TRAUMA MATA
NAMA : TRIPENA
NIM : P07220221223
2.1.1 Pengertian Trauma Mata
2
b. Non Mekanik, meliputi:
• Trauma oleh bahan kimia: Air accu, asam cuka, cairan HCL, air
keras, coustic soda, kaporit, jodium tincture, baygon, bahan pengeras
bakso, semprotan bisa ular, getah papaya, miyak putih.
• Trauma fisis
Trauma termik (hipermetik) misalnya terkena percikan api dan
terkena air panas.
Trauma radiasi misalnya terkena sinar ultra violet, sinar infra
merah, sinar ionisasi dan sinar X. (Ilyas, Sidarta, 2005)
2.1.3 Patofisiologi Trauma Mata
Trauma mata bisa disebabkan oleh karena mekanik dan non mekanik,
semua ini menciderai organ-organ mata yang menyebabkan terjadinya
trauma mata. Trauma mata yang diakibatkan oleh cedera mekanik pada
jaringan bola mata akan menimbulkan suatu atau berbagai akibat klasik
seperti: rasa sakit akibat trauma, gangguan penglihatan berupa penglihatan
kabur, perabengkalan, perdarahan atau luka terbuka dan bentuk mata
berubah.
Trauma oleh bahan kimia basa menyebabkan proses penyabunan
membrane sel disertai dehidrasi sel. Terjaadi kerusakan jaringan yang
menembus sampai ke lapisan yang lebih dalam dengan cepat dan
berlangsung terus hingga kerusakan terus terjadi lama setelah trauma.
Terbentuk koagulase yang akan menambah kerusakan kolagen kornea. Bila
menembus bola mata, akan merusak retina dan berakhir dengan kebutaan.
Bahan kaustik soda dapat menebus bilik mata depan dalam waktu 7 detik.
(Mansjoer, Arif, 2002).
Bahan kimia asam menyebabkan pengendapan atau pengumpalan
protein permukaan sel, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan
destruktif seperti alkali. Asam membentuk suatu sawar prespitat pada
jaringan yang terkena, sehingga membatasi kerusakan lebih lanjut.
Konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan yang lebih dalam
seperti trauma alkali.(Mansjoer, Arif, 2002).
2
a. Trauma Tumpul
1. Rongga Orbita
Suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang
membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal,
maksila, platinum dan zigomatikus.Jika pada trauma mengenai
rongga orbita maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika
mengenai saraf), perdarahan didalam rongga orbita, gangguan
gerakan bola mata.
2. Palpebra
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola
mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film
air mata di depan komea. Palpebra merupakan alat menutup mata
yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma
sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit
yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi
selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan
penutupan kelopak (lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya
permukaan mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada palpebra terjadi
trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra yang
dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan
sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak
dapat menutup secara sempurna).
3. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin
yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata
terutama kornea. Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva
(injeksi konjunctiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika
konjungtiva terkena trauma.
4. Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening
mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis
jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari
beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak saraf. Edema kornea,
penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa
disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata
berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat
trauma pada kornea.
2
5. Iris atau badan silier
Merupakan bagian dari uvea. Perdarahan uvea dibedakan antara
bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior
longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat
tempat masuk saraf optic dan 7 buah arteri siliar anterior, yang
terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada
ototrektus lateral. Arterisiliar anterior dan posterior ini bergabung
menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar.
Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar
posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf
optik. Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris
terlepas dari insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma
mengenai iris.
6. Lensa
Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang
peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih
atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak
di tempatnya. Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi
subluksasi lensa mata (perpindahan tempat).
7. Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.
8. Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara
badan kaca dan koroid. Letaknya antara badan kaca dan koroid.
Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang
letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat macula lutea
(bitnik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting
untuk tajam penglihatan. Ditengah macula lutea terdapat bercak
mengkilat yang merupakan reflek fovea. Secara patologik jika retina
terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio retina,
fotopsia, lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola
mata.
9. Nervus optikus: Nervus II terlepas atau putus (avulsio) sehingga
menimbulkan kebutaan.
2
b. Trauma Tajam
1. Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital),
perubahan posisi bola mata.
2. Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis)
3. Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.
4. Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
5. Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris,
badan silier dan koroid yang berwarna gelap).
6. Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus: laserasi kornea yang
disertai penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO,
adanya luka pada kornea, edema.
7. Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera,
perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina.
2
c. Trauma Kimia
1. Trauma Asam
Kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea.
2. Trauma Basa/Alkali
• Kebutaan
2
j. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola
mata (normal 12-25 mmHg).
k. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari
okuler, papiledema, retina hemoragi.
