Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

Keperawatan Gawat Darurat II

TRAUMA MATA

RS Islam Banjarmasin

Oleh :

Dela Anggeriani

1714201110007

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER A

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

BANJARMASIN

2019/2020

1
PEMBAHASAN

1. Anatomi Fisiologi
Menurut Aspiani(2017) : Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm.
Bagian anterior bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga
terdapat bentuk dengan dua kelengkungan berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga lapisan
jaringan, yaitu lapisan sklera yang bagian terdepannya disebut kornea, lapisan uvea, dan
lapisan retina. Di dalam
bola mata terdapat cairan aqueous humor, lensa dan vitreous humor

Konjungtiva Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva berbatasan dengan kulit pada tepi
palpebral dan dengan epitel kornea di limbus.
Sklera Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada mata.
Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola
mata.15 Kornea Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea
ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut

2
sulcus scleralis.19 Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm di pusatnya (terdapat
variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm
Lensa Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di sebelah anterior
lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya terdapat vitreous humor. Kapsul lensa
adalah suatu membran semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit
masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamela konsentris yang panjang.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula
Zinii, yang tersusun dari banyak fibril yang berasal dari permukaan badan siliar dan
menyisip ke dalam ekuator lensa

2. Definisi
Menurut Aspiani (2017) Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosional.
Menurut saukani(2016) Trauma mata adalah cedera pada mata, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata dan merupakan kasus gawat darurat mata.Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan
sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata(Sidarta, 2015).

Jadi, Trauma mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma (rudapaksa) baik oleh zat
kimia maupun oleh benda keras dan tajam

3. Etiologi
Menurut Aspiani (2017) , :
Trauma mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
a. Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar,
tumpul, keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis, atau
shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.

3
b.  Trauma tajam (penetrating injuries) disebabkan benda tajam atau benda asing yang
masuk ke mata seperti kaca, logam, atau partikel kayu berkecepatan tinggi, percikan
proses pengelasan, dan peluru.
c. Trauma Khemis disebabkan akibat substansi yang bersifat asam dan alkali yang
masuk ke mata.
d. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam dilaboratorium (asam sulfat, asam
hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, asam hidroflorida).
e. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, shampo, bahan pembersih lantai, kapur,
lem perekat.

4. Patofisiologi

Menurut Fadhilakmal (2017) Kerusakan akibat trauma tumpul dapat mengenai kelopak
mata dan struktur mata bagian luar sehingga mengakibatkan hematoma kelopak. Jika trauma
menembus ke bagian konjugtiva, maka kemungkinannya akan terjadi hematoma subkonjugtiva
akibat pecahnya pembuluh darah sebagai akibat terkena hantaman benda tumpul dan keras.
Kerusakan yang diakibatkan trauma tajam/tembus akan lebih parah lagi karena
melibatkan kerusakan hingga bagian dalam struktur dan jaringan mata. Kondisi ini biasanya
sampai merusak fungsi mata dan kerusakannya permanen (dapat disembuhkan hanya melalui
operasi). Gangguan mata akibat trauma tajam juga beragam, tergantung pada organ mata yang
terkena dan seberapa besar kerusakannya.
Sedangkan pada trauma khemis/ kimia, jika traumanya akibat asam biasanya hanya akan
menyebabkan kerusakan pada bagian permukaan/superfisial saja karena terjadi pengendapan
dan penggumpalan bahan protein permukaan. Namun pada trauma akibat basa/alkali,
kerusakan yang diakibatkan bisa gawat karena alkali akan menembus kornea dengan cepat lalu
ke bilik mata depan sampai pada jaringan retina. Bahan alkali dapat merusak kornea dan retina
karena bahan alkali bersifat mengkoagulasi sel sehingga akan menghancurkan jaringan kolagen
kornea sehingga memperparah kerusakan kornea hingga ke retina.
Pada trauma fisis, kerusakan yang ditimbulkan hanya pada permukaan karena bahan yang
merusak hanya mengenai permukaan dan tidak sampai tembus dan juga adanya mekanisme

4
proteksi pada mata. Namun, walaupun hanya mengenai bagian permukaan, trauma fisis akan
tetap menyebabkan kerusakan pada jaringan walaupun tidak bersifat permanen.

5. Manifestasi Klinis

Menurut Effendi, (2017)

Trauma Tumpul
a.       Rongga Orbita: suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang
membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila, platinum dan
zigomatikus.Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan terjadi fraktur orbita,
kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan didalam rongga orbita, gangguan gerakan
bola mata.
b.      Palpebra: Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea.
Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata
terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis

5
kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir
tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak (lagoftalmos) akan
mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis.
Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra
yang dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis),
kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
c.       Konjungtiva: Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel
Goblet.Musin berfungsi membasahi bola mata terutama kornea.
Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan subkonjungtiva) adalah tanda
dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.
d.      Kornea: Kornea (Latin cornum - seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata
sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan.Dipersarafi oleh banyak saraf.
Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa
disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah
tanda dan gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea.
e.       Iris atau badan silier: merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea dibedakan
antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang
masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah
arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada
otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu
membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar.Uvae posterior mendapat perdarahan
dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat
masuk saraf optik.
Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya)
merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.
f.       Lensa: Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa mempunyai
sifat tertentu, yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai
media penglihatan, terletak di tempatnya.

