Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH BLOK JIWA I

TUTORIAL SKENARIO 1

KELOMPOK : TUTOR 1

DOSEN : Rohni Taufika Sari, Ns, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN A

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK)


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

2019
PENYUSUN

No Nama NPM Jabatan


1 Desi Nur Eliana 1714201110009 Anggota
2 Devi Pratiwi 1714201110010 Anggota
3 Fadillah Rahman 1714201110011 Anggota
4 Farid Al-ma’ruf 1714201110012 Anggota
5 Feri Mutazib 1714201110013 Ketua
6 Fitri Khurotul A’yun 1714201110014 Anggota
7 Haqul Yakin 1714201110015 Anggota
8 Hasanah 1714201110016 Anggota
9 Misbah 1714201110025 Anggota
10 Misdayanti 1714201110026 Anggota
11 Muhammad Birrin Ikhsani 1714201110027 Sekertaris
12 Muhammad Doni Akbar 1714201110028 Anggota
13 Muhammad Fikri 1714201110029 Anggota
14 Muhammad Hidayat 1714201110030 Anggota
15 Muhammad Lutfi 1714201110031 Anggota
16 Nada Afifah 1714201110032 Anggota
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tutorial ini dan tidak lupa
ucapan terima kasih kepada teman-teman dan pihak yang sudah membantu dalam penyusunan
makalah tutorial Keperawatan jiwa 1 skenario 1. Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas
tutorial blok Keperawatan jiwa 1.

Makalah ini mungkin jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat kami
perlukan. Semoga makalah ini bermanfaat dan menjadi sumber pembelajaran kita semua dalam
menambah ilmu pengetahuan.

Banjarmasin,23 Maret 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario Kasus


“Aku Tak Sanggup Lagi”
Seorang wanita yang berumur 30 tahun terlihat meneteskan air matanya waktu ditanya oleh
seorang perawat dia menjawab bahwa dia baru saja ditinggalkan suaminya meninggal dunia.
Orang yang selalu menemaninya, dia juga mengatakan merasa depresi, perasaan asing,
merasa bergantung pada orang lain serta frustasi karena ketidakmampuan untuk melakukan
aktifitas sebelumnya. Wanita tersebut juga menyangkal ini terjadi dengan berkata “saya tidak
percaya ini terjadi , ini tidak mungkin”, wanita tersebut sambil bercerita sambil meneteskan
air mata dan kurang rasa kendali pada dirinya. Perawat tersebut mendengarkan dengan baik
apa yang diceritakan wanita tersebut, setelah wanita tersebut bercerita, perawat itu
menjelaskan bahwa ini adalah kehendak Allah SWT dan harus sabar menerima kejadian ini
dan menyarakan wanita tersebut berdoa sesuai dengan ajaran islam yang dianutnya.
1.2 Analisa Kasus
1.2.1 Daftar pertanyaan
1) Apa definisi depresi?
2) Diagnosa keperawatan apa yang sesuai dengan dikasus?
3) Tindakan perawat apa yang dilakukan pada pasien tersebut selain menyarankan
berdoa?

1.2.2 Jawaban daftar pertanyaan


1) Apa definisi depresi?
Jawab: a. perasaan menarik diri
b. suatu keadaan diri tidak bisa menerima keadaan
c. tekanaan batin.
2) Diagnosa Keperawatan apa yang sesuai dengan kasus?
Jawab: a. ketidakberdayaan b.d. kurang pengetahuan untuk pengelolaan situasi
b. sedih kronis b.d kehilangan
3) Tindakan perawat apa yang dilakukan pada pasien tersebut selain menyarankan
berdoa
Jawab: a. mengingatka kepada pasien bahwa semua makhluk yang hidup didunia
akan kembali kepada allah
b. memberikan komunikasi terapeutik pada pasien

1.2.3 Learning Objective


1. Laporan Pendahuluan Depresi
2. Diagnosa keperawatan
3. Tindakan perawat/ Intervensi
BAB II

PEMBAHASAN

LAPORAN PENDAHULUAN DEPRESI

2.1 Pengertian Depresi

Depresi adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang
mendalam dan rasa tidak peduli.

