

6. Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.

7. Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.

8. Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.

9. Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.

10. Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.

11. Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin indikasi
perdarahan ulang.

12. Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema). Indikasi Parasentesis:

- Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam.

- Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan konvensional selama


5 hari.

- Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak dapat


diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma.

- Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.

 Trauma Mata Benda Tajam

1. Penatalaksanaan sebelum tiba di Rumah Sakit

- Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.

- Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.

- Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.

- Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.

2. Penatalaksanaan setelah tiba di Rumah Sakit

- Pemberian antibiotik spektrum luas.

- Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.

- Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.

14
- Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata
intak).

- Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.

 Trauma mata bahan kimia

1. Trauma alkali

- Irigasi secepatnya dengan air keran. Bila tersedia, sebaiknya dengan lrutan
garam fisiologis yang isotonis minimal selama 15 menit. Lebih lama lebih
baik. Irigasi sebersih mungkin termasuk daerah forniks dengan swab kapas.

- EDTA diberikan segera setelah trauma, 1 tetes tiap 5 menit selama 2 jam
selanjutnya beberapa kali ssehari.

- Antibiotik lokal untuk mencegah infeksi.

- Sikoplegik (sulfas atropin 1%) 3x1 tetes perhari.

- Steroid secara lokal atau sistemik diberikanbila peradangan sangat hebat


dengan pemantauan ketat. Pemberian setelah 2 minggu dapat menghambat
epitilisasi.

- Analgesik dan anatetik topikal dapat diberikan.

- Rawat.

(Mansjoer, arif, dkk, 2002).

2. Trauma Asam

- Irigasi secepatnya dengan air keran atau larutan garam fisiologis minimal 15
menit. Lebih lama lebih bik. Irigasi sebersih mungkin termasuk daerah forniks
dengan menggunakan swab kapas.

- Antibiotik topikal untuk mencegah infeksi.

- Sikloplegik (sulfa atropin 1%) bila trjadi ulkus kornea atau kerusakan lebih
dalam.

- EDTA diberikan 1 minggu etelah trauma.

(Mansjoer, arif, dkk, 2002).

3. Prognosis trauma kimia

Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat


jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata. Prognosisnya ditentukan oleh bahan
alkali penyebab trauma tersebut. Terdapat 2 klasifikasi trauma basa pada mata untuk
menganalisis kerusakan dan beratnya kerusakan.

15
Klasifikasi Huges

Ringan Sedang Berat

 Prognosis baik.  Prognosis baik  Prognosis buruk

 Terdapat erosi epitel  Terdapat kekeruhan  Akibat kekeruhan


kornea. kornea sehingga sulit kornea upil tidak
melihat iris dan pupil dapat dilihat
 Pada kornea terdapat secara terperinci
kekeruhan yang  Konjungtiva dan
ringan.  Terdapat iskemia dan sklera pucat
nekrosis enteng pada
 Tidak terdapat kornea dan
iskemia dan nekrosis konjungtiva
kornea ataupun
konjungtiva.

Klasifikasi Thoft

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4

 Terjadi hiperemi  Terjadi  Terjadi  Konjungtiva


konjungtiva hiperemi hiperemi perilimal
disertai dengan konjungtiva disertai dengan nekrosis
keratitis pungtata disertai nekrosis sebanyak
hilangnya konjungtiva 50%
epitel kornea dan lepasnya
epitel kornea

Luka bakar alkali derajat 1 dan 2 akan sembuh dengan jaringan arut tanpa terdapatnya
neovaskularisasi kedalam kornea. Luka bakar alkali derajat 3 dan 4 membutuhkan waktu
sembuh berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Data biografi (meliputi identitas pasien seperti : Nama, Jenis kelamin, pekerjaan,
agama)

2. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan pendahuluan diambil untuk menentukan masalah primer pasien


seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada mata, mata basah,
pandangan ganda, bercak dibelakang mata dan lain-lain.

3. Riwayat penyakit apa yang terakhir di derita oleh pasien

Masa anak : Strabismus, ambliopia, cedera

Dewasa : Glaukoma, katarak, cidera / trauma mata.

Penyakit keluarga : Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga

4. Riwayat penyakit sekarang

Yang perlu dikaji adalah trauma disebabkan karena truma tumpul,tajam,atau mekanik,
tindakan apa yang sudah dilakukan pada saat trauma terjadi.

5. Riwayat psikososial

Pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan konsep diri dan
ketakutan akan terjadinya kecacatan mata, gangguan penglihatan yang menetap atau
mungkin kebutaan. Klien juga dapat mengalami gangguan interaksi sosial.

6. Pemeriksaan fisik

- B1(Breath)

Pada sistem ini tidak didapatkan kelainan (tidak ada gangguan pada sistem
pernapasan.

- B2 (Blood)

Tidak ada gangguan perfusi, adanya peningkatan nadi/ tekanan darah dikarenakan
pasien takut dan cemas.

- B3 (Brain)

Pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO.

17
- B4 (Bladder)

Kebutuhan eliminasi dalam batas normal.

- B5 (Bowel)

Tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.

- B6 (Bone)

Ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.

7. Pemeriksaan khusus pada mata:

- Pemeriksaan bagian luar mata

1) Posisi mata: dikaji simetris / tidak, apakah exaptalamus.

2) Alis mata bulu mata dan kelopak mata.

3) Respon tutup mata dan berkedip.

4) Visus (menurun atau tidak ada).

5) Gerakan bola mata (terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian


pergerakan bolam mata).

- Inspeksi area antara kelopak mata bawah dan atas apakah bebas edema.

- Inspeksi sclera dan konjugtiva: melihat warna, perubahan tekstur dan konjungtiva
bulbi (adanya hiperemi atau adanya nekrosis).