2
12. Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema). Indikasi Parasentesis:
• Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam.
• Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan konvensional
selama 5 hari.
• Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak dapat
diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma.
• Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
b. Trauma Mata Benda Tajam
1. Penatalaksanaan sebelum tiba di Rumah Sakit
• Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
• Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
• Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
• Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
2. Penatalaksanaan setelah tiba di Rumah Sakit
• Pemberian antibiotik spektrum luas.
• Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
• Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
• Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata
intak).
• Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
2. Trauma Asam
• Irigasi secepatnya dengan air keran atau larutan garam fisiologis minimal 15
menit. Lebih lama lebih bik. Irigasi sebersih mungkin termasuk daerah
forniks dengan menggunakan swab kapas.
• Antibiotik topikal untuk mencegah infeksi.
2
• Sikloplegik (sulfa atropin 1%) bila trjadi ulkus kornea atau kerusakan lebih
dalam.
• EDTA diberikan 1 minggu etelah trauma.
(Mansjoer, arif, dkk, 2002).
3. Prognosis trauma kimia
Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berat jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata. Prognosisnya ditentukan
oleh bahan alkali penyebab trauma tersebut. Terdapat 2 klasifikasi trauma basa
pada mata untuk menganalisis kerusakan dan beratnya kerusakan.
Klasifikasi Huges
Ringan Sedang Berat
Prognosis baik. Prognosis baik Prognosis buruk
Terdapat erosi epitel Terdapat Akibat kekeruhan
kornea. kekeruhan kornea kornea upil tidak dapat
Pada kornea terdapat sehingga sulit melihat dilihat
kekeruhan yang iris dan pupil secara Konjungtiva dan
ringan. terperinci sklera pucat
Tidak terdapat Terdapat iskemia
iskemia dan nekrosis dan nekrosis enteng
kornea ataupun pada kornea dan
konjungtiva. konjungtiva
Klasifikasi Thoft
Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4
terjadi hiperemi terjadi terjadi hiperemi konjun
konjungtiva hiperemi disertai dengan gtiva
disertai dengan konjungtiva nekrosis perilimal
keratitis pungtata disertai konjungtiva dan nekrosis
hilangnya epitel lepasnya epitel sebanyak
kornea kornea 50%
Luka bakar alkali derajat 1 dan 2 akan sembuh dengan jaringan arut
tanpa terdapatnya neovaskularisasi kedalam kornea. Luka bakar alkali derajat 3
dan 4 membutuhkan waktu sembuh berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.
2
2
2.2 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kegawatan Trauma Benda Asing dan Tajam pada Mata
2.2.1 Algoritme Keperawatan Pendekatan Web of Caution ( WOC )
2
2.2.2 Pengkajian
a. Data biografi (meliputi identitas pasien seperti : Nama, Jenis kelamin,
pekerjaan, agama)
b. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan pendahuluan diambil untuk menentukan masalah
primer pasien seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada
mata, mata basah, pandangan ganda, bercak dibelakang mata dan lain-lain.
c. Riwayat penyakit apa yang terakhir di derita oleh pasien
Masa anak : Strabismus, ambliopia, cedera
Dewasa : Glaukoma, katarak, cidera / trauma mata.
Penyakit keluarga : Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga
d. Riwayat penyakit sekarang
Yang perlu dikaji adalah trauma disebabkan karena trauma tumpul, tajam atau
mekanik, tindakan apa yang sudah dilakukan pada saat trauma terjadi.
e. Riwayat Psikososial
Pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan
konsep diri dan ketakutan akan terjadinya kecacatan mata, gangguan
penglihatan yang menetap atau mungkin kebutaan. Klien juga dapat mengalami
gangguan interaksi sosial.
f. Pemeriksaanfisik
1. B1(Breath)
Pada sistem ini tidak didapatkan kelainan (tidak ada gangguan pada sistem
pernapasan.
2. B2 (Blood)
Tidak ada gangguan perfusi, adanya peningkatan nadi/ tekanan darah
dikarenakan pasien takut dan cemas.
3. B3 (Brain)
Pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO.
4. B4 (Bladder)
Kebutuhan eliminasi dalam batas normal.
5. B5 (Bowel)
Tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.