Pengertian Depresi adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan


kesehatan mental yang ditandai dengan suasana hati yang tertekan, perasaan sedih, murung, suka
menyendiri, tidak berminat dalam berbagai aktivitas, sehingga kualitas hidupnya menurun secara
signifikan

Menurut Kusumanto (1981) depresi adalah suatu perasaan kesedihan yang


psikopatologis, yang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya
energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah
bekerja sedikit saja, dan berkurangnya aktivitas

Menurut Rice PL (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional


berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku)
seseorang.

2.2 Etiologi Depresi

Etiologi Depresi Kaplan menyatakan bahwa terdapat tiga faktor penyebab depresi, yaitu:

a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik,
seperti 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5
methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal pada
pasien gangguan mood.Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah
serotonin dan epineprin.Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi (Kaplan,
2010).Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun.Hal tersebut tampak
pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti respirin dan penyakit
dengan konsentrasi dopamin menurun seperti Parkinson.Kedua penyakit tersebut disertai
gejala depresi.Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin,
amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).Adanya
disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis
neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin
biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin.Disregulasi
ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik.Sebaliknya,
stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic- Pituitary-Adrenal (HPA) dapat
menimbulkan perubahan pada amin 4 biogenik sentral.Aksis neuroendokrin yang paling
sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan.Aksis HPA
merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld, 2004).Hipersekresi Cortisol
Releasing Hormone (CRH) merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental
pada pasien depresi.Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem
umpan balik kortisol di sistem limbik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik
dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010).Sekresi CRH dipengaruhi oleh
emosi.Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer
nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur
oleh sistem limbik.Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan
sekresi CRH (Landefeld, 2004).
b. Faktor genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara
anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar)
diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum.Angka keselarasan
sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Kaplan, 2010). 5
c. Faktor psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan
objek yang dicintai (Kaplan, 2010).Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi
meliputi peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan, kepribadian, psikodinamika,
kegagalan yang berulang, teori kognitif, dan dukungan sosial (Kaplan, 2010).Peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan
mood dari episode selanjutnya.Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan
memegang peranan utama dalam depresi. Klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stresor lingkungan yang
paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan
(Kaplan, 2010).Stresor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang
dicintai, atau stresor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama,
kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi
(Hardywinoto, 1999).Dari faktor kepribadian, beberapa ciri kepribadian tertentu yang
terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi, sedangkan kepribadian antisosial dan
paranoid mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).

2.3 Jenis-jenis depresi

Penggolongan depresi dapat dibedakan (Wilkinson,1995:18 - 26):


1. Menurut gejalanya
- Depresi neurotik
Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang menyedihkan
tetapi yang jauh lebih berat daripada biasanya.Penderitanya seringkali dipenuhi trauma
emosional yang mendahului penyakit misalnya kehilangan orang yang dicintai,
pekerjaan, milik berharga, atau seorang kekasih.Orang yang menderita depresi neurotik
bisa merasa gelisah, cemas dan sekaligus merasa depresi.Mereka menderita hipokondria
atau ketakutan yang abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi atau
halusinasi.
- Depresi psikotik
Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit depresi yang berkaitan
dengan delusi dan halusinasi atau keduanya.
- Psikosis depresi manik
Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh kembali disertai gangguan
suasana hati yang berat.Orang yang mengalami gangguan ini menunjukkan gabungan
depresi dan rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini dapat diganti dengan perasaan
gembira, gairah, dan aktivitas secara berlebihan gambaran ini disebut 'mania'.
- Pemisahan diantara keduanya
Para dokter membedakan antara depresi neurotik dan psikotik tidak hanya berdasarkan
gejala lain yang ada dan seberapa terganggunya perilaku orang tersebut.

2. Menurut Penyebabnya
- Depresi reaktif
Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar seperti kehilangan
seseorang atau kehilangan pekerjaan.
- Depresi endogenus
Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor lain.
- Depresi primer dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang disebabkan penyakit
fisik atau psiatrik atau kecanduan obat atau alkohol (depresi 'sekunder') dengan depresi
yang tidak mempunyai penyebab-penyebab ini (depresi 'primer').Penggolongan ini lebih
banyak digunakan untuk penelitian tujuan perawatan.