- Iris dan pupil di inspeksi normalnya saat diberikan cahaya iris kontraksi dan
nervus optikus terstimulasi.

- Kornea (adanya erosi,keratitis sampai dengan nekrosis pada kornea).

8. Tes Diagnostik

Untuk menilai ketajaman serta fungsi penglihatan, pemeriksaan keadaan organ mata,
dan penggolongan keadaan trauma.

3.2 Diagnosa

Trauma Tumpul

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri


sekunder terhadap trauma tumpul.

2. Gangguan persepsi sensori: visual berhubungan dengan kerusakan penglihatan

18
Trauma Tajam

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri


sekunder terhadap trauma tajam.

2. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman


penglihatan.

3. Gangguan persepsi sensori: visual berhubungan dengan dengan kerusakan penglihatan

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Trauma Kimia

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri


sekunder terhadap trauma kimia.

2. Gangguan persepsi sensori: visual berhubungan dengan dengan kerusakan


penglihatan.

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman


penglihatan.

3.3 Intervensi

a) Gangguan rasa nyaman: nyeri akut behubungan dengan terpajannya reseptor nyeri
sekunder terhadap trauma tumpul

Tujuan: Rasa nyeri berkurang

Kriteria hasil:

- Pasien mendemonstrasikan pengetahuan pengontrolan nyeri.

- Pasien mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang tidak terganggu.

- Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri ringan (1-3).

Intervensi:

1) Kaji tingkat nyeri (P, Q, R, S, T)

R/ Mengidentifikasi intervensi yang tepat dari menganalisa tingkat nyeri pasien.

2) Pantau tanda-tanda vital

R/ Rasa nyeri dapat meningkatkan tekanan darah, nadi, dan lainnya.

3) Pertahankan tirah baring dengan posisi tegak atau posisi kepala 60º

R/ Untuk menimbulkan gravitasi guna membantu keluarnya hifema pada mata.

19
4) Berikan tindakan nyaman seperti kompres pada daerah edema atau teknik relaksasi
lainnya

R/ Mengurangi rasa ketidaknyamanan, dengan memberikan kompres dingin dapat


menghambat perdarahan.

5) Bantu ajarkan teknik relaksasi

R/ Teknik relaksasi dapat mengurangi nyeri.

6) Kolaborasi pemberian analgetik

R/ Mengurangi nyeri.

b) Gangguan persepsi sensori: visual berhubungan dengan kerusakan penglihatan

Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan

Kriteria hasil:

 Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan.

 Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat

Intervensi:

1) Perkenalkan pasien dengan lingkungan sekitarnya

R/ Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan serta menurunkan cemas.

2) Bantu pasien untuk beradaptasi menggunakan indera lainnya yang tidak mengalami
trauma

R/ Memberiakan rangsangan sensori.

3) Kunjungi pasien dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan


ansietas

R/ Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius dan pemenuhan


kebutuhan ADL dapat terlaksana.

4) Libatkan orang terdekat pasien dalam perawatan dan aktivitas sehari-hari


R/ Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya.

c) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman


penglihatan

Tujuan: Ansietas dapat teratasi

Kriteria hasil:

 Pasien mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk mengurangi ansietas.

20
 Pasien mendemonstrasikan pemahaman proses penyakit.

Intervensi:

1) Kaji tingkat ansietas pasien

R/ Guna mengetahui tingkat ansietas.

2) Diskusikan metode penanganan ansietas

R/ Pemilihan pemecahan masalah yang tepat dapat mengurangi kecemasan klien.

3) Dorong pasien mengungkapkan ansietas

R/ Pengungkapan pokok masalah membantu meringankan beban pikiran.

4) Pertahankan limgkungan yang tenang

R/ Lingkungan yang tenang dapat mengurangi stress.

5) Berikan dukungan emosional

R/ Dukungan dari orang tua dan teman sangatlah penting guna penyembuhan lebih
awal.

6) Tempatkan seluruh barang-barang yang dibutuhkan dalam jarak yang dapat dijangkau

R/ Mempermudah jangkauan klien terhadap barang –barang kebutuhannya.

7) Pastikan bahwa bantuan terhadap aktivitas sehari-hari akan ada

R/ Memberikan penjelasan tentang prosedur fungsi perawat dalam therapy


penyembuhan sehingga tidak menimbulkan anxietas berlebih terhadap klien.

8) Bantu atau ajarkan teknik relaksasi, nafas dalam, meditasi

R/ Merupakan teknik untuk mengurangi anxietas berkelanjutan.penyembuhan


sehingga tidak menimbulkan anxietas berlebih terhadap klien.

d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Tujuan: tidak ada tanda-tanda infeksi

Kriteria hasil:

 Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat akibat dalam kemungkinan cidera


Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan
demam.

 Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi diri dari


cidera.

21
Intervensi:

1) Kaji tanda-tanda infeksi

R/ diatasi agar tidak menimbulkan infeksi sekunder.

2) Berikan therapi sesuai program dokter

R/ Tindakan kolaborasi untuk membantu penyembuhan infeksi.

3) Anjurkan penderita istirahat untuk mengurangi gerakan mata

R/ Gerakan mata berlebihan dapat mencegah infekssi lebih lanjut.

4) Berikan makanan yang seimbang untuk mempercepat penyembuhan

R/ Makanan 4 sehat 5 sempurna dapat membantu proses penyembuhan lebih cepat.

3.4 Implementasi

Disesuaikan dengan intervensi dan kondisi pasien.

3.5 Evaluasi

 Rasa nyeri berkurang/ hilang

 Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan

 Ansietas dapat teratasi

 Tidak ada tanda-tanda infeksi

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

4.2 SARAN

23

Anda mungkin juga menyukai