6
Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi lensa mata
(perpindahan tempat).
g.      Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.
h.      Retina: Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran
daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Letaknya
antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian
retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik
kuning) kira-kira ber¬diameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam
penglihatan.Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflek
fovea.
Secara patologik jika retina terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio
retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
i.        Nervus optikus: N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan kebutaan

 Trauma Tajam
a.       Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan posisi bola
mata.
b.      Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis).
c.       Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.
d.      Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
e.       Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan silier dan
koroid yang berwarna gelap).
f.       Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus : laserasi kornea yan g disertai
penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada kornea, edema.
g.      Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan korpus vitreus
dan ablasi retina.

Trauma Kimia
a.       Asam.
Kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea.
b.      Basa/Alkali.

7
1)      Kebutaan.
2)      Penggumpalan sel kornea atau keratosis.
3)      Edema kornea.
4)      Ulkus kornea.
5)      Tekanan intra ocular akan meninggi.
6)      Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar.
7)      Membentuk jaringan parut pada kelopak.
8)      Mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar
asesoris air mata.
9)      Pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi
yang akan menarik bola mata.
10)  Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Effendi, (2017) :
a. Pemeriksaan Fisik: dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan
menggunakankartu Snellen dan indikator pengukur ketajaman penglihatan lain seperti
cahaya dan gerak anggota tubuh.
b. Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
c. Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas
d.  Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata.
e.  Pemeriksaan fundus yang didilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk mengetahui
adanya benda asing intraokuler.
f.  Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan
dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada strip
fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan
terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
g.  Pemeriksaan CT-Scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui posisi benda
asing.
h.  Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.

8
i. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata
(normal 12-25 mmHg).
j. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
k. Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
l. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa
trauma asam atau basa.

7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Effendi, (2017) :

1) Penatalaksanaan sebelum tiba di RS, antara lain :


a.  Mata tidak boleh dibebat dengan tekanandan diberikan perlindungan tanpa
kontak.
b. Tidak boleh dilakukan manipulasi yangberlebihan dan penekanan bola mata.
c. Benda asing tidak boleh dikeluarkantanpa pemeriksaan lanjutan.
d. Sebaiknya pasien di puasakan untukmengantisipasi tindakan operasi.
2) Penatalaksanaan di RS, antara lain :
a. Pemberian antibiotik spektrum luas
b. Pemberian obat sedasi, antiemetik, dananalgetik sesuai indikasi.
c. Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d. Pengangkatan benda asing di kornea,konjungtiva atau intraokuler.
e. Tindakan pembedahan /penjahitan sesuaidengan kausa dan jenis cedera.
f.  Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkandengan aspirasi dan irigasi mekanis
atauvitrektomi.
Sedangkan pada kerusakan yang diakibatkan oleh trauma kimia, penatalaksanaan yang harus
segera dialkukan adalah irigasi daerah yang terkena trauma kimia untuk menghilangkan dan
melarutkan bahan penyebab trauma. Penanganan sebelum dibawa ke RS dapat dilakukan
dengan cara mata diguyur dengan menggunakan air bersih setelah terkena trauma untuk

9
meghilangkan bahan penyebab trauma, setelah itu langsung dibawa ke RS untuk penanganan
selanjutnya.

8. Pengkajian Keperawatan
a. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera
(trauma)
b. Sirkulasi 
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
i. Keamanan

10
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif.
Gangguan rentang gerak.

9. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya
pertahanan tubuh
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik

10. Intervensi Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
Tujuan : Nyeri teratasi
K.H      : Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien.
b. Beri posisi semi fowler.
R/ mengurngi kontraksi abdomen

c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi


R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
e. Managemant lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.

11
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
K.H    : tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda infeksi
R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
b. Kaji keadaan luka
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.
c. Kaji tanda-tanda vital
R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses   infeksi.
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar

c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan


Tujuan : Ansietas teratasi
K.H    : Klien tampak rileks
Intervensi :
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang
berhasil pada waktu lalu
R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut
dan berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan
untuk memberikan penjelasan kepada klien.
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai
penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan,
klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres

12
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi
situasi
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
R/ memotifasi klien

d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : Dapat bergerak bebas
K.H: Mempertahankan mobilitas optimal
Intervensi     :
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan kien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
d. Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien

11. Daftar Pustaka

Aspiani, Reni yuli. 2017. Asuhan Keperawatan gawat darurat aplikasi Nanda NIC NOC.
Jakarta : Trans Info Media.

Carpenito, Lynda Juall. 2016. Buku saku diagnosa Keperawatan edisi 13. Jakarta : EGC
Penerbit Buku Kedokteran.

Sukarni, Icemi. 2018. Buku ajar Keperawatan Medikal bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Taylor, Cynthia. 2017. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC
Penerbit Buku Kedokteran.

13
14

Anda mungkin juga menyukai