3. Menurut arah penyakit


- Depresi tersembunyi
Diagnosa depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang dibuat bilamana depresi
dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak dapat diterangkan, misalnya
rasa sakit yang lama tanpa sebab yang nyata atau hipokondria atau sebaliknya perilaku
yang tidak dapat diterangkan seperti wanita lanjut usia yang suka mengutil.
- Berduka
Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang diperlukan terhadap suatu
kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan itu mampu menerima kenyataan
tersebut, mengalami rasa sakit akibat kesedihan yang menimpa, menderita putusnya
hubungan dengan orang yang dicintai dan penyesuaian kembali.
- Depresi pascalahir
Banyak wanita kadang-kadang mengalami periode gangguan emosional dalam 10 hari
pertama setelah melahirkan bayi ketika emosi mereka masih labil dan mereka merasa
sedih dan suka menangis.Seringkali hal itu berlangsung selama satu atau dua hari
kemudian berlalu.
- Depresi dan manula
Usia tua merupakan saat meningkatnya kerentanan terhadap depresi. Namun, kadang-
kadang depresi pada manula ditutupi oleh penyakit fisik dan cacat tubuh seperti
penglihatan atau pendengaran yang terganggu.Oleh karena itu, sangatlah penting untuk
mengingat kemungkinan terjadinya penyakit depresi pada orang tua.

2.4 Penatalaksanaan Depresi

1. Terapi fisik
a. Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis
antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap berbagai
jenis antidepresan.Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu
dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau
retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT
diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk mengurangi
confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5
- 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan.
2. Terapi Psikologik
a. Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-sama
dengan pemberian antidepresan.Baik pendekatan psikodinamik maupun kognitif
behavioursama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya
dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik
akanmeredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi
persoalannya serta lebih percaya diri.
b. Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif
(persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan sebagainya) ke arah
pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat
menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus.
Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi kognitif bertujuan
mengubah perilaku dan pola pikir.
c. Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga
dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika
keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut.
Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan
frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap / struktur dalam keluarga yang
menghambat proses penyembuhan pasien.

2.5 Gambaran Klinis Depresi

PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa), menyatakan bahwa
seseorang menderita gangguan depresi ditandai dengan adanya kehilangan minat dan
kegembiraan, serta berkurangnya energi yang menyebabkan seseorang tersebut mudah merasa
lelah meskipun hanya bekerja ringan. Gejala lain yang sering muncul antara lain:

a) Konsentrasi dan perhatian berkurang.


b) Harga diri dan kepercayaan berkurang.

c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna.

d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

e) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.

f) Tidur terganggu

g) Nafsu makan berkurang.

Menurut Lumbantobing (2004), gejala-gejala depresi meliputi:

a) Gangguan tidur atau insomnia.

b) Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (pusing), rasa nyeri, pandangan kabur, gangguan
saluran cerna, gangguan nafsu makan (meningkat atau menurun), konstipasi, dan perubahan
berat badan (menurun atau bertambah).

c) Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi atau hiperaktivitas) atau
menurun, aktivitas mental meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian di
sekitarnya, fungsi seksual 7 berubah (mencakup libido menurun), variasi diurnal dari
suasana hati. Gejala biasanya lebih buruk di pagi hari.

d) Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak bahagia, letupan menangis),
kognisi yang negatif, gampang tersinggung, marah, frustasi, toleransi rendah, emosi
meledak, menarik diri dari kegiatan sosial, kehilangan kenikmatan dan perhatian terhadap
kegiatan yang biasa dilakukan, banyak memikirkan kematian dan bunuh diri, perasaan
negatif terhadap diri sendiri, persahabatan, serta hubungan sosial.Identifikasi kemungkinan
penyebab ketidakseimbangan elektrolit

4. Klasifikasi dan Diagnosis Gangguan Depresi


a. Gangguan depresi mayor Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR), suatu episode depresi mayor ditandai dengan
munculnya lima atau lebih gejala dibawah ini selama suatu periode 2 minggu: 1) Mood
yang depresi hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari 2) Penurunan kesenangan atau
minat secara drastis dalam semua atau hampir semua aktivitas 3) Kehilangan berat badan
atau penambahan berat badan yang signifikan atau suatu penambahan atau penurunan
selera makan 4) Mengalami insomnia atau hipersomnia 5) Agitasi yang berlebihan atau
melambatnya respon gerakan hampir setiap hari 8 6) Perasaan lelah atau kehilangan energi
setiap hari 7) Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi

b. Gangguan distimik Perbedaan utama antara gangguan distimik dengan gangguan depresi
mayor adalah bahwa gangguan distimik adalah depresi kronis yang memiliki gejala yang
lebih ringan. Keparahan dari depresi kronis ini berfluktuasi.Banyak penderita gangguan
distimik yang juga mengalami gangguan depresi mayor (Baldwin, 2002).Gangguan
distimik tampaknya disebabkan oleh perkembangan kronis yang seringkali bermula pada
masa kanak-kanak atau masa remaja.Orang dengan gangguan distimik merasakan
keterpurukan sepanjang waktu, namun mereka tidak mengalami depresi yang sangat parah
seperti yang dialami oleh orang dengan gangguan depresi mayor. Meskipun gangguan
distimik lebih ringan daripada gangguan depresi mayor, mood tertekan dan self esteem
rendah yang terus-menerus dapat mempengaruhi fungsi pekerjaan dan sosial orang
tersebut (Nevid, 2005). 5. Alat Ukur Depresi dan Tingkat Depresi Beck Depression
Inventory (BDI) merupakan instrumen untuk mengukur derajat depresi dari Dr. Aaron T.
Beck.Skala BDI telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk
melakukan pengukuran depresi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran depresi 9
dengan menggunakan skala BDI akan diperleh hasil yang valid dan reliable. BDI
Mengandung skala depresi yang terdiri dari 21 item. Setiap gejala dirangking dalam skala
intensitas 4 poin dan nilainya ditambahkan untuk memberi total nilai dari 0-63, nilai yang
lebih tinggi mewakili tingkat depresi yang lebih berat. 21 item tersebut menggambarkan
kesedihan, pesimistik, perasaan gagal, ketidakpuasan, rasa bersalah, perasaan akan
hukuman, kekecewaan terhadap diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, keinginan bunuh
diri, menangis, iritabilitas, hubungan sosial, pengambilan keputusan, ketidakberhargaan
diri, kehilangan tenaga, insomnia, perasaan marah, anoreksia, kesulitan berkonsentrasi,
kelelahan, dan penurunan libido (Beck, 1985). Penilaian dilakukan dengan menggunakan
kuesioner, dimana skor: 1) Skor 0-9 menunjukkan tidak ada gejala depresi adalah normal
2) Skor 10-15 menunjukkan adanya depresi ringan 3) Skor 16-23 menunjukkan adanya
depresi sedang 4) Skor 24-63 menunjukkan adanya depresi berat.
2.6 PENGKAJIAN
Data subjektif : - Pasien Mengatakan baru saja ditinggalkan suaminya meninggal dunia
-mengatakan merasa depresi
- perasaan asing
- merasa bergantung pada orang lain
-Pasien Mengatakan merasa frustasi karena ketidakmampuan untuk
melakukan aktifitas sebelumnya

2.7 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Definisi
Pola kesedihan mendalam yang bersiklus, rekuren dan berpotensi progresif yang
alami (oleh orang tua, pemberi asuhan, individu yang skait kronis atau disabilitas)
dalam berespon terhadap kehilangan yang kontinu melalui perjalanan penyakit.

Batasan karakteristik

-kesedihan
-Perasaanyang mempengaruhi kesejahteraan
- perasaan negatif yang berlebihan

faktor yang berhubungan

b.d kematian
2.8 INTERVENSI

Tujuan dan Kriteria hasil(Outcomes Criteria). Berdasarkan NOC (lihat daftar rujukan).

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam klien diharapkan


berkurang rasa depresi atau merasa kehilangan akibat ditinggal suaminya dengan kriteria
hasil :

-merasa rileks

-Tenang

-dapat menerima keadaan

Intervensi Keperawatan dan Rasional. Berdasarkan NOC (lihat rujukan)

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


terapeutik
Rasional : kejujuran, kesediaan dan penerimaan meningkat kepercayaan
hubungan anatara klien dan perawat.
2. Dorong dan beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
nya.
Rasional : mengurangi beban fikiran yang dirasakan oleh klien.
3. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati
Rasional: mengurangi beban fikiran yang dirasakan klien
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi cara yang tepat untuk mengatasi sedih
kronis
Rasional : mengidentifikasi cara atau koping yang tepat untuk mengatasi sedih
kronis
5. Beri pujian atas kemampuan klien mengatasi sedih kronis
Rasional : meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri klien
LAPORAN PENDAHULUAN

KETIDAKBERDAYAAN

A. PENGERTIAN

Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa  perilaku atau tindakan
yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau tidak akan
membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan
situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi (NANDA, 2017).