6. B6 (Bone)
Ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.
g. Pemeriksaan khusus pada mata:
2
1. Pemeriksaan bagian luar mata
4. Iris dan pupil diinspeksi normalnya saat diberikan cahaya iris kontraksi dan
h. Tes Diagnostik
2
1.2.4 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan Asuhan Intervensi Keperawatan
berhubungan dengan keperawatan selama....x...Jam Manajemen Nyeri :
Agen pencedera diharapkan nyeri berkurang 1. Observasi
dengan kriteria hasil : Identifikasi lokasi,
Luaran Keperawatan Karakteristik, Durasi,
1. Tingkat Nyeri Frekuensi, Kualitas,
Kriteria Hasil : Intensitas Nyeri
1. Pasien tidak mengeluh Identifikasi Skala nyeri
nyeri Identifikasi Respon
2. Tidak meringis Nyeri Non Verbal
3. Tidak gelisah Identifikasi faktor Yang
4. Tidur cukup memperberat dan
5. Frekuensi nadi normal 60- memperingan nyeri
100x/mnt Identifkasi Pengetahuan
6. Tekanan darah normal dan keyakinan tanda
120/70-80mmhg nyeri
7. Frekuensi nafas normal Identifikasi pengaruh
20x/mnt budaya terhdap respon
nyeri
Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah di berikan
2. Terapeutik
Berikan teknik
nonformakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kontrol Lingkungan
Yang pemberat Nyeri
Fasilitas Istirahat dan
tidur
Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
2
merendahkan nyeri
3. Edukasi :
Jelaskan
penyebab ,periode dan
pemicu nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Anjurka menggunakan
analgetik secara tepat
ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
Dukungan Mobilsasi
Ganguan persepsi Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi
sensori berhubungan keperawatan selama ...x...Jam Identifikasi adanya nyeri
dengan Gangguan diharapkan nyeri berkurang atau keluhan fisik lainnya
Penglihatan dengan kriteria hasil : Identifikasi Toleransi
Setelah dilakukan asuhan fisik melakuakn
keperawatan selama 1x2 Jam pergerakan
diharapkan nyeri berkurang Monitor frekuensi jantung
dengan kriteria hasil : dan tekanan darah
SLKI sebelum memulai
Fungsi Sensori memobilisasi
Ketajaman 2. Terapeutik
penglihatan sedang Fasilitasi aktivitas
penglihatan mobilsasi dengan alat
bantu
Libatkan keluarga dalam
mendukung pergerakan
pasien
3. Edukasi
Jelaskan Tujuan dan
prosedur dan mobilitasi
2
Dukungan Perawatan diri
1. Observasi
Identifikasi adanya
keyakinan tidak rasional
2. Terapeutik
Bersihkan serungan dan
irigasi, suntion
spoeling,atau
instrumentasi
Memantau gejala
penglihatan
Mengurangi kegaduhan
lingkungan
Mengajari klien untuk
menggunakan tanda
nanverbal dan bentuk
komunikasi lainnya
3. Edukasi
Ajarkan mengidentifikasi
perasaaan bersalah yang
menyakitkan.
Pencegahan cidera :
Resiko Cidera Setelah dilakukan asuhan Identifikas area lingkungan
berhubungan dengan keperawatan selama ...x..jam yang berpotensi
perubahan sensori diharapkan masalah teratasi menyebabkan cidera
dengan kriteria hasil: Sediakan pencahayan yang
Luaran : memadai
Tingkat cidera menurun Sosialisasikan pasien dan
Kriyeria hasil : keluarga dengan
5 ( meningkat ) lingkungan ruang rawat
1. Toleransi aktifitas Gunakan pengaman tempat
2. Nafsu Makan tidur sesuai dengan
3. Toleransi Makan kebijakn fasilitas
5 ( Meningkat ) pelayanan kesehatan
1. kajadian cidera Diskusi bersama anggota
2. Luka / lecet keluarga yang dapat
3. Ketegangan otot mendampingi pasien
2
4. Fraktur
5. Pendarahan
6. Ekpresi wajah kesakitan Jelaskan alasan intervensi
7.Agitasi pencegahan jatuh kepasien
8. Iritabilitas dan keluarga
9. Gangguan Mobilitas
10. Ganguan kongnitif
5 ( Meningkat )
1. Tekanan Darah
2. Frekuensi Nadi
3. Frekuensi nafas
4. Denyut Jantung Apical
5. Denyut Jatung Radialis
6. Pola Istirahat Atau Tidur
2
2
2
2
Daftar Pustaka
1. Karaman K, Gverovic - Antunica A, Rogosic V, Lakos - Krzelj V,Rozga A, Radocaj-Perko S.
Epidemiology of adult eye injuries in Split - Dalmatian County. Croat Med J. 2004; 304-309
2. Katz J, T. J. Lifetime prevalance of
ocular injuries from Baltimore eye
survey. Arch Opthalmol, 1993; 1564-8.
3. Kuhn F, M. V. Eye injury epidemiology and prevention of ophthalmic injuries. In P. D. Khun F,
Opthalmology. New York: Thieme. 2002; 14-21.
