TUTORIAL SKENARIO 1
KELOMPOK : TUTOR 1
2019
PENYUSUN
Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tutorial ini dan tidak lupa
ucapan terima kasih kepada teman-teman dan pihak yang sudah membantu dalam penyusunan
makalah tutorial Keperawatan jiwa 1 skenario 1. Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas
tutorial blok Keperawatan jiwa 1.
Makalah ini mungkin jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat kami
perlukan. Semoga makalah ini bermanfaat dan menjadi sumber pembelajaran kita semua dalam
menambah ilmu pengetahuan.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Depresi adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang
mendalam dan rasa tidak peduli.
Etiologi Depresi Kaplan menyatakan bahwa terdapat tiga faktor penyebab depresi, yaitu:
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik,
seperti 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5
methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal pada
pasien gangguan mood.Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah
serotonin dan epineprin.Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi (Kaplan,
2010).Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun.Hal tersebut tampak
pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti respirin dan penyakit
dengan konsentrasi dopamin menurun seperti Parkinson.Kedua penyakit tersebut disertai
gejala depresi.Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin,
amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).Adanya
disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis
neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin
biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin.Disregulasi
ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik.Sebaliknya,
stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic- Pituitary-Adrenal (HPA) dapat
menimbulkan perubahan pada amin 4 biogenik sentral.Aksis neuroendokrin yang paling
sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan.Aksis HPA
merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld, 2004).Hipersekresi Cortisol
Releasing Hormone (CRH) merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental
pada pasien depresi.Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem
umpan balik kortisol di sistem limbik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik
dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010).Sekresi CRH dipengaruhi oleh
emosi.Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer
nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur
oleh sistem limbik.Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan
sekresi CRH (Landefeld, 2004).
b. Faktor genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara
anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar)
diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum.Angka keselarasan
sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Kaplan, 2010). 5
c. Faktor psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan
objek yang dicintai (Kaplan, 2010).Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi
meliputi peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan, kepribadian, psikodinamika,
kegagalan yang berulang, teori kognitif, dan dukungan sosial (Kaplan, 2010).Peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan
mood dari episode selanjutnya.Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan
memegang peranan utama dalam depresi. Klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stresor lingkungan yang
paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan
(Kaplan, 2010).Stresor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang
dicintai, atau stresor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama,
kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi
(Hardywinoto, 1999).Dari faktor kepribadian, beberapa ciri kepribadian tertentu yang
terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi, sedangkan kepribadian antisosial dan
paranoid mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).
2. Menurut Penyebabnya
- Depresi reaktif
Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar seperti kehilangan
seseorang atau kehilangan pekerjaan.
- Depresi endogenus
Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor lain.
- Depresi primer dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang disebabkan penyakit
fisik atau psiatrik atau kecanduan obat atau alkohol (depresi 'sekunder') dengan depresi
yang tidak mempunyai penyebab-penyebab ini (depresi 'primer').Penggolongan ini lebih
banyak digunakan untuk penelitian tujuan perawatan.
1. Terapi fisik
a. Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis
antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap berbagai
jenis antidepresan.Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu
dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau
retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT
diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk mengurangi
confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5
- 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan.
2. Terapi Psikologik
a. Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-sama
dengan pemberian antidepresan.Baik pendekatan psikodinamik maupun kognitif
behavioursama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya
dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik
akanmeredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi
persoalannya serta lebih percaya diri.
b. Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif
(persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan sebagainya) ke arah
pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat
menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus.
Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi kognitif bertujuan
mengubah perilaku dan pola pikir.
c. Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga
dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika
keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut.
Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan
frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap / struktur dalam keluarga yang
menghambat proses penyembuhan pasien.
PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa), menyatakan bahwa
seseorang menderita gangguan depresi ditandai dengan adanya kehilangan minat dan
kegembiraan, serta berkurangnya energi yang menyebabkan seseorang tersebut mudah merasa
lelah meskipun hanya bekerja ringan. Gejala lain yang sering muncul antara lain:
f) Tidur terganggu
b) Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (pusing), rasa nyeri, pandangan kabur, gangguan
saluran cerna, gangguan nafsu makan (meningkat atau menurun), konstipasi, dan perubahan
berat badan (menurun atau bertambah).
c) Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi atau hiperaktivitas) atau
menurun, aktivitas mental meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian di
sekitarnya, fungsi seksual 7 berubah (mencakup libido menurun), variasi diurnal dari
suasana hati. Gejala biasanya lebih buruk di pagi hari.
d) Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak bahagia, letupan menangis),
kognisi yang negatif, gampang tersinggung, marah, frustasi, toleransi rendah, emosi
meledak, menarik diri dari kegiatan sosial, kehilangan kenikmatan dan perhatian terhadap
kegiatan yang biasa dilakukan, banyak memikirkan kematian dan bunuh diri, perasaan
negatif terhadap diri sendiri, persahabatan, serta hubungan sosial.Identifikasi kemungkinan
penyebab ketidakseimbangan elektrolit
b. Gangguan distimik Perbedaan utama antara gangguan distimik dengan gangguan depresi
mayor adalah bahwa gangguan distimik adalah depresi kronis yang memiliki gejala yang
lebih ringan. Keparahan dari depresi kronis ini berfluktuasi.Banyak penderita gangguan
distimik yang juga mengalami gangguan depresi mayor (Baldwin, 2002).Gangguan
distimik tampaknya disebabkan oleh perkembangan kronis yang seringkali bermula pada
masa kanak-kanak atau masa remaja.Orang dengan gangguan distimik merasakan
keterpurukan sepanjang waktu, namun mereka tidak mengalami depresi yang sangat parah
seperti yang dialami oleh orang dengan gangguan depresi mayor. Meskipun gangguan
distimik lebih ringan daripada gangguan depresi mayor, mood tertekan dan self esteem
rendah yang terus-menerus dapat mempengaruhi fungsi pekerjaan dan sosial orang
tersebut (Nevid, 2005). 5. Alat Ukur Depresi dan Tingkat Depresi Beck Depression
Inventory (BDI) merupakan instrumen untuk mengukur derajat depresi dari Dr. Aaron T.
Beck.Skala BDI telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk
melakukan pengukuran depresi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran depresi 9
dengan menggunakan skala BDI akan diperleh hasil yang valid dan reliable. BDI
Mengandung skala depresi yang terdiri dari 21 item. Setiap gejala dirangking dalam skala
intensitas 4 poin dan nilainya ditambahkan untuk memberi total nilai dari 0-63, nilai yang
lebih tinggi mewakili tingkat depresi yang lebih berat. 21 item tersebut menggambarkan
kesedihan, pesimistik, perasaan gagal, ketidakpuasan, rasa bersalah, perasaan akan
hukuman, kekecewaan terhadap diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, keinginan bunuh
diri, menangis, iritabilitas, hubungan sosial, pengambilan keputusan, ketidakberhargaan
diri, kehilangan tenaga, insomnia, perasaan marah, anoreksia, kesulitan berkonsentrasi,
kelelahan, dan penurunan libido (Beck, 1985). Penilaian dilakukan dengan menggunakan
kuesioner, dimana skor: 1) Skor 0-9 menunjukkan tidak ada gejala depresi adalah normal
2) Skor 10-15 menunjukkan adanya depresi ringan 3) Skor 16-23 menunjukkan adanya
depresi sedang 4) Skor 24-63 menunjukkan adanya depresi berat.
2.6 PENGKAJIAN
Data subjektif : - Pasien Mengatakan baru saja ditinggalkan suaminya meninggal dunia
-mengatakan merasa depresi
- perasaan asing
- merasa bergantung pada orang lain
-Pasien Mengatakan merasa frustasi karena ketidakmampuan untuk
melakukan aktifitas sebelumnya
Definisi
Pola kesedihan mendalam yang bersiklus, rekuren dan berpotensi progresif yang
alami (oleh orang tua, pemberi asuhan, individu yang skait kronis atau disabilitas)
dalam berespon terhadap kehilangan yang kontinu melalui perjalanan penyakit.
Batasan karakteristik
-kesedihan
-Perasaanyang mempengaruhi kesejahteraan
- perasaan negatif yang berlebihan
b.d kematian
2.8 INTERVENSI
Tujuan dan Kriteria hasil(Outcomes Criteria). Berdasarkan NOC (lihat daftar rujukan).
-merasa rileks
-Tenang
KETIDAKBERDAYAAN
A. PENGERTIAN
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau tindakan
yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau tidak akan
membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan
situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi (NANDA, 2017).
B. RENTANG RESPON
a. Harapan Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap penyakit fisik.
Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir dengan penggunaan
mekanisme koping yang tidak adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak
adekuat dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
b. Ketidakpastian Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu
memahami kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi kemmapuan individu
mengkaji situasi dan memperkirakan upaya yang akan dilakukan. Ketidakpastian
menjadi berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.
c. Putus asa Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan
hampa, kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.
C. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
1) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita gangguan jiwa)
2) Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan Pengalaman penggunaan zat
terlarang
3) Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal terakhir periksa)
Harapan Kesempatan Ketidakpastian Bahaya Tidak Bedaya Putus Asa Respon adaftif Respon
Maladaftif
4) Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu pelaksana aktivitas
harian pasien
5) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai kejang-kejang atau pernah
mengalami riwayat trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan
limbic.
b. Psikologis
6) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu otoriter atau terlalu
melindungi/menyayangi
7) Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap perkembangan balita
hingga remaja, kurang minat dalam mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-hari
8) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai saksi
9) Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah cemas, rasa takut akan
tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya
c. Sosial budaya
2) Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan yang sama untuk
mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang dijalankan dalam kehidupannya
3) Pendidikan rendah
5) Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol (misalnya kontrol lokus
internal)
6) Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain, tidak mampu
berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif, enggan bergaul dan kadang menghindar
dari orang lain
8) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara pasif.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi ketidakberdyaan dipengaruhi
oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dimana pasien kurang dapat menerima
perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal biasanya keluarga dan
masyarakat kurang mendukung atau mengakui keberadaannya yang sekarang terkait dengan
perubahan fisik dan perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir,
dan waktu terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan, dengan jumlah
stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang berat. Hal tersebut dapat menstimulasi
ketidakberdayaan bahkan memperberat kondisi ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.
D. PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi Setiap proses penyakit, baik akut maupun kronis, dapat menyebabkan
ketidakberdayaan atau berperan menyebabkan ketidakberdayaan. Beberapa sumber umum
antara lain:
b. Berhubungan dengan perasaan kehilangan kontrol dan pembatasan gaya hidup, sekunder
akibat (sebutkan)
d. Berhubungan dengan karakteristik personal yang sangat mengontrol nilai (mis., lokus kontrol
internal).
2. Sedang Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat mengakibatkan
ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah. Klien tidak melakukan praktik perawatan
diri ketika ditantang. Klien tidak ikut memantau kemajuan pengobatan. Klien menunjukkan
ekspresi ketidakpuasan terhadap ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas
sebelumnya. Klien menujukkan ekspresi keraguan tentang performa peran.
3. Berat Klien menunjukkan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang terjadi
dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan dan menyatakan tidak
memiliki kendali (terhadap perawatan diri, situasi, dan hasil). Pada klien NAPZA biasanya
klien cenderung jatuh pada kondisi ketidakberdayaan berat karena tidak memiliki kendali
atas situasi yang memepngaruhinya untuk menggunakan NAPZA atau ketidakmampuan
mempertahankan situasi bebas NAPZA.
a. Mayor (harus ada): Memperlihatkan atau menutupi (marah, apatis) ekspresi ketidakpuasan
atas ketidakmampuan mengontrol situasi (mis., pekerjaan, penyakit, prognosis, perawatan,
tingkat penyembuhan) yang mengganggu pandangan, tujuan, dan gaya hidup.
a. Ekspresi verbal dari tidak adanya kontrol atau pengaruh atau situasi, hasil atau perawatan
diri.
b. Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau pengambilan keputusan saat kesempatan
diberikan.
f. Ketergantungan pada orang lain yang dapat menghasilkan lekas tersinggung, kebencian,
marah, dan rasa bersalah
Ketidakberdayaan
a. Tujuan Umum :
1) Pasien mampu membina hubungan saling percaya
2) Pasien mampu mengenali dan mengekspresikan emosinya
3) Pasien mampu memodifikasi pola kognitiif yang negatif
4) Pasien mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan
perawatan pasien
5) Pasien mampu termotivasi untuk aktif mencapai tujuan realistis.
PENUTUP
3.2 kesimpulan
Depresi adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan kesehatan mental
yang ditandai dengan suasana hati yang tertekan, perasaan sedih, murung, suka menyendiri,
tidak berminat dalam berbagai aktivitas, sehingga kualitas hidupnya menurun secara
signifikan
3.2 saran
Agar pembaca atau mahasiswa dapat lebih menggali lagi dan lebih mengenal tentang
depresidiberbagai media, baik media cetak atau media elektronik, bahkan dapat
mengakses dari internet.
DAFTAR PUSTAKA
Erma Wati Dalami.2014. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta :
CV.TRANSINFOMEDIA
Dalami, E. dkk. 2017. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Stuart, G. W., Sundeen, JS., 2016, Keperawatan jiwa (Terjemahan), alih bahasa:
Achir Yani edisi III. Jakarta : EGC