Menurut Wilkinson (2017) ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang bahwa


tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara  bermakna, kurang penggendalian yang
dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi.

Menurut Carpenito-Moyet (2017) ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang


individu atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.

Ketidakberdayaan adalah Persepsi individu bahwa tindakannya sendiri tidak akan


mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu kurang kontrol terhadap situasi tertentu atau
kejadian baru yang dirasakan (Townsend, 1998).

B. RENTANG RESPON
a. Harapan Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap penyakit fisik.
Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir dengan  penggunaan
mekanisme koping yang tidak adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak
adekuat dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa.  
b. Ketidakpastian Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu
memahami kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi kemmapuan individu
mengkaji situasi dan memperkirakan upaya yang akan dilakukan. Ketidakpastian
menjadi berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.
c. Putus asa Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan
hampa, kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.
C. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi
a. Biologis

1) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita gangguan jiwa)

2) Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan Pengalaman penggunaan zat
terlarang

3) Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal terakhir periksa)
Harapan Kesempatan Ketidakpastian Bahaya Tidak Bedaya Putus Asa Respon adaftif Respon
Maladaftif

4) Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu pelaksana aktivitas
harian pasien

5) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai kejang-kejang atau pernah
mengalami riwayat trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan
limbic.

6) Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya:


sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS  

b. Psikologis

1) Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal

2) Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan komunikasi verbal


yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan terkait dengan penyakitnya atau
kondisi dirinya

3) Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara  progresif menimbulkan


ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS

4) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)

5) Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang sekarang

6) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu otoriter atau terlalu
melindungi/menyayangi

7) Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap perkembangan balita
hingga remaja, kurang minat dalam mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-hari

8) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai saksi
9) Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah cemas, rasa takut akan
tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya

10) Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.

c. Sosial budaya

1) Usia 30 meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan

2) Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan yang sama untuk
mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang dijalankan dalam kehidupannya

3) Pendidikan rendah

4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan (misalnya: pensiun,


defisit memori, defisit motorik, status finansial atau orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6
bulan)

5) Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol (misalnya kontrol lokus
internal)

6) Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain, tidak mampu
berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif, enggan bergaul dan kadang menghindar
dari orang lain

7) Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat

8) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara pasif.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi ketidakberdyaan dipengaruhi
oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dimana pasien kurang dapat menerima
perubahan fisik dan  psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal biasanya keluarga dan
masyarakat kurang mendukung atau mengakui keberadaannya yang sekarang terkait dengan
perubahan fisik dan perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir,
dan waktu terjadinya dapat  bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan, dengan jumlah
stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang berat. Hal tersebut dapat menstimulasi
ketidakberdayaan bahkan memperberat kondisi ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.
D. PATOFISIOLOGI

1. Patofisiologi Setiap proses penyakit, baik akut maupun kronis, dapat menyebabkan
ketidakberdayaan atau berperan menyebabkan ketidakberdayaan. Beberapa sumber umum
antara lain:

a. Berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi, sekunder akibat CVA, trauma


servikal, infark miokard, nyeri.  

b. Berhubungan dengan ketidakmampuan menjalani tanggung jawab  peran, sekunder


akibat pembedahan, trauma, artritis.

c. Berhubungan dengan proses penyakit yang melemahkan, sekunder akibat sklerosis


multipel, kanker terminal.

d. Berhubungan dengan penyalahgunaan zat.

e. Berhubungan dengan distorsi kognitif, sekunder akibat depresi.

2. Situasional (Personal, Lingkungan)

a. Berhubungan dengan perubahan status kuratif menjadi paliatif.  

b. Berhubungan dengan perasaan kehilangan kontrol dan pembatasan gaya hidup, sekunder
akibat (sebutkan)

c. Berhubungan dengan pola makan yang berlebihan.

d. Berhubungan dengan karakteristik personal yang sangat mengontrol nilai (mis., lokus kontrol
internal).

e. Berhubungan dengan pengaruh pembatasan rumah sakit atau lembaga.

f. Berhubungan dengan gaya hidup berupa ketidakmampuan (helplessness).

g. Berhubungan dengan rasa takut akiat penolakan (ketidaksetujuan).

h. Berhubungan dengan kebutuhan dependen yang tidak terpenuhi.

i. Berhubungan dengan umpan balik negatif yang terus-menerus.  

j. Berhubungan dengan hubungan abusive jangka panjang.

k. Berhubungan dengan kurangnya pengetahuan


E. MANIFESTASI KLINIS

Batasan Karakteristik (NANDA) Menurut NANDA (2017) dan Wilkinson (2017)


ketidakberdayaan yang dialami klien dapat terdiri dari tiga tingkatan antara lain:

1. Rendah Klien mengungkapakan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi dan


bersikap pasif.