4. Laila W, M. S. Characteristics and management of pediatric ocular trauma. opthalmology
indonesia. 2015; 74-9.
5. Long, J., & Mitchell, R. Hospitalised eye injuries in new south wales, australia. The Open
Epidemiology Journal. 2009; (2), 1- 7.
6. Megbelayin, E. O., Nkanga, D. G., Ibanga, A., & Okonkwo, S. N.. Pattern and causes of ocular
injuries in calabar, cross river state, nigeria. journal of trauma and care. 2016; 10-12.
7. Meier P. 2010. Combined anterior and posterior segment injuries in children: a review. Graefes
Arch Clin Exp Ophthalmology. 248; 1207-1219.
8. Nadeem, S., Ayub, M., & Fawad, H. Visual outcome of ocular trauma. Pakistan Journal
Opthalmology. 2013; 34-9.
9. Negel AD, T. B. The global impact of eye injuries. Opthalmology Epidemiology. 1998; 143-69.
10. Nirmalan PK, K. J. Ocular trauma in a rural South indian population. opthalmology. 2004; 1778-
81.
11. McGowan J, Hall TA, Xie A, Owsley C. Trends in eye injury in the united states, Invest
Ophthalmol Vis Sci. 2006; (2):521- 527.
12. Okoye, O.. Eye Injury Requiring hospitalisation in enugu nigeria. Nigerian Journal of Surgical
Research. 2006; 34-7.
13. Omolase, C. O., Ogunleye, O. T., & Themedu, C. O. Pattern of Ocular Injuries in Owo, Nigeria.
Journal of Opthalmic and Vision Research. 2011; (6): 114-8.
2
14. Oum BS MD, L. J. Clinical features of ocular trauma in emergency department. korean journal
opthalmology. 2004; 70-8.
15. Patockova A, Stermen P, Krasnik V, Olah Z.. Mechanical injuries of the eye. Bratisl Med J.111.
2010 (6) 329-335.
2
BAB 3
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Mata sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi sekuele jangka
panjang karena munculnya sindrom erosi berulang. Namun trauma tembus mata seringkali
dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin membutuhkan pembedahan
ekstensif. Retensi jangka panjang dari benda asing berupa besi dapat merusak fungsi retina
dengan menghasilkan radikal bebas. Serupa dengan hal itu, trauma kimia pada mata dapat
menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata.
Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat diterapi jika
terjadi lubang retina pada fovea. Penglihatan juga terganggu jika koroid pada pada makula
rusak.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan jika terdapat tanda – tanda
atau gejala mata seperti yang dibahas pada pembahasan ini agar segera menindaklanjuti, agar
mencegah dari komplikasi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Ridho. 2014. Tantangan dan Keuntungan AFTA 2015 untuk Indonesia.
http://himamanuny.wordpress.com/2014/03/22/tantangan-dan- keuntungan-afta-
untuk-indonesia/. Diakses pada tanggal 06 Oktober 2019 pukul 22:00.
ASEAN Integration Monitoring Office (AIMO) and Public Outreach and Civil Society
Division (POCS) 2015 : A Blueprint for GrowthASEAN Economic Community
2015:Progress and Key AchievementsASEAN. Jakarta. The ASEAN Secretariat.
Putra, Sony Surya Manggala (2015) : ENAM PERAN MAHASISWA S1 INDONESIA DALAM
MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015.
Wicaksono, 2013, Trauma Mata (Trauma Okuli),
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/06/12/trauma-mata-trauma-oculi/,
diakses pada 18 Nov 2014 14:00
Kurniawan, 2013, http://kurniawanedi09.blogspot.com/2013/04/babi-pendahuluan-latar-
belakang.html , diakses pada 18 Nov 2104 14:00
Yono, 2014, Asuhan Keperawatan Trauma Mata, http://yonokomputer.com/2014/02/asuhan-
keperawatan-trauma-mata/, diakses pada 18 Nov 2014 18:00
Galih, 2013, Askep Trauma Mata, http://galanggalih.blogspot.com/2013/07/askep-trauma-
mata.html, diakses pada 18 Nov 2104 18:00
http://www.asean.org/asean-economic-community/
http://binaswadaya.org/bs3/tantangan-mea-2015-kita-harus-menyerang-bukan- bertahan/
http://pengertian.website/pengertian-mea-dan-ciri-ciri-masyarakat-ekonomi-asean/
http://citicope.org/story/2014/comparing-mdgs-and-sdgs
http://www.4muda.com/mengenal-17-tujuan-global-global-goal-sebagai-kelanjuta
millenium-development-goals/
http://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/berita-harian- bappenas/konsp-sdgs-
kerangka-pembangunan-pasca-2015