2. Sedang Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat mengakibatkan
ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah. Klien tidak melakukan praktik perawatan
diri ketika ditantang. Klien tidak ikut memantau kemajuan pengobatan. Klien menunjukkan
ekspresi ketidakpuasan terhadap ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas
sebelumnya. Klien menujukkan ekspresi keraguan tentang performa peran.

3. Berat Klien menunjukkan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang terjadi
dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program  pengobatan dan menyatakan tidak
memiliki kendali (terhadap perawatan diri, situasi, dan hasil). Pada klien NAPZA biasanya
klien cenderung jatuh  pada kondisi ketidakberdayaan berat karena tidak memiliki kendali
atas situasi yang memepngaruhinya untuk menggunakan NAPZA atau ketidakmampuan
mempertahankan situasi bebas NAPZA.

Batasan karakteristik (Carpenito, 2016)

a. Mayor (harus ada): Memperlihatkan atau menutupi (marah, apatis) ekspresi ketidakpuasan
atas ketidakmampuan mengontrol situasi (mis., pekerjaan, penyakit,  prognosis, perawatan,
tingkat penyembuhan) yang mengganggu  pandangan, tujuan, dan gaya hidup.  

b. Minor (mungkin ada):

1) Apatis dan pasif.

2) Ansietas dan depresi.

3) Marah dan perilaku kekerasan.

4) Perilaku buruk dan kebergantungan yang tidak memuaskan orang lain.

5) Gelisahan dan cenderung menarik diri.

Tanda dan gejala (batasan karakteristik):

a. Ekspresi verbal dari tidak adanya kontrol atau pengaruh atau situasi, hasil atau perawatan
diri.  
b. Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau pengambilan keputusan saat kesempatan
diberikan.

c. Mengekspresikan keragu-raguan yang berkenaan dengan pelaksanaan  peran.

d. Segan mengekspresikan perasaan sebenarnya, takut diasingkan dari  pengasuh.

e. Apatis dan pasif

f. Ketergantungan pada orang lain yang dapat menghasilkan lekas tersinggung, kebencian,
marah, dan rasa bersalah

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

Ketidakberdayaan

- RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Tujuan Keperawatan Pada Pasien

a. Tujuan Umum :
1) Pasien mampu membina hubungan saling percaya
2) Pasien mampu mengenali dan mengekspresikan emosinya
3) Pasien mampu memodifikasi pola kognitiif yang negatif
4) Pasien mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang  berkenaan dengan
perawatan pasien
5) Pasien mampu termotivasi untuk aktif mencapai tujuan realistis.  

b. Tindakan Keperawatan Pada Pasien


1) Bina hubungan saling percaya
2) Membuat kontrak ( inform consent )
3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor-faktor yang dapat  berpengaruh pada
ketidakberdayaan (misalnya: pekerjaan, aktivitas hiburan, tanggung jawab peran,
hubungan antar pribadi). Rasional: mengidentifikasi situasi/hal-hal yang berpotensi dapat
dikendalikan dan dapat digunakan sebagai sumber kekuatan/power bagi klien.
4) Diskusikan dengan pasien pilihan yang realistis dalam perawatan,  berikan penjelasan
untuk pilihan tersebut. Rasional: Memberikan kesempatan pada klien untuk berperan
dalam proses perawatan, termasuk untuk meningkatkan pemikiran  positif klien, dan
meningkatkan tanggung jawab klien.
5) Libatkan pasien dalam pembuatan keputusan tentang rutinitas  perawatan/rencana
terapi Rasional: Pelibatan klien dalam proses pembuatan keputusan, mampu
meningkatkan rasa percaya diri.
6) Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan perawatan kepada  pasien (jelaskan
semua prosedur, peraturan dan pilihan untuk  pasien, berikan waktu untuk menjawab
pertanyaan dan minta individu untuk menuliskan pertanyaan sehingga tidak terlupakan)
Rasional: Meningkatkan kemampuan berpikir positif terhadap  proses perawatan yang
sedang dijalani oleh klien, pelibatan klien dalam setiap pengambilan keputusan menjadi
hal  penting.
7) Bantu pasien mengidentifikasi situasi kehidupannya yang dapat dikendalikan (perasaan
cemas, gelisah, ketakutan). Rasional: Kondisi emosi pasien mengganggu kemampuannya
untuk memecahkan masalah. Bantuan diperlukan agar dapat menyadari secara akurat
keuntungan dan konsekuensi dari alternative yang ada.
8) Bantu klien mengidentifikasi situasi kehidupan yang tidak dapat ia kendalikan (adiksi),
Disukusikan dan ajarkan cara melakukan manipulasi menghadapi kondisi-kondisi yang
sulit dikendalikan, misalnya afirmasi. Rasional: Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan yang  berhubungan dengan ketidakmampuan sebagai upaya mengatasi masalah
yang tidak terselesaikan dan menerima halhal yang tidak dapat diubah.
9) Bantu pasien mengidentifikasi faktor pendukung, kekuatankekuatan diri (misalnya
kekuatan baik itu berasal dari diri sendiri, keluarga, orang terdekat, atau teman). Rasional:
Pada pasien dengan ketidakberdayaan dibutuhkan faktor pendukung yang mampu
mensupport pasien, dari dalam sendiri dapat berupa penguatan nilai-nilai spiritual, Jika
dalam  proses perawatan kekuatan lain tidak adekuat.
10) Sampaikan kepercayaan diri terhadap kemampuan pasien untuk menangani keadaan
dan sampaikan perubahan positif dan kemajuan yang dialami pasien setiap hari. Rasional:
Meningkatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan atas upaya dan usaha yang sudah
dilakukan oleh klien.
11) Biarkan pasien mengemban tanggung jawab sebanyak mungkin atas praktik
perawatan dirinya. Dorong kemandirian  pasien, tetapi bantu pasien jika tidak dapat
melakukannya. Rasional: memberikan pilihan kepada pasien akan meningkatkan
perasaannya dalam mengendalikan hidupnya.
12) Berikan umpan balik positif untuk keputusan yang telah dibuatnya.

Tujuan Keperawatan Pada Keluarga:


a. Keluarga mampu mengenal masalah ketidakberdayaan/ ketidakmampuan pada anggota
keluarganya  
b. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ketidakberdayaan/
ketidakmampuan Keluarga
c. Keluarga mampu memfollow up anggota keluarga yang mengalami ketidakberdayaan/
ketidakmampuan.

Tindakan Keperawatan Pada Keluarga:


a. Mendiskusikan kondisi pasien : Ketidak berdayaan, Penyebab terjadi, tanda gejala, akibat  

b. Melatih keluarga merawat ketidakberdayaan pasien

c. Melatih keluarga melakukan follow up ketidakberdayaan pasien


BAB III

PENUTUP

3.2 kesimpulan

Depresi adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan kesehatan mental
yang ditandai dengan suasana hati yang tertekan, perasaan sedih, murung, suka menyendiri,
tidak berminat dalam berbagai aktivitas, sehingga kualitas hidupnya menurun secara
signifikan

3.2 saran
Agar pembaca atau mahasiswa dapat lebih menggali lagi dan lebih mengenal tentang
depresidiberbagai media, baik media cetak atau media elektronik, bahkan dapat
mengakses dari internet.
DAFTAR PUSTAKA

Kusnadi. 2015. Keperawatam Jiwa. Tanggerang: Bina Rupa Aksarapubliser

Erma Wati Dalami.2014. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta :
CV.TRANSINFOMEDIA

Maramis, W. F. 2013. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.

Dalami, E. dkk. 2017. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Stuart, G. W., Sundeen, JS., 2016, Keperawatan jiwa (Terjemahan), alih bahasa:
Achir Yani edisi III. Jakarta : EGC

Keliat, B. A., 2015, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Keliat, Farida Kusumawat., 2017, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta :


Salemba Medika.

Stuart, G. W. (2017). Buku asuhan Keperawatan Jiwa (Edisi 5). Alih Bahasa: Kapoh, P. Ramona


& Yudha, E. K. Jakarta: EGC

Nanda Internasional.(2018-2020). Nanda-I Diagnosis Keperawatan definisi dan klasifikasi.


Penerbit buku kedokteran:EGC

Anda mungkin juga